Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN EVIDENCE BASED PRACTICE DEPARTEMEN

MATERNITAS DENGAN JUDUL PENGARUH TERAPI REFLEKSI


PIJAT KAKI UNTUK MENGATASI NYERI PADA PASIEN POST
SC DI RUANG NIFAS RSUD dr. SOEBANDI JEMBER PERIODE 1-
13 MARET 2021

OLEH:

1. Intan Faratiti Dwi D (2001031009)


2. Balqis Rahmania Surya (2001031010)
3. Cahya Risky Abdillah (2001031029)
4. Yuliatin Khoirotunnisa’ (2001031028)
5. Anis Dwi Aisah (2001031011)
6. Rias Elia Rahmad (2001031012)
7. Fitri Dwi Anggraeni (2001031030)
8. Sandi Satria (2001031031)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Evidence Based Practice (EBP) Departemen Maternitas yang telah


dilaksanakan pada tanggal 1-13 Maret 2021 di Ruang VK dan Ruang Dahlia
RSUD dr.Soebandi Jember.

Jember, Maret 2021

Pembimbing Akademik 1 Pembimbing Akademik 2

Diyan Indriyani, M.Kep.,Sp.Mat Ns. Siti Kholifah, S.Kep.,M.Kep


NIP: 19701103 200501 2002 NPK: 19880925 1 1703822

Kepala Ruang Dahlia


RSUD dr Soebandi Jember

Bd. Dina Ulfia,S.ST


NIP. 198008032002122006

Mengetahui,
NIP. 197012132005012001
PJMK Keperawatan Maternitas
FIKES UNMUH Jember

Ns. Awatiful Azza, M.Kep.,Sp.Kep Mat


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat


melahirkan bayi yang sempurna. Seperti yang telah diketahui, ada dua cara
persalinan yaitu persalinan pervaginam yang lebih dikenal dengan persalinan
normal atau alami dan persalinan dengan operasi caesar dapat juga disebut
dengan bedah sesarea atau sectio caesarea , yaitu bayi dikeluarkan lewat
pembedahan perut (Partilah, 2014). Pertolongan operasi caesar merupakan
tindakan dengan tujuan untuk menyelamatkan ibu maupun bayi (Manuaba,
2013). Tiap-tiap tindakan pembedahan harus didasarkan atas indikasi, yakni
pertimbangan-pertimbangan yang menentukan bahwa tindakan perlu dilakukan
demi kepentingan ibu dan janin. Sudah tentu kepentingan ibu dan janin harus
sama-sama diperhatikan, akan tetapi dalam keadaan terpaksa kadang-kadang
seorang dokter terpaksa lebih memperhatikan kepentingan ibu daripada
kepentingan janinnya (Saifuddin , 2014).
Persalinan caesar tidak ditujukan hanya demi kenyamanan dan
kepentingan dokter atau orang tua atau alasan lain yang sifatnya nonmedis.
Operasi cesar harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu yang melahirkan,
maka logikanya kemajuan teknologi kedokteran akan membawa perubahan pada
jumlah antara Angka Kematian Ibu (AKI) yang melahirkan dan angka ibu yang
harus menjalani operasi caesar, yaitu semakin kecil tahun ke tahun. Menurut
SDKI pada tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 359 per
100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2015 baru mencapai 161 per 100.000
kelahiran hidup,sementara target MDG’s Indonesia adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup. Survei Nasional pada tahun 2009, 921.000 persalinan dengan
operasi cesar dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh
persalinan. Indikasi yang menambah tingginya angka persalinan seksio sesaria
adalah tindakan seksio sesaria pada letak sungsang, seksio sesaria berualang,
kehamilan prematuritas, kehamilan dengan resiko tinggi, pada kehamilan
kembar, kehamilan dengan pre-eklamsia dan eklampsia, konsep well born baby
dan well health mother dengan orientasi persalinan. (Manuaba , 2013).

Adapun masalah keperawatan yang muncul pada post sectio caesarea


salah satunya adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (misal biologis,
zat kimia, fisik dan psikologis). Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan
menggunakan teknik farmakologi dan non farmakologi. Di ruangan kebanyakan
menggunakan terapi farmakologi dalam pemberian analgetik atau obat anti nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri post section caesarea. Sedangkan teknik non
famakologi ada beberapa intervensi terkait dengan nyeri akut adalah manajemen
nyeri, terapi relaksasi, dan manajemen lingkungan. Serta tidak ada Efek
samping dalam pemberian teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
yang di derita oleh ibu post sectio caesarea. Sehingga teknik non farmakologi
sangat di anjurkan dalam melakukan intervensi.
Seperti yang di jelaskan pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh
Sweety Therese D’Souza dan Janet Prima Miranda di India dengan judul “
Effectivenes Of Benson ’S relaxation Therapy On Post Operative Pain Among
Mother Delivered By Caesarean Section In A Selected Hospital At Mangaluru “
tahun 2020 dalam penelitian ini dijelaskan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terapi relaksasi Benson efektif dalam mengurangi nyeri pasca operasi pada ibu
yang melahirkan melalui operasi caesar dan juga memberikan kenyamanan pada
ibu pada kelompok eksperimen. Oleh karena itu, peneliti menyarankan perlunya
teknik non farmakologis bersama dengan metode farmakologis untuk
manajemen nyeri pasca operasi.
B. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Mengidentifikasi penagruh teknik non farmakologi terhadap penurunan


tingkat nyeri ibu post section caesarea di Ruang Dahlia RSD dr. Soebandi
Jember.

b. Tujuan Khusus

i. Mengidentifikasi tingkat nyeri ibu post section caesarea sebelum


diberikan terapi non farmakologi di Ruang Dahlia RSD dr. Soebandi
Jember.

ii. Mengidentifikasi tingkat nyeri ibu post sectio caesarea setelah diberikan
terapi non farmakologi di Ruang Dahlia RSD dr. Soebandi Jember
iii. Menganalisis pengaruh pemberian terapi non farmakologi terhadap
penurunan tingkat nyeri ibu post section caesare di Ruang Dahlia
RSD dr. Soebandi Jember.
BAB II
URAIAN KASUS
A. KASUS YANG DIAMBIL
Pertolongan operasi caesar merupakan tindakan dengan tujuan untuk
menyelamatkan ibu maupun bayi (Manuaba, 2013). Tiap-tiap tindakan
pembedahan harus didasarkan atas indikasi, yakni pertimbangan-
pertimbangan yang menentukan bahwa tindakan perlu dilakukan demi
kepentingan ibu dan janin. Indikasi yang menambah tingginya angka
persalinan seksio sesaria adalah tindakan seksio sesaria pada letak sungsang,
seksio sesaria berualang, kehamilan prematuritas, kehamilan dengan resiko
tinggi, pada kehamilan kembar, kehamilan dengan pre-eklamsia dan
eklampsia, konsep well born baby dan well health mother dengan orientasi
persalinan. Adapun masalah keperawatan yang muncul pada post sectio
caesarea salah satunya adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
(misal biologis, zat kimia, fisik dan psikologis).
Sering di temui di ruangan nifas pada ibu post SC yang mengalami
nyeri diberikan intervensi farmakologi. Sedangkan dari berbagai literasi jurnal
penelitian jika terdapat beberapa terapi non farmakologi yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah nyeri yang terjadi. Seringkali ibu merasa tidak
mampu mengontrol nyeri akibat luka sayatan post SC sampai pada saat
diberikannya obat anti nyeri yang sesuai indikasi dari dokter. Sehingga ibu
yang mengalami post SC akan sering merasakan nyeri jika efeksamping obat
sudah habis. Karena kasus seperti ini yang membuat kelompok ingin
menganalisis lagi terkait terapi non farmakologi yang dapat mengurangi dan
menurunkan skala nyeri yang mampu dilakukan oleh keluarga ibu post SC
tersebut.
B. PICOT
1. Problem

Berdasarkan permasalahan yang kita analisis yaitu terkait kurangnya monitoring atau upaya
preventif non farmakologi untuk mengurangi skala nyeri yang dirasakan ibu post SC.
Diketahui juga bahwa permasalahan nyeri dapat mempengaruhi kenyamanan dari pasien ibu
post SC.
2. Intervention

Pijat Refleksi melibatkan penerapan tekanan pada kaki seseorang untuk


mempengaruhi perubahan fisik pada tubuh. Penempatan tekanan didasarkan pada
sistem zona dan area refleks yang sesuai dengan bagian tubuh lainnya. Terapi
nonfarmakologi ini bertujuan untuk menghilangkan nyeri pada ibu setelah selesai
iperasi sesar dengan cara memijat dan menenakn beberapa saraf area kaki sampai
dengan pergelangan kaki. Teknik pijat refleksi dilakukan menurut langkah-langkah
berikut:
1. Tinggikan kaki ibu dengan menopangnya dengan bantal
2. Bersihkan area kaki yang akan dilakukan pijatan
3. Letakkan minyak pada kaki ibu dengan jari pemijat
4. Gunakan ibu jari untuk membuat lingkaran di seluruh telapak kaki
5. Usap dengan gerakan naik turun
6. Tumit dan pergelangan kaki di tekan di antara ibu jari dan telunjuk
peneliti
7. Lakukan pada kaki masing-masing minimal sepuluh menit
8. Observasi setelah 10 menit setelah dilakukannya pemijatan apakah terdapat
pengaruh atau tidak.

3. Comparison

Intervensi yang kita dapatkan dari


interevensi yang dilakukan di ruangan
jurnal yaitu terapi refleksi pijat kaki
untuk mengurangi skala nyeri yaitu
yang dapat menurunkan skala nyeri
diberikannya terapi farmakologi yang
akibat luka post SC. Sehingga terapi
sesuai dengan indikasi dokter pada ibu
ini sangat mudah dilakukan oleh diri
post cesaria. Terapi farmakologi ini
sendiri serta keluarga dengan waktu
memang membantu menurunkan skala
yang bisa dilakukan sesering mungkin.
nyeri akan tetapi hanya sementara
karena ibu tetap mengeluhkan nyeri
pada bagian yang terdapat luka post SC

4. Outcome

Hasil dari intervensi yang sudah dilakukan diharapkan mampu menurunkan skala nyeri
akibat luka post SC, sehingga mempu memberikan kenyamanan yang efektif bagi ibu post
cesaria sesuai dengan hasil jurnal yang dipilih bahwa terapi pijat refleksi kaki menunjukkan
adanya penurunan skala nyeri yang signifikan yaitu p value 0,000 yang artinya terapi pijat
refleksi kaki efektif terhadap penurunan skala nyeri yang dialami pada ibu post SC
5. Time

Pijat refleksi ini bisa dilakukan pada 6, 12, 18 jam setelah dilakukannya post SC dengan
masing-masing kaki dipijat selama 10 menit setelah selesai di observasi kembali terkait skala
nyeri pada waktu 10 menit setelahnya.
BAB III

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Nyeri Luka Post Operasi

1. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan
perawatan kesehatan (Smeltzer, 2002). International Association for
The Study of Pain atau IASP mendefinisikan nyeri sebagai “suatu
sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi
kerusakan” (Potter & Perry, 2006).

2. Proses fisiologik nyeri

Price dan Wilson (2006) menjelaskan bahwa proses fisiologik nyeri


terjadi antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri.
Terdapat empat proses tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang
mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.
Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat
transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis
dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis
ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur
saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri
setinggi medula spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor
kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor
nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman
subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas
transmisi oleh saraf.
Adapun proses terjadinya nyeri menurut Hartanti (2005)
adalah sebagai berikut: ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan,
potongan, sayatan, dingin, atau kekurangan O2 pada sel, maka bagian
tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam substansi yang
normalnya ada di intraseluler. Ketika substansi intraseluler dilepaskan
ke ruang ekstraseluler maka akan mengiritasi nosiseptor. Syaraf ini
akan terangsang dan bergerak sepanjang serabut syaraf atau
neorotransmisi yang akan menghasilkan substansi yang disebut dengan
neorotransmiter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa
pesan nyeri dari medula spinalis ditransmisikan ke otak dan
dipersepsikan sebagai nyeri.
3. Transmisi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa terdapat berbagai teori yang berusaha


menggambarkan bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri.
Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana
nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling
relevan.

a. Teori Spesivisitas (specivicity Theory)


Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke-17. Teori ini
didasarkan pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara
khusus mentransmisi rasa nyeri. Saraf ini diyakini dapat menerima
rangsangan nyeri dan mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan
substansia gelatinosa ke talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada
daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respons nyeri. Teori ini tidak
menjelaskan bagaimana faktor-faktor multidimensional dapat
memengaruhi nyeri.

b. Teori Pola (Pattern Theory)


Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang
mampu menghantarkan rangsang dengan cepat; dan serabut yang mampu
menghantarkan dengan lambat. Kedua serabut saraf tersebut bersinapsis
pada mendula spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai
jumlah, intensitas, dan tipe input sensori nyeri yang menafsirkan karakter
dan kuantitas input sensori nyeri.

c. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)


Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan teori gerbang kendali
nyeri, yang menyatakan terdapat semacam “pintu gerbang” yang dapat
memfasilitasi atau memperlambat transmisi sinyal nyeri.

4. Jenis-jenis nyeri

Price dan Wilson (2006) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau


sumbernya, antara lain:

a. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan jaringan


subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat
berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit hanya
yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis,
atau seperti tebakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan
menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.

b. Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot,
tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-sturktur ini
memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak
jelas. Nyeri dirasakan lebih difus daripada nyeri kulit dan cenderung
menyebar ke daerah di sekitarnya. Nyeri dari berbagai struktur dalam
berbeda. Nyeri akibat suatu cedera akut pada sendi memiliki lokalisasi
yang jelas dan biasanya dirasakan sebagai rasa tertusuk, terbakar, atau
berdenyut. Pada peradangan kronik sendi (artritis), yang dirasakan adalah
nyeri pegal-tumpul yang disertai seperti tertusuk apabila sendi bergerak.

c. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh.
Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri
somatik dan terletak di dinding otot polos organ - organ berongga
(lambung, kandung empedu, saluran empedu, ureter, kandung kemih) dan
di kapsul organ-organ padat (hati, pankreas, ginjal). Mekanisme utama
yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi abnormal
dinding atau kapsul organ, iskemia, dan peradangan.

d. Nyeri alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu daerah
di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering
dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen
medula spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri tersebut. Apabila
dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di
segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal dari masa
mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut berada pada masa dewasa.

e. Nyeri neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari


sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang menimbulkan
perasaaan nyeri. Dengan demikian, lesi di sistem saraf tepi (SST) atau
sistem saraf pusat (SSP) dapat menyebabkan gangguan
atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki kualitas
seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Pasien dengan nyeri
neuropatik menderita akibat instabilitas sistem saraf otonom (SSO).
Dengan demikian nyeri sering bertambah parah oleh stres emosi atau fisik
(dingin, kelelahan) dan mereda oleh relaksasi.

Adapun klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi menurut Potter dan Perry (2006)
adalah:

a. Nyeri Superfisial atau kutaneus

Nyeri yang diakibatkan dari stimulasi kulit. Nyeri ini berlangsung


sebentar dan terlokalisai. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang
tajam. Contoh penyebab dari nyeri ini adalah jarum suntik, luka potong
kecil atau laserasi.

b. Nyeri viseral dalam

Nyeri yang diakibatkan oleh stimulasi organ-organ internal. Nyeri bersifat


difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi
biasanya berlangsung lebih lama dari pada nyeri superfisial. Nyeri dapat
terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contoh
penyebab dari nyeri viseral dalam adalah sensasi pukul (crushing)
misalnya angina pektoris dan sensasi terbakar misalnya ulkus lambung.

c. Nyeri alih (referrend)


Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ
tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang
terkena ke dalam segman medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeri
dirasakan. Persepsi nyeri pada daerah yang tidak terkena. Nyeri terasa di bagian
tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai
karakteristik. Contoh penyebab dari nyeri alih adalah nyeri akibat infark
miokard yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, dan bahu kiri. Batu
empedu yang mengalihkan rasa nyeri ke selangkangan.
d. Radiasi

Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain.
Nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang
bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri
punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai
nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.

Adapun penggolongan nyeri berdasarkan durasinya menurut Price dan Wilson


(2006) adalah:

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang mereda setelah intervensi atau


penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan
dengan masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak
menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan
menghilang apabila faktor internal atau eksternal yang merangsang
reseptor nyeri dihilangkan.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlanjut walaupun pasien diberi


pengobatan atau pasien tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki makna
bilogik. Nyeri kronik dapat berlangsung terus menerus, akibat penyebab
keganasan dan non keganasan, atau intermiten, seperti pada nyeri kepala
migren rekuren. Nyeri dapat menetap selama 6 bulan atau lebih.

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi persepsi tentang nyeri pada seorang individu meliputi:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Budaya
4) Pengetahuan tentang nyeri dan penyebabnya
5) Makna nyeri
6) Perhatian klien
7) Tingkat kecemasan
8) Tingkat stres
9) Tingkat energi
10) Pengalaman sebelumnya
11) Pola koping
12) Dukungan keluarga dan sosial

b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Toleransi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi persepsi toleransi nyeri pada seorang individu meliputi
1) Faktor-faktor yang meningkatkan toleransi terhadap nyeri adalah
sebagai berikut:
a) Alkohol
b) Obat-obatan
c) Hipnosis
d) Panas
e) Gesekan/garukan
f) Pengalihan perhatian
g) Kepercayaan yang kuat
2) Individu dapat Faktor-faktor yang menurunkan toleransi terhadap nyeri
antara lain:
a) Kelelahan
b) Marah
c) Kebosanan, depresi
d) Kecemasan
e) Nyeri kronis
f) Sakit/penderitaan

6. Penilaian klinis nyeri

a. Pengkajian nyeri

Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa pengkajian nyeri


adalah:

1) Deskripsi verbal tentang nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan


karenanya harus diminta menggambarkan dan membuat tingkatnya.
Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual
dalam beberapa cara sebagai berikut :

a) Intensitas nyeri

diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal


(misalnya : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat
hebat. Atau 0 sampai 10, 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat
hebat).
b) Karakteristik nyeri
Termasuk letak nyeri (untuk area dimana nyeri pada berbagai organ),
durasi (menit, jam, hari, bulan dan sebagainya), irama (misalnya: terus
menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas
atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (misalnya: nyeri seperti
ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).

a) Faktor-faktor yang meredakan nyeri

Misalnya: gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat,


obat-obat bebas, dan sebagainya) dan apa yang dipercaya pasien
dapat membantu mengatasi nyerinya

b) Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misalnya:


tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain,
gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai)

c) Kekhawatiran individu tentang nyeri

Meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi,


prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

2) Skala nyeri

Potter & Perry (2006) menyatakan terdapat beberapa skala


untuk melakukan pengkajian keparahan nyeri yaitu
a) Skala deskriptif
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsian verbal
yang disebut verbal descriptor scale (VDS) yaitu sebuah garis yang
terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai nyeri yang tidak
tertahnkan. Perawat menunjukkan klien skla tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakan pasien.
Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri Nyeri Nyeri berat Nyeri yang tidak
ringan sedang tertahankan

Bagan 2.1 Alat Pengukur Nyeri VDS

b) Skala penilaian numerik


Skala penilaian numerik (numerical rating scales) digunakan
untuk mendeskripsikan nyeri. Klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Apabila digunakan skala untuk menilai
nyeri maka direkomendasikan patokan 10 cm, yang digambarkan
sebagai berikut :
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Sangat
nyeri nyeri

Bagan 2.2 Alat Pengukur Nyeri Numerik


Keterangan:

Skala 0 = tidak nyeri Skala 7 – 9 = nyeri berat


Skala 1 – 3 = nyeri ringan Skala 10 = nyeri tak tertahankan
Skala 1 – 3 = nyeri sedang

c) Skala Analog Visual


Skala analog visual atau disebut Visual Analog Scale (VAS)
tidak melabel subdivisi. VAS merupakan satu garis lurus, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS
dapat merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala VAS dapat
digambarkan sebagai berikut.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri Nyeri yang
tidak
tertahankan
Bagan 2.3 Alat Pengukur Nyeri Analog Visual (VAS)
B. Manajemen Nyeri

Terdapat 2 metode umum untuk terapi nyeri yaitu: metode farmakologi


dan metode non farmakologi. Price dan Wilson (2006) menyatakan bahwa metode
non farmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi 2 kelompok:
terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku.

1. Terapi dan modalitas fisik

a. Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi


kulit (pijat atau masase, stimulasi saraf dengan listrik transkutis,
akupungtur, akupresur, aplikasi panas atau dingin)

b. Pijat atau masase


Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan
adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah
tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik- titik pemicu
miofasial di seluruh tubuh. Untuk mengurangi gesekan digunakan minyak
atau losion. Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan
sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan
apabila dilakukan oleh individu yang penuh perhatian, menghasilkan efek
emosional yang positif.

c. Stimulus saraf dengan listrik melalui kulit


Terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh baterai yang mengirim impuls
listrik lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda
umumnya diletakkan di atas atau dekat dengan bagian yang nyeri.
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut dan kronik (nyeri pascaoperasi, nyeri
punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer, dan artritis
rematoid).

d. Akupuntur
Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke
dalam berbagai “titik akupungtur (pemicu)” diseluruh tubuh untuk
meredakan nyeri. Akupuntur digunakan secara luas di Cina dan pernah
digunakan untuk melakukan bedah mayor tanpa pemakaian anestesik.
Pemakaian 1akupuntur memerlukan pelatihan khusus dan mulai populer
di Barat. Efektivitas metode ini mungkin dapat dijelaskan dengan teori
kontrol gerbang dan teori bahwa akupuntur merangsang pelepasan opoid
endogen (Price dan Wilson, 2005).

e. Akupresure
Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah
pemberian tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut dengan
akupresure). Akupresure memungkinkan alur energi yang terkongesti
untuk meningkatkan kondisi yang lebih sehat. Perawat ahli terapi
mempelajari alur energi atau meridian tubuh dan memberi tekanan pada
titik-titik tertentu di sepanjang alur. Misalnya, apabila klien mengalami
nyeri kepala, tekanan pada titik-titik hoku akan menghilangkan rasa tidak
nyaman. Ketika titik tekanan disentuh, maka perawat merasa sensasi
ringan atau denyutan di bawah jari-jari. Mula- mula nadi di beberapa titik
akan terasa berbeda, tetapi karena terus menerus dipegang, nadi tersebut
kemudian menjadi seimbang. Setelah titik-titik menjadi seimbang,
perawat menggerakkan jari-jari dengan lembut. Sesi akupresure yang
lengkap membutuhkan waktu kurang lebih satu jam.

f. Range-of- motion ( ROM ) exercise ( Pasif, dibantu, atau aktif )


Range-of-motion (ROM) dapat digunakan untuk melemaskan otot,
memperbaiki sirkulasi, dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan
kekakuan dan imobilitas.

g. Aplikasi panas
Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama diketahui
sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot.
Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan
pemanas listrik, lampu, kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz
bath, berendam air panas) atau konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri
akibat memar, spasme otot, dan artritis berespons baik terhadap panas.
Karena melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal,
panas jangan digunakan cedera traumatik saat masih ada edema dan
peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas mungkin
meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti
bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.
h. Aplikasi dingin
Aplikasi dingin lebih efektif untuk nyeri akut (misalnya, trauma akibat
luka bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dalam bentuk
berendam atau kompres air dingin, kantung es, aquamatic K pads dan
pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan
mengurangi perdarahan serta edema. Terapi dingin menimbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga
impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.

2. Strategi kognitif-perilaku

Strategi kognitif perilaku bemanfaat dalam mengubah persepsi pasien


terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang
lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup
relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback.

a. Relaksasi

Relaksasi adalah suatu usaha menurunkan nyeri atau menjaga agar tidak
terjadi nyeri yang lebih berat dengan menurunkan ketegangan otot. Pada
metode-metode yang menekankan relaksasi otot, fasilitator meminta
pasien untuk memfokuskan diri ke kelompok otot yang berbeda dan
secara voluntar mengontraksikan dan melemaskan otot- otot tersebut
secara berurutan. Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah olahraga
bernapas dalam, meditasi, dan mendengarkan musik- musik yang
menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas,
ketegangan otot, dan stres emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stres-
nyeri, saat nyeri dan stres saling memperkuat.

Potter dan Perry (2006) menyatakan bahwa klien dapat mengubah


persepsi kognitif dan motivasi afektif dengan melakukan relaksasi.
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika rasa
tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri. Teknik
relaksasi dapat digunakan saat individu dalam kondisi sehat atau sakit.
Relaksasi juga dapat menghilangkan nyeri kepala, nyeri persalinan,
antisipasi rangkaian nyeri akut (misalnya jarum suntik) dan gangguan
nyeri kronik.

Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, zen, teknik imajinasi, dan


latihan relaksasi progresif (kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol
dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot). Teknik relaksasi
relaksasi dapat dilaksanakan melalui relaksasi otot, teknik nafas dalam
dan imajinasi terbimbing (Hartanti, 2005)

b. Teknik-teknik pengalihan atau distraksi

Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan


perhatian pasien pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton
televisi, membaca buku, mendengarkan musik, dan melakukan
percakapan adalah contoh-contoh umum pengalihan (Price dan Wilson,
2006).

c. Penciptaan khayalan dengan tuntunan atau imajinasi terbimbing

Penciptaan khayalan dengan tuntunan adalah suatu bentuk pengalihan


fasilitator yang mendorong pasien untuk memvisualisasikan atau
memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk
mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Teknik ini sering dikombinasi
dengan relaksasi (Price dan Wilson, 2006).

d. Hipnosis

Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana


memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri. Metode ini juga
bergantung pada kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien
ke bayangan-bayangan yang paling konstruktif. Intervensi pengalihan
paling efektif apabila digunakan untuk nyeri akut tetapi juga dapat efektif
pada nyeri kronik. Kemampuan intervensi pengalihan untuk meredakan
nyeri didasarkan pada teori bahwa apabila terdapat dua rangsang yang
terpisah, fokus pada salah satu akan menghilangkan fokus pada yang lain.
Semakin besar rasa nyeri, semakin komplek rangsangan pengalih yang
harus diberikan (Price dan Wilson, 2006).
e. Umpan-balik hayati atau Biofeedback

Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada


kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter
fisiologik tertentu kepada pasien sehingga pasien dapat belajar
mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan otot,
kecepatan denyut jantung, tekanan darah, dan gelombang otak. Alat
umpan balik hayati mengubah parameter-parameter fisiologik menjadi
sinyal visual yang dilihat oleh pasien. Pasien mula-mula dikenalkan
kepada respons yang berkait dengan stres seperti meningkatnya
ketegangan otot, denyut jantung, atau tekanan darah dan kemudian diajar
bagaimana mengendalikan respons-respons ini melalui citra visual,
bernafas dalam atau olahraga relaksasi. Biasanya diperlukan beberapa sesi
sebelum pasien dapat belajar mengendalikan respons mereka. Walaupun
umpan balik hayati telah digunakan untuk mengatasi berbagai masalah
nyeri kronik, namun pemakaian metode ini paling sering adalah untuk
mengobati nyeri kepala (Price dan Wilson, 2006).
C. Konsep Spa Kaki

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Spa bahwa pelayanan kesehatan spa

merupakan pelayanan yang dilakukan secara holistik dengan memadukan

berbagai jenis perawatan kesehatan tradisional dan modern yang menggunakan

air beserta pendukung perawatan lainnya berupa pijat penggunaan ramuan, terapi

aroma, latihan fisik, terapi warna, terapi musik, dan makanan untuk memberikan

efek terapi melalui panca indera guna mencapai keseimbangan antara tubuh

(body) , pikiran (mind), dan jiwa (spirit) sehingga terwujud kesehatan yang

optimal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Spa kaki merupakan

perawatan yang berfokus pada kaki dan terdiri dari tiga pokok perawatan :

1. Rendam kaki dengan air hangat dan garam

Kulit kaki merupakan anggota tubuh terbawah dan sering kontak dengan

kotoran, sehingga tindakan awal yang harus dilakukan adalah membersihkan

kotoran dengan cara merendam kaki dengan air hangat dan garam. Garam dapat

digunakan untuk melunakkan kulit, membersihkan kulit, serta mengurangi

bengkak (oedema), meringankan ketegangan pada sendi, otot dan saraf. Garam

yang kaya akan kandungan natrium dapat mengikat air pada sel maupun

interstisial keluar karena perbedaan konsentrasi sehingga bengkak maupun

radang berkurang (Purwanto, 2014). Selain itu, perendaman kaki dengan air

hangat dan garam dapat memperlancar aliran darah vena sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan melancarkan sirkulasi darah. Rendam kaki

dengan air hangat dan garam dilakukan selama lima sampai sepuluh menit pada

suhu 380-390 C.
Menurut Purwanto (2014) ada beberapa langkah yang harus dilakukan

dalam melakukan rendam kaki dengan air hangat dan garam :

a. Siapkan wadah yang akan digunakan untuk merendam kaki.

b. Siapkan air hangat yang telah diisi dengan garam terapi.

c. Rendam kaki selama lima hingga sepuluh menit dengan tujuan

melunakkan sel kulit mati dan kotoran yang terdapat pada sela-sela kulit

yang sulit dijangkau dengan sikat atau alat pembersih.

d. Setelah itu angkat kaki dan keringkan dengan handuk kering.

2. Pijat refleksi
a. Pengertian pijat refleksi

Pijat refleksi atau reflexiology merupakan ilmu yang mempelajari

tentang pijat pada titik-titik tertentu di tubuh yang dapat dilakukan dengan

tangan atau benda-benda seperti kayu, plastik, atau karet. (Alviani, 2015).

Pijat refleksi juga diartikan sebagai jenis pengobatan yang mengadopsi

kekuatan dan ketahanan tubuh sendiri, dengan cara memberikan sentuhan

pijatan pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai zona terapi (Putri,

2015).

b. Manfaat pijat refleksi

Pijat refleksi memiliki beberapa manfaat diantaranya melancarkan

sirkulasi darah, merangsang produksi hormone endorphine, memperbaiki

fungsi saraf, meningkatkan energi, relaksasi dan rekreasi, meredakan sakit

kepala, stimulasi sistem saraf, mempercepat penyembuhan luka, melepaskan

racun, mengurangi gejala pra-menstruasi dan menstruasi, dan penyembuhan

penyakit (Alviani, 2015).

c. Teknik pijat refleksi

Menurut Putri (2015) teknik pijat umumnya berupa mengusap,

meremas, menekan, menggetar, dan memukul. Mengusap berarti

meluncurkan tangan menggunakan telapak tangan atau bantalan tangan di

permukaan tubuh searah dengan peredaran darah menuju jantung dan kelenjar-
kelenjar getah bening, dimana gerakan ini dilakukan diawal dan diakhir

pemijatan dengan manfaat merelaksasi otot dan ujung-ujung saraf. Meremas

berarti memijit atau meremas menggunakan telapak atau jari-jari telapak

tangan di area tubuh yang berlemak dan jaringan otot yang tebal sehingga

terjadi pengosongan dan pengisian pembuluh darah vena dan limfe sehingga

suplai darah yang lebih banyak di bawa ke otot yang sedang di pijit. Menekan

bertujuan untuk melepaskan bagian-bagian otot yang kejang serta

menyingkirkan akumulasi dari sisa-sisa metabolisme. Teknik menggetar

bermanfaat untuk memperbaiki atau memulihkan serta mempertahankan

fungsi saraf dan otot dengan menggetarkan bagian tubuh menggunakan

telapak tangan ataupun jari-jari tangan. Teknik terakhir yaitu memukul yang

bermanfaat untuk memperkuat kontraksi otot saat di stimulasi dan selain itu

berguna untuk mengurangi deposit lemak dan bagian otot yang lembek.

Waktu yang dibutuhkan dalam melakukan pijat refleki berbeda

antara satu dengan yang lainnya karena kondisi tubuh pada masing-masing

orang berbeda, begitu juga dengan kemampuan untuk menahan rasa sakit.

Dalam pijat refleksi, untuk kondisi tubuh normal masing-masing titik refleksi

membutuhkan waktu sekitar lima menit setiap pemijatannya. Tubuh yang

sedang sakit keras proses pemijatannya berlangsung lebih lama yaitu sekitar

sepuluh menit dan tidak lebih, berbeda dengan seseorang yang menderita

penyakit jantung, kencing manis, liver, kanker hanya boleh dipijat selama dua

menit. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk memijat seluruh titik refleksi

yang bersangkutan kurang lebih 30 menit atau bisa juga 45 sampai 60 menit

tergantung pada penguasaan teknik serta pengalaman pemijat. Frekuensi

dalam pemberian pijat refleksi antara tiga sampai enam hari sekali untuk

mencegah penyakit dan dua sampai tiga hari sekali untuk mengatasi gangguan

penyakit yang dilakukan antara empat sampai delapan minggu untuk

memperoleh hasil yang efektif (Alviani, 2015).


Titik atau area pijat refleksi
Berdasarkan titik-titik diatas, ada beberapa titik yang dapat diaplikasikan untuk

tekanan darah tinggi diantaranya:

a) Titik 7. Leher. Lokasi titik pijat di telapak kaki pada pangkal ibu jari. Titik

ini dapat digunakan apabila memiliki gangguan atau keluhan pada leher,

batuk, radang tenggorokan, dan juga dapat membantu mengendurkan

ketegangan leher pada kasus hipertensi.

b) Titik 10. Bahu. Lokasi titik terletak di telapak kaki dibawah jari
kelingking.

Titik ini digunakan untuk mengatasi nyeri sendi bahu, kaku kuduk, nyeri

saat mengangkat tangan juga dapat digunakan sebagai titik bantu pada

gangguan karena hipertensi.

c) Titik 11. Otot trapezius. Area pijat terletak di telapak kaki di bawah

pangkal jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Titik ini dapat mengatasi

nyeri sendi bahu, kaku kuduk, nyeri saat mengangkat tangan juga dapat

melepaskan ketegangan otot bahu saat menderita batuk atau hipertensi.

d) Titik 33. Jantung. Area pijat terletak di telapak kaki, longitudinal 2-3-4,

transversal 2. Titik ini dapat mengurangi vertigo, migrain, dan tekanan

darah tinggi karena kelainan ginjal, jantung, stress, kelainan hormone,

makanan atau minuman, keturunan dan lain-lain (Hendro & Ariyani, 2015).

d. Cara melakukan pijat refleksi kaki

1. Tinggikan kaki ibu dengan menopangnya dengan bantal


2. Bersihkan area kaki yang akan dilakukan pijatan
3. Letakkan minyak pada kaki ibu dengan jari pemijat
4. Gunakan ibu jari untuk membuat lingkaran di seluruh telapak kaki
5. Usap dengan gerakan naik turun
6. Tumit dan pergelangan kaki ditekan di antara ibu jari dan telunjuk
peneliti
7. Lakukan pada kaki masing-masing minimal sepuluh menit
8. Observasi setelah 10 menit setelah dilakukannya pemijatan apakah terdapat
pengaruh atau tidak
D. Penelitian terkait
Berikut adalah beberapa penelitian yang berkaitan dengan penanganan nyeri pada
ibu post SC:
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Nemat Ismail Abdel Aziz Ismail & Wafaa Taha
Ibrahim Elgzar, 2018) dengan Judul “The Effect of Progressive Muscle
Relaxation on Post Cesarean Section Pain, Quality of Sleep and Physical
Activities Limitation” (Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Nyeri,
Kualitas Tidur dan Batasan Aktivitas Fisik pada ibu pasca section caesarea).
Nyeri, gangguan tidur, dan keterbatasan aktivitas fisik merupakan keluhan yang
paling dirasakan oleh perempuan pasca operasi caesar. Relaksasi otot progresif
merupakan salah satu intervensi yang dapat mengurangi keluhan-keluhan
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi
otot progresif terhadap nyeri pasca seksio sesarea. kualitas tidur dan
keterbatasan aktivitas fisik. Desain penelitian ini menggunakan Uji klinis
terkontrol secara acak. Tempat penelitian yaitu di unit pasca-melahirkan di
Damanhour National Medical Institute. Teknik sampling yang digunakan yaitu
purposive, Sampel dari 80 wanita yang menjalani operasi section caesarea.
sampel dubagi menjadi 2 yaitu 40 kelompok intervensi dan 40 kelompok
kontrol. Intrumen penelitian Empat alat digunakan untuk pengumpulan data
jadwal wawancara terstruktur, McGill formulir pendek Kuesioner Nyeri,
Kuesioner Batasan Aktivitas Fisik, dan Skala Kualitas Tidur Groningen.
Setelah intervensi, Relaksasi Otot Progresif secara signifikan menurunkan
keparahan nyeri di antara kelompok intervensi dalam skala Indeks Peringkat
Nyeri, Skala nyeri analog visual, dan skala Intensitas Nyeri Saat Ini
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Fisik yang parah Batasan kegiatan
secara signifikan tidak ada dari seluruh kelompok studi, sementara itu secara
signifikan hadir di antara 70% dari kelompok kontrol. Sekitar dua pertiga
(62,5%) dari kelompok studi memiliki kualitas tidur yang baik dibandingkan
dengan 5% kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Relaksasi
Otot Progresif secara signifikan menurunkan nyeri, meningkatkan aktivitas fisik
dan kualitas tidur di antara wanita setelah operasi sectio caesarea.
2. Penelitian yang dilakukan oleh ( Manjula.B, tahun 2014) dengan judul
“Effectiveness Of Hand And Foot Massage On Pain Among Postcaesarean
Mothers At Selected Hospitals, Salem” (Efektivitas pijat tangan dan kaki
terhadap nyeri antara ibu postcaesar dirumah sakit terpilih, Salem ). “Sebuah
Studi telah dilakukan untuk Mengevaluasi Efektivitas Pijat Tangan dan Kaki
pada Nyeri pada Ibu Postcaesarean di Rumah Sakit Terpilih, Salem”.Diadopsi
desain quasi eksperimental pre test post test control group. Teknik non-
probability purposive sampling digunakan untuk memilih 60 ibu postcaesarea,
30 diantaranya untuk kelompok eksperimen dan 30 untuk kelompok kontrol.
Pengumpulan data dilakukan dengan jadwal wawancara terstruktur. Pre test
dilakukan untuk kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan skala
intensitas nyeri numerik. Pijat Tangan dan Kaki diberikan untuk kelompok
eksperimen selama 20 menit dua kali sehari pada 4 jam selama dua hari
pertama (pagi dan sore) dan ditahan untuk kelompok kontrol. Post test
dilakukan untuk kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan skala
yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen,
14 (46,67%) ibu post caesar berada pada kelompok umur 26-30 dan 12 (40%)
diantaranya pada kelompok umur 21-25 tahun pada kelompok kontrol 14
( 46,66%) diantaranya termasuk dalam kelompok umur 21-25 tahun. Pada
kelompok eksperimen, 15 (50%) telah menyelesaikan pendidikan menengah
dan pada kelompok kontrol 12 (40%) memiliki pendidikan menengah. Pada
kelompok eksperimen, 23 (76,67%) menganggur, sedangkan pada kelompok
kontrol 20 (66,67%) menganggur. Pada kelompok eksperimen 24 (80%) multi-
gravid, sedangkan pada kelompok kontrol 17 (56,67%) multi-gravid. Pada
kelompok eksperimen 24 (80%) memiliki riwayat seksio sesarea sebelumnya
dan pada kelompok kontrol 15 (50%) memiliki riwayat keduanya.Rata-rata skor
tes awal pada kelompok eksperimen adalah 6,4 ± 0,56 dan rata-rata skor tes
akhir adalah 3,5 ± 0,79. Nilai 't' adalah 33,72 yang signifikan pada tingkat
p≤0,05. Oleh karena itu H1 dipertahankan pada level p≤0,05. Skor rata-rata
pada kelompok eksperimen adalah 3,5 ± 0,79 dan skor rata-rata pada kelompok
kontrol adalah 6,1 ± 0,65. Nilai 't' adalah 15,66 yang signifikan pada tingkat
p≤0,05. Oleh karena itu H2 dipertahankan pada level p≤0,05. Ada hubungan
yang signifikan antara status pendidikan dan nyeri pada ibu post caesar pada
kelompok eksperimen. Oleh karena itu H3 dipertahankan pada level p≤0,05.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel demografis dan nyeri di
antara ibu post caesar pada kelompok kontrol. Oleh karena itu H3 ditolak pada
tingkat p≥0,05. Oleh karena itu Pijat Tangan dan Kaki merupakan salah satu
terapi alternatif dan pelengkap, yang sederhana, aman dan hemat biaya dan
terbukti efektif dalam mengurangi rasa sakit setelah operasi caesar dan juga
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu.
3. Penelitian yang dilakukan oleh (Ima Rahmawati & Enny Virda Yuniarti,2020)
dengan judul “The Influence Of Lavender Aromatherapy To Decrease Of Pain
On Patient Post-Sectio Caesarea (Sc) Operations In Hospital Islamic Sakinah
Mojokerto” (Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Pasca-Sectio Caesarea (Sc) Operasi Di Rumah Sakit Islam
Sakinahmojokerto). Setiap operasi insisi selalu dikaitkan dengan trauma karena
pasien terjadi berbagai keluhan dan gejala. Salah satu keluhan yang paling
umum adalah rasa nyeri. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien post operasi seksio sesarea
dengan menggunakan teknik relaksasi terapi aroma lavender. Tujuan penelitian
untuk membuktikan pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan nyeri
pada pasien post operasi caesar (sc). Penelitian ini merupakan penelitian Pre-
Eksperimental dengan pendekatan One Group Pretest-Posttest. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi seksio sesarea dengan sampel
sebanyak 25 responden yang diambil dengan menggunakan purposive
sampling. Responden diberikan aromaterapi lavender sebelum operasi selama 5
menit. Sumber data menggunakan data primer dengan contoh skala nyeri NRS
(Numerical Rating Scale). Analisis data menggunakan Wilcoxon Signed
Ranktest. Hasil penelitian didapatkan sebelum pemberian aroma terapi lavender
pada pasien pasca operasi seksio sesarea sebanyak 15% responden mengalami
nyeri ringan dan terjadi perubahan skala nyeri setelah pemberian terapi aroma
lavender enam responden mengalami nyeri ringan. Hasil uji statistik Wilcoxon
Rank test diperoleh p-value (Asymp.Sing.2- tailed) = 0,002 (p <0,05),
ditemukan pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan nyeri post
operatif seksio sesarea (sc) di RSI Sakinah Mojokerto. Aroma terapi lavender
dapat mengurangi nyeri karena kandungan dalam lavender adalah linalool
acetate yang dapat mengendurkan dan mengendurkan sistem kerja otot dan otot
yang menegang.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Sweety Therese D’Souza dan Janet Prima
Miranda di India dengan judul “ Effectivenes Of Benson ’S relaxation Therapy
On Post Operative Pain Among Mother Delivered By Caesarean Section In A
Selected Hospital At Mangaluru “ (Efektivitas Terapi Relaksasi Benson pada
Nyeri Pasca Operasi pada Ibu Yang Melahirkan Secara Caesar Bagian di
Rumah Sakit Terpilih di Mangaluru ) tahun 2020. Nyeri adalah salah satu
gejala utama di banyak kondisi medis; salah satu alasan paling umum untuk
mencari bantuan medis. Nyeri bedah adalah nyeri yang ditimbulkan akibat
prosedur pembedahan. Penghilang rasa sakit yang efektif adalah salah satu
aspek penting dalam merawat pasien yang menjalani operasi. Tindakan pereda
nyeri yang efektif memiliki banyak manfaat fisiologis dan mengurangi lama
tinggal di rumah sakit. Terapi relaksasi Beson’S adalah Teknik relaksasi berupa
senam pernafasan, peregangan yoga dan telah digunakan selama ribuan tahun
sebagai bagian dari agama kuno Hindu dan Budha. Dr. Herbert Benson
menciptakan istilah 'Respon Relaksasi'. Respon didefinisikan sebagai
kemampuan pribadi untuk mendorong tubuh melepaskan zat kimia dan sinyal
otak yang membuat otot dan organ melambat dan meningkatkan aliran darah ke
otak. Relaksasi sejati dapat dicapai dengan melepaskan diri dari pikiran sehari-
hari dan berusaha keras. untuk meluangkan waktu setiap hari memilih kata,
suara, frase, doa atau dengan berfokus pada pernapasan. Ini membantu
menciptakan kedamaian batin dan kesehatan yang lebih baik. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan nyeri pasca operasi di antara ibu yang
melahirkan melalui operasi caesar, untuk mengevaluasi keefektifan terapi
relaksasi Benson pada nyeri pasca operasi. Pendekatan kuantitatif dengan
desain pengukuran berulang kuasi eksperimental diadopsi untuk penelitian.
Empat puluh subjek dipilih dengan teknik non-probability purposive
sampling dan ditempatkan secara seimbang dalam kelompok eksperimen
dan kontrol. Nyeri pasca operasi dinilai dengan skala peringkat nyeri
numerik. Analisis Wilcoxon sign rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata skor nyeri pra intervensi pasca operasi ibu pada kelompok eksperimen
adalah 7,90 dan pada kelompok kontrol adalah 8,00 yang menunjukkan ibu
mengalami nyeri yang parah pada kedua kelompok. Skor nyeri pasca intervensi
pada kelompok eksperimen menunjukkan adanya penurunan nyeri yang
signifikan (p<0,05) pada berbagai interval waktu. Sedangkan pada kelompok
kontrol juga terdapat penurunan yang signifikan (p <0,05) pada berbagai
interval waktu kecuali untuk perbandingan 2-12 jam (p = 0,346).
5. Menurut penelitian yang dilakukan oleh sondra vander vaart dkk (2011) dengan
judul “The effect of distant reiki on pain in women after elective Caesarean
section: a double-blinded randomised controlled trial” (Efek reiki jauh pada
nyeri pada wanita setelah operasi caesar elektif: uji coba terkontrol acak
tersamar ganda) membahas tentang kefektifan terapi reiki untuk mengurangi
skala nyeri akibat ibu post SC. Reiki adalah bentuk penyembuhan Jepang kuno
di mana praktisi mentransfer energi penyembuhan melalui sentuhan ringan dan
niat penyembuhan positif. Populasi dari penelitian jurnal ini yaitu Semua
wanita hamil yang dijadwalkan untuk menjalani operasi caesar elektif didekati
selama kunjungan prenatal rutin di klinik kebidanan di St Michael's Rumah
sakit antara 1 September 2008 dan 31 Maret 2009. Kriteria pengecualian
termasuk yang berikut: pernah memiliki pengalaman dengan reiki atau tidak
berencana untuk menggunakan obat nyeri pasca operasi standar, wanita yang
bisa berbahasa inggris dan spanyol, jika tidak haru ada yang mendampingi dan
bisa berbahasa spanyol atau inggris. Seratus tiga puluh wanita memenuhi syarat
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, 47 wanita dikeluarkan (tidak
memenuhi kriteria inklusi, menolak atau tidak berbicara bahasa Inggris /
Spanyol), dan 83 wanita terdaftar. Sebanyak 42 wanita diacak untuk menerima
reiki jauh, dan 41 wanita diacak ke dalam kelompok kontrol. Tiga wanita
ditarik dari penelitian setelah pengacakan: satu wanita (kelompok kontrol)
ditarik, karena dia menderita perdarahan parah selama operasi dan tetap di ICU
selama beberapa hari, membuat para peneliti tidak dapat mengumpulkan data
skor rasa sakitnya; dua peserta ditarik dari kelompok reiki jauh, karena mereka
menerima anestesi umum bukan anestesi spinal (dengan demikian, mereka tidak
lagi memenuhi kriteria inklusi). Ini menyisakan total 40 wanita secara acak ke
dalam setiap kelompok. Skala nyeri pada penelitian ini diukur menggunakan
VAS, nyeri tidak hanya ditinjau dari skala VAS saja tapi juga ditinjau dari
tekanan darah. Penelitian ini menggunakan desain penelitian uji klinis acak
tersamar ganda (double-blinded randomised clinical trial). Peserta dalam
kelompok kontrol menerima perawatan medis dan perawatan biasa selama
mereka tinggal (biasanya 72 jam). Kelompok intervensi menerima perawatan
biasa ditambah tiga sesi reiki jauh, satu sesi setiap pagi. Sesi pertama diberikan
pada pagi hari operasi caesar, setidaknya 30 menit sebelum operasi, dan sesi
kedua dan ketiga diberikan pada pagi hari berikutnya sekitar pukul 08:00.
variabel hasil dibandingkan dengan menggunakan uji t Student, Mann e Uji
Whitney U atau uji pasti Fisher. Setelah dilakukan intervensi reiki jauh
didapatkan hasil bahwa reiki jauh tidak memiliki efek signifikan pada nyeri
setelah operasi caesar (mean 6 SD)
6. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tetti Solehati (2014) dengan judul
“Benson Relaxation Technique in Reducing Pain Intensity in Women After
Cesarean Section ” (Teknik Relaksasi Benson dalam Mengurangi Intensitas
Nyeri pada Wanita Setelah Operasi Caesar)” studi eksperimen semu dengan
desain pra dan pasca tes. Penelitian prospektif, tidak buta, acak, dua kelompok
studi paralel dilakukan di RSUD Cibabat Cimahi  sebagai kelompok intervensi
(IG) dan RS Sartika Asih sebagai kelompok kontrol (CG). Wanita pasca seksio
sesarea dengan pengambilan sampel kuota yang memenuhi kriteria inklusi
secara berurutan ditempatkan pada kelompok eksperimen (n = 30) atau
kelompok kontrol (n = 30) . Relaksasi Benson adalah cara non-farmakologis
yang sesuai untuk mengurangi rasa sakit . Pasien secara acak dibagi menjadi
dua kelompok yang terdiri dari 30 orang dengan tabel nomor acak. Sampel
yang direkrut memenuhi kriteria inklusi (persalinan pertama dengan operasi
caesar, menggunakan terapi ketoprofen, menggunakan anestesi spinal,
kesadaran compos mentis dan belum pernah mengalami relaksasi
Benson). Kriteria eksklusi diulangi operasi caesar dan sub-kesadaran. Alat
pengumpul data memiliki dua bagian: Pertama kuesioner tentang karakteristik
demografi responden dan instrumen kedua menggunakan kuesioner skala nyeri
VAS. Data dikumpulkan pada bulan April - Juni 2008. Paket Statistik untuk
Ilmu Sosial versi 10.0 (SPSS Inc. Chicago, IL, USA) digunakan untuk
menganalisis data. Uji kolmogorov-smirnov z dilakukan untuk menilai
normalitas distribusi. Desain penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan
pretest dan posttest with control group design. Pada kelompok intervensi
dilakukan teknik relaksasi Benson (responden di RS Cibabat); Sedangkan yang
tidak diberikan intervensi relaksasi Benson dianggap sebagai kelompok kontrol
(responden di RSUD Sartika Asih). Kelompok eksperimen diberi intervensi
relaksasi Benson dua jam setelah operasi, setelah efek anestesi hilang dan
wanita sadar. Sebelum intervensi, peserta dilatih bagaimana menggunakan skala
analog visual (VAS berkisar 0-10); skor nyeri pasien diukur sebelum
intervensi. Kemudian, relaksasi Benson dilakukan untuk peserta. Mereka
disarankan untuk mengambil bentuk ekspresi tertentu atas nama Tuhan atau
firman yang memiliki arti menenangkan bagi peserta, berulang kali diucapkan
dengan ritme yang teratur dengan pasrah, mereka disarankan untuk menarik
napas dalam-dalam melalui hidung dan menghembuskan dengan bibir. sambil
mengucapkan nama-nama Tuhan atau kata yang memiliki arti yang
menenangkan. Setelah intervensi, skor nyeri pasien diukur. Metode relaksasi
Benson dipresentasikan ke IG dan dilanjutkan setelah operasi selama 10 menit
hingga 4 hari (84 jam): kemudian hari kedua, ketiga, dan keempat setiap 12 jam
pada pukul 6 pagi dan 6 sore. Pada kelompok kontrol, relaksasi Benson tidak
dilakukan dan perawatan rutin dilakukan saat prosedur kamar dilakukan. Pada
analisis multivariat menggunakan regresi linier berganda, ditemukan bahwa
relaksasi Benson memiliki pengaruh terbesar terhadap penurunan intensitas
nyeri pada wanita pasca seksio sesarea (P = 0,01). Menurut beberapa penelitian
( 23 , 33 - 37 ), relaksasi Benson memiliki efek penyembuhan untuk
menurunkan tingkat kecemasan, kecemasan kognitif dan somatik, gangguan
mood, ketidaknyamanan tubuh dan ke tingkat yang mampu meredakan
nyeri. Hasil penelitian menemukan bahwa teknik relaksasi Benson memiliki
pengaruh terbesar dalam menurunkan intensitas nyeri pada Wanita Setelah
Operasi Caesar
7. Penelitian yang dilakukan oleh (Ariani Pongoh, Adriana Egam, Rizqi Kamalah,
Anwar Mallongi 2020) dengan Judul “Effectiveness of Finger Held Relaxation
on the Decrease in Intensity of Pain in Patient of Post-Sectio Caesarea in RSUD
Sorong Regency”. Operasi Caesar adalah tindakan melahirkan bayi melalui
sayatan (pembuatan sayatan) di depan Rahim. Beberapa indikasi operasi Caesar
adalah persalinan normal lama, komplikasi hipertensi, preeclampsia dan
kegagalan selama persalinan induksi. Resiko kematian melalui operasi Caesar
sampai 2500 orang yang menjalaninya, sehingga operasi Caesar cukup aman
dilakukan. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO angka persalinan dengan
operasi Caesar sekitar 10-15% dari semua kelahiran. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian pra eksperimental dengan pendekatan One
Group Pre-Post Test Design. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
post seksio sesarea dengan jumlah sampel 30 orang dengan teknik purposive
sampling. Pada penelitian ini dilakukan relaksasi genggaman jari selama 15
menit dan kemudian dilihat apakah ada pengaruh tindakan yang dilakukan
untuk menurunkan intensitas nyeri pada ibu postection caesar (SC). Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi NRS untuk
menilai nyeri pasca seksio sesarea (SC) dan jam tangan untuk referensi lamanya
waktu setiap langkah relaksasi genggaman jari. Uji statistik yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon. Penelitian ini dilakukan
dengan melihat intensitas nyeri pada ibu pasca seksio sesarea sebelum dan
sesudah diberikan relaksasi genggaman jari. Pada saat relaksasi genggam jari ke
30 responden telah dinilai intensitas nyeri dan setelah diberikan rangsangan dari
30 responden. Responden sebanyak 28 responden mengalami penurunan
intensitas nyeri ringan. Ada 2 responden yang berusia kurang dari 20 tahun dan
termasuk dalam kategori ibu primipara yang mengalami nyeri yang sama yaitu
nyeri sedang. Ini adalah dengan teori yang diungkapkan Terfokus pada
pemberian stimulasi karena terlalu muda membuat psikologis ibu labil dan
mudah merasa cemas sehingga nyeri yang dirasakan sangat kuat. Teori ini
diperkuat, yaitu perkembangan organ pada usia kurang dari usia reproduksi
belum siap untuk melaksanakan tugas reproduksi dan perkembangan
kematangan psikologis menyebabkan reaksi nyeri yang timbul menjadi lebih
parah sehingga menyulitkan ibu untuk mengontrol rasa sakit. Teori McCance
( 10) Juga mendukung hasil penelitian ini yaitu bahwa setiap wanita memiliki
caranya sendiri-sendiri dalam merespon atau mengelola stres yang dialami
individu. selain usia reproduktif yang belum siap melaksanakan tugas
reproduksinya dan perkembangan kematangan psikologis menyebabkan reaksi
nyeri yang timbul akan lebih parah sehingga ibu sulit mengontrol nyeri. Teori
McCance juga mendukung hasil penelitian ini bahwa setiap wanita memiliki
caranya sendiri dalam merespon atau mengelola stres yang dialami individu
akan memicu keluarnya hormon endorfin yang merupakan analgesik alami dari
dalam tubuh, sehingga dapat mengurangi nyeri. Terdapat 28 responden (93,3%)
yang mengalami penurunan intensitas nyeri menjadi nyeri ringan dan 2
responden (6,7%) mengalami nyeri yang sama yaitu nyeri sedang. Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa relaksasi genggam
jari efektif terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post sectio caesarea.
8. Penelitian yang dilakukan oleh (Rosanti Muchsin, Yulis Hati dan Muslimah
Pase ,2020) dengan judul “Effect of Guided Imagery Technique on Decreased
Pain Intensity in Post Sectio Caesarea Patients at Permata Bunda Hospital”
(Pengaruh Teknik Guided Imagery terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada
Pasien Pasca Sectio Caesarea Rumah Sakit Permata Bunda). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik imagery terbimbing
terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post sectio caesarea di RSUD
Permata Bunda Medan tahun 2016. Jenis penelitian ini adalah quasi
eksperimental dengan desain pre test dan post test control group design. desain
penelitian. Populasi penelitian adalah 14 orang. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini dengan teknik Accidental Sampling dibagi menjadi kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Hasil penelitian tingkat nyeri sebelum teknik
Guideline Imaging diperoleh 5 responden pada skala nyeri sedang yaitu
(71,4%), dan setelah intervensi 5 responden berada pada skala nyeri ringan
yaitu (71,4%). Pada kelompok kontrol, pengukuran pertama didapatkan
intensitas nyeri pada 6 responden berada pada skala nyeri sedang yaitu (85,8%),
dan pengukuran intensitas nyeri responden pada pengukuran kedua meningkat
sebanyak 5 responden pada skala nyeri berat (71,4%). Terdapat perbedaan
intensitas nyeri pada kelompok intervensi yang menurun mencapai 2 skala dan
kelompok kontrol mengalami peningkatan rata-rata 1 skala. Setelah uji
dependen uji t diperoleh nilai p 0,001 (p <0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
teknik pencitraan terpadu memiliki efek yang signifikan pada tingkat nyeri
pasien pasca operasi sectio caesarea. Kesimpulan dari penelotian ini adalah
teknik citra terbimbing yang efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien post
sectio caesarea di RS Permata Bunda Medan.
E. Manajemen penatalaksanaan
Nyeri post sectio caesarea dapat dilakukan pencegahan maupun penanganan
dengan berbagai intervensi yang dapat diterapkan. Berikut beberapa intervensi dari
8 jurnal yang sudah ditelaah:
1. Intervensi yang dilakukan yaitu Relaksasi Otot Progresif untuk mengurangi
nyeri, kualitas tidur, serta Aktivitas Fisik. Relaksasi Otot Progresif (PMR)
adalah teknik yang digunakan untuk menginduksi keadaan relaksasi yang
dalam dengan melibatkan ketegangan otot sekuensial sistemik (selama 5-7
detik) diikuti dengan relaksasi (selama 10-12 detik) (Sundram et al, 2016).
Menginstruksikan ibu Post SC untuk mengambil napas dalam-dalam dan
menahannya selama keadaan ketegangan otot kemudian menghembuskannya
selama keadaan relaksasi.
2. Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan cara tangan dan
pijat kaki diberikan selama 5 menit disetiap ekstremitas, menambah jumlah
dari 20 menit untuk 2 kali satu hari dengan cairan parafin untuk pertama 2 hari
di eksperimental kelompok.
3. Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yaitu bagaimana meredakan
nyeri atau mengurangi nyeri hingga tingkat kenyamanan yang dapat diterima
klien (Yuniarti, 2017). Manajemen nyeri mencakup dua jenis dasar intervensi
keperawatan: intervensi farmakologis dan non farmakologis (Koizer, 2009).
Salah satu terapi non farmakologis untuk mengurangi nyeri adalah
aromaterapi. Aromaterapi merupakan terapi pelengkap dalam praktik
keperawatan dan menggunakan minyak atsiri dari pengharum tanaman untuk
mengurangi gangguan kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup. Sharma
(2009) mengatakan bahwa bau secara langsung mempengaruhi otak seperti
obat analgesik. Misalnya, mencium lavendel akan meningkatkan gelombang
alfa di otak dan membantu Anda merasa rileks.
4. Penatalaksanaan teknik relaksasi benson adalah berfokus pada kata atau
kalimat tertentu yang diucapkan berulang kali dengan ritme teratur.
Pernafasan yang panjang dapat meberikan energy yang cukup, karena pada
waktu menghembuskan nafas mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan saat
menghirup nafas panjang mendapatkan oksigen yang sangat diperlukan tubuh
untuk membersihkan darah dan mencegah kerusakan jaringan otak akibat
kekurangan oksigen (hipoksia). Saat tarik nafas panjang otot- otot dinding
perut (rektus abdominalis, transversus abdominalis, internal dan ekternal
obligue) menekan iga bagian bawah kearah belakang sera mendorong sekat
diafragma ke atas dapat berakibat meninggikan tekanan intra abdominal,
sehingga dapat merangsang aliran darah baik vena cava inferior maupun aorta
abdominalis, mengakibatkan aliran darah (vaskularisasi) menjadi meningkat
keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, sehingga O2
tercukupi didalam otak dan tubuh menjadi rileks (Benson & Proctor, 2000).
Relaksasi benson dapat di berikan pada 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60
jam, 72 jam dan 84 jam setelah operasi section caesarea.
5. Efek reiki jauh pada nyeri pada wanita setelah operasi caesar elektif: uji coba
terkontrol acak tersamar ganda Terapi reiki jauh adalah terapi yag digunakan
untuk mengurangi skala nyeri akibat ibu post SC. Reiki adalah bentuk
penyembuhan Jepang kuno di mana praktisi mentransfer energi penyembuhan
melalui sentuhan ringan dan niat penyembuhan positif , pada terapi ini tidak
hanya berpengaruh pada skala nyeri akan tetapi juga terdapat pengaruh pada
depresi dan cemas. Jadi penatalaksanaan ibu post sc pada jurnal ini di
intervensi reiki jauh.
6. Teknik Relaksasi Benson dalam Mengurangi Intensitas Nyeri pada Wanita
Setelah Operasi Caesar: studi eksperimen semu dengan desain pra dan pasca
tes . Relaksasi Benson adalah cara non-farmakologis yang sesuai untuk
mengurangi rasa sakit yang digunakan untuk mengurangi skala nyeri akibat
ibu post SC. Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi yang digabungkan
dengan keyakinan yang dianut oleh pasien. Formula kata-kata atau kalimat
tertentu yang dibaca berulangulang dengan melibatkan unsur keimanan dan
keyakinan akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat dibandingkan
dengan hanya relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan. Keyakinan pasien
tersebut memiliki makna menenangkan (Benson & Proctor, 2000).
7. Pada penelitian ini dilakukan relaksasi genggaman jari selama 15 menit dan
kemudian dilihat apakah ada pengaruh tindakan yang dilakukan untuk
menurunkan intensitas nyeri pada ibu postection caesar (SC). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi NRS untuk menilai
nyeri pasca seksio sesarea (SC) dan jam tangan untuk referensi lamanya
waktu setiap langkah relaksasi genggaman jari.
8. Intervensi yang dilakukan yaitu dengan teknik Guided Imagery untuk
mempelajari kekuatan pikiran saat sadar atau tidak sadar untuk menciptakan
bayangan bayangan yang menghadirkan ketenangan dan keheningan. Terapi
Guided Imagery dapat mengalihkan perhatian pada rasa sakit ke hal-hal yang
membuat senang dan bahagia sehingga bisa melupakan rasa nyeri yang
dialaminya. Teknik ini dilakukan dengan mengintruksikan ibu Post SC untuk
menutup mata dengan membayangkan hal-hal yang membuat bahagia
kemudian mengambil napas dalam dan menghembuskannya.
F. Kerangka Konsep
INPUT PROSES OUTPUT

Ibu Post Partum Primipara Kelompok Perlakuan Pijat Perawatan Post Sectio
dengan Post Sectio Caesarea Refleksi Kaki Caesarea :
1. Nyeri Luka Post Op
- Skala NRS

2. TTV
3. Mobilisasi
4. Perdarahan
5. Tinggi Fundus Uteri
6. Ansietas

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Refleksi pijat kaki Pada Pasien Post Operasi Sectio
Caesarea di Ruang Dahlia RSD dr. Soebandi Jember.
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Interpretasi dan Hasil Diskusi
Nyeri dan kecemasan adalah komplikasi paling umum setelah operasi caesar.
Penggunaan obat-obatan adalah strategi paling umum untuk mengatasi masalah ini.
Namun, efek samping obat-obatan ini dan kurangnya akses ke obat-obatan untuk
beberapa pasien, telah menyebabkan peningkatan penerapan metode non-obat seperti
pijat refleksi kaki. Operasi caesar adalah salah satu teknik untuk pengeluaran bayi
jika metode persalinan pervaginam tidak memungkinkan. Operasi caesar adalah
tindakan pembedahan yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya secara
keseluruhan. Masalah utama akibat kelahiran sesar adalah rasa sakit pasca operasi
dan kecemasan. Respons fisiologis terhadap nyeri meliputi perubahan pernapasan,
kardiovaskular, gastrointestinal, urogenital dan metabolisme, serta gangguan
endokrin dan mood [ CITATION Mar19 \l 1057 ].

Pada penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION Mar19 \l 1057 ] tentang terapi
pijat refleksi kaki untuk mengurangi skala nyeri akibat post SC disebutkan bahwa
dari intervensi refleksi pijat kaki yang dilakukan untuk menurunkan skala nyeri ibu
post cesaria mengalami perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi (kelompok studi). Yaitu ada perbedaan yang sangat signifikan
secara statistik mengenai skor nyeri pada 6 jam, 12 jam dan 18 jam setelah
melahirkan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok studi (nilai P:, 000). Dan
tidak terdapat perbedaan skala nyeri yang signifikan pada 6 jam, 12 jam, 18 jam
setelah melahirkan pada kelompok kontrol

Pijat refleksi adalah bentuk sentuhan sistematis dan ritmis, menggunakan


manipulasi tertentu dari jaringan lunak tubuh untuk meningkatkan kenyamanan,
kesejahteraan, dan pereda nyeri pasien. Pijat refleksi kaki dan tangan merangsang
serabut saraf untuk menghasilkan endorfin pereda nyeri. Karena konsentrasi reseptor
nyeri tertinggi ada di tangan dan kaki (masing-masing ekstremitas memiliki lebih dari
7.000 ujung saraf), refleksi kaki dan tangan serta stimulasi neuron mungkin
merupakan teknik yang baik untuk meredakan nyeri dan kecemasan setelah operasi
caesar [ CITATION Mar19 \l 1057 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION mul20 \l 1057 ]


disebutkan bahwa klien post operasi sectio caesaria sebelum dilakukan foot massage
lebih dari setengahnya (52%) berada pada skala nyeri 6, dimana skala ini termasuk ke
dalam nyeri sedang. Dan skala nyeri klien post operasi sectio caesaria sesudah
dilakukannya foot massage hampir setengahnya (37%) pada skala 3 dimana skala ini
termasuk skala nyeri ringan. Sehingga dari hasil yang didapatkan dari penelitian ini
yaitu didapatkan nilai p-value 0,000 (niai p < nilai alpa 0,05) yang berarti adanya
pengaruh yang bermakna pemberian foot massage terhadap nyeri pada klien post
operasi sectio caesarea di RS AMC Kabupaten bandung. Pijat refleksi adalah pijat,
yang menggunakan zona tekanan jari tertentu pada kaki. Pijat refleksi kaki
merangsang serabut saraf serabut beta A. Teknik ini mampu menstimulasi nervus (A-
Beta) di kaki dan lapisan kulit yang berisi tactile dan reseptor. Kemudian reseptor
mengirimkan impuls nervus ke pusat nervus sistem. Sistem gate control diaktivasi
melalui inhibitor inteurneuron di mana rangsangan interneuron dihambat. Hasilnya
fungsi inhibis dari T-cell menutup gerbang. Pesan nyeri tidak ditransmisikan ke
nervus sistem pusat. Oleh karena itu, otak tidak menerima pesan nyeri sehingga nyeri
tidak diinterpretasikan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION Mar19 \l 1057 ] tentang terapi
pijat refleksi kaki untuk mengurangi skala nyeri akibat post SC yang telah di lakukan
ulang oleh kelompok di ruang nifas RSD dr. Soebandi Jember telah mendapatkan
hasil. Didapatkan tiga ibu post SC primipara, tidak mempunyai penyakit komplikasi
dan memiliki anggota ekstermitas bawah yang lengkap yang berada di ruang nifas
dikaji tentang skala nyeri dengan hasilnya yaitu rata-rata ibu merasakan nyeri dengan
skala 4-5. Setelah melakukan analisis tentang nyeri ibu akibat post SC, maka
dilakukannya teknik pijat refleksi kaki sesuai dengan tata cara dari peneliti, ibu dipijat
masing-masing kaki membutuhkan waktu 10 menit. Setelah dilakukannya pijat
refleksi kaki, ibu dikaji lagi tentang skala nyeri setelah 10 menit intervensi. Hasil
yang didapatkan yaitu dua ibu mengalami penurunan nyeri dari skala awal 5 turun
menjadi 4, dan satu ibu yang semula skala nyerinya 4 mengalami penurunan menjadi
3. Dengan hasil yang didapatkan bahwa pijat refleksi kaki ini efektif untuk
mengurangi skala nyeri post sc.

Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION Yun17 \l 1057 ]
terdapat tiga perbandingan. Dimana terdapat 51 responden di jadikan 3 kelompok,
disetiap kelompok terdapat 17 orang. Kelompok A diberikan hand massage,
kelompok B diberikan foot massage dan kelompok C diberikan hand and foot
masage. Waktu pemijatan pada kelompok A dan B yaitu 10-15 menit serta kelompok
C selama 15-20 menit. Intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi pada tiga
kelompok didapatkan bahwa sebanyak 51 responden (100%) mengeluh nyeri berat
terkontrol dengan rata-rata skala berada pada angka 8, dimana rentang skala nyeri
berat terkontrol yaitu 7-9. Intensitas nyeri saat posttest (sesudah) intervensi pada tiga
kelompok sebagian besar berada pada intensitas nyeri sedang dengan rata-rata
penurunan nyeri 2 skala yaitu menjadi skala 6. Pada kelompok hand massage
sebanyak 13 orang (25,5%) mengalami penurunan nyeri sesudah dilakukan
intervensi, dengan rata-rata perubahan nyeri menjadi skala nyeri sedang (4 – 6). Pada
kelompok foot massage sebanyak 11 orang (21,6%) mengalami penurunan intensitas
nyeri sesudah dilakukan intervensi dan kelompok hand and foot massage sebanyak 12
orang (23,5%) juga mengalami penurunan intensitas nyeri sesudah dilakukan
intervensi dengan skala nyeri 4 – 6 (nyeri sedang). Rata-rata intensitas nyeri pada
kelompok hand massage sebelum dilakukan intervensi adalah 7,82 (nyeri berat
terkontrol) dengan standar deviasi 0,529, sedangkan sesudah dilakukan intervensi
didapatkan perubahan intensitas nyeri dengan rata-rata 5,41 (nyeri sedang) dengan
standar deviasi 1,004. Pada kelompok foot massage sebelum dilakukan intervensi
adalah 7,59 (nyeri berat terkontrol) dengan standar deviasi 0,507, sedangkan sesudah
dilakukan intervensi didapatkn perubahan intensitas nyeri dengan rata-rata 6,06 (nyeri
sedang) dengan standar deviasi 0,827. Kelompok hand and foot massage sebelum
dilakukan intervensi rata-rata intensitas nyeri adalah 7,71 (nyeri berat terkontrol)
dengan standar deviasi 0,470, sedangkan sesudah dilakukan intervensi didapatkan
perubahan intensitas nyeri dengan rata-rata 6,06 (nyeri sedang) dengan standar
deviasi 0,748. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,0005, maka dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi. Hand massage lebih efektif untuk menurunkan
intensitas nyeri pada pasien post sectio caesarea dibandingkan dua kelompok lainnya,
dibuktikan dengan hasil nilai p=0,006 dan mean difference 1,059.

Hasil yang ditemukan pada foot massage sesuai dengan teori yang
menjelaskan bahwa penekanan pada kaki secara lembut dapat merangsang
pengeluaran hormon endorphine pada tubuh yang juga memberikan efek rileksasi
sehingga menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Proses nyeri
terjadi pertama melalui saraf perifer aferen yang kemudian ditranmisikan ke
spinotalamik. Dimana pada saraf perifer terdapat dua serabut yang mengontrol
stimulus nyeri, yaitu serabut A delta dan serabut C. Tindakan foot massage membuat
serabut A delta yang terselubung myelin akan bergerak melintasi medulla spinalis
untuk menutup gerbang korteks serebri sehingga merubah nyeri yang akan
dipersepsikan.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Sampel
Pada jurnal terkait yang dilakukan oleh [ CITATION Mar19 \l 1057 ]
jumlah Sampel yang digunakan yaitu 60 responden sedangkan Kelompok hanya
menggunakan sampel 3 responden, seharusnya menggunakan lebih dari 30
responden agar mengurangi bias dari hasil yang akan didapat karena jumlah
tersebut merupakan batas minimal sampel yang dapat diuji statistic. dengan
jumlah sampel 3 responden sangat kurang untuk menggambarkan keadaan dari
populasi. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh terjadinya pandemi Covid-19
yang tengah mewabah diseluruh dunia sehingga sangat berdampak pada
pengambilan jumlah sampel, dengan terjadinya pandemi diharuskan oleh pihak
Rumah sakit Dr. Soebandi maupun pihak Universitas Muhammadiyah Jember
Mahasiswa Profesi Ners untuk pembagian shift diruangan dilakukan sitem
pembelajaran daring dan luring jadi selama 1 minggu praktik luring di ruangan
hanya 3 hari.
2. Homogenitas
Uji Homogenitas pada Evidance based practice tidak dilakukan oleh
kelompok dikarenakan keterbatasan waktu praktik di ruangan. seperti yang sudah
dipaparkan sebelumnya dengan terjadinya pandemic Covid-19 Praktik
mahasiswa Profesi Ners hanya 3 hari diruangan dan waktu shift hanya 5 jam.
Seharusnya Uji Homogenitas yang perlu kelompok lakukan antara lain:
a) Pemberian Anastesi pada saat dilakukan Operasi Sectio Caesarea
b) Pemberian obat oral Analgesik
c) Implementasi yang dilakukan harus dengan waktu yang sama misalkan 6
jam post SC semua responden harus dilakukan intervensi 6 jam post SC
3. Desain Penelitian
Pada jurnal terkait yang dilakukan oleh [ CITATION Mar19 \l 1057 ]
menggunakan desain penelitian uji klinis acak atau eksperimen dengan
rancangan true-experimental, ciri pada penelitian ini adalah mengungkapkan
hubungan sebab-akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol di samping
kelompok eksperimental yang dipilih dengan menggunakan teknik acak. pada
kedua kelompok dilakuakan pra-tes setelah pemberian perlakuan seselai
dilakukan pengukuran pasca tes, Sedangkan pada Implementasi yang dilakukan
oleh kelompok menggunakan desain pra eksperimental dengan pendekatan One
group pre post test design. Ciri dari tipe ini adalah mengungkapkan hubungan
sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek, kelompok intervensi
diobservasi sebelum dilakuakan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah
intervensi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa desain yang digunakan antara
jurnal terkait dengan implementasi mahasiswa sangat berbeda, sehingga hasil
yang didapatkan berbeda dengan jurnal terkait.
4. Pelaku Implementasi
Implementasi pijat refleksi kaki oleh mahasiswa di ruang Nifas RSD Dr.
Soebandi dilakukan oleh 3 mahasiswa setiap responden 1 mahasiswa yang
melakukan pemijatan. Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan SOP
pijat refleksi kaki yang telah disusun sebelumnya, akan tetapi kemampuan atau
skill setiap mahasiswa berbeda-beda sehingga pelaku implementasi tidak
homogen yang mengakibatkan bias hasil dari Evidance Based Practice ini.
5. Frekuensi Implementasi
Pada jurnal terkait yang dilakukan oleh [ CITATION Mar19 \l 1057 ]
Frekuensi implementasi dilakukan dalam 3 waktu (time series) 6 jam, 12 jam
serta 18 jam post SC dan diukur selama 3 waktu itu untuk mengurangi bias dari
penelitian. Menurut teori efek dari anastesi akan hilang minimal 6-8 jam post SC,
akan tetapi respon dari setiap individu akan berbeda dalam mempersepsikan
Nyeri yang terjadi. Sedangkan Implementasi yang dilakukan oleh kelompok
hanya dilakukan 1 kali implementasi dan diukur dalam 1 waktu, dikarenakan
keterbasan waktu shift dari mahasiswa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian efektifitas terapi pijat refleksi kaki
terhadap nyeri ibu post SC menunjukkan penurunan skala nyeri post SC, hal ini
berdasarkan bukti skala nyeri yang mengalami penurunan yang signfikan
sebelum dan sesudah diberikannya terapi pijat refleksi kaki. Hasil yang
ditemukan pada foot massage sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa
penekanan pada kaki secara lembut dapat merangsang pengeluaran hormon
endorphine pada tubuh yang juga memberikan efek rileksasi sehingga menekan
impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Proses nyeri terjadi pertama
melalui saraf perifer aferen yang kemudian ditranmisikan ke spinotalamik.
Dimana pada saraf perifer terdapat dua serabut yang mengontrol stimulus nyeri,
yaitu serabut A delta dan serabut C. Tindakan foot massage membuat serabut A
delta yang terselubung myelin akan bergerak melintasi medulla spinalis untuk
menutup gerbang korteks serebri sehingga merubah nyeri yang akan
dipersepsikan.

B. Saran
1. Pasien Postpartum
Disarankan pada pasien post operasi saecar untuk melakukan upaya
mengurangi insensitas nyeri dengan teknik non farmakologi seperti Pijat
refleksi kaki dan tangan
2. Keluarga
Keluarga sebagai support sistem bagi pasien post operasi saecar, disarankan
untuk selalu memberikan motivasi, dorongan, serta berbagi pengalaman tentang
pentingnya mengetahui dampak dari nyeri setelah operasi saecar
3. Petugas Kesehatan
Disarankan agar petugas kesehatan dapat mendalami nursing intervention.
Reflexology on feet and hands Selain itu petugas kesehatan disarankan untuk
selalu memberikan nursing intervention Reflexology on feet and hands sebagai
tambahan intervensi pada pasien post op saecar untuk meminimalisir skala
nyeri
4. Institusi Pendidikan
Disarankan kepada institusi pendidikan khususnya pihak fakultas untuk
memberikan praktikum lab berkaitan dengan perkuliahan mata ajar
keperawatan medikal bedah dengan cara menambah materi nursing
intervention Reflexology on feet and hands yang dapat dilakukan pada pasien
post op saecar pada mata kuliah maternitas.
5. Institusi Pelayanan Kesehatan
Disarankan kepada pelayanan kesehatan untuk membuat SOP tentang nursing
intervention Reflexology on feet and hands, mengingat intervensi tersebut
idapat diterapkan baik di klinik maupun di komunitas.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Ismail, A,N & Ibrahim Elgzar, T,W. (2018). The Effect of Progressive Muscle
Relaxation on Post Cesarean Section Pain, Quality of Sleep and Physical Activities
Limitation. International Journal of Studies in Nursing; Vol. 3, No. 3; 2018. ISSN
2424-9653. E-ISSN 2529-7317. July Press

Deepa Antony, (2013). Melakukan penelitian untuk menilai keefektifan pijat tangan dan kaki


dalam mengurangi nyeri pasca sesar pada ibu di unit bersalin
tertentu , Bangalore, Tesis  Master yang Tidak Diterbitkan, Universitas Ilmu
Kesehatan  Rajiv  Gandhi , Bangalore.

Muchsin R, Yulis H dan Muslimah P. (2020) Effect of Guided Imagery Technique on


Decreased Pain Intensity in Post Sectio Caesarea Patients at Permata Bunda
Hospital. International Journal of Science and Healthcare Research Vol.5; Issue: 4;
Oct.-Dec. 2020 Website: ijshr.com. ISSN: 2455-7587.

Poornima, (2012). Melakukan penelitian untuk menilai efektivitas kaki dan


tangan pijat di reduksi dari pascacaesar nyeri antara pasca  kelahiran ibu di KG 
RumahSakit, Coimbatore, tidakditerbitkan Guru Tesis, The Tamilnadu Dr.MGR Me
dical University, Chennai.

Rahmawati, I., & Yuniarti, E. V. (2020). The Influence Of Lavender Aromatherapy To


Decrease Of Pain On Patient Post-Sectio Caesarea (Sc) Operations In Hospital
Islamic Sakinah Mojokerto . International Journal of Nursing and Midwifery Science
(IJNMS) , 70-74.

Seers K, Crichton N, Tutton L, Smith L, Saunders T. Effectiveness of relaxation for


postoperative pain and anxiety: randomized controlled trial. J Adv Nurs. 2008; 62

Solehati T, Rustina Y. The Effect of Benson Relaxation on Reduction of Pain Level Among
Post Caesarean Section Mother at Cibabat Hospital, Indonesia J Nurs Health Care.
2013; 1

Vaart, S. V., & Berger, H. (2011). The effect of distant reiki on pain in women after elective
Caesarean section: a double-blinded randomised controlled trial. BMJ Open .

Marzouk, S. S., Eshra, D. K., Aly, I. K., & Mady, M. M. (2019). Effect Of Reflexology And
Nursing Management Protocol Versus Hospital Routine Care On Pain And Anxiety
Among Post Cesarean Section Primipara. International Journal Of Novel Research
In Healthcare And Nursing Vol. 6, Issue 3, Pp: (1028-1040).
Muliani, R., Rumhaeni, A., & Nurlaelasari, D. (2020). Pengaruh Foot Massage Terhadap
Tingkat Nyeri Klien Post Operasi Sectio Caesarea. Jnc - Volume 3 Issue 2 .
Yunitasari, E., Nursanti, I., & Widakdo, G. (2017). Efektivitas Hand Massage, Foot Massage
Dan Kombinasi Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio Caesarea

Anda mungkin juga menyukai