Disusun Oleh
Kelompok 2
1. Lya vinalysa JNR0200111
2. Isnaeni Budi P JNR0200101
3. Maslikah JNR0200112
4. Pujawati Oktavia JNR0200114
5. Puspa Kartika M JNR0200115
6. Revita Ayu S JNR0200117
7. Rina Herdiana JNR0200118
8. Risza Apriyani JNR0200119
9. Widiyanti JNR0200121
A. Latar Belakang
Proses keperawatan secara umum untuk membuat suatu
kerangka konsep berdasarkan kebutuhan individu dari pasien, keluarga,
dan masyarakat dapat terpenuhi. Proses keperawatan juga ditujukan
untuk memenuhi tujuan asuhan keperawatan, yaitu untuk
mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, jika
kesehatan yang optimal tidak tercapai, proses keperawatan harus dapat
memfasilitasi kualitas hidup yang tinggi dengan cara yang maksimal
(Nursalam, 2012). Masa nifas merupakan masa 6 minggu setelah
melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
dengan kembalinya alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil
yang berlangsung selama 6 minggu (Heriyani, 2012).
Angka kelahiran di Indonesia masih tergolong tinggi sebesar
15% dari seluruh wanita hamil yang mengalami masalah dalam
persalinan. Hal tersebut membutuhkan penanganan khusus selama
persalinan. Sectio caesarea merupakan jalan keluarnya janin untuk
penanganan persalinan karena komplikasi. Menurut WHO (2015)
persalinan Sectio caesarea di Inggris Tahun 2010 mengalami
peningkatan 24.6% sedangkan pada tahun 2008 23.5% dan di Australia
terjadi peningkatan 31% padan tahun 2010 sedangkan pada tahun 2008
sebesar 21%. Di Indonesia persalinan dengan Sectio caesarea
mencapai 15,3% diambil dari sampel 20.591 dalam waktu 5 tahun
terakhir dari survey 33 provinsi. Gambaran ibu yang melahirkan
dengan caesare caesarea sebesar 13,4% akibat ketuban pecah dini
sebesar 5,49% akibat Preeklampsia sebesar 5,14% akibat Perdarahan
sebesar 4,40% akiat kelainan letak Janin sebesar 4,2% (Riskesdas RI,
2015).
Menurut World Health Organization dari semua proses
persalinan dengan sectio caesare sekitar 10 – 15% (WHO, 2015). Di
Amerika Serikat rata-rata SC 12 meningkat hingga 29,1%, di Inggris
dan Wales sudah mencapai 21, 4%, di Kanada sebanyak 22,5%
sedangkan China menjadi Negara yang tingkat sc tertinggi dimana
diperoleh hasil dari 3,4 % pada hingga mencapai 39,3 %. (menurut
Ayuningtyas, dkk 2018). Di Indonesia tingkat persalinan Sectio
Caesare sudah melewati batas maksimal standar WHO 5-15%.
Peningkatan diambil dari sampel 20.591 dalam waktu 5 tahun terakhir
survey dari 33 provinsi sebesar 15,3%.
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,
menunjukkan bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia
mencapai 359 PER 100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan oleh
perdarahan sebesar 30,1%, disebabkan oleh preklampsia sebesar
26,9%, disebabkan oleh abortus sebesar 1,6 %, disebabkan oleh infeksi
sebesar 5,6%, disebabkan oleh partus lama sebesar 1,8%, dan
disebabkan oleh fakor lainnya sebesar 34,5%. Angka tersebut masih
jauh dari target pembangunan milenium (Millenium Development
Goals/MDGs), kelahiran tahun 2015 hanya 102/100.000 (Depkes RI,
2015). Melengkapi hal tersebut, dari laporan data daerah yang diterima
oleh Kementerian Kesehatan (RI) tahun 2013 sebanyak 5019 orang ibu
yang meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Sedangkan di
Indonesia bayi yang meninggal mencapai 160.681 bayi berdasarkan
estimasi SDKI 2012. (Kemenkes RI, 2014).
Masa nifas merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayi.
WHO menyatakan bahwa persalinan dengan operasi sectio caesar
sekitar 10––15% dari semua proses persalinan di negara berkembang.
