Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

“PNEUMONIA”

Disusun Oleh :

1. Asna Atik M. (22632226)


2. Ayu Kristiana (22632135)
3. Henes Nurianto (22632231)
4. Krisna M. (22632237)
5. Rani Putri B. (22632218)
6. Rony Dwi C. (22632210)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PONOROGO
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan

karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan “KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRATORIK”

ini. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah

membawa umatnya ke alam yang berilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Makalah ini memuat tentang Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Dengan

Gangguan Sistem Respiratorik (Pneumonia). Dengan adanya makalah ini saya

berharap kita semua dapat lebih mengetahui dan memahami tentang bagaimana

gangguan sistem respiratorik (pneumonia). Semoga dengan makalah ini dapat

memberikan wawasan yang lebih luas lagi kepada kita semua. Dalam penulisan

makalah ini mungkin masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena

itu saya berharap pembaca dapat memberikan kritikan dan saran yang membangun.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Wa’alaikummussalam Wr. Wb.

Ponorogo, Oktober 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 3
BAB II KONSEP TEORI PNEUMONIA
2.1 Definisi ............................................................................................................ 4
2.2 Etiologi ............................................................................................................ 4
2.3 Manifestasi Klinis ............................................................................................ 5
2.4 Penatalaksanaan ............................................................................................... 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 8
2.6 WOC ............................................................................................................... 10
BAB III KONSEP TEORI ASKEP
3.1 Pengkajian Data Fokus ................................................................................... 11
3.2 Masalah Keperaatan ....................................................................................... 18
3.3 Intervensi ........................................................................................................ 19
3.4 Implementasi .................................................................................................. 25
3.5 Evaluasi .......................................................................................................... 24
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 26
4.2 Saran ............................................................................................................... 26

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia adalah peradangan parenkhim paru dimana asinus terisi dengan cairan

radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium

(Sudarsono, 2005 dalam Pusdik SDM Kesehatan, 2016).Secara klinis Pneumonia

didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yg disebabkan oleh mikroorganisme

(bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, obatobatan dan lain-lain.

(Sudarsono, 2005 dalam Pusdik SDM Kesehatan, 2016). Pasien Pneumonia biasanya

mengalami gangguan fungsi pernapasan salah satunya adalah gangguan pola nafas

yang mengacu pada frekuensi, volume, irama dan usaha pernapasan. Perubahan pola

nafas yang umum terjadi adalah takipnea, hiperventilasi, dispnea, orthopnea, apnea.

(Mubarak, 2008).

Kejadian Pneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu sekitar 15%-20% (Dahlan, 2014).

Dilaporkan bahwa kasus kematian yang diakibatkan oleh pneumonia di dunia

diperkirakan mencapai 935.000 jiwa pertahun dan bahkan lebih dari 2.500 jiwa perhari

meninggal dunia (World Health Organization, 2014). Pada usia lanjut, angka kejadian

pneumonia mencapai 25-44 kasus per 1000 penduduk setiap tahun (Putri et

al,2014).Pneumonia menyerang semua umur di semua wilayah, namun terbanyak di

Asia Selatan dan afrika. Prevalensi kejadian pneumonia di Indonesia pada tahun

2017 sebesar 46,34%yaitu dengan jumlah keseluruhan 447.431 orang (Kemenkes RI,

2018).Prevalensi kejadian pneumonia di Jawa Timur pada tahun 2017 adalah 41,93%,

yaitu dengan jumlah keseluruhan 65.139 orang yang menderita pneumonia (Kemenkes

RI, 2018). Prevalensi kejadian Pneumonia di Ponorogo mencapai 1,5% (Riskesdas,

3
2018).

Pneumonia biasanya disebabkan oleh sebagian besar mikroorganisme (virus/bakteri)

dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi. Di negara

berkembang, pneumonia terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang menyebabkan

pneumonia adalah Streptococcus Pneumonia, Haemophilus influenzae, dan

Staphylococcus aureus (Said,2008).Patofisiologi pneumonia adalah suatu penyakit

peradangan pada paru yang timbul karena invasi dari beberapa patogen dan salah satu

penyebab yang paling banyak yaitu bakteri sehingga bisa menyebabkan gangguan

fungsi organ pernapasan seperti kesulitan untuk bernapas karena kekurangan oksigen

(World Health Organization, 2014).Penderita pneumonia biasanya mengalami tanda

gejala seperti demam, anoreksia, muntah, nyeri abdomen, batuk, sakit tenggorokan, dan

adanya kesulitan bernafas (Huda &Kusuma,2015). Menurut (Misnadiarly, 2008)

komplikasi pada pneumonia antara lain abses paru, edusi pleural, empisema, gagal

napas, perikarditis, meningitis, atelektasis, hipotensi, delirium, asidosis metabolik, dan

dehidrasi.

Pneumonia biasanya menimbulkan berbagai macam gejala, salah satunya yaitu

ketidakefektifan pola nafas. Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan atau ekspirasi

yang tidak memberi ventilasi yang adekuat atau keadaan dimana seorang individu

mengalamikehilangan ventilasi yang actual atau potensial yang berhubungan dengan

perubahan pola napas (Corwin,J. 2009). Tingginya kasus Pneumonia, menunjukkan

pentingnya pemberian intervensi yang tepat untuk menangani permasalahan yang

ditimbulkan oleh Pneumonia.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pneumonia?

2. Apa etiologi dari Pneumonia?

3. Apa manifestasi klinis dari Pneumonia?

4. Apa penatalaksanaan dari Pneumonia?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Pneumonia?

6. Bagaimana WOC dari Pneumonia?

7. Apa saja pengkajian data fokus dari Pneumonia?

8. Apa saja masalah keperawatan dari Pneumonia?

9. Apa saja intervensi dari Pneumonia?

1.3 Tujuan

1. Mengetahuan pengertian Pneumonia

2. Mengetahui etiologi dari Pneumonia

3. Mengetahui manifestasi klinis Pneumonia

4. Mengetahui penatalaksanaan Pneumonia

5. Mengetahui pemeriksaan penunjang Pneumonia

6. Mengetahui WOC Pneumonia

7. Mengetahui pengkajian data fokus Pneumonia

8. Mengetahui masalah keperawatan Pneumonia

9. Mengetahui intervensi Pneumonia

5
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Definisi

Pneumonia merupakan proses inflamasi parenkim paru yang terdapat

konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli yang disebabkan oleh bakteri, virus,

jamur, dan benda asing. Pneumonia bisa disebabkan oleh terapi radiasi, bahan

kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyertai radiasi untuk kanker

payudara atau paru, pneumonia kimiawi terjadi setelah menghirup kerosin atau

inhalasi gas. (Mutttaqin, 2008). Pneumonia merupakan peradangan akut di

parenkim paru dan sering mengganggu pertukaran gas (Paramita, 2011).

Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut

(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan oleh agen

infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing,

berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma,

2013).

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal

dari suatu infeksi (Price, 1995 dalam Padilla, 2013).

2.2 Etiologi

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015), penyebaran infeksi terjadi melalui droplet

dan sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infuse oleh

staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P.Aeruginosa dan

enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti

kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang

tidak tepat. Setelah masuk ke paru-paru organisme bermultiplikasi dan jika telah

6
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain diatas

penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu:

a. Bacteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus

hemolyticus, Streptokoccus aureus, Hemophilus Influinzae, Mycobacterium

tuberkolusis, Bacillus Friedlander.

b. Virus: Respiratory Syncytial Virus, Adeno virus, V. Sitomegalitik, V.

Influinza.

c. Mycoplasma Pneumonia

d. Jamur: Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans,

Blastomyces Dermatitides, Coccidodies Immitis, Aspergilus Species,

Candida Albicans.

e. Aspirasi: Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), cairan

amnion, benda asing.

f. Pneumonia Hipostatik

g. Sindrom Loeffler.

2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut (Nurarif & Kusuma, 2013):

a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering

terjadi pada usia 6bulan-3 tahun dengan suhu mencapai 39,5- 40,5

bahkan dengan infeksi ringan, mungkin malas dan peka rangsang atau

terkadang euforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara

dengan kecepatan yang tidak biasa.

b. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.

Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala,

nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kerning dan

7
brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.

c. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit

masa sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap

demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.

d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang

merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung sigkat,

tetapi dapat menetap selama sakit.

e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.

