Anda di halaman 1dari 32

kel 3

- Cantika desi a
- Gita yuniar tri k
- Lely chintia

Tugas akhir Hukum Bisnis

UNDANG-UNDANG HAKI

A. KEBIJAKAN DAN KESIAPAN INDONESIA DI BIDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Dalam dasawarsa
terakhir ini, telah semakin nyata bahwa pembangunan harus bersandarkan pada industri yang
menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Kesepakatan Indonesia untuk merealisasikan gagasan
mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) serta keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade
Organization (WTO) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), telah menunjukan keseriusan
Pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak langsung
memacu perusahaanperusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saingnya. Semakin
derasnya arus perdagangan bebas, yang menuntut makin tingginya kualitas produk yang dihasilkan
terbuti semakin memacu pekembangan teknologi yang mendukung kebutuhan tersebut. Seiring
dengan hal tersebut, pentingnya peranan hak kekayaan intelektual dalam mendukung
perkembangan teknologi kiranya telah semakin disadari. Hal ini tercermin dari tingginya jumlah
permohonan hak cipta, paten, dan merek, serta cukup banyaknya permohonan desain industri yang
diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia, sebagaimana yang terlihat pada lampiran 1. Pemerintah sangat menyadari bahwa
implementasi sistem hak kekayaan intelektual merupakan suatu tugas besar. Terlebih lagi dengan
keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO dengan konsekuensi melaksanakan ketentuan
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS), sesuai
dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Berdasarkan
pengalaman selama ini, peran serta berbagai instansi dan lembaga, baik dari bidang pemerintahan
maupun dari bidang swasta, serta koordinasi yang baik di antara senua pihak merupakan hal yang
mutlak diperlukan guna mencapai hasil pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif.
Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang baik bukan saja memerlukan peraturan
perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang tepat, tetapi perlu pula didukung oleh
administrasi, penegakan hukum serta program sosialisasi yang optimal tentang hak kekayaan
intelektual.

