Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA THORAK

DI RUANG ICU RSUD dr. SOEBANDI JEMBER


PERIODE 05 – 10 APRIL 2021

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Di Stase

Keperawatan Gawat Darurat

OLEH:
Iqbal Abdi Fidaus S.Kep
NIM. 2001031041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA THORAK
A. DEFINISI

Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun
oleh sebab trauma tajam. Peningkatan dalam pemahaman mekanisme fisiologis yang
terlibat, kemajuan dalam modalitas imaging yang lebih baru, pendekatan invasif
yang minimal, dan terapi farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan cedera ini (Mattox, et al., 2013; Marc
Eckstein, 2014; Lugo,, et al., 2015).
Cedera pada parenkim paru sering terjadi pada pasien yang mengalami cedera
berat meliputi, kontusio, laserasi dan hematoma pada paru. Hemotoraks dan
Pneumotoraks juga merupakan cedera yang biasa terjadi pada pasien - pasien trauma
toraks. Penatalaksanaan pada cedera ini telah berkembang selama beberapa dekade
terakhir. Hal ini disebabkan oleh kemajuan dalam teknik imaging diagnostik dan
peningkatan dalam pemahaman patofisologi. Pemahaman ini akan meningkatkan
kemampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma toraks sehingga
penanganannya dapat dilakukan dengan segera (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein,
2014)
B. ANATOMI

Struktur toraks yang menyerupai sangkar atau tulang-tulang dada, terdiri dari
atas 12 verthebrathorakalis, 12 pasang tulang iga (costae), dan stemum. Tulang iga
dan stenum membentuk susunan sangkar dan menyongkong rongga thoraks. Ruang
antara tulang-tulang iga disebut ruang interkostalis dan diberi nomor berdasarkan
tulang iga diatasnya ( contoh : ruang intercostalis kedua berada dibawah tulang iga
kedua ). Diafragma adalah otot yang memisahkan rongga toraks dari abdomen dan
digunakan selama inspirasi
a. Dinding dada
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada
adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, setrum, tulang clavicula dab
scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta
pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna
b. Dasar toraks
Dibentuk oloh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma
mempunyai lubang untuk jalan aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus
c. Isi rongga torak
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru – paru . rongga ini dibatasi oleh pleura
viscaralis dan parietas. Rongga mediastium dan isinya terletak di tengah dada.
Mediastinum dibagi menjadi bagian anteriorm, medus, posterior dan superior,

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada, Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang
mengembang dan mengempis tergantung mengembang dan mengecilnya rongga
dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan, yaitu intercostalis dab
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru
mengembang sehingga uadara terhisap ke alveolus melalui trakea dan bronkus.
Sebaliknya bila intercostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan
udara terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan intra abdomen, diafragma
akan naik ketika intercontalis akan berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu
kelenturan dinding toraks kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intra abdomen,
menyebabkan ekspirasi jika otot intracosta dan diafragma kendur dan tidak
memepertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan
kegitan pasif (Sjamsuhidajat, 2004)
C. ETIOLOGI
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat
kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk
mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang
berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3
berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi
sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata
militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan
pada paru - paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas
menyelam (Saaiq, et al., 2010).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Gallagher, 2014)

D. PATOFISIOLOGIS

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi


pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot - otot
pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negatif dari
intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru - paru selama
inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda dari dinding
toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada,
rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Dalam dinding dada termasuk
tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait. Rongga pleura berada diantara
pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupun udara yang menyertai
suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru - paru dan jalan nafas yang
berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan
pneumokel. Mediastinum termasuk jantung, aorta / pembuluh darah besar dari
toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggungjawab
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi darah
untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah,
salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks
(Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain
yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien - pasien
trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung.
Pengobatan dari trauma Toraks bertujuan untuk mengembalikan fungsi
kardiorespirasi menjadi normal, menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis
(Saaiq, et al., 2010; Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015)
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai
berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan
kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi
pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio pulmonum. Trauma yang lebih berat
menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung
(Saaiq et al., 2010; Lugo, et al., 2015 ).
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan
sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan
anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi
gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian
pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah
E. PATWAY Trauma tajam Trauma tumpul

Merangsang Perubahan status


Nyeri akut respirator nyeri Trauma dada kesehatan Ansietas

Terkena paru dan Jantung Ruptur cidera


Mengenai rongga pleura trakeobronkial
dinding dada
Pericardium
berisi darah Pendarahan pada
Fraktur clavikula Fraktur conta Luka penitrasi saluran pernafasan
Mengenai thorak
dan sentrum
Temponade
Flailchest Open pneumotorak Obtruksi darah
Gangguan pada Pleura robek jantung
pergerakan
Adanya lubang udara
Trauma tumpul
luar dan pneumotorak Tekanan Kehilangan Bersihan jalan nafas
intrapleura masuk cairan pasif dari tidak efektif
Intoleransi
Tekanan nafas Ada udara di pleura ke rongga pleura pembuluh darah
aktivitas
menurun besar

