Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA DADA

Untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Departemen Komunitas dan Keluarga


Pembimbing Akademik : Ns. Bintari Ratih K, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh:

Desi Christin Saragih

KELOMPOK 3A

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
DEFINISI
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001). Trauma thoraks adalah luka atau cedera
yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan
tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).

KLASIFIKASI

1. Trauma Tembus

 Pneumothoraks terbuka
 Hemothoraks
 Trauma tracheobronkial
 Contusi Paru
 Ruptur diafragma
 Trauma Mediastinal

2. Trauma Tumpul

 Tension pneumothoraks
 Trauma tracheobronchial
 Flail Chest
 Ruptur diafragma
 Trauma mediastinal
 Fraktur kosta

ETIOLOGI

1. Trauma tembus
 Luka Tembak
 Luka Tikam / tusuk
2. Trauma tumpul
 Kecelakaan kendaraan bermotor
 Jatuh
 Pukulan pada dada
Pada penelitian Handoyo dan Supriyanto (2018) menemukan bahwa penyebab trauma
thorax yaitu kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, perkelahian dan luka tembak.
Kementrian kesehatan (2017) mengatakan bahwa trauma tumpul terjadi sebagai akibat
penekanan langsung pada daerah dada, biasanya tertutup sehingga tidak terdapat
hubungan antara ruang dalam dada dengan udara, atmosfir, disebabkan oleh benda
tumpul. Trauma tajam/penetrasi terjadi sebagai akibat luka tembak/tusuk, hal ini
menyebabkan luka dada terbuka karena terdapat hubungan antara ruang dalam dada
dengan udara atmosfir, trauma ini yang paling sering disebabkan oleh tembakan peluru
kemudian karena pisau/ditusuk.
PATOFISIOLOGI

Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk kompresi maupun
ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan memar / jejas trauma pada
bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio
miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan
tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-
paru. Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga
seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka. Kondisi
fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi dimana
segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada.
Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan
dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius. Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali
berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda
tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh
darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini
menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun
rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara
progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi
paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran
proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema.
PATHWAY TRAUMA DADA

Trauma tajam,
Trauma Tumpul
trauma tembus

Perpindahan energi kinetik dari objek penyebab trauma ke jaringan tubuh. Energi kinetik
Nyeri akut Ansietas
ini dipengaruhi oleh massa dan kecepatan objek tersebut. Perpindahan energi yang
besar menyebabkan kerusakan / trauma pada jaringan tubuh

Merangsang reseptor Diskontinuitas Trauma dada Perubahan status kesehatan yang


nyeri jaringan menimbulkan ancaman kematian

Mengenai dinding dada Kena paru dan rongga pleura jantung Rupture/cedera
1 2 3 trakeobronkial

Fr clavikula, Fr
Fr costae mulitiple Perdarahan pd sal nafas
sternum Luka penetraisi menimbul kan Mengenai rongga thorax Laserasi paru
luka terbuka pada pleura sampai rongga pleura
Flail chest
Ggn pd Kena pembuluh darah sistemik, Obstr
pergerakan Open pneumotoraks Pleura robek pembuluh darah pada hilus paru, pemb uksi
dinding dada Fragmen tl. Yg patah drh intercosta darah
mendesak jaringan
Tjd hub antara udara luar
sekitarnya Tek neg intra pleural shg udara luar
dg rongga pleura Bersihan
akan terhisap masuk ke rongga pleural Darah terkumpul di rongga pleura
Thorax jalan
bergerak nafas tdk
Destruksi Patahan
asimetris dan efektif
kapiler dlm tulang Ada udara di rongga pleura hematothorak
tidak
rongga menusuk Pericardium berisi darah
terkoordinasi
dada paru
Pneumothorax traumatic
Tamponade jantung
(non iatrogenic)
Gerakan hematothorak
Pneumothorax
pernafasan
tertutup Kehilangan cairan pasif dari pembuluh
buruk Pola nafas tdk efektif syok
darah besar, rupture jantung, hemothorax
Pneumothorax traumatic
hematothorax Pneumothorax tertutup
(non iatrogenic)

Tdk disertai pe↑ tek


Tjd mekanisme ventil
intrathorax
(one way valve)
Perdarahan < 20% Perdarahan pada rongga
dari volume darah pleura

Simple pneumothorax
pe↑ tek intrathorax yg
Penurunan perfusi perifer progresif
pada organ kulit, otot, Paru kolaps
lemak dan tulang dengan
pH arteri normal
Tension pneumothorax
Ekspansi paru ↓ Pe↓ fungsi alveoli

Pasien mengeluh kedinginan,


Penekanan vena cava
hipotensi postural, takikardia.
Kulit lembab, pucat dan dingin, Napas cepat dan pendek
kolaps vena leher, konsentrasi Difusi O2 & CO2 menurun
pada membrane alveoli
urine meningkat. Venous return menurun

Ketidakefektifan Perfusi Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Penurunan efektifitas pompa
jaringan perifer jantung

Aliran darah ke jaringan Penurunan curah jantung


menurun

Suplai O2 & nutrisi menurun


1 2 3

Cedera oesofagus Cedera diafragma Pembuluh darah

Kebocoran cairan gaster ke Rupture aorta traumatic


Robekan besar pada
dalam mediastinum
diafragma

Perdarahan masuk ke Pe ↓ kontraksi otot


mediastinitis
Herniasi rongga abdomen rongga pleura jantung

Cepat/lambat akan Pe↓ COP


pecah ke rongga pleura Masuk ke rongga thorax Paru kolaps

empyema Menekan paru-paru Menekan jantung

Penurunan ekspansi Pe ↓ kontraksi otot


paru jantung

Pe↓ COP
Pathway

Tension Pneumothoraks

Kelanjutan dari pneumothoraks


tertutup, Trauma dada penetrasi

Udara memasuki ruang pleura (pada saat


inspirasi) dan tidak dapat keluar pada saat
ekspirasi

Akumulasi udara dalam rongga Paru menjadi kolaps


dada (tekanan positif)

Penurunan Pola Nafas


Pergeseran medistrium
ekspansi paru Tidak
Kompresi organ-organ medistrium Efektif

Resiko Mobilitas terbatas


Insersi WSD
Infeksi

Pasien dan Gangguan


keluarganya sering Mobilitas
bertanya Fisik

Kurang menerima
informasi

Cemas
MANIFESTASI KLINIS

Menurut Kemenkes (2017), manifestasi klinis trauma dada adalah sebagai berikut :

 Trauma tumpul : dyspnea, agitasi, restlessness, anxiety, chest pain during respiration
-Potensial Komplikasi : Pneumothorax, flail chest, hemothorax, pulmonary contusion,
myocardial contusion, cardiac tamponade
-Inspeksi : RR>20x/mnt, Hiperpnea, ventilatory distress, penggunaan otot-otot asesori,
penurunan tidal volume, hemoptasis, asymmetric chest wall motion, jugular venous
distention, sianosis, pucat pda kulit, bibir.
-Palpasi : flail chest segmen, tanda-tanda fraktur.
-Perkusi : dullness pertanda hemothorax, hiperesonan pertanda pneumothorax
-Auskultasi : krepitasi disekitar patahan tulang, penurunan tekanan darah
 Trauma tajam : dyspnea, nyeri yang hebat, cemas, gangguan istirahat
-Potensial komplikasi: Hemothorax, pneumothorax, tension pneumothorax, hemorrhage,
shock, infeksi
-Inspeksi : RR>20x/mnt, hiperpnea, respiratory distress, use acessory muscle, decrease tidal
volume, asymetris chest wall, sianosis, estimate blood loss, do not remove penetrating object.
-Palpasi ; deviasi trachea, empisema subcutan, akral dingin.
-Perkusi : pertanda hemothorax, hiperesonan pertanda pneumothorax, auskultasi ; pernafasan
stridor, bradicardi.

Menurut Ovedoff (2002), tanda dan gejala pneumothorax adalah sebagai berikut :

a) Nyeri dada mendadak dan sesak napas.


b) Gagal pernapasan dengan sianosis.
c) Kolaps sirkulasi.
d) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh
atau tidak terdengar sama sekali.
e) Pada auskultasi terdengar bunyi klik
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik


Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh
dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan
stir mobil /air bag dan lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks.
Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih
dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan pH
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit
berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan
asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu
pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu:
Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta,
sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada
vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan
Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya
kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi,
adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera.
Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul
toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG yang
persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta pada
trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

PENATALAKSANAAN

1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama

Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat (UGD)
pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan
memperhatikan prinsip kegawatdaruratan. Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan
keadaan masing-masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk
mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami
penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :

a.    Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)

Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas.Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan
tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus
otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara
Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw
Thrust Manuver)

b.    Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)

Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya
tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan
indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang
sesuai dengan kondisi klien.

c.    Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)


Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah, vaskularisasi
perifer, serta kondisi perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi perdarahan
aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan
oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ
(multiple).Tindakan menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari
penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.

Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan
harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari
RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.

d.   Tindakan Kolaboratif

Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan dengan
kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan
yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.

2.Konservatif

a)    Pemberian Analgetik

Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa
nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan
manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat
berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.

b)   Pemasangan Plak / Plester

Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan
penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.

c)    Jika Perlu Antibiotika

Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman
penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum
antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.

d)   Fisiotherapy
     Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi
akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.

3. Invasif / Operatif

a.    WSD (Water Seal Drainage)

WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari
rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. 

b.   Ventilator

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi
untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
( Brunner dan Suddarth, 2002).
Asuhan Keperawatan Secara Teoritis Pasien dengan Trauma Dada

A.PENGKAJIAN

Pengkajian Klien
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada
dan gangguan bernafas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
e. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
f. Pengobatan terakhir.
g. Pengalaman pembedahan.
Pengkajian Primer

a. Airway

Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax. Walaupun gejala klinis yang ada kadang tidak
jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring yang mengancam nyawa.
Trauma pada dada bagian atas, dapat menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi
dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat menyebabkan sumbatan airway atas. Trauma
ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda perubahan kualitas suara dan
trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi
sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik dengan reposisi tertutup fraktur dan jika perlu
dengan intubasi endotracheal.

b. Breathing

Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing dan vena-vena leher.
Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai dengan diobservasi, palpasi dan
didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan
frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk.
Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang mempengaruhi
breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey.

c. Circulation

Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Tekanan darah dan
tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna
dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension
pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan adanya disritmia harus
dicurigai adanya trauma miokard.

2. Pengkajian Sekunder

– Pemeriksaan Head to Toe sesuai dengan pengkajian gawat darurat

a. Riwayat

1) Pneumothoraks:

 Kemungkinan asimptomatik (pada pneumothoraks kecil)


 Nyeri dada pleuritik yang tajam dan mendadak
 Nyeri yang memburuk akibat pergerakan dada, bernafas, dan batuk
 Nafas pendek
2) Hemotoraks:

 Baru mengalami trauma


 Baru menjalanim pembedahan thoraks
 Penyakit metastasis

b. Temuan pemeriksaan fisik

1) Pneumotoraks:

 Gerakan dinding dada asimetris


 Overekspansi dan kekakuan pada area yang terkena
 Kemungkinan sianosis
 Emfisema subkutan
 Hiperesonans pada area yang terkena
 Penurunan atau tidak ada suara nafas pada sisi yang terkena
 Penurunan taktil fremitus pada area yang terkena.

2) Hemotoraks:

 Takipnea, warna kulit gelap


 Diaphoresis
 Hemoptysis
 Gelisah
 Ansietas
 Sianosis
 Stupor
 Bagian yang terkena dapat meluas dan kaku
 Bagian yang tidak terkena dapat meluas ketika nafas terengah-engah
 Bunyi redup pada bagian yang terkena
 Penurunan atau tidak adanya suara nafas pada bagian yang terkena
 Gejala terkait dengan trauma tumpul takikardia
 Hipotensi.

c. Pemeriksaan diagnostic

1) Laboratorium

a)Pneumotoraks: analisis gas darah arteri menunjukkan hipksemia (normal: 75 – 100 mmHg)
b)Hemotoraks:

 Analisis cairan pleura menunjukkan hematocrit serum >50% (normal: pria 40 – 50%, wanita
35 – 46%)
 Analisa gas darah arteri menunjukkan peningkatan parsial karbondioksida dan penurunan
tekanan parsial oksigen
 Kadar hemoglobin serum dapat mengalami penurunan (normal: pria 13,5 – 18g/dL; wanita 12
– 16g/dL) tergantung pada darah yang hilang.

2) Pencitraan

 Pneumotoraks: foto thoraks menunjukkan udara di rongga pleura dan kemungkinan


pergeseran mediastinum
 Hemotoraks: foto thoraks dan CT-scan toraks menunjukkan adanya hemotoraks dan
perluasannya serta membantu evaluasi terapi.

3) Prosedur diagnostic

 Pneumotoraks: Oksimetri nadi menunjukkan penurunan saturasi oksigen


 Hemotoraks: Torakosentesis menunjukkan adanya darah atau cairan serosanguinosa.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul sesuai SDKI (PPNI, 2016):
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam
jalan nafas (darah)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
trauma, hipoventilasi dan trauma thorax
3. Nyeri akut : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
4. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak cukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
7. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma
8. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang
penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas

Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam jalan
nafas (darah)
SLKI (PPNI, 2016) : Bersihan Jalan Nafas
 Wheezing menurun
 Disppnea menurun
 Sulit berbicara menurun
 Sianosis menurun
 Frekuensi nafas membaik
 Pola nafas membaik
SIKI (PPNI, 2016) :Manajemen Jalan Nafas
 Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
 Monitor bunyi nafas tambahan (gurgling, mengi, wheezing)
 Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen jika perlu

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
trauma, hipoventilasi dan trauma thorax
SLKI (PPNI, 2016):

 Pola Nafas
-Dispnea menurun
-Penggunaan otot bantu nafas menurun
-Pemanjangan fase ekspirasi menurun
-Frekuensi nafas membaik
-Kedalaman nafas membaik

SIKI (PPNI, 2016):

 Manajemen Jalan Nafas


Observasi
-Monitor pola nafas
-Monitor bunyi nafas tambahan
-Monitor sputum

3. Nyeri akut : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

SLKI (PPNI, 2016): Kontrol Nyeri

 Melaporkan nyeri terkontrol


 Kemampuan mengenali onset nyeri
 Kemampuan mengenali penyebab nyeri
 Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologis
 Keluhan nyeri
 Penggunaan analgesic

SIKI (PPNI, 2016): Manajemen Nyeri

 Obesrvasi
-Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
-Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-Monitor efek samping penggunnaan analgetik
 Teraupetik
Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
REFERENSI

Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Volume 1. EGC. Jakarta.

Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah volume 2.Jakarta:EGC

Ovedoff David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran edisi refisi Jakarta : binerupa aksara

Kemkes. 2017. KMB-1 Komprehensif. Dikases 12 September 2020.


http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/KMB-1-
Komprehensif.pdf.

Handoyo, C N & Supriyanto, E. 2018. Profil Trauma Toraks di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD
Gambiran Periode Maret 2017 – Maret 2018. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 7(2) :
178-188.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai