Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PROYEK INOVASI

PEMENUHAN RASA NYAMAN NYERI PADA PASIEN POST OP


SECTIO CAESARE DENGAN BIOLOGIC NURTURING BABY LED
FEEDING DI RUANG WIDYA RS. CIREMAI KOTA CIREBON

Disusun Oleh
Kelompok 2
1. Lya vinalysa JNR0200111
2. Isnaeni Budi P JNR0200101
3. Maslikah JNR0200112
4. Pujawati Oktavia JNR0200114
5. Puspa Kartika M JNR0200115
6. Revita Ayu S JNR0200117
7. Rina Herdiana JNR0200118
8. Risza Apriyani JNR0200119
9. Widiyanti JNR0200121

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses keperawatan secara umum untuk membuat suatu
kerangka konsep berdasarkan kebutuhan individu dari pasien, keluarga,
dan masyarakat dapat terpenuhi. Proses keperawatan juga ditujukan
untuk memenuhi tujuan asuhan keperawatan, yaitu untuk
mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, jika
kesehatan yang optimal tidak tercapai, proses keperawatan harus dapat
memfasilitasi kualitas hidup yang tinggi dengan cara yang maksimal
(Nursalam, 2012). Masa nifas merupakan masa 6 minggu setelah
melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
dengan kembalinya alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil
yang berlangsung selama 6 minggu (Heriyani, 2012).
Angka kelahiran di Indonesia masih tergolong tinggi sebesar
15% dari seluruh wanita hamil yang mengalami masalah dalam
persalinan. Hal tersebut membutuhkan penanganan khusus selama
persalinan. Sectio caesarea merupakan jalan keluarnya janin untuk
penanganan persalinan karena komplikasi. Menurut WHO (2015)
persalinan Sectio caesarea di Inggris Tahun 2010 mengalami
peningkatan 24.6% sedangkan pada tahun 2008 23.5% dan di Australia
terjadi peningkatan 31% padan tahun 2010 sedangkan pada tahun 2008
sebesar 21%. Di Indonesia persalinan dengan Sectio caesarea
mencapai 15,3% diambil dari sampel 20.591 dalam waktu 5 tahun
terakhir dari survey 33 provinsi. Gambaran ibu yang melahirkan
dengan caesare caesarea sebesar 13,4% akibat ketuban pecah dini
sebesar 5,49% akibat Preeklampsia sebesar 5,14% akibat Perdarahan
sebesar 4,40% akiat kelainan letak Janin sebesar 4,2% (Riskesdas RI,
2015).
Menurut World Health Organization dari semua proses
persalinan dengan sectio caesare sekitar 10 – 15% (WHO, 2015). Di
Amerika Serikat rata-rata SC 12 meningkat hingga 29,1%, di Inggris
dan Wales sudah mencapai 21, 4%, di Kanada sebanyak 22,5%
sedangkan China menjadi Negara yang tingkat sc tertinggi dimana
diperoleh hasil dari 3,4 % pada hingga mencapai 39,3 %. (menurut
Ayuningtyas, dkk 2018). Di Indonesia tingkat persalinan Sectio
Caesare sudah melewati batas maksimal standar WHO 5-15%.
Peningkatan diambil dari sampel 20.591 dalam waktu 5 tahun terakhir
survey dari 33 provinsi sebesar 15,3%.
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,
menunjukkan bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia
mencapai 359 PER 100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan oleh
perdarahan sebesar 30,1%, disebabkan oleh preklampsia sebesar
26,9%, disebabkan oleh abortus sebesar 1,6 %, disebabkan oleh infeksi
sebesar 5,6%, disebabkan oleh partus lama sebesar 1,8%, dan
disebabkan oleh fakor lainnya sebesar 34,5%. Angka tersebut masih
jauh dari target pembangunan milenium (Millenium Development
Goals/MDGs), kelahiran tahun 2015 hanya 102/100.000 (Depkes RI,
2015). Melengkapi hal tersebut, dari laporan data daerah yang diterima
oleh Kementerian Kesehatan (RI) tahun 2013 sebanyak 5019 orang ibu
yang meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Sedangkan di
Indonesia bayi yang meninggal mencapai 160.681 bayi berdasarkan
estimasi SDKI 2012. (Kemenkes RI, 2014).
Masa nifas merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayi.
WHO menyatakan bahwa persalinan dengan operasi sectio caesar
sekitar 10––15% dari semua proses persalinan di negara berkembang.
Sedangkan prosentase melahirkan dengan sectio caesare di Rumah
Sakit Swasta pada tahun 2004 mencapai rata-rata 20%, persalinan
normal rata-rata 80%. Menurut laporan kedokteran terbaru di tahun
2015 naik mencapai 26,3% dan 27,5% pada tahun 2006 (Kemenkes
RI, 2013). Operasi sectio sesarea akan menyebabkan nyeri dan
mengakibatkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan akibat
adanya pembedahan. Akibat nyeri tersebut menimbulkan berbagai
masalah, salah satunya adalah masalah laktasi. 68% ibu post op sectio
caesare mengalami kesulitan dalam merawat bayi, bergerak naik turun
dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui
akibat adanya nyeri. Akibat nyeri yang dirasakan tersebut bisa
menyebabkan ibu menunda pemberian ASI pada bayinya.
Sectio Caesaria merupakan suatu cara untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding abdomen dan dinding uterus. Menurut
statistic tentang 3.509 kasus sectio caesaria, indikasi yang muncul pada
pasien yang melahirkan dengan sectio caesaria yaitu akibat diproporsi
janin-panggul sebanyak 21%, gawat janin sebanyak 14%, placenta
previa sebanyak 11%, pernah sectio caesaria sebelumnya sebanyak
10%, kelainan letak janin sebanyak10%, pre eklampsia 7%, angka
kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sudah dikoreksi 0,5%,
sedangkan kematian janin sebanyak 14,5%. Resiko relative terjadinya
bayi lahir mati dengan ibu preeklamsi sebanyak 5,65 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu tanpa preeklamsi. Indonesia tergolong tinggi
angka kematian perinatal dibandingkan di negara maju dan negara asia
lainnya. Mengingat hal diatas angka kematian ibu dan janin yang
tinggi akibat preeklamsia dan eklamsia, sehingga salah satu kebijakan
untuk meminimalkan 14 angka kematian ibu dan bayi tersebut yaitu
dengan cara terus meningkatkan pelayanan kesehatan yang ahli dalam
menangani persalinan serta mengetahui berbagai indikasi serta
komplikasi kehamilan yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayinya.
Tindakan operatif sectio caesaria adalah salah satu cara alternative
dalam menangani preeklamsi (Wiknjosastro, 2008).
Perawat harus memahami kasus tersebut, harus bisa melakukan
asuhan keperawatan pada pasien post op sectio caesarea. Melakukan
pengkajian pada pasien, menentukan diagnosa atau diagnosa yang
mungkin muncul, menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut dan mengimplementasikan rencana
tersebut kepada pasien serta mengevaluasi hasilnya.
Beberapa penelitian yang berhubungan dalam penurunan nyeri
pada ibu post sectio caesaria adalah penelitian oleh Rini dan Susanti
(2018) dengan judul ”Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria
Pasca Inetrvensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding ” dilakukan
sebanyak 41 responden. Responden yang menyatakan nyeri turun
adalah sebanyak 28 orang (68,3%) sedangkan 13 responden
menyatakan nyeri tetap (31,7%). Berdasarkan analisis menggunakan
komputerisasi menunjukkan bahwa dari uji statistik Wilcoxon
didapatkan nilai p-value 0,001. Nilai p-value yang < 0,05
menunjukkan terdapat penurunan nyeri pasca intervensi biologic
nurturing baby led feeding pada ibu post SC sebelum dan sesudah
intervensi biologic nurturing baby led feeding. Salah satu terapi non
farmakologi untuk mengurangi nyeri post SC adalah menyusui dengan
cara biologic nurturing baby led feeding. Cara ini direkomendasikan
bagi ibu post SC agar menjadi lebih rileks sehingga menyebabkan
nyeri luka jahitan tersebut lebih minimal (Cholson, 2008).
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Reni Cahyanti, Sinar
Pertiwi , Etin Rohmatin (2018) dengan judul “Pengaruh Biologic
Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Skala Nyeri Post Sectio
Caesarea di RSUD Majenang 2018” dilakukan sebanyak 40 responden.
Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding mengalami nyeri ringan yaitu 27
responden (67,5%) dan sebanyak 13 responden menyatakan nyeri
sedang (32,5%). Hasil uji Wilcoxon diperoleh p value (0,000 ) < α
(0,05) yang berarti bahwa terdapat pengaruh intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan nyeri pada ibu post
SC di RSUD Majenang 2018.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang
Widya RS Ciremai Cirebon pada tanggal 17-19 Februari 2020 pukul
11.00 WIB dengan cara observasi kepada 10 pasien. Ditemukan bahwa
6 pasien mengalami kesulitan menyusui akibat nyeri post SC.
Berdasarkan hasil observasi, maka perlu dilakukan implementasi non
farmakologis untuk mengatasi masalah pada klien post SC di ruang
Widya tersebut.
Implementasi dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
Kepala Ruangan dan CI Ruangan. Responden yang akan diteliti yaitu
dengan pasien minimal lebih dari 12 jam post SC di ruang Widya.
Biologic Nurturing Baby Led Feeding dapat dilakukan dimana saja
bahkan saat berbaring setelah melahirkan di ruang perawatan
perawatan masa nifas yang dapat dilakukan pada saat menyusui.
Caranya, ibu nifas menyusui dengan posisi rebahan sambil bersandar,
dengan sudut kemiringan 15 – 60 ˚, kemudian bayi diletakkan diatas
dada, dan dibiarkan melekat dengan sendirinya. Keuntungannya
tindakan ini juga dapat dilakukan dirumah sehingga memungkinkan
ibu dapat mengurangi persepsi nyeri dan membanu mengurangi
ketegangan otot. Dokumentasi dilakukan pada saat implementasi
diberikan kepada pasien. Rencana terakhir yaitu mengevalusasi hasil
dari implementasi yang telah dilakukan untuk mengetahui hal apa saja
yang perlu diperbaiki.
Berdasarkan hasil uraian diatas, kelompok tertarik untuk
membuat proyek inovasi tentang Pengaruh Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada
Ibu Post Sectio Caesarea .
B. Tujuan Proyek Inovasi
1. Tujuan Umum Proyek Inovasi
Untuk Berdasarkan hasil uraian diatas, kelompok tertarik untuk
membuat proyek inovasi tentang Pengaruh Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada
Ibu Post Sectio Caesarea di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon
Tahun 2021
2. Tujuan Khusus Proyek Inovasi
a. Untuk mengidentifikasi gambaran skala nyeri sebelum
dilakukan Biologic Nurturing Baby Led Feeding pada pasien
post SC di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun
2021
b. Untuk mengidentifikasi gambaran skala nyeri sesudah
dilakukan Biologic Nurturing Baby Led Feeding pada pasien
post SC di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun
2021
c. Untuk menganalisis pengaruh Biologic Nurturing Baby Led
Feeding terhadap penurunan skala nyeri pada ibu post SC di
Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun 2021
d. Untuk memberikan informasi kepada bidan dan perawat
diruangan tentang pengaruh Biologic Nurturing Baby Led
Feeding terhadap penurunan skala nyeri pada ibu post SC di
Ruang Widya RS Ciremai
C. Manfaat Proyek Inovasi
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil proyek inovasi ini bisa menambahkan
wawasan, pengetahuan, dan keterampilan kelompok tentang
pengaruh Biologic Nurturing Baby Led Feeding terhadap
penurunan skala nyeri pada ibu post SC untuk tetap efektif
menyusui bayi dengan posisi yang rileks. Proyek inovasi ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam alternatif
pengobatan non farmakologis.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dengan memberikan perlakuan pengaruh Biologic
Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan skala nyeri
pada ibu post SC, pasien mampu tetap efektif menyusui bayi
dengan posisi yang rileks dan mengurangi ketegangan otot ibu.
b. Diharapkan dengan penelitian ini dapat meningkatkan skill
tenaga kesehatan medis dan paramedis dalam management post
SC dengan perlakuan Biologic Nurturing Baby Led Feeding
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Post Partum
1. Pengertian Post Partum
Menurut Purwanti (2012) masa Nifas merupakan sebuah
fase setelah ibu melahirkan dengan rentang waktu kira-kira selama
6 minggu. Masa nifas dimulai setelah keluarnya plasenta sampai
dengan kembalinya alatalat kandungan seperti sebelum hamil.
Selama masa pemulihan ibu akan mengalami banyak perubahan
secara fisik maupun psikologis. Menurut Heriyani (2012), Masa
nifas merupakan masa 6 minggu setelah kelahiran. Masa nifas
dimulai dari kelahiran plasenta dan berakhir dengan kembalinya
alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil berlangsung
kira-kira 6 minggu. Menurut Islam batas waktu nifas adalah
berhenti keluarnya darah dari kemaluan akibat persalinan.Waktu
yang diperlukan seorang perempuan boleh melakukan ibadah
seperti sholat atau membaca AlQur’an setelah persalinan adalah 40
hari setelah persalinan (Sahroni, 2012).

2. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas


Menurut Purwanti (2012), Pada masa nifas terjadi
perubahanperubahan fisiologis, yaitu :
a. Involusi Uterus Involusi adalah suatu proses kembalinya uterus
pada keadaan sebelum hamil. Dengan ini, lapisan luar dari
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic
(layu/mati).
b. Lochea
Lochea merupakan ekskresi berupa cairan dari rahim selama
masa nifas berlangsung. Lochea berbau amis atau anyir dengan
volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang
berbau tidak sedap menandakan bahwa adanya infeksi. Proses
involusi akan menyebabkan peruahan warna dan volume pada
lochea
c. Perubahan pada serviks
Serviks mengalami perubahan berbentuk agak menganga
seperti corong, setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh
corpus uteri yang dapat melakukan kontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara
korpus dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks tersebut
berwarna merah kehitaman akibat penuh dengan pembuluh
darah. Konsistensinya lembut, kadang terdapat laserasi atau
perlukaan kecil. Akibat robekan kecil yang terjadi selama
berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke
keadaan sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai
10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan
bertahap setelah bayi lahir. Tangan dapat masuk ke dalam
rongga rahim hanya 2-3 jari. Pada minggu ke-6 post partum,
serviks sudah menutup kembali.
1) Laktasi /pengeluaran air susu ibu
Setelah persalinan biasanya payudara mengeluarkan
kolostrum yang mengandung antibodi yang sangat
dibutuhkan oleh bayi.Kirakira pada hari ketiga post partum
buah dada menjadi besar,keras,dan nyeri. Ini menandai
permulaan sekresi Air Susu Ibu (ASI).
2) Perubahan sistem tubuh lain
Dalam kehamilan, uterus memiliki banyak pembuluh darah
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi
pembuluh darah yang banyak maka arteri pun mengecil
kembali. beberapa hari setelah persalinan,ostium externum
dapat dilalui oleh 2 jari dan pada akhir minggu pertama
hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja.Pada minggu ketiga post
partum, rugae mulai nampak kembali. setelah persalinan
dinding perut menjadi longgar karena peregangan yang 19
lama dan biasanya akan pulih kembali setelah 6 minggu.
saluran kencing memperlihatkan edema, hiperaemia, dan
menjadi kurang sensitif, Saluran kencing akan kembali
normal setelah 2 minggu masa nifas.

3. Perawatan Masa Nifas


Pada Ibu. Menurut Yanti & Sundawati (2011), perawatan masa
nifas dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Kebersihan Diri
Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan
meningkatkan perasaan kenyamanan. Kebersihan diri tersebut
yaitu kebersihan tubuh, kebersihan pakaian, kebersihan tempat
tidur dan lingkungan.
b. Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat dan tidur yang cukup sekitar 8
jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.
c. Latihan
Menganjurkan ibu untuk latihan/aktifitas secara bertahap untuk
mengembalikan otot-otot perut dan panggul.

4. Tanda-tanda Bahaya Pada Masa Nifas


Tanda-tanda bahaya pada masa nifas merupakan suatu tanda yang
apabila tidak diperiksa atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan
kematian ibu (Purwanti, 2012).
a. Perdarahan Pervaginam Setelah bersalin perdarahan
pervaginam yang melebihi 500 ml disebut sebagai perdarahan
pasca persalinan, Perkiraan kehilangan darah kadang-kadang
hanya setengah dari biasanya.
b. Sakit Kepala, Penglihatan Kabur
Gejala-gejala ini merupakan tanda-tanda terjadinya Eklampsia
post partum, bila hal tersebut disertai dengan hipertensi.
c. Demam, Muntah, Rasa Sakit Waktu Berkemih
Pada awal masa nifas sensitifitas kandung kemih di dalam
vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta analgesia
epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga
mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman, yang
ditimbulkan oleh episiomi yang lebar, laserasi, hematom
dinding vagina.
d. Payudara yang Berubah Menjadi Merah, Panas, dan Terasa
Sakit
Payudara yang tidak disusui secara adekuat, puting susu yang
lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet jelek, kurang
istirahat, anemia
1) Mastitis
Mastitis merupakan peradangan pada payudara. Mastitis ini
dapat terjadi kapan saja selama menyusui, akan tetapi
paling sering terjadi antara hari ke-10 dan ke-28 setelah
melahirkan.
2) Abses Payudara
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara
terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik,
sehingga memperberat infeksi.
3) Puting Susu Lecet
Puting susu lecet yang lecet disebabkan oleh trauma pada
puting susu saat menyusui, selain itu dapat pula terjadi
retak dan pembentukan celah-celah. Retakan tersebut bisa
sembuh sendiri dalam waktu 48 jam.
e. Kehilangan Nafsu Makan Dalam Waktu yang Lama
Kelelahan yang berat pasca melahirkan bisa mengganggu
nafsu makan, sehingga ibu tidak nafsu makan sampai kelelahan
itu hilang. Setelah bersalin berikanlah ibu minuman yang
bergula hangat seperti susu, kopi atau teh supaya tenaga ibu
bersalin kembali, berikan juga makanan ringan agar alat
pencernaan bisa beristirahat guna untuk memulihkan keadaan.
f. Rasa Sakit, Merah dan Pembengkakan di kaki
Selama masa nifas dapat terbentuk thrombus sementara
pada venavena manapun di pelvis yang mengalami dilatasi.
g. Merasa Sedih atau tidak Mampu Mengasuh Sendiri Bayinya
dan Dirinya
Diakibatkan rasa emosional bercampur rasa takut yang
dialami oleh kebanyakan wanita hamil dan melahirkan, rasa
nyeri pasca melahirkan, kelelahan karena kurang tidur selama
persalinan, kecemasan untuk merawat bayinya setelah
meninggalkan rumah sakit, dan ketakutan tidak menarik lagi
pasca melahirkan.

5. Adaptasi Psikologi Pada Ibu Masa Nifas


Menurut Ambarwati (2015) proses adaptasi psikologi dapat terjadi
selama kehamilan, sebelum bersalin maupun setelah persalinan.
Pada masa tersebut, kecemasan seorang wanita dapat bertambah.
Masa nifas adalah masa yang rentan yang mudah menerima
bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu
memerlukan adaptasi tanggung jawab ibu mulai bertambah. Hal-
hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas
adalah sebagai berikut :
a. Fungsi menjadi ibu
b. Respon dan dukungan dari keluarga
c. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
d. Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan
B. Konsep Dasar Sectio Caesarea
1. Pengertian
Sectio Caesarea merupakan pembedahan untuk
mengeluarkan janin dengan membuka dinding abdomen dan
dinding uterus atau vagina untuk melahirkan janin dari dalam
rahim (Padila, 2015). Sectio Caesaria merupakan tindakan untuk
mengeluarkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui
pembedahan pada dinding uterus yang utuh (Hanafi &
Wiknjosastro, 2008).

2. Klasifikasi Sectio Caesaria (SC)


Jenis-jenis operasi Sectio Caesaria (Amru Sofian, 2012) adalh:
1. Sectio Caesaria abdomen
Sectio Caesaria transperitonealis
2. Sectio Caesaria vaginalis
Menurut arah sayatan pada Rahim, Sectio Caesaria dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Sayatan huruf T (T-incision)
3. Sectio Caesaria klasik (corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10cm, tetapi saat ini teknik ini
jarang dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun
pada kasus seperti operasi berulang yang memiliki banyak
perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
4. Sectio Caesaria ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah Rahim (low cervical tranfersal) kira-kira
sepanjang 10cm.
3. Indikasi
Menurut Winkjosastro (2008), operasi SC dilakukan jika
kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu
ataupun pada janin dengan pertimbangan hal-hal yang perlu
tindakan SC proses perslinan normal lama/kegagalan proses
persalinan normal.
a. Fekal distress
b. His lemah
c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang
d. Bayi besar (BBL >4.2kg)
e. Plasenta previa
f. Kelainan letak
g. Disproporsi celavo pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran
kepala dan panggul)
h. Hydrocepalus
i. Primi muda atau tua
j. Panggul sempit
k. Problema plasenta
Kelemahan umum, portus tidak maju/partus lama, penyakit
jantung, placenta previa dengan perdarahan hebat atau placenta
previa marginalis. Pintu vagina lemah, tumor vagina tumor cervic.
Kehamilan serotinus (lebih dari 42 minggu) distocia karena
kekurangan his prolapsus foniculli.

4. Efek Samping Sectio Cesarea


a. Sakit di tulang belakang
b. Rasa nyeri dibekas sayatan
c. Mual muntah
d. Muncul keloid dibekas jahitan
e. Gatal dibekas jahitan
f. Luka berpeluang infeksi
g. Tidak boleh segera hamil
h. Mobilisasi terbatas
i. Latihan pernafasan dan batuk
j. Kemungkinan sembelit
k. Nyeri di bekas sayatan (Nakita,2010)

5. Komplikasi
Pembedahan Sectio Caesaria menurut Mochtar (2015) antara lain :
a. Infeksi puerperal (nifas)
Yaitu sebelum pembedahan telah ditentukan gejala-gejala
infeksi intra partum. Infeksi dikatakan ringan apabila hanya
terjadi peningkatan suhu tubuh beberapa hari saja. Infeksi berat
bila terdapat tanda infeksi sedang disertai peritonitis, sepsis dan
ileus paralitik. Pada kasus seperti partus yang terlantar dan
ketuban pecah dini biasanya yang terjadi infeksi.
b. Perdarahan
Pada Sectio Caesaria banyak pembuluh darah yang terputus
dan terbuka dari pada persalinan normal karena atonia uteri
serta pelepasan plasenta banyak mengeluarkan darah.
c. Emboli Pulmonal
Emboli terjadi karena pada pasien Sectio Caesaria dilakukan
insisi pada abdomen dan mobilisasi yang kurang jika
dibandingkan dengan kelahiran normal.

C. Manajemen Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh
seseorang yang menimbulkan respon tidak menyenangkan dan
nyeri dapat memberikan suatu pengalaman alam rasa (Judha,2012).
Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai stimulus seperti mekanik,
termal, kimia, atau elektrik pada ujung-ujung saraf. Perawat
mampu memahami respon fisiologis tubuh pasien terhadap nyeri.
Sewaktu nyeri biasanya pasien akan tampak meringis, kesakitan,
takikardi, berkeringat, napas lebih cepat, pucat, berteriak,
menangis, dan tekanan darah meningkat (Wahyuningsih, 2014).

2. Klasifikasi nyeri
a. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang actual atau potensial. Gejala yang terjadi tiba – tiba dapat
diantisipasi atau diprediksi ringan atau berat (Nurarif &
Kusuma, 2015).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan.
Gejala yang terjadi yaitu timbul secara tiba – tiba terjadi secara
konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung >3 bulan, dengan intensitas ringan
hingga berat (Nurarif & Kusuma, 2015).

3. Proses atau MekanismeNyeri


Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri diartikan
sebagai nosisepsi. Menurut Taylor (2011) terdapat empat proses
yang terlibat dalam mekanisme nyeri: transduksi, transmisi,
persepsi dan modulasi.
a. Transduksi
Aktivasi dari reseptor nyeri terjadi selama proses transduksi.
Transduksi merupakan proses dari stimulus nyeri yang diubah
ke bentuk yang dapat diakses oleh otak (Taylor, 2011). Selama
fase transduksi, stimulus berbahaya (cedera jari tangan)
memicu pelepasan mediator biokimia (misal., prostaglandin,
bradikinin, serotonin, histamin, zat P) (Kozier, 2010).
1) Bradykinin adalah vasodilator kuat untuk meningkatkan
permeabilitas kapiler dan mengalami konstriksi otot polos,
memiliki peran yang penting dari mediator kimia nyeri
pada bagian yang cidera sebelum nyeri mengirimkan
pesan ke otak. Bradikinin
jugapemacupengeluaranhistamindankombinasidenganresp
oninflamasi seperti adanya kemerahan, pembengkakan,
dan nyeri yang merupakan ciri khas adanya reaksi
inflamasi.
2) Prostaglandin adalah hormon seperti substansi tambahan
untuk mengirim stimulus nyeri ke CNS.
3) Substansi P/ zat P merupakan reseptor sensitif pada saraf
untuk merasakan nyeri dan meningkatkan tingkat
penembakan saraf (Taylor,2011).
Prostaglandin, substansi P, dan serotonin (adalah
hormon yang akan aktif untuk menstimulasi otot polos,
menghambat sekresi lambung dan proses vasokonstriksi)
yaitu neurotransmitter atau substansi baik untuk
meningkatkan atau menghambat target saraf.
Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu
reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri
teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptor) merupakan
sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang
seperti kerusakan jaringan (Ardinata, 2007).
b. Transmisi
Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis.
Zat P bertindak sebagai neurotrasmiter, yang meningkatkan
pergerakan impuls menyebrangi setiap sinaps saraf dari neuron
aferen primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla
spinalis. Transmisi dari medulla spinalis dan asendens, melalui
traktus spinotalamikus, ke batang otak dan talamus. Lalu melibatkan
transmisi sinyal antara talamus ke korteks sensorik somatik tempat
terjadinya persepsi nyeri (Kozier, 2010).
c. Persepsi
Persepsi dari nyeri melibatkan proses sensori bahwa akan datang
persepsi nyeri (Taylor, 2011). Persepsi merupakan titik kesadaran
seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke
medulla spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus,
serabutmenstransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak,
termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (dikedua lobus
parietalis), lobus frontalis, dan sistem limbik. Ada sel-sel di dalam
limbik yang diyakini mengontrol emosi, khususnya ansietas (Potter
& Perry, 2006). Selanjutnya diterjemahkan dan ditindak lanjut
berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut.
d. Modulasi
Proses dimana sensasi dari nyeri dihambat atau dimodifikasi
disebut modulasi. Sensasi nyeri diantaranya dapat diatur atau
dimodifikasi oleh substansi yang dinamakan neuromodulator.
Neuromodulator merupakan campuran dari opioid endogen, yang
keluar secara alami, seperti morphin pengatur kimia di ganglia spinal
dan otak. Mereka memiliki aktivitas analgesik dan mengubah
persepsinyeri.
Endhorpin dan enkephalin merupakan neuromodulator opioid.
Endhorpin diproduksi di sinap neural tepatnya titik sekitar CNS.
Endhorpin ini merupakan penghambat kimia nyeri terkuat yang
memiliki efek analgesik lama dan memproduksi euphoria.
Enkephalin yang mana tersebar luas seluruhnya di otak dan ujung
dorsal di ganglia spinal, dipertimbangkan sedikit potensi daripada
endhorpin. Enkephalin dapat mengurangi sensasi nyeri oleh
penghambat yang dilepaskan dari substansi P dari neuron afferent
terminal (Taylor, 2011).
4. Faktor yang mempengaruhi nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011)
diantaranya:
a. Budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal
sebagai faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan
ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan
nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. (Kozier,
2010). Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan yang telah dikodratkan
Tuhan. Perbedaan antara laki laki dengan perempuan tidak
hanya dalam faktor biologis, tetapi aspek sosial kultural juga
membentuk berbagai karakter sifat gender. Karakter jenis
kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri (contoh: laki-
laki tidak pantas mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri) (Syamsuhidayat, 2008). Jenis kelamin dengan respon
nyeri laki- laki dan perempuan berbeda. Hal ini terjadi karena
laki-laki lebih siap untuk menerima efek, komplikasi dari nyeri
sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya dan
menangis (Adha,2014)
c. Usia
Usia dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah waktu
hidup atau ada sejak dilahirkan. Menurut Retno purwandari
(2008) semakin bertambah usia semakin bertambah pula
pemahaman terhadap suatu masalah yang diakibatkan oleh
tindakan dan memiliki usaha untuk mengatasinya. Umur lansia
lebih siap melakukan dengan menerima dampak, efek dan
komplikasi nyeri (Adha, 2014).Perbedaan perkembangan, yang
ditemukan diantara kelompok usia anak-anak yang masih kecil
memiliki kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
dilakukan perawat (Potter & Perry, 2006).
d. Makna Nyeri
Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri
dibandingkan klien lain, bergantung pada keadaan dan
interpretasi klien mengenai makna nyeri tersebut. Seorang
klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir yang
positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya,
klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih
menderita. Mereka dapat berespon dengan putus asa, ansietas,
dan depresi karena mereka tidak dapat mengubungkan makna
positif atau tujuan nyeri (Kozier, 2010).
e. Kepercayaanspiritual
Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang
memengaruhi pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin
terbantu dengan cara berbincang dengan penasihat spiritual
mereka (Taylor, 2011)
f. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada
nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun (Potter & Perry, 2006).
g. Ansietas
Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang
diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas
(Taylor, 2011).
h. Lingkungan dan dukungankeluarga
Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda
memiliki harapan yang berbeda tentang orang, tempat mereka
menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri, klien yang
mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga
atau teman untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau
perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman,
seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan
(Potter & Perry, 2006).

5. Tanda dan Gejala Nyeri


Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku yang
tercermin dari pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri
akan didapatkan respon psikologis berupa:
b. Suara: Menangis, merintih, menarik/menghembuskannafas
c. Ekspresi wajah: Meringiumulut
d. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut,
tertutup rapat/membuka mata atau mulut,
menggigitbibir
e. Pergerakan tubuh: Kegelisahan, mondar – mandir,
gerakan menggosok atau berirama, bergerak
melindungi bagian tubuh, immobilisasi, otot tegang.
f. Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak
sosial, berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri,
disorientasi waktu (Mohamad, 2012).

6. Pengukuran SkalaNyeri
Pengukuran skala nyeri dalam penelitian ini menggunakan
Numeric Rating Scale (NRS). Skala penilaian numerik lebih
digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kita. Klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0 – 10 (Taylor, 2011). Skala
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Perry, 2006).

Gambar 2.1
Numeric Rating Scale
Sumber: Ma’rifah & Surtiningsih (2013)

Tabel 2.1
Skala Nyeri
Skala Nyeri Keterangan (Kriteria Nyeri)
0 Tidak ada keluhan nyeri haid/kram di area perut
(Tidak Nyeri) bagian bawah, wajah tersenyum, vocal positif,
bergerak dengan mudah, tidak menyentuh atau
menunjukkan area yang nyeri.
1-3 Terasa kram pada perut bagian bawah, tetapi
(Nyeri Ringan) masih dapat ditahan, masih dapat melakukan
aktivitas, masih dapat berkonsentrasi belajar.
4-6 Terasa kram di area perut bagian bawah,
(Nyeri Sedang) kram/nyeri tersebut menyebar ke pinggang,
kurang nafsu makan, sebagian aktivitas dapat
terganggu, sulit/susah berkonsentrasi belajar,
terkadang merengek kesakitan, wajah netral, tubuh
bergeser secara netral, menepuk/meraih area yang
nyeri.
7-9 Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri
(Nyeri Berat) menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak
ada nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat
beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi belajar,
menangis, wajah merengut/meringis, kaki dan
tangan tegang/tidak dapat digerakkan.
10 Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian
(Nyeri Sangat Berat) bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kaki, dan
punggung, tidak mau makan, mual, muntah,
sakit kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa
berdiri atau bangun dari tempat tidur, tidak
dapat beraktivitas, tangan menggenggam,
mengatupkan gigi, menjerit, terkadang bisa
sampai pingsan

7. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan non farmakologi menurut Bangun dan
Nur’aeni (2013), adalah suatu tindakan pereda nyeri yang dapat
dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas
medis lainnya dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan penuh
pertimbangan dan keputusannya sendiri. Kebanyakan pasien dan
anggota tim kesehatan lainnya untuk memberikan obat sebagai
satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Akan tetapi
banyak aktifitas keperawatan non farmakologi yang dapat
membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri
nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun
tindakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan.
Manajemen nyeri non farmakologis merupakan tindakan
menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan farmakologi, dalam
melakukan intervensi keperawatan/kebidanan , manajemen non
farmakologi merupakan tindakan dalam mengatasi respon nyeri
klien (Sulistia, 2011).

8. Konsep menyusui
a. Pengertian menyusui
Menyusui adalah suatu cara yang alamiah manusia untuk
mempertahankan dan melanjutkan kelangsungan hidup
bayinya. ASI adalah makanan bayi yang paling utama pada
bulan awal lahir hingga umur 2 tahun. Perkembangan zaman
membawa perubahan bagi kehidupan manusia pada saat ini,
dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat membuat pengetahuan manusia mengetahui
pentingnya ASI bagi kehidupan seorang bayi.
b. Manfaat menyusui
1) ASI dapat mengurangi tingkat depresi pada ibu
2) ASI dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada bayi
3) ASI dapat membantu memperkuat ikatan emosional antara
anak dan ibu
4) ASI dapat membuat anak lebih cerdas
5) ASI dapat mengurangi resiko obesitas pada bayi
6) ASI bisa membuat anak berperilaku lebih baik
7) Nutrisi yang terkandung didalam ASI akan membantu otak
anak berkembang sempurna dan lebih bagus dari pada
nutrisi yang terkandung didalam susu formula.
8) ASI membantu ibu menurunkan berat badan setelah
melahirkan
9) ASI dapat mengurangi risiko kanker payudara pada ibu
10) ASI membantu ekonomi keluarga karena produksinya yang
gratis dan mudah.

D. Biologic Nurturing Baby Led Feeding


Tindakan operasi sectio caesarea menyebabkan nyeri dan
mengakibatkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan karena
adanya pembedahan. Nyeri tersebut akan menimbulkan berbagai
masalah, salah satunya masalah laktasi. Menurut Julianti, 2014 bahwa
68% ibu post sectio caesarea mengalami kesulitan dengan perawatan
bayi, bergerak naik turun dari tempat tidur dan mengatur posisi yang
nyaman selama menyusui akibat adanya nyeri. Rasa nyeri tersebut akan
menyebabkan pasien menunda pemberian ASI sejak awal pada bayinya
(Aminah, 2011).
Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri post
sectio caesarea biasanya menggunakan analgesic. Namun demikian
pemberian farmakologi tidak bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya. Sehingga
dibutuhkan kombinasi farmakologi untuk mengontrol nyeri dengan non
farmakologi agar sensasi nyeri dapat berkurang serta masa pemulihan
tidak memanjang. Metode non farmakologi tersebut diperlukan untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik
atau menit (Yuliatun, 2008). Salah satu terapi non farmakologi untuk
mengurangi nyeri post SC adalah menyusui dengan Posisi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding. Posisi ini direkomendasikan bagi ibu
nifas post SC karena lebih dirasakan rileks sehingga menyebabkan
nyeri luka jahitan lebih minimal (Cholson, 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hasil Proyek Inovasi
Pada bab ini akan menyajikan hasil pelaksanaan tentang
pengaruh Biologic Nurturing Baby Led Feeding terhadap proses
pemberian ASI pasca persalinan Sectio Caesarea (SC) pada ibu
post partum. Waktu pelaksanaan dimulai dari tanggal 5 Maret
2021 sampai dengan tanggal 11 Maret 2021. Pelaksanaan ini
menggunakan metode pra-eksperimental dengan pendekatan one
group pretest-posttest design dan teknik pengambilan sampel
menggunakan accidental sampling. Data diperoleh langsung
dengan jumlah tiga orang pasien post sectio caesarea (SC) di
Ruang Widya Rs. Ciremai Kota Cirebon dengan diberikan
perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding.
Tingkat nyeri pada klien post operasi sectio caesarea
sebelum diberikan perlakuan Biological Nurturing Baby Led
Feeding terdiri dari kategori tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang,
nyeri berat dan nyeri sangat berat, berikut sajian gambaran
tingkatan nyeri klien post sectio caesarea.
1. Gambaran Nyeri Sebelum dan Sesudah diberikan Perlakuan
Biological Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea di Ruang Widya RS Ciremai
Tahun 2021
Biological Nurturing Baby Led Feeding merupakan salah satu
posisi menyusui yang direkomendasikan bagi ibu nifas post SC karena
membuat ibu lebih rileks pada saat menyusui.
Berikut ini disajikan data tentang gambaran nyeri sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding
terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post sectio caesarea di
Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon tahun 2021.
Tabel 1. Distribusi intensitas nyeri pasca sectio caesarea sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan Biological Nurturing Baby Led
Feeding di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun
2021
Skala nyeri
No Responden
Sebelum Sesudah
1 5 1
2 8 3
3 6 2
Sumber: hasil pelaksanaan proyek inovasi tahun 2021
Berdasarkan data intensitas nyeri sectio caesarea pada tabel 1,
menunjukan bahwa 3 responden sebelum diberikan perlakuan nurturing
baby led feeding didapatkan hasil distribusi intensitas nyeri yang
bervariasi. Sebelum pemberian terapi, skala nyeri yang tertinggi adalah 8
(1 responden), skala nyeri 6 (1 responden), dan skala nyeri 5 (1
responden).
Setelah diberikan perlakuan nurturing baby led feeding, sebanyak 1
responden mengalami skala nyeri 1 (terendah), 1 responden mengalami
skala nyeri 2, dan 1 responden mengalami skala nyeri 3 (tertinggi).

2. Pengaruh Perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding


Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea
di Ruang Widya RS Ciremai Tahun 2021
Berikut ini disajikan data tentang pengaruh perlakuan biological
nurturing baby led feeding terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
post sectio caesarea di ruang widya rs ciremai tahun 2021

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Biological Nurturing Baby Led Feeding


Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea
di Ruang Widya RS Ciremai Tahun 2021
Paired Differences t df Sig. (2-
Mean Std. Std. 95% tailed)
Deviation Error Confidence
Mean Interval of the
Difference
Lower Upper
Pretest - 4.333 .577 .333 2.899 5.768 13.000 2 .006
Pair 1
Posttest

Sumber: hasil pelaksanaan proyek inovasi tahun 2021

Berdasarkan data pada tabel 2, menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara


sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan biological nurturing baby led feeding
dengan nilai p value 0,006 yang artinya ada penurunan skala nyeri pada ibu post
SC dalam menyusui dengan menggunakan perlakuan biological nurturing baby
led feeding.
Hal ini sejalan dengan penelitian penelitian oleh Rini dan Susanti (2018)
didapatkan hasil p-value 0,001. Nilai p-value yang < 0,05 menunjukkan terdapat
penurunan nyeri pasca intervensi biologic nurturing baby led feeding pada ibu
post SC sebelum dan sesudah intervensi biologic nurturing baby led feeding.
Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi nyeri post SC adalah
menyusui dengan cara biologic nurturing baby led feeding. Cara ini
direkomendasikan bagi ibu post SC agar menjadi lebih rileks sehingga
menyebabkan nyeri luka jahitan tersebut lebih minimal.
Penelitian ini juga diperkuat denga hasil penelitian oleh Reni Cahyanti,
Sinar Pertiwi , Etin Rohmatin (2018), berdasarkan hasil penelitian setelah
dilakukan intervensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding mengalami nyeri
ringan yaitu 27 responden (67,5%) dan sebanyak 13 responden menyatakan nyeri
sedang (32,5%). Hasil uji Wilcoxon diperoleh p value (0,000 ) < α (0,05) yang
berarti bahwa terdapat pengaruh intervensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding
terhadap penurunan nyeri pada ibu post SC di RSUD Majenang 2018.
Perlakukan biological nurturing baby led feeding hakekatnya adalah suatu
kegiatan atau usaha untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan relaksasi pada
pasien post operasi khususnya post sectio caesarea pada saat ibu menyusui.
Dengan adanya metode tersebut diharapkan dapat mengurangi perasaan nyeri dan
dapat meningkatkan kenyamanan. Pasien mampu mengungkapkan pentingnya
terapi biological nurturing baby led feeding dalam mengurangi nyeri, dapat diukur
dengan pasien dapat mengungkapkan skala nyeri berkurang setelah diberikan
terapi biological nurturing baby led feeding.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Setelah melakukan implementasi proyek inovasi selama 9 hari, didapatkan
hasil efektivitas perubahan intensitas nyeri dengan menggunakan uji paired t
test menunjukkan bahwa selisih rata-rata penurunan skor intensitas nyeri pada
perlakuan biological nurturing baby led feeding sebesar 3,33 dengan p value
0,006. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan biological
nurturing baby led feeding terhadap intensitas nyeri. Dapat disimpulkan dari
hasil rata-rata dikatakan hipotesis diterima yaitu pemberian Biological
Nurturing Baby Led Feeding berpengaruh terhadap perubahan intensitas nyeri
pada pasien post operasi sactio caesarea.

B. SARAN
Diharapkan bagi ibu post sectio caesaria dapat memahami Biological
Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan intensitas nyeri akibat luka
post sectio caesaria. Informasi yang telah diterima dapat dipraktekkan
dengan dibantu oleh keluarganya, sehingga ketika ibu mengalami nyeri pada
saat menyusui keluarga bisa melakukan tindakan non farmakologis untuk
mengurangi nyeri yaitu dengan tindakan Biological Nurturing Baby Led
Feeding.
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya untuk bidan dan perawat
khususnya di ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon, hasil penelitian ini
dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengembangan intervensi
kebidanan untuk tindakan non farmakologis dalam mendukung penyembuhan
dan pelengkap tindakan farmakologis
Kelompok menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
Biological Nurturing Baby Led Feeding untuk mengurangi nyeri pada ibu
postsectio caesarea dengan jumlah responden yang lebih banyak dan
penelitian yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA

Adha, D. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon


Terhadap Nyeri Pasien Post Operasi Mayor di Irna Bedah
RSUP. Dr. Djamil Padang
Ambarwati F. R., & Nasution, N. 2015. Buku Pintar Asuhan
Keperawatan. Yogyakarta. Cakrawala Ilmu
Anziarni, Resi. 2019. Analisis Praktik Keperawatan Dalam
Pemenuhan Rasa Nyaman Nyeri Pada Ny. M Post Op Sectio
Caesarea Dengan Biologic Nurturing Baby Led Feeding
Tahun 2019. Karya Ilmiah Akhir Ners. Muara Bungo
Ayuningtyas, dkk. 2018. Etika Kesehatan Pada Persalinan Melalui
Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis. Universitas Sriwijaya :
Dikutip 25 Februari 2021
Bangun, A, V. & Nuraeni, S. 2013. Pengaruh Lavender Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Di Rumah Sakit
Dustira Cimahi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The
Soedirman Jurnal Of Nursing)
Cahyanti, Reni dkk. 2018. Effect of Biologic Nurturing Baby Led
Feeding On Post Sectio Caesarea Pain Scale In Majenang
Hospital. Politeknik Kemenkes Semarang.
Cholson, S.D., Meek J.H., and Hawdon, J.M. (2008). Optimal
positions for the release of primitive neonatal reflexes
stimulating breastfeeding. Early Human Development, 84,
441-449.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S037837820700242
3 Diakses 25 Februari 2021
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Laporan Hasil
Riset Kesehatan Indonesia. (Riskesdas)
Heryani, Reni. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan
Menyusui. Jakarta. Trans Info Media
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta. YBP-SP
Kozier, B., Berman , A., & Snyder, S. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi
7 Volume 2. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 2015. Sinopsis Obstetri. Jakarta. EGC
Mohamad Judha (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri
Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika
Nakita. (2010). Efek samping operasi cesar. Diakse dari
http://kiatsehat2010.blogspot. Diakses 25 Februari 2021
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
BErdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc Edisi
Revisi Jilid 3. Jogjakarta. Mediaction
Nursalam.2012. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep
dan Praktik. Jakarta. Salemba Medika
Padila. (2015). Keperawatan Maternitas Sesuai Standar Kompetensi Dan
Kompetensi Dasar. Jakarta: Medical Book
Potter and Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
Edisi 4. Jakarta : EGC.
Potter and Perry.(2010). Keperawatan : Konsep, proses dan praktik.
Jakarta : EGC.
Purwanti, Atik. (2008). Konsep Kebidanan Sejarah dan
Profesionalisme. Jakarta : EGC.
Purwanti, Eny. 2012. Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas.
Yogyakarta. Ilmu Cakrawala
Rini, Susiolo & Susanti, Indri.2018. Penurunan Nyeri Ibu Post
Sectio Caesarea Pasca Intervensi Biologic Nurturing Baby
Led Feeding. Stikes Harapan Bangsa Purwokerto. Dikutip
tanggal 25 Februari 2021
Sahroni, 2012. Masa Nifas Dalam Islam.
Http://www.islamic.education.co.id diakses tanggal : 13 Mei
2019
Sofian, amru. 2012. Synopsis obstetric jilid 2. Edsi 3. Jakarta:
Erlangga
Sulistiawati, Ari. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.
Jakarta. Salemba Medika
Taylor et al. (2011). Fundamentals of Nursing : The Art and Science
of Nursing Care 7th Edition. China : Lippincott Company.
Wahyuningsih, M. 2014. Efektifitas Aromaterapi Lavender
(Lavandula Angustifolia) dan Massage Effleurage Terhadap
Tingkat Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada Primigravida
di BPS Utami dan Ruang PONEK RSUD Karanganyar.
Skripsi Stikes Kusuma Husada Surakarta diakses pada 20
Desember 2016
WHO. (2014). Global Survei on Maternal and Perinatal Health.
Winkjosastro, Hanafi. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta. YBP-SP
Yanti, Damai dan Sundawati Dian. 2011. Asuhan Kebidanan Masa
Nifas Belajar Menjadi Bidan Profesional. Bandung. PT Refika
Aditama
Lampiran 1

SOP (Standar Operasional Prosedur)


Biologic Nurturing Baby Led Feeding
(Anziarni, Resi. 2019)

Pengertian Teknik menyusui yang memberikan rasa nyaman kepada


pasien yang mengalami nyeri dengan membimbing pasien
untuk melakukan teknik relaksasi dengan menghubungkan
keyakinan individu untuk mengalihkan toleransi nyeri dan
ambang batas nyeri.
Tujuan 1. Mengurangi atau mengontrol nyeri
2. Menurunkan ketegangan otot
3. Menimbulkan perasaan aman dan damai
4. Menimbulkan perasaan rileks dan tenang
Prosedur A. Tahap Pra Interaksi
Pelaksanaan 1. Melihat data nyeri yang lalu
2. Melihat intervensi keperawatan yang telah
diberikan oleh Perawat
3. Mengkaji terapi yang diberikan dokter
4. Mencuci tangan
B. Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam teraupetik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan prosedur dan mengontrak klien
5. Menanyakan kesiapan klien dan keluarga
C. Tahap Kerja
1. Mengatur posisi yang nyaman yaitu posisi rebahan
sambil bersandar, dengan sudut kemiringan antara
15°-64°
2. Lakukan observasi keadaan payudara, jika kotor
lakukan breast care atau perawatan payudara
terlebih dahulu
3. Letakkan bayi di atas dada klien/ibu
4. Atur posisi bayi hingga berdekatan dengan puting
susu ibu
5. Mulut bayi dibiarkan melekat dengan sendirinya
pada puting susu ibu.
6. Menganjurkan kedua tangan ibu bebas, memegang
bayi sekedar untuk menjaganya agar tidak terguling
7. Anjurkan klien untuk melakukan 10 sampai 15
menit
8. Teknik biologic nurturing baby led feeding
dilakukan hingga mengurangi ketegangan di kepala,
leher, pundak dan punggung

D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan evaluasi kenyamanan dan respon klien
3. Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya
4. Melakukan dokumentasi tindakan dan hasil
pemberian biologic nurturing baby led feeding
5. Mencuci tangan
6. Akhiri dengan salam

Lampiran 2
DUKUMENTASI IMPLEMENTASI PEMBERIAN PERLAKUAN
NURTURING BABY LEED FEEDING

Anda mungkin juga menyukai