Pola nafas tidak


efektif Hematorax
Pneeuotorak
Syok hipofolemik
Penurunan perfusi perifer Tidak ada peningkatan Terjadi mekanisme
intra thorak ventilasi one way

Pasien kedinginan,
hipotensi, pucat Simple pneumotratoraks
Peningkatan intrathoraks

Ketidak efektifan Kolaps paru


perfusi jaringan Tension pneumotoraks

Penurunan fungsi alveoli


Penekanan vena cava

Disfusi O2 dan CO2


Penurunan efektivitas
menurun
jantung

Gangguan pertukaran
Penurunan curah
gas
jantung
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Taponade jantung
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang di perkirakan menembus jantung :
a. Gelisah
b. Pucat
c. Keringat dingin
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis)
e. Pekak jantung melebar
f. Bunyi jantung melemah
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse presure
h. ECG terdapat ;oe voltage seluruh lead
i. Perikardiosentesis keluar darah
2. Hematorak :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernafasan
3. Pneumotorak
a. Nyeri dada mendadak
b. Gagal pernafasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
Dada atau sisi lebih resonan pada perkusi dan suara nafas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali. Pada auskultasi terdengar bunyi klik. Jarang terdapat luka
rongga dada walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang rupur. Luka
tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abnominal.
G. TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1. Ada jejas pada thorak
2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6. Penurunan tekanan darah
7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
8. Bunyi muffle pada jantung
9. Perfusi jaringan tidak adekuat
10. Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
H. KOMPLIKASI

Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,


pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%.
Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akan menjadi ARDS.
Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam dekade terakhir, ARDS masih
merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka
kematian 20-43% (Aukema, et al., 2011; Lugo, et al., 2015 ; El-Menyar, et al., 2016).

Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yang
paling sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks, perdarahan
masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit, subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta. Kebanyakan hematoma ekstrapleura tidak membutuhkan
pembedahan, karena jumlah darah yang cenderung sedikit ( Milisavljevic, et al.,
2012 ; Lugo, et al., 2015 ).

Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun
tidak langsung. Fraktur kosta terjadi sekitar 35% - 40% pada trauma toraks.
Karakteristik dari trauma kosta tergantung dari jenis benturan terhadap dinding dada
(Saaiq, et al., 2010; Milisavljevic, et al., 2012). Gejala yang spesifik pada fraktur kosta
adalah nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
Pasien akan berusaha mencegah daerah yang terkena untuk bergerak sehingga terjadi
hipoventilasi. Hal ini meningkatkan risiko atelektasis dan pneumonia (Novakov, et al.,
2014 ; Feng Lin, et al., 2015 ; Lugo, et al., 2015).

Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. Angka
kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab yang
paling sering. Diagnosis flail chest didapatkan berdasarkan pemeriksaan fisik, foto
Toraks, dan CT scan Toraks (Wanek & Mayberry, 2004; Milisavljevic, et al., 2012;
Lugo, et al., 2015)

Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kali
disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ mediastinum harus dicurigai
pada pasien fraktur sternum, umumnya adalah kontusio miokardium (dengan nyeri
prekordium dan dispnea). Diagnosis fraktur sternum didapatkan dari pemeriksaan
fisik, adanya edema, deformitas, dan nyeri lokal (Milisavljevic, et al., 2012).

Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang paling
umum terjadi. Kontusio pulmonum paling sering disebabkan trauma tumpul pada
dinding dada secara langsung yang dapat menyebabkan kerusakan parenkim, edema
interstitial dan perdarahan yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian paru.
Kontusio juga dapat menyebabkan hematoma intrapulmoner apabila pembuluh darah
besar didalam paru terluka. Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
(adanya suara gurgling pada auskultasi), foto toraks, dan CT scan toraks. Kontusio
lebih dari 30% pada parenkim paru membutuhkan ventilasi mekanik (Milisavljevic, et
al., 2012 ; Lugo, et al., 2015)

Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks


sangat berkaitan dengan fraktur kosta laserasi dari pleura parietalis dan visceralis.
Robekan dari pleura visceralis dan parenkim paru dapat menyebabkan Pneumotoraks,
sedangkan robekan dari pleura parietalis dapat menyebabkan terbentuknya emfisema
subkutis. Pneumotoraks pada trauma tumpul toraks terjadi karena pada saat terjadinya
kompresi dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar
yang dapat menyebabkan ruptur alveolus. Udara yang keluar ke rongga interstitial ke
pleura visceralis ke mediastinum menyebabkan Pneumotoraks atau emfisema
mediastinum. Selain itu Pneumotoraks juga dapat terjadi ketika adanya peningkatan
tekanan tracheobronchial tree, dimana pada saat glotis tertutup menyebabkan
peningkatan tekanan terutama pada bivurcatio trachea dan atau bronchial tree tempat
dimana bronkus lobaris bercabang, sehingga ruptur dari trakea atau bronkus dapat
terjadi. Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh
dispneu (Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al., 2015).

Hematotoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Darah dapat masuk
ke rongga pleura setelah trauma dari dinding dada, diafragma, paru-paru, atau
mediastinum. Insiden dari hematotoraks tinggi pada trauma tumpul, 37% kasus
berhubungan dengan pneumotoraks (hemopneumotoraks ) bahkan dapat terjadi hingga
58% (Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al., 2015). Terjadinya hemotoraks yang
massive dengan drainage sekitar 1000 mililiter ataupun 100 mililiter per jam lebih
daari 4 jam pada kasus akut mengindikasikan untuk dilakukan thoracotomy
emergency karena sangat beresiko mengancam nyawa bahkan kematian (Cobanoglu,
et al., 2012).
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues
suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc segera thorakotomi.
PENATALAKSANAAN
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga
dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh
dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2
hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian
masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang
hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
 Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan
tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di
bagian masuknya slang dapat dikurangi.
 Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
 Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
 Latihan napas dalam.
 Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
waktu slang diklem.
 Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.
Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1
- 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
 Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna
muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
 Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2
terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau
di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena
perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
 Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan
yang keluar kalau ada dicatat.
 Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
 Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
 Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol
dan slang harus tetap steril.
 Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,
dengan memakai sarung tangan.
 Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada,
misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
 Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
 Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
 Tidak ada pus dari selang WSD.
3. Therapy
 Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
 WSD (hematotoraks).
 Pungsi.
 Torakotomi.
 Pemberian oksigen.
 Antibiotika.
 Analgetika.
 Expectorant.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Biodata
- Identitas klien
Melupti nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik
medik, alamat
- Identitas penanggung jawab
Identitas penggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab selama perawatan. Data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat
2. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada
dada dan gangguan bernafas
- Riwayat kehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P), yaitu fokus keluhan utama klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien), regional (R) yaittu
penyebaran nyeri, sefety (S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri
dan dapat membuat klien merasa nyaman dan Time (T)yaitu sejak kapan klien
merasakan nyeri
- Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah terdapat
riwayat sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistempernafasan
- Sesak nafas
- Nyeri, batuk-batuk
- Terdapat retraksi klavikula/ dada
- Pengembangan paru tidak simetris
- Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
- Pada perkusi ada suara sonor/hipersonor/timpani,hematoraks
- Suara nafas menurun
- Pekak dengan batas seperti garit miring/tidak jelas
- Dispnea dengan aktivitas ataupun isrtirahat
- Gerakan dada tidak sama waktu bernafas
b. Sistem kardiovaskuler
- Nyeri dada meningkat karena pernafasan dan batuk
- Thakikardia , lemah
- Pucat, HB turun/nprmal
- Hipotensi
c. Sistem persyarafan
- Tidak ada kelainan
d. Sistem perkemihan
- Tidak ada kelainan
e. Sistem pencernaan
- Tidak ada kelainan
f. Sistem muskuloskeletal – integrumen
- Kemampuan sendi terbatas
- Ada luka bekas tusukan benda tajam
- Terdpat kelemahan
- Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan
g. Sistem endkrin
- Terjadi peningkatan metabolisme
- Kelemahan
h. Sistem sosial / intelektual
- Tidak ada hambatan
i. Spiritual
- Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
4. Pemeriksaan diagnostik
- Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural
- Pa Co2 kadang-kadang menurun
- Pa O2 normal/menurun
- Saturasi O2 menurun (biasanya)
- HB mungkin menurun (kehilangan darah)
- Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
A. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan agen pencedera fisik ditandai dengan kondisi
pembedahan
2. Ansietas berhubungan dengan krisis maturasional ditandai dengan
3. Pola nafas tidak efek berhubungan dengan hambatan upaya nafas ditandai dengan
trauma thoraks
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
ditandai dengan prosedur diasnostik
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak siembangan ventilasi-
pervusi ditandaui dengan pneummonia
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan trauma
thoraks
7. Penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan frekuensi jantung ditandai
dengan penurunan efektifitas jantung
B. Rencana tindakan keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


berhubungan agen tindakan keperawatan Observasi :
pencedera fisik 3x24 jam, Nyeri klien - Identifikasi lokasi nyeri
ditandai dengan teratasi - Identifikasi skala nyeri
kondisi pembedahan - Identifikasi faktor yang
KH:
memperberat nyeri
- Kemampuan
Terapeutik
menuntaskan aktivitas
- Berikan tehnik non
(5)
farmakologis untuk
- Keluhan nyeri (5)
mengurangi nyeri
- Meringis (5)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat analgesik
jika perlu
2 Ansietas Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan - Monitor tanda-tanda
3x24 jam, masalah ansietas
keperawatan ansietas - Identifikasi saat tingkat
teratasi ansietas berubah
Terapeutik
KH:
- Ciptakan suasana yang
- Frekuensi
tenang
pernafasan (5)
- Motivasi mengidentifikasi
- Tekanan darah
situasi yang memicu
(5)
kekerasan
Edukasi
1.
- Latih tehnik reksasi
- Informasikan secara faktual
mengenai
diagnosis,pengobatan,prog
nosis
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
3 Pola nafas tidak efek Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Monitor pola nafas
hambatan upaya 3x24 jam, maslah (frekuensi,kedalaman,
nafas ditandai keperawatan Pola nafas usaha nafas)
dengan trauma tidak efek teratasi - Monitor bunyi nafas
thoraks tambahan
KH :
Terapeutik
- Frekuensi nafas - Pertahankan kepatenan
(5) jalan nafas dengan head-tilt
- Berikan oksigen jika perlu
- Kedalaman
nafas (5) Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
- Penggunaan
2000 ml/hari, jika tidak
otot bantu nafas
kontra indikasi
(5)
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat
4 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Observasi :
tidak efektif tindakan keperawatan - Identifikasi kemampuan
batuk
berhubungan dengan 3x24 jam bersihan
hipersekresi jalan - Monitor adanya
jalan nafas membaik retensi sputum
nafas ditandai dengan kriteria hasil :
- Monitor input dan
dengan prosedur 1. Batuk efektif output cairan
diasnostik meningkat Teraupetik :
- Atur posisi semi
2. Sulit bicara fowler
menurun - Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
3. Gelisah pasien
menurun
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas
dalam
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat

5 Gangguan Setelah dilakukan Observasi


pertukaran gas tindakan keperawatan
- Monitor frekuaensi, irama,
berhubungan dengan 3x24 jam Gangguan
kedalaman dan upaya nafas
ketidak siembangan pertukaran gas
ventilasi-pervusi - Monitor pola napas
KH :
ditandaui dengan
- Monitor kemampuan batuk
pneummonia - Tingkat kesadaran (5)
efektif
- Bunyi napas Terapeutik
tambahan (5)
- Atur interval pemantauan
- Polan napas (5) respirasi sesuai kondisi
pasien

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien

- Informasikan pemantawan

Kolaborasi

Kolaborasi dengan dokter


pemberian obat, jika perlu
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Identifikasi gangguan
kelemahan ditandai 3x24 jam, masakalah fungsi tubuh yang
dengan trauma keperawatan Intoleransi mengakibatkan kelelahan
thoraks aktivitas teratasi dengan Terapeutik
- Sediakan lingkungan
KH :
nyaman dan rendah
- Saturasi stimulus
oksigen (5) - Berikan aktivitas distraksi
yang menangkan
- Perasaan lemah
Edukasi
(5)
- Anjurkan tirah baring
- Tekanan darah - Anjurkan melakukan
(5) aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
- Frekuensi nafas
- Kolaborasi dengan ahli gizi
(5)
cara meningkatkan asupan
makanan
7 Penurunan curah Setelah dilakukan Observasi
jantung ditandai tindakan keperawatan - Identifikasi tanda/gejala
dengan perubahan 3x24 jam, masalah primer penurunan curah
frekuensi jantung keperawatan Penurunan jantung
ditandai dengan curah jantung tertasi - Identifikasi tanda/gejala
penurunan dengan sekunder penurunan curah
efektifitas jantung jantung
KH :
- Monitor tekanan darah
- Gambaran EKG - Monitor intake out put
aritmania (5) Terapeutik
- Berikan diet jantung yang
- Tekanan darah
sesuai
(5)
- Berikan oksigen untuk
- Suara jantung mempertahankan saturasi
S3 (5) oksigen
Edukasi
- Suara jantung
- Ajnjurkan beraktivitas fisik
S4 (5)
sesuai toleransi
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Eckstein M, Handerson SO. Rosen's Emergency Medicine Concepts and


Clinical Practice. 8th ed. philadelphia: Elsevier Saunders. 2014

Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan Edisi 2. Jakarta: Selemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah Brunner &
Suddart. Edisi 8, Volume 1. ECG. Jakarta

Crowin, Elizabeth. 2009.Patofisiologi Jakarta : EGC

Shamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai