Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


TENTANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA
Dosen pengampu : NS, Aoladul Muqarrobin, M.Kep

OLEH : KELOMPOK III

1. ANITA NURMALASARI :1420122502


2. AHMAD SUBHAN :1420122500
3. DEDI HENDRAYADI :1420122504
4. DWI JUNIARTI :1420122539
5. ERWIN :1420122507
6. MAHNIYAH :1420122514
7. MUHAMMAD NUR AULIA RAHMAN :1420122515
8. PUTRI DINI SYAFI’I :1420122516
9. RINA ANDAYANI :1420122518
10. VENYSIA DWIJAYANTI PURNAMASARI :1420122524
11. WAROHANA :1420122533

SI KEPERAWATAN ALIH JENJANG

UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDIN BAGU

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya maka makalah tugas kuliah keperawatan medical
bedah oleh bapak NS, Aoladul Muqarrobin, M.Kep dengan tema “Asuhan
Keperawatan Medical Bedah I Pada Pasien Pneumonia” ini dapat selesai
pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penugasan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu penugasan kelompok pada mata
kuliah KMB I.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna


dan banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis khususnya.

Praya, 16 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………….


B. Tujuan …………………………………………………………...
1. Tujuan Umum ………………………………………………..
2. Tujuan Khusus…………………………………………………

BAB II : TINJAUAN TEORI

1. Definisi Pneumonia…………………………………………….
2. Klasifikasi Pneumonia …………………………………………
3. Etiologi Pneumonia …………………………………………….
4. Patofisiologi Pneumonia ……………………………………….
5. Manifestasi Klinis Pneumonia ………………………………….
6. Komplikasi ……………………………………………………..
7. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………..
8. Penatalaksanaan Pneumonia

BAB III : KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian ……………………………………………………..
2. Analisa data ……………………………………………………
3. Diagnosa keperawatan …………………………………………
4. Intervensi ………………………………………………………

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan


yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Menurut World Health
Oganization (WHO) tahun 2016 penyebab utama kematian anak di bawah
lima tahun adalah pneumonia (14%), diare (14%), infeksi lain (9%),
malaria (8%), dan noncomunicabledisease (4%), sehingga WHO
menyebutnya sebagai pneumonia adalah pembunuh balita yang terlupakan
(Anwar & Dharmayanti, 2014).

Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan


morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun. Setiap tahun
lebih dari dua juta anak di dunia meninggal karena infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), khususnya pneumonia. Diperkirakan ada 1,8 juta
atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi
kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia
juga merupakan urutan kedua penyebab kematian pada balita setelah diare.
Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia
sebulan terakhir (period prevalence) mengalami peningkatan pada tahun
2007 sebesar 2,1% menjadi 2,7% pada tahun 2013. Kematian balita yang
disebabkan pneumonia tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%.
(Ceria, 2016)

Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit


menular yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah
penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke
udara pada saat batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab
pneumonia masuk ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara
yang dihirup), atau dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet
yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung
terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau memegang dan menggunakan
benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita. (Ceria,
2016)
Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017 di
Indonesia, ditemukan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu
dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus
pneumonia secara nasional sebesar 3,55% namun angka perkiraan kasus
pneumonia di masing-masing provinsi menggunakan angka yang berbeda-
beda sesuai angka yang telah ditetapkan. (Waani, Ottay, & Palendang,
2018)

Upaya pencegahan merupakan komponen strategis


pemberantasan pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui
imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang
bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan
spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan nonspesifik
misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko seperti polusi udara dalam
ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan
dan lain-lain (Waani, Ottay & palendang, 2018).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada penderita
pneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu pneumonia.
b. Untuk mengetahui apa penyebab dari pneumonia.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala pneumonia.
d. Untuk mengetahui patofisiologi pneumonia.
e. Utnuk mengetahui komplikasi pada pneumonia.
f. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada pneumonia.
g. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pneumonia.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) pneumonia adalah salah satu
penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari suatu
infeksi saluran pernafasanbawah akut (INSBA). Dengan gejala batuk
dan disertai sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat
dilihat melalui gambaran radiologis.
Menurut Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, & K, (2006) pneumonia adalah
peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.

2. Klasifikasi
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) menjelaskan bahwa klasifikasi
pneumonia yaitu sebagai berikut :
a. Klasifikasi berdasarkan anatomi :
1) Pneumonia Lbaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka
dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.
3) Pneumonia Intersital (Bronkiolitis) proses inflamasi yang
terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan
peribronkial serta interlobular.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :
1) Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada H. Influenza pada pasien prokok, pathogen
atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo,
dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak,
atau paska terapi antibiotika spectrum luas.
2) Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya
resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul
onset pneumonia.
c. Faktor utama untuk pathogen tertentu:
1) Staphylococcus aureus Methicillin resisten S.aureus
Faktor resiko: Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian
obat IV, Diabetes Militus, gagal ginjal.
2) Ps. Aeruginosa
Faktor resiko: pernah dapat antibiotic, ventilator> 2 hari,
lama dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotic, kelainan struktur
paru (bronkietasksis, kritik fibrosis), malnutrisi.
3) Anaerob
Faktor resiko: Aspirasi, selesai,operasi abdomen.
4) Acinobacther spp : Antibiotic sebelum onset pneumonia dan
ventilisasi mekanik.
d. Faktor resiko pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit menurut
Morton :
1) Faktor resiko terkait pejamu
a) Pertambahan usia.
b) Perubahan tingkat kesadaran.
c) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
d) Penyakit berat, malnutrisi, syok.
e) Trauma tumpul, trauma kepala berat, trauma dada.
f) Merokok, karang gigi.
2) Faktor resiko terkait pengobatan
a) Ventilasi mekanik, reintubasi atau intubasi sendiri.
b) Bronkoskopi, selang nasograstik.
c) Adanya alat pemantau tekanan intracarnial (TIK).
d) Terapi antibiotic sebelumnya.
e) Terapi antacid.
f) Peningkatan pH lambung.
g) Penyakit reseptor histamine tipe-2
h) Pemberian makan enteral.
i) Pembedahan kepala, pembedahan toraks atau abdomen atas.
j) Posisi telentang.
3) Faktor resiko terkait infeksi
a) Mencuci tangan kurang bersih.
b) Mengganti slang ventilator kurang dari 48 jam sekali.
c) Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia
akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert
misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan
obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4) Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab
infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau
mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri,
protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing.

3. Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) menjelaskan penyebaran


infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh streptoccus
pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien
seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotic yang tidak tepat. Setelah masuk keparu-paru
organisme bermultiplikasi dan, jika telah berhasil mengalahkan
mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia.

4. Manifestasi klinis
(Nurarif & Kusuma, 2015) menjelaskan bahwa manifestasi
klinisnya yakni :
a. Meningismus
Yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit
kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya
tanda kerning dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
a. Anoreksia
Merupakan hal umum yang disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit.
Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui
tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap
pemulihan.
b. Muntah
Anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit
yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya
berlangsung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.
c. Diare
Biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi
berat. Sering menyertai infeksi pernafasan, khususnya karena virus.
d. Nyeri abdomen
Merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
e. Sumbatan nasal
Pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi
pernafasan dan menyusu pada bayi.
f. Keluaran nasal
Sering menertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan
atau tahap infeksi.
g. Batuk
Merupakan gambaran umumdari penyakit pernafasan.
Dapat menjadi bukti hanya selama fase akut.
h. Bunyi pernafasan, sepeti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi
terdengar mengi, krekels.
i. Sakit tenggorokan
Merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk makan dan
minum per oral.
j. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum,
atau memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distress pernafasan berat.
k. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas
cepat saja:
a. Pada anak umur 2 bulan-11 bulan : > 50 kali/menit
b. Pada anak umur 1 tahun-5 tahun :> 40 kali/menit.

5. Patofisiologi

Pneumonia dapat timbul melalui aspirasi kuman atau


penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya
sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia atau
bakteremia. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai
dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindungi dari
infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan
barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik.
Barier anatomi dan mekanik di antaranya adalah filtrasi partikel di
hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda
asing melalui refleks batuk dan upaya menjaga kebersihan jalan napas
oleh lapisan mukosiliar.
Sistem pertahanan tubuh yang terlibat adalah sekresi lokal oleh
imunoglobulin A, respons inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,
sitokin, imunoglobulin, alveolar dan cell mediated immunity.
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas mengalami
gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran napas
bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab pada saluran napas
menimbulkan respons inflamasi akut yang berbeda sesuai dengan
patogen penyebabnya.

Virus akan menginvasi saluran napas kecil dan alveoli,


umumnya mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi
awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam
lumen. Respons inflamasi awal adalah infiltasi sel-sel mononuklear ke
dalam submukosa dan perivaskular. Sebagian sel pol morponukleus
(PMN) akan didapatkan dalam saluran napas kecil. Bila proses
inflamasi yang meningkat dalam saluran napas kecil akan
menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respons inflamasi
di dalam alveoli sama seperti yang terjadi pada ruang interstisial yang
terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya pengelupasan epitel dan akan terbentuk
aksudat hemoragik. Infiltrasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan
fibrosis.

Pneumonia bakterial terjadi akibat inhalasi atau aspirasi


patogen, kadang-kadang terjadi melalui penyebaran hematogen.
Terjadi tidaknya proses pneumonia bergantung pada interaksi antara
bakteri dan sistem imunitas tubuh. Ketika bakteri dapat mencapai
alveoli, beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan diaktifkan. Saat
terjadi kontak antara bakteri dan dinding alveoli maka bakteri akan
ditangkap oleh lapisan cairan epitel yang mengandung opsonin dan
akan terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Selanjutnya terjadi
fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian kecil
kuman akan dilisis melalui perantara komplemen. Mekanisme tersebut
sangat penting terutama pada infeksi yang disebakan oleh bakteri yang
tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme
ini gagal merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan
aktivitas fagositosis akan dibawa oleh sitokin sehingga muncul respons
inflamasi.

Proses inflamasi mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular


dan edema yang luas,hal ini merupakan karakteristik pneumonia yang
disebabkan oleh pneumococcus. Kuman akan dilapisi oleh cairan
edema yang berasal dari alveolus melalui pori-pori Kohn. Area edema
akan membesar dan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit,
eksudat purulen (fibrin, sel-sel lekost PMN) dan bakteri. Fase ini
secara histopatologi dinamakan hepatisasi merah.

Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai


dengan fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komponen
dinding bakteri dan pneumolisin melalu degradasi enzimatik akan
meningkatkan respons inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua
sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler
paru.

Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi


antikapsular timbul dan leukosit PMN meneruskan aktivitas
fagositosisnya dan sel-sel monosit akan membersihkan debris. Jika
struktur retikular paru masih utuh, parenkim paru akan kembali
sempurna dan perbaikan epitel alveolar terjadi setelah terapi berhasil.
Pembentukan jaringan parut pada paru pun minimal.

Pada infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus aureus,


kerusakan jaringan disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang
dihasilkan oleh kuman. Perlekatan Staphlococcus aureus pada sel
mukosa melalui teichoid acid yang terdapat pada dinding sel dan
paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen,
fibronektinkolagen, dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari
Staphylococcus aureus akan menghasilkan faktor-faktor virulensi yang
berbeda pula, faktor tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan
dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh penjamu, melokalisir
infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan lokal dan bertindak sebagai
toksin yang memengaruhi jaringan yang tidak terinfksi.

Seseorang yang terkena pneumonia akan mengalami gangguan


pada proses ventilasi yang disebabkan karena penurunan volume paru.
Untuk mengatasi gangguan ventilasi, tubuh akan berusaha melakukan
kompensasi dengan meningkatkan volume tidal dan frekuensi napas
sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan tanda-tanda
upaya inspirasi. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal antara
ventilasi perfusi tidak tercapai (ventilation perfusion mismatch). Selain
itu dengan berkurangnya volume secara fungsional karena proses
inflamasi, akan mengganggu proses difusi dan menyebabkan gangguan
pertukaran gas yang dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia atau
bahkan gagal napas. (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2017)

Menurut Price dan Wilson (2006), perjalanan penyakit


pneumonia dapat digambarkan dalam 4 fase yang terjadi secara
berurutan yaitu :

1. Fase kongesti terjadi antara 4-12 jam pertama, dimana eksudat


serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
mengalami dilatasi dan bocor.
2. Fase hepatisasi merah, paru tampak merah dan bergranula seperti
hepar karena sel-sel darah merah, fibrin dan leukosit PMN mengisi
alveoli yang terjadi 48 jam berikutnya.
3. Fase hepatisasi kelabu terjadi setelah 3 sampai 8 hari, paru tampak
kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
4. Fase resolusi terjadi pada hari ke-8 sampai ke-11 dimana eksudat
mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada struktur semula.
6. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan
pada penderita pneumonia, yakni sebagai berikut :
a. Sinar X : mengidentifikasika distribusi struktural (misal : lobar,
bronchial), dapat juga menyatakan abses.
b. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasikan semua organissme yang ada.
d. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
e. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,
menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
f. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
g. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.

7. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) menjelaskan bahwa
kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua
dan penderita dengan sesak napas atau dengan penyakit jantung atau
penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui
infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena
dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain:
a. Oksigen 1-2 L/menit.
b. IVFD dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml
cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan
status hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport
mukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,
antibiotik diberikan sesuai hasil kultur.
a. Untuk kasus pneumonia community based, dapat diberikan:
2) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
3) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Untuk kasus pneumonia hospital based :
1) Sefatoksim 100mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
2) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

8. Komplikasi
Menurut (Doenges et al., 2000) menjelaskan bahwa komplikasi
pada pneumonia antara lain:
a. Sindrom distres pernapasan dewasa (SDPD)
SDPD adalah kondisi disfungsi parenkim paru yang
dikarakteristikan oleh:
1) Kejadian antesenden mayor,
2) Eksklusi kardiogenik menyebabkan edema paru.
3) Adanya takipnea dan hipoksia, dan
4) Infiltrat pucat pada foto dada.
SDPD (juga disebut syok paru) akibat kerusakan/cidera
paru dimana sebelumnya paru sehat sindrom ini mempengaruhi
kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan
laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami
SDPD.faktor risiko yang menonjol adalah pepsis. Kondisi pencetus
lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi, inhalasi
asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis,
eklampsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut srcara khusus
menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik.
b. AIDS
CDC merekomendasikan bahwa diagnosis AIDS ditujukan
pada orang yang mengalami infeksi oportunistik, dimana orang
tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T
berjumlah 200atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap
HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi
demensia progresif, “wasting sindrom”, atau sarkoma kaposi (SK)
pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Kanker-kanker khusus
lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi dari penyakit
yang umumnya mengalami lokalisasi.
Orang-orang yang menderita AIDS umumnya dibagi ke
dalam enam kategori: laki-laki homoseksual, laki-laki biseksual,
pemakai obat-obatan HIV, penerima darah ataupun produk darah
yang terinfeksi, pasangan heteroseksual dari orang yang terinfeksi
HIV, dan anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Kecepatan
infeksi umunya berkembang paling cepat pada kaum wanita dan
kaum minoritas.
c. Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
Semua penyakit pernapasan di karakteristikkan oleh
pbstruksi kronis pada aliran udara dengan klasifikasi luas PPOM.
Dalam kategori luas ini penyebab utama obstruksi bermacam-
macam, misalnya inflamasi jalan napas, perlengketan mukosa,
penyempitan lumen jalan napas, atau kerusakan jalan napas.
Beberapa contohnya seperti :
1) Asma
Dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat pulih dari
otot halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa
serta edema. Faktor pencetus termasuk alergen, masalah emosi,
cuaca dingin,latihan, obat, kimia, dan infeksi.
2) Bronkitis Kronis
Inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan atau
hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum
mukoid, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-perfusi dan
menyebabkan sianosis.
3) Emfisema
Bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh
inflamasi berulang yang melukaidan akhirnya merusak dinding
alveolar menyebabkan banyak bleb atau bula (ruang udara)
kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
Penting diketahui bahwa bronkitis kronis dan emfisema
ada bersamaan pada beberapa pasien dan merupakan dua
penyakit yang paling umum terlihat pada pasien PPOM yang
dirawat. Kedua penyakit dikarakteristikkan oleh keterbatasan
aliran udara kronis. Bronkitis kronis dan emfisema biasanya
tidak dapat kembali sempurna, meskipun beberapa efek dapat
diobati.
4) Infeksi Intrakranial : Meningitis, Ensefalitis, Abses Otak
Infeksi intrakranial dapat melibatkan jaringan otak
(ensefalitis) atau lapisan yang menutupi otak dan medulla
spinalis (meningitis) atau adanya akumulasi bebas atau
terbentuknya pus berkapsul dalam otak (abses otak). Sumber
penyebab dapat berupa bakteri, virus, atau jamur (fungi) dan
hasilnya/penyembuhannya dapat komplet (sembuh total)
sampai pada menimbulkan penurunan neurologis dan juga
sampai terjadi kematian.
d. Aspek-Aspek Psikososial Perawatan Akut
Respons emosional dari pasien yang menjalani perawatan
akut adalah sesuatu yang sangat penting. Hubungan antara pikiran-
tubuh-roh telah tersusun dengan baik; sebagai contoh, bila terjadi
respons fisiologis secara bersamaan akan ada respons psikologis.
Dan juga terdapat kondisi-kondisi psikologis yang memiliki
komponen psikologis, misalnya ketidakseimbangan emosional dari
sindrom Cushing, terapi steroid atau iritabilitas dari hipoglikemia.
Pertumbuhan yang cepat dari bidang psikoneuroimunologi
umumnya secara reguler menyediakan informasi terbaru mengenai
jaringan-jaringan ini.
Meskipun stres dari penyakit dikenali dengam baik, efek-
efeknya bagi individu tidak dapat diperkirakan. Nilai pemberi
perawatan dan pasien/orang terdekat, sensitivitas pada kultur yang
berbeda, rintangan bahasa (termasuk kesulitan mengenai apa yang
dibicarakan orang mengenai tubuhnya) mempengaruhi perawatan
yang diharapkan dan diterima pasien. Ini bukanlah suatu peristiwa,
namun lebih sebagai persepsi pasien terhadap kejadian tersebut
yang menciptakan masalah, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengalihkan sumber energi yang diperlukan untuk penyembuhan.
e. Infeksi-Infeksi Sistemik
Septisema/Sepsis adalah dindrom yang dikarakteristikkan
oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah, yang
dapat berkembang ke arah septisema dan syok septik. Septisema
menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau
zat-zat racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis
yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur,
virus, ataupun riketsia. Penyebab yang paling umum dari septisema
adalah organisme gram-negatif. Jika sistem perlindungan tubuh
tidak efektif dalam mengontrol invasi mikroorganime, mungkin
dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkan dengan
perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan
kegagalan sistem multipel.
BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2014) menjelaskan rencana asuhan
keperawatan pada pasien pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa
a. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk,
dan peningkatan suhu tubuh/demam.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pertanyaan yang ringkas sehingga jawaban yang diberikan
klien hanya kata “Ya” atau “Tidak”, atau hanya dengan anggukan
dan gelengan kepala. Apabila keluhan utama adalah batuk, maka
perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk
muncul (onset). Pada klien dengan pneumonia, keluhan batuk
biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum
obat batuk yang biasa ada di pasaran.
Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya
akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen
kekuning-kuningan, kehijau-hijauan,kecoklatan atau kemerahan,
dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami
demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan
berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien
pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan
gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, dan demam
ringan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian diarahkan pada keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama dengan pasien. Apakah ada dari keluarga yang
memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
e. Riwayat Alergi
Pengkajian yang berfokus pada ada tidaknya klien ata pasien
memiliki pantangan atau alergi terhadapa makanan dan minuman
yang dikomsumsi.
f. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama.
Pada kondisi klinis, klien dengan pneumonia sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Hal
lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman di mana klien
bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering dijumpai bila
bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk.
2. Pola Fungsional dan Kesehatan
Yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
a) Pola Nutrisi
b) Pola Eliminasi
c) Pola Istirahat dan Tidur
d) Pola Aktivitas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat
dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik
tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran klien yang terdiri atas compo mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat perlu mempunyai
pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan fisiologi
umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum,
kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun
yang memerlukan kecepatan dan ketetapan penilaian.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40 0C,
frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistemis
yang berpengaruh pada hemodinamika kardiovaskular tekanan darah
biasanya tidak ada masalah.
Adapun hal-hal yang perlu diperiksa dala pemeriksaaan fisik
yakni sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia
merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri
atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
 Bentuk dada dan gerakan pernapasan
Gerakan pernapasan simetris. Pada klien dengan
pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas
cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan
intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak
berat dialami terutama oleh anak-anak.
 Batuk dan sputum.
Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien
dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif
disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan
sekresi sputum yang purulen.
b) Palpasi
 Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan
Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan
dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara
bagian kanan dan kiri.
 Getaran suara (fremitus vokal), Taktil fremitus pada klien
dengan pneumonia biasanya normal.
c) Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi,
biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan
pneumonia didapatkan apabila bronkhopneumonia menjadi
suatu sarang (kunfluens).
d) Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi
napas melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.
2) B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat
meliputi:
a) Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
3) B3(Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang,
dan menggeliat.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan. Kelemahan dan
kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3.
Dalam keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat
hingga 100 mm/jam. Saat dilakukan biakan sputum, darah, atau jika
dimungkinkan cairan efusi pleura, untuk biakan aerobik dan
anaerobik, untuk selanjutnya dibuat pewarnaan gram sebagai
pegangan dalam pemberian antibiotik. Sebaiknya diusahakan agar
biakan dibuat dari sputum saluran pernapasan bagian bawah. Selain
contoh sputum yang diperoleh dari batuk, bahan dapat diperoleh
dari swap tenggorok atau laring, pengisapan lewat trakhea,
bronkhoskopi, atau pengisapan lewat dada bergantung pada
indikasinya. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD/Astrup)
menunjukkam hiposekmia sebab terdapat ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi di daerah pneumonia.
2) Pemeriksaan Radiologis
Sebaiknya dibuat foto thoraks posterio-anterior dan lateral
untuk melihat keberadaan konsolidasi retrokardial sehingga lebih
mudah untuk menentukan lobus mana yang terkena karena setiap
lobus memiliki kemungkinan untuk terkena. Meskipun lobus
inferior lebih sering terkena, lobus atas atau lobus tengah juga dapat
terkena. Yang khas adalah tampak gambaran konsolidasi homogen
sesuai dengan letak anatomi lobus yang terkena.
Densitasnya bergantung pada intensitas eksudat dan hampir
selalu ada bronkhogram udara. Pada masa akut, biasanya tidak ada
pengecilan volume lobus yang terkena sedangkan pada masa
resolusi mungkin ada atelektasis sebab eksudat dalam saluran
pernapasan dapat menyebabkan obsstruksi. Kebanyakan lesi
terbatas pada satu lobus, tapi dapat juga mengenai lobus lain.
Mungkin ada efusi pleura yang dapat mudah dilihat dengan foto
dekubitus lateral.
Gambaran konsolidasi tidak selalu mengisi seluruh lobus
karena mulai dari perifer gambaran konsolidasi hampir selalu
berbatasan dengan permukaan pleura viseralis. Pada sisi yang
berbatasan dengan pleura viseralis gambaran batasnya tegas tapi sisi
yang lainnya mungkin tidak berbatas tegas. Gambaran radiologi
yang tidak khas kadang-kadang bisa didapatkan pada bronkhitis
menahun dan emfisema.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
arespons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialamnya baik yang berlangsung actual maupun poatensial. Diagnose
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI, 2016)
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ada
beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gangguan respirasi atau pernafasan pada pneumonia, antara lain sebagai
berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas ditandai dengan batuk tidak efektif.
2. Gangguan pertukaran gas berhubuhgan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi ditandai dengan dyspnea.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis
ditandai dengan hiperventilasi.
C. Intervensi
Intervensi merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan adalah
perilaku atau aktivitas spesifikyang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan (SDKI, 2016).
Adapun intervensi berdasarkan standar intervensi keperawatan
Indonesia (2016) adalah sebagai berikut :

No Diagnosa Ktiteria hasil Intervensi


1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Lakukan latitan batuk
tidak efektif tindakan keperawatan efektif
berhubungan selama 5x24 jam, maka 1. Observasi :
dengan spasme jalan bersihan jalan napas 1) Identifikasi
napas ditandai menjadi lebih efektif kemampuan batuk
dengan batuk tidak dengan kriteria hasil : 2) Monitornadanya
efektif. - batuk menjadi retensi sputum
efektif menurun 3) Monitor tanda dan
menjadi gejala infeksi saluran
meningkat , nafas
- produksi sputum 4) Monitor ouput cairan
meningkat menjadi ( missal jumlah dan
menurun karakteristik)
- dyspnea dari 2. Terapeutik
meningkat menjadi 1) Atur posisi semi fowler
menurun 2) Pasang perlak dan
- pola napas dari bengkok dipangkuan
buruk menjadi baik pasien
3) Buang sekret pada
tempat sputum
3. Edukasi:
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
2) Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik ditahan
selama 2 detik,
kemudian dikeluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 6 detik
3) Anjurkan mengulangi
napas dalam selama 3
kali
4. Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim
medis lain dalam
pemberian analgetik
1)

2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi


pertukaran gas tidakan keperawatan 1. Observasi:
berhubuhgan dengan selama 5x24 jam, 1) Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan didapatkan tidak ada irama,kedalaman dan
ventilasi-perfusi gangguan pada upaya napas.
ditandai dengan pertukaran gas . dengan 2) Monitor pola napas
dyspnea. kriteria hasil : seperti : bradinea,
- tidak ada dyspnea takipnea,
- jalan napas me jadi hiperventilasi,
efektif kusmaul,dll.
- tidak terjadi 3) Monitor kemampuan
hiperventilasi batuk efektif
4) Monitor adanya
produksi sputum
5) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
6) Auskultasi bunyi napas
7) Monitor saluran
oksigen
8) Monitor nilai AGD
9) Monitor hasil X-ray
thorax
2. Terapeutik :
1) Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu

3. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


efektif berhubungan tindakan keperawatan 1. Observasi :
dengan efek agen selama 5x24 jam maka 1) Monitor pola napas
farmakologis pola napas menjadi (frekuensi, kedalaman,
ditandai dengan lebih efektif dengan usaha napas)
hiperventilasi. kriteria hasil : 2) Monitor bunyi napas
- Pola napas tambahan (missal
menjadi efektif gurgling, mengi,
- Tidak ada bunyi wheezing, ronchi
wheezing atau kering)
mengi 3) Monitor sputum
- Tidak ada (jumlah, warna, aroma)
cairan sputum . 2. Terapeutik:
1) Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-lift dan chin-lift
(jaw trust jika curiga
trauma servikal)
2) Posisikan semi fowler
atau fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
5) Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
8) Berikan oksigen jika
perlu
3. Edukasi:
1) Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontra indikasi
2) Ajarkan tehnik batuk
efektif
4. Kolaborasi: kolaborasi
pembreian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik jika
perlu
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan


morbiditas dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun. Setiap tahun lebih
dari dua juta anak di dunia meninggal karena infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA), khususnya pneumonia. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari
kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS,
malaria dan tuberkulosis. Di Indonesia, pneumonia juga merupakan urutan
kedua penyebab kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan Dasar
(Rikesdas) melaporkan bahwa kejadian pneumonia sebulan terakhir (period
prevalence) mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 2,1% menjadi
2,7% pada tahun 2013. Kematian balita yang disebabkan pneumonia tahun
2007 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%. (Ceria, 2016)

Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang


ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita
pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada
saat batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk
ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau
dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di
sekitar penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena
sekresi saluran pernapasan penderita. (Ceria, 2016)

B. Saran – saran

Penulis berharap bahwa makalah ini dapat bermamfaat buat pembaca


terutama mahasiswa khususnya. Semoga kedepannya makalah ini dapat
berguna bagi kesuksesan Universitas Qamarul Huda Badarudin Bagu. Tenaga
kesehatan yang melakukan pengobatan terhadap pneumonia perlu
memberitahukan kepada keluarga pneumonia mengenai factor resiko dari
penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2012 Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.

Freidman,N. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek.Jakarta : EGC.

http://montanitalyano.blogspot.com/2013/12/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.html

http://retnopuspasari.blogspot.com/2014/04/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
pneumonia.html

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi I Cetakan II. Jakarta : PPNI.

Tim Pokja SIKI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I


Cetakan II. Jakarta : PPNI.
CONTOH KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERTUKARAN GAS PADA


Tn.S DENGAN PNEUMONIA

A. Pengkajian

Tanggal masuk : 30 Maret 2023


Jam masuk : Pkl. 19.15 WIB
Ruang : ICU
No. Register : 51916999
Diagnosa Medis : Pneumonia
Tanggal Pengkajian : 01 April 2023

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 60 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Buruh bangunan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Tiwu Lekong RT.03, Kel. Prapen, Kec. Praya
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R
Umur : 58 th
Jenis kelamin : Perempuan
Hubungan dengan pasien : Istri

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga mengatakan klien sesak nafas selama 2 hari dan batuk
berdahak, dan keluarga membawa klien ke IGD RSUD Praya pada
tanggal 30 Maret 2023 jam 19.15 WIB untuk mendapatkan pengobatan
dan sekarang klien di rawat inap di ruang Mawar No 4.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang
sedang batuk, pilek, dan tidak ada yang memiliki penyakit menular
seperti TBC, Hepatitis, HIV/AIDS.
5. Riwayat alergi (obat dan makanan) :
Menurut keluarga, klien tidak ada riwayat alergi pada makanan dan
obat-obatan.

C. Pengkajian Perubahan Pola Kesehatan Fungsional


1. Pola Nutrisi
Saat sehat : pasien makan 3x/hari, jenis karbohidrat, protein serat
dengan jumlah yang banyak, minum air putih sebanyak 8 gelas/hari.
Saat sakit : pasien makan 1x/hari, jenis makanan bubur halus dengan
jumlah sedikit, minum air putih 3x/hari dan susu, klien mengatakan
mual.
2. Pola Eliminasi
Saat sehat: pasien Bab 1x/hari, warna kuning kecoklatan dan berbau
khas. BAK 5x/hari, konsistensi sedang, warna kuning keruh dan
berbau khas.
Saat sakit : pasien BAB 1x/hari, warna kecoklatan, dan berbau khas.
BAK dengan terpasang kateter volume kurang dari 1000 ml/hari,
warna kuning keruh dan berbau khas.
3. Pola Istirahat Tidur
Saat sehat : pasien mengatakan pada malam hari tidur kurang lebih 8
jam. Dan pada siang hari tidak menentu terkadangkurang lebih 1 jam.
Saat sakit : pasien mengatakan pada malam hari sulit tidur, dan
siangnya tidur sedikit terganggu karena bising.
4. Pola Aktivitas
Saat sehat : pasien melakukan aktivitas sesuai dengan rutinitasnya
sebagai buruh.
Saat sakit : aktivitas pasien dibantu oleh keluarga.

D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
1. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 160/100 mmHg.
b. Nadi : 82x/menit.
c. Suhu : 360C.
d. RR : 322x/menit.
2. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kulit kepala
Inspeksi : bersih, tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka.
b. Rambut
Inspeksi : hitam, tidak mudah rontok, rapi.
c. Wajah
Inspeksi : simetris, tidak ada bekas luka.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Mata
Inspeksi : simetris, fungsi penglihatan baik, konjungtiva
kemerahan, pupil isokor.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
e. Hidung
Inspeksi : simetris, fungsi penciuman baik, adanya pernafasan
cuping, hidung terpasang O2 nasal kanul 4 lpm.
f. Telinga
Inspeksi : fungsi pendengaran baik, bersih, tidak ada benjolan.
g. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
h. Dada :
Inspeksi : simetris kanan dan kiri.
Perkusi : hipersonor kanan dan kiri.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : ronchi +/+
i. Abdomen
Inspeksi : datar.
Perkusi : tidak ada kembung.
Auskultasi : bising usus normal.
Palpasi : lemas, nyeri tekan tidak ada.
j. Ekstremitas atas
Inspeksi : tidak ada oedem, tangan kanan terpasang infus NaCl 7
tpm.
Palpasi : akral hangat.
k. Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak ada oedem.
Palpasi : akral hangat.
l. Integumen
Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada iritasi.
Palpasi : turgor kulit baik.
m. Genetalia
Inspeksi : terpasang kateter, produksi urine 1000 ml/hari, warna
kuning keruh.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.

E. Data Penunjang
Tanggal pemeriksaan : 30 Maret 2023
1. Laboratorium

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan/normal


HEMATOLOGI
Darah
Leukosit (WBC) 16,70
3,70-10,1
Eritrosit (RBC) H 6,464
4,6-6,2
Hemoglobin (HBG) H 10,67
13,5-18,0
Hematokrit (HCT) 50,08 40-
54
KIMIA KLINIK
Kadar gas darah
PCO2 H 55 36-44
PO2 L 72 80-100
PH L 6,34 7,35-7,45
ELEKTROLIT
Elektrolit serum
Natrium (Na) 141,10 135-147
Kalium (K) L 3,18 3,5-5
Klorida (Cl) 98,14 95-105

2. Foto Thoraks
Hasil : tampak pneumonia

F. ANALISA DATA

Nama : Tn. S Ruang : Mawar


Umur : 60 th Rekam medis : 51916999
Dx medis : pneumonia

No. Data Etiologi problem


1. DS: Klien mengatakan sesak nafas. Cairan masuk ke Gangguan
alveoli sehingga pertukaran
DO : Keadaan umum lemah, klien daerah paru- gas
terlihat sesak, wajah klien tampak paru ,menjadi padat
pucat, klien terpasang O2 nasal (eksudat), terjadi
kanul 4 lpm, adanya pernafasan penurunan ratio
cuping hidung, kesadaran ventilasi dan perfusi
composmentis, GCS: 456, TTV: sehingga terjadi
TD:160/100 mmHg, N: 82x/menit, gangguan kapasitas
S: 360C, RR: 32x/menit. pembawa oksigen
darah.
2. DS: Anoreksia, akibat Perubahan
1) Klien mengatakan tidak nafsu toksin bakteri, bau nutrisi
makan dan hanya mampu dan rasa sputum kurang dari
menghabiskan ½ porsi setiap kebutuhan
kali makan (pagi,siang dan tubuh
malam)
2) Pasien makan 2x/hari, jenis
makanan bubur halus dengan
jumlah sedikit, minum air putih
3x/hari dan susu
DO:
- Klien tampak lemes
- Klien tampak lemah
- Kulit klien tampak kering
- Hb : 10 gr / dl
- BB : 61 kg
- Akral hangat
G. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

DX: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi ditandai dengan dyspnea

H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. S Ruang : Mawar
Umur : 60 th Rekam medis : 51916999
Dx medis : pneumonia

No. Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah Pemantauan respirasi Manifestasi
pertukaran gas dilakukan 1. Observasi: distres
berhubuhgan tindakan 1) Monitor pernapasan
dengan keperawatan frekuensi, tergantung
ketidakseimbanga selama 5x24 irama,kedalama pada/indikasi
n ventilasi-perfusi jam, klien n dan upaya derajat
ditandai dengan mengatakan napas. keterlibatan
dyspnea. napas sudah 2) Monitor pola paru dan
tidak sesak. napas seperti : status
Dengan bradinea, kesehatan
kriteria hasil : takipnea, umum.
- Jalan hiperventilasi,
napas kusmaul,dll.
menjadi 3) Monitor
efektif kemampuan
- Sesak batuk efektif
tidak ada 4) Monitor adanya
- RR= produksi
20x/mnt sputum
5) Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
6) Auskultasi
bunyi napas
7) Monitor saluran
oksigen
8) Monitor nilai
AGD
9) Monitor hasil
X-ray thorax
2. Terapeutik :
1) Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien

2) Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi :
1) Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan
hasil
pemantauan jika
perlu
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Tn. S Ruang : Mawar


Umur : 60 th Rekam medis : 51916999
Dx medis : pneumonia

Diagnosa Hari/ Waktu Implementasi Evaluasi


tgl
Gangguan Mingg 15.00 Pemantauan Subyektif :
pertukaran gas u, 02 respirasi - klien mengatakan
berhubuhgan april 16.00
1) Memonitor sesak berkurang
dengan 2023 frekuensi, - klien megatakan
ketidakseimbang irama,kedala batuk masih
an ventilasi- man dan berlendir
perfusi ditandai upaya napas.
dengan dyspnea. 16.15 2) Memonitor Obyektif :
pola napas -Klien Nampak
seperti : lemah
bradinea, -Klien Nampak
takipnea, sesak
hiperventilas - Klien Nampak
16.30
i, batuk
kusmaul,dll.
3) Memonitor
07.00 kemampuan
batuk efektif
4) memonitor
adanya
07.15 produksi
sputum
5) Melakukan

07.30 Palpasi
kesimetrisan
ekspansi
paru
6) Melakukan
Auskultasi
bunyi napas

Senin, 14.00 Manajemen jalan Subyektif :


03 april napas 1) Klien mengatakan
2023 1) Observasi/ sesak sudah
14.10 monitor pola berkurang
napas(frekue 2) Klien mengatakan
nsi, sudah tidak batuk
kedalaman, lagi
14.30 usaha napas) 3) Klien mengatakan
2) Monitor jika batuk lendir
bunyi napas berkurang
tambahan Obyektif :
(missal - Klien tampak
gurgling, tidak sesak
mengi, - Klien tidak
wheezing, batuk
07.00 ronchi - Napas klien
kering) normal
3) Monitor - RR=20x/mnt
sputum A: masalah teratasi
08.00 (jumlah, sebagian
warna, P: Pertahan
aroma) intervensi
4) Melakukan tindakan
kolaborasi keperawatan
dalam
pemberian
analgetik
dan obat oral
dengan tim
medis

Anda mungkin juga menyukai