Sedangkan prosentase melahirkan dengan sectio caesare di Rumah
Sakit Swasta pada tahun 2004 mencapai rata-rata 20%, persalinan
normal rata-rata 80%. Menurut laporan kedokteran terbaru di tahun
2015 naik mencapai 26,3% dan 27,5% pada tahun 2006 (Kemenkes
RI, 2013). Operasi sectio sesarea akan menyebabkan nyeri dan
mengakibatkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan akibat
adanya pembedahan. Akibat nyeri tersebut menimbulkan berbagai
masalah, salah satunya adalah masalah laktasi. 68% ibu post op sectio
caesare mengalami kesulitan dalam merawat bayi, bergerak naik turun
dari tempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui
akibat adanya nyeri. Akibat nyeri yang dirasakan tersebut bisa
menyebabkan ibu menunda pemberian ASI pada bayinya.
Sectio Caesaria merupakan suatu cara untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding abdomen dan dinding uterus. Menurut
statistic tentang 3.509 kasus sectio caesaria, indikasi yang muncul pada
pasien yang melahirkan dengan sectio caesaria yaitu akibat diproporsi
janin-panggul sebanyak 21%, gawat janin sebanyak 14%, placenta
previa sebanyak 11%, pernah sectio caesaria sebelumnya sebanyak
10%, kelainan letak janin sebanyak10%, pre eklampsia 7%, angka
kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sudah dikoreksi 0,5%,
sedangkan kematian janin sebanyak 14,5%. Resiko relative terjadinya
bayi lahir mati dengan ibu preeklamsi sebanyak 5,65 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu tanpa preeklamsi. Indonesia tergolong tinggi
angka kematian perinatal dibandingkan di negara maju dan negara asia
lainnya. Mengingat hal diatas angka kematian ibu dan janin yang
tinggi akibat preeklamsia dan eklamsia, sehingga salah satu kebijakan
untuk meminimalkan 14 angka kematian ibu dan bayi tersebut yaitu
dengan cara terus meningkatkan pelayanan kesehatan yang ahli dalam
menangani persalinan serta mengetahui berbagai indikasi serta
komplikasi kehamilan yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayinya.
Tindakan operatif sectio caesaria adalah salah satu cara alternative
dalam menangani preeklamsi (Wiknjosastro, 2008).
Perawat harus memahami kasus tersebut, harus bisa melakukan
asuhan keperawatan pada pasien post op sectio caesarea. Melakukan
pengkajian pada pasien, menentukan diagnosa atau diagnosa yang
mungkin muncul, menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut dan mengimplementasikan rencana
tersebut kepada pasien serta mengevaluasi hasilnya.
Beberapa penelitian yang berhubungan dalam penurunan nyeri
pada ibu post sectio caesaria adalah penelitian oleh Rini dan Susanti
(2018) dengan judul ”Penurunan Nyeri Pada Ibu Post Sectio Caesaria
Pasca Inetrvensi Biologic Nurturing Baby Led Feeding ” dilakukan
sebanyak 41 responden. Responden yang menyatakan nyeri turun
adalah sebanyak 28 orang (68,3%) sedangkan 13 responden
menyatakan nyeri tetap (31,7%). Berdasarkan analisis menggunakan
komputerisasi menunjukkan bahwa dari uji statistik Wilcoxon
didapatkan nilai p-value 0,001. Nilai p-value yang < 0,05
menunjukkan terdapat penurunan nyeri pasca intervensi biologic
nurturing baby led feeding pada ibu post SC sebelum dan sesudah
intervensi biologic nurturing baby led feeding. Salah satu terapi non
farmakologi untuk mengurangi nyeri post SC adalah menyusui dengan
cara biologic nurturing baby led feeding. Cara ini direkomendasikan
bagi ibu post SC agar menjadi lebih rileks sehingga menyebabkan
nyeri luka jahitan tersebut lebih minimal (Cholson, 2008).
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Reni Cahyanti, Sinar
Pertiwi , Etin Rohmatin (2018) dengan judul “Pengaruh Biologic
Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Skala Nyeri Post Sectio
Caesarea di RSUD Majenang 2018” dilakukan sebanyak 40 responden.
Berdasarkan hasil penelitian setelah dilakukan intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding mengalami nyeri ringan yaitu 27
responden (67,5%) dan sebanyak 13 responden menyatakan nyeri
sedang (32,5%). Hasil uji Wilcoxon diperoleh p value (0,000 ) < α
(0,05) yang berarti bahwa terdapat pengaruh intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan nyeri pada ibu post
SC di RSUD Majenang 2018.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang
Widya RS Ciremai Cirebon pada tanggal 17-19 Februari 2020 pukul
11.00 WIB dengan cara observasi kepada 10 pasien. Ditemukan bahwa
6 pasien mengalami kesulitan menyusui akibat nyeri post SC.
Berdasarkan hasil observasi, maka perlu dilakukan implementasi non
farmakologis untuk mengatasi masalah pada klien post SC di ruang
Widya tersebut.
Implementasi dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
Kepala Ruangan dan CI Ruangan. Responden yang akan diteliti yaitu
dengan pasien minimal lebih dari 12 jam post SC di ruang Widya.
Biologic Nurturing Baby Led Feeding dapat dilakukan dimana saja
bahkan saat berbaring setelah melahirkan di ruang perawatan
perawatan masa nifas yang dapat dilakukan pada saat menyusui.
Caranya, ibu nifas menyusui dengan posisi rebahan sambil bersandar,
dengan sudut kemiringan 15 – 60 ˚, kemudian bayi diletakkan diatas
dada, dan dibiarkan melekat dengan sendirinya. Keuntungannya
tindakan ini juga dapat dilakukan dirumah sehingga memungkinkan
ibu dapat mengurangi persepsi nyeri dan membanu mengurangi
ketegangan otot. Dokumentasi dilakukan pada saat implementasi
diberikan kepada pasien. Rencana terakhir yaitu mengevalusasi hasil
dari implementasi yang telah dilakukan untuk mengetahui hal apa saja
yang perlu diperbaiki.
Berdasarkan hasil uraian diatas, kelompok tertarik untuk
membuat proyek inovasi tentang Pengaruh Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada
Ibu Post Sectio Caesarea .
B. Tujuan Proyek Inovasi
1. Tujuan Umum Proyek Inovasi
Untuk Berdasarkan hasil uraian diatas, kelompok tertarik untuk
membuat proyek inovasi tentang Pengaruh Intervensi Biologic
Nurturing Baby Led Feeding Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada
Ibu Post Sectio Caesarea di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon
Tahun 2021
2. Tujuan Khusus Proyek Inovasi
a. Untuk mengidentifikasi gambaran skala nyeri sebelum
dilakukan Biologic Nurturing Baby Led Feeding pada pasien
post SC di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun
2021
b. Untuk mengidentifikasi gambaran skala nyeri sesudah
dilakukan Biologic Nurturing Baby Led Feeding pada pasien
post SC di Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun
2021
c. Untuk menganalisis pengaruh Biologic Nurturing Baby Led
Feeding terhadap penurunan skala nyeri pada ibu post SC di
Ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon Tahun 2021
d. Untuk memberikan informasi kepada bidan dan perawat
diruangan tentang pengaruh Biologic Nurturing Baby Led
Feeding terhadap penurunan skala nyeri pada ibu post SC di
Ruang Widya RS Ciremai
C. Manfaat Proyek Inovasi
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil proyek inovasi ini bisa menambahkan
wawasan, pengetahuan, dan keterampilan kelompok tentang
pengaruh Biologic Nurturing Baby Led Feeding terhadap
penurunan skala nyeri pada ibu post SC untuk tetap efektif
menyusui bayi dengan posisi yang rileks. Proyek inovasi ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam alternatif
pengobatan non farmakologis.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dengan memberikan perlakuan pengaruh Biologic
Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan skala nyeri
pada ibu post SC, pasien mampu tetap efektif menyusui bayi
dengan posisi yang rileks dan mengurangi ketegangan otot ibu.
b. Diharapkan dengan penelitian ini dapat meningkatkan skill
tenaga kesehatan medis dan paramedis dalam management post
SC dengan perlakuan Biologic Nurturing Baby Led Feeding
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Post Partum
1. Pengertian Post Partum
Menurut Purwanti (2012) masa Nifas merupakan sebuah
fase setelah ibu melahirkan dengan rentang waktu kira-kira selama
6 minggu. Masa nifas dimulai setelah keluarnya plasenta sampai
dengan kembalinya alatalat kandungan seperti sebelum hamil.
Selama masa pemulihan ibu akan mengalami banyak perubahan
secara fisik maupun psikologis. Menurut Heriyani (2012), Masa
nifas merupakan masa 6 minggu setelah kelahiran. Masa nifas
dimulai dari kelahiran plasenta dan berakhir dengan kembalinya
alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil berlangsung
kira-kira 6 minggu. Menurut Islam batas waktu nifas adalah
berhenti keluarnya darah dari kemaluan akibat persalinan.Waktu
yang diperlukan seorang perempuan boleh melakukan ibadah
seperti sholat atau membaca AlQur’an setelah persalinan adalah 40
hari setelah persalinan (Sahroni, 2012).
5. Komplikasi
Pembedahan Sectio Caesaria menurut Mochtar (2015) antara lain :
a. Infeksi puerperal (nifas)
Yaitu sebelum pembedahan telah ditentukan gejala-gejala
infeksi intra partum. Infeksi dikatakan ringan apabila hanya
terjadi peningkatan suhu tubuh beberapa hari saja. Infeksi berat
bila terdapat tanda infeksi sedang disertai peritonitis, sepsis dan
ileus paralitik. Pada kasus seperti partus yang terlantar dan
ketuban pecah dini biasanya yang terjadi infeksi.
b. Perdarahan
Pada Sectio Caesaria banyak pembuluh darah yang terputus
dan terbuka dari pada persalinan normal karena atonia uteri
serta pelepasan plasenta banyak mengeluarkan darah.
c. Emboli Pulmonal
Emboli terjadi karena pada pasien Sectio Caesaria dilakukan
insisi pada abdomen dan mobilisasi yang kurang jika
dibandingkan dengan kelahiran normal.
C. Manajemen Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian tubuh
seseorang yang menimbulkan respon tidak menyenangkan dan
nyeri dapat memberikan suatu pengalaman alam rasa (Judha,2012).
Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai stimulus seperti mekanik,
termal, kimia, atau elektrik pada ujung-ujung saraf. Perawat
mampu memahami respon fisiologis tubuh pasien terhadap nyeri.
Sewaktu nyeri biasanya pasien akan tampak meringis, kesakitan,
takikardi, berkeringat, napas lebih cepat, pucat, berteriak,
menangis, dan tekanan darah meningkat (Wahyuningsih, 2014).
2. Klasifikasi nyeri
a. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang actual atau potensial. Gejala yang terjadi tiba – tiba dapat
diantisipasi atau diprediksi ringan atau berat (Nurarif &
Kusuma, 2015).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan.
Gejala yang terjadi yaitu timbul secara tiba – tiba terjadi secara
konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung >3 bulan, dengan intensitas ringan
hingga berat (Nurarif & Kusuma, 2015).
6. Pengukuran SkalaNyeri
Pengukuran skala nyeri dalam penelitian ini menggunakan
Numeric Rating Scale (NRS). Skala penilaian numerik lebih
digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kita. Klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0 – 10 (Taylor, 2011). Skala
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Perry, 2006).
Gambar 2.1
Numeric Rating Scale
Sumber: Ma’rifah & Surtiningsih (2013)
Tabel 2.1
Skala Nyeri
Skala Nyeri Keterangan (Kriteria Nyeri)
0 Tidak ada keluhan nyeri haid/kram di area perut
(Tidak Nyeri) bagian bawah, wajah tersenyum, vocal positif,
bergerak dengan mudah, tidak menyentuh atau
menunjukkan area yang nyeri.
1-3 Terasa kram pada perut bagian bawah, tetapi
(Nyeri Ringan) masih dapat ditahan, masih dapat melakukan
aktivitas, masih dapat berkonsentrasi belajar.
4-6 Terasa kram di area perut bagian bawah,
(Nyeri Sedang) kram/nyeri tersebut menyebar ke pinggang,
kurang nafsu makan, sebagian aktivitas dapat
terganggu, sulit/susah berkonsentrasi belajar,
terkadang merengek kesakitan, wajah netral, tubuh
bergeser secara netral, menepuk/meraih area yang
nyeri.
7-9 Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri
(Nyeri Berat) menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak
ada nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat
beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi belajar,
menangis, wajah merengut/meringis, kaki dan
tangan tegang/tidak dapat digerakkan.
10 Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian
(Nyeri Sangat Berat) bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kaki, dan
punggung, tidak mau makan, mual, muntah,
sakit kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa
berdiri atau bangun dari tempat tidur, tidak
dapat beraktivitas, tangan menggenggam,
mengatupkan gigi, menjerit, terkadang bisa
sampai pingsan
7. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan non farmakologi menurut Bangun dan
Nur’aeni (2013), adalah suatu tindakan pereda nyeri yang dapat
dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas
medis lainnya dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan penuh
pertimbangan dan keputusannya sendiri. Kebanyakan pasien dan
anggota tim kesehatan lainnya untuk memberikan obat sebagai
satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Akan tetapi
banyak aktifitas keperawatan non farmakologi yang dapat
membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri
nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun
tindakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan.
Manajemen nyeri non farmakologis merupakan tindakan
menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan farmakologi, dalam
melakukan intervensi keperawatan/kebidanan , manajemen non
farmakologi merupakan tindakan dalam mengatasi respon nyeri
klien (Sulistia, 2011).
8. Konsep menyusui
a. Pengertian menyusui
Menyusui adalah suatu cara yang alamiah manusia untuk
mempertahankan dan melanjutkan kelangsungan hidup
bayinya. ASI adalah makanan bayi yang paling utama pada
bulan awal lahir hingga umur 2 tahun. Perkembangan zaman
membawa perubahan bagi kehidupan manusia pada saat ini,
dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat membuat pengetahuan manusia mengetahui
pentingnya ASI bagi kehidupan seorang bayi.
b. Manfaat menyusui
1) ASI dapat mengurangi tingkat depresi pada ibu
2) ASI dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada bayi
3) ASI dapat membantu memperkuat ikatan emosional antara
anak dan ibu
4) ASI dapat membuat anak lebih cerdas
5) ASI dapat mengurangi resiko obesitas pada bayi
6) ASI bisa membuat anak berperilaku lebih baik
7) Nutrisi yang terkandung didalam ASI akan membantu otak
anak berkembang sempurna dan lebih bagus dari pada
nutrisi yang terkandung didalam susu formula.
8) ASI membantu ibu menurunkan berat badan setelah
melahirkan
9) ASI dapat mengurangi risiko kanker payudara pada ibu
10) ASI membantu ekonomi keluarga karena produksinya yang
gratis dan mudah.
A. SIMPULAN
Setelah melakukan implementasi proyek inovasi selama 9 hari, didapatkan
hasil efektivitas perubahan intensitas nyeri dengan menggunakan uji paired t
test menunjukkan bahwa selisih rata-rata penurunan skor intensitas nyeri pada
perlakuan biological nurturing baby led feeding sebesar 3,33 dengan p value
0,006. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan biological
nurturing baby led feeding terhadap intensitas nyeri. Dapat disimpulkan dari
hasil rata-rata dikatakan hipotesis diterima yaitu pemberian Biological
Nurturing Baby Led Feeding berpengaruh terhadap perubahan intensitas nyeri
pada pasien post operasi sactio caesarea.
B. SARAN
Diharapkan bagi ibu post sectio caesaria dapat memahami Biological
Nurturing Baby Led Feeding terhadap penurunan intensitas nyeri akibat luka
post sectio caesaria. Informasi yang telah diterima dapat dipraktekkan
dengan dibantu oleh keluarganya, sehingga ketika ibu mengalami nyeri pada
saat menyusui keluarga bisa melakukan tindakan non farmakologis untuk
mengurangi nyeri yaitu dengan tindakan Biological Nurturing Baby Led
Feeding.
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya untuk bidan dan perawat
khususnya di ruang Widya RS Ciremai Kota Cirebon, hasil penelitian ini
dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengembangan intervensi
kebidanan untuk tindakan non farmakologis dalam mendukung penyembuhan
dan pelengkap tindakan farmakologis
Kelompok menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
Biological Nurturing Baby Led Feeding untuk mengurangi nyeri pada ibu
postsectio caesarea dengan jumlah responden yang lebih banyak dan
penelitian yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan evaluasi kenyamanan dan respon klien
3. Melakukan kontrak pertemuan selanjutnya
4. Melakukan dokumentasi tindakan dan hasil
pemberian biologic nurturing baby led feeding
5. Mencuci tangan
6. Akhiri dengan salam
Lampiran 2
DUKUMENTASI IMPLEMENTASI PEMBERIAN PERLAKUAN
NURTURING BABY LEED FEEDING