Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

“VOMITING”
Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Anak

Oleh : Rani Putri Bestari


NIM : 24650424

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMAIYAH PONOROGO
2024
Lembar Pengesahan

Laporan pendahuluan Keperawatan Anak “Vomiting” telah dibuat dan disetujui


dalam rangka Praktik Klinik Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo di RSU Muhammadiyah Ponorogo.

Nama Mahasiswa : Rani Putri Bestari

Ponorogo, April 2024


Mahasiswa

Rani Putri Bestari


NIM: 24650424

Mengetahui :

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Nurul Sri Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kes. Marsam Tri Sutrisno., S. Kep. Ns
Laporan Pendahuluan Vomiting

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh
pusat muntah di medulla oblongata otak. Muntah adalah keluarnya
kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara paksa
melalui mulut, disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen
(Wiknjosastro, 2019).
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui
mulut dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara
regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah
makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic
esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk
dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus
merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif
yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah,
posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan
isi lambung yang lambat (Utami, 2018).
2. Klasifikasi
a. Regurgitasi
Sifatnya pasif, aliran retrograde isi esofagus ke dalam mulut.
Regurgitasi terjadi dengan gastroesophageal reflux ataupenyumbatan
esofagus.
b. Ruminasi
Gangguan makan yang sering dibingungkan dengan kondisi muntah.
Ruminasi terjadi berulang-ulang setelah makan, tidak diawalidengan
mual, dan tidak terkait dengan fenomena fisik biasanya yang
menyertai muntah.
c. Dispepsia
Nyeri kronis atau berulangatauketidaknyamananyang berpusat di
perut bagian atas. Dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi dyspepsia
struktural (berhubungan dengan asam) dan fungsional (terkait
dismotilitas). Dispepsia fungsional padapasien kanker disebut sindrom
dispepsia yang terkait
d. Kanker (cancer-associated dyspepsia syndrome)
Ditandai dengan mual, cepat kenyang, merasapenuh post-prandial,
dann yeri.
3. Etiologi
Muntah adalah gejala dari berbagai macam penyakit, maka
evaluasi diagnosis mutah tergantung pada deferensial diagnosis yang
dibuat berdasarkan faktor lokasi stimulus, umur dan gejala gastrointestinal
yang lain. Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik
lebih sering terlihat pada periode neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan
psikogenik sebagai penyebab mutah lebih sering terjadi dengan
meningkatnya umur.Intoleransi makanan, perilaku menolak makanan
dengan atau tanpa mutah sering merupakan gejala dari penyakit jantung,
ginjal, paru, metabolik, genetik, kelainan neuromotor (Tiran, 2019).
Penyebab muntah bisa karena:
a. Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat
keseimbangan.
b. Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan
metabolisme karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan
metabolisme asam amino/asam organic (misalnya gangguan siklus
urea dan fenilketonuria).
c. Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada
struktur (misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis
dan ensefalitis), maupun karena keracunan (misalnya keracunan
syaraf oleh asiodosis dan hasil samping metabolisme lainnya).
d. Masalah sensitifitas
e. Keracunan makanan atau Toksin di saluran pencernaan
f. Kondisi fisiologis misalnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang
mencari perhatian dari lingkungan sekitarnya dengan mengorek
kerongkongan dengan jari telunjuknya.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Vomiting atau Muntah antara lain:
a. Keringat dingin
b. Suhu tubuh yang meningkat
c. Mual
d. Nyeri perut
e. Akral teraba dingin
f. Wajah pucat
g. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada
h. Pengeluaran saliva yang meningkat
i. Bisa disertai dengan pusing
5. Patofisiologi
Impuls – impuls aferens berjalan ke pusat muntah sebagai aferen
vagus dan simpatis. Impuls- impuls aferen berasal dari berjalan ke pusat
muntah sebagai aferen vagus dan simpatis. Impuls- impuls aferen berasal
dari lambung atau duodenum dan muncul sebagai respon terhadap distensi
berlebihan atau iritasi, atau kadang- kadang sebagai respon terhadap
rangsangan kimiawi oleh bahan yang menyebabakan muntah. Muntah
merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang
melibatkan berbagai aktifitas otot perut dan pernafasan. Proses muntah
dibagi 3 fase berbeda, yaitu :
a. Nausea (mual) merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan
akibat rangsangan pada organ dan labirin dan emosi dan tidak selalu
diikuti oleh retching atau muntah.
b. Retching (muntah) merupakan fase dimana terjadi gerak nafas
spasmodic dengan glottis tertutup, bersamaan dengan adanya
inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan
tekanan intratoraks yang negatif.
c. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya dan
ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah
turunannya diafragma disertai dengan penekanan mekanisme anti
refluks. Pada fase ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan
esofagus berelaksasi dan mulut terbuka
6. Pathway

Faktor makanan Faktor infeksi Faktor malabsorbsi

Masalah dalam Infeksi usus Makanan tidak


usus halus diserap oleh
usus

Mencapai usus Malabsorbsi


halus makanan dan Peningkatan
cairan tekanan osmotik

Peningkatan
lunen usus

VOMITING

Output Mua, Reflek diding


cairan dan muntah perut meningkat
elektrolit
berlebih
Intake
Tubuh tidak Nyeri akut
Dehidrasi kehilangan adekuat
cairan

Defisit nutrisi
Hipovolemia Penurunan
cairan
intrasel

Hipertermia
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas pasien: Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat. Umur untuk menentukan
jumlah cairan yang diperlukan. Presentasi cairan tubuh bercariasi
antara individu sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu
tersebut. Kebutuhan cairan tubuh bagi manusia memiliki proporsi
dalam bagian tubuh yang besar hampir 90% dari total berat badan
tubuh (Hidayat & Uliyah. 2012).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala saat ini dan durasinya : adanya mual dan muntah, berulang
lebih dari satu kali dan terkadang terus menurus. Isi muntah,
konsistensi muntah, dan frekuensi serta banyak muntah dalam
sekali muntah. Gejala lain : Pusing berputar-putar dan kaku kuduk,
sakit tenggorokan dan akral dingin. Medikasi saat ini; alergi obat.
(LeMone atal, 2016)
3) Riwayat kesehatan dahulu
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan
dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat
ini (Rohman & Walid, 2009).
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan
adanya penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu
keluarga,penyakit yang menular akibat kontak langsung antara
anggota keluarga (Rohman & Walid, 2009).
b. Pemeriksaan fisik
Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital,
antara lain suhu; warna aksesorius, pernapasan; suara paru. (LeMone.
atal, 2016). Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai
dari kepala Sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan
pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan dalam melakukan
pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan
fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi (Mutaqqin, 2010).
1) Keadaan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan
klien untuk pemeriksaan.
2) Kesadaran.
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif
dan kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu
composmentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh
dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang
diberikan, apatis yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap
lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu mengalami kesadaran
yang lebih rendah dengan ditandai tampak mengantuk bahwa
untuk, sopor mempunyai arti bahwa klien memberikan respon
dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya
tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif
dapat diukur melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale
dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan
respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul, 2009).
3) Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin
dilakukan dalam berbagai kondisi klien. Pengukuran yang paling
sering dilakukan adalah pengukuran suhu dan frekuensi
pernafasan (Mutaqqin, 2010). Pada pasien vomitus biasanya
mengalami demam suhu di atas 370c, pernapasan cepat
(Tachypnea).
4) Kepala.
Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak
ada, pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan
rambut: mudah dicabu atau tidak, dan tidak ada pembengkakan
atau tidak ada nyeri tekan.
5) Mata
Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada mata: mata
berfungsi dengan baik, pemeriksaan konjungtiva: anemis atau
ananemis, sclera biasanya putih, pupil: isokor atau anisokor dan
kesimetrisan mata: mata simetris kiri dan kanan dan ada atau
tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata
6) Telinga
Fungsi pendengaran: biasanya berfungsi dengan baik, bentuk
telingasimetris kiri dan kanan, kebersihan telinga.
7) Hidung
Kesimetrisan hidung: biasnya simetris, kebersihan hidung, nyeri
sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot
bantu pernapasan.
8) Mulut dan Gigi
Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat
batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan
gigi, dan kebersihan gigi.
9) Leher
Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher; terbatas atau
tidak, ada atau tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau
tidaknya pembesaran vena juguralis dan kelenjer getah bening.
10) Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi
napas cepat (tachipnea),irama, kedalamannya
pernapasan cuping hidung
Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri
dan kanan.
Auskultasi : Suara napas vesikuler (Inspirasi lebih panjang dari
ekspirasi).
Perkusi : Tidak terdengar bunyi redup dan pekak pada
lapang paru.
Jantung
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada,Ictus cordis
tampak atautidak.
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada massa
(pembengkakan) dan ada atau tidaknya nyeri
tekan.
Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi
jaringan yangpadat seperti pada daerah jantung).
Auskultasi : Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II
(terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam rentang
normal.
11) Abdomen
Inspeksi : Abdomen bengkak atau meninggi, kesimetrisan
abdomen, ada atau tidaknya lesi, ada atau
tidaknya stretch mark.
Auskultasi : Bising usus di atas normal (normal 5- 30 x/
menit).
Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan).
Palpasi : Terdapat nyeri tekan, tidak ada pemberasan hepar.
12) Punggung
Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada terdapat luka
padapunggung.
13) Estremitas
Atas : Terpasang infuse, apa ada kelemahan atau tidak pada
ekstremitasatas.
Bawah: Ada atau tidaknya gangguna terhadap ekstremitas bawah
seperti :kelemahan.
14) Penilaian Kekuatan Otot :
Mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai untuk
memeriksapenderita yang mengalami kelumpuhan selain
mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat
apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan
atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada penderita.
Penilaian tersebut meliputi :
Nilai 0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi
pada otot
Nilai 1 Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan
dari tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi dan
tidak dapat menggerakan sendi.
Nilai 2 Otot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
Nilai 3 Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan
pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan
yang diberikan pemeriksa
Nilai 4 Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan
Nilai 5 Kekuatan otot normal

15) Genetalia
Terpasang kateter atau tidak.
16) Integument.
Turgor kulit buruk, kulit kering.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami
dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi
adanya infeksi atau kelainan saluran kemih atau adanya
kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila
dicurigai adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan
asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk
menyingkirkan kemungkinan defek pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu
diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien
pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena
kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah
serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang
dicurigai gastroenteritis atau infeksi parasit.
2) Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan
tetapi dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga
menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3) Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk
mendeteksi malformasi anatomik kongenital atau adanya
obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi
tanda ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pada
gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di
bawah diafragma menandakan adanya perforasi.
d) Barium meal Tindakan ini menggunakan kontras yang
nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga
adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang
menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
e) Barium enema Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah
dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
d. Penatalaksanaan keperawatan dan kolaborasi
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah
mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada
penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral
biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi. Pada muntah bilier
atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah
dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang
nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada
keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang
dapat diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa
mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan
kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder
atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus
bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu
ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya
pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin
efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan
muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik,
gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal. Terapi
farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1) Antagonis dopamine
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi
gastrointestinal karena biasanya merupakan self limited. Obat-
obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca
operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-
obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal.
Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1
mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25
mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal
pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang
sudah jarang digunakan karena mempunyai efek
ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta
krisis okulonergik. Domperidon adalah obat pilihan yang
banyak digunakan sekarang ini karenadapat dikatakan lebih
aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang
secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon
mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan
tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2) Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk
dalam golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki
efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1)
lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk
perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya
oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5
mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3) Prokloperazin dan Klorpromerazi
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau
mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ.
Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin
untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan
gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2
tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-
4 dosis, dosis maksimal berat badan
4) Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah
karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik.
Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi
dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5) 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme
kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi
reseptor 5- HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak
dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness.
Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15
mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang
4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap
8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr 40
kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
2. Perumusan Masalah
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

3. Perencanaan
NO. DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. D.0023 Hipovolemia
Definisi :
Peningkatan volume cairan
intravaskular, interstisial,
dan / atau intraselular.
Penyebab:
1. Kehilangan cairan
aktif
2. Kegagalan
mekanisme regulasi
3. Peningkatan
permeabilitas kapiler
4. Kekurangan intake
cairan
5. Evaporasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :
1. Frekuensi nadi
meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah
menurun
4. Tekanan Nadi
menyempit
5. Turgor kulit
menyempit
6. Membran mukosa
kering
7. Voluem urin menurun
8. Hemtokrit meningkat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
Objektif :
1. Pengisian vena
menurun
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh
meningkat
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. Berat badan turun
tiba-tiba
Kondisi Klinis Terkait :
1. Penyakit Addison
2. Trauma/pendarahan
3. Luika bakar
4. AIDS
5. Penyakit Crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemia
2. D.0130 Hipertermia L.14134 Termoregulasi I.15506 Manajemen
Definisi: Definisi: Hipertermia
Suhu tubuh meningkat di Pengaturan suhu tubuh Observasi:
atas rentang normal tubuh agar tetap berada pada 1. Identifikasi
rentang normal. penyebab
Penyebab
hipertermia (mis:
1. Dehidrasi
Ekspektasi: Membaik. dehidrasi,
2. Terpapar lingkungan
terpapar
panas
Kriteria Hasil: lingkungan
3. Proses penyakit (mis.
1. Mengigil menurun panas,
infeksi, kanker)
2. Kulit merah penggunaan
4. Ketidaksesuaian
menurun inkubator)
pakaian dengan suhu
3. Kejang menurun 2. Monitor suhu
lingkungan
4. Akrosianosis tubuh.
5. Peningkatan laju
menurun 3. Monitor kadar
metabolisme
5. Konsumsi oksigen elektrolit.
6. Respon trauma
menurun 4. Monitor haluaran
7. Aktivitas berlebihan
6. Piloereksi menurun urin.
8. Penggunaan
7. Vasokontriksi perif 5. Monitor
inkubator
er menurun komplikasi
Gejala dan Tanda Mayor 8. Kutis memorata akibat
menurun hipertermi.
Subjektif 9. Pucat menurun Terapeutik:
1. - 10. Takikardi menurun 1. Sediakan
Objektif 11. Takipnea menurun lingkungan yang
1. Suhu tubuh diatas 12. Bradikardi menurun dingin.
nilai normal 13. Dasar kuku sianolik 2. Longgarkan atau
menurun lepaskan
Gejala dan Tanda Minor 14. Hipoksia menurun pakaian.
Subjektif 15. Suhu tubuh 3. Basahi dan
1. - membaik kipasi
16. Suhu kulit membaik permukaan
Objektif 17. Kadar glukosa tubuh.
1. Kulit merah darah membaik 4. Berikan cairan
2. Kejang 18. Pengisian kapiler oral.
3. Takikardi membaik 5. Ganti linen
4. Takipnea 19. Ventilasi membaik setiap hari atau
5. Kulit terasa hangat 20. Tekanan darah lebih sering jika
Kondisi Klinis Terkait membaik mengalami
1. Proses infeksi hyperhidrosis
2. Hipertiroid (keringat
3. Stroke berlebih).
4. Dehidrasi 6. Lakukan
5. Trauma pendinginan
6. Prematuritas eksternal (mis:
selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila).
7. Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin.
8. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu

I.14578 Regulasi
Temperatur
Observasi:
1. Monitor suhu
tubuh bayi
sampai stabil
(36,5 – 37,5°C).
2. Monitor suhu
tubuh anak tiap 2
jam, jika perlu.
3. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernapasan dan
nadi.
4. Monitor warna
dan suhu kulit.
5. Monitor dan
catat tanda dan
gejala hipotermia
atau hipertermia
Terapeutik:
1. Pasang alat
pemantau suhu
kontinu, jika
perlu.
2. Tingkatkan
asupan cairan
dan nutrisi yang
adekuat.
3. Bedong bayi
segera setelah
lahir untuk
mencegah
kehilangan
panas.
4. Masukkan bayi
BBLR ke dalam
plastic segera
setelah lahir
(mis: bahan
polyethylene,
polyurethane).
5. Gunakan topi
bayi untuk
mencegah
kehilangan panas
pada bayi baru
lahir.
6. Tempatkan bayi
baru lahir di
bawah radiant
warmer.
7. Pertahankan
kelembaban
incubator 50%
atau lebih untuk
mengurangi
kehilangan panas
karena proses
evaporasi.
8. Atur suhu
incubator sesuai
kebutuhan.
9. Hangatkan
terlebih dahulu
bahan-bahan
yang akan
kontak dengan
bayi (mis:
selimut, kain
bedongan,
stetoskop).
10. Hindari
meletakkan bayi
di dekat jendela
terbuka atau di
area aliran
pendingin
ruangan atau
kipas angina.
11. Gunakan matras
penghangat,
selimut hangat,
dan penghangat
ruangan untuk
menaikkan suhu
tubuh, jika perlu.
12. Gunakan Kasur
pendingin, water
circulating
blankets, ice
pack, atau gel
pad dan
intravascular
cooling
cathetherization
untuk
menurunkan
suhu tubuh.
13. Sesuaikan suhu
lingkungan
dengan
kebutuhan pasien

Edukasi:
1. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan
heat stroke
2. Jelaskan cara
pencegahan
hipotermi karena
terpapar udara
dingin
3. Demonstrasikan
Teknik
perawatan
metode kanguru
(PMK) untuk
bayi BBLR

Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu.
3. D.0019 Defisit Nutrisi L.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen
Definisi: Setelah dilakukan Nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup intervensi keperawatan Tindakan
untuk memenuhi kebutuhan selama 3 x 24 jam, maka Observasi
metabolisme status nutrisi membaik. 1. Identifikasi status
Penyebab: Dengan kriteria hasil : nutrisi
1. Ketidakmampuan 1. Porsi makanan 2. Identifikasi alergi
menelan makanan yang dihabiskan dan intoleransi
2. Ketidakmampuan meningkat makanan
mencerna makanan 2. Kekuatan otot 3. Identifikasi
3. Ketidakmampuan penguyah makanan yang
mengabsorbsi nutrien meningkat disukai
4. Peningkatan 3. Kekuatan otot 4. Identifikasi
kebutuhan menelan kebutuhan kalori
metabolisme meningkat dan jenis nutrien
5. Faktor ekonomi (mis, 4. Serum albumin 5. Identifikasi
finansial tidak meningkat perlunya
mencukupi) 5. Verbalisasi penggunaan
6. Faktor psikologis keinginan untuk selang
(mis, stres, meningkatkan nasogastrik
keengganan untuk nutrisi meningkat 6. Monitor asupan
makan) 6. Pengetahuan makanan
Gejala dan Tanda Mayor tentang pilihan 7. Monitor berat
Subjektif : (tidak makanan yang badan
tersedia) sehat meningkat 8. Monitor hasil
Objektif : 7. Pengetahuan pemeriksaan
1. Berat badan menurun tentang pilihan laboratorium
minimal 10% di minuman yang Terapeutik:
bawah rentang ideal . sehat meningkat 1. Lakukan oral
8. Pengetahuan hygiene sebelum
Gejala dan Tanda Minor tentang asupan makan, jika perlu
Subjektif : nutrisi yang sehat 2. Fasilitasi
1. Cepat kenyang meningkat menentukan
setelah makan 9. Penyiapan dari pedoman diet
2. Kram/nyeri abdomen penyimpanan (mis: piramida
3. Nafsu makan makanan yang makanan)
menurun . sehat meningkat 3. Sajikan makanan
Objektif : 10. Penyiapan dari secara menarik
1. Bising usus hiperaktif penyimpanan dan suhu yang
2. Otot pengunyah minuman yang sesuai
lemah sehat meningat 4. Berikan makanan
3. Otot menelan lemah 11. Sikap terhadap tinggi serat untuk
4. Membran mukosa makanan/minuman mencegah
pucat sesuai dengan konstipasi
5. Sariawan tujuan kesehatan 5. Berikan makanan
6. Serum albumin turun meningkat tinggi kalori dan
7. Rambut rontok 12. Perasaan cepat tinggi protein
berlebihan kenyang menurun 6. Berikan
8. Diare 13. Nyeri abdomen suplemen
menurun makanan, jika
Kondisi Klinis terkait :
14. Sariawan menurun perlu
1. Stroke
2. Parkinson 15. Rambut rontok 7. Hentikan
3. Mobius syndrome menurun pemberian makan
4. Celebral palsy 16. Diare menurun melalui selang
5. Cleft lip 17. Berat nasogastik jika
6. Cleft palate badan membaik asupan oral dapat
7. Amyotropic lateral 18. Indeks masa tubuh ditoleransi
sclerosis (IMT) membaik Edukasi :
8. Kerusakan 19. Frekuensi makan 1. Ajarkan posisi
neuromuskular membaik duduk, jika
9. Luka bakar 20. Nafsu makan mampu
10. Kanker membaik 2. Ajarkan diet yang
11. Infeksi 21. Bising usus diprogramkan
12. AIDS membaik Kolaborasi:
13. Penyakit Crohn’s 22. Tebal lipatan kulit 1. Kolaborasi
14. Enterokolitis trisep membaik pemberian
15. Fibrosis kistik 23. Membran mukosa medikasi sebelum
membaik makan (mis:
Pereda nyeri,
antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
4. D.0077 Nyeri Akut L.08066 Tingkatan I.08243 Pemberian
Definisi : Nyeri Analgesik
Didefinisikan sebagai Setelah dilakukan Observasi:
pengalaman sensorik atau intervensi keperawatan 1. Identifikasi
emosional yang berkaitan selama 3 x 24 jam, maka karakteristik
dengan kerusakan jaringan tingkat nyeri menurun, nyeri (mis.
aktual atau fungsional, dengan kriteria hasil: pencetus, pereda,
dengan onset mendadak 1. Keluhan nyeri kualitas, lokasi,
atau lambat dan menurun intensitas,
berintensitas ringan hingga 2. Meringis menurun frekuensi, durasi)
berat yang berlangsung 3. Sikap protektif 2. Identifikasi
kurang dari 3 bulan. menurun riwayat alergi
Tanda dan Gejala : 4. Gelisah menurun obat
DS: 5. Kesulitan tidur 3. Identifikasi
1. Mengeluh nyeri menurun kesesuaian jenis
DO: 6. Frekuensi nadi analgesik (mis.
1. Tampak meringis membaik narkotika, non
2. Bersikap protektif 7. Melaporkan nyeri narkotika, atau
(mis: waspada, terkontrol NSAID) dengan
posisi menghindari 8. Kemampuan tingkat keparahan
nyeri) mengenali onset nyeri
3. Gelisah nyeri meningkat 4. Monitor tanda-
4. Frekuensi nadi 9. Kemampuan tanda vital
meningkat mengenali sebelum dan
5. Sulit tidur penyebab nyeri sesudah
Etiologi : meningkat pemberian
1. Agen pencedera 10. Kemampuan analgesik
fisiologis (mis: menggunakan 5. Monitor
inflamasi, iskemia, teknik non efektifitas
neoplasma) farmakologis analgesik
2. Agen pencedera meningkat Terapeutik:
kimiawi (mis: 1. Diskusikan jenis
terbakar, bahan analgesik yang
kimia iritan) disukai untuk
3. Agen pencedera mencapai
fisik (mis: abses, analgesia
amputasi, terbakar, optimal, jika
terpotong, perlu
mengangkat berat, 2. Pertimbangkan
prosedur operasi, penggunaan infus
trauma, Latihan fisik kontinu, atau
berlebihan). bolus oploid
untuk
mempertahankan
kadar dalam
serum
3. Tetapkan target
efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan
respons pasien
4. Dokumentasikan
respons terhadap
efek analgesik
dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi:
1. Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi

I.08238
Manajemen Nyeri
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi
lokasi,
karakteristik
durasi, frekuensi,
kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi
respons nyeri non
verbal
4. Identifikasi faktor
yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan
tentang nyeri
6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
8. Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis.
TENS, hipnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres hangat
dingin, terapi
bermain
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat & Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Health
Books.
PPNI, T. P. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta : Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Rostinah, M., & Utami, A. T. 2018. Pengaruh pemberian aromatherapi jahe


terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi di rumah sakit umum imelda pekerja indonesia
medan tahun 2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 4(1), 373–382.

Wiknjosastro H. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai