TRAUMA DADA
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3A
KLASIFIKASI
1. Trauma Tembus
Pneumothoraks terbuka
Hemothoraks
Trauma tracheobronkial
Contusi Paru
Ruptur diafragma
Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
Tension pneumothoraks
Trauma tracheobronchial
Flail Chest
Ruptur diafragma
Trauma mediastinal
Fraktur kosta
ETIOLOGI
1. Trauma tembus
Luka Tembak
Luka Tikam / tusuk
2. Trauma tumpul
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh
Pukulan pada dada
Pada penelitian Handoyo dan Supriyanto (2018) menemukan bahwa penyebab trauma
thorax yaitu kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, perkelahian dan luka tembak.
Kementrian kesehatan (2017) mengatakan bahwa trauma tumpul terjadi sebagai akibat
penekanan langsung pada daerah dada, biasanya tertutup sehingga tidak terdapat
hubungan antara ruang dalam dada dengan udara, atmosfir, disebabkan oleh benda
tumpul. Trauma tajam/penetrasi terjadi sebagai akibat luka tembak/tusuk, hal ini
menyebabkan luka dada terbuka karena terdapat hubungan antara ruang dalam dada
dengan udara atmosfir, trauma ini yang paling sering disebabkan oleh tembakan peluru
kemudian karena pisau/ditusuk.
PATOFISIOLOGI
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk kompresi maupun
ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan memar / jejas trauma pada
bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio
miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan
tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-
paru. Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga
seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka. Kondisi
fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi dimana
segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada.
Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan
dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius. Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali
berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda
tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh
darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini
menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun
rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara
progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi
paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran
proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema.
PATHWAY TRAUMA DADA
Trauma tajam,
Trauma Tumpul
trauma tembus
Perpindahan energi kinetik dari objek penyebab trauma ke jaringan tubuh. Energi kinetik
Nyeri akut Ansietas
ini dipengaruhi oleh massa dan kecepatan objek tersebut. Perpindahan energi yang
besar menyebabkan kerusakan / trauma pada jaringan tubuh
Mengenai dinding dada Kena paru dan rongga pleura jantung Rupture/cedera
1 2 3 trakeobronkial
Fr clavikula, Fr
Fr costae mulitiple Perdarahan pd sal nafas
sternum Luka penetraisi menimbul kan Mengenai rongga thorax Laserasi paru
luka terbuka pada pleura sampai rongga pleura
Flail chest
Ggn pd Kena pembuluh darah sistemik, Obstr
pergerakan Open pneumotoraks Pleura robek pembuluh darah pada hilus paru, pemb uksi
dinding dada Fragmen tl. Yg patah drh intercosta darah
mendesak jaringan
Tjd hub antara udara luar
sekitarnya Tek neg intra pleural shg udara luar
dg rongga pleura Bersihan
akan terhisap masuk ke rongga pleural Darah terkumpul di rongga pleura
Thorax jalan
bergerak nafas tdk
Destruksi Patahan
asimetris dan efektif
kapiler dlm tulang Ada udara di rongga pleura hematothorak
tidak
rongga menusuk Pericardium berisi darah
terkoordinasi
dada paru
Pneumothorax traumatic
Tamponade jantung
(non iatrogenic)
Gerakan hematothorak
Pneumothorax
pernafasan
tertutup Kehilangan cairan pasif dari pembuluh
buruk Pola nafas tdk efektif syok
darah besar, rupture jantung, hemothorax
Pneumothorax traumatic
hematothorax Pneumothorax tertutup
(non iatrogenic)
Simple pneumothorax
pe↑ tek intrathorax yg
Penurunan perfusi perifer progresif
pada organ kulit, otot, Paru kolaps
lemak dan tulang dengan
pH arteri normal
Tension pneumothorax
Ekspansi paru ↓ Pe↓ fungsi alveoli
Ketidakefektifan Perfusi Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Penurunan efektifitas pompa
jaringan perifer jantung
Pe↓ COP
Pathway
Tension Pneumothoraks
Kurang menerima
informasi
Cemas
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kemenkes (2017), manifestasi klinis trauma dada adalah sebagai berikut :
Trauma tumpul : dyspnea, agitasi, restlessness, anxiety, chest pain during respiration
-Potensial Komplikasi : Pneumothorax, flail chest, hemothorax, pulmonary contusion,
myocardial contusion, cardiac tamponade
-Inspeksi : RR>20x/mnt, Hiperpnea, ventilatory distress, penggunaan otot-otot asesori,
penurunan tidal volume, hemoptasis, asymmetric chest wall motion, jugular venous
distention, sianosis, pucat pda kulit, bibir.
-Palpasi : flail chest segmen, tanda-tanda fraktur.
-Perkusi : dullness pertanda hemothorax, hiperesonan pertanda pneumothorax
-Auskultasi : krepitasi disekitar patahan tulang, penurunan tekanan darah
Trauma tajam : dyspnea, nyeri yang hebat, cemas, gangguan istirahat
-Potensial komplikasi: Hemothorax, pneumothorax, tension pneumothorax, hemorrhage,
shock, infeksi
-Inspeksi : RR>20x/mnt, hiperpnea, respiratory distress, use acessory muscle, decrease tidal
volume, asymetris chest wall, sianosis, estimate blood loss, do not remove penetrating object.
-Palpasi ; deviasi trachea, empisema subcutan, akral dingin.
-Perkusi : pertanda hemothorax, hiperesonan pertanda pneumothorax, auskultasi ; pernafasan
stridor, bradicardi.
Menurut Ovedoff (2002), tanda dan gejala pneumothorax adalah sebagai berikut :
PENATALAKSANAAN
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD)
pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan
memperhatikan prinsip kegawatdaruratan. Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan
keadaan masing-masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk
mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami
penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas.Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan
tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus
otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara
Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw
Thrust Manuver)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya
tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan
indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang
sesuai dengan kondisi klien.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan
harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari
RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan dengan
kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan
yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
2.Konservatif
a) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa
nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan
manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat
berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan
penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman
penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum
antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi
akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.
3. Invasif / Operatif
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari
rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi
untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
( Brunner dan Suddarth, 2002).
Asuhan Keperawatan Secara Teoritis Pasien dengan Trauma Dada
A.PENGKAJIAN
Pengkajian Klien
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada
dan gangguan bernafas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
e. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
f. Pengobatan terakhir.
g. Pengalaman pembedahan.
Pengkajian Primer
a. Airway
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax. Walaupun gejala klinis yang ada kadang tidak
jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring yang mengancam nyawa.
Trauma pada dada bagian atas, dapat menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi
dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat menyebabkan sumbatan airway atas. Trauma
ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda perubahan kualitas suara dan
trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi
sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik dengan reposisi tertutup fraktur dan jika perlu
dengan intubasi endotracheal.
b. Breathing
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing dan vena-vena leher.
Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai dengan diobservasi, palpasi dan
didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan
frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk.
Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang mempengaruhi
breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey.
c. Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Tekanan darah dan
tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna
dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension
pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan adanya disritmia harus
dicurigai adanya trauma miokard.
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat
1) Pneumothoraks:
1) Pneumotoraks:
2) Hemotoraks:
c. Pemeriksaan diagnostic
1) Laboratorium
a)Pneumotoraks: analisis gas darah arteri menunjukkan hipksemia (normal: 75 – 100 mmHg)
b)Hemotoraks:
Analisis cairan pleura menunjukkan hematocrit serum >50% (normal: pria 40 – 50%, wanita
35 – 46%)
Analisa gas darah arteri menunjukkan peningkatan parsial karbondioksida dan penurunan
tekanan parsial oksigen
Kadar hemoglobin serum dapat mengalami penurunan (normal: pria 13,5 – 18g/dL; wanita 12
– 16g/dL) tergantung pada darah yang hilang.
2) Pencitraan
3) Prosedur diagnostic
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul sesuai SDKI (PPNI, 2016):
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam
jalan nafas (darah)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
trauma, hipoventilasi dan trauma thorax
3. Nyeri akut : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
4. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
7. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma
8. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang
penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam jalan
nafas (darah)
SLKI (PPNI, 2016) : Bersihan Jalan Nafas
Wheezing menurun
Disppnea menurun
Sulit berbicara menurun
Sianosis menurun
Frekuensi nafas membaik
Pola nafas membaik
SIKI (PPNI, 2016) :Manajemen Jalan Nafas
Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Monitor bunyi nafas tambahan (gurgling, mengi, wheezing)
Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift
Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Berikan oksigen jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
trauma, hipoventilasi dan trauma thorax
SLKI (PPNI, 2016):
Pola Nafas
-Dispnea menurun
-Penggunaan otot bantu nafas menurun
-Pemanjangan fase ekspirasi menurun
-Frekuensi nafas membaik
-Kedalaman nafas membaik
3. Nyeri akut : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Obesrvasi
-Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
-Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-Monitor efek samping penggunnaan analgetik
Teraupetik
Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
REFERENSI
Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Volume 1. EGC. Jakarta.
Ovedoff David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran edisi refisi Jakarta : binerupa aksara
Handoyo, C N & Supriyanto, E. 2018. Profil Trauma Toraks di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD
Gambiran Periode Maret 2017 – Maret 2018. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 7(2) :
178-188.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta : DPP PPNI.