Anda di halaman 1dari 36

KARYA ILMIAH AKHIR

PENERAPAN INTERVENSI BIOLOGICAL NURTURING BABY LED


FEEDING UNTUK MENGURANGI NYERI PADA IBU POST SECTIO
CAESAREA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT

Oleh:

EKA PERMATA SARI

NIM 22650288

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2023
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Sectio caesarea merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk


membantu jalan keluarnya janin dengan komplikasi atau indikasi tertentu,
tindakan sectio caesarea biasanya dilakukan apabila persalinan pervaginam
tidak bisa dilakukan (Sihombing, I. S., 2017). Sectio caesarea merupakan
suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin degan cara membuat
sayatan untuk membuka dinding perut dan dinding uterus (hisektomi) untuk
mengeluarka janin yang berada di dalam rahim ibu (Ayuningtyas, 2018).
Sectio caesarea merupakan proses persalinan melalui tindakan pembedahan
dengan prosedur insisi yang menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan
kulit sehingga menimbulkan rasa nyeri (Berham, 2017). Proses pemulihan
antara persalinan pervaginam dan persalinan menggunakan metode sectio
caesarea berbeda, dimana persalinan sectio caesarea membutuhkan waktu
lebih lama dibandingkan persalinan pervaginam (Andriana, 2021). Nyeri
yang umumnya muncul pasca operasi sectio caesarea karena efek analgesik
hilang (Andarmoyo, 2013). Nyeri yang dirasakan oleh ibu post sectio
caesarea mengakibatkan ibu menjadi kesulitan untuk bergerak naik turun,
mobilisasi dari tempat tidur serta melakukan perawatan pada bayinya,
sehingga tidak menutup kemungkinan ibu akan menunda pemberian ASI
yang seharusnya diberikan sejak awal.

Menurut World Health Organization (WHO), rata – rata sectio


caesarea 5 - 15% per 1000 kelahiran di dunia, angka kejadian dirumah sakit
pemerintah rata – rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari
30%. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018,
jumlah persalinan dengan metode sectio caesarea di Indonesia sebesar 17,6%
dari total jumlah kelahiran di fasilitas kesehatan. Persalinan sectio caesarea di
Provinsi Bali memiliki proporsi terbesar kedua secara nasional sebesar 30,2%
(Kementrian Kesehatan RI, 2018). Di Jawa Timur terdapat 22,4% kelahiran
menggunakan metode sectio caesarea dari total 9.832 kelahiran
(Banlitbangkes, 2019).

Nyeri post sectio caesarea menjadi permasalah serius karena pada


umumnya memiliki karakteristik nyeri seperti luka tersayat – sayat, bersifat
menetap dan berada pada skala sedang hingga berat (Susilo. Rini and Susanti,
2018). Rasa nyaman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia paling
utama yang harus terpenuhi, menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar
yang paling utama yang harus dipenuhi adalah kebutuhan fisiologis, maka
dari itu masalah nyeri akut yang muncul pada ibu post sectio caesarea dapat
mengganggu kebutuhan dasar fisiologis harus segera ditangani (Sihombing, I.
S., 2017). Karakteristik lain dari nyeri post sectio caesarea adalah intensitas
dan skala nyeri yang akan bertambah jika klien melakukan pergerakan pada
daerah luka operasi (Manurung, 2019). Ibu post sectio caesarea yang
mengalami nyeri jika tidak dilakukan penanganan secara baik maka nyeri
akan bertambah dan luka jahitan akan memburuk, sehingga ibu akan
mengalami kesulitan untuk mengurus bayinya. Manajemen nyeri post sectio
caesarea dapat dilakukan dengan penatalaksanaan farmakologis seperti
kolaborasi pemberian alagesik. Namun pemberian terapi farmakologi tidak
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan untuk mengontrol nyeri secara
mandiri, untuk itu dibutuhkan kombinasi untuk mengontrol nyeri
menggunakan teknik non farmakologi agar senasi nyeri dapat berkurang serta
masa pemulihan tidak memanjang.

Salah satu terapi non farmakologi untuk mengatasi nyeri pada klien
dengan post sectio caesarea yaitu teknik menyusui dengan Biologic
Nurturing Baby Led Feeding (Susilo. Rini and Susanti, 2018). Teknik
Biologic Nuturing Baby Led Feeding memberikan keuntungan karena posisi
berbaring dalam kisaran 15 - 64° akan membuat daerah perut dengan bekas
luka sayatan caesar lebih rileks. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang mengatakan bahwa posisi semi-fowler 30° mengurangi intensitas nyeri
pada pasien pasca laparotomi (Andrianary, M., & Antoine, 2019). Penelitian
oleh (Basir et al, 2020) di RSU Aliyah 1 Kota Kendari menyatakan bahwa
terjadi penurunan skala nyeri pada pasien post sectio caesarea dari skala
sedang menjadi skala ringan setelah diberikan terapi komplementer biologic
nurturing baby led feeding selama 2 hari. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Cahyanti et al (2020), yang menyatakan bahwa teknik Biologic
Nurturing Baby Led Feeding dapat menurunkan skala nyeri post sectio
caesarea secara signifikan karena mampu memberi efek relaksasi,
ketenangan dan kebahagian yang akan membuat fokus klien yang tadinya
pada nyeri post operasi teralihkan ke anak yang sedang disusuinya (Cahyanti
et al, 2020). Penelitian Rini & Susanti (2018), juga menegaskan bahwa
intensitas nyeri pada ibu post sectio caesarea dapat diturunkan secara efektif
dengan terapi biologic nurturing baby led feeding, karena terapi tersebut akan
membuat impuls saraf tidak dapat berjalan bebas dan tidak dapat
mentransmisikan impuls atau pesan sensori ke korteks sensorik, sehingga
nyeri dapat dikontrol atau mengalami penurunan (Susilo. Rini and Susanti,
2018).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti


dengan fokus intervensi biologic nurturing led feed pada ibu post sectio
caesarea

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana pengaruh intervensi Biologic Nurturing Led Feeding
untuk menurunkan nyeri pada ibu post sectio caesarea?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan intervensi
Biologic Nurturing Led Feeding untuk menurunkan nyeri pada ibu
post sectio caesarea dengan masalah keperawatan nyeri akut.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji masalah kesehatan pada ibu post sectio caesarea dengan
masalah keperawatan nyeri akut
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada ibu post sectio caesarea
dengan masalah keperawatan nyeri akut
3. Merencanakan intervensi keperawatan pada ibu post sectio
caesarea dengan masalah keperawatan nyeri akut
4. Melakukan implementasi keperawatan pada ibu post sectio
caesarea dengan masalah keperawatan nyeri akut
5. Menganalisi intervensi keperawatan biologic nurturing led feeding
pada ibu post sectio caesarea dengan masalah keperawatan nyeri
akut
6. Melakukan evaluasi intervensi keperawatan biologic nurturing led
feeding pada ibu post sectio caesarea dengan masalah
keperawatan nyeri akut
7. Melakukan dokumentasi keperawatan pada ibu post sectio
caesarea dengan masalah keperawatan nyeri akut
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi wawasan yang bisa digunakan


untuk mengetahui studi literatur dengan judul “Penerapan Intervensi
Biological Nurturing Baby Led Feeding Untuk Mengurangi Nyeri
Pada Ibu Post Sectio Caesarea dengan Masalah Keperawatan Nyeri
Akut” sebagai wacana yang dapat digunakan untuk study literatur
berikutnya di bidang ilmu kesehatan.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Bagi pasien
Mendapatkan layanan kesehatan berupa asuhan keperawatan yang
tepat dan benar untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-
tingginya.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta
pengetahuan masyarakat terkait penerapan intervensi keperawatan
biologic nurturing led feeding pada ibu post sectio caesarea
dengan masalah keperawatan nyeri akut.
3. Bagi pemerintah
Pemerintah dapat menggunakan penelitian ini sebagai informasi
tambahan terkait penerapan intervensi keperawatan biologic
nurturing led feeding pada ibu post sectio caesarea dengan
masalah keperawatan nyeri akut.
4. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dan acuan bagi
peneliti selanjutnya dalam permasalahan yang serupa ataupun
penelitian lain yang berhubungan dengan penatalaksanaan nyeri
akut dengan penerapan terapi nonfarmakologis yaitu intervensi
keperawatan biologic nurturing led feeding pada ibu post sectio
caesarea untuk mengurangi rasa nyeri.
5. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada
pasien post sectio caesarea dengan masalah keperawatan nyeri
akut untuk menjadikan asuhan keperawatan yang profesional.
6. Bagi profesi keperawatan
Sebagai ilmu keperawatan yang digunakan sebagai referensi
landasan dan pedoman dalam melakukan tindakan keperawatan
yang efektif dan komprehensif pada pasien post sectio caesarea
dengan masalah keperawatan nyeri akut.
7. Bagi penulis
Menerapkan ilmu yang telah didapatkan dalam pengembangan
ilmu keperawatan khususnya dalam pemberian intervensi
nonfarmakologi pada pasien post sectio caesarea dengan masalah
keperawatan nyeri akut.
1.5 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara interview dan obeservasi
partisipatif, dimana penulis melakukan pengumpulan data dengan cara tanya
jawab dengan responden, kemudian dilakukan pengamatan dan turut serta
dalam melakukan pelayanan keperawatab sebagaimana proses asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaa/intervensi,
implementasi dan evaluasi secara runtut dan sistematis.

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1 SECTIO CAESAREA


2.1.1 Definisi
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui dinding perut
(abdomen) dan dinding rahim (uterus) (Jitoyono, 2015). Sectio Caesarea
(SC) merupakan tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
cara membuat sayatan untuk membuka dinding perut dan dinding uterus
atau suatu histerotomi untuk mengeluarkan janin yang berada di dalam
rahim ibu (Ayuningtyas, et al 2018).
2.1.2 Indikasi Dilakukan Sectio Cesarea
Sectio caesarea dilakukan apabila kelahiran melalui vagina mungkin
membawa resiko pada ibu dan janin.
a. Indikasi Medis
Menurut Annisa (2010) dalam (Sella, 2019) ada 3 faktor penentu
dalam proses persalinan yaitu:
1) Power
Yang memungkinkan dilakukan Sectio caesarea, misalnya daya
mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun
lain yang mempengaruhi tenaga.
2) Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, letak bayi melintang, primigravida
diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama
pada pintu atas panggul dan anak menderita fetal distress syndrome
(denyut jantung janin kacau dan melemah).
3) Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius
pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir
yang diduga bisa menular ke anak, umpamanya herpes kelamin
(herpes genitalis), condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar
dan pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi yang
menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin
wanita), hepatitis B dan hepatitis C.
b. Indikasi Ibu
Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute
dan relative. Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat
jalan lahir merupakan indikasi absolute untuk sectio caesarea.
Diantaranya adalah panggul sempit yang sangat berat dan neoplasma
yang menyumbat jalan lahir (Oxorn & Forte, 2010). Pada indikasi,
kelahiran pervaginam bisa terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu
membuat kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu,
anak ataupunkeduanya. Faktor-faktor yang menyebabkan perlunya
tindakan sectio caesarea menurut Oxorn, (2010) yaitu :
1) Disporporsi fetopelvic
Mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar, atau adanya
ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran pelvic.
2) Disfungsi uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inersia,
ketidakmampuan dilatasi cervix, partus menjadi lama.
3) Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan
normal tidak mungkin dilakukan. Kanker invasif yang didiagnosa
pada trimester ketiga dapat diatasi dengan sectio caesarea yang
dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan radikal atau
keduanya.
4) Riwayat sectio caesarea sebelumnya
Meliputi riwayat jenis insisi uterus sebelumnya, jumlah
sectiocaesarea sebelumnya dan indikasi sectio caesarea
sebelumnya. Pada sebagian negara besar ada kebiasaan yang
dilakukan akhir-akhir ini yaitu setelah prosedur sectio caesarea
dilakukan maka persalinan mendatang juga harus diakhiri dengan
tindakan sectio caesarea juga.
5) Abruptio plasenta
Abruptio plasenta adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya. Hal
ini jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang serius dalam
kehamilan.
c. Indikasi Janin
Indikasi Janin untuk dilakukan SC (Oxorn, 2010), yaitu :
1) Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi
berat atau takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi
utama dalam peningkatan angka sectio caesarea. Stimulasi oxytocin
menghasilkan abnormalitas pada frekuensi denyut jantung janin.
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi.Terlebih apabila ditunjang
kondisi ibu yang kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu
menderita hipertensi atau kejang pada rahim dapat mengakibatkan
gangguan pada plasenta dan tali pusar yaitu aliran darah dan
oksigen kepada janin menjadi terganggu. Kondisi ini dapat
mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti kerusakan otak.
Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan kematian
janin (Oxorn & Forte, 2010).
2) Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya
pertumbuhan janin yang berlebihan disebabkan sang ibu menderita
diabetes mellitus. Bayi yang lahir dengan ukuran yang besar dapat
mengalami kemungkinan komplikasi yang lebih berat daripada bayi
normal karena sifatnya masih seperti bayi prematur yang tidak bisa
bertahan dengan baik terhadap persalinan yang lama (Oxorn &
Forte, 2010).
3) Cacat atau kematian janin sebelumnya.
4) Ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau mati
dilakukan sectio caesarea elektif
5) Malposisi dan malpresentasi bayi.
6) Faktor Plasenta
7) Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir.
d. Indikasi Sosial
Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk melakukan
sectio caesarea yaitu indikasi sosial. Indikasi sosial meliputi wanita
yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, wanita
yang ingin sectio caesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi resiko
kerusakan dasar panggul dan wanita yang takut terjadinya perubahan
pada tubuhnya atau sexuality image setelah melahirkan. Persalinan
sectio caesarea karena indikasi sosial timbul karena adanya
permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk
melakukan persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah
direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan tindakan sectio caesarea
(Sella, 2019).
2.1.3 Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan
persalinan normal tidak memungkinkan akhirnya harus dilakukan sectio
caesarea. Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang di
dalamnya adalah sifat dari kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu
untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Setelah amnion
terinfeksi oleh bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan
berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien cukup bulan yang terkena
infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi ketuban pecah
dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah
dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh).
Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka
persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi
serviks atau induksi serviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea
tepat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau
terinfeksinya janin lebih para (Handerson, 2013).
2.1.4 Komplikasi
Komplikasi yang dialamis etelah dilakukan tindakan sectio
caesarea merupakan tindakan yang cepat dan mudah, akan tetapi tindakan
sectio caesarea juga memiliki beberapa bahaya komplikasi. Komplikasi
ini diantaranya adalah kerusakan organ – organ seperti vesika urinaria dan
uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi anastesi, perdarahan,
infeksi dan tromboemboli. Kematian ibu lebih besar jika dibandingkan
dengan persalinan pervaginam. Sulit untuk memastikan hal tersebut terjadi
apakah dikarenakan prosedur operasinya atau karena alasan yang
menyebabkan ibu hamil tersebut harus dioperasi. Selain itu takipneu sesaat
pada bayi baru lahir lebih sering terjadi pada persalinan sectio caesarea
dan kejadian-kejadian trauma persalinanpun tidak dapat disingkirkan.
Resiko jangka panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta
previa, solusio plasenta akrata dan ruptur uteri (Viandika and Septiasari,
2019).

2.2 NYERI
2.2.1 Definisi
Nyeri adalah suatu ketidaknyamanan yang bersifat subjektif yang artinya
satu individu dengan individu lain memiliki respon yang berbeda dalam
mempersepsikan nyeri. Ketidaknyamanan tersebut muncul karena adanya
stimulus yang muncul akibat kerusakan jaringan tubuh yang bersifat aktual
maupun potensial.
2.2.2 Klasifikasi nyeri
1. Nyeri berdasarkan durasi
a. Nyeri akut
Nyeri akut yaitu pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan denga kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan – berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2018). Nyeri akut
biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu fisiologis
(inflamasi, iskemia, neoplasma,), kimiawi (misalnya luka bakar,
bahan kimia iritan) dan fisik (misalnya prosedur operasi, trauma,
laatihan fisik berlebih, amputasi, abses dll) (SDKI, 2018). Secara
verbal klien yang mengalami nyeri akut akan mengatakan ada
ketidaknyamanan yang berkaitan dengan nyeri yang dirasakan,
memperlihatkan respons emosi dan perilaku seperti menangis,
mengeran kesakitan, menyeringai atau meringis.
b. Nyeri kronik
Nyeri akut yaitu pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan denga kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
dan konstan yang berlangsung lebih dari 3 bulan (SDKI, 2018).
Manifestasi klinis yang tampak pada nyeri kronik berbeda dengan
nyeri akut, manifestasi yang biasa muncul berhubungan dengan
respons psikososial seperti merasa putus asa, kelesuan, penurunan
libido/gaurah seksual serta penurunan berat badan. Klien yang
mengalami nyeri kronik sering mengalami periode remisi (gejala
hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan
meningkat).
2. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asalnya
a. Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivasi
atau sensitisasi nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus
yang menghantarkan stimulus noxious.
b. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cidera atau abnormalitas
yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Nyeri ini
lebih sulit diobaati, pasien akan mengalami nyeri seperti rasa
terbakar, tingling, shooting, hypergesia atau allodynia.
3. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya
a. Superficial atau kutaneus
Nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristiknya nyeri
berlangsung singkat dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa
sebagai sensasi tajam. Contohnya tertusuk jarum suntik, luka
potong kecil atau laserasi.
b. Viseral dalam
Nyeri yang terjadi akibat stimulus organ – organ internal.
Karakteristiknye nyeri bersifat difus dan dapat menyebar lebih
lama daripada superficial. Nyeri terasa tajam, tumpul atau unik
tergantung yang terlibat. Contohnya sensasi pukul seperti angina
pektoris, sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.
c. Nyeri alih
Nyeri ini merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena
banyak organ yang tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristiknya
nyeri dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri
dan dapat terasa dengan beberapa karakteristik. Contohnya nyeri
pada infark miokard yang mneyebabkan nyeri alih ke rahang,
lengan kiri; batu empedu yang dapat mengalihkan nyeri
selangkangan.
d. Radiasi
Radiasi merupakan sensasi neyri yang meluas dari tempat awal
cedera ke bagian tubuh lain. Karakteristiknya nyeri terasa seakan
menyebar ke tubuh bagian bawah atau sepanjang bagian tubuh.
Contohnya nyeri punggung bagian bawah akibat diskus
intravertebral yang ruptur disertai nyeri meradiasi sepanjang
tungkaidari iritasisaraf kranial
4. Klasifikasi nyeri berdasarkan ringan beratnya
a. Nyeri ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang
ringan. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara objektif biasanya
dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang
sedang. Ada nyeri sedang secara objektif pasien mendesis,
menyeringai dan dapat menunjukkan lokasi nyerinya, dapat
mendeskripsikan serta dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat.
Pada nyeri berat secara objektif terkadang pasien tidak dapat
mengikuti perintah, tetapi masih respon terhadap tindakan dan
menunjukkan lokasi nyeri serta tidak dapat mendeskripsikannya.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
1. Usia
Anak – anak belum bisa mengungkapkan nyeri secara verbal dan
mengekspresikan nyeri pada orangtua atau petugas kesehatan. Pada
usia dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Sedangkan lansia cenderung memedam
nyeri yang dialami karena mereka menganggap nyeri adalah hal
alamiah yang harus dijalani. Seorang perawat harus melakukan
pengkajian lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri.
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi oleh budaya yang biasanya
mengatakan bahwa laki – laki harus berani tidak boleh menangis yang
berbeda halnya dengan wanita yang biasanya menangis.
3. Kebudayaan
Budaya dan etnik mempunyai pengaruh terhadap bentuk
responseseorang terhadap nyeri, tetapi tidak mempengaruhi persepsi
nyeri. Orang belajar dari budayanya, bagaimana mereka berespon
terhadap nyeri, misalnya suatu daerah menganut kepercayaan bahwa
nyeri merupakan akibat yang harus diterima karena mereka telah
melakukan kesalahan sehingga mereka tidak mengeluh dan menerima
respon nyeri tersebut.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman dan persepsi seseorang
terhadap nyeri dan bagaimana cara untuk mengatasinya.
5. Ansietas
Hubungan nyeri dengan ansietas bersifat komplek. Ansietas sering
meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri yang muncul akan
menyebabkan individu menjadi cemas.
6. Keletihan
Keletihan atau kelelahan yang dialami individu akan meningkatkan
persepsi nyeri karena rasa lelah akan meningkatkan sensasi nyeri dan
menurunkan kemampuan melakukan koping.
7. Pengalaman sebelumnya
Bila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama secara berulang
dan nyeri tersebut berhasil dihilangkan, makan akan lebih ,udah bagi
individu untuk melakukan tindakan – tindakan yang digunakan untuk
menghilangkan nyerinya. Hal ini terjadi karena adanya proses
pengontrolan pusat dan dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya.
Ketika ada aktivitas yang mneyebabkan nyeri, maka bersamaan dnegan
itu ada pengontrolan pusta yang kuat tentang reaksi nyeri yang
dihasilkan (Rahayu, 2018).
8. Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan baik secara sebagian
maupun total. Pola koping yang adaptif akan mempermudah seseorang
dalam mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping maladaptif akan
mempersulit individu untuk mengatasi nyeri.
9. Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat guna memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan. Kehadiran keluarga atau orang yang dicintainya akan
meminimalkan perasaan takut dan merasa aman sehingga dapat
membuat individu menjadi lebih rileks.
2.2.4 Nyeri Pasca Persalinan Sectio Caesarea
Toxonomi Comitte of The International Assocation mendefinisikan
nyeri pasca operasi sebagai sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan potensial
nyata atau menggambarkan terminologi suatu kerusakan. Intensitas nyeri
pada pasien meningkat menjadi nyeri yang sangat hebat terjadi pada satu
hari pasca operasi, periode nyeri akut rata-rata 1 sampai dengan 3 hari.
Nyeri pasca operasi akan meningkatkan stres pasca operasi dan
memiliki pengaruh negatif pada penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri sangat
penting sesudah pembedahan, untuk mengurangi rasa nyeri dan
kecemasan, bernafas lebih mudah dan dalam, dapat mentoleransi
mobilisasi yang cepat. Pengkajian nyeri dan kesesuaian analgesik harus
digunakan untuk memastikan bahwa nyeri pasien pasca operasi dapat
dibebaskan (Potter and Perry, 2010).
Pada operasi sectio caesarea ada 7 lapisan abdomen yang harus
disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit
satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Jadi, keluhan
rasa nyeri pada abdomen pasca operasi seksio sesarea yang dirasakan oleh
ibu itu wajar (Walley, 2008).
Nyeri pasca sectio caesarea timbul setelah hilangnya efek dari
pembiusan, nyeri hebat dirasakan satu hari pertama pasca operasi atau 24
jam pasca operasi baik pasien yang pertama kali dilakukan sectio caesarea
maupun pasien yang sudah pernah dilakukan operasi sectio caesarea
sebelumnya atau berulang. Derajat nyeri pada pasien berkisar antara 4 - 8
tergantung respon pasien terhadap rasa nyeri (Sulaminingsih, 2012)
2.2.5 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Alat bantu lain yang digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan
nyeri klien sebagai berikut:
1. Skala deskriptif

