Makalah Kelompok3 Pneumonia
Makalah Kelompok3 Pneumonia
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka makalah tugas kuliah keperawatan medical
bedah oleh bapak NS, Aoladul Muqarrobin, M.Kep dengan tema “Asuhan
Keperawatan Medical Bedah I Pada Pasien Pneumonia” ini dapat selesai
pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penugasan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu penugasan kelompok pada mata
kuliah KMB I.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1. Definisi Pneumonia…………………………………………….
2. Klasifikasi Pneumonia …………………………………………
3. Etiologi Pneumonia …………………………………………….
4. Patofisiologi Pneumonia ……………………………………….
5. Manifestasi Klinis Pneumonia ………………………………….
6. Komplikasi ……………………………………………………..
7. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………..
8. Penatalaksanaan Pneumonia
1. Pengkajian ……………………………………………………..
2. Analisa data ……………………………………………………
3. Diagnosa keperawatan …………………………………………
4. Intervensi ………………………………………………………
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada penderita
pneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu pneumonia.
b. Untuk mengetahui apa penyebab dari pneumonia.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala pneumonia.
d. Untuk mengetahui patofisiologi pneumonia.
e. Utnuk mengetahui komplikasi pada pneumonia.
f. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada pneumonia.
g. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pneumonia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) pneumonia adalah salah satu
penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari suatu
infeksi saluran pernafasanbawah akut (INSBA). Dengan gejala batuk
dan disertai sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat
dilihat melalui gambaran radiologis.
Menurut Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, & K, (2006) pneumonia adalah
peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.
2. Klasifikasi
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) menjelaskan bahwa klasifikasi
pneumonia yaitu sebagai berikut :
a. Klasifikasi berdasarkan anatomi :
1) Pneumonia Lbaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka
dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.
3) Pneumonia Intersital (Bronkiolitis) proses inflamasi yang
terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan
peribronkial serta interlobular.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :
1) Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada H. Influenza pada pasien prokok, pathogen
atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo,
dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak,
atau paska terapi antibiotika spectrum luas.
2) Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya
resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul
onset pneumonia.
c. Faktor utama untuk pathogen tertentu:
1) Staphylococcus aureus Methicillin resisten S.aureus
Faktor resiko: Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian
obat IV, Diabetes Militus, gagal ginjal.
2) Ps. Aeruginosa
Faktor resiko: pernah dapat antibiotic, ventilator> 2 hari,
lama dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotic, kelainan struktur
paru (bronkietasksis, kritik fibrosis), malnutrisi.
3) Anaerob
Faktor resiko: Aspirasi, selesai,operasi abdomen.
4) Acinobacther spp : Antibiotic sebelum onset pneumonia dan
ventilisasi mekanik.
d. Faktor resiko pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit menurut
Morton :
1) Faktor resiko terkait pejamu
a) Pertambahan usia.
b) Perubahan tingkat kesadaran.
c) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
d) Penyakit berat, malnutrisi, syok.
e) Trauma tumpul, trauma kepala berat, trauma dada.
f) Merokok, karang gigi.
2) Faktor resiko terkait pengobatan
a) Ventilasi mekanik, reintubasi atau intubasi sendiri.
b) Bronkoskopi, selang nasograstik.
c) Adanya alat pemantau tekanan intracarnial (TIK).
d) Terapi antibiotic sebelumnya.
e) Terapi antacid.
f) Peningkatan pH lambung.
g) Penyakit reseptor histamine tipe-2
h) Pemberian makan enteral.
i) Pembedahan kepala, pembedahan toraks atau abdomen atas.
j) Posisi telentang.
3) Faktor resiko terkait infeksi
a) Mencuci tangan kurang bersih.
b) Mengganti slang ventilator kurang dari 48 jam sekali.
c) Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia
akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert
misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan
obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4) Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab
infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau
mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri,
protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing.
3. Etiologi
4. Manifestasi klinis
(Nurarif & Kusuma, 2015) menjelaskan bahwa manifestasi
klinisnya yakni :
a. Meningismus
Yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit
kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya
tanda kerning dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
a. Anoreksia
Merupakan hal umum yang disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit.
Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui
tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap
pemulihan.
b. Muntah
Anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit
yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya
berlangsung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
c. Diare
Biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi
berat. Sering menyertai infeksi pernafasan, khususnya karena virus.
d. Nyeri abdomen
Merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
e. Sumbatan nasal
Pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi
pernafasan dan menyusu pada bayi.
f. Keluaran nasal
Sering menertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan
atau tahap infeksi.
g. Batuk
Merupakan gambaran umumdari penyakit pernafasan.
Dapat menjadi bukti hanya selama fase akut.
h. Bunyi pernafasan, sepeti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi
terdengar mengi, krekels.
i. Sakit tenggorokan
Merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk makan dan
minum per oral.
j. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum,
atau memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distress pernafasan berat.
k. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas
cepat saja:
a. Pada anak umur 2 bulan-11 bulan : > 50 kali/menit
b. Pada anak umur 1 tahun-5 tahun :> 40 kali/menit.
5. Patofisiologi
7. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) menjelaskan bahwa
kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua
dan penderita dengan sesak napas atau dengan penyakit jantung atau
penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui
infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena
dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain:
a. Oksigen 1-2 L/menit.
b. IVFD dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml
cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan
status hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport
mukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,
antibiotik diberikan sesuai hasil kultur.
a. Untuk kasus pneumonia community based, dapat diberikan:
2) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
3) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Untuk kasus pneumonia hospital based :
1) Sefatoksim 100mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
2) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
8. Komplikasi
Menurut (Doenges et al., 2000) menjelaskan bahwa komplikasi
pada pneumonia antara lain:
a. Sindrom distres pernapasan dewasa (SDPD)
SDPD adalah kondisi disfungsi parenkim paru yang
dikarakteristikan oleh:
1) Kejadian antesenden mayor,
2) Eksklusi kardiogenik menyebabkan edema paru.
3) Adanya takipnea dan hipoksia, dan
4) Infiltrat pucat pada foto dada.
SDPD (juga disebut syok paru) akibat kerusakan/cidera
paru dimana sebelumnya paru sehat sindrom ini mempengaruhi
kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan
laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami
SDPD.faktor risiko yang menonjol adalah pepsis. Kondisi pencetus
lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi, inhalasi
asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis,
eklampsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut srcara khusus
menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik.
b. AIDS
CDC merekomendasikan bahwa diagnosis AIDS ditujukan
pada orang yang mengalami infeksi oportunistik, dimana orang
tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T
berjumlah 200atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap
HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi
demensia progresif, “wasting sindrom”, atau sarkoma kaposi (SK)
pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Kanker-kanker khusus
lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi dari penyakit
yang umumnya mengalami lokalisasi.
Orang-orang yang menderita AIDS umumnya dibagi ke
dalam enam kategori: laki-laki homoseksual, laki-laki biseksual,
pemakai obat-obatan HIV, penerima darah ataupun produk darah
yang terinfeksi, pasangan heteroseksual dari orang yang terinfeksi
HIV, dan anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Kecepatan
infeksi umunya berkembang paling cepat pada kaum wanita dan
kaum minoritas.
c. Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
Semua penyakit pernapasan di karakteristikkan oleh
pbstruksi kronis pada aliran udara dengan klasifikasi luas PPOM.
Dalam kategori luas ini penyebab utama obstruksi bermacam-
macam, misalnya inflamasi jalan napas, perlengketan mukosa,
penyempitan lumen jalan napas, atau kerusakan jalan napas.
Beberapa contohnya seperti :
1) Asma
Dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat pulih dari
otot halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa
serta edema. Faktor pencetus termasuk alergen, masalah emosi,
cuaca dingin,latihan, obat, kimia, dan infeksi.
