Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emergency dalam persalinan merupakan tindakan persalinan buatan,

salah satu tindakan tersebut adalah persalinan Sectio caesarea (Febria, dkk.,

2017). Sectio caesarea merupakan tindakan operasi yang memiliki beberapa

risiko yaitu meningkatkan komplikasi pernapasan pada bayi, perdarahan,

kerusakan organ dalam lainnya terutama kandung kemih dan pembuluh darah

uterus, juga menurunkan keberhasilan dalam pemberian ASI (Kuguoglu,

Yildiz, Tanir, & Demirbag, 2012).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019, secara

nasional, cakupan bayi mendapatkan ASI eksklusif tahun 2019 yaitu sebesar

67,74%. Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Jawa

Tengah pada tahun 2019 sebesar 66,0% (Profil Kesehatan Jawa Tengah,

2019).

Tinjauan sistematis yang melibatkan 33 negara mendapatkan hasil

bahwa prevalensi menyusui dini lebih rendah pada ibu post sectio caesarea

dibandingkan dengan yang melahirkan pervaginam. Data studi terdahulu juga

menemukan bahwa 100% ibu post sectio caesarea tidak memulai menyusui

bayinya pada hari pertama melahirkan. Ditengarai bahwa 24 jam setelah ibu

melahirkan adalah saat yang sangat penting untuk inisiasi pemberian ASI dan

akan menentukan keberhasilan menyusui selanjutnya. Jika ibu tidak mulai


memberikan ASI lebih dari dua hari setelah post partum, respons pengeluaran

prolaktin akan sangat menurun. Situasi ini terjadi pada persalinan dengan

sectio caesarea (Dewi & Maharani, 2016).

Menurut Nugroho., et al (2014) dalam Rita (2019) bahwa ada

hubungan melahirkan sectio caesarea dengan masalah dalam menyusui

keadaan khusus, ada beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi ASI baik

langsung maupun tidak langsung yaitu pengaruh pembiusan saat operasi dan

psikologi ibu. Menurut Walyani (2015) dalam Rita (2019) bahwa persalinan

dengan cara ini dapat menimbulkan masalah menyusui, baik terhadap ibu

maupun bayi. Ibu sectio caesarea dengan anestesi umum tidak mungkin

segera dapat menyusui bayinya karena ibu belum sadar akibat pembiusan.

Pemberian ASI oleh ibu yang telah menjalani sectio caesarea

sebenarnya dapat langsung dilakukan karena operasi dilakukan dengan

anestesi spinal atau epidural sehingga ibu tetap sadar. Posisi menyusui dapat

disesuaikan dengan kondisi ibu, misalnya dengan posisi berbaring (lying

down), posisi duduk, dan football hold sehingga hal ini sebenarnya tidak

menjadi penghalang bagi praktik pemberian ASI (Dewi & Maharani, 2016).

Menurut Rosanah (2015) dalam Mododahi, dkk (2018), faktor yang

mempengaruhi kelancaran produksi ASI diantaranya adalah perawatan

payudara. Perawatan payudara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

secara sadar dan teratur untuk memelihara kesehatan payudara. Tujuan dari

perawatan payudara adalah melancarkan sirkulasi darah dan mencegah

tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar. Produksi ASI


dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan

oksitosin. Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan oksitosin

mempengaruhi proses pengeluaran ASI (Maritalia, 2012 dalam Mododahi,

dkk., 2018).

Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI

adalah mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dan rolling massage

punggung/pijat oksitosin yang dapat memberikan sensasi rileks pada ibu,

sehingga melancarkan aliran saraf saluran ASI pada kedua payudara. Rolling

massage punggung/pijat oksitosin akan memberikan kenyamanan dan

membuat rileks ibu karena massage dapat menstimulasi refleks oksitosin.

Teknik pemijatan pada titik tertentu dapat menghilangkan sumbatan dalam

darah dan energi di dalam tubuh akan kembali lancar (Ekawati H, 2017).

Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui bahwa tindakan sectio

caesarea dapat mempengaruhi kondisi ibu dalam memberikan ASI pada

bayinya seperti posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi dan

kurangnya perawatan payudara yang dilakukan ibu. Jika tidak dikelola

dengan tepat, pemenuhan kebutuhan ASI bagi bayi akan kurang, mengingat

ASI mengandung berbagai zat yang penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan bayi. Oleh karena itu, perlu dilakukan asuhan keperawatan

yang baik dan benar pada klien post sectio caesarea dengan fokus studi

pengelolaan menyusui tidak efektif di RSK Ngesti Waluyo Parakan pada

tahun 2021.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengelolaan asuhan keperawatan yang tepat pada klien

post sectio caesarea dengan fokus studi pengelolaan menyusui tidak efektif?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah memaparkan proses asuhan keperawatan

pada klien post sectio caesarea dengan fokus studi pengelolaan menyusui

tidak efektif.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan

masyarakat mengenai asuhan keperawatan pada klien post sectio

caesarea dengan fokus studi pengelolaan menyusui tidak efektif.

2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan :

a. Dapat digunakan sebagai bahan mengawali penelitian lebih lanjut

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien post sectio

caesarea dengan fokus studi pengelolaan menyusui tidak efektif.

b. Dapat digunakan sebagai salah satu sumber acuan bagi pelaksana

penelitian di bidang keperawatan tentang bagaimana asuhan

keperawatan pada klien post sectio caesarea dengan fokus studi


pengelolaan menyusui tidak efektif di masa yang akan datang dalam

rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pemahaman materi dan juga

pengalaman riset keperawatan tentang bagaimana pengelolaan terhadap

klien post sectio caesarea dengan fokus studi pengelolaan menyusui

tidak efektif.

Anda mungkin juga menyukai