Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA PASIEN PNEUMONIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem


Kardiovaskular, Respiratori dan Hematologi

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8

Anisa Usugra (211211773)

Khairunnisa Aswin (211211794)

Nurli Pertiwi (211211805)

Viony Berliana (211211824)

Kelas 2A

Dosen Pembimbing :

Ns. Wenny Amelia, M.Kep, Sp.Kep.MB

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG


2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
mana atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya dan semoga sholawat beserta salam
yang senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman. Dengan begitu penulis dapat menyusun laporan asuhan keperawatan yang
berjudul Asuhan Keperawatan Teorotis Pada Pasien Pneumonia . Laporan asuhan
keperawatan ini disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskular, Respiratori dan Hematologi . Dalam
penyusunan laporan asuhan keperawatan ini, tidaklah lepas dari kendala dan
hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari kelancaran dalam
penyusunan laporan asuhan keperawatan ini tidak lain berkat dorongan, bantuan,
dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala dan hambatan yang penulis hadapi
dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns.Wenny Amelia, M.Kep, Sp.Kep.MB selaku dosen mata


kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskular, Respiratori
dan Hematologi.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya laporan
asuhan keperawatan ini
3. Rekan-rekan seperjuangan dengan program studi S1 Keperawatan
yang saling mengingatkan dan memotivasi penulis dalam
penyusunan laporan asuhan keperawatan ini
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………..1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum………………………………………………...……….3
2. Tujuan Khusus………………………………………………...………3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Konsep Penyakit
1. Defenisi Pneumonia……………………………………………………4
2. Anatomi dan Fisiologi…………………………………………………4
3. Etiologi…………………………………………………………….….13
4. Factor Risiko……………………………………………………….....15
5. Manifestasi Klinis……………...……………………………………..15
6. Klasifikasi………………………………………………...…………..16
7. WOC………………...………………………………………………..18
8. Patofisiologi……………………………………………………….….21
9. Komplikasi……………………………………………………………21
10. Penatalaksanaan…………………………………………………...….22
11. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
12. Pengkajian Keperawatan Teoritis…………………………………….25
13. Diagnosa Keperawatan Teoritis………………………………………32
14. Intervenisi Keperawatan Teoritis……………………………………..33
15. Implementasi Keperawatan Teoritis………………………………….47
16. Evaluasi Keperawatan Teoritis……………………………………….47
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………..50
B. Saran………………………………………………………………………….50
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkim paru, pada umumnya
disebabkan oleh bakteri digambarkan sebagai pneumonia yang mana merupakan
suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular atau adanya infiltrate pada
sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronchi (Fransisca,
2015). Pneumonia merupakan penyakit peradangan parenkim paru akibat infeksi
saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) yang disebabkan oleh infeksi, virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), serta mikroorganisme lainnya. (Nurarif, 2015).

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan atau infeksi yang terjadi
pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti virus,
bakteri, jamur dan parasit (Djojodibroto, 2016). Kasus penderita pneumonia di
dunia di perkirakan ada 5,5 juta kasus, sebagian besar estimasi jumlah kasus berada
di Wilayah Asia Tenggara 20%, wilayah Afrika 10%, eropa 34%, di Asia Tenggara
terdapat 3 negara yang menderita pneumonia yaitu Negara, Philipina 5,2%,
Indonesia 3,8%, Malaysia 1,2%. Indonesia berada pada posisi kedua dengan Negara
yang memiliki kasus pneumonia (WHO 2018).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 pneumonia dari 5 tahun terakhir terjadi


peningkatan sekitar 0.4%, yaitu pada tahun 2013 prevalensi Pneumonia di
Indonesia sekitar 1.6% dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 2.0%. Prevalensi
2 pneumonia tertinggi di Bengkulu sekitar 3.6% dan terendah di Bali 1%
(Riskesdas, 2018).

Pada tahun 2013, pneumonia ditemukan dengan prevalensi 3,1% di


Sumatera Barat (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Di Kota Padang jumlah
kunjungan pengobatan pneumonia mengalami kenaikan dari tahun 2008 hingga
2013, dengan 5878 kasus pada 2008 dan 8970 kasus pada 2013 (Dinas Kesehatan
Kota Padang, 2014). Prevalensi pasien pneumonia komunitas di rawat inap Rumah
Sakit Dr. M. Djamil Padang pada 2012 adalah 16,6%, sedangkan pasien rawat jalan
1,3% (PDPI, 2014).

Berdasarkan data yang telah diuraikan di atas, maka kita dapat melihat
tingginya angka kejadian pneumonia di dunia termasuk Kota Padang. Hal ini juga
terlihat pada penderita pneumonia usia lanjut. Orang dengan usia 65 tahun atau
lebih merupakan populasi yang rentan terserang pneumonia (Dinas Kesehatan Kota
Padang, 2014).

Pneumonia pada usia lanjut perlu mendapat perhatian lebih, karena angka
harapan hidup penduduk Indonesia semakin meningkat dan tingkat pertumbuhan
populasi usia lanjut lebih dari dua kali lipat populasi dewasa muda (Stupka et al.,
2009). Tahun 2005 angka harapan hidup di Indonesia adalah 69 tahun dan berada
pada urutan ke 104 dari 213 nengara untuk negara dengan angka harapan hidup
tertinggi. Angka harapan hidup di Indonesia meningkat pada 2013, yaitu 71 tahun
(World Bank, 2015). Diprediksi pada tahun 2050 populasi usia lanjut bisa mencapai
20% dari populasi dunia, sehingga kemungkinan untuk kejadian pneumonia akan
semakin banyak pada usia 65 tahun atau lebih (Stupka et al., 2009). Tidak hanya
menjadi masalah dunia, populasi usia lanjut di Indonesia diperkirakan setelah tahun
2050 meningkat lebih tinggi daripada usia lanjut di wilayah Asia dan dunia.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2012,
persentase penduduk usia lanjut di Sumatera Barat menduduki urutan ketujuh
terbanyak di Indonesia yaitu 8,09%, dan melebihi angka rata-rata nasional yaitu
7,56% (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Penyakit pada usia lanjut sering berbeda dengan dewasa muda, karena
penyakit pada usia lanjut merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul
akibat penyakit dan proses degeneratif. Proses degeneratif merupakan proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga
tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Pasien pneumonia dewasa dan usia lanjut memiliki perbedaan, yaitu kondisi
umum, jumlah leukosit, gejala klinik berupa sesak napas, batuk, suhu tubuh

1
(Dahlanb , 2014; Hadisaputro et al., 2009). Infeksi paru akut akan menyebabkan
perubahan hasil laboratorium, yaitu kenaikan jumlah leukosit atau leukositosis
(≥10.000/mm3 ). Pada penelitian Yusanti, pasien pneumonia komunitas dewasa
ditemukan leukositosis, dengan jumlah leukosit rata-rata 16.870/mm3 ±5.600/mm3
(Sutedjo, 2009; Liwang, 2014; Yusanti et al., 2013). Pada pasien usia lanjut tidak
jarang ditemukan jumlah leukosit yang normal (5.000/mm3 -10.000/mm3 ) atau
sedikit rendah (<4.000/mm3) (Surjanto, 2013; Liwang, 2014; Sutedjo, 2009). Pada
kelompok usia lanjut gejala pneumonia sering samar. Respons perlawanan tubuh
terhadap serangan kuman berupa batuk dan demam pada usia lanjut sudah tidak
berjalan dengan optimal, sehingga keluhan ini jarang ditemukan pada usia lanjut.
Hal ini terjadi karena daya tahan tubuh usia lanjut sudah jauh menurun
dibandingkan usia dewasa (Simonetti et al., 2014). Penelitian Fung menemukan
bahwa tiga gejala klasik pneumonia berupa sesak napas, batuk, dan demam hanya
ditemukan pada 30,7% pasien usia lanjut (Fung et al., 2010). Dalam penelitian
Arjanardi, gejala klinis terbanyak pada pasien pneumonia komunitas dewasa adalah
sesak napas (60,93%), batuk (54,88%), demam (48,37%) (Arjanardi et al., 2014).

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan ini adalah memberikan


gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan secara teoritis pada gangguan
sistem pernapasan yaitu pneumonia.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi konsep penyakit gangguan sistem
pernapasan yaitu pneumonia
b. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan teoritis pada
gangguan sistem pernapasan yaitu pneumonia
c. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan teoritis pada
gangguan sistem pernapasan

2
d. Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan teoritis pada
gangguan sistem pernapasan yaitu pneumonia
e. Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan teoritis pada
gangguan pernapasan yaitu pneumonia
f. Untuk mengidentifikasi implementasi keperawatan teoritis pada
gangguan pernapasan yaitu pneumonia
g. Untuk mengidentifikasi evaluasi keperawatan teoritis pada
gangguan pernapasan yaitu pneumonia

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Defenisi Pneumonia

Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai


mikroorganisme, termasuk bakteri, mikobakteri, jamur, dan virus.
Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia yang dikontrol komunitas
(CAP), pneumonia yang didapat di rumah sakit (nosokomial), pneumonia
pada hospes immunocompromised, dan pneumonia aspirasi.

Klien berisiko terkena pneumonia jika memiliki kelainan mendasar


yang kronis, penyakit akut yang parah, sistem kekebalan tubuh yang
tertekan dari penyakit atau obat-obatan, imobilitas, dan faktor lain yang
mengganggu mekanisme perlindungan paru-paru normal. Klien lansia juga
mempunyai risiko yang tinggi terkena pneumonia. (Puspasari, 2019)

2. Anatomi fisiologi

Gambar Sistem pernafasan (Nurarif & Kusuma, 2013)

4
Sistem Pernafasan Dengan bernapas setiap sel dalam tubuh
menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan
produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen
dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan sendiri proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam
bentuk karbondioksida dan air dihilangkan.
Pernapasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas
di dalam jaringan atau “pernapasan dalam” dan di dalam paru-paru atau
“pernapasan luar”.
Udara di tarik ke dalam paru-paru pada waktu menarik napas dan di
dorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan napas (Pierce, 2009).
a. Anatomi
Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan:
1) Saluran pernafasan bagian atas, antara lain:
- Hidung (Naso/Nasal)
- Faring (Tekak)
- Laring (Pangkal Tenggorokan)
2) Saluran pernafasan bagian bawah, antara lain :
- Trakea (Batang Tenggorokan)
- Bronkus (Cabang Tenggorokan)
- Paru-paru
3) Struktur Pernafasan
a) Hidung (Naso/Nasal)

Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai


2 lubang (kavum nasi) dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).
Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna menyaring udara,
debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.

Bagian-bagian hidung terdiri atas :

- Bagian luar dinding terdiri dari kulit


- Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan

5
- Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat
dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah 3
buah konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah),
konka nasalis media (karang hidung bagian tengah), konka
nasalis superior (karang hidung bagian bawah)

Konka-konka ini terdiri dari tiga buah lekukan yaitu superior,


meatus medialis dan meatus inferior. Meatus-meatus yang dilewati
oleh udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang
berhubungan dengan tekak yang disebut koana. Dasar dari rongga
hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung
berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus-sinus
paranasalis yaitu sinus maksilons (pada rongga rahang atas) sinus
frontalis (pada rongga tulang dahi) sinus svenaidalis pada rongga
tulang baji) dan sinus etmoidalis (pada rongga tepi).

Sinus etmoidalis keluar ujung saraf-saraf penciuman yang


menuju ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel
penciuman, sel-sel tersebut terutama terdapat dibagian atas. Pada
hidung dibagian mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau
reseptor-reseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius.
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari
langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan
rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut
tuba auditira eustaci, yang menghubungkan telinga tengah dengan
faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan air mata disebut
tuba lakrimalis (Hidayat, 2006).

Fungsi hidung terdiri dari:

- Bekerja sebagai saluran udara pernafasan


- Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh
bulubulu hidung
- Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa

6
- Pembuluh kuman-kuman yang masuk bersama-sama udara
pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir
(mukosa) atau hidung.
b) Faring (Tekak)
Menurut Syaifuddin (2006) Tekak atau faring merupakan
tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan
, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring
dengan organ-organ lain: ke atas berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan dengan lobang yang bernama koana;
ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan
ini bernama istmus fausium; ke bawah terdapat dua lubang; ke
depan lubang laring; ke belakang lubang esofagus. Di bawah
selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat
terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini di
namakan adenoid. Di sebelahnya terdapat 2 buah tonsil kiri dan
kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang
tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan
makanan .
Rongga tekak di bagi dalam 3 bagian :
- Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana di
sebut nasofaring.
- Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium di
sebut orofaring.
- Bagian bawah sekali di namakan laringofaring.
c) Laring
Laring (Tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring
yang memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring
sampai ketinggian vertebra servikalis.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat
bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya
ialah tulang rawan tiroid, dan di sebelah depannya terdapat

7
benjolan subkutaneus yang di kenal sebagai jakun, yaitu
disebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau
lamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat
lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid,
bentuknya seperti cincin mohor dengan mohornya di sebelah
belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk
lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang
rawan aritenoid yang menjulang di sebelah belakang krikoid,
kanan dan kiri tulang rawan kuneiform, dan tulang rawan
kornikulata yang sangat kecil.
Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang
berupa katup tulang rawan dan membantu menutup laring
sewaktu menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama
dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis
yang dilapisi sel epitelium berlapis.
Pita suara terletak di sebelah dalam laring, berjalan dari
tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai di kedua tulang
rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid
yang di timbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara di
tegangkan atau di kendurkan. Dengan demikian lebar sela-sela
antara pita-pita atau rima glotidis berubah-ubah sewaktu bernapas
dan berbicara.
Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara
yang melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada laring
mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring
sewaktu menelan (Pearce, 2009).
d) Trakea (Batang Tenggorokan)
Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter
panjangnya. Trakea berjan dari laring sampai kira-kira ketinggian
vertebratorakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua
bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua
puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di

8
ikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trakea; selain itu juga memuat beberapa
jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas
epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju ke
atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir
halus lainnya yang turut masuk bersama dengan pernasan dapat
di keluarkan. Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar
trakea tetap terbuka; karena itu, disebelah belakangnya tidak
tersambung, yaitu di tempat trakea menempel pada esofagus,
yang memisahkannya dari tulang belakang. Trakea servikalis
yang berjalan melalui leher di silang oleh istmus kelenjar tiroid,
yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisasisa trakea. Trakea
torasika berjalan melintasi mediastinum, di belakang sternum
menyentuh arteri inominata dan arkus aorta. Usofagus terletak di
belakang trakea (Pearce, 2009).
e) Bronkus (cabang teggorokan)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua buah yang
terdapat pada ketinggian vertebratorakalis ke IV dan V
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis
sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari enam-
delapan cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebuh panjang
dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang
paling kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli
(Syaifuddin, 2006
f) Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru
mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan di
tengah di pisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya

9
dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastrum. Paru-
paru adalah organ berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di
atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam
dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landai rongga toraks,
diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang
menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-
paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi
depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung (Pearce, 2009)
g) Pembuluh Darah Dalam paru-paru
Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak
mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru;
cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial,
bercabang dan bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus;
arteriol itu membelah-belah dan membentuk jaringan kapiler dan
kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya memuat sedikit, maka praktis dapat
di katakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal. Alirannya
bergerak lambat dan dipisahkan dari dua dalam alveoli hanya oleh
dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung
dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.
Kapiler bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi pembuluh
darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris
meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke
atrium kiri jantung untuk di distribusikan ke seluruh tubuh
melalui aorta.
Pembuluh darah yang di lukiskan sebagai arteria bronkialis
membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke
paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen ke
dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini
membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari
yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi dari
beberapa kapiler ini akhirnya bersatu ke dalam vena pulmonaris

10
dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena
pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru-patu oleh
vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior.
Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah
ganda (Pearce,2009).
b. Fisiologi Pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen di
pungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas ; oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat
dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli kapiler, yang
memisahkan oksigen dan darah. Oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan di bawa ke jantung. Dari
sini di pompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100mmhg dan pada
tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke
alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, di napaskan keluar
melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
pernapasan eksterna:
- Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara
dalam
alveoli darah melalui paru-paru
- Arus darah melalui paru-paru
- Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam
jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh
- Di fusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler,
CO₂ lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

11
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan
paru-paru menerima jumlah tepat karbondioksida dan oksigen. Pada
waktu gerak badan, lebih banyak darah datang ke paru-paru membawa
terlalu banyak karbondioksida dan terlampau sedikit oksigen; jumlah
karbondioksida itu tidak dapat di keluarka, maka konsentrasinya dalam
darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam
otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan.
Penambahan ventilasi ini mengeluarkan karbondioksida dan memungut
lebih banyak oksigen (Pearce, 2009).

3. Etiologi

Banyak kuman bisa menyebabkan pneumonia. Yang paling umum


adalah bakteri dan virus di udara yang kita hirup. Tubuh biasanya mencegah
kuman ini menginfeksi paru-paru, tapi kadang kala kuman ini bisa
mengalahkan sistem kekebalan tubuh. Pneumonia diklasifikasikan menurut
jenis kuman yang menyebabkannya dan di mana seseorang terkena infeksi.
(Puspasari, 2019)

1) Pneumonia yang didapat di masyarakat


Pneumonia yang didapat masyarakat adalah jenis pneumonia
yang paling umum. Itu terjadi diluar rumah sakit atau fasilitas
perawatan kesehatan lainnya. Ini mungkin disebabkan oleh:
a) Bakteri. Penyebab paling umum pneumonia adalah
bakteri Streptococcus pneumoniae. Pneumonia jenis
ini bisa terjadi otomatis atau setelah seseorang
terserang pilek atau flu. Hal ini dapat mempengaruhi
satu bagian (lobus)paru-paru, suatu kondisi yang
disebut pneumonia lobar.
b) Organisme patogen. Mycoplasma pneumoniae juga
bisa menyebabkan pneumonia. Gejalanyaa lebih
ringan daripada jenis pneumonia lainnya.

12
c) Jamur. Jenis pneumonia ini paling sering terjadi pada
orang dengan masalah kesehatan kronis atau sistem
kekebalan tubuh yang lemah, dan pada orang-orang
yang telah menghirup organisme dalam jumlah
banyak. Jamur yang menyebabkannya bisa
ditemukan di tanah atau kotoran burung dan
bervariasi tergantung lokasi geografis.
d) Virus. Beberapa virus dapat menyebabkan flu dan flu
bisa menyebabkan pneumonia. Virus adalah
penyebab paling umum pneumonia pada anak-anak
di bawah 5 tahun.
2) Pneumonia yang didapat di rumah sakit
Beberapa orang terkena pneumonia saat tinggal di rumah
sakit karena penyakit lain. Pneumonia yang didapat di rumah sakit
bisa serius karena bakteri penyebabnya mungkin lebih tahan
terhadap antibiotik dan karena orang yang mendapatkannya sudah
sakit. Orang yang menggunakan ventilator mekanik (sering
digunakan di unit perawatan intensif) berisiko tinggi terkena
pneumonia jenis ini.
3) Pneumonia saat mendapat perawatan Kesehatan
Pneumonia yang didapat dari perawatan kesehatan adalah
infeksi bakteri yang terjadi pada orang-orang yang tinggal di fasilitas
perawatan jangka panjang atau yang mendapat perawatan di klinik
rawat jalan, termasuk pusat dialisis ginjal. Seperti pneumonia yang
didapat di rumah sakit, pneumonia yang didapat dari perawatan
kesehatan dapat disebabkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap
antibiotik.
4) Pneumonia aspirasi
Pneumonia aspirasi terjadi saat makanan, minuman,
muntahan, atau air liur masuk ke paru-paru. Pneumonia jenis ini
lebih mungkin terjadi jika ada sesuatu yang mengganggu refleks

13
muntah normal, seperti cedera otak atau masalah menelan atau
penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang. (Puspasari, 2019)

4. Faktor Risiko
Berdasarkan Puspasari, 2019 ada beberapa faktor risiko terkait
pneumonia yaitu sebagai berikut.
1) Pneumonia bisa menyerang siapa saja, tapi anak yang berusia 2
tahun atau kurang dan orang yang berusia 65 atau lebih tua paling
berisiko terkena penyakit ini.
2) Mendapat perawatan di rumah sakit. Seorang klien opname berisiko
lebih besar terkena pneumonia jika ia berada di unit perawatan
intensif rumah sakit, terutama jika menggunakan mesin bantuan
napas (ventilator).
3) Memiliki penyakit kronis. Seseorang lebih mungkin terkena
pneumonia jika ia menderita asma, penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) atau penyakit jantung.
4) Merokok. Merokok merusak pertahanan alami tubuh terhadap
bakteri dan virus yang menyebabkan pneumonia.
5) Sistem kekebalan tubuh yang lemah. Orang yang memiliki
HIV/AIDS, yang telah menjalani transplantasi organ, atau yang
menerima kemoterapi atau steroid jangka panjang juga berisiko
mengalami pneumonia.

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis berdasarkan Brunner & Suddarth, 2018 sangat
beragam, bergantung pada organisme penyebab dan penyakit pasien.
a) Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi
demam (38,5°C sampai 40,5°C).
b) Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan
batuk.

14
c) Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45
kali pernapasan/menit) dan dispnea; ortopnea ketika tidak
disangga.
d) Nadi cepat dan memantul; dapat meningkat 10 kali/menit per
satu derajat peningkatan suhu tubuh (Celsius).
e) Bradikardia relatif untuk tingginya demam menunjukkan infeksi
virus, infeksi mikoplasma, atau infeksi organisme Legionella.
f) Tanda lain: infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam
derajat rendah, nyeri pleuritik, mialgia, ruam, dan faringitis;
setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen
dikeluarkan.
g) Pneumonia berat: pipi memerah; bibir dan bantalan kuku
menunjukkan sianosis sentral.
h) Sputum purulen, berwarna seperti karat, bercampur darah,
kental, atau hijau, bergantung pada agens penyebab.
i) Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaforesis dan
mudah lelah.
j) Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi
utama pasien (mis., tanda berbeda dijumpai pada pasien dengan
kondisi seperti kanker, dan pada mereka yang menjalani terapi
imunosupresan, yang menurunkan resistansi terhadap infeksi).

6. Klasifikasi
Berdasarkan Puspasari, 2019 ada beberapa pembagian klasifikasi
pneumonia yaitu sebagai berikut.
1) Berdasarkan klinis dan epidemologi:
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia
/nosocomial pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita Immunocompromised
2) Berdasarkan bakteri penyebab:

15
a) Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang
yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca-infeksi influenza.
b) Pneumonia atopikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella
dan Chlamydia
c) Pneumonia virus
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
3) Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu
lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya, pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan
b) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat
pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan
dengan obstruksi bronkus.
c) Pneumonia interstisial

16
7.WOC
Etiologi : jamur,
bakteri,virus, dan
lain-lain
terhirup/teraspirasi

Masuk ke paru-paru
menuju alveolus

Mengakibatkan
Terjadilah
timbul proses
infeksi dan
pembentukan peradangan
trombus Peningkatan
Eksudat dan konsentrasi
serousa masuk protein
Peningkatan kedalam alveoli cairan
lapisan pleura alveoli
tertutup tebal
eksudat Sel darah merah
Peningkatan
thrombus vena dan leukosit
tekanan
pulmonalis pneumokokus
hidrostatik
mengisi alveoli Peningkatan
Kerusakan dan tekanan
difusi
jarigan parut osmosis
Nekrosis
hemoragik Kosolidasi di
Dipsnea alveoli Akumulasi
Gangguan
cairan di
pertukaran
Peningkatan alveoli
Kapasitas vital gas
produksi Pola napas
sputum dan compliance
tidak efektif
menurun
Cairan
menekan
Tertelan ke saraf
Akumulasi Suplai oksigen
lambung
sputum di menurun
jalan napas
Nyeri akut
Intoleransi aktivitas

Bersihan
jalan napas Akumulasi sputum
gtidak efektif di lambung (sputum
bersifat basa di
lambung)
Risiko defisit nutrisi

Lambung berusaha
Peningkatan
menyeimbangkan asam Mual, muntah
asam lambung
dan basa

17
Bersihan
jalan napas Pola napas
tidak efektif tidak efektif

SIKI :
SIKI :
Manajemen Jalan Napas
Observasi : Terapi Oksigen
- Monitor pola napas
(frekuensi, kedalam, usaha Observasi :
napas) - Monitor kecepatan aliran O2
Terapeutik : Terapeutik :
- Posisikan semi fowler atau - Pertahankan kepatenan jalan
fowler napas
Edukasi : Edukasi :
- Ajarkan teknik batuk efektif - Ajarkan pasien dan keluarga
Kolaborasi : cara menggunakan O2 dirumah
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian - Kolaborasi penentuan dosis O2
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik

Gangguan
pertukaran gas
Nyeri Akut

SIKI SIKI
Pemantauan respirasi
Manajemen Nyeri
Observasi :
- Monitor frekuensi, irama, Observasi :
kedalaman dan upaya
napas - Identifikasi likasi,karakteristik,
Terapeutik : durasi, frekuensi, kualitas,
- Atur interval pemantauan intensitas nyeri
respirasi sesuai kondisi
pasien Terapeutik :
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan - Berikan teknik
prosedur pemantauan nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Edukasi :

- Ajarkan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri

18
Intoleransi Risiko Defisit
aktivitas Nutrisi

SIKI SIKI

Manajemen energi Manajemen Nutrisi :

Observasi : Observasi :

- Identifikasi gangguan fungsi - Identifikasi status


tubuh yang mengakibatkan nutrisi
kelelahan
Terapeutik :
Terapeutik :
- Berikan makanan tinggi
- Sediakan lingkunhan nyaman kalori dan tinggi protein
dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara,kunjungan) Kolaborasi :

Edukasi : - Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
- Anjurkan tirah baring kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
Kolaborasi :

- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan makanan

19
8. Patofisiologi
Reaksi inflamasi dapat terjadi pada alveoli, menghasilkan eksudat
(cairan radang ekstravaskuler) yang mengganggu difusi oksigen dan
karbon dioksida. Bronkospasme juga dapat terjadi jika klien yang
memiliki penyakit saluran napas reaktif. Bronkopneumonia, bentuk
yang paling umum, didistribusikan secara merata, membentang dari
bronkus ke parenkim paru disekitarnya. Pneumonia lobaris adalah
istilah yang digunakan jika sebagian besar dari satu atau lebih lobus ikut
terlibat. Pneumonia disebabkan oleh berbagai agen mikroba dalam
berbagai setting. Organisme umum, termasuk spesies Pseudomonas
aeruginosa dan Klebsiella; Staphylococcus aureus; Haemophilus
influenzae; Staphylococcus pneumonia; dan bakteri gram-negatif,
jamur, dan virus (paling umum pada anak-anak). (Puspasari, 2019)

9. Komplikasi
Menurut Puspasari, 2019 ada beberapa komplikasi yang terjadi akibat
dari penyakit pneumonia yaitu sebagai berikut.
1) Bakteri dalam aliran darah (bakteremia). Bakteri yang masuk ke
aliran darah dari paru-paru bisa menyebarkan infeksi ke organ lain,
berpotensi menyebabkan kegagalan organ.
2) Sulit bernapas. Jika pneumonia parah atau menderita penyakit paru
kronis, paisen mungkin mengalami kesulitan bernapas dengan
kandungan oksigen yang cukup.
3) Akumulasi cairan di sekitar paru (pleural effusion). Pneumonia
dapat menyebabkan cairan terbentuk di rongga pleura.
4) Abses paru. Abses terjadi jika nanah terbentuk di rongga di paru-
paru. Abses biasanya diobati dengan antibiotik. Terkadang, operasi
atau drainase untuk mengeluarkan cairan pada abses dapat
memperbaiki kondisi.

20
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan Puspasari, 2019 ada beberapa penalaksanaan medis
yang bisa dilakukan untuk pasien yang terserang penyakit
pneumonia yaitu sebagai berikut.
1) Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan
pedoman antibiotik (pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus
dipertimbangkan). Terapi kombinasi juga bisa digunakan.
2) Pengobatan suportif meliputi hidrasi, antipiretik, obat antitusif,
antihistamin, atau dekongestan hidung.
3) Bedrest dianjurkan sampai infeksi menunjukkan anda-tanda
membaik.
4) Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
5) Pemberian oksigenasi suportif meliputi pemberian fraksi oksigen,
intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis.
6) Jika diperlukan, dilakukan pengobatan atelektasis, efusi pleura,
syok, gagal pernapasan, atau sepsis, jika diperlukan.
7) Bagi klien berisiko tinggi terhadap CAP, disarankan melakukan
vaksinasi pneumokokus.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), penatalaksanaan
keperawatan untuk pasien pneumonia yaitu sebagai berikut :
Penderita penyakit yang tidak berat, bisa diberikan antibiotik per
oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak napas atau dengan penyakit jantung atau
paru lainnya, harus dirawat dan diberi antibiotik melalui infus.
Terapi oksigen dapat diberikan sebagai tambahan dengan cairan
intra vena dan alat bantu mekanik. Sebagian besar penderita akan
memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik
dalam 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan
antara lain :

21
1) Oksigen 1-2 L/menit
2) IVFD dekstrose 10%, NaCl 0,9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500 ml
cairan
3) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status
hidrasi
4) Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
5) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi sengan
salin normal dan beta antagonis untuk memperbaiki transport
mukosilier
6) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

11. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Misnadiarly (2008), pemeriksaan diagnostik pada klien
pneumonia yaitu sebagai berikut :
1) Sinar X : pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi
distribusi struktural (misal : lobar, bronchial) dapat juga
menyatakan abses.
2) Biopsy paru : pemeriksaan ini digunakan untuk menetapkan
diagnosis.
3) Pemeriksaan gram/kultur, sputum, dan darah : pemeriksaan ini
digunakan untuk mengidentifikasi semua organisme yang ada.
4) Pemeriksaan serologi : pemeriksaan ini digunakan untuk
membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
5) Pemeriksaan fungsi paru : pemeriksaan ini untuk mengetahui
paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis keadaan.
6) Spirometrik statik : pemeriksaan ini digunakan untuk mengkaji
jumlah udara yang diaspirasi.
7) Bronkostopsi : pemeriksaan ini digunakan untuk menetapkan
diagnosis dan mengangkat benda asing (Misnadiarly, 2008)

22
b. Pemeriksaan laboratorium
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium untuk penyakit pneumonia,
yaitu sebagai berikut :
1) Tes darah, untuk memastikan adanya infeksi dan menentukan
penyebab infeksi
2) Tes dahak atau sputum, untuk mendeteksi kuman penyebab
infeksi

3) Tes urine, untuk mengidentifikasi bakteri Streptococcus


pneumonia dan Legionella pneumophila yang bisa ada di urine
(Pittara, 2022)

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
Pneumonia lobaris sering terjadi secara primer pada orang dewasa,
sedangkan pneumonia lobularis (bronkopneumonía) primer lebih sering terjadi
pada anak-anak. Ketika seorang dewasa mempunyai penyakit
bronkopneumonia, kemungkinan besar ada penyakit yang mendahuluinya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri (yang
tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus), sedangkan
pada anak-anak penyebabnya adalah virus pernapasan. Penting diketahui
bahwa usia 2-3 tahun, merupakan usia puncak pada anak-anak untuk terserang
pneumonia. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh
bakteri Mycoplasma pneumoniae. Bayi dan anak-anak lebih rentan terhadap
penyakit ini karena respons imunitas mereka masih belum berkembang dengan
baik. Pneumonia sering kali menjadi infeksi terakhir (sekunder) pada orang tua
dan orang yang lemah akibat penyakit tertentu
a. Identitas Pasien

Berisikan nama lengkap pasien, usia pasien, jenis kelamin pasien,


suku/bangsa pasien, agama pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien,
alamat pasien, dan diagnosa medis.

b. Identitas Penanggung Jawab

Berisikan nama lengkap penanggung jawab, usia penanggung jawab,


jenis kelamin penanggung jawab, suku/bangsa penanggung jawab,
agama penanggung jawab, pekerjaan penanggung jawab, pendidikan
penanggung jawab, alamat penanggung jawab, dan status hubungan
penanggung jawab dengan pasien.

c. Riwayat Kesehatan Pasien


1) Riwayat Penyakit Dahulu
• Pernah menderita ISPA
• Riwayat terjadi aspirasi

24
• Sebutkan sakit yang pernah dialami
2) Riwayat Penyakit Sekarang
• Keluhan utama :
Umumnya keluhan yang dirasakan pasien adalah sesak
nafas, susah nafas, atau dada terasa berat.
• Pernah menderita ISPA
• Riwayat terjadi aspirasi
• Sebutkan sakit yang pernah dialami
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisikan riwayat kesehatan keluarga seperti orang tua,
saudara, dan lainnya apakah terdapat keluarga yang memiliki
keluhan, riwayat kesehatan, atau kasus yang sama dengan pasien
saat ini
• Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
• Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia
4) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Berisikan keadaan lingkungan disekitar pasien baik rumah, tempat
pekerjaa, kamar, dan lain-lain. Apakah terdapat keadaan
lingkungan yang menjadi faktor pencetus, faktor pemberat keadaan
pasien saat ini.
d. Demografi
• Usia : anak, dewasa, lansia
• Lingkungan : pada lingkungan yang sering
berkontaminasi dengan polusi udara
e. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya orang
tua menganggap anaknya benarbenar sakit jika anak sudah
mengalami sesak nafas.
f. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui control
saraf pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan gaster
sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme).

25
g. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
h. Pola istirahat-tidur
Data yang sering muncul pasien mengalami sulit tidur,karena sesak
nafas, sering menguap serta kadang terbangun pada malam hari
karena ketidaknyamanan.
i. Pola aktivitas-latihan
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada
otak
j. Pola seksual-reproduksi
Kaji pasien mengenai :
1) Masalah atau perhatian seksual
2) Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri
3) Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman,
pelukan, sentuhan dll)
4) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reproduksi
5) Efek terhadap kesehatan
6) Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau
psikologi
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rectum
k. Pola eliminasi
Kaji pasien mengenai :
1) Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya
perubahan lain
2) Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya
perubahan lain

26
3) Keyakinan budaya dan kesehatan
4) Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
5) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
6) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia,
rektum, prostat)
l. Pola toleransi trhadap stress-koping
Kaji pasien mengenai :
1) Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
2) Tingkat stress yang dirasakan
3) Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
4) Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya
5) Strategi koping yang biasa digunakan
6) Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7) Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga
m. Pola keyakinan-nilai
Kaji pasien mengenai :
1) Latar belakang budaya/etnik
2) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya/etnik
3) Tujuan kehidupan bagi pasien
4) Pentingnya agama/spiritualitas
5) Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
6) Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat)
yang dapat mempengaruhi kesehatan
n. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisikyang sering
muncul yaitu
1) Keadaan umum : tampak lemah, sesak nafas
2) Kesadaran : tergantung tingkat keparahan penyakit bisa
somnolen
3) Tanda-tanda vital:

27
- TD: hipertensi
- Nadi: takikardi
- RR: takipnea, dyspnea dan nafas dangkal
- Suhu: hipertermi
4) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala
Kulit kepala
- Tujuan : Untuk mengetahui turgor kulit serta tekstur kulit
kepala dan untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka.
- Inspeksi : lihat ada atau tidaknya lesi, warna coklat
kehitaman, edema, dan distribusi rambut.
- Palpasi raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak,
tekstur halus, kasar, akral hangat atau dingin.
b) Rambut
- Tujuan Untuk mengetahui tekstur, warna, dan
percabangan rambut serta untuk mengetahui rontok dan
kotor nya.
- Inspeksi: pertumbuhan rambut merata atau tidak, kotor
atau tidak serta bercabang atau tidak.
- Palpasi: mudah rontok atau tidak, tekstur rambut kasar
atau halus.
c) Kuku
- Tujuan : Untuk mengetahui warna, keadaan kuku panjang
atau tidak, serta mengetahui kapiler refill.
- Inspeksi: catat mengenai
• warna biru: sianosi, merah peningkatan vesibilitas
Hb bentuk.
• bentuk: clubbing karena hypoxia pada kanker
paru.
- Palpasi: catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat 5-15 detik)
d) Kepala /wajah

28
- Tujuan Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala serta
mengetahui luka atau kelainan pada kepala.
- Inspeksi: lihat kesimetrisan wajah apa bila muka kanan
dan kiri tidak sama, misal lebih condong ke kanan atau
kiri, hal itu menunjukkan ada nya parase/kelumpuhan.
- Palpasi: rasakan apabila adanyaluka, tonjolan patogik, dan
respon nyeri dengan menekan kepala sesuai kebutuhan.
e) Mata
- Tujuan Untuk mengetahui bentuk serta fungsi mata
(medan penglihatan dan visus dan ototo-otot mata), serta
mengetahui adanya kelainan pandangan pada mata atau
tidak.
- Inspeksi: lihat kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek
berkedip baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah atau
konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin, miosis atau
medriasis.
- Palpasi tekan dengan ringan untuk mengetahui adanya
TIO (Tekanan Intra Okuler) jika ada peningkatan akan
teraba keras (pasien dengan glaucoma/kerusakan dikus
optikus) adanya nyeri tekan atau tidak.
f) Hidung
- Tujuan Untuk mengetahui bentuk serat fungsi dari hidung
dan mengetahui ada atau tidaknya imflamasi atau
sinusitis.
- Inspeksi: simetris atau tidaknya hidung, ada atau tidaknya
inflamasi, sert ada atau tidaknya secret.
- Palpasi: adanya nyeri tekan atau tidak.
g) Telinga
- Tujuan : Untuk mengetahui keadaan telinga, kedalaman,
telinga luar, saluran telinga, gendang telinga.
- Inspeksi daun telinga simetris atau tidak, ukuran, warna,
bentuk, kebersihan dan lesi.

29
- Palpasi tekan dun telinga adakah respon nyeri atau tidak
serta rasakan kelenturan kartilago.
h) Mulut dan faring
- Tujuan : Untuk mengetahui kelainan dan bentuk pada
mulut, dan mengetahui kebersihan mulut.
- Inspeksi: lihat pada bagian bibir apakah ada kelainan
congenital (bibir sumbing) kesimetrisan, warna,
pembengkakan, lesi, kelembapan, amati juga jumlah dan
bentuk gigi, berlubang, warna plak dan kebersihan gigi.
- Palpasi: pegang dan tekan pelan daerah pipi kemudian
rasakan ada masa atau tumor, oedem atau nyeri.
i) Leher
- Tujuan : Untuk menentukan struktur integritas leher,
bentuk serta organ yang berkaitan untuk memeriksa
sistem limfatik.
- Inspeksi: amati tiroid, dan amati kesimetrisan leher dari
depan, belakang dan samping.
- Palpasi pegang leher klien, anjurkan klien untuk menelan
dan rasakan adanya kelenjar tiroid.
j) Dada
- Tujuan : Untuk mengetahui kesimetrisan, irama nafas,
frekuensi, ada atau tidaknya nyeri tekan, dan untuk
mendengarkan bunyi paru.
- Inspeksi: amati bentuk dada dan pergerakan dada kanan
dan kiri, amati adanya retraksi intercostal, amati
pergerakan paru.
- Palpasi: ada atau tidaknya nyeri tekan.
- Perkusi menentukan batas normal suara ketukan normal
paru. Bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru,
jika disertai efusi pleura akan di dapati suara redup hingga
pekak, jika disertai pneumothoraks akan diserati bunyi
hiperesonon.

30
- Auskultasi : Untuk mengetahui ada atau tidaknya suara
tambahan nafas, vesikuler, wheezing/clecles, atau ronkhi.
k) Abdomen
- Tujuan : Untuk mengetahui gerakan dan bentuk perut,
mendengarkan bunyi peristaltik usus, dan mengetahui ada
atau tidaknya nyeri tekan pada organ dalam abdomen.
- Inspeksi: amati bentuk perut secara umum, warna, ada
tidaknya retraksi, benjolan, ada tidaknya simetrisan, serta
ada atau tidaknya asietas.
- Palpasi: ada atau tidaknya massa dan respon nyeri.
- Aukultasi: mendengarkan bising usu normal 10-
12x/menit.
l) Muskuloskeletal
- Tujuan : Untuk mengetahui mobilitas kekuatan dari otot
dan gangguan-gangguan di daerah tertentu.
- Inspeksi : mengenali ukuran adanya atrofi dan hiperatrofi,
amati kekuatan otot dengan memberi penahan pada
anggota gerak atas dan bawah.

2. Diagnosa Keperawatan Teoritis


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah Kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung Keseha maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan Kesehatan.
(SDKI,2016).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus pneumonia sebagai
berikut :
a) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas yang
ditandai dengan dispnea, pola nafas abnormal
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler yang ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2

31
menurun, takikardia, dan bunyi nafas tambahan.
c) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperplasia dinding
jalan nafas ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, dan
Wheezing.
d) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
e) Intolerasi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimban.gan abtara suplai
dan kebutuhan oksigen
f) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan

2. Intervensi Keperawatan Teoritis

No. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1. Bersihan jalan napas tidak Setelah Manajemen Jalan
efektif berhubungan dengan dilakukan Napas
spasme jalan napas intervensi selama Observasi :
1x24 jam a. Monitor pola napas
diharapkan (frekuensi,
bersihan jalan kedalam, usaha
napas menjadi napas)
efektif dengan b. Monitor bunyi
kriteria hasil : napas tambahan
Bersihan Jalan (mis. Gurgling,
Napas : mengi, wheezing,
a. Batuk efektif ronkhi kering)
dari skala 2 c. Monitor sputum
(cukup (jumlah, warna,
menurun) aroma)
menjadi 4 Terapeutik :
(cukup a. Posisikan semi
meningkat) fowler atau fowler
b. Produksi b. Berikan minuman
sputum dari hangat
skala 3 c. Lakukan fisioterapi
(sedang) dada jika perlu
menjadi 5 d. Berikan oksigen
(menurun) Edukasi :
c. Dispnea dari a. Anjurkan
skala 2 asupan cairan
(cukup 2000ml/hari
meningkat) b. Ajarkan teknik
menjadi 4 batuk efektif

32
(cukup Kolaborasi :
menurun)
Kolaborasi pemberian
d. Frekuensi
bronkodilator,ekspektor
napas dari
an, mukolitik
skala 3
(sedang)
Manajemen Batuk
menjadi 5
Efektif
(membaik) Observasi :
e. Pola napas a. Identifikasi
dari skala kemampuan batuk
skala 3 b. Monitor adanya
(sedang) retensi sputum
menjadi 5 c. Monitor tanda
(membaik) dan gejala
Pola Napas : infeksi saluran
a. Dispnea dari napas
skala 2 Terapeutik :
(cukup a. Atur posisi semi
meningkat) fowler / fowler
menjadi 4 b. Pasang perlak dan
bengkok di
(cukup
pangkuan pasien
menurun)
c. Buang sekret
b. Tekanan
pada tempat
ekspirasi dari
sputum
skala 2
Edukasi :
(cukup
a. Jelaskan tujuan dan
menurun)
prosedur batuk
menjadi 4
efektif
(cukup
b. Anjurkan tarik
meningkat)
napas dalam
c. Tekanan
melalui hidung
inspirasi dari
selama 4 detik,
skala 2
ditahan selama 2
(cukup
detik, kemudian
menurun)
keluarkan dari
menjadi 4
mulut dengan bibir
(cukup
dibulatkan selama 8
meningkat)
detik
d. Pemanjangan
c. Anjurkan
fase ekspirasi
mengulangi tarik
dari skala 2
napas dalam hingga
(cukup
3 kali
meningkat)
d. Anjurkan batuk
menjadi 4
dengan kuat
(cukup
langsung setelah
menurun)
tarikan napas dalam
e. Frekuensi
yang ketiga

33
napas dari
skala 3 Terapi Oksigen
(sedang) Observasi :
menjadi 5 a. Monitor kecepatan
(membaik) aliran O2
b. Monitor posisi alat
Tingkat Nyeri : terapi O2
a. Keluhan c. Monitor aliran
nyeri dari oksigen secara
skala 2 periodik dan
(cukup pastikan fraksi yang
meningkat) diberikan cukup
menjadi 4 d. Monitor efektifitas
(cukup terapi O2
menurun) e. Monitor tanda-
b. Kesulitan tanda hipoventilasi
tidur dari f. Monitor tanda
skala 2 dan gejala
(cukup toksitasi
meningkat) g. Monitor tingkat
menjadi 4 kecemasan akibat
(cukup terapi O2
menurun) Terapeutik :
c. Pola napas a. Bersihkan sekret
pada mulut, hidung,
dari skala 3
trakea (jika perlu)
(sedang)
b. Pertahankan
menjadi 5
kepatenan jalan
(membaik)
napas
d. Pola tidur
c. Siapkan dan atur
dari skala 3
peralatan pemberian
(sedang)
O2
menjadi 5
d. Gunakan perangkat
(membaik)
O2 yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi :
a. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan O2
dirumah
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
penentuan dosis O2
b. Kolaborasi
penggunaan O2
saat aktivitas dan
tidur

34
Manajemen Nyeri
Observasi :
a. Identifikasi
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas
nyeri
b. Identifikasi skala
nyeri
c. Identifikasi respons
nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
e. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
f. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
a. Berikan
teknik
Nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi :
a. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik

2. Gangguan pertukaran gas Setelah Pemeantauan Respirasi

35
berhubungan dengan Perubahan dilakukan Observasi :
membran alveolus-kapiler intervensi selama a. Monitor
2x24 jam frekuensi, irama,
diharapkan kedalaman dan
gangguan upaya napas
pertukaran gas b. Monitor pola napas
berkurang c. Monitor
dengan kriteria kemampuan
hasil : batuk efektif
Pertukaran Gas : d. Monitor
a. Tingkat adanya
kesadaran produksi
dari skala 5 sputum
(meningkat) e. Monitor
tetap pada adanya
skala 5 sumbatan jalan
(meningkat) napas
b. Dispnea dari f. Palpasi
skala 3 kesimetrisan
(sedang) ekspansi paru
menjadi skala g. Auskultasi bunyi
5 (menurun) napas
c. Napas cuping h. Monitor saturasi
hidung dari oksigen
skala 3 i. Monitor nilai
(sedang) AGD (analisa
menjadi skala Gas Darah)
5 (menurun) Terapeutik :
d. PCO2 dari a. Atur interval
skala 3 pemantauan
(sedang) respirasi sesuai
menjadi skala kondisi pasien
5 (membaik) b. Dokum
e. PO2 dari entasi
skala 3 hasil
(sedang) pemant
menjadi skala
auan
5 (membaik)
Edukasi :
f. Takikardia
a. Jelaskan tujuan
dari skala 3
(sedang) dan prosedur
menjadi skala pemantauan
5 (membaik) b. Informasi hasil
g. pH Arteri pemantauan
dari skala 3
(sedang)
menjadi skala
5 (membaik)
h. Pola Napas

36
dari skala 3
(sedang)
menjadi skala
5 (membaik)
3. Pola napas tidak efektif Setelah
berhubungan dengan Hambatan dilakukan Terapi Oksigen
upaya napas (mis. Nyeri saat intervensi selama
bernapas, kelemahan otot 1x24 jam Observasi :
pernapasan) diharapkan pola a. Monitor
napas menjadi kecepatan aliran
efektif dengan O2
kriteria hasil : b. Monitor posisi
Pola Napas : alat terapi O2
a. Dispnea dari c. Monitor aliran
skala 2 oksigen secara
(cukup periodik dan
meningkat) pastikan fraksi
menjadi 4 yang diberikan
(cukup cukup
menurun) d. Monitor
b. Tekanan efektifitas terapi
ekspirasi dari O2
skala 2 e. Monitor
(cukup t
menurun) anda-tanda
menjadi 4 hipoventilasi
(cukup f. Monitor tanda
meningkat) dan gejala
c. Tekanan toksitasi
inspirasi dari g. Monitor tingkat
skala 2 kecemasan
(cukup akibat terapi O2
menurun) Terapeutik :
menjadi 4 a. Bersihkan sekret
(cukup pada mulut,
meningkat) hidung, trakea
d. Pemanjangan (jika perlu)
fase ekspirasi b. Pertahankan
dari skala 2 kepatenan jalan
(cukup napas
meningkat) c. Siapkan dan atur
menjadi 4 peralatan
(cukup pemberian O2
menurun) d. Gunakan
e. Frekuensi perangkat O2
napas dari yang sesuai
skala 3 dengan tingkat
(sedang) mobilitas pasien
Edukasi :

37
menjadi 5 a. Ajarkan pasien dan
(membaik) keluarga cara
menggunakan O2
dirumah
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
penentuan dosis
O2
b. Kolaborasi
penggunaan O2
saat aktivitas dan
tidur

Latihan Pernapasan
Observasi :
a. Identifikasi
indikasi
dilakukan
latihan
pernapasan
b. Monitor
frekuensi, irama
dan kedalaman
napas sebelum
dan sesudah
latihan
Terapeutik :
a. Sediakan tempat
yang tenang
b. Posisikan pasien
nyaman dan
rileks
c. Tempatkan satu
tangan didada dan
satu tangan
diperut
d. Pastikan tangan
didada mundur ke
belakang dan
telapak tangan
diperut maju
kedepan saat
menarik napas
e. Ambil napas
dalam secara
perlahan melalui
hidung dan tahan
selama tujuh

38
hitungan
f. Hitungan
kedelapan
hembuskan napas
melalui mulut
dengan perlahan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
latihan
pernapasan
b. Anjurkan ulangi
4-5 kali

Pemantauan Respirasi
Observasi :
a. Monitor
frekuensi,
irama,
kedalaman
dan upaya
napas
b. Monitor pola
napas
c. Monitor
kemampuan
batuk efektif
d. Monitor
adanya
produksi
sputum
e. Monitor
adanya
sumbatan
jalan napas
f. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi
bunyi napas
h. Monitor saturasi
oksigen
i. Monitor nilai
AGD (analisa
Gas Darah)
Terapeutik :
a. Atur interval
pemantauan

39
respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Dokumentasi
hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
b. Informasi hasil
pemantauan

Manajemen Nyeri
Observasi :
a. Identifikasi skala
nyeri
b. Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
c. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
b. Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
c. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan
strategi
penurunan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi

40
meredakan nyeri
c. Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi :
a) Kolaborasi
pemberian
analgetik
Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan
agen pencedera fisiologis intervensi selama Manajemen
1x24 jam nyeri
diharapkan tingkat
nyeri menurun Observasi :
dengan kriteria
a. Identifikasi
hasil :
lokasi,
a. Keluhan
karakteristik,
nyeri durasi,
menurun frekuensi,
b. Meringis kualitas,
menurun intensitas
c. Gelisah nyeri
menurun
d. Muntah b. Identifikasi
menurun skala nyeri
e. Mual
menurun c. Identifikasi
f. Pola napas respons nyeri
membaik non verbal
g. Tekanan
darah d. Identifikasi
membaik faktor yang
memperberat
dan
memperinga
n nyeri

e. Identifikasi
pengetahuan
dan
keyaninan
tentang nyeri

f. Identifikasi
pengaruh
budaya
terhadap
respon nyeri

g. Identifikasi

41
pengaruh
nyeri pada
kualitas
hidup

Terapeutik :

a. Berikan teknik
nonfarmakolo
gis untuk
mengurangi
rasa nyeri

b. Kontrol
lingkunga
n yang
memperb
erat rasa
nyeri

c. Fasilitasi
Istirahat dan
tidur

d. Pertimban
gkan jenis
dan
sumber
nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredaka
n nyeri

Edukasi :

a. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri

c. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri

d. Anjurkan
menggunakan

42
analgetik secara
tepat

e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi :

a. Kolaborasi
pemberian
analgetic, jika
perlu
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan
berhubungan dengan intervensi selama Manajemen
Ketidakseimbangan antara 1x24 jam energi
suplai dan kebutuhan oksigen diharapkan
toleransi aktivitas Observasi :
meningkat dengan
a. Identifikasi
kriteria hasil :
gangguan fungsi
a. Saturasi
tubuh yang
oksigen
mengakibatkan
meningkat kelelahan
b. Keluhan
Lelah b. Monitor lokasi
menurun dan
c. Dipsnea ketidaknyamanan
saat selama
aktivitas melakukan
menurun aktivitas
d. Dipsnea
setelah Terapeutik :
aktivitas
menurunpe a. Sediakan
rasaan lingkunhan
lemah nyaman dan
menurun rendah stimulus
e. Frekuensi (mis.
napas Cahaya,suara,k
membaik unjungan

b. Lakukan
layihan rentang
gerak pasif
dan/atau aktif

c. Berikan
aktivitas

43
distraksu yang
emnenangkan

Edukasi :

a. Anjurkan tirah
baring

b. Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap

c. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang

d. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan

Kolaborasi :

a. Kolaborasi
dengan ahli
gizi tentang
cara
meningkatka
n asupan
makanan

Risiko defisit nutrisi Setelah dilakukan


berhubungan dengan intervensi selama Manajemen
ketidakmampuan mencerna 1x24 jam Nutrisi :
makanan diharapkan status
nutrisi membaik Observasi :
dengan kriteria
a. Identifika
hasil :
si status
a. Nyeri
nutrisi
abdomen
menurun b. Identifika
b. Nafsu si kalori
makan dan jenis
membaik nutrient
c. Indeks

44
massa
tubuh c. Monitor
(IMT) asupan
membaik makanan
d. Bising
usus d. Monitor
membaik berat
badan

Terapeutik :

a. Berikan
makanan
tinggi
serat
untuk
mencegah
konstipasi

b. Berikan
makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein

c. Berikan
suplemen
makanan, jika
perlu

Kolaborasi :

a. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan

b. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan,
jika perlu

45
4. Implementasi Keperawatan Teoritis
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan dalam pelaksanaan juga meliput
pengumpulan data lanjutan, mengobservası respon kilen. selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru. Ada beberapa
ketrampilan yang dibutuhkan dalam hal Int. Pertama , ketrampilan
kognitif. Ketramplian Kognitif mencangkup pengetahuan keperawatan
yang menyeluruh perawat harus mengetahui alasan untuk setiap
Intervensi terapeutik, memahami respon fisiologıs dan psikologis normal
dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan
pemulangan klien, dan mengenali askep- askep promotif kesehatan klien
dan kebutuhan penyakit. Kedua, ketrampilan Interpersonal, Ketrampilan
ini penting untuk tindakan keperawatan yang efektif.
Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, tim
kesehatan lainnya. Ketiga anggota ketrampilan psikomotor, ketrampilan
ini mencangkup kebutuhan langsung terhadap perawatan kepada klien,
seperti keluarganya dan memberikan suntikan, melakukan penghisapan
tendır, mengatur posisi, membantu kilen memenuhi aktvitas sehari-han
dan lain. tain. (Fitn Nur 2018).

5. Evaluasi Keperawatan Teoritis


Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (Fitn Nur 2018).

46
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkimparu, pada
umumnya disebabkan oleh bakteri digambarkan sebagai pneumonia yang
mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular atau
adanya infiltrate pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru
dan sekitar bronchi Pneumonia merupakan penyakit peradangan parenkim
paru akibat infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) yang
disebabkan oleh infeksi, virus, bakteri, mycoplasma (fungi), serta
mikroorganisme lainnya.

B. Saran
a) Bagi peneliti selanjutnya
1. Memperbaiki kuesioner yang dapat lebih mudah dimengerti
oleh responden dan memiliki pertanyaan yang lebih
mendetail untuk mendapatkan hasil pengetahuan, sikap, dan
perilaku orangtua balita tentang faktor risiko pneumonia
yang lebih akurat.
2. Menggali lebih dalam faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku individu
serta dilakukan analisis hubungan sebab akibat.
3. Memberikan edukasi yang mendalam mengenai pneumonia
yang dapat diterima dan dimengerti oleh responden.
b) Bagi masyarakat
1. Masyarakat mencari tahu pengetahuan yang baik mengenai
pneumonia dan juga dapat menentukan sikap dan perilaku
mengenai faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
pneumonia.
2. Masyarakat mengetahui tanda dan gejala pneumonia
sehingga balita dapat diberikan pertolongan segera di
pelayanan kesehatan.

47
3. Masyarakat memiliki kesadaran akan bahayanya
pneumonia sehingga dapat menghindari faktor risiko agar
dapat menurunkan angka kejadian pneumonia pada balita di
masyarakat.
c) Bagi instansi terkait
1. Memberikan edukasi dan meningkatkan kesadaran
masyarakat mengenai bahayanya pneumonia serta faktor-
faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
pneumonia pada balita seperti lewat penyuluhan, pamflet,
ataupun media sosial.
2. Melakukan layanan kesehatan yang memadai apabila
terdapat balita yang datang ke RSUD Ciawi dengan tanda
dan gejala yang menjurus pada pneumonia

48
DAFTAR PUSTAKA

Puspasari, Scholastica Fina Aryu. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS,
2019
Smeltzer, Susan C. Keperawatan Medikal-Bedah (Brunner & Suddarth) edisi 12.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2018
Somantri, Irman. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika, 2009
Tim POKJA SDKI DPP PPNI.2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Cetakan III,ed.1. Jakarta : DPP PPNI
Tim POKJA SLKI DPP PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Cetakan II,ed.1. Jakarta : DPP PPNI
Tim POKJA SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Cetakan II,ed.1. Jakarta : DPP PPNI
Ranny, A. 2016. BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pneumonia. Diakses
pada 05 Februari 2023. Diakses dari
http://scholar.unand.ac.id/3681/2/PENDAHULUAN.pdf
Purwaningsih, Ani.2016. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pneumonia. Diakses
pada 07 Februari 2023, Diakses dari
http://respiratory.imp.ac.id/6972/3/ANI%20PURWANINGSIH%20BAB
%20II,pdf
Pittara. 2022. Pneumonia. Diakses 07 Februari 2023. ALODOKTER. Diakses dari
https://www.alodokter.com/pneumonia/diagnosis#:~:text=Rontgen%20d
ada%2C%20untuk%20memastikan%20kondisi,untuk%20mendeteksi%2
0kuman%20penyebab%20infeksi

49

Anda mungkin juga menyukai