2) Bronkitis Kronis
Inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan atau
hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum
mukoid, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-perfusi dan
menyebabkan sianosis.
3) Emfisema
Bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh
inflamasi berulang yang melukaidan akhirnya merusak dinding
alveolar menyebabkan banyak bleb atau bula (ruang udara)
kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
Penting diketahui bahwa bronkitis kronis dan emfisema
ada bersamaan pada beberapa pasien dan merupakan dua
penyakit yang paling umum terlihat pada pasien PPOM yang
dirawat. Kedua penyakit dikarakteristikkan oleh keterbatasan
aliran udara kronis. Bronkitis kronis dan emfisema biasanya
tidak dapat kembali sempurna, meskipun beberapa efek dapat
diobati.
4) Infeksi Intrakranial : Meningitis, Ensefalitis, Abses Otak
Infeksi intrakranial dapat melibatkan jaringan otak
(ensefalitis) atau lapisan yang menutupi otak dan medulla
spinalis (meningitis) atau adanya akumulasi bebas atau
terbentuknya pus berkapsul dalam otak (abses otak). Sumber
penyebab dapat berupa bakteri, virus, atau jamur (fungi) dan
hasilnya/penyembuhannya dapat komplet (sembuh total)
sampai pada menimbulkan penurunan neurologis dan juga
sampai terjadi kematian.
d. Aspek-Aspek Psikososial Perawatan Akut
Respons emosional dari pasien yang menjalani perawatan
akut adalah sesuatu yang sangat penting. Hubungan antara pikiran-
tubuh-roh telah tersusun dengan baik; sebagai contoh, bila terjadi
respons fisiologis secara bersamaan akan ada respons psikologis.
Dan juga terdapat kondisi-kondisi psikologis yang memiliki
komponen psikologis, misalnya ketidakseimbangan emosional dari
sindrom Cushing, terapi steroid atau iritabilitas dari hipoglikemia.
Pertumbuhan yang cepat dari bidang psikoneuroimunologi
umumnya secara reguler menyediakan informasi terbaru mengenai
jaringan-jaringan ini.
Meskipun stres dari penyakit dikenali dengam baik, efek-
efeknya bagi individu tidak dapat diperkirakan. Nilai pemberi
perawatan dan pasien/orang terdekat, sensitivitas pada kultur yang
berbeda, rintangan bahasa (termasuk kesulitan mengenai apa yang
dibicarakan orang mengenai tubuhnya) mempengaruhi perawatan
yang diharapkan dan diterima pasien. Ini bukanlah suatu peristiwa,
namun lebih sebagai persepsi pasien terhadap kejadian tersebut
yang menciptakan masalah, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengalihkan sumber energi yang diperlukan untuk penyembuhan.
e. Infeksi-Infeksi Sistemik
Septisema/Sepsis adalah dindrom yang dikarakteristikkan
oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah, yang
dapat berkembang ke arah septisema dan syok septik. Septisema
menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau
zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis
yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur,
virus, ataupun riketsia. Penyebab yang paling umum dari septisema
adalah organisme gram-negatif. Jika sistem perlindungan tubuh
tidak efektif dalam mengontrol invasi mikroorganime, mungkin
dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkan dengan
perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan
kegagalan sistem multipel.
BAB III
A. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2014) menjelaskan rencana asuhan
keperawatan pada pasien pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa
a. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk,
dan peningkatan suhu tubuh/demam.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pertanyaan yang ringkas sehingga jawaban yang diberikan
klien hanya kata “Ya” atau “Tidak”, atau hanya dengan anggukan
dan gelengan kepala. Apabila keluhan utama adalah batuk, maka
perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk
muncul (onset). Pada klien dengan pneumonia, keluhan batuk
biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasa ada di pasaran.
Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya
akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen
kekuning-kuningan, kehijau-hijauan,kecoklatan atau kemerahan,
dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami
demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan
berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien
pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan
gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, dan demam
ringan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian diarahkan pada keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama dengan pasien. Apakah ada dari keluarga yang
memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
e. Riwayat Alergi
Pengkajian yang berfokus pada ada tidaknya klien ata pasien
memiliki pantangan atau alergi terhadapa makanan dan minuman
yang dikomsumsi.
f. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama.
Pada kondisi klinis, klien dengan pneumonia sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Hal
lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman di mana klien
bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering dijumpai bila
bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk.
2. Pola Fungsional dan Kesehatan
Yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
a) Pola Nutrisi
b) Pola Eliminasi
c) Pola Istirahat dan Tidur
d) Pola Aktivitas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat
dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik
tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran klien yang terdiri atas compo mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat perlu mempunyai
pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan fisiologi
umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum,
kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun
yang memerlukan kecepatan dan ketetapan penilaian.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40 0C,
frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistemis
yang berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskular tekanan darah
biasanya tidak ada masalah.
Adapun hal-hal yang perlu diperiksa dala pemeriksaaan fisik
yakni sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia
merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri
atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan
Gerakan pernapasan simetris. Pada klien dengan
pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas
cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan
intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak
berat dialami terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum.
Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien
dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif
disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan
sekresi sputum yang purulen.
b) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan
Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan
dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara
bagian kanan dan kiri.
Getaran suara (fremitus vokal), Taktil fremitus pada klien
dengan pneumonia biasanya normal.
c) Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi,
biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan
pneumonia didapatkan apabila bronkhopneumonia menjadi
suatu sarang (kunfluens).
d) Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi
napas melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.
2) B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat
meliputi:
a) Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
3) B3(Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang,
dan menggeliat.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan. Kelemahan dan
kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3.
Dalam keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat
hingga 100 mm/jam. Saat dilakukan biakan sputum, darah, atau jika
dimungkinkan cairan efusi pleura, untuk biakan aerobik dan
anaerobik, untuk selanjutnya dibuat pewarnaan gram sebagai
pegangan dalam pemberian antibiotik. Sebaiknya diusahakan agar
biakan dibuat dari sputum saluran pernapasan bagian bawah. Selain
contoh sputum yang diperoleh dari batuk, bahan dapat diperoleh
dari swap tenggorok atau laring, pengisapan lewat trakhea,
bronkhoskopi, atau pengisapan lewat dada bergantung pada
indikasinya. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD/Astrup)
menunjukkam hiposekmia sebab terdapat ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi di daerah pneumonia.
2) Pemeriksaan Radiologis
Sebaiknya dibuat foto thoraks posterio-anterior dan lateral
untuk melihat keberadaan konsolidasi retrokardial sehingga lebih
mudah untuk menentukan lobus mana yang terkena karena setiap
lobus memiliki kemungkinan untuk terkena. Meskipun lobus
inferior lebih sering terkena, lobus atas atau lobus tengah juga dapat
terkena. Yang khas adalah tampak gambaran konsolidasi homogen
sesuai dengan letak anatomi lobus yang terkena.
Densitasnya bergantung pada intensitas eksudat dan hampir
selalu ada bronkhogram udara. Pada masa akut, biasanya tidak ada
pengecilan volume lobus yang terkena sedangkan pada masa
resolusi mungkin ada atelektasis sebab eksudat dalam saluran
pernapasan dapat menyebabkan obsstruksi. Kebanyakan lesi
terbatas pada satu lobus, tapi dapat juga mengenai lobus lain.
Mungkin ada efusi pleura yang dapat mudah dilihat dengan foto
dekubitus lateral.
Gambaran konsolidasi tidak selalu mengisi seluruh lobus
karena mulai dari perifer gambaran konsolidasi hampir selalu
berbatasan dengan permukaan pleura viseralis. Pada sisi yang
berbatasan dengan pleura viseralis gambaran batasnya tegas tapi sisi
yang lainnya mungkin tidak berbatas tegas. Gambaran radiologi
yang tidak khas kadang-kadang bisa didapatkan pada bronkhitis
menahun dan emfisema.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
arespons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialamnya baik yang berlangsung actual maupun poatensial. Diagnose
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI, 2016)
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ada
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gangguan respirasi atau pernafasan pada pneumonia, antara lain sebagai
berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas ditandai dengan batuk tidak efektif.
2. Gangguan pertukaran gas berhubuhgan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi ditandai dengan dyspnea.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis
ditandai dengan hiperventilasi.
C. Intervensi
Intervensi merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan adalah
perilaku atau aktivitas spesifikyang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan (SDKI, 2016).
Adapun intervensi berdasarkan standar intervensi keperawatan
Indonesia (2016) adalah sebagai berikut :
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran – saran
http://montanitalyano.blogspot.com/2013/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.html
http://retnopuspasari.blogspot.com/2014/04/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
pneumonia.html
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi I Cetakan II. Jakarta : PPNI.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 60 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Buruh bangunan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Tiwu Lekong RT.03, Kel. Prapen, Kec. Praya
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R
Umur : 58 th
Jenis kelamin : Perempuan
Hubungan dengan pasien : Istri
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga mengatakan klien sesak nafas selama 2 hari dan batuk
berdahak, dan keluarga membawa klien ke IGD RSUD Praya pada
tanggal 30 Maret 2023 jam 19.15 WIB untuk mendapatkan pengobatan
dan sekarang klien di rawat inap di ruang Mawar No 4.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang
sedang batuk, pilek, dan tidak ada yang memiliki penyakit menular
seperti TBC, Hepatitis, HIV/AIDS.
5. Riwayat alergi (obat dan makanan) :
Menurut keluarga, klien tidak ada riwayat alergi pada makanan dan
obat-obatan.
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
1. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 160/100 mmHg.
b. Nadi : 82x/menit.
c. Suhu : 360C.
d. RR : 322x/menit.
2. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kulit kepala
Inspeksi : bersih, tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka.
b. Rambut
Inspeksi : hitam, tidak mudah rontok, rapi.
c. Wajah
Inspeksi : simetris, tidak ada bekas luka.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Mata
Inspeksi : simetris, fungsi penglihatan baik, konjungtiva
kemerahan, pupil isokor.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
e. Hidung
Inspeksi : simetris, fungsi penciuman baik, adanya pernafasan
cuping, hidung terpasang O2 nasal kanul 4 lpm.
f. Telinga
Inspeksi : fungsi pendengaran baik, bersih, tidak ada benjolan.
g. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
h. Dada :
Inspeksi : simetris kanan dan kiri.
Perkusi : hipersonor kanan dan kiri.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : ronchi +/+
i. Abdomen
Inspeksi : datar.
Perkusi : tidak ada kembung.
Auskultasi : bising usus normal.
Palpasi : lemas, nyeri tekan tidak ada.
j. Ekstremitas atas
Inspeksi : tidak ada oedem, tangan kanan terpasang infus NaCl 7
tpm.
Palpasi : akral hangat.
k. Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak ada oedem.
Palpasi : akral hangat.
l. Integumen
Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada iritasi.
Palpasi : turgor kulit baik.
m. Genetalia
Inspeksi : terpasang kateter, produksi urine 1000 ml/hari, warna
kuning keruh.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
E. Data Penunjang
Tanggal pemeriksaan : 30 Maret 2023
1. Laboratorium
2. Foto Thoraks
Hasil : tampak pneumonia
F. ANALISA DATA
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. S Ruang : Mawar
Umur : 60 th Rekam medis : 51916999
Dx medis : pneumonia
2) Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi :
1) Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan
hasil
pemantauan jika
perlu
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
07.30 Palpasi
kesimetrisan
ekspansi
paru
6) Melakukan
Auskultasi
bunyi napas