Gambar 2.1 Skala deskriptif


Skala deskriptif verbal atau Verbal Descriptor Scale (VDS)
merupakan salah satu alat ukur tingkat keperahan yang lebih bersifat
objektif. Skala deskriptif verbal ini merupakan sebuah garis yang
terdiri dari kalimat pendeskripsian ini dirangking dari tidak ada nyeri
sampai nyeri paling hebat (Prasetyo, 2010).
2. Skala Numerik

Gambar 2.2 Skala Numerik


Skala numerik atau Numerical Rating Scale (NRS) digunakan sebagai
pengganti alat deskripsi kata. Dalam hal ini pasien menilai nyeri
dengan skala 0 sampai dengan 10. Skala 0 mendeskripsikan sebagai
tidak nyeri, skala 1 – 3 mendeskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu
ada rasa nyeri (mulai terasa tapi masi dapat ditahan), skala 4 – 6
mendeskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada rasa nyeri terasa
mengganggu dengan usaha yang cukup kuat untuk menahan, dan skala
7 – 10 mendeskripsikan sebagai nyeri berat yaitu ada nyeri, terasa
sangat mengganggu / tidak tertahankan sehingga harus menangis,
menjerit atau berteriak. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapeutik (Prasetyo, 2010).
Pengunaan skala NRS direkomendasikan untuk menilai skala nyeri
pasca operasi pada pasien berusia di atas 9 tahun. NRS sangat mudah
digunakan dan merupakan skala yang sudah valid (Brunelli, et al.,
2010 dan McCaffery Bebbe, 1993 dalam Novita, 2012).
3. Skala analog visual

Gambar 2.4 Skala Wajah Wong-Baker


Penggunaan skala analog visual atau Visual analog scale (VAS)
merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.
Skala ini memberikan klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
tingkat keparahan nyeri yang dirasakan.
4. Skala Wajah Wong-Baker

Gambar 2.4 Skala Wajah Wong-Baker


Skala wajah biasanya digunakan untuk anak – anak yang berusia < 7
tahun. Pasien diminta untuk memilih wajah yang sesuai dengan
kondisi nyerinya, pilihan ini kemudian diberi skor angka. Salah satu
wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartun wajah yang
mengambarkan wajah senyum, sedih, sampai menangis, serta tiap
wajah ditandai dengan skor 0 – 5.
2.2.6 Manajemen nyeri
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membantu mengurangi nyeri
persalinan adalah pendekatan farmakologi (menggunakan obat-obatan)
dan pendekatan nonfarmakologi (secara tradisional). Pendekatan ini
diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu.
Pendekatan untuk mengurangi nyeri persalinan yaitu:

1. Farmakologi
Jenis-jenis obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri menurut Bobak
dalam Watiyah (2013) sebagai berikut:
a) Sedatif
Agen sedatif, seperti barbiturate, berfungsi menurunkan ansietas,
meningkatkan relaksasi dan menginduksi rasa kantuk hanya pada
tahap awal persalinan. Efek yang tidak diinginkan meliputi depresi
vasomotor dan depresi pernapasan baik pada ibu maupun pada bayi
baru lahir.
b) Analgesia dan Anestesi
Analgesia menyebabkan sensasi nyeri hilang atau ambang persepsi
nyeri sesorang meningkat. Anastesia merupakan pelenyapan
persepsi nyeri dengan menginterupsi impuls saraf yang menuju ke
otak. Contoh dari analgesia dan anesthesia blok saraf lidokain,
bupivakain, kloroprokain, tetrakain dan mepivankain. setelah efek
analgesia muncul, timbul hambatan simpatik yang menyebabkan
vasodilatasi dan darah berakumulasi di tungkai.
2. Nonfarmakologis
Terapi nyeri nonfarmakologis yaitu terapi mengatasi nyeri tanpa
menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai teknik
yang setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri. Beberapa hal
yang dapat dilakukan ialah :
1) Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri. Ada empat tipe distraksi, yaitu distraksi visual,
misalnya membaca, menonton televisi, melihat bayi dengan
bahagia. Distraksi auditory, misalnya mendengarkan music.
Distraksi taktil, misalnya menarik napas, massase atau bersentuhan
kulit dengan bayinya saat menyusui. Distraksi kognitif, misalnya
bermain puzzel.
2) Hypnosi-diri, dengan membantu merubah persepsi nyeri melalui
pengaruh sugesti positif. Hypnosis-diri menggunakan sugesti dari
dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu
memasuki keadaan rileks dengan menggunakan bagian ide pikiran
dan kemudian kondisikondisi yang mereka. Hypnosis-diri sama
seperti dengan melamun. Konsentrasi yang efektif mengurangi 30
ketakutan dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada
satu pikiran. Selain itu juga mengurangi persepsi nyeri merupakan
salah satu sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah
membuang atau mencegah stimulasi nyeri. Hal ini terutama
penting bagi klien yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan
sensasi ketidaknyamanan. Nyeri juga dapat dicegah mengantisipasi
kejadian menyakitkan, misalnya seorang klien yang dibiarkan
mengalami konstipasi akan menderita distensi dan kram abdomen.
Upaya ini hanya klien alami dan sedikit waktu ekstra dalam upaya
menghindari situasi yang menyebabkan nyeri ( Mander, dalam
Watiyah, 2013).
3) Terapi stimulasi kutaneus, adalah stimulasi kulit yang dilakukan
untuk menghilangkan nyeri massase, mandi air hangat, kompres
panas atau dingin dan stimulasi syaraf elektrik transkutan (TENS)
merupakan langkah-langkah sederhana dalam upaya menurunkan
persepsi nyeri. Cara kerja khusus stimulasi kutaneus masih belum
jelas. Salah satu pemikiran adalah cara ini menyebabkan pelepasan
endorfin, sehingga menghambat transmisi stimulasi nyeri. Teori
Gate-kontrol mengatakan bahwa stimulasi kutaneus mengaktifkan
tranmisi tersebut saraf sensori A-Beta yang lebih besar dan lebih
cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut dan
delta- berdiameter kecil.
4) Masasse, adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan ata
perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri,
menghasilkanrelaksasi, dan/atau memperbaiki sirkulasi. Massase
adalah terapi nyeri yang paling primitif dan menggunakan refleks
lembut manusia untuk menahan, menggosok, atau meremas bagian
tubuh yang nyeri.
5) Terapi hangat dan dingin terapi ini, bekerja dengan menstimulasi
reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor). Terapi dingin dapat
menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor
nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di area sekitar pembedahan.
Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang dapat
mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri.
6) Relaksasi pernapasan, yang merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajakan pada klien
bagaimana cara melakukan pernapasan, napas lambat, isnpirasi
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlakan. selain dapat menurunkan
instensitas nyeri, teknik relaksasi pernapasan juga dapat
meningkatkan vetilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.
menurut kegunaannya teknik relaksasi napas dalam inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan.
Menurut kegunaannya teknik relaksasi pernapasan dianggap
mampu meredakan nyeri, prosesnya menarik napas lambat melalui
hidung (menahan inspirasi secara maksimal) dan menghembuskan
napas melalui mulut secara perlahan-lahan (Smeltzer&Bare, dalam
Watiyah, 2013).
2.3 BIOLOGICAL NURTURING BABY LED FEEDING
2.3.1 Definisi
Biological nurturing baby led feeding adalah pendekatan secara
biologis untuk inisiasi dini yang bertujuan untuk mengurangi masalah ibu
dan bayi seperti nyeri dan bayi tidak mendapatkan ASI diawal. Menurut
Colson (2008) dalam Rahayu (2018) menyatakan bahwa pengasuhan
biologis ini dilakukan ibu dengan bersandat atau dengan sudut kemiringan
antara 15°-64°dan meletakkan bayinya di atas dada ibu, sehingga dapat
menyentuh dan memeluk erat bayi (Rahayu, 2018). Pada cara ini ibu tidak
banyak mengintervensi pasisi bayi, kedua tangan ibu bebas, memegang
bayi hanya sekedar untuk menjaga agar bayi tidak terguling (Rini and
Kumala, 2016).
Biologic Nurturing Position merupakan suatu cara untuk memulai
menyusui. Seperti. menyusui ini secara berbaring. Posisi ini merupakan
posisi menyusui secara biologis atau alamiah yang dilakukan. Sehingga
dengan mudah diterapkan dan mampu dilakukan oleh semua ibu – ibu
menyusui (Sutejo, 2022). Biological nurturing baby led feeding
merupakan salah satu terapi nonfarmakologi dengan memanfaatkan posisi
menyusui ibu untuk mendistraksi nyeri akibat persalinan normal ataupun
operasi sectio caesarea (Basir et all, 2020). Saat ibu diberikan posisi ini
maka fokus ibu akan teralihkan pada bayi yang sedang menyususehingga
impuls – impuls nyeri dapat dihambat oleh mekanisme pertahanan
disepanjang saraf pusat dengan menutupnya gerbang pengontrol nyeri dan
pada akhirnya nyeri tidak dipersepsikan (Susilo and Susanti, 2018).
2.3.2 Posisi Biologic Nuturing Baby Led Feefing
Posisi biologic nuturing baby led feeding dilakukan dengan 2 cara yaitu
laid back dan semi-reclining.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memposisikan bayi
yaitu:
a. Kepala dan badan bayi harus satu garis lurus karena bayi akan lebih
nyaman saat menyusu dan menelan.
b. Tubuh bayi dikekap dekat dengan tubuh ibu
c. Ibu harus menopang seluruh tubuh bayi, bukan hanya kepala dan leher
saja
d. Posisikan bayi menghadap payudara, hidung berhadapan dengan
puting
2.3.3 Pengaruh Biologic Nuturing Baby Led Feeding
Salah satu intervensi nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
pada ibu post sectio caesarea adalah dengan menggunakan teknik biologic
nuturing baby led feeding, menurt penelitian yang dilakukan oleh Susilo
dan Rini, 2018 menemukan bahwa sebagian besar responden yaitu 68,3%
mengalami penurunan skala nyeri lebih rendah daripada sebelum
diterapkan intervensi biologic nuturing baby led feeding (Susilo Rini and
Susanti, 2018). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Cahyanti et al, 2018 yang menyatakan bahwa teknik biologic nuturing
baby led feeding dapat menurunkan skala nyeri pada pasien post sectio
caesarea secara signifikan, karena mampu memberi efek relaksasi,
ketenangan dan kebahagiaan yang membuat fokus pasien yang semulanya
nyeri akan teralihkan kepada bayinya yang sedang disusuinya (Cahyanti et
al, 2020). Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Joko Sutejo
at al, 2020 menyatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian posisi
biologic nuturing baby led feeding terhadap penurunan nyeri post sectio
caesarea di Rumah Sakit Umum Sembiring Kecamatan Delitua tahun
2020 (Sutejo et al, 2022).
Nyeri post operasi sectio caesarea terjadi karena adanya reseptor
nyeri dari terputusnya kontinuitas jaringan kulit dan otot akibat tindakan
pembedahan, yang kemudian menginduksi serabut saraf perifer aferen
(Metasari and Sianipar, 2018). Serabut syaraf tersebut akan melepaskan
mediator biokimia seperti kalium dan prostaglandin menuju ko rnu
dorsalis medulla spinalis, yang menyebabkan transmisi sinapsis ke saraf
traktus spinolatamus, sehingga stimulus nyeri tersebut disampaikan dengan
cepat ke pusat thalamus dan selanjutnya nyeri dipersepsikan (Raymond,
2014).
Penurunan nyeri yang bermakna pada ibu post sectio caesarean
sebelum dan sesudah intervensi ini dipengaruhi oleh banyak faktor baik
farmakologi maupun non farmakologi. Intervensi posisi biologic nurturing
baby led feeding masuk dalam terapi nyeri nonfarmakologis, yaitu tanpa
menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan teknik untuk
mengurangi rasa nyeri yakni terapi distraksi yang memfokuskan perhatian
pasien pada sesuatu selain nyeri, misalnya dengan menyusui (Watiyah,
2013). Hal ini mengacu pada teori gate control yang menyatakan bahwa
impuls – impuls nyeri yang akan melewati gerbang (ujung – ujung saraf
sensorik) dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di
sepanjang sistem saraf pusat. Impuls nyeri dihantarkan ketika gerbang
dalam posisi terbuka dan akan dihentikan ketika gerbang ditutup (Potter
and Perry. A.G, 2010). Posisi menyusui biologic nurturing baby led
feeding dapat dijadikan penghambat (menutup) agar impuls saraf tidak
dapat berjalan bebas sehingga tidak dapat mentransmisikan impuls atau
pesan sensori ke korteks sensorik. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori menghilangkan nyeri (Raymond, 2014). Posisi
menyusui biologic nurturing baby led feeding dapat dijadikan penghambat
(menutup) agar impuls saraf tidak dapat berjalan bebas sehingga tidak
dapat mentransmisikan impuls atau pesan sensori ke korteks sensorik.
Biologic nurturing baby led feeding sangat mendukung proses lepasnya
hormon oksitosin sehingga mampu menghambat transmisi impuls atau
pesan sensori ke korteks sensorik yang berdampak pada menurunnya skala
nyeri pada ibu post sectio caesarea. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori menghilangkan nyeri (Raymond, 2014).
Pada posisi biologic nurturing baby led feeding, ibu nifas
menyusui dengan posisi rebahan sambil bersandar, dengan sudut
kemiringan antara 15°-64° kemudian bayi diletakkan di atas dada, dan
dibiarkan melekat dengan sendirinya. Pada cara ini, ibu tidak banyak
mengintervensi posisi bayi, kedua tangan ibu bebas memegang bayi
sekedar untuk menjaganya agar tidak terguling, sehingga membuat ibu
lebih nyaman, lebih tenang, dan lebih rileks, meminimalisir ketegangan di
kepala, leher, pundak dan punggung. Ibu juga tidak perlu terlalu
berkonsentrasi untuk memikirkan posisi dan pelekatan yang benar (Rini
and Kumala, 2016). sistem saraf pusat. Impuls nyeri dihantarkan ketika
gerbang dalam posisi terbuka dan akan dihentikan ketika gerbang ditutup
(Perry and Potter, 2012).
2.4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.4.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu dari komponen dari
proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data
tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat, dan berkesinambungan (Arif Muttaqin, 2020). Pengkajian
keperawatan pada ibu post sectio caesarea adalah:
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin perempuan, pendidikan, suku
bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat,
nomor register.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada ibu post sectio caesarea secara subjektif
biasanya pasien mengeluh nyeri, dapat dilihat secara objektif pasien
tampak tampak meringis, bersikap protektif (misalnya waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
Karakteristik nyeri dikaji dengan istilah PQRST.
P (provokatif atau pemacu) : Yaitu faktor yang memperberat atau
memperingan nyeri.
Q (kualitas atau kuantitas) : Yaitu kualitas nyeri (misal, tumpul,
tajam, merobek)
R (regional atau daerah) : Yaitu daerah atau lokasi nyeri, apakah
nyeri menyebar
S (Severity atau skala) : Yaitu skala nyeri yang dirasakan oleh
pasien
T (Time atau waktu) : Yaitu kapan nyeri itu muncul, lama
dan frekwensi nyeri
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji terkait penyebab dilakukan sectio caesarea seperti letak
bayi sungsang atau lintang, plasenta previa, preeklamsia ataupun
eklamsia berat, ketuban pecah dini (KPD) ataupun bayi kembar
(multiple pregnancy).
b. Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji terkait penyakit yang pernah dialami pasien seperti
Hipertensi, Diabetes Militus, penyakit jantung ataupun penyakit
kelamin. Mengkaji apakah memiliki riwayat operasi seperti sectio
caesarea, miomektomi dan mengkaji riwayat kehamilan,
persalinan serta nifas yang lalu.
4. Riwayat Obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan maupun abortus yang dinyatakan dengan kode G, P, A, P, I,
A, H (Gravida, Para, Abortus, Preterm, Iterm, Aterm, Hidup), berapa
kali ibu hamil, siapa penolong persalinan, cara persalinan,
penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru lahir, berat
badan bayi baru lahir. Kemudian kaji riwayat menarche, siklus haid,
ada atau tidak nyeri saat haid atau gangguan haid lainnya.
5. Riwayat Kontrasepsi
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat kontrasepsi untuk mengetahui
apakah ibu pernah mengikuti program kontrasepsi, jenis kontrasepsi
yang pernah digunakan, lama penggunaan serta apakah ada masalah
saat menggunakan kontrasepsi tersebut, dan setelah nifas apakah
menggunakan kontrasepsi kembali.
6. Pola kebutuhan sehari – hari
a. Bernafas pada pasien dengan post sectio caesarea tidak terjadi
kesulitan dalam menarik nafas maupun saat menghembuskan
nafas.
b. Makan dan minum, pada pasien post sectio caesarea tanyakan
berapa kali makan sehari dan berapa banyak minum dalam sehari.
c. Eliminasi, pada pasien post sectio caesarea pasien masih
menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag serta
menggunakan pampers ataupun pispot saat ingin BAB.
d. Istirahat dan tidur, pada pasien post sectio caesarea terjadi
perubahan pola istirahat dikarenakan adanya nyeri pasca
pembedahan.
e. Gerak dan aktifitas, pada pasien post sectio caesarea terjadi
gangguan gerak dan aktifitas karena pengaruh anastesi pasca
pembedahan.
f. Kebersihan diri, pada pasien post sectio caesarea yang masih
mengeluh nyeri dan kondisinya belum stabil, kebersihan diri
dibantu oleh perawat.
g. Berpakaian, pada pasien post sectio caesarea yang masih
mengeluh nyeri terkadang merasa kesulitan dalam mengganti
pakaiannya sehingga membutuhkan bantuan dari keluarga dan
perawat.
h. Rasa nyaman, pada pasien post sectio caesarea biasanya
mengalami ketidaknyamanan yang dirasakan pasca tindakan
pembedahan meliputi nyeri.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Payudara
Inspeksi : Biasanya pada ibu muncul hiperpigmentasi pada putting
dan areola mamae, kaji apakah ada oedema, kaji apakah
kolostrum sudah keluar atau belum
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan pada payudara ataupun
putting susu
b. Abdomen
Inspeksi : Mengkaji apakah ada tanda – tanda infeksi dan
perdarahan, apakah ada striae gravidarum atau linea nigra.
Palpasi : Mengkaji apakah ada nyeri tekan pada area bekas luka
operasi, mengkaji kontraksi uterus
c. Genetalia dan anus
Inspeksi : Kaji apakah terdapat oedema, tanda – tanda infeksi,
apakah ada hematoma, serta lakukan pemeriksaan pada
lokhea meliputi warna, jumlah, bau dan konsistensinya.
Mengkaji apakah terdapat hemoroid atau tidak karena
pada ibu hamil sering dijumpai hemoroid.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan hasil akhir dari pengkajian
yang dirumuskan atas dasar interpretasi data yang tersedia. Diagnosis
keperawatan dapat dikomunikasikan kepada rekan sejawat atau tenaga
kesehatan lainnya, dimana perawatan yang diberikan perawat kepada
pasien berfokus pada kebutuhan individual pasien. Sebuah diagnosis
keperawatan dapat berupa masalah kesehatan yang bersifat aktual yang
secara klinis jelas dan potensial dimana factor-faktor resiko dapat
mengancam kesehatan pasien secara umum (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, &
Chairani, 2013). Berdasarkan SDKI (2018), masalah yang mungkin
muncul yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
2.4.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan dalam
rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Tabel 1 Intervensi Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesarea dengan
Masalah keperawatan Nyeri Akut

Diagnosis Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Keperawatan Keperawatan Indonesia (SIKI)
(SDKI) Indonesia (SLKI)
D.0077 L.08066 I. 08238
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen nyeri

Definisi: Setelah dilakukan Observasi:


pengalaman tindakan 1. Idenfikasi lokasi,
sensorik atau keperawatan selama karakteritis, durasi,
emosional yang 2 x 24 jam tingkat frekuensi, kualitas,
berkaitan dengan pengetahuan intensitas nyeri
kerusakan jaringan meningkat dengan 2. Indenfikasi skala nyeri
actual atau Kriteria Hasil : 3. Identifikasi respon nyeri
fungsional, dengan 1. Keluhan nyeri non verbal
onset mendadak menurun 4. Identitas faktor yang
atau lambat dan 2. Meringis memperberat dan
berinteritas ringan menurun memperingan nyeri
hingga berat yang 3. Gelisah 5. Identifikasi pengaruh
berlangsungan menurun nyeri pada kualitas hidup
kurang dari 3 bulan 4. Kesulitan tidur 6. Keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah
5. Frekuensi nadi di berikan
menaik 7. Monitor efek samping
6. Tekanan darah penggunaan analgesic
membaik 8. Identitas pengaruh budaya
7. Kemampuan terhadap pengaruh nyeri
menentukan 9. Identitas pengetahuan dan
aktivitas keyakinan tentang nyeri
meningkat Terapeutik:
1. Berikan teknik non
formalogi untuk
mengurang rasa nyeri
2. Control lingkungan yang
memberat rasa nyeri
3. Fasilitas istirahat tidur
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
peroide dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2.4.4 Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan


rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi
yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons pasien
terhadap tindakan tersebut (Kozier et al., 2010).
2.4.5 Evaluasi

Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan,


dalam konteks ini aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah
ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien
menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan
keperawatan. Evaluasi keperawatan dapat disusun dengan menggunakan
SOAP (Subjektif, Objektif, Analisis/Assessment, dan Planning) (Kozier et
al., 2010). Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul
and Hidayat (2015), yaitu format SOAP yang terdiri dari :
1. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan yang diberikan. Pada pasien tuberkulosis paru dengan
defisit pengetahuan diharapkan pasien mengerti tanda dan gejala yang
dihadapi.
2. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. Pada pasien nyeri pasca operasi sectio caesarea, indikator
evaluasi menurut (PPNI, 2018) yaitu:
a. Keluhan nyeri menurun
b. Meringis menurun
c. Gelisah menurun
d. Kesulitan tidur menurun
e. Frekuensi nadi menaik
f. Tekanan darah membaik
g. Kemampuan menentukan aktivitas meningkat
3. Assesment yaitu interpretasi dari data subjektif dan objektif.

4. Planning yaitu perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,

dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana keperawatan

yang sudah dibuat sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013) konsep dan proses keperawatan nyeri. Yogyakarta: Ar-


Ruzz Media.
Andrianary, M., & Antoine, P. (2019) ‘Nursing Care On Post_Section Cesarea
Patients In Fulfilment Of Comfortable Need Pingkynursing Care On
Post_Section Cesarea Patients In Fulfilment Of Comfortable Need
Pingkynursing Care On Post_Section Cesarea Patients In Fulfilment Of
Comfortable Need Pin’, 2(89).
Ayuningtyas, D, et al (2018a) ‘Etika Kesehatan pada Persalinan Melalui Sectio
Caesarea Tanpa Indikasi Medis Bioethics in Childbirth through Sectio
Caesaria without Medical Indication’, 1(14), pp. 9–16.
Ayuningtyas, D, et al (2018b) ‘Etika Melalui, Kesehatan pada Persalinan Sectio
Caesarea Tanpa Indikasi Medis Bioethics in Childbirth through Sectio
Caesaria without Medical Indication’, 1(14), pp. 9–16.
Basir, Nurfitri Hi. Herman . Umraha, S. (2020) ‘Studi Penerapan Terapi
Komplementer: Biologic Nurturing Baby Led Feeding Terhadap
Penurunan Nyeri Pasien Post op Sectio Caesarea di RSU Aliyah 1 Kota
Kendari’, Jurnal Ilmiah Karya Kesehatan, 02, pp. 125–130.
doi:10.4324/9781315610917-17.
Berham (2017) ‘Penanganan Nyeri Persalinan’, banyumedia Publish [Preprint].
Cahyanti, R. Pertiwi, S. Rohmatin, E. (2020) ‘effect of biologic baby led feeding
on post sectio caesarea pain scale in majenang hospital’, Midwifery And
Nursing Research (Manr) Journal, 2(1). Available at:
http://ejournal.poltekkes-smg-ac.id/ojs/index.php/MANR.
Handerson, C. (2013) Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Jitoyono, S. (2015) Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan Nanda, NIC,
NOC. Cetakan Kedua. 2nd edn. Yogyakarta: Nuha Medika.
Manurung, R. (2019) ‘Pengaruh aromaterapi lemon terhadap penurunan rasa nyeri
pada pasien post sectio caesarea’, Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda,
1(5).
Metasari, D. and Sianipar, B.. (2018) ‘Pengaruh mobilisasi dini terhadap nyeri
post operasi sectio cessarea di Rumah Sakit Bengkulu’, Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 1(10).
Oxorn & Forte (2010) Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: Andi.
Perry, A.G. and Potter, P.. (2012) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Alih bahasa: Renata Komalasari,
Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany, Sari Kurnianingsih.
Jakarta: EGC.
Potter, P.. and Perry. A.G (2010) ‘Canadian Fundamentals of Nursing Mosby’,
Elsevier [Preprint].
Rahayu, L.F. (2018) ‘Pengaruh Intervensi Biological nurturing baby led feeding
terhdapat penurunan nyeri pada ibu post seksio sesarea di ruang hesti RS
Tk Iv Zainul Arifin Bengkulu tahun 2018’, pp. 1–57.
Raymond, et al (2014) Acute Pain Management. USA: Cambridge university
Press.
Rini, S. and Kumala, F.D. (2016) Panduan Asuhan dan Evidence Base Practice,
Deepublish. Yogyakarta.
Rini, Susilo. and Susanti, I.H. (2018) ‘Penurunan nyeri pada ibu post sectio
caesaria pasca intervensi biologic nurturing baby led feeding’, Medisains,
16(2), p. 83. doi:10.30595/medisains.v16i2.2801.
Rini, Susilo and Susanti, I.H. (2018) ‘Penurunan nyeri pada ibu post sectio
caesaria pasca intervensi biologic nurturing baby led feeding’, Medisains,
16(2), p. 83. doi:10.30595/medisains.v16i2.2801.
Sella, T. (2019) ‘Pengaruh Pendampingan Mobilisasi Dini Terhadap Intensitas
Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea (SC) di RS. Bhayangkara
Bengkulu’.
Sihombing, I. S., & dkk. (2017) ‘Determinan Persalinan Sectio Caesarea Di
Indonesia (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2013) (Vol. 8). Jakarta, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan
Litbang Kesehatan: National Institute of Health Research and
Development, Jurna’.
Sutejo, J. (2022) ‘Pengaruh Posisi Menyusui Secara Biologic Nurturing Baby Led
Feeding Terhadap Penurunan Rasa Nyeri Post Sectiocaesarea Di Rumah
Sakit Umum Sembiring Delitua Tahun 2020’, Jurnal Penelitian
Keperawatan Medik, 4(2), pp. 27–35. doi:10.36656/jpkm.v4i2.882.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018) Standar Asuhan Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikasi Keperawatan. 1st edn. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. 1st edn. Jakarta: DPP PPNI.
Viandika, N. and Septiasari, R.M. (2019) ‘Pengaruh Continuity Of Care Terhadap
Angka Kejadian Sectio Cessarea’, Journal for Quality in Women’s Health,
3(1), pp. 1–8. doi:10.30994/jqwh.v3i1.41.
Watiyah (2013) Karya Tulis Ilmiah : Perbedaan Skala Nyeri Persalinan Kala I
Sebelum Dan Sesudah Massage Counter Pressure Pada Ibu bersalin Di
Wilayah Pukesmas Pekuncen kabupaten Banyumas. STIKES Harapan
Bangsa Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai