Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BLAKANG

Bayi merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap gangguan kesehatan

maupun serangan penyakit (Wijayanti, 2016). Kesehatan bayi dan balita harus

dipantau untuk memastikan kesehatan mereka selalu dalam kondisi optimal.Pelayanan

kesehatan bayi termasuk salah satu dari beberapa indikator yang bisa menjadi ukuran

keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita. Salah satu upaya yang

diterapkan adalah dengan pemberian air susu ibu (ASI) sedini mungkin dengan cara

inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif

morbiditas dan mortalitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak

mendapat ASI Eksklusif (Lisa, 2018). Menurut WHO, di dunia terdapat 1-1,5 juta bayi

meninggal setiap tahunnya karena tidak mendapat ASI Eksklusif. ASI merupakan

makanan yang bergizi sehingga tidak memerlukan tambahan komposisi.Di samping

itu, ASI mudah dicerna oleh bayi dan langsung terserap. Diperkirakan 80% dari

jumlah ibu yang melahirkan ternyata mampu menghasilkan air susu dalam jumlah

yang cukup untuk keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan tambahan selama

enam bulan pertama. Bahkan ibu yang gizinya kurang baik pun sering dapat

menghasilkan ASI cukup tanpa makanan tambahan selama tiga bulan pertama (Lisa,

2018).

Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun

1
bayinya.Manfaat memberikan Air Susu Ibu (ASI) bagi ibu tidak hanya menjalin kasih

sayang, tetapi dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat

pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, mengurangi risiko terkena kanker

payudara dan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi ibu. ASI merupakan salah satu

makanan yang sempurna danterbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi

yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

(Soleha, 2019). Upaya peningkatan pemberian ASI telah disepakati secara global,

WHO dan UNICEF dalam Deklarasi Innocenti dan Konferensi Puncak untuk anak

menetapkan bahwa untuk mencapai status kesehatan ibu dan anak yang optimal, semua

wanita harus dapat memberikan ASI saja sampai bayi berusia 4 sampai 6 bulan,

memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) tepat pada waktunya dan terus

memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Sejalan dengan WHO, menteri

kesehatan melalui Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 menetapkan

perpanjangan pemberian ASI secara eksklusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan

(Wahyuningsih, 2019).

Menurut WHO jumlah presentase pemberian ASI secara eksklusif pada bayi

(2016) hanya sekitar 36% selama periode 2007-2014. Di Indonesia menurut Riskesdas

pada tahun 2017, cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 35,7% dan di jatim

pemberian ASI eksklusif sebesar 68,08% pada tahun (Lisa, 2018). Menurut Data Dinas

Kesehatan Kota Malang (2014) ibu yang memberikan ASI eksklusif sebesar 74,57%

dari 23.880 jumlah bayi (Wahyuningsih, 2019). Berdasarkan hasil rekam medis

Puskesma Mengwi I dari jumlah ibu post partum dari Desember Tahun 2021 –

2
Februari Tahun 2022 adalah 45 orang dengan pesalinan normal partus, sebesar 47,4%

ibu post partum tidak memberikan ASI eksklusif (Lisa, 2018)

Post partum merupakan masa pemulihan alatalat reproduksi kembali seperti

sebelum hamil (Wijayanti, 2016). Salah satu perubahan yang terjadi pada ibu post

partum yaitu pada payudara dimana kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin,

yang membuat payudara ibu akan memproduksi ASI (Yuniarti, 2018). Permasalah

dalam pemberian ASI dapat ditemukan pada ibu, dimana pada ibu meliputi masalah

pada payudara yang mengalami pembengkakan, puting susu yang pendek atau

terbenam, puting mengalami lecet saat di hisap bayi pertama kali dimana hal tersebut

dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui bayi yang

benar (Wahyuningsih, 2019). Masalah ketidakefektifan pemberian ASI eksklusif jika

tidak ditangani akan menimbulkan permasalahan pada bayi ataupunM Masalah

ketidakefektifan pemberian ASI eksklusif jika tidak ditangani akan menimbulkan

permasalahan pada bayi ataupun ibunya, pada bayi berdampak menurunkan daya tahan

tubuh, perkembangan tubuh dan otak mengalami permasalahan, dan dapat

mengakibatkan meningkatnya angka kematian bayi (Wijayanti, 2016). Pada ibu dapat

timbul berbagai penyakit seperti mastitis, kanker payudara dan kanker rahim, penyakit

pada jantung, pendarahan post partum (Soleha, 2019).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulfa Farrah Lisa (2018) Hasil analisis

menunjukkan terdapat efektifitas kombinasi pijat oksitosin dan breast care terhadap kelancaran

ASI sebelum dan sesudah perlakuan, dimana nilai median sebelum diberi perlakuan adalah 2

dengan katagori tidak lancar, dan nilai median sesudah perlakuan adalah 1 dengan katagori

3
lancar, berdasarkan uji statistic terdapat pengaruh yang signifikan dengan p-value = 0,000

(Lisa, 2018). Penelitian lain yang mendukung adalah Endang Wahyuningsih (2019) Hasil

penelitian pijat endorpin dan pijat breastcare terhadap kelancaran produksi ASI pada ibu nifas

sebanyak 28 (70%) (Wahyuningsih, 2019).

Fenomena yang ditemukan peneliti ketika praktik keperawatan maternitas pada

bulan Januari dimana terdapat ibu post partum yang dengan ketidakefektifan

pemberian ASI. Pasien kurang pengetahuan tentang cara menyusui, sehingga ibu tidak

memberikan ASI melainkan memilih memberikan susu formula karena ibu

beranggapan ASInya tidak mencukupi kebutuhan bayi. Pasien ibu mengeluh nyeri pada

payudara, dan air susu keluar hanya sedikit meski sudah dihisap oleh bayi, lalu ibu

takut bayinya tidak mendapatkan ASI secara optimal sehingga ibu memberikan susu

formula sebagai pengganti ASI. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien dengan hipertensi meliputi beberapa tahapan yakni, perawat akan

melakukan pengkajian, menganalisa data, menentukan diagnosa keperawatan,

melakukan intervensi, implementasi serta evaluasi. Sebagai perawat, pertolongan

kesehatan yang dapat diberikan adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien

dengan cara mengajarkan cara menyusui yang benar, memberikan pijat marmet untuk

mengatasi ketidakefektifan pemberian ASI (Wijayanti, 2016).

Breast care post partum adalah perawatan payudara pada ibu setelah melahirkan

sedini mungkin. Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara

sadar dan teratur untuk memelihara kesehatan payudara dengan tujuan untuk

mempersiapkan laktasi pada waktu post partum. Adapun pelaksanaan breast care post

4
partum ini dilakukan pada hari ke 1 – 2 setelah melahirkan minimal 2 kali dalam

sehari. Manfaat breast care post partum antara lain melancarkan refleks pengeluaran

ASI atau refleks let down, cara efektif meningkatkan volume ASI peras/perah, serta

mencegah bendungan pada payudara/payudara bengkak (Soleha, 2019).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu tindakan non farmakologi

yang dapat diberikan untuk melancarkan ASI adalah terapi Breast care yang dilakukan

dengan melakukan pijatan pada payudara ibu post partum.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada karya ilmiah akhir ners

ini adalah bagaimana “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Ibu Post

Partum pada Kehamilan Pertama dengan Masalah Ketidak Efektifan Pemberian ASI

dalam Defisit Pengetahuan dengan Pemberian Breast Care di Puskesmas Mengwi I.

C. TUJUAN KARYA ILMIAH

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini yaitu untuk

menganalisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Ibu Post Partum pada

Kehamilan Pertama dengan Masalah Ketidak Efektifan Pemberian ASI dalam

Defisit Pengetahuan dengan Pemberian Breast Care di Puskesmas Mengwi I.

5
2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu:

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Pasien dengan Ibu Post Partum

pada Kehamilan Pertama dengan Masalah Ketidak Efektifan Pemberian ASI

dalam Defisit Pengetahuan dengan Pemberian Breast Care di Puskesmas

Mengwi I.

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada Pasien dengan Ibu Post Partum

pada Kehamilan Pertama dengan Masalah Ketidak Efektifan Pemberian ASI

dalam Defisit Pengetahuan dengan Pemberian Breast Care di Puskesmas

Mengwi I.

c. Menentukan rencana keperawatan pada Pasien dengan Ibu Post Partum

pada Kehamilan Pertama dengan Masalah Ketidak Efektifan Pemberian ASI

dalam Defisit Pengetahuan dengan Pemberian Breast Care di Puskesmas

Mengwi I.

d. Mampu melakukan implementtas keperawatan pada Pasien dengan Ibu Post

Partum pada Kehamilan Pertama dengan Masalah Ketidak Efektifan

Pemberian ASI dalam Defisit Pengetahuan dengan Pemberian Breast Care di

Puskesmas Mengwi I.

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Ibu Post

6
Partum pada Kehamilan Pertama dengan Masalah Ketidak Efektifan

Pemberian ASI dalam Defisit Pengetahuan dengan Pemberian Breast Care di

Puskesmas Mengwi I.

D. MANFAAT KARYA ILMIAH

1. Pelayanan Keperawatan

Memberikan masukan dan contoh (role model) dalam melakukan inovasi

keperawatan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan memberikan

pelayanan kesehatan yang lebih baik pada pasien.

2. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka tentang

teknik Breast care pada pasien ibu post partum.

3. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Memperkuat dukungan dalam menerapkan model konseptual keperawatan,

memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan, menambah wawasan dan

pengetahuan bagi perawat ners dalam memberikan asuhan keperawatan.

4. Bagi Pasien

Hasil penulisan ini dapat memberikan informasi kepada pasien sehingga

diharapkan pasien memiliki pengetahuan untuk mempertahankan dan

menurunkan tekanan darah pasien.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Definisi Post Partum

Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum

hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Lisa, 2018). Masa nifas

atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42

hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami

perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih

dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam Angka

Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu

penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum (Soleha, 2019).

Post partum dibagi menjadi 3 tahap menurut (Yuniarti, 2018) yaitu :

1) Puerperium dini Masa setlah plasenta lahir sampai dengan 24 jam, yang dalam

hal ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

2) Puerperium intermedical Masa 24 jam setelah melahirkan sampai 7 hari (1

minggu).

3) Remote Puerperium Masa 1 minngu sampai 6 minggu sesudah melahirkan.

Perode ini bidan tetap melanjutkan pemeriksaan dan perawatan sehari-hari serta

memberikan konseling KB. 10

8
2. Anatomi Fisiologi

1) Anatomi dan Fisiologi Payudara

Payudara merupakan kelenjar yang terletak dibawah kulit, atau otot dada

dan fungsinya memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai

sepasang kelenjar payudara dengan berat kira-kira 200 gram, yang kiri lebih

besar dari kanan. Pada waktu hamil payudara membesar, 14 mencapai 600

gram dan pada waktu menyusui bisa mencapai 800 gram (Soleha, 2019).

Secara makrokopis payudara ada tida bagian utama yaitu sebagai berikut.

Gambar 2.1 Anatomi payudara (Wijayanti, 2016)

a) Korpus

Korpus (badan) yaitu bagian yang membesar.

b) Areola

Areola adalah lingkaran yang terdiri atas kulit longgar dan mengalami

pigmentasi.areola pada masing-masing payudara memiliki garis tengah kira-

kira 2,5 cm.

9
c) Papilla mammae (puting susu)

Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya variasi bentuk dan

ukuran payudara, maka letaknya akan bervariasi. Pada tempat ini terdapat

lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-

ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening, serat - erat otot

polos yang tersusun secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi duktus

laktiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu ekskresi, 15

sedangkan serat-serat otot longitudinal akan menarik kembali puting susu

tersebut. Bentuk puting ada 4 macam yaitu, bentuk yang normal,

pendek/datar, panjang, dan terbenam (inverted) (Wahyuningsih, 2019).

3. Etiologi

ASI adalah makanan terbaik bagi bayi pada awal usia kehidupannya. Hal ini

tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat gizi tetapi juga karena ASI

mengandung zat imunologik yang melindungi bayi dari berbagai infeksi. Sebagai

makanan terbaik bayi, ternyata ASI belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh

masyarakat bahkan terdapat kecenderungan terjadi pergeseran penggunaan susu

formula pada sebagian kelompok masyarakat (Wijayanti, 2016)

Pentingnya pemberian ASI eksklusif menurut studi Kedokteran yang

dilakukan di Eropa menunjukkan angka kematian dan kesakitan bayi yang diberikan

ASI lebih rendah daripada yang diberi susu formula. Kemungkinan anak yang tidak

diberi ASI eksklusif akan menderita kekurangan gizi dan obesitas jauh lebih besar

10
jika dibandingkan dengan anak yang diberi ASI eksklusif. Bayi yang tidak disusui

dalam satu jam pertama dan tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko untuk lebih

sering terkena penyakit infeksi 1,4 kali lebih besar daripada bayi yang mendapatkan

ASI eksklusif (Wahyuningsih, 2019)

Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI antara lain pengetahuan,

ibu harus bekerja, ibu sakit, pengaruh iklan atau promosi susu formula, meniru

teman yang memberikan susu formula, takut kehilangan daya 31 tarik sebagai

wanita, tekanan batin, kurangnya dukungan tenaga kesehatan, kesulitan bayi dalam

menghisap serta ibu merasa produksi ASInya kurang (Wijayanti, 2016)

4. Klarifikasi

Menurut (Yuniarti, 2018) pemberian ASI terdapat 2 refleks yang berperan

sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu,yaitu:

a. Refleks prolaktin

Setelah ibu melahirkan dan terlepasnya plasenta fungsi korpus luteum

berkurang maka estrogen dan progestinnya berkurang. Hormon prolaktin yang akan

merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat susu.

b. Refleks let down

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin rangsangan yang berasal dari

hisapan bayi yang dilanjutakan ke hipofise anterior yang kemudian dikeluarkan

oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat

menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadinya proses involusi. Factor

yang menghambat refleks let down adalah keadaan bingung atau pikiran kacau,

11
takut, cemas. Bila ada stress dari ibu yang menyusui akan terjadi suatu blockade

dari reflekslet down. Ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin

yang menyebabkan vaso kontriksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin

sedikit harapannya. Akibat dari tidak sempurnanya reflex let down makan akan

terjadinya penumpukan air susu didalam alveoli yang seacara klinis tampak

payudara membesar dan rasa sakit. Rasa sakit ini merupakan stress bagi ibunya.

Proses Pembentukan Laktogen Proses pembentukan laktogen dimulai sejak

kehamilan (Wahyuningsih, 2019). Yang meliputi proses sebagai berikut:

(1) Laktogen I

Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase laktogenasis I.

payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang kuning. Pada

saat itu, tingkat progesterone yang tinggi mencegah produksi ASI sebenernya.

(2) Laktogen II

Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormone

progesterone, estrogen, dan human placenta lactogen (HPL) secara tiba-tiba, tetapi

hormone proklaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI secara

maksimal yang dikenal dengan fase laktogen II.

(3) Laktogen III

System control hormone endrokin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan

beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil,

system control autokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap

ini, apabila ASI bayak 16 dikeluarkan, maka payudara akan memproduksi ASI

12
dengan banyak pula.

5. Manifestasi Klinis

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu,

yang merupakanan makanan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah.

Produksi ASI masih sangat dopengaruhi oleh factor kejiwaan, ibu yang selalu dalam

keadaan tertekan, sedih, stress, kurang percaya diri dan berbagi ketegangan

emosional akan mengganggu volume ASI bahkan tdak terjadi produksi ASI. Untuk

memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang. Laktasi, kelenjar mamae

telah disiapkan semejak kehamilan. Umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua

atau ketiga pasca persalinan. Pada hari pertama keluar kolostrum cairan kuning

yang lebih kental dari pada air susu mengandung banyak protein, albumin, globulin

dan putting susu harus dijaga kebersihannya (Lisa, 2018).

6. Patofisiologi

Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan kesimetrisan serta

palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada nyeri tekan guna persiapan menyusui.

Hari pertama dan kedua pasca melahirkan akan ditemukan sekresi kolostrum yang

banyak. Pengkajian pada tungkai dimaksudkan untuk menetahui ada tidaknya

tromboflebitis. Payudara dan tungkai dikaji tiap satu jam sampai dengan 8 jam

setelah persalinan, kemudian dikaji tiap empat jam sampai dengan 24 jam setelah

persalinan (Yuniarti, 2018).

13
7. Pathway

8. Komplikasi

Menurut (Wahyuningsih, 2019) ketidakefektifan pola pemberian ASI adalah

ketidakpuasan atau kesulitan ibu dan bayi menjalani proses pemberian ASI.

Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan oleh timbulnya beberapa

masalah, baik masalah pada ibu maupun bayinya.

a. Masalah pada ibu

Kegagalan dalam teknik menyusui juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi produksi ASI, nyeri saat menyusui dan menjadikan ibu tidak mau

menyusui bayinya. Produksi ASI juga akan menurun jika terlalu lama payudara

tidak segera dikosongkan atau menyusui dini akan menyebabkan payudara

14
bengkak dan terasa nyeri, menyebabkan pola pemberian ASI tidak efektif karena

ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya (Yuniarti, 2018).

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu. Untuk

membentuk produksi ASI yang baik ibu harus memenuhi jumlah nutrisi seperti

kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup dan dianjurkan

minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari. Faktor yang mempengaruhi

produksi ASI berasal dari internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kondisi

fisik, psikologis, pengetahuan ibu dan faktor fisik bayi sedangkan faktor

eksternal diantaranya inisiasi menyusui dini (IMD) dan frekuensi menyusui.

Kondisi fisik seperti kelainan anatomi fisiologi, usia, paritas, dan asupan nutrisi

ibu merupakan faktor internal yang mempengaruhi produksi ASI. Sebagian besar

ibu bekerja telah memiliki intensi untuk memberikan ASI eksklusif sejak hamil,

namun setelah kembali bekerja produksi ASI menjadi sedikit dan tidak

mencukupi kebutuhan bayi sehingga ibu memberikan tambahan susu formula,

Frekuensi ibu menyusui sekitar 10 – 15 menit, jika frekuensi menyusui kurang

dari 8 kali per hari dan menyusui terlalu singkat kurang dari 10 menit dapat

menurunkan produksi ASI (Lisa, 2018)

b. Masalah Pada Bayi

Masalah yang ditimbulkan oleh bayi adalah bayi tidak mampu menghisap,

menelan, bernafas dan posisi yang tidak benar, perlekatan mulut bayi yang tidak

tepat pada payudara ibu, adanya regurgitasi atau muntah setelah menyusui. Jika

perlekatan bayi, posisi, menghisap dan menelan tidak tepat bayi akan menarik

15
puting, menggigit dan menggesek kulit payudara ibu saat menyusui sehingga

menimbulkan rasa sakit, nyeri, memerah, dan dapat merusak payudara ibu

menyebabkan ibu tidak mau menyusui bayinya (Soleha, 2019).

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi (Yuniarti, 2018) :

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium, yang bertujuan untuk mengetahui hormon ibu

menyusui. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh kondisi hormon prolaktin yang

dihasilkan tubuh ibu saat hamil dan setelah bayi lahir. Bila sebelumnya ibu

pernah mengalami masalah hormon, atau butuh perawatan kesuburan agar bisa

hamil, kemungkinan besar ibu akan mengalami masalah ASI sedikit.

Insufficient Glandular Tissue (IGT) atau kondisi kelenjar air susu yang

kurang, bisa menjadi penyebab ASI sedikit. Hal ini akan membuat ibu kesulitan

menghasilkan ASI yang banyak. IGT bisa terjadi karena pelekatan yang gagal,

payudara terlalu kecil atau terlalu besar. Pengaruh hormon atau payudara yang

tidak berkembang setelah masa puber juga dapat menjadi penyebabnya.

b. Pemeriksaan pada bayi

Terkadang, meskipun bayi terlihat sedang menyusu, bisa jadi ia tidak

minum ASI sama sekali. Hal ini terjadi ketika menyusu, bayi tertidur. Atau, dia

tidak menyedot ASI karena beberapa hal, seperti rasa ASI berubah, atau bayi

16
mengalami tongue tied.

10. Penatalaksanaan

Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat payudara yang

dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI. Breastcare

post partum adalah perawatan payudara pada ibu setelah melahirkan sedini

mungkin. Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar

dan teratur untuk memelihara kesehatan payudara dengan tujuan untuk

mempersiapkan laktasi pada waktu post partum. Adapun pelaksanaan breast care

post partum ini dilakukan pada hari ke 1 – 2 setelah melahirkan minimal 2 kali

dalam sehari. Manfaat breast care post partum antara lain melancarkan refleks

pengeluaran ASI atau refleks let down, cara efektif meningkatkan volume ASI

peras/perah, serta mencegah bendungan pada payudara/payudara bengkak

(Wahyuningsih, 2019).

Penatalaksanaan dilakukan dengan cara pengobatan secara non-

farmakologis.

a. Penata Laksana non-farmakologis

Cara Melakukan Perawatan Payudara Adapun cara perawatan payudara

Menurut (Wijayanti, 2016), antara lain:

1) Tempelkan kapas yang sudah di beri minyak atau baby oil selama 5 menit,

kemudian putting susu di bersihkan.

2) Letakan kedua tangan di antara payudara

17
3) Mengurut payudara dimulai dari arah atas, kesamping lalu kearah bawah.

4) Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan kearah

sisi kanan.

5) Melakukan pengurutan kebawah dan kesamping.

6) Pengurutan melintang telapak tangan mengurut kedepan kemudian kedua

tangan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20 – 30 kali.

7) Tangan kiri menopang payudara kiri 3 jari tangan kanan membuat gerakan

memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara sampaipada puting

susu, lakukan tahap yang sama pada payudara kanan.

8) Membersihkan payudara dengan air hangat lalu keringkan payudara dengan

handuk bersih, kemudian gunakan bra yang bersih dan menyokong.

B. Breas Care

1. Definisi Terapi

Definisi Perawatan Payudara perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu

cara merawat payudara yang dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk

produksi ASI, selain itu untuk kebersihan payudara dan bentuk puting susu yang

masuk ke dalam atau datar. Puting susu demikian sebenarnya bukanlah halangan

bagi ibu untuk menyusui dengan baik dengan mengetahui sejak awal, ibu

mempunyai waktu untuk mengusahakan agar puting susu lebih mudah sewaktu

menyusui. Disamping itu juga sangat penting memperhatikan kebersihan personal

hygiene (Soleha, 2019). Payudara adalah pelengkap organ reproduksi wanita dan

18
pada masa laktasi akan mengeluarkan air susu. Payudara mungkin akan sedikit

berubah warna sebelum kehamilan, areola (area yang mengelilingi puting susu)

biasanya berwarna kemerahan, tetapi akan menjadi coklat dan mungkin akan

mengalami pembesaran selama masa kehamilan dan masa menyusui (Wahyuningsih,

2019).

2. Tujuan

Tujuan Perawatan Payudara Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan

kelanjutan perawatan payudara semasa hamil, mempunyai tujuan antara lain:

a) Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi.

b) Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet.

c) Untuk menonjolkan puting susu.

d) Menjaga bentuk buah dada tetap bagus

e) Untuk mencegah terjadinya penyumbatan

f) Untuk memperbanyak produksi ASI

g) Untuk mengetahui adanya kelainan (Wijayanti, 2016).

3. Prinsip Pelaksanaan

Penyumbatan Kelenjar Payudara Sebelum menyusui, pijat payudara dengan

lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu

dan lebih berhati-hatilah pada area yang mengeras. Menyusui sesering mungkin

dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika

19
ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal

sesi menyusui, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif. Lanjutkan dengan

mengeluarkan air susu ibu dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi

belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut. Tempelkan

handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit

beberapa kali dalam sehari atau mandi dengan air hangat beberapa kali, lakukan

pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu

dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu (Lisa, 2018).

4. Prosedur Penggunaan

Cara yang terbaik untuk menjamin pengeluaran air susu ibu ialah bagaimana

mengusahakan agar setiap kali menyusui buah dada betul-betul kosong, karena

pengosongan buah dada 104 Oksitosin: Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 6, No. 2,

Agustus 2019 :98-106 dengan waktu tertentu itu merangsang kelenjar buah dada

untuk membuat susu lebih banyak. Sebab buah dada akan terisap habis antara lain

disebabkan bayi lemah, puting susu lecet, produksi susu berlebihan. Makin kurang

persiapan, tekanan pada pikiran, atau ketidakmauan karena berbagai alasan, akan

menghambat keluarnya ASI. Tapi, pada umumnya, masalah tidak keluar atau

terhambatnya ASI dikarenakan dua hal: ASI kepenuhan dan saluran susu tersumbat.

Hal ini dapat dilihat dari item pertanyaan mengompreas kedua puting payudara

dengan sabun dan menggunakan BH yang menopang payudara. Menyeimbangkan

anatar mempertahankan produksi ASI agar optimal, memberikan ASI pada bayi

20
serta mengurus keluarga adalah bukan hal mudah. Ibu harus memenuhi kebutuhan

diri sendiri, bayi dan keluarganya. Jika memaksa untuk memenuhi semuanya sendiri

makan ibu akan kelelahan. Yang berakibat tidak maksimalnya produksi ASI

(Soleha, 2019).

Berdasarkan paparan di atas, adapun beberapa Keadaan Yang Berkaitan

Dengan Teknik Dan Saat Perawatan Payudara antara lain (Yuniarti, 2018) :

1) Puting Lecet

a. Untuk mencegah rasa sakit, bersihkan puting susu dengan air hangat ketika

sedang mandi dan janganmenggunakan sabun, karena sabun bisa membuat

puting susu kering dan iritasi.

b. Pada ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dan tanpa riwayat

abortus, perawatnnya dapat dimulai pada usia kehamilan 6 bulan atas.

c. Ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dengan riwayat abortus,

perawatannya dapat dimulai pada usia kehamilan diatas 8 bulan.

d. Pada puting susu yang mendatar atau masuk kedalam, perawatannya harus

dilakukan lebih dini, yaitu usia kehamilan 3 bulan, kecuali bila ada riwayat

abortus dilakukan setelah usia kehamilan setelah 6 bulan.Cara perawatan

puting susu datar atau masuk Ke dalam Antara Lain:

i. Puting susu diberi minyak atau baby oil

ii. Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah puting.

iii. Pegangkan daerah areola dengan menggerakan kedua ibu jari kearah

atas dan kebawah ± 20 kali (gerakannya kearahluar)

21
e. Letakkan kedua ibu jari disamping kiri dan kanan puting susu

f. Pegang daerah areola dengan menggerakan kedua ibu jari kearah kiri dan

kekanan ± 20 kali (Wijayanti, 2016).

2) Penyumbatan Kelenjar Payudara

Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar

kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hatilah

pada area yang mengeras. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu

selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat

menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi

menyusui, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif. Lanjutkan dengan

mengeluarkan air susu ibu dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi

belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut. Tempelkan

handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit

beberapa kali dalam sehari atau mandi dengan air hangat beberapa kali, lakukan

pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar

susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu (Wahyuningsih, 2019).

3) Pengerasan Payudara

Menyusui secara rutin sesuai dengan kebutuhan bisa membantu

mengurangi pengerasan, tetapi jika bayi sudah menyusui dengan baik dan sudah

mencapai berat badan ideal, ibu mungkin harus melakukan sesuatu untuk

mengurangi tekanan pada payudara. Sebagai contoh, merendam kain dalam air

hangat dan kemudian di tempelkan pada payudara atau mandi dengan air hangat

22
sebelum menyuusi bayi. Mungkin ibu juga bisa mengeluarkan sejumlah kecil

ASI sebelum menyusui, baik secara manual atau dengan menggunakan pompa

payudara. Untuk pengerasan yang parah, gunakan kompres dingin atau es

kemasan ketika tidak sedang menyusui untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan

mengurangi pembengkakan (Yuniarti, 2018).

Penelitian dilakukan pada hari ke-1 sampai hari ke-7 dengan memberikan

breastcare sehari 2 x (pagi dan sore) kemudian dilihat produksi ASInya pada hari

ke-8. Alat yang digunakan untuk pengumpulan data variabel breast care adalah

lembar observasi/ ceklist, sedangkan untuk variabel produksi ASI adalah lembar

observasi (Soleha, 2019).

C. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI

1. Pengkajian

Pengkajian yaitu tahapan awal dari proses keperawatan, data dikumpulkan secara

sistematis yang digunakan untuk menentukan status kesehatan pasien saat ini.

Pengkajian harus dilaksanakan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,

psikologis, sosial, dan spiritual. Pengkajian keperawatan pada ibu post operasi Sectio

Caesarea menurut (Wijayanti, 2016) adalah sebagai berikut :

1) Identitas Pada pengkajian identitas pasien berisi tentang: Nama, Umur,

Pendidikan, Suku, Agama, Alamat, No. Rekam Medis, Nama Suami, Umur,

Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.

23
2) Riwayat Kesehatan Pasien

a. Keluhan utama Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan

dengan masa nifas, seperti pasien tidak bisa menyusui bayinya, pasien merasa

mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan perineum.

b. Riwayat kesehatan masa lalu Untuk mengetahui tentang pengalaman perawatan

kesehatan pasien mencakup riwayat penyakit yang pernah dialami pasien,

riwayat rawat inap atau rawat jalan, riwayat alergi obat, kebiasaan, dan gaya

pola hidup.

c. Riwayat kesehatan keluarga Data ini diperlukan untuk mengetahui

kemungkinan adanya riwayat penyakit akut atau kronis, seperti: penyakit

jantung, DM, Hipertensi, dan Asma yang dapat mempengaruhi masa nifas.

d. Riwayat perkawinan Pada riwayat perkawinan yang perlu dikaji adalah

berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak karena bila melahirkan

tanpa status akan berkaitan dengan psikologis ibu sehingga dapat

mempengaruhi proses nifas.

e. Riwayat menstruasi : umur menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyak

ataupun karakteristik darah yang keluar, keluhan yang dirasakan saat

menstruasi, dan mengetahui Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT).

f. Riwayat kelahiran, persalinan, dan nifas yang lalu : riwayatkehamilan

sebelumnya (umur kehamilan dan faktor penyulit), riwayat persalinan

24
sebelumnya (jenis, penolong, dan penyulit), komplikasi nifas (laserasi, infeksi,

dan perdarahan), serta jumlah anak yang dimiliki.

g. Riwayat keluarga berencana : jenis akseptor KB dan lamanya menggunakan

KB.

3) Pola kebutuhan dasar (Bio-Psiko-Sosial-Kultural-Spiritual)

a) Pola manajemen kesehatan dan persepsi : persepsi sehat dan sakit bagi pasien,

pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perlindungan terhadap kesehatan

(kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan, manajemen stres), pemeriksaan diri

sendiri (riwayat medis keluarga, pengobatan yang sudah dilakukan), perilaku

untuk mengatasi masalah kesehatan.

b) Pola nutrisi-metabolik : menggambarkan tentang pola makan dan minum,

frekuensi, banyaknya, jenis makanan, serta makanan pantangan. Pola nutrisi-

22 metabolik juga dapat berpengaruh pada produksi ASI, jika nutrisi Ibu

kurang maka akan berpengaruh pada banyak sedikitnya ASI yang akan keluar.

c) Pola eliminasi : menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air

besar, meliputi frekuensi, konsistensi, dan bau, serta kebiasaan buang air kecil

meliputi, frekuensi, warna, dan jumlah.

d) Pola aktivitas-latihan : menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada

pola ini yang perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi

sedini mungkin dapat mempercepat proses pengembalian alat-alat reproduksi.

Apakah ibu melakukan ambulasi seperti misalnya, seberapa sering, apakah ada

kesulitan, dengan bantuan atau sendiri.

25
e) Pola istirahat-tidur : menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam

pasien tidur, kebiasaan tidur siang, serta penggunaan waktu luang seperti pada

saat menidurkan bayi, ibu juga harus ikut tidur sehingga istirahat-tidur

terpenuhi. Istirahat yang cukup dapat memperlancar pengeluaran ASI.

f) Pola persepsi-kognitif : menggambarkan tentang pengindraan (pengelihatan,

pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba). Biasanya ibu yang tidak mampu

untuk menyusui bayi akan menghadapi kecemasan tingkat sedangpanik dan

akan mengalami penyempitan persepsi yang dapat mengurangi fungsi kerja dari

indra. Begitupun sebaliknya, jika ibu cemas tingkat sedang-panik juga dapat

mempengaruhi proses menyusui bayinya.

g) Pola konsep diri-persepsi diri : menggambarkan tentang keadaan sosial

(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), identitas personal (kelebihan dan

kelemahan diri), keadaan fisik (bagian tubuh yang disukai dan tidak), harga diri

(perasaan mengenai diri sendiri), riwayat yang berhubungan dengan masalah

fisik atau psikologis pasien.

h) Pola hubungan-peran : menggambarkan peran pasien terhadap keluarga,

kepuasan atau ketidakpuasan

menjalankan peran, struktur dan dukungan keluarga, proses pengambilan

keputusan, hubungan dengan orang lain.

i) Pola seksual-reproduksi : masalah pada seksual-reproduksi, menstruasi, jumlah

anak, pengetahuan yang berhubungan dengan kebersihan reproduksi.

26
j) Pola toleransi stress-koping : menggambarkan tentang penyebab, tingkat,

respon stress, strategi koping yang biasa dilakukan untuk mengatasi stress

k) Pola keyakinan-nilai : menggambarjan tentang latar belakang budaya, tujuan

hidupp pasien, keyakinan yang dianut, serta adat budaya yang berkaitan dengan

kesehatan.

4) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum : tingkat kesadaran, jumlah GCS, tandatanda vital (tekanan

darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh), berat badan, tinggi

badan, dan lingkar lengan atas (LILA).

b) Pemeriksaan Head to Toe a)

(1) Kepala : amati wajah pasien (pucat atau tidak), adanya kloasma.

(2) Mata : Sectio Caesarealera (putih atau kuning), konjungtiva (anemis atau

tidak anemis)

(3) Leher : adanya pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, adanya pembengkakan

kelenjar limpha atau tidak.

(4) Dada : payudara (warna areola (menggelap atau tidak)), putting (menonjol

atau tidak), pengeluaran ASI (lancar atau tidak), pergerakan dada (simetris atau

24 asimetris), ada atau tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan, auskultasi

bunyi pernafasan (vesikuler atau adanya bunyi nafas abnormal)

(5) Abdomen : adanya linea atau striae, keadaan uterus (normal atau abnormal),

kandung kemih (bisa buang air kecil atau tidak).

27
(6) Genetalia : kaji kebersihan genetalia, lochea (normal atau abnormal), adanya

hemoroid atau tidak.

(7) Ekstremitas : adanya oedema, varises, CRT, dan refleks patella.

5) Data penunjang

Darah : pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit 12-24 jam post partum

(jika Hb<10g% dibutuhkan suplemen FE) eritrosit, leukosit, trombosit.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Ketidakefektifan pola pemberian ASI berhubungan dengan ketidakadekuatan

pengeluaran suplai ASI ditandai dengan produksi ASI sediki

b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera biologis

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme reguasi

d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan

f. Risiko infeksi berhubungan dengan

28
29
3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a) Pantau keterampilan ibu dalam a. Agar hidung bayi tidak
pemberian ASI keperawatan dalam 3 x 24 jam menempelkan bayi pada putting. tertutup oleh payudara ibu.
berhubungan selama 3 hari diharapkan b) Pantau integrasi kulit putting.
dengan masalah ketidakefektifan pola c) Demonstrasikan perawatan payudara b. Agar tidak terjadi luka pada
ketidakadekuatan pemberian ASI teratasi. sesuai dengan kebutuhan. putting ibu hingga
pengeluaran Kriteria hasil : d) Instruksikan menyebabkan resiko
suplai ASI (1) Ibu dan bayi kepada ibu tentang teknik terapi pijat penyakit menular pada anak
mengalami breascare c. Agar ibu bisa mengeluarkan
pemberian ASI yang efektif e) Ajarkan teknik menyusui yang ASI yang optimal
yang ditujukan dengan meningkatkan keterampilan dalam d. Agar ibu mengerti cara
pengetahuan tentang menyusui menyusui bayinya. melakukan memijat
dan mempertahankan posisi
breascare
menyusui.
e. Agar ibu lebih trampil
(2) Bayi menunjukkan kemantapan
menyususi ditandai dengan
sikap dan penempelan sesuai,
menghisap dan menempatkan
lidah dengan benar, memegang
aerola dengan tepat, menelan
dapat didengar dan menyusui
minimal 8 kali sehari.

30
(3) Mengenali isyarat lapar dari
bayi dengan segera.

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 1. Manajemen nyeri 1. Nyeri merupakan
agens cedera jam diharapkan nyeri pasien dapat a. Lakukan pengkajian nyeri pengalaman subyektif
biologis teratasi dengan kriteria hasil: komprehensif yang meliputi lokasi, dan harus dijelaskan
1. Kontrol Nyeri karakteristik, onset/durasi, frekuensi, oleh pasien. Identifikasi
a. Mengenali kapan nyeri kualitas, intensitas atau beratnya karakteristik nyeridan
terjadi dipertahankan nyeri faktor yang berhubungan
pada skala 2 (jarang b. Berikan informasi mengenai nyeri, merupakan suatu hal
menunjukan) seperti penyebab nyeri, berapa lama yang amat penting untuk
ditingkatkan pada skala nyeri akan dirasakan, dan antisipasi memilih intervensiyang
4 (sering menunjukan) dari ketidaknyamanan akibat cocok dan untuk
b. Menggambarkan faktor prosedur. mengevaluasi keefektifan
penyebab dipertahankan c. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen dari terapi yang diberikan
pada skala 2 (jarang nyeri. 2. Informasi yang benar
menunjukkan) d. Pertimbangakan tipe dan sumber dapat menurunkan
ditingkatkan pada skala nyeri ketika memilih strategi kecemasan dimana
4 (sering menunjukkan) penurunan nyeri. kecemasan merupakan
c. Menggunakan e. Ajarkan penggunaan teknik non salah satu faktor nyeri
pengurangan nyeri tanpa farmakologi 3. Strategi penurunan nyeri
analgesic dipertahankan f. Kolaborasi dengan pasien, orang yang tepat dapat
pada skala 3 (kadang – terdekat dan tim kesehatan lainnya meminimalkan nyeri
kadang menunjukan) untuk memilih dan 4. Tehnik non farmakologi
ditingkatkan ke skala 5 mengimplementasikan tindakan seperti tehnik nafas
(secara konsisten penurun nyeri nonfarmakologi, sesuai dalam dapat meredakan
menunjukan) kebutuhan nyeri
2. Tingkat Nyeri

31
a. Mengernyit
dipertahankan pada
skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 5
(tidak ada)
b. Berkeringat berlebihan
dipertahankan pada
skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 5
(tidak ada)
c. Mual dipertahankan
pada skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 5
(tidak ada)
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 1. Manajemen Cairan 1. Untuk
Kelebihan
jam diharapkan volume cairan klien a. Pertahankan catatan intake dan mempertimbangkan
volume cairan tidak mengalami kelebihan dengan
berhubungan kriteria hasil : output yang akurat pemasukan dan
dengan 1. Keseimbangan Cairan b. Monitor status hidrasi pengeluaran dengan
gangguan a. Keseimbangan intake (kelembaban membran mukosa, baik
mekanisme dan output dalam 24 jam nadi adekuat, tekanan darah 2. Agar menghindarkan
dipertahankan pada skala ortostatik), jika diperlukan klien dari status
reguasi
2 (banyak terganggu) c. Monitor vital sign hidrasi
ditingkatkan ke skala 4
d. Kolaborasikan pemberian 3. Untuk mengetahui
(sedikit terganggu)
b. Berat badan stabil cairan IV keadaan umum klien
dipertahankan pada skala e. Dorong masukan oral 4. Untuk menunjang
2 (banyak terganggu) f. Dorong keluarga untuk masukkan cairan ke

32
ditingkatkan ke skala 4 membantu pasien memberikan dalam tubuh klien
(sedikit terganggu) minum 5. Agar klien tetap
c. Turgor kulit
g. Tawarkan snack (jus buah, mampu melakukan
dipertahankan pada skala
2 (banyak terganggu) buah segar) pemenuhan cairan
ditingkatkan ke skala 4 h. Kolaborasi dengan dokter melalui oral
(sedikit terganggu)           6. Agar klien membantud
alam pemenuhan
cairan klien
7. Untuk meningkatkan
asupan cairan klien
8. Untuk mrngetahui
terapi selanjutnya
Gangguan Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 NIC : Perawatan Retensi Urin  Untuk mengetahui
jam diharapkan volume cairan klien penilaian kemih yang
eliminasi urine tidak mengalami kelebihan dengan  Lakukan penilaian kemih yang
kriteria hasil :
komprehensif berfokus pada komprehensif
inkontinensia (misalnya, output urin,  Untuk mengetahui
NOC : Kontinensia urin
pola berkemih kemih, fungsi kognitif, pengeluaran urine klien
 Kandung kemih dipertahankan
dan masalah kencing praeksisten)
pada skala 2 (banyak terganggu)  Agar input dan output tetap
 Anjurkan pasien / keluarga untuk
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit terjaga
merekam output urin, sesuai
terganggu)  Untuk mengetahui adanya
 Memantau asupan dan keluaran
 Tidak ada residu urine distensi kandung kemih
dipertahankan pada skala 2  Memantau tingkat distensi kandung
(banyak terganggu) kemih dengan palpasi dan perkusi  Agar klien tidak mengalami
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit  Membantu dengan toilet secara berkala cedera
terganggu)  Merujuk ke spesialis kontinensia kemih

33
 Intake cairan dipertahankan  Untuk mendapatkan
pada skala 2 (banyak terganggu) penanganan lebih lanjut
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit
terganggu)

Gangguan polaSetelah dilakukan askep selama 3 x 24 NIC : Peningkatan Tidur  Agar klien mengetahui
jam diharapkan volume cairan klien pentingnya tidur yang
tidur tidak mengalami kelebihan dengan
 Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
kriteria hasil :  Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas adekuat
NOC : Tidur sebelum tidur  Agar klien memiliki
 Jumlah jam tidur dipertahankan  Ciptakan lingkungan yang nyaman aktivitas sebelum tidur
pada skala 2 (banyak terganggu)  Kolaborasikan pemberian obat tidur  Agar klien nyaman dalam
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit  Diskusikan dengan pasien dan keluarga memulai tidur
terganggu) tentang teknik tidur pasien
 Untuk meningkatkan tidur
 Pola tidur dipertahankan pada  Instruksikan untuk memonitor tidur pasien
 Monitor waktu makan dan minum dengan klien
skala 2 (banyak terganggu)
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit waktu tidur  Untuk mengetahui teknik
terganggu)  Monitor/catat kebutuhan tidur pasien tidur yang digunakan klien
 Perasaan segar sesudah tidur setiap hari dan jam pasien
dipertahankan pada skala 2  Untuk memonitor tidur
(banyak terganggu) pasien
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit
 Untuk mengetahui waktu
terganggu)
makan dan minum klien
 Untuk mengetahui
kebutuhan tidur pasien

Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Kontrol infeksi


 Untuk memaksimalkan

34
keperawatan selama 3x24 jam  Instruksikan pada pengunjung untuk pencegahan infeksi
intoleran aktivitaspasien dapat mencuci tangan saat berkunjung dan
berkurang dengan kriteria hasil: setelah berkunjung meninggalkan pasien  Untuk mencegah
NOC Label : Kontrol risiko  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah penularan infeksi
 Mendeskripsikan proses tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat nosocomial
penularan penyakit dipertahan pelindung  Untuk melindungi perawat
kan pada skala 1 atau sangat  Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat dan klien
terganggu ditingkatkan ke skala  Berikan terapi antibiotik bila perlu  Untuk mempertahankan
5 atau tidak terganggu  Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase lingkungan aseptic
 Tanda dan gejala infeksi  Instruksikan pasien untuk minum  Untuk membantu
dipertahan kan pada skala 1 atau antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan melawan infeksi
sangat terganggu ditingkatkan ke
gejala infeksi  Untuk mengetahui
skala 5 atau tidak terganggu
keadaan infeksi klien
 Untuk membantu
melawan infeksi
 Agar klien dan keluarga
mengetahui tanda dan
gejala infeksi

35
4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan rencana tindakan yang dilakukan

untuk mencapai tujuan dari criteria yang dibuat, berdasarkan terminology NIC

(Nursing Intervention Clasification), pada tahap implementasi perawat

mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus

yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Perawat melaksanakan atau

mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam

tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan

mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut

(Soleha, 2019).

Implementasi yang dapat dilakukan pada kasus gambaran asuhan

keperawatan pada ibu postpartum normal dengan menyusui tidak efektif adalah

mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi,

mengidentifikasi tujuan atau keinginan menyusui, mendukung ibu

meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui, melibatkan sistem

pendukung : suami, keluarga, tenaga kesehatan, dan masyarakat, menjelaskan

manfaat menyusui bagi ibu, mengajarkan posisi menyusui dan perlekatan

dengan benar, mengidentifikasi kebiasaan makanan dan perilaku makan yang

akan diubah, menggunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam

mengevaluasi kecukupan asupan makanan, dan berkolaborasi pada ahli gizi, jika

perlu (Wijayanti, 2016).

36
5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan,

evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi

formatif dan sumatif. Evaluasi formatif menghasilkan umpan balik selama program

berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan

mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi yang dilakukan

pada asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk Subjektif, Objektif,

Assessment, Planning (SOAP).

Menurut Nursalam (2016), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

1) Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi berjalan dimana evaluasi

dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.Pada evaluasi formatif ini penulis menilai

klien mengenai perubahan keefektifan pemberian ASI yang terjadi sebelum dan

sesudah dilakukan tindakan pijat oksitoksin.

2) Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif disebut juga evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi

ini menggunakan SOAP (Subjektif, Osbjektif, Assesment, Perencanaan). Pada

evaluasi somatif ini penulis menilai tujuan akhir dari penerapan tidakan

pemberian breascare yang penulis lakukan yaitu ada atau tidaknya perubahan

keefektifan pemberian ASI setelah dilakukan tindakan pemberian breascare

37
tersebut.

Pada tahap ini penulis melakukan penilaian secara subjektif melalui

ungkapan klien dan secara objektif. Evaluasi yang dilakukan sesuai dengan kriteria

hasil yaitu sebagai berikut :

a) Ibu dan bayi mengalami pemberian ASI yang efektif yang ditujukan dengan

pengetahuan tentang menyusui dan mempertahankan posisi menyusui.

b) Bayi menunjukkan kemantapan menyususi ditandai dengan sikap dan

penempelan sesuai, menghisap dan menempatkan lidah dengan benar,

memegang aerola dengan tepat, menelan dapat didengar dan menyusui

minimal 8 kali sehari.

c) Mengenali isyarat lapar dari bayi dengan segera.

d) Mengindikasikan kepuasan terhadap menyusui.

e) Tidak mengalami nyeri tekan pada payudara (Soleha, 2019).

38
BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN

A. Profil Lahan Praktik

UPTD Puskesmas Mengwi I merupakan salah satu dari tiga Puskesmas yang ada

di wilayah Kecamatan Mengwi. UPTD Puskesmas Mengwi I terletak 400 meter di atas

atas permukaan air laut, dan sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian.

UPTD Puskesmas Mengwi I terletak di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Banjar Panca

Dharma, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Luas

keseluruhan wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I adalah 40,94 km 2, Batas

Wilayah Kerja Puskesmas yaitu di Utara berbatasan dengan Kabupaten Tabanan, di

Selatan berbatasan dengan Desa Kapal, di Timur berbatasan dengan Desa Penarungan,

di Barat berbatasan dengan Kabupaten Tabanan.

Dalam hal ini, UPTD Puskesmas Mengwi I sudah merumuskan suatu visi misi

untuk menunjang terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan secara nasional. Adapun

visi-misi UPTD Puskesmas Mengwi I adalah:

Penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Mengwi I per Januari 2021 secara

keseluruhan berjumlah 49.133 jiwa, jumlah kepala keluarga sebanyak 12.180 KK dan

kepadatan penduduk 1.200,1 per km2. Dana pendukung kegiatan pelayanan kesehatan

di UPTD Puskesmas Mengwi I Tahun 2020 bersumber pada APBD Kabupaten Badung

Tahun 2020, APBD Propinsi Bali Tahun 2020, APBN 2020 melalui dana Bantuan

39
Operasional Kesehatan (BOK) serta Dana Kapitasi JKN. Adapun sarana kesehatan

yang dimiliki oleh Puskesmas yaitu Puskesmas Induk 1 Unit, Puskesmas Keliling 1

Unit, Ambulance 3 Unit, Ambulance Desa 9 Unit, Puskesmas pembantu (Pustu) 8 Unit

yaitu Pustu Kuwum, Pustu Sembung, Pustu Sobangan, Pustu Werdi Bhuana, Pustu

Baha, Pustu Gulingan, Pustu Mengwi, Pustu Kekeran, adapun klinik swasta yang ada

di wilayah kerja Puskesmas yaitu Klinik Bersalin Gandhi, Klinik Tunas Harapan,

Klinik Sada Jiwa, Klinik Puri Husada, Klinik Ganecadha, Klinik Bhawani, Dokter

umum praktek swasta 17 orang, Dokter gigi praktek swasta 7 orang, Dokter Spesialis

praktek swasta 2 orang, Bidan Praktek Swasta 8 orang, Apotik 9 buah, Peran Serta

Masyarakat, Posyandu Balita, Jumlah posyandu yang ada 80 posyandu, Jumlah Kader

dilatih 400 orang, Jumlah Kader aktif 400 orang, Jumlah posyandu lansia 34

posyandu, Jumlah Kader 170 orang, Jumlah poskesdes 0 unit, Desa Siaga 9 unit,

Jumlah Bidan Desa 9 orang, Jumlah kader Desa Siaga 18 orang.

10 Penyakit Terbanyak di UPTD Puskesmas Mengwi I Tahun 2020 yaitu Common

Cold, Dyspepsia, Open Wound Of Unspecified Body Region, Essential (Primary)

Hypertension, Diarrhoea And Gastroenteritis Of Presumed Infectious Origin, Penyakit

Jaringan Pulpa dan Periapikal, Superficial Injury Of Unspecified Body Region, Bitten

Or Struck By Dog, Gingivitis dan Penyakit Periodontal, Gangguan Perkembangan dan

Erupsi Gigi.

Berdasarkan Permenkes no 75 tahun 2014 UPTD Puskesmas Mengwi I sudah

melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat Essensial dan Keperawatan Kesehatan

Masyarakat serta Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan. UKM Essenssial dan

40
Keperawatan Kesehatan Masyarakat meliputi Pelayanan Promosi Kesehatan,

Pelayanan Kesehatan Lingkungan, Pelayanan KIA dan KB, Pelayanan Perbaikan Gizi

Masyarakat, Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Pelayanan

Keperawatan Kesehatan Masyarakat, sedangkan Upaya Kesehatan Masyarakat

Pengembangan yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan

di masyarakat, dilaksanakan sesuai dengan kemampuan Puskesmas dan situasi kondisi

serta kebutuhan wilayah kerja Puskesmas antara lain Pelayanan Kesehatan Tradisional

Komplementer, Pelayanan Kesehatan Olahraga, Pelayanan Kesehatan Kerja, Pelayanan

Kesehatan Indera, Pelayanan Kesehatan Usila, Pelayanan Kesehatan Jiwa, PIS-PK.

Selain Upaya Kesehatan Masyarakat tersebut, Puskesmas juga melakukan Upaya

Kesehatan Perorangan, Farmasi dan Laboratorium yang meliputi Pelayanan

Pengobatan (Poliklinik, UGD dan Rawat Inap), Laboratorium, Kefarmasian (Gudang

Obat dan Apotek), Loket, Pelayanan Kesehatan / Konseling Gizi. Puskesmas juga

memiliki Jaringan Pelayanan Puskesmas dan Jejaring Fasilitas Pelayanan yaitu

Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan P3K (Puskesmas Mengwi I, 2020).

B. Ringkasan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada pasien kelolaan pada

tanggal 27 April 2022 pukul 10.20 WITA di ruang Poli KIA Puskesmas Mengwi I .

Dari data pengkajian didapatkan hasil wawancara dengan pasien dan rekam medis

pasien. Data yang diperoleh yaitu, pasien atas nama Ny. R, umur 23 tahun, jenis

41
kelamin perempuan , agama Hindu, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu rumah

tangga, alamat , Br. Sangiang, Ds. Kekeran , No 00115436, dengan diagnosa medis

G1P1A0H1

Pasien mengatakan datang untuk kontrol pasca melahirkan 7 hari yang lalu

dan pasien mengatakan susah untuk memberikan ASI pada anaknnya dan nyeri

pada payudara. Klien mengatakan setelah melahirkan ASI tidak keluar selama

seminggu sehingga bayi diberi susu formula (keterlambatan produksi ASI), klien

mengatakan bayi menolak menyusu, klien mengatakan puting susu tidak keluar,

klien mengatakan ASI nya keluar setelah tiga hari persalinan tetapi produksi ASI

nya hanya sedikit, klien mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara, isapan

bayi pada payudara tidak kontinue dan bayi menolak untuk lacth on. nyeri

dirasakan seperti tertekan , skala nyeri 5.(dari 0-10 skala yang diberikan), rasa

nyeri dirasakan saat beraktivitas. Tanda-tanda vital : tekanan darah 123/73 mmHg,

suhu 36,5C, nadi 73x/menit, respirasi 20x/menit dan SpO2 99%. tidah ada

kemerahan dan tidak derdapat pus pada peinium. Keadaan umum klien baik,

kesadaran klien Compos Mentis, berat badan 51 kilo gram, tinggi badan 157 cm

. Pemeriksaan fisik kepala leher, kepala klien mesochepal, tidak ada

benjolan, rambut bersih. Mata klien konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

simetris kanan dan kiri. Hidung klien tidak ada polip, tidak ada secret, bersih.

Mulut klien tidak ada stomatitis, mukosa bibir klien lembab, tidak ada caries gigi,

telinga klien simetris, bersih. Leher klien tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Masalah khusus pada pengkajian kepala leher tidak ada. Payudara klien teraba isi,

42
puting susu, aroela mamae hiperpigmentasi, mamae simetris, kolostrum keluar.

Pengeluaran asi masih sedikit, tidak lancar. Masalah khusus yaitu pengeluaran asi

tidak lancar.

Keluhan Klien mengatakan setelah melahirkan ASI tidak keluar selama

seminggu sehingga bayi diberi susu formula (keterlambatan produksi ASI), klien

mengatakan bayi menolak menyusu, klien mengatakan puting susu tidak keluar,

klien mengatakan ASI nya keluar setelah seminggu persalinan tetapi produksi ASI

nya hanya sedikit, klien mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara, isapan

bayi pada payudara tidak kontinue dan bayi menolak untuk lacth on dan pasien

mengatakan nyeri pada payu dara akaibat ASI tidak bisa keluar.

2. Analisa Data

Analisa data dilakukan pada tanggal 27 April 2022, didapatkan data

subjektif: . Klien mengatakan setelah melahirkan ASI tidak keluar selama

seminggu sehingga bayi diberi susu formula (keterlambatan produksi ASI), klien

mengatakan bayi menolak menyusu, klien mengatakan puting susu tidak keluar,

klien mengatakan ASI nya keluar setelah tiga hari persalinan tetapi produksi ASI

nya hanya sedikit, klien mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara, isapan

bayi pada payudara tidak kontinue dan bayi menolak untuk lacth on. Data

objektif : pasien tampak tampak meringis kesakitan,putting susu pasien tampak

kotor, payudara pasien tampak bengkak, tanda-tanda vital : : tekanan darah

43
123/7380 mmHg, suhu 36,5C, nadi 73x/menit, respirasi 20x/menit dan SpO2

99%.

3. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan, lalu dilakukan analisa kasus

didapatkan masalah keperawatan yang muncul adalah Ketidakefektifan pola

pemberian ASI berhubungan dengan ketidakadekuatan pengeluaran suplai ASI

ditandai dengan ASI tidak keluar selama seminggu sehingga bayi diberi susu

formula (keterlambatan produksi ASI), klien mengatakan bayi menolak menyusu,

klien mengatakan puting susu tidak keluar, klien mengatakan ASI nya keluar

setelah tiga hari persalinan tetapi produksi ASI nya hanya sedikit, klien

mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara, isapan bayi pada payudara tidak

kontinue dan bayi menolak untuk lacth on. : tekanan darah 123/7380 mmHg, suhu

36,5C, nadi 73x/menit, respirasi 20x/menit dan SpO2 99%

44
4. Intervensi Keperawatan

Pada intervensi atau rencana keperawatan diagnosa pertama yaitu Ketidak

efektifan pemberian ASI berhubungan dengan ketidak adekuatan pengeluaran

suplai ASI dengan tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3 kali kunjungan diharapkan masalah ketidak efektifan pemberian ASI

teratasi dengan kriteria hasi yaitu ASI teratasi dengan Ibu dan bayi mengalami

pemberian ASI yang efektif yang ditujukan dengan pengetahuan tentang menyusui

dan mempertahankan posisi menyusui, dan Bayi menunjukkan kemantapan

menyususi ditandai dengan sikap dan penempelan sesuai, menghisap dan

menempatkan lidah dengan benar, memegang aerola dengan tepat, menelan dapat

didengar dan menyusui minimal 8 kali sehari. Mengenali isyarat lapar dari bayi

dengan segera. . Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu Pantau keterampilan

ibu dalam menempelkan bayi pada putting, Pantau integrasi kulit putting,

Instruksikan kepada ibu tentang teknik terapi pijat breascare dengan cara

Mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal ke arah putting susu,

Membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir

pada putting susu (dilakukan 5-6 kali/20-30 kali) pada kedua payudara meletakkan

kedua tangan diantara payudara, mengurut dari tengah ke atas sambil mengangkat

kedua payudara dan lepaskan keduanya perlahan dan selanjutkan Ajarkan teknik

menyusui yang meningkatkan keterampilan dalam menyusui bayinya,

demonstrasikan perawatan payudara sesuai dengan kebutuhan.

45
5. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang diberikan pada Ny. R diberikan selama 3 x

kunjungan dengan durasi 45 menit dalam sekali kunjungan yaitu pada tanggal 27

April 2022 pukul 10.20 WITA 28 April 2022, dan 29 April 2022pukul 11.00 wita.

Kunjungan hari pertama pada tanggal 27 April 2022 pukul 10.20 wita, bertempat

di Puskesmas Mengwi 1, dilakukan tindakan mengevaluasi Memonitor

keterampilan ibu dalam menempelkan bayi pada puting . Respon subyektif pasien

pasien mengatakan bayi sering menolak saat putting dimasukan kedalam mulutnya pasien

mengatakan ASInya susah keluar dan pada saat memeberikan ASI pasien mengatakan

tanpa membersihkan putting terlebih dahulu, pasien mengatakan belum pernah

mendapatkan penyuluhan tentang perawatan payudara. Respon objektif pasien tampak

masih bingung dalam memebrerikan asi, payudara pasien tampak kotor, payudara pasien

tampak bengkak, selanjutnya Memonitor kepada ibu tentang teknik terapi pijat

breascare. Respon subyektif pasien mengatakan sebelumnya belum pernah diberikan

terapi pemijatan breascare pada payudara. pasien mendengarkan inruksi dari perawat.

Kunjungan hari kedua pada tanggal 28 April 2022 pukul 13.45 bertempat di

Puskesmas Mengwi 1, Memonitor kepada ibu tentang teknik terapi pijat

breascare.. Respon subyektif pasien mengetakan sudah lebih nyaman, bengkak pada

payudara pasien sudah mulai berkurang dan pasien sudah mencoba melakukan untuk

memijat payudara dan membersihkan payudara tapi ASI belum bisa keluar dengan lancar .

Respon objektif pasien tampak lebih tenang tidak meringis, payudara pasien tampak

46
sudah lebih bersih, dan bengkak sudah berkurang.

Kunjungan hari ketiga pada tanggal 29 April 2022pukul 11.00 wita

bertempat di Puskesmas Mengwi 1, Memonitor kepada ibu tentang teknik terapi

pijat breascare. Respon subyektif pasien mengatakan setelah dikompres dengan

air hangat dan diberikan terapi pijat breascare dengan beby oilpasien merasa

payudaranya lebih bersih dan bengkak pada payudara sudah mulai berkurang, ASI

sudah bisa keluar, dan pasien mengatakan bayinya sudah tidak menolak setiap

diberikan ASI, dan pasien mengatakan sudah mengerti cara melakukan pijat

breascare. Respon objektif pasien tampak sudah lebih nyaman, ASI pasien tampak

sudah bisa keluar, payudara pasien tampak lebih bersih dan bengkak pada payudara

pasien sudah berkurang, bayi sudah bisa menyusu dengan adekuat.

6. Analisis Evaluasi

Evaluasi dari asuhan keperawatan pada Ny.R dengan Ketidakefektifan pola pemberian

ASI yaitu, Subjektif : pasien mengatakan bayinya sudah mau menyusu dengan baik,

klien mengatakan bengkak pada payudaranya sudah berkurang, pasin mengatakan

paudaranya lebih bersih, dan pasien mengatakan sudah mengerti cara untuk

melakuakan pijat Breascare dan melakukan perawatan payudara Objektif:

Payudara pasien tampak sudah bersih, bengkak pada payudara pasien sudah

berkurang, pasien tampak sudah bisa menyusui dengan benar dengan

membersihkan payudara terlebih dahulu, dan pasien tampak sudah bisa melalukan

terapi pijat breascare dengan benar . tekanan darah 123/7380 mmHg, suhu 36,5C,

nadi 73x/menit, respirasi 20x/menit dan SpO2 99%, Assesment : Masalah teratasi,

47
Planning : Pertahankan kondisi.

48
BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Karakteristik Pasien

Hasil wawancara di UPTD Mengwi 1 didapatkan hasil bahwa pasien atas

nama Ny. R, dengan umur 23 Tahun. Pasien dengan diagnosa G1, P1, A0, H1 yaitu

ketidak efektifan pemberian ASI dalam deficit pengetahuan pada ibu post partum.

Pasien mengalami gangguan yaitu ASI tidak keluar yang disebabkan payu dara

membengkak dan putting susu tidak menonjol.

Berdasarkan karakteristik pasien pada kasus kelolaan ini, penyebab terjadinya

ASI kurang efektif dapat dipengaruhi adanya tidak tahu cara perawatan payudara,

manfaat payudara dan pada masa nifasnya ada masalah yang dialami. Pada kasus

kelolaan, kondisi terjadinya ASI kurang efektif yaitu puting susu tidak

menojol/terbenam sehingga ASInya tidak keluar dan setelah beberapa hari

kemudian baru keluar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soleha, Nur (2019)

yang berjudul ” Pengaruh Perawatan Payudara Terhadap Produksi ASI Ibu Nifas”

menyebutkan bahwa Kesibukan Ibu untuk bekerja memungkinkan untuk

memberikan bayinya dengan susu formula atau Asi ibu tersebut sangat sedikit

produksinya atau pun kendala lainya sehingga banyak ibu memberikan bayinya susu

formula untuk pengganti ASI dan Faktor yang berpengaruh terhadap lancarnya

produksi Air Susu Ibu antara lain adalah dengan melakukan perawatan payudara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,002, yang menunjukkan

49
bahwa perawatan payudara pada ibu nifas berpengaruh terhadap produksi ASI.

Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI antara lain pengetahuan,

ibu harus bekerja, ibu sakit, pengaruh iklan atau promosi susu formula, meniru

teman yang memberikan susu formula, takut kehilangan daya 31 tarik sebagai

wanita, tekanan batin, kurangnya dukungan tenaga kesehatan, kesulitan bayi dalam

menghisap serta ibu merasa produksi ASInya kurang (Wahyuningsih, 2019)

Penelitian yang dilakukan oleh (Wijayanti, 2016) yang berjudul “Efektifitas

Breast Care Post Partum terhadap Produksi Asi” menyebutkan bahwa Banyak faktor

yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif diantaranya pengetahuan,

sosial budaya, psikologis, fisik ibu, perilaku/rangