Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN KALA I

MEMANJANG DI RUANG TERATAI RSUD CILACAP KABUPATEN


CILACAP TAHUN 2020

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan


Diploma III Kebidanan di STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Dinda Rismasari

206.117.002

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP


2020

LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL :ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN


KALA I MEMANJANG DI RUANG TERATAI RSUD
CILACAP KABUPATEN TAHUN 2020
PENYUSUN : DINDA RISMASARI
NIM : 206.117.002
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah salah satu indikator suatu
negara yang dilakukan untuk mengukur derajat kesehatan perempuan.
Tingkat kematian ibu merupakan masalah kesehatan yang menarik
perhatian World Health Organization (WHO). Menurut Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI)
yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Depkes RI 2013, h 71).
Jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2018 sebanyak 421 kasus, mengalami penurunan dibandingkan jumlah
kasus kematian ibu tahun 2017 sebanyak 475 kasus. Dengan demikian
Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan
dari 88,5 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2017 menjadi 76,80 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2018. (Buku profil kesehatan jawa
tengah 2017-2018).
Salah satu Kabupaten di Jawa Tengah dengan jumlah kasus
kematian ibu yang cukup tinggi adalah Kabupaten Cilacap sebesar 20
kasus pada tahun 2017 dan meningkat sebesar 21 kasus pada tahun 2018.
Jumlah kasus kematian ibu tersebut sebesar terjadi pada waktu ibu hamil
8, ibu bersalin 3 dan waktu nifas 0. (Buku profil kesehatan jawa tengah
2018).
Persalinan kala I memanjang salah satu penyebab langsung dari
kematian ibu, berdasarkan data Internasional NGO On Indonesian
Development (INFID) pada tahun 2013, angka kejadian persalilan kala I
memanjang di indonesia sebesar 5% dari seluruh penyebab kematian ibu
(Friska, 2010).
Komplikasi pada persalinan kala I memanjang yang akan terjadi,
dampak ini ditunjang dari data tentang kejadian kala I memanjang adalah
rupture uteri, perdarahan, kelelahan pada ibu. Sedangkan dampak yang
akan terjadi pada bayi yaitu hipoksia, asfiksia, caput succedaneum dan
molase.
Menurut Diane dan Margaret (2009) penanganan kala I lama atau
jika kemajuan persalinan berlangsung lambat, dapat di atasi dengan
amniotomi, infus oksitosin dan seksio sesaria. Adapun menurut Saifuddin
(2010), penangannya dengan nilai segera keadaan ibu dan janin, kaji
kembali partograf, berikan dukungan emosi, perubahan posisi, dan berikan
cairan baik oral maupun parental.
Dari hasil penelitian Untuk mengurangi AKI peran tenaga
kesehatan sangat berperan penting khususnya peran bidan dalam
menolong persalinan, persalinan yang dimaksud adalah persalianan normal
yaitu proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan yang sudah
cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi pada ibu
maupun janin. Dalam proses persalinan pengaturan posisi ikut berperan
penting, posisi yang dimaksudkan disini adalah menganjurkan ibu untuk
mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan
bayi. Ada beberapa pengaturan posisi ibu dalam persalinan seperti posisi
berdiri, setengah duduk, jongkok, merangkak, tidur mirig kiri. Dalam
persalinan posisi yang sering digunakan pada kala I yaitu posisi tidur
miring kiri karena posisi ini dianggap posisi yang lebih nyaman dan lebih
efektif untuk meneran. Posisi tersebut mungkin baik jika ada masalah bagi
bayi yang akan berputar ke posisi oksiput anterior (Menurut Hidayat, Asri,
2010 dalam Jurnal Nurul, Edi, dan Istiqomah 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan Syaidah dan Yulistianti (2011)
membuktikan bahwa posisi miring ke arah ubun-ubun kecil bermanfaat
terhadap percepatan lama fase aktif kala I persalinan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang telah penulis lakukan di
Ruang Teratai RSUD Cilacap pada tanggal 03 Maret 2020, angka
kejadian ibu bersalin dengan Kala I Memanjang dari bulan Januari sampai
Desember tahun 2018 didapatkan jumlah sebanyak 46 kasus, sedangkan
pada bulan Juni sampai Desember 2019 didapatkan jumlah ibu bersalin
dengan kala I memanjang sebanyak 59 kasus.
Berdasarkan data dan fenomena diatas, penulis tertarik
untuk mengkaji permasalahan tersebut untuk melakukan asuhan
kebidanan pada ibu bersalin dengan Kala I Memanjang yang
didokumentasikan dalam laporan tugas akhir dengan judul “Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny.X Usia X Tahun Gxpxax Usia
Kehamilan X Minggu Dengan Kala I Memanjang Di RSUD Cilacap
Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan alasan yang telah diuraikan diatas,
rumusan masalahnya adalah “Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin dengan kala I memajang di Ruang Teratai RSUD Cilacap tahun
2020?”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Diharapkan peneliti mampu mempelajari atau mengobservasi Asuhan
Kebidanan pada kasus ibu bersalin dengan Kala I Memanjang di
Ruang Teratai RSUD Cilacap tahun 2020 dengan pendekatan
manajemen kebidanan menurut varney.
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengobservasi tentang pengkajian klien pada kasus ibu
bersalin dengan Kala I Memanjang di Ruang Teratai RSUD
Cilacap tahun 2020.
b. Dapat menganalisa dan menginterpretasi data klien untuk
menentukan diagnosa pada kasus ibu bersalin dengan Kala I
Memanjang di Ruang Teratai RSUD Cilacap tahun 2020.
c. Dapat menentukan diagnosa potensial dan mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi pada kasus ibu bersalin dengan Kala I
Memanjang di Ruang Teratai RSUD Cilacap tahun 2020.
d. Dapat melaksanakan tindakan segera pada kasus ibu bersalin
dengan Kala I Memanjang di Ruang Teratai RSUD Cilacap tahun
2020.
e. Dapat membuat rencana tindakan asuhan kebidanan pada kasus ibu
bersalin dengan Kala I Memanjang di Ruang Teratai RSUD
Cilacap tahun 2020.
f. Dapat melaksanakan tindakan yang telah disusun pada kasus ibu
bersalin dengan Kala I Memanjang di Ruang Teratai RSUD
Cilacap tahun 2020.
g. Dapat mengevaluasi asuhan yang diberikan pada kasus ibu bersalin
dengan Kala I Memanjang di Ruang Teratai RSUD Cilacap tahun
2020.
h. Dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan pada kasus ibu
bersalin dengan Kala I Memanjang di Ruang Teratai RSUD
Cilacap tahun 2020.

D. Manfaat Penulisan
1. Secara Teoritis
Menambah wacana dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
memberikan asuhan kebidanan pada klien dengan pendekatan
manajemen varney pada ibu bersalin dengan Kala I Memanjang.
2. Secara Praktis
a. Bagi Pasien
Untuk menambah wawasan atau pengetahuan mengenai Kala I
Memanjang, serta mendeteksi secara dini.
b. Bagi Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan
penanganan pada kasus ibu bersalin dengan Kala I Memanjang di
RSUD Cilacap sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
c. Bagi STIKES Al-IrsyadAl-Islamiyyah Cilacap
Dapat menambah kepustakaan dan wacana khususnya tentang ibu
bersalin dengan Kala I Memanjang.
d. Bagi Bidan
Dapat sebagai masukan untuk melaksanakan asuhan kebidanan
pada ibu bersalin dengan Kala I Memanjang dan pertimbangan
bagi profesi bidan dalam meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan.
e. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman langsung bagi penulis dalam melakukan
asuhan kebidanan ibu bersalin dengan Kala I Memanjang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Persalinan
a. Definisi Persalinan
Persalinan adalah suatu proses yang fisiologis, dimana
terjadi pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang dapat
hidup diluar kandungan dimulai dengan adanya kontraksi uterus,
penipisan dan pembukaan serviks, kelahiran bayi dan plasenta
melalui jalan lain (abdomen), dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan ibu sendiri). (Widiastini 2014, h. 1)
b. Penyebab Terjadinya Persalinan
Selama kehamilan, dalam tubuh wanita hamil terdapat dua hormon
yang dominan antara lain:
1) Estrogen
Estrogen merupakan hormon yang berfungsi meningkatkan
sensitivitas otot rahim, sehingga memudahkan penerima
rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
prostlaglandin dan rangsangan mekanis.
2) Progesteron
Hormon progesteron berfungsi menurunkan sensitivitas otot
rahim, sehingga menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar
seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin dan rangsangan
mekanis yang menyebabkan otot rahim dan otot polos
mengalami relaksasi. (Widiastini 2014, h. 2)
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a) Power (Kekuatan)
Power adalah kekuatan atau tenaga dari ibu yang mendorong
janin keluar. Kekuatan tersebut meliputi :
1) His (kontraksi uterus)
His adalah kekuatan kontraksi pada uterus karena otot-
ototpolos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. Sifat
his yang baik adalah bersifat simetris, dominan pada
fundus,terkoordinasi, dan terjadi relaksasi.
2) Tenaga mengedan
Setelah pembukaan pada servik lengkap, ketuban telah
pecah atau dipecahkan, dan sebagai presentasi sudah berada
didasar panggul, sifat kontraksi berubah, yaitu bersifat
mendorong keluar dibantu dengan keinginan ibu untuk
mengedan atau usaha volunter.
b) Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari jalan lahir keras (pelvis/panggul) dan
jalan lahir lunak.
c) Pasengger (Janin dan Plasenta). (Widiastini 2014, h. 9 - 26)
d. Tanda-tanda Persalinan
Gejala persalinan sebagai berikut :
a. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi yang semakin pendek.
b. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu :
1) Pengeluaran lendir
2) Lendir bercampur darah
c. Dapat disertai ketuban pecah dini
d. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan servix:
1) Perlunakan servix
2) Perdarahan servix
3) Terjadi pembukaan servix (Walyani, 2015)
e. Tahapan Persalinan
1) Kala I
Adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai lengkap. Lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida
sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman,
diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan
pembukaan multigravida 2 cm/jam. (Manuaba, 2010)
Prosesnya membukanya serviks dibagi atas 2 fase :
1) Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan
terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3
cm.
2) Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu :
a) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam, pembukaan 3
cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam, pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali
dalam waktu 2 jam, pembukaan 9 cm menjadi lengkap
10 cm.
2) Kala II
Kala II atau kala pengeluaran, gejala utamakala II adalah :
a) His semakin kuat, dengan interval 2-3 menit, durasi
45detik.
b) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah dan ditandai
pengeluaran cairan secara mendadak.
c) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap
diikuti keinginan mengejan.
d) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala
bayi sehingga terjadi kepala membuka pintu, suboksiput
bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-
ubun besar, dahi, hidung dan muka, serta kepala.
e) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar.
f) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan
bayi ditolong.
g) Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan
multigravida 30 menit. (Manuaba, 2010)
3) Kala III
Setelah kala II, kontraksiuterus berhenti sekitar 5-10
menit. Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan
plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi
otot rahim. Lepasnya plasenta tanda-tandanya yaitu uterus
menjadi bundar, uterus terdorong keatas karena plasenta
dilepas kesegmen bawah rahim, tali pusat bertambah
panjang, terjadi perdarahan (Manuaba, 2010).
4) Kala IV
Dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
postpartum sering terjadi 2 jam pertama. Observasi yang
dilakukan: tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-
tanda vital (tekanandarah, nadi, suhu, pernafasan,
kontraksi uterus, terjadinya perdarahan). Perdarahan normal
jika jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc (Manuaba, 2010).
2) Persalinan Lama (Partus Lama)
a. Pengertian
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam digolongkan sebagai persalinan lama. Namun demikian, kalau
kemajuan persalinan tidak terjadi secara memadai selama periode
itu, situasi tersebut harus segera dinilai. Permasalahannya harus
dikenali dan diatasi sebelum batas waktu 24 jam tercapai. Sebagian
besar partus lama menunjukkan pemanjangan kala satu. Adapun
yang menjadi penyebabnya, serviks gagal dalam membuka penuh
dalam jangka waktu yang layak (Oxorn 2010, h.603).
b. Etiologi
Sebab – sebab terjadinya partus lama ini adalah
multikomplek, dan tentu saja bergantung pada pengawasan selagi
hamil, pertolongan persalinan yang baik, dan penatalaksanaannya.
Faktor – faktor penyebnya antara lain:
a) Kelainan letak janin
b) Kelainan panggul
c) Kelainan his
d) Pimpinan partus yang salah
e) Janin besar atau ada kelainan kongenital
f) Primitua
g) Perut gantung, grandemulti
h) Ketuban pecah dini
(Mochtar 2011, h. 263).
c. Gejala Klinis
a) Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat,
pernapasan cepat, dan meteorismus. Di daerah lokal sering
dijumpai : Bandle ring, edema vulva, edema serviks, cairan
ketuban berbau, terdapat mekonium.
b) Pada janin
1) Denyut jantung janin cepat / hebat / tidak teratur bahkan
negatif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau –
hijauan, berbau.
2) Kaput suksedaneum yang besar.
3) Moulase kepala yang hebat.
4) Kematian janin dan kandungan.
5) Kematian janin intra partal
(Mochtar 2011, h. 263).
d. Klasifikasi Partus Lama
Partus lama dapat diklasifikasikan menjadi 3 fase, yaitu :
1) Fase laten yang memanjang
Diagnosis fase laten yang memanjang dibuat secara
restrospektif. Bila his berhenti disebut persalinan palsu.
Bilamana kontraksi makin teratur dan bukaan bertambah sampai
3 cm, pasien kita sebut masa fase laten. Walaupun pada tahap
persiapan hanya sedikit pembukaan serviks, cukup banyak
perubahan yang berlangsung dikomponen jaringan ikat serviks.
Tahap ini mungkin peka terhadap sedasi dan anastesi regional.
(Saifuddin 2010, h. 569)
2) Fase aktif yang memanjang
3) Kala II memanjang
Begitu serviks mencapaí dilatasi penuh, jangka waktu
sampai terjadinya kelahiran tidak boleh melampaui 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multipara. Pengalaman
menunjukan bahwa sctelah batas waktu iní, morbiditas dan fetal
akan naik. Sekiranya terjadi gawat janin pada janin atau ibu,
tindakan segera Kala Il memanjang 3) merupakan indikasi
(Oxorn 2010, h. 617).
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap
dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah
50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara, tetapi
angka ini juga sangat bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi
yang vagina dan perineumnya sudah melebar. Dua atau tiga kali
usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup
untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya, pada seorang ibu dengan
panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya
ekspulsif akibat anastesi regional atau sedasi yang berat, maka
kala II dapat sangat memanjang (Saifuddin 2010, h. 574).
e. Diagnosis
Tanda dan gejala klinis Diagnosis
Pembukaan (kurang dan 3 cm) Tidak Belum in partu, false
didapatkan kontraksi uterus labor (persalinan palsu)
Pembukaan serviks tidak melewati 3 Prolonged latent phase
cm sesudah 8 jam inpartu
Pembukaan serviks melewati garis
waspada partograf:
a. Frekuensi dan lamanya Inersia uteri
kontraksi menit dan kurang dari
3 kontraksi per 10 menit dan
kurang dari 40 detik
b. Secondary arrest of dilatation
sefalopeivik atau arrest of Disproporsi sefalopelvik
descent
c. Secondary arrest of dilatation Obstruksi
dan bagian terendah dengan
kaput, terdapat moulase hebat,
edema serviks, tanda ruptura
uteri imminens, fetal dan
maternal distress
d. Kelainan presentasi (selain
verteks)
Malpresentasi
Pembukaan serviks lengkap, ibu Kala II lama (prolonged
ingin mengedan, tetapi tidak ada second stage)
kemajuan penurunan

Tabel 2.1 Diagnosis Kelainan Partus Lama(Saifuddin 2010, h.


185).
f. Prognosis
1) Bagi ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya terhadap ibu.
Beratnya cedera meningkat dengan semakin iamanya proses
proses persalinan, risiko tersebut naik dengan cepat setelah
waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri,
laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka
kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk
bahaya bagi ibu.

2) Bagi janin
Semakin lema persalinan, semakin tinggi morbiditas serta
2) Bagi janin mortalitas janin dan semakin sering terjadi
keadaan sebagai berikut ini:
a) Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
b) Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala
janin
c) Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps
yang sulit
d) Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini
mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya
dapat membawa infeksi paru - paru serta infeksi sistemik
pada janin. (Oxon 2010, h. 616).
g. Penatalaksanaan
1) Pencegahan
a) Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baik
akan mengurangi insidensi partus lama misalnya dengan
senam hamil yang teratur.
b) Persalinan tidak boleh diinduksi atau dipaksakan kalau
serviks belum matang. Serviks yang matang adalah serviks
yang panjangnya kurang dari 1,27 cm (0,5 inchi), sudah
mengalam pendataran, terbuka sehingga bisa dimasuki
sedikitnya satu jari dan lunak serta bisa dilebarkan.
c) Persalinan palsu (false labor) diatasi dengan istirahat.
2) Tindakan suportif
a) Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Kita
harus membesarkan hatinya dengan menghindari kata yang
dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien.
b) Intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Pada semua partus
lama, intake cairan sebanyak ini di pertahankan melalui
pemberian infus larutan glukosa. Dehidrasi, dengan tanda
adanya acetone dalam urine harus dicegah.
c) Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan
tercerna dengan baik. Makanan ini akan tertinggal dalam
lanbung sehingga menimbulkan bahaya muntah dan aspirasi.
Karena waktu itu, pada persalinan yang berlangsung lama di
pasang infus untuk pemberian kalori.
d) Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai.
Kandung kemih dan rectum yang penuh tidak saja tidak saja
menimbulkan perasaan lebih mudah cedera dibanding dalam
keadaan kosong.
e) Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan, harus
diistirahatkan dengan pemberian sedatif dan rasa nyerinya
semua diredakan dengan pemberían analgetik, namun
preparat ini harus digunakan dengan bijaksana. Necrosis
dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi
dan membahayakan bayinya.
f) Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan dengan
frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien
dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus
dilakukan dengan maksud yang jelas.
g) Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukan adanya
kemajuan dan kelahiran diperkirakan terjadi dalam jangka
waktu yang layak serta tidak terdapat gawat janin ataupun
ibu, therapi suportif diberikan dan persalinan dibiarkan
berlangsung secara spontan. (Oxom 2010, h. 613).
3) Penanganan atau penatalaksanaan parius lama adalah:
a) Periksa denyut jantung janin selama atau segera sesudah his.
Hitung frekuensinya sekurang - kurangnya sekali dalam 30
menit selana fase aktif dan tiap 5 menit selama kaia II. Jika
terdapat gawat janin, lakukan seksio sesarea, kecuali jika
syarat syaratnya dipenuhi, lakukar ekstraksi vakum atau
forceps.
b) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau - hijauan atau
bercampur darah, pikirkan kemungkinan gawat janin.
c) Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban
pecah. pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air
ketuban yang mungkin menyebabkan gawat janin.
d) Perbaiki keadaan umum dengen :
1. Memperbaiki dukungan emosi. Bila keadaan masih
memungkinkan anjurkan bebas bergerak, duduk dengan
posisi yang berubah (sesuaikan dengan penanganan
persalinan normal)
2. Berikan cairan baik secara oral ataupun parental dan
upayakan buang air kecil (hanya perlu kateterisasi bila
memang diperlukan)
(Saifuddin 2002, h. 184).
e) Lakukan pemasangan infus Ringer Laktat / NaCL 0,9 %
(guyur I kolf dan tetes cepat pada kolf berikutnya),
pemberian dexametason 10 mg (2 anmpul secara intravena),
pemberian antibiotik ceftriaxone 1 gr/intravena (skin test)
atau cefotaxim 1 2 gr/intravena (skin test), serta pemasangan
oksigen 2-3 liter per menit.
(Mochtar 2011, h. 264)

3) Teori Manajemen Kebidanan


a. Pengertian Asuhan Kebidanan dan Manajemen Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah suatu sistem pencatatan dan
pelaporan informasi tentang kondisi dan perkembangan kesehatan
reproduksi dan semua kegiatan yang dilakukan bidan dalam
memberikan asuhannya kepada klien (Mangkuji 2010, h. 7).
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
diagnosis sistenatis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis
data, kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Hidayat
2009, h. 74).
b. Proses Manajemen Kebidanan
1) Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah pertama, merupakan awal yang akan
menentukan langkah berikutnya. Mengumpulkan data adalah
menghimpun informasi tentang klien / orang yang meminta
asuhan. Memilih informasi data yang tepat diperlukan analisa
suatu situasi yang menyangkut manusia yang rumit karena sifat
manusia yang Komplek. Pengumpulan data mengenai seseorang
tidak akan selesai jika setiap informasi yang dapat yang
diperoleh hendak dikumpulkan.
2) Langkah II (Interpretasi Lalu)
Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang bel klien
berdasarkan diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien
berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang telah
dikunıpulkan. Data sehingga dasar yang dikumpulkan akan
diinterpretasikan schingga diinterpretasikan akan ditemukan
masalah atau diagnosis yang spesifik. Istilah masalah dan
diagnosis digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan, seperti diagnosis, tetapi membutuhkan penanganan
yang dituangkan kedalam rencana asuhan terhadap klien.
Masalah yang diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan
pengarahan. Masalah wanita pengalaman berkaitandengan
sering ini sering menyertai diagnosis.
3) Langkah III (ldentifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial)
Pada langkah ini, kita mengidentifikasikan masalah atau
diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalak dan
diagnosis yang sudah diidentitikasi. Langkah ini meinbutuhkan
antisipasi. Jika memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil
mengamai kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika
diagnosis atau masalah potensial benar - benar terjadi. Langkah
ini menentukan cara bidan melakukan asuhan yang aman.
4) Langkah IV (Identifikasi Perlunya Penanganan Segera)
Bidan atau dokter mengidentifikasi perlunya tindakan segera
demi keselamatan ibu dan bayi yang memerlukan tindakan
segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga
memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan
mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan
pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan
kesinambungan dari proses manajemen kebidanan
5) Langkah V (Perencanaan Asuhan Menyeluruh)
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh
yang ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah
ini, informasi atau data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa
yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap
masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap wanita tersebut apa yang akan terjadi
berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial
- ekonomi, budaya, atau psikologis.
6) Langkah VI (Pelaksanaan Rencana)
6) Langkah VI (Pelaksanaan Rencana) Pada langkah ini, rencana
asuhan menyeluruh yang diuraikan pada langkah ke 5
dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukon
c. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Pasien
d. Mnajemen Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Partus Lama
B. KERANGKA TEORI

Anda mungkin juga menyukai