Sering menyertai infeksi pernafasan, khususnya virus.

f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan

degan nyeri apendiksitis.

g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh

pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan

dan menyusu pada bayi.

h. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan

sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau

tahap infeksi.

i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat

menjadi bukti hanya selama fase akut.

j. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar

mengi, krekels.

k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak

yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan

makan peroral.

l. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum, atau

8
memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress

pernafasan berat.

m. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja

• Pada anak umur 2 bulan-11 bulan : ≥ 50 kali/menit

• Pada anak umur 1 tahun-5 tahun : ≥40 kali/menit

• Pada orang dewasa : ≥20 kali/menit

2.4 Penatalaksanaan

Menurut (Misnadiarly, 2008), kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu

berat, biasanya diberikan antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.

Penderita anak yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau dengan

penyakit jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan

melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat

bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap

pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan pada

pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan

sputum mencakup :

a. Oksigen 1-2 L/menit

b. IVFD dekstrose 10% : Nacl 0,9% = 3:1,+ KC110 mEq/500 mlcairan

c. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi

d. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap

melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

e. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salinnormal

dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukolisier.

f. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Antibiotik

sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community

9
base:

1. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian Untuk kasus

pneumonia hospital base :

• Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

• Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

2.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan

penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.

Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air

bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas.

Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar diagnosis

utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan,

misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering

kali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak

ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia berat.

Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia

virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedakan menjadi tiga macam

yaitu; konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram,

biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia

intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa coracan

bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat

terjadi pachyconsolidation karena atelektasis.

Gambaran pneumonia karena Saureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan

10
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan

tampak infiltrat halus sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia juga sering

dihubungkan dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan

Mycoplasma akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau

retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari

gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya

infiltrate alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi

antibiotika.

b. Laboratorium

Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/µl, Leukosit

polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula

ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED

meningkat. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/µl dengan dominasi netrofil

sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non

bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reakti protein juga menunjukkan

gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita

pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan

darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan

H. Influienzae kemungkinan positif 25 – 95%.

c. Analisa Gas Darah

Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus tekanan

karbondiogsida (PCo2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis

respiratorik.

11
2.6 WOC Penumonia
Bakteri, Virus, Jamur
Terhirup / Teraspirasi

Saluran Pernafasan Atas

Kuman Berlebih Mikroorganisme terbawa Bakteri, Virus, Jamur


di Bronkus kesaluran pencernaan Terhirup / Teraspirasi

Proses Infeksi saluran Pencernaan Dilatasi  Suhu Edema antar


Peradangan Pembulu Tubuh kapiler alveoli
Darah
BU Meningkat
Akumulasi Sekret Hipertermi Eritrosit
di Bronkus Eksudat Pecah
Malabsorpsi Plasma Septikimia
Bersihan Jalan  Mukus Bronkus Edema
Nafas Tidak Diare Gangguan Disfungsi  Metabolisme Paru
Efektif dalam Plasma
Anoreksia
 Evaporasi Pengerasan
Nutrisi kurang dari
Intake Kurang Gangguan Dinding Paru
kebutuhan tubuh
Pertukaran Gas
O2 
Gangguan Keseimbangan
Cairan Elektrolit
Hipoksia
12
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Data Fokus

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian

merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya (Rohmah & Walid,

2016). Pengkajian meliputi:

1. Identitas pasien/biodata

• Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, asal

suku bangsa.

• Pneumonia sering ditemukan pada anak balita, tetapi juga pada orang dewasa

dan pada kelompok usia lanjut. Pada orang dewasa yang terkena pneumonia

biasanya disebabkan oleh bakteri (Misnadiarly, 2008).

• Tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

kejadian pneumonia. Jenis keadaan lantai, pencahayaan yang masuk,

kelembaban ruang kamar, jumlah angggota penghuni rumah yang tidak

memenuhi syarat merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit penumonia

(Khasanah dkk, 2016).

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk meminta

pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan suhu

tubuh/demam (Muttaqin, 2009).

3. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada klien dengan

pneumonia keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah

meminum obat batuk yang biasanya ada di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk

tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
13
mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau- hijauan, kecokelatan, atau kemerahan,

dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi

dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada

pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala

(Muttaqin, 2009).

4. Riwayat penyakit dahulu

Diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami infeksi saluran

pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorokan, kongesti nasal,

bersin, dan demam ringan (Muttaqin, 2009).

• Alergi: Berisikan alergi yang dimiliki pasien baik obat-obatan ataupun

makanan yang memungkinkan nantinya dapat memperburuk keadaan pasien

• Kebiasaan merokok/alkohol : Berisikan riwayat pasien apakah pasien

merupakan perokok aktif/pasif atau mengonsumsi alkohol, dan jika pasien

merupakan perokok aktif berapa jumlah rokok yang dapat dihabiskan dalam

sehari, lalu sejak kapan menjadi perokok/ mengonsumsi alkohol. Apakah

saat sakit ini pasien tetap meroko, mengurang, atau berhenti.

5. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien memiliki beberapa dimensi yangmemungkinkan perawat

untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku

klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang

kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat

perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama. Pada kondisi klinis, klien

dengan pneumonia sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan

yang dialaminya. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman dimana

klien bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering dijumpai bila bertempat

tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk (Muttaqin, 2009).


14
6. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya

bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan

komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan

merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien (Dewi Sartika, 2010).

Pemeriksaan Fisik menurut (Muttaqin, 2009).

a. Keadaan umum

Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara selintas

pandang dengan menilai keadaan fisik pada tubuh.

b. Kesadaran

Perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas

composmentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang

perawat perlu mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang konsep anatomi

dan fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum,

kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun yang memerlukan

kecepatan dan ketepatanpenilaian.

c. Tanda-tanda vital

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya

didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40ºC, frekuensi napas meningkat

dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan

peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan apabila tidak melibatkan

infeksi sistemis yang berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskular tekanan

darah biasanya tidak ada masalah.

d. Kepala

Pemeriksaan fisik pada kepala yaitu pemeriksaan yang bertujuan untuk

mengetahui bentuk dan fungsi kepala, mengetahui kelainan yang terdapat pada
15
kepala. Pemeriksaan kepala dilakukan dengan dua cara yaitu inspeksi dan

palpasi. Pada pneumonia tidak didapatkan kelainan atau gangguan pada

pemeriksaan kepala.

e. Telinga

Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai dari telinga bagian luar, telinga

bagian tengah, dan telinga bagian dalam Pemeriksaan telinga bagian luar dapat

dimulai dengan pemeriksaan daun telinga dan liang telinga dengan menentukan

bentuk, besar dan posisinya. Pemeriksaan liang telinga dapat dilakukan dengan

bantuan otoskop. Pemeriksaan selanjutnya adalah membran timpani. Membran

timpani yang normal bentuknya sedikit cekung dan mengkilap. Pemeriksaan

pendengaran dilaksanakan dengan bantuan garputala untuk mengetahui apakah

pasien mengalami gangguan atau tidak. Pada kasus pneumonia, pemeriksaan

fisik pada telinga tidak ada gangguan atau normal.

f. Mata

Pemeriksaan fisik pada mata bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi

mata. Dalam pengkajian mata, inpeksi merupakan teknik yang paling penting

yang dilakukan sebelum palpasi. Pemeriksaan mata pada pneumonia adalah

sebagai berikut :

1) Inspeksi : Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena

hipoksemia) (Andarmoyo, 2012)

2) Palpasi : Tidak terdapat lesi, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

g. Hidung

Pemeriksaan hidung terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan

rongga hidung. Pemeriksaan hidung diawali dengan melakukan inspeksi hidung

bagian luar an daerah sekitarnya, inspeksi dilakukan dengan megamati

kesimetrisan lubang hidung kana dan kiri, apakah hidung lurus, apakah ada
16
deviasi septum nasi, ada atau tidaknya kelainan bentuk hidung, pembengkakan,

tanda trauma dan sekret. Pemeriksaan hidung pada kasus pneumonia :

1) Inspeksi : Adanya pernapasan cuping hidung (megap- megap, dyspnea)

(Andarmoyo, 2012).

2) Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak adanyeri tekan.

h. Mulut dan Bibir

Pemeriksaan fisik mulut yaitu suatu pemeriksaan yang dilakukan pada mulut

dengan atau tanpa alat yang bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data

yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya. Pemeriksaan fisik pada

kasus Pneumonia adalah :

1) Inspeksi : Membran mukosa sinapsis (karena penurunan oksigen),

bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru

kronik), tidak ada stomatitis (Andarmoyo, 2012).

2) Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.

i. Leher

1) Inspeksi : Tidak ada lesi, warna kulit sawo matang,warna kulit merata.

2) Palpasi : Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembesaran

kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.

j. Thorax

1. Pemeriksaan Jantung

Pemeriksaan fisik pada kelainan kardiovaskuler dilakukan pada penderita

dengan atau tanpa keluhan kardiovaskuler. Tujuan pemeriksaan fisik adalah

mencari adanya kelainan kardiovaskuler primer, menemukan penyakit

sistemik yang mengakibatkan kelainan kardiovaskuler, menemukan

penderita dengan gejala mirip gejala kelainan kardiovaskuler, Skrining

kelainan kardiovaskuler. Berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien


17
terutama yang berkaitan dengan blleding seperti nyeri dada, pusing, kram

kaki, palpitasi (berdegup kencang), clubbing finger (kelainan pada kuku),

keadaan pada suara jantung apakah normal atau apakah terdapat kelainan,

apakah terdapat edema disekitar lokasi jantung, palpebral, anasarka,

ekstremitas atas, ekstemitas bawah, ascites, tidak ada, atau lainnya.

2. Pemeriksaan paru

1) Inspeksi

Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris.

Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi

napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal

space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama

oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada

klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai

dengan adanya peningkatan sekret dan sekresi sputum yang purulen.

2) Palpasi

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada palpasi klien

dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan

seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus vocal).

Taktil fremitus pada kliendengan pneumonia biasanya normal.

3) Perkusi

Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan

bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi

pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkhopneumonia

menjadi suatu sarang (kunfluens).

4) Auskultasi

Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan


18
bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi

perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di

daerah mana didapatkan adanya ronkhi.

k. Abdomen

Pemeriksaan abdomen adalah pemeriksaan fisik yang bertujuan untuk

mengetahui bentuk dan gerakan perut, mendengarkan bunyi peristaltik usus, dan

untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen. Pemeriksaan

abdomen pada kasus pneumonia tidak ada gangguan atau normal.

l. Integumen

Pemeriksaan fisik pada kulit, rambut dan kuku adalah inspeksi dan palpasi.

Sistem integumen meliputi kulit, rambut, dan kuku. Sistem ini berfungsi

memberikan proteksi eksternal bagi tubuh, membantu dalam proses pengaturan

suhu tubuh, sebagai sensor nyeri, dan indera peraba. Pada kasus peumonia

didapatkan hasil pemeriksaan integumen sebagai berikut:

1) Inspeksi : Warna kulit sianosis, tidak terdapat lesi.

2) Palpasi : Pada pneumonia biasanya didapatkan hipertermia, tidak terdapat

pembesaran abnormal dan tidak ada nyeri tekan.

m. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Misnadiarly, 2018) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan

adalah:

1) Sinar X

Mengidentifikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrate, emplema (stapilococcus); infiltrasi

menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate

nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma sinar X dada

mungkin lebih bersih


19
2) GDA

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlihat dan

penyakit paru yang ada.

3) JDL Leukositosis

Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi

virus, kondisi tekanan imun.

4) LED meningkat

5) Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat dan

komplain menurun

6) Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah

7) Bilirubin meningkat

8) Aspirasi/biopsi jaringan paru.

3.2 Masalah Keperaatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat

bernafas, kelemahan otot pernafasan) yang ditandai dengan dispnea, pola nafas abnormal

(mis, takipnea, brakipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-strokess) dan fase ekspirasi

memanjang.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus kapiler

yang ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2 menurun, takikardia, dan bunyi

nafas tambahan.

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hyperplasia dinding jalan nafas

ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, dan wheezing.

20
3.3 Intervensi Keperawatan Teori

NO. Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperwatan (SIKI)
1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi
Penyebab: selama 1x24 jam diharapkan pola Terapi Oksigen – 1.01026
1. Depresi pusat pernapasan napas menjadi efektif dengan Observasi:
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri kriteria hasil :
saat bernapas, kelemahan otot Pola Napas : 1. Monitor kecepatan aliran O2
pernapasan) 1. Dispnea menurun 2. Monitor posisi alat terapi O2
3. Deformitas dinding dada 2. Tekanan ekspirasi meningkat 3. Monitor aliran oksigen secara
4. Deformitas tulang dada 3. Tekanan inspirasi meningkat periodik dan pastikan fraksi yang
5. Gangguan neuromuskular 4. Pemanjangan fase ekspirasi diberikan cukup
6. Gangguan neurologis (mis. menurun 4. Monitor efektifitas terapi O2
Elektroensefalogram [EEG] Positif, 5. Frekuensi nafas membaik 5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
cedera kepala, gangguan kejang) 6. Monitor tanda dan gejala toksitasi
7. Imaturitas neurologis Tingkat Nyeri : 7. Monitor tingkat kecemasan akibat
8. Penurunan energi a. Keluhan nyeri menurun terapi O2
9. Obesitas b. Kesulitan tidur menurun
10. Posisi tubuh yang menghambat c. Pola napas membaik Terapeutik :
ekspansi paru d. Pola tidur membaik 1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung,
11. Sindrom hipoventilasi trakea (jika perlu)
12. Kerusakan inervasi diafragma 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
(kerusakan saraf C5 keatas) 3. Siapkan dan atur peralatanpemberian
13. Cedera pada medula spinalis O2
14. Efek agen farmakologis 4. Gunakan perangkat O2 yang sesuai
15. Kecemasan dengan tingkat mobilitas pasien

Gejala dan Tanda Mayor Edukasi :


Subjektif : Dispnea Ajarkan pasien dan keluarga cara
Objektif : menggunakan O2 dirumah
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang Kolaborasi :
3. Pola napas abnormal (mis, takipnea,
21
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, 1. Kolaborasi penentuan dosis O2
cheyne-stokes) 2. Kolaborasi penggunaan O2 saat
aktivitas dan tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Ortopnea Pemantauan Respirasi – 1.01014
Objektif : Observasi :
1. Pernapasan pursed-lip 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
2. Pernapasan cuping hidung dan upaya napas
3. Diameter thoraks anterior-posterior 2. Monitor pola napas
meningkat 3. Monitor kemampuan batukefektif
4. Ventilasi semenit menurun 4. Monitor adanya produksisputum
5. Kapasitas vital menurun 5. Monitor adanya sumbatanjalan
6. Tekanan ekspirasi menurun napas
7. Tekanan inspirasi menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansiparu
8. Eksursi dada berubah 7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD (Analisa Gas
Darah)

Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasi hasil pemantauan

Manajemen Nyeri – 1.08238


Observasi :
1. Identifikasi skala nyeri
2. Monitor keberhasilan terapi
22
komplementer yang sudah diberikan
3. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi penurunan
nyeri

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,dan
pemicu nyeri Jelaskan strategi
meredakannyeri
2. Anjurkan monitor nyeri secaramandiri

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi 2x24
Penyebab: jam diharapkan gangguan Pemantauan Respirasi –1.01014
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi pertukaran gas berkurang dengan
Observasi :
2. Perubahan membran alveolus-kapiler kriteria hasil :
Pertukaran Gas : 1. Monitor frekuensi, irama,
Gejala dan Tanda Mayor 1. Tingkat kesadaran meningkat kedalaman dan upaya napas
Subjektif : Dispnea 2. Dispnea menurun 2. Monitor pola napas
Objektif : 3. Napas cuping menurun 3. Monitor kemampuan batukefektif
1. PCO2 meningkat/menurun 4. PCO2 membaik 4. Monitor adanya produksisputum
2. PO2 menurun 5. PO2 membaik 5. Monitor adanya sumbatanjalan
3. Takikardia 6. Takikardia membaik napas
4. pH arteri meningkat/menurun 7. pH Arteri membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5. Bunyi napas tambahan 8. Pola Napas membaik 7. Auskultasi bunyi napas
23
Monitor
Gejala dan Tanda Minor saturasi
Subjektif : oksigen
1. Pusing 8. Monitor
2. Penglihatan kabur nilai
Objektif : AGD
1. Sianosis (Analisa
2. Diaforesis Gas
3. Gelisah Darah)
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, Terapeutik :
regular/iregular, dalam/dangkal) 1. Atur interval pemantauan respirasi
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat, sesuai kondisi pasien
kebiruan) 2. Dokumentasi hasil
7. Kesadaran menurun pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasi hasil pemantauan
3. Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi
Penyebab: selama 1x24 jam diharapkan Manajemen Jalan Napas –1..01011
Fisiologis : bersihan jalan napas menjadi Observasi :
1. Spasme jalan napas efektif dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi,
2. Hipersekresi jalan napas Bersihan Jalan Napas : kedalam, usaha napas)
3. Disfungsi neuromuskuler 1. Batuk efektif meningkat 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
4. Benda asing dalam jalan napas 2. Produksi sputum menurun Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
5. Adanya jalan napas buatan 3. Dispnea menurun kering)
6. Sekresi yang tertelan 4. Frekuensi napas membaik 3. Monitor sputum (jumlah,warna,
7. Hiperplasia dinding jalan napas 5. Pola napas membaik aroma)
8. Proses infeksi
9. Respon alergi Terapeutik :
10. Efek agen farmakologis (mis. 1. Posisikan semi fowler ataufowler
Anastesi) 2. Berikan minuman hangat

24
Situasional : 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
1. Merokok Aktif 4. Berikan oksigen
2. Merokok Pasif
3. Terpajan Polutan Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari
Gejala dan Tanda Mayor 2. Ajarkan teknik batuk efektif
Subjektif : Tidak Tersedia Kolaborasi :
Objektif :
1. Batuk tidak efektif Kolaborasi pemberian bronkodilator,
2. Tidak mampu batuk ekspektoran, mukolitik
3. Sputum berlebih
4. Mengi, Wheezing
dan/ronkhi kering
5. Mekonium dijalan
napas (pada neonatus)

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea

Objektif :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

25
26
3.4 Implementasi Keperawatan Teori

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, kegiatan dalam pelaksanaan juga meliput pengumpulan data lanjutan,

mengobservası respon kilen. selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data

yang baru. Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan dalam hal Int. Pertama ,

ketrampilan kognitif. Ketramplian Kognitif mencangkup pengetahuan keperawatan yang

menyeluruh perawat harus mengetahui alasan untuk setiap Intervensi terapeutik,

memahami respon fisiologıs dan psikologis normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi

kebutuhan pembelajaran dan pemulangan klien, dan mengenali askep- askep promotif

kesehatan klien dan kebutuhan penyakit. Kedua, ketrampilan Interpersonal, Ketrampilan ini

penting untuk tindakan keperawatan yang efektif.

Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, tim kesehatan lainnya. Ketiga

anggota ketrampilan psikomotor, ketrampilan ini mencangkup kebutuhan langsung

terhadap perawatan kepada klien, seperti keluarganya dan memberikan suntikan,

melakukan penghisapan tendır, mengatur posisi, membantu kilen memenuhi aktvitas

sehari-han dan lain. tain. (Fitn Nur 2018).

3.5 Evaluasi

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan

sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk menilai apakah tujuan

dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (Fitn

Nur 2018).

27
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pneumonia merupakan proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan

terjadi pengisian rongga alveoli yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda

asing. Pneumonia bisa disebabkan oleh terapi radiasi, bahan kimia, dan aspirasi.

Pneumonia radiasi dapat menyertai radiasi untuk kanker payudara atau paru, pneumonia

kimiawi terjadi setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas. Penyebaran infeksi terjadi

melalui droplet dan sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang

infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh

P.Aeruginosa dan enterobacter.

Pada klien dengan pneumonia keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak

berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya ada di pasaran. Pada awalnya

keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif

dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau- hijauan, kecokelatan, atau kemerahan,

dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan

menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis,

sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat lebih mengetahui tentang

hipertensi. Jika ada penulisan kata dalam makalah ini kami selaku penulis mohon dengan

senang hati atas kritik dan saran dari para pembaca.

28
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses danPraktik


Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Misnadiarly, 2008, Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoni pada anak dan Dewasa, Usia

lanjut. Edisi l, Jakarta Pustaka Obor Populer.

Mubarak, I, W, & Cahyatin N. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi

dalam praktik. Jakarta: EGC

Muttaqin, A. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Penerbit

Salemba

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Media Action.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Paramita. 2011. Nursing, Memahami Bebagai Macam Penyakit. Jakarta: PT Indeks.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

29

Anda mungkin juga menyukai