1.
a. Peraturan Perundang-undangan dan Konvensi-konvensi International. Pada saat ini
Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan
intelektual yang cukup memadai dan tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS. Peraturan perundangundangan dimaksud
mencakup : 1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undangundang No. 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7
tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat, Undang-undang ini akan direvisi untuk
mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidang hak cipta; 2. Undang-undang No. 29
Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; 3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang; 4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; 5.
Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; 6. Undang-
undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan 7. Undang-undang No. 15 Tahun
2001 tentang Merek; Di Indonesia, sistem perlindungan merek telah dimulai sejak tahun
1961, sistem perlindungan hak cipta dimulai sejak tahun 1982, sedangkan sistem paten baru
dimulai sejak tahun 1991. Sebelum disempurnakan melalui peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan pada tahun 2001, beberapa waktu yang lalu (tahun 1997) terhadap ketiga
peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan dan Persetujuan TRIPS. Sebagaimana dimaklumi, Persetujuan TRIPS
merupakan kesepakatan internasional yang paling comprehensif, dan merupakan suatu
perpaduan yang unik dari prinsip-prinsip dasar GATT – General Agreement on Tariff and
Trade (khususnya tentang national treatment dan most-favoured nation) dengan ketentuan-
ketentuan substantif dari kesepakatan-kesepakatan internasional bidang hak kekayaan
intelektual, antara lain Paris Convention for the protection of industrial Property dan Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. Sejalan dengan perubahan
berbagai undang-undang tersebut di atas, Indonesia juga telah meratifikasi 5 konvensi
internasional di bidang hak kekayaan intelektual, yaitu sebagai berikut : 3 Paris Convention
for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual
Property Organization (Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan atas
Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979); 3 Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation
under the PCT (Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997); 3 Trademark Law Treaty
(Keputusan Preiden No. 17 Tahun 1997); 3 Berne Convention for the Protection of Literary
and Artisctic Works (Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997); 3 WIPO Copyright Treaty
(Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997)
b. Administrasi Hak Kekayaan Intelektual Secara institusional, pada saat ini telah ada Direktorat
Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang tugas dan fungsi utamanya adalah menyelenggarakan
administrasi hak cipta paten, merek, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (semula disebut Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek) dibentuk pada thaun 1998. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
yang baik sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari dunia
industri dan perdagangan, maupun dari institusi yang bergerak di bidang penelitian dan
pengembangan. Sejauh ini pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual berjumlah 450 orang. Dibandingkan dengan yang ada di beberapa negara yang
telah maju. Direktorat Jendral HaKI merupakan institusi yang relatif masih muda/naru. Oleh
sebab itu, dapat dimaklumi seandainya dalam pelaksanaan tugasnya, masih dijumpai
berbagai macam kendala. Walaupun demikian, melalui berbagai program pelatihan yang
intensif telah ada beberapa staf yang memiliki pengetahuan yang cukup memadai guna
mendukung peningkatan sistem hak kekayaan intlektual sebagaimana diharapkan. Perlu pula
kiranya dikemukakan bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan dan kemudahan
bagi masyarakat, sejak januari 2000, pengajuan permohonan hak kekayaan intelektual dapat
dilakukan di Kantor-kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Selanjutnya, Kantor-kantor Wilayah akan menyampaikan permohonan tersebut kepada
Direktorat Jenderal HaKI untuk diproses ebih lanjut. Di samping itu, pada saat ini, dengan
bantuan World Bank sedang dilaksanakan penyempurnaan sistem otomasi di Direktorat
Jenderal HaKI yang diharapkan dapat lebih menunjang proses administrasi dimaksud. Tidak
sebagaimana bidang kekayaan intelektual lain yang administrasinya dikelola oleh Direktorat
Jenderal HaKI, bidang varietas tanaman ditangani oleh Departemen Pertanian.
c. Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Sebagaimana telah dikemukakan diatas,
keterlibatan berbagai pihak secara terkoordinasi dan intensif sangat diperlukan untuk
menjamin terlaksananya sistem hak kekayaan intelektual yang diharapkan. Sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 189 Tahun 1998, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual telah ditugasi melakukan
koordinasi dengan semua instansi Pemerintah yang berkompeten mengenai segala kegiatan
dan permasalahan di bidang hak kekayaan intelektual.
d. Peningkatan Kesadaran Masyarakat Secara bertahap dan berkesinambungan telah
diupayakan sosialisasi mengenai peran hak kekayaan intelektual di berbagai aspek dalam
kehidupan sehari-hari seperti : kegiatan perindustrian dan perdagangan, investasi, kegiatan
penelitian dan pengembangan, dan sebagainya. Berbagai lapisan masyarakat pun telah
dilibatkan dalam kegiatan ini. Tumbuhnya berbagai sentra hak kekayaan intelektual, klinik
hak kekayaan intelektual, dan pusat hak kekayaan intelektual lain, baik yang dimotori oleh
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Departemen Pendidikan Nasional, Kantor
Menteri Negara Riset dan Teknologi, Perguruan-perguruan Tinggi dan cukup banyaknya
permintaan dari masyarakat yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual menunjukan telah tumbuhnya kesadaran masyarakat di bidang hak kekayaan
intelektual. Di samping itu, apresiasi yang positif dari anggota masyarakat juga terlihat dalam
wujud pendaftran karya-karya intelektual mereka, seperti terekam dalam jumlah
pendaftaran yang sudah disinggung di atas.
2.
a. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Melaksanakan Beberapa Ketentuan Dalam
Persetujuan TRIPS Pada intinya semua peraturan perundang-undangan di bidang hak
kekayaan intelektual telah disusun dengan memperhatikan kepentingan masyarakat
dan selaras dengan ketentuan minimum sebagaimana yang dipersyaratkan oleh
Persetujuan TRIPS. Walaupun demikian, berikut ini dikemukakan beberapa di antara
ketentuan dalam Persetujuan TRIPS yang kiranya memerlukan penelahaan lebih
lanjut. Hal itu pada saatnya akan disampaikan oleh pejabat yang akan kami tugasi
untuk itu.
b. Perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang bioteknologi. Kita maklumi
bersama bahwa dalam beberapa dasawarsa terakhir peranan bidang ilmu yang baru
ini (bioteknologi) dalam kehidupan sehari-hari sangatlah besar. Sebagai penerapan
proses biologi untuk membuat produk yang berguna bagi masyarakat (seperti :
makanan dan minuman, obat-obatanm dan komposisi/bahan kimia), pemanfaatan
bioteknologi secara tepat terbukti dapat meningkatkan : kesehatan masyarakat,
mencegah penyebarluasan penyakit dan hama, efisiensi dan kualitas produk hasil
pertanian, mutu hasil industri, dan kualitas lingkungan hidup melalui produksi gas
dan limbah industri yang diinginkan. Walaupun demikian, tidak sedikit pula
pendapat dan hasil pengamatan yang menyangsikan atau bakan kurang mendukung
upaya pengembangan lebih lanjut dari teknologi baru tersebut yang di banyak
negara justru berkembang secara pesat. Topik Utama yang selalu dan masih terus
dipertanyakan (dipertentangkan) di antaranya adalah :
c. Jaminan keamanan produk hasil rekayasa genetik (penerapan bioteknologi)
terhadap linkungan dan terhadap mereka yang mengkonsumsi/menggunakannya. •
Kepatutannya terhadap moralitas agama, etika, dan kesusilaan; dan • Manfaat dan
risiko penggunaannya Berbagai forum baik di tingkat nasional maupun internasional
telah menelaah mengenai hal-hal tersebut. Dalam kaitan dengan hak kekayaan
intelektual, dengan pertimbangan tidak sedikitnya invensi yang dapat dihasilkan
oleh bidang ilmu baru ini, sewajarnya bila sistem hak kekayaan intelektual memberi
perlindungan yang memadai.
Sementara itu, UU Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten berbunyi : Paten tidak
diberikan untuk invensi tentang :
a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku moralitas
agama, ketertiban umum atau kesusilaan;
b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan atau hewan; c. Teori dan metode di bidang ilmu
pengetahuan dan matematika; atau d. i. semua mahluk hidup, kecuali jasad renik; ii.
proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan kecuali
proses non-biologis atau proses mikrobiologis Di samping itu, sebagaimana yang
telah diuraikan di atas, berdasarkan UU nomor 29 Tahun 2000 Indonesia juga
melindungi invensi mengenai varietas (baru) tanaman. Berdasarkan hal-hal tersebut
di atas jelaslah bahwa bentuk perlindungan hak kekayaan intelektual sebagaimana
yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS telah tersedia di Indonesia. Walaupun
demikian, dapat dikemukakan mengenai adanya masukan dari sebagian negara
anggota WTO agar ketentuan tersebut dapat lebih disempurnakan guna mendukung
Ketentuan yang ditetapkan dalam Convention on Biological Diversity (CBD), yang
oleh Indonesia telah diratifikasi melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang
Ratifikasi Konvensi Keanekaregaman Hayati. Usulan yang diajukan adalah agar
mencakup juga beberapa aspek penting sehubungan dengan akses sumber daya
genetika (acces to genetic resources) dalam ketentuan pemberian paten misalnya :
dengan menyebutkan asal-usul bahan/materi yang digunakan (source of origin),
melampirkan bukti bahwa para peneliti sebelumnya telah memberitahukan secara
memadai kepada pihak/otoritas yang berkompeten di tempat yang bersangkutan
(prior informed consent), serta melengkapinya dengan kesepakatan pembagian hasil
yang sepadan (benefit sharing agreement). Pendapat lain yang juga telah
dimunculkan adalah untuk mengupayakan sistem perlindungan bagi traditional
knowledge yang lebih memadai di luar sistem Hak kekayaan intelektual yang telah
ada sekarang ini. World Intellectual Property Organization (WIPO) telah membentuk
suatu Inter Governmental Committee on Intelectual Property and Genetic resources,
Traditional Knowledge anf Folklore dengan tugas pokok berupaya untuk
memperoleh solusi yang bijaksana mengenai
UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

Pelaksanaan Paten telah berlaku sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang
Paten. Namun memerlukan penyesuaian substansial terhadap perkembangan hukum di tingkat
nasional maupun internasional. UU Paten yang baru akan menyesuaikan dengan standar dalam
Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-Related
Aspects of Intellectual Property Rights) yang selanjutnya disebut dengan persetujuan TRIPs. Untuk
itulah Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten ditetapkan dan mengganti UU 14 tahun
2001 tentang Paten.
Revisi UU Paten dalam UU 13 tahun 2016 tentang Paten melalui pendekatan:

1. optimalisasi kehadiran negara dalam pelayanan terbaik pemerintah di bidang kekayaan


intelektual;
2. keberpihakan pada kepentingan Indonesia tanpa melanggar prinsip-prinsip internasional;
3. mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik dengan mendorong Invensi nasional di bidang teknologi untuk mewujudkan
penguatan teknologi; dan
4. membangun landasan Paten nasional melalui pendekatan sistemik realisme hukum
pragmatis (pragmatic Legal Realism).

Pentingnya perubahan UU Paten dari UU 14 tahun 2001 tentang Paten menjadi UU 13 tahun 2014
tentang Paten adalah:

1. Penyesuaian dengan sistem otomatisasi administrasi kekayaan intelektual karena terkait


dengan mekanisme pendaftaran Paten dapat diajukan secara elektronik;
2. Penyempurnaan ketentuan pemanfaatan Paten oleh Pemerintah;
3. Pengecualian atas tuntutan pidana dan perdata untuk impor paralel (parallel import) dan
provisi bolar (bolar provision);
4. Invensi berupa penggunaan kedua dan selanjutnya (second use dan second medical use) atas
Paten yang sudah habis masa pelindungan (public domain) tidak diperbolehkan;
5. Imbalan bagi peneliti Aparatur Sipil Negara sebagai inventor dalam hubungan dinas dari hasil
komersialisasi Patennya;
6. Penyempurnaan ketentuan terkait Invensi baru dan langkah inventif untuk publikasi di
Perguruan Tinggi atau lembaga ilmiah nasional;
7. Paten dapat dijadikan objek jaminan fidusia;
8. Menambah kewenangan Komisi Banding Paten untuk memeriksa permohonan koreksi atas
deskripsi, klaim, atau gambar setelah Permohonan diberi paten dan penghapusan Paten
yang sudah diberi;
9. Paten dapat dialihkan dengan cara wakaf.
10. Ketentuan tentang pengangkatan dan pemberhentian ahli oleh Menteri sebagai Pemeriksa;
11. Adanya mekanisme masa tenggang terkait pembayaran biaya tahunan atas Paten;.
12. Pengaturan mengenai force majeur dalam pemeriksaan administratif dan substantif
Permohonan;
13. Pengaturan ekspor dan impor terkait Lisensi-wajib;
14. Terdapat mekanisme mediasi sebelum dilakukannya tuntutan pidana;
15. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada industri nasional untuk memanfaatkan Paten
yang telah berakhir masa pelindungannya secara optimal dan lepas dari tuntutan hukum dan
kewajiban membayar Royalti; dan
16. Pemberian Lisensi-wajib atas permintaan negara berkembang (developing country) atau
negara belum berkembang (least developed country) yang membutuhkan produk farmasi
yang diberi Paten di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi,
dan produk farmasi tersebut dimungkinkan diproduksi di Indonesia, untuk diekspor ke
negara tersebut. Sebaliknya pemberian Lisensi-wajib untuk mengimpor pengadaan produk
farmasi yang diberi Paten di Indonesia namun belum mungkin diproduksi di Indonesia untuk
keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal
26 Agustus 2016 di Jakarta. UU 13/2016 tentang Paten diundangkan pada tanggal 26 Agustus 2016
oleh Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 176. Penjelasan UU 13/2016 tentnag Paten ditempatkan dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922, agar seluruh rakyat Indonesia
mengetahuinya.
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten mencabut UU 14 tahun 2001 tentang Paten.
Pertimbangan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten adalah:
a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara kepada inventor
atas hasil invensinya di bidang teknologi yang mempunyai peranan strategis dalam
mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum;
b. bahwa perkembangan teknologi dalam berbagai bidang telah sedemikian pesat sehingga
diperlukan peningkatan pelindungan bagi inventor dan pemegang paten;
c. bahwa peningkatan pelindungan paten sangat penting bagi inventor dan pemegang paten
karena dapat memotivasi inventor untuk meningkatkan hasil karya, baik secara kuantitas
maupun kualitas untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta menciptakan
iklim usaha yang sehat;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten sudah tidak sesuai dengan
perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan
huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Paten;

DASAR HUKUM
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20,
Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
PENJELASAN UMUM PATEN
Bagi Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan memiliki sumber daya alam
yang melimpah maka peranan teknologi sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah dan daya
saing dalam mengolah sumber daya dimaksud. Hal tersebut merupakan hal yang tidak terbantahkan.
Namun, perkembangan teknologi tersebut belum mencapai sasaran yang diinginkan, dalam arti
perkembangan teknologi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam segala bidang, sehingga
belum memperkuat kemampuan Indonesia dalam menghadapi persaingan global.
Perkembangan teknologi diarahkan pada peningkatan kualitas penguasaan dan pemanfaatan
teknologi dalam rangka mendukung transformasi perekonomian nasional menuju perekonomian
yang berbasis pada keunggulan kompetitif. Agar dukungan perkembangan teknologi terhadap
pembangunan nasional dapat berlangsung secara konsisten dan berkelanjutan maka sistem inovasi
nasional perlu diperkuat melalui pembentukan lembaga penelitian pemerintah atau swasta,
pemanfaatan sumber daya alam, pemberdayaan sumber daya manusia dan sistem jaringan teknologi
informasi, pembudayaan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi di bidang-bidang yang
strategis dalam bentuk publikasi ilmiah, layanan teknologi, maupun wirausahawan teknologi.
Peranan teknologi menjadi perhatian utama di negara-negara maju dalam menjawab permasalahan
pembangunan bangsa dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di berbagai negara maju,
kebijakan ekonomi dan kebijakan teknologi semakin terintegrasi dan diselaraskan untuk
meningkatkan daya saing nasional. Dengan demikian, salah satu kebijakan diarahkan kepada
meningkatkan pendayagunaan teknologi dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian
nasional dan penghargaan terhadap teknologi dalam negeri.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya genetik dan pengetahuan
tradisional yang sering dimanfaatkan oleh Inventor dalam maupun luar negeri untuk menghasilkan
Invensi yang baru. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang ini terdapat pengaturan mengenai
penyebutan secara jelas dan jujur bahan yang digunakan dalam Invensi jika berkaitan dan/atau
berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut dalam deskripsi.
Walaupun dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pelaksanaan Paten telah
berjalan, namun terdapat substansi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, baik
nasional maupun internasional dan belum diatur sesuai dengan standar dalam Persetujuan tentang
Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual
Property Rights) selanjutnya disebut persetujuan TRIPs, sehingga perlu melakukan penggantian.
Pendekatan revisi Undang-Undang Paten:

1. optimalisasi kehadiran negara dalam pelayanan terbaik pemerintah di bidang kekayaan


intelektual;
2. keberpihakan pada kepentingan Indonesia tanpa melanggar prinsip-prinsip internasional;
3. mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik dengan mendorong Invensi nasional di bidang teknologi untuk mewujudkan
penguatan teknologi; dan
4. membangun landasan Paten nasional melalui pendekatan sistemik realisme hukum
pragmatis (pragmatic Legal Realism).

Urgensi perubahan Undang-Undang Paten antara lain:

1. Penyesuaian dengan sistem otomatisasi administrasi kekayaan intelektual karena terkait


dengan mekanisme pendaftaran Paten dapat diajukan secara elektronik;
2. Penyempurnaan ketentuan pemanfaatan Paten oleh Pemerintah;
3. Pengecualian atas tuntutan pidana dan perdata untuk impor paralel (parallel import) dan
provisi bolar (bolar provision);
4. Invensi berupa penggunaan kedua dan selanjutnya (second use dan second medical use) atas
Paten yang sudah habis masa pelindungan (public domain) tidak diperbolehkan;
5. Imbalan bagi peneliti Aparatur Sipil Negara sebagai inventor dalam hubungan dinas dari hasil
komersialisasi Patennya;
6. Penyempurnaan ketentuan terkait Invensi baru dan langkah inventif untuk publikasi di
Perguruan Tinggi atau lembaga ilmiah nasional;
7. Paten dapat dijadikan objek jaminan fidusia;
8. Menambah kewenangan Komisi Banding Paten untuk memeriksa permohonan koreksi atas
deskripsi, klaim, atau gambar setelah Permohonan diberi paten dan penghapusan Paten
yang sudah diberi;
9. Paten dapat dialihkan dengan cara wakaf.
10. Ketentuan tentang pengangkatan dan pemberhentian ahli oleh Menteri sebagai Pemeriksa;
11. Adanya mekanisme masa tenggang terkait pembayaran biaya tahunan atas Paten;.
12. Pengaturan mengenai force majeur dalam pemeriksaan administratif dan substantif
Permohonan;
13. Pengaturan ekspor dan impor terkait Lisensi-wajib;
14. Terdapat mekanisme mediasi sebelum dilakukannya tuntutan pidana;
15. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada industri nasional untuk memanfaatkan Paten
yang telah berakhir masa pelindungannya secara optimal dan lepas dari tuntutan hukum dan
kewajiban membayar Royalti; dan
16. Pemberian Lisensi-wajib atas permintaan negara berkembang (developing country) atau
negara belum berkembang (least developed country) yang membutuhkan produk farmasi
yang diberi Paten di Indonesia untuk keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi,
dan produk farmasi tersebut dimungkinkan diproduksi di Indonesia, untuk diekspor ke
negara tersebut. Sebaliknya pemberian Lisensi-wajib untuk mengimpor pengadaan produk
farmasi yang diberi Paten di Indonesia namun belum mungkin diproduksi di Indonesia untuk
keperluan pengobatan penyakit yang sifatnya endemi.

ISI UU PATEN
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya
di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses.
3. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide
yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4. Permohonan adalah permohonan Paten atau Paten sederhana yang diajukan kepada
Menteri.
5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan Paten.
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten, pihak yang menerima hak atas
Paten tersebut dari pemilik Paten, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak atas Paten
tersebut yang terdaftar dalam daftar umum Paten.
7. Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual yang bertempat tinggal atau berkedudukan
tetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Pemeriksa Paten yang selanjutnya disebut Pemeriksa adalah pejabat fungsional Aparatur
Sipil Negara atau ahli yang diangkat oleh Menteri dan diberi tugas serta wewenang untuk
melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
9. Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya Permohonan yang telah memenuhi
persyaratan minimum.
10. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara
yang tergabung dalam Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan Industri (Paris
Convention for the Protection of Industrial Property) atau Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) untuk
memperoleh pengakuan bahwa Tanggal Penerimaan di negara asal merupakan tanggal
prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama
pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan
perjanjian internasional dimaksud.
11. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten, baik yang bersifat eksklusif maupun
non-eksklusif, kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan
Paten yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
12. Komisi Banding Paten adalah komisi independen yang ada di lingkungan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
13. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
14. Royalti adalah imbalan yang diberikan untuk penggunaan hak atas Paten.
15. Imbalan adalah kompensasi yang diterima oleh pihak yang berhak memperoleh Paten atas
suatu Invensi yang dihasilkan, dalam hubungan kerja atau Invensi yang dihasilkan baik oleh
karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam
pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan
Invensi atau Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan
dinas atau Pemegang Paten dari Penerima Lisensi-wajib atau Pemegang Paten atas Paten
yang dilaksanakan oleh Pemerintah.
16. Hari adalah hari kerja.
17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
UU 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama,
kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga)
dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk
membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam
kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang
dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor
manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan
karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Merek dan Indikasi
Geografis diatur dengan UU Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disahkan Presiden Joko Widodo
pada tanggal 25 November 2016 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 252 dan Penjelasan Atas UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953 oleh
Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 25 November 2016 di Jakarta.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Status, Mencabut

UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mencabut Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek.

Latar Belakang

Pertimbangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
adalah:

bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi internasional yang telah
diratifikasi Indonesia, peranan Merek dan Indikasi Geografis menjadi sangat penting terutama
dalam menjaga persaingan usaha yang sehat, berkeadilan, pelindungan konsumen, serta
pelindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan industri dalam negeri;

bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan dan memberikan kepastian hukum bagi dunia
industri, perdagangan, dan investasi dalam menghadapi perkembangan perekonomian lokal,
nasional, regional, dan internasional serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan di bidang Merek dan Indikasi Geografis
yang lebih memadai;

bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek masih terdapat kekurangan
dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat di bidang Merek dan
Indikasi Geografis serta belum cukup menjamin pelindungan potensi ekonomi lokal dan nasional
sehingga perlu diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c
perlu membentuk Undang-Undang tentang Merek dan Indikasi Geografis;

Dasar Hukum

Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
adalah:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 18A ayat (2), Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3564);

Penjelasan UU Merek dan Indikasi Geografis

Pengaruh globalisasi di segala bidang kehidupan masyarakat, baik di bidang sosial, ekonomi,
maupun budaya semakin mendorong laju perkembangan perekonomian masyarakat. Di samping
itu, dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi informasi dan sarana transportasi,
telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan baik barang maupun jasa mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Kecenderungan akan meningkatnya arus perdagangan barang
dan jasa tersebut akan terus berlangsung secara terus menerus sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi nasional yang semakin meningkat. Dengan memperhatikan kenyataan dan
kecenderungan seperti itu, menjadi hal yang dapat dipahami jika ada tuntutan kebutuhan suatu
pengaturan yang lebih memadai dalam rangka terciptanya suatu kepastian dan pelindungan
hukum yang kuat. Apalagi beberapa negara semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan
perdagangannya pada produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan intelektualitas manusia.
Mengingat akan kenyataan tersebut, Merek sebagai salah satu karya intelektual manusia yang
erat hubungannya dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan memegang peranan yang sangat
penting.

Kegiatan perdagangan barang dan jasa melintasi batas wilayah negara. Oleh karena itu
mekanisme pendaftaran Merek internasional menjadi salah satu sistem yang seharusnya dapat
dimanfaatkan guna melindungi Merek nasional di dunia internasional. Sistem pendaftaran Merek
internasional berdasarkan Protokol Madrid menjadi sarana yang sangat membantu para pelaku
usaha nasional untuk mendaftarkan Merek mereka di luar negeri dengan mudah dan biaya yang
terjangkau.

Di samping itu pula, keikutsertaan Indonesia meratifikasi Konvensi tentang Pembentukan


Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang mencakup pula persetujuan
tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak Kekayaan Intelektual/HKI (Trade Related Aspect of
Intellectual Property Rights/TRIPs) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), telah menuntut Indonesia untuk
mematuhi dan melaksanakan isi dari perjanjian internasional tersebut. Ratifikasi dari peraturan
tersebut mendorong keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi Paris Convention for the
Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) yang telah disahkan dengan Keputusan Presiden
Nomor 15 Tahun 1997 dan Trademark Law Treaty (Traktat Hukum Merek) yang disahkan dengan
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997. Perjanjian internasional tersebut menjadikan adanya
kewajiban bagi Indonesia untuk menyesuaikan Undang-Undang Merek yang berlaku dengan
ketentuan dalam perjanjian internasional yang telah diratifikasi tersebut.

Salah satu perkembangan di bidang Merek adalah munculnya pelindungan terhadap tipe Merek
baru atau yang disebut sebagai Merek nontradisional. Dalam Undang-Undang ini lingkup Merek
yang dilindungi meliputi pula Merek suara, Merek tiga dimensi, Merek hologram, yang termasuk
dalam kategori Merek nontradisional tersebut. Selanjutnya, beberapa penyempurnaan untuk
lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Pemohon Merek. Untuk lebih memudahkan
bagi Pemohon dalam melakukan pendaftaran Merek perlu dilakukan beberapa revisi atau
perubahan berupa penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran Merek. Adanya pengaturan
tentang persyaratan minimum Permohonan akan memberikan kemudahan dalam pengajuan
Permohonan dengan cukup mengisi formulir Permohonan, melampirkan label atau contoh Merek
yang dimohonkan pendaftaran, dan membayar biaya Permohonan. Dengan memenuhi
kelengkapan persyaratan minimum Permohonan tersebut, suatu Permohonan Merek akan
diberikan Tanggal Penerimaan atau filing date.

Perubahan terhadap alur proses pendaftaran Merek dalam Undang-Undang ini dimaksudkan
untuk lebih mempercepat penyelesaian proses pendaftaran Merek. Dilaksanakannya
pengumuman terhadap Permohonan sebelum dilakukannya pemeriksaan substantif dimaksudkan
agar pelaksanaan pemeriksaan substantif dapat dilakukan sekaligus jika ada keberatan dan/atau
sanggahan sehingga tidak memerlukan pemeriksaan kembali.

Berkenaan dengan Permohonan perpanjangan pendaftaran Merek, pemilik Merek diberi


kesempatan tambahan untuk dapat melakukan perpanjangan pendaftaran Mereknya sampai 6
(enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu pendaftaran Merek. Ketentuan ini dimaksudkan
agar pemilik Merek terdaftar tidak dengan mudah kehilangan Hak atas Mereknya sebagai akibat
adanya keterlambatan dalam mengajukan perpanjangan pendaftaran Merek.

Selain itu, untuk lebih memberikan pelindungan hukum terhadap pemilik Merek terdaftar dari
adanya pelanggaran Merek yang dilakukan oleh pihak lain, sanksi pidana terhadap pelanggaran
Merek tersebut diperberat khususnya yang mengancam kesehatan manusia, lingkungan hidup,
dan dapat mengakibatkan kematian. Mengingat masalah Merek terkait erat dengan faktor
ekonomi, dalam Undang-Undang ini sanksi pidana denda diperberat.

Salah satu hal yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah tentang Indikasi Geografis, mengingat
Indikasi Geografis merupakan potensi nasional yang dapat menjadi komoditas unggulan, baik
dalam perdagangan domestik maupun internasional. Oleh karena itu, Undang-Undang ini
ditetapkan dengan nama Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis.
Isi UU Merek dan Indikasi Geografis

Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
(bukan format asli):

UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf,
angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,
atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa
yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang
sejenis lainnya.

Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis
lainnya.

Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik
yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang
terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau
produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu
pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Hak atas Indikasi Geografis adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemegang hak
Indikasi Geografis yang terdaftar, selama reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar
diberikannya pelindungan atas Indikasi Geografis tersebut masih ada.

Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek atau pendaftaran Indikasi Geografis yang
diajukan kepada Menteri.

Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan Merek atau Indikasi Geografis.
Pemakai Indikasi Geografis adalah pihak yang mendapat izin dari pemegang Hak atas Indikasi
Geografis yang terdaftar untuk mengolah dan/atau memasarkan barang dan/atau produk Indikasi
Geografis.vDokumen Deskripsi Indikasi Geografis adalah suatu dokumen yang memuat informasi,
termasuk reputasi, kualitas, dan karakteristik barang dan/atau produk yang terkait dengan faktor
geografis dari barang dan/atau produk yang dimohonkan Indikasi Geografisnya.

Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek sebagai pejabat fungsional yang karena keahliannya diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan
pendaftaran Merek.

Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Konsultan Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang kekayaan
intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Kekayaan Intelektual, serta secara khusus
memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan Permohonan kekayaan intelektual.

Tim Ahli Indikasi Geografis adalah tim yang terdiri atas orang yang memiliki keahlian yang
melakukan penilaian mengenai Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis dan memberikan
pertimbangan/rekomendasi kepada Menteri sehubungan dengan pendaftaran, pengubahan,
pembatalan, pembinaan teknis dan/atau pengawasan Indikasi Geografis nasional.

Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan
minimum.

Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang
tergabung dalam Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan Industri (Paris Convention for the
Protection of Industrial Property) atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement Establishing the World Trade Organization) untuk memperoleh pengakuan bahwa
Tanggal Penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga
anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian internasional dimaksud.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan
perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan Merek
terdaftar.

Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Tanggal Pengiriman adalah tanggal stempel pos dan/atau tanggal pengiriman surat secara
elektronik.

Hari adalah hari kerja.

Komisi Banding Merek adalah badan khusus independen yang berada di lingkungan kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Berita Resmi Merek adalah media resmi yang diterbitkan secara berkala oleh Menteri melalui
sarana elektronik dan/atau non-elektronik dan memuat ketentuan mengenai Merek menurut
Undang-Undang ini.

BAB II
LINGKUP MEREK

Pasal 2

Lingkup Undang-Undang ini meliputi:

Merek; dan

Indikasi Geografis.

Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

Merek Dagang; dan

Merek Jasa.

Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan
warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi
dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi
oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Pasal 3

Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar.

BAB III

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK

Bagian Kesatu

Syarat dan Tata Cara Permohonan

Pasal 4

Permohonan pendaftaran Merek diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri secara
elektronik atau non-elektronik dalam bahasa Indonesia.

Dalam Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan:

tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna;

nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan
dengan Hak Prioritas; dan

kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.

Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan label Merek dan bukti
pembayaran biaya.
Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas barang dan/atau jasa.

Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, label
Merek yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari Merek tersebut.

Dalam hal Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa suara, label Merek yang
dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara.

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan surat pernyataan
kepemilikan Merek yang dimohonkan pendaftarannya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5

Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak
atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat
sebagai alamat Pemohon.

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon
yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon
yang mewakilkan.

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang salah seorang Pemohonnya atau lebih
warga negara asing dan badan hukum asing yang berdomisili di luar negeri wajib diajukan melalui
Kuasa.

Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melalui Kuasanya, surat
kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.

Pasal 6

Permohonan untuk lebih dari 1 (satu) kelas barang dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu
Permohonan.

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa
yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kelas barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 7

Permohonan dan hal yang berkaitan dengan administrasi Merek yang diajukan oleh Pemohon
yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia wajib diajukan melalui Kuasa.

Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih alamat Kuasa
sebagai domisili hukum di Indonesia.

Pasal 8

Ketentuan lebih lanjut mengenai Syarat dan Tata Cara Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua

Permohonan Pendaftaran Merek dengan Hak Prioritas

Pasal 9

Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6
(enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama
kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris tentang Pelindungan
Kekayaan Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) atau anggota
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World
Trade Organization).

Pasal 10

Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti penerimaan
permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali menimbulkan Hak Prioritas tersebut.

Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam
waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan Permohonan dengan
menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Permohonan tersebut tetap
diproses tetapi tanpa menggunakan Hak Prioritas.

Bagian Ketiga

Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek

Pasal 11

Permohonan diajukan dengan memenuhi semua kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 10.

Dalam hal terdapat kekurangan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak
tanggal penerimaan, kepada Pemohon diberitahukan agar kelengkapan persyaratan tersebut
dipenuhi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak Tanggal Pengiriman surat
pemberitahuan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan.

Dalam hal kekurangan menyangkut kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, jangka waktu pemenuhan kekurangan kelengkapan persyaratan tersebut paling lama 3 (tiga)
bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan menggunakan
Hak Prioritas.

Dalam hal kelengkapan persyaratan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) belum terpenuhi karena adanya bencana alam atau keadaan memaksa di luar kemampuan
manusia, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan permohonan secara tertulis mengenai
perpanjangan jangka waktu pemenuhan kelengkapan persyaratan dimaksud.

Pasal 12
Dalam hal kelengkapan persyaratan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya
bahwa Permohonannya dianggap ditarik kembali.

Bagian Keempat

Tanggal Penerimaan Permohonan

Pasal 13

Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum diberikan Tanggal Penerimaan.

Persyaratan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

formulir Permohonan yang telah diisi lengkap;

label Merek; dan

bukti pembayaran biaya.

Bagian Kelima

Pengumuman Permohonan

Pasal 14

Menteri mengumumkan Permohonan dalam Berita Resmi Merek dalam waktu paling lama 15
(lima belas) Hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13.

Pengumuman Permohonan dalam Berita Resmi Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlangsung selama 2 (dua) bulan.

Berita Resmi Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan secara berkala oleh Menteri
melalui sarana elektronik dan/atau non-elektronik.

Pasal 15

Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:

nama dan alamat Pemohon, termasuk Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa;

kelas dan jenis barang dan/atau jasa;

Tanggal Penerimaan;

nama negara dan Tanggal Penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal Permohonan
diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas; dan

label Merek, termasuk keterangan mengenai warna dan jika label Merek menggunakan bahasa
asing dan/atau huruf selain huruf Latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa
Indonesia, disertai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, huruf Latin atau angka yang lazim
digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin.
Bagian Keenam

Keberatan dan Sanggahan

Pasal 16

Dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 setiap pihak dapat
mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri atas Permohonan yang bersangkutan
dengan dikenai biaya.

Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan jika terdapat alasan yang cukup
disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah Merek yang berdasarkan
Undang-Undang ini tidak dapat didaftar atau ditolak.

Dalam hal terdapat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu paling lama 14
(empat belas) Hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan, salinan surat yang berisikan
keberatan tersebut dikirimkan kepada Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 17

Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 16 kepada Menteri.

Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama
2 (dua) bulan terhitung sejak Tanggal Pengiriman salinan keberatan yang disampaikan oleh
Menteri.

Bagian Ketujuh

Perbaikan dan Penarikan Kembali

Permohonan Pendaftaran Merek

Pasal 18

Perbaikan atas Permohonan hanya diperbolehkan terhadap penulisan nama dan/atau alamat
Pemohon atau Kuasanya.

Pasal 19

Selama belum diterbitkannya sertifikat Merek atau surat penolakan dari Menteri, Permohonan
dapat ditarik kembali oleh Pemohon atau Kuasanya.

Dalam hal penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kuasanya,
penarikan itu harus dilakukan berdasarkan surat kuasa khusus untuk keperluan penarikan kembali
tersebut

Advertising

BAB IV

PENDAFTARAN MEREK

Bagian Kesatu

Merek yang Tidak Dapat Didaftar dan Ditolak


Pasal 20

Merek tidak dapat didaftar jika:

bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama,


kesusilaan, atau ketertiban umum;

sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya;

memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam,
tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan
nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang
dan/atau jasa yang diproduksi;

tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Pasal 21

Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan:

Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis;

Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi
persyaratan tertentu; atau

Indikasi Geografis terdaftar.

Permohonan ditolak jika Merek tersebut:

merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol
atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenang; atau

merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penolakan Permohonan Merek sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 22
Terhadap Merek terdaftar yang kemudian menjadi nama generik, setiap Orang dapat mengajukan
Permohonan Merek dengan menggunakan nama generik dimaksud dengan tambahan kata lain
sepanjang ada unsur pembeda.

Bagian Kedua

Pemeriksaan Substantif Merek

Pasal 23

Pemeriksaan substantif merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa terhadap


Permohonan pendaftaran Merek.

Segala keberatan dan/atau sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17
menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dalam hal tidak terdapat keberatan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung
sejak tanggal berakhirnya pengumuman, dilakukan pemeriksaan substantif terhadap
Permohonan.

Dalam hal terdapat keberatan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak
tanggal berakhirnya batas waktu penyampaian sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
dilakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diselesaikan dalam
jangka waktu paling lama 150 (seratus lima puluh) Hari.

Dalam hal diperlukan untuk melakukan pemeriksaan substantif, dapat ditetapkan tenaga ahli
pemeriksa Merek di luar Pemeriksa.

Hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh tenaga ahli pemeriksa Merek di luar Pemeriksa
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dapat dianggap sama dengan hasil pemeriksaan substantif
yang dilakukan oleh Pemeriksa, dengan persetujuan Menteri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga ahli pemeriksa Merek di luar Pemeriksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 24

Dalam hal Pemeriksa memutuskan Permohonan dapat didaftar, Menteri:

mendaftarkan Merek tersebut;

memberitahukan pendaftaran Merek tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya;

menerbitkan sertifikat Merek; dan

mengumumkan pendaftaran Merek tersebut dalam Berita Resmi Merek, baik elektronik maupun
non-elektronik.

Dalam hal Pemeriksa memutuskan Permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, Menteri
memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan
alasannya.
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak Tanggal Pengiriman surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon atau Kuasanya dapat
menyampaikan tanggapannya secara tertulis dengan menyebutkan alasannya.

Dalam hal Pemohon atau Kuasanya tidak menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Menteri menolak Permohonan tersebut.

Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan Pemeriksa memutuskan tanggapan tersebut dapat diterima, Menteri melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dalam hal Pemohon atau Kuasanya menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan Pemeriksa memutuskan tanggapan tersebut tidak dapat diterima, Menteri menolak
Permohonan tersebut.

Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) diberitahukan secara tertulis kepada
Pemohon atau Kuasanya dengan menyebutkan alasannya.

Dalam hal terdapat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Menteri menyampaikan
tembusan surat pemberitahuan pendaftaran atau penolakan tersebut kepada pihak yang
mengajukan keberatan.

Pasal 25

Sertifikat Merek diterbitkan oleh Menteri sejak Merek tersebut terdaftar.

Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

nama dan alamat lengkap pemilik Merek yang didaftar;

nama dan alamat lengkap Kuasa, dalam hal Permohonan melalui Kuasa;

Tanggal Penerimaan;

nama negara dan Tanggal Penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal Permohonan
diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;

label Merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam warna jika Merek tersebut
menggunakan unsur warna, dan jika Merek menggunakan bahasa asing, huruf selain huruf Latin,
dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya
dalam bahasa Indonesia, huruf Latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia
serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin;

nomor dan tanggal pendaftaran;

kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang Mereknya didaftar; dan

jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek.

Dalam hal sertifikat Merek yang telah diterbitkan tidak diambil oleh pemilik Merek atau Kuasanya
dalam jangka waktu paling lama 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan
sertifikat, Merek yang telah terdaftar dianggap ditarik kembali dan dihapuskan.

Pasal 26
Setiap pihak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh petikan resmi sertifikat Merek
yang terdaftar dengan membayar biaya.

UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, alau keahlian
yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak
tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang
menerima hak tersebut secara sah.

Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi
pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga Penyiaran.

Pelaku Pertunjukan adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama menampilkan dan mempertunjukkan suatu Ciptaan.

Produser Fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki
tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman
pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain.

Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara Penyiaran, baik lembaga Penyiaran publik, lembaga
Penyiaran swasta, lembaga Penyiaran komunitas maupun lembaga Penyiaran berlangganan yang
dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode,
skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi
tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.

Potret adalah karya fotografi dengan objek manusia.

Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu
ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau
fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.

Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang
dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.

Fonogram adalah Fiksasi suara pertunjukan atau suara lainnya, atau representasi suara, yang tidak
termasuk bentuk Fiksasi yang tergabung dalam sinematografi atau Ciptaan audiovisual lainnya.

Penyiaran adalah pentransmisian suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait tanpa kabel sehingga
dapat diterima oleh semua orang di lokasi yang jauh dari tempat transmisi berasal.

Komunikasi kepada pubiik yang selanjutnya disebut Komunikasi adalah pentransmisian suatu
Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram melalui kabel atau media lainnya selain Penyiaran sehingga
dapat diterima oleh publik, termasuk penyediaan suatu Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram agar
dapat diakses publik dari tempat dan waktu yang dipilihnya.

Pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran Ciptaan dan/atau produk


Hak Terkait.

Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual, atau orang yang mendapat kuasa dari Pencipta,
Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait.

Permohonan adalah permohonan pencatatan Ciptaan oleh pemohon kepada Menteri.

Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait
kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait
dengan syarat tertentu.

Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait
yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi
kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak
ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan
pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan
ekonomi.

Penggunaan Secara Komersial adalah pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.

Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak
ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait berdasarkan putusan
pengadilan perkara perdata atau pidana yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang
diderita Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

Hari adalah Hari kerja.


Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku terhadap:

semua Ciptaan dan produk Hak Terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;

semua Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk
Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali dilakukan Pengumuman di
Indonesia;

semua Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia
dengan ketentuan:

negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Republik Indonesia mengenai


pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau

negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian
multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait.

Pasal 3

Undang-Undang ini mengatur:

Hak Cipta; dan

Hak Terkait.

BAB II

HAK CIPTA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 4

Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas
hak moral dan hak ekonomi.

Bagian Kedua

Hak Moral

Pasal 5

Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada
diri Pencipta untuk:

tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan
pemakaian Ciptaannya untuk umum;
menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;

mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan,
atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih
hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.

Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau
penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

Pasal 6

Untuk melindungi hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pencipta dapat
memiliki:

informasi manajemen Hak Cipta; dan/atau

informasi elektronik Hak Cipta.

Pasal 7

Informasi manajemen Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi informasi
tentang:

metode atau sistem yang dapat mengidentifikasi originalitas substansi Ciptaan dan Penciptanya;
dan

kode informasi dan kode akses.

Informasi elektronik Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi informasi
tentang:

suatu Ciptaan, yang muncul dan melekat secara elektronik dalam hubungan dengan kegiatan
Pengumuman Ciptaan;

nama pencipta, aliasnya atau nama samarannya;

Pecipta sebagai pemegang Hak Cipta;

masa dan kondisi penggunaan Ciptaan;

nomor; dan

kode informasi.
Informasi manajemen Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan informasi elektronik
Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dimiliki Pencipta dilarang dihilangkan,
diubah, atau dirusak.

Bagian Ketiga

Hak Ekonomi

Paragraf 1

Hak Ekonomi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta

Pasal 8

Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas Ciptaan.

Pasal 9

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi
untuk meiakukan:

penerbitan Ciptaan;

Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

penerjemahan Ciptaan;

pengadaplasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

pertunjukan Ciptaan;

Pengumuman Ciptaan;

Komunikasi Ciptaan;

penyewaan Ciptaan.

Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan
dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Pasal 10
Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang
hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya.

Pasal 11

Hak ekonomi untuk melakukan Pendistribusian Ciptaan atau salinannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e tidak berlaku terhadap Ciptaan atau salinannya yang telah dijual
atau yang telah dialihkan kepemilikan Ciptaan kepada siapapun.

Hak ekonomi untuk menyewakan Ciptaan atau salinannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf i tidak berlaku terhadap Program Komputer dalam hal Program Komputer tersebut
bukan merupakan objek esensial dari penyewaan.

Paragraf 2

Hak Ekonomi atas Potret

Pasal 12

Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman,


Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau
periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli
warisnya.

Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau


Komunikasi Potret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat Potret 2 (dua) orang atau
lebih, wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam Potret atau ahli warisnya.

Pasal 13

Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Potret seorang atau beberapa orang Pelaku
Pertunjukan dalam suatu pertunjukan umum tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta,
kecuali dinyatakan lain atau diberi persetujuan oleh Pelaku Pertunjukan atau pemegang hak atas
pertunjukan tersebut sebelum atau pada saat pertunjukan berlangsung.

Pasal 14

Untuk kepentingan keamanan, kepentingan umum, dan/atau keperluan proses peradilan pidana,
instansi yang berwenang dapat melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Potret
tanpa harus mendapatkan persetujuan dari seorang atau beberapa orang yang ada dalam Potret.
Pasal 15

Kecuali diperjanjikan lain, pemilik dan/atau pemegang Ciptaan fotografi, lukisan, gambar, karya
arsitektur, patung, atau karya seni lain berhak melakukan Pengumuman Ciptaan dalam suatu
pameran umum atau Penggandaan dalam suatu katalog yang diproduksi untuk keperluan
pameran tanpa persetujuan Pencipta.

Ketentuan Pengumuman Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap
Potret sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

Paragraf 3

Pengalihan Hak Ekonomi

Pasal 16

Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud.

Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena:

pewarisan;

hibah;

wakaf;

wasiat;

perjanjian tertulis;

sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundan g-undangan.

Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.

Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

Hak ekonomi atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta selama
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi dari Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta tersebut kepada penerima pengalihan hak atas Ciptaan.

Hak ekonomi yang dialihkan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk seluruh atau sebagian tidak
dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang sama.

Pasal 18
Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa
teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak
Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu
25 (dua

puluh lima) tahun.

Pasal 19

Hak Cipta yang dimiliki Pencipta yang belum, telah, atau tidak dilakukan Pengumuman,
Pendistribusian, atau Komunikasi setelah Penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli waris
atau milik penerima wasiat.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika hak tersebut diperoleh secara
melawan hukum.

BAB III

HAK TERKAIT

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 20

Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan hak eksklusif yang meliputi:

hak moral Pelaku Pertunjukan;

hak ekonomi Pelaku Pertunjukan;

hak ekonomi Produser Fonogram;

hak ekonomi Lembaga Penyiaran.

Bagian kedua

Hak Moral Pelaku Pertunjukan

Pasal 21

Hak moral Pelaku Pertunjukan merupakan hak yang melekat pada Pelaku Pertunjukan yang tidak
dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya
telah dialihkan.

Pasal 22

Hak moral Pelaku Pertunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi hak untuk:
namanya dicantumkan sebagai Pelaku Pertunjukan, kecuali disetujui sebaliknya;

tidak dilakukannya distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modilikasi Ciptaan, atau hal-hal yang bersifat
merugikan kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya.

Bagian Ketiga

Hak Ekonomi

Paragraf 1

Hak Ekonomi Pelaku Pertunjukan

Pasal 23

Pelaku Pertunjukan memiliki hak ekonomi.

Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak
melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:

Penyiaran atau Komunikasi atas pertunjukan Pelaku Pertunjukan;

Fiksasi dari pertunjukannya yang belum dihksasi;

Penggandaan atas Fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun;

Pendistribusian atas Fiksasi salinannya;

penyewaan atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik;

penyediaan atas Fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik.

Penyiaran atau Komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak berlaku terhadap:

hasil Fiksasi pertunjukan yang telah diberi izin oleh Pelaku Pertunjukan;

Penyiaran atau Komunikasi kembali yang telah diberi izin oleh Lembaga Penyiaran yang pertama
kali mendapatkan izin pertunjukan.

Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak berlaku terhadap karya
pertunjukan yang telah difiksasi, dijual atau dialihkan.

Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan
tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta
melalui Lembaga Manajemen Kolektif.

Paragraf 2

Hak Ekonomi Produser Fonogram

Pasal 24
Produser Fonogram memiliki hak ekonomi.

Hak ekonomi Produser Fonogram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak
melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:

Penggandaan atas Fonogram dengan cara atau bentuk apapun;

Pendistribusian atas Ponogram asli atau salinannya;

penyewaan kepada publik atas salinan Fonogram;

penyediaan atas Fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik.

Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak berlaku terhadap salinan
Fiksasi atas pertunjukan yang telah dijual atau yang telah dialihkan kepemilikannya oleh Produser
Fonogram kepada pihak lain.

Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi Produser Fonogram sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib mendapatkan izin dari Produser Fonogram.

Paragraf 3

Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran

Pasal 25

Lembaga Penyiaran mempunyai hak ekonomi.

Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak
melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:

Penyiaran ulang siaran;

Komunikasi siaran;

Fiksasi siaran;

Penggandaan Fiksasi siaran.

Setiap Orang dilarang melakukan dengan tujuan komersial atas Lembaga Penyiaran.

Paragraf 4

Pembatasan Pelindungan

Pasal 26

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:

penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa
aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;

Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar;

penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang


memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Anda mungkin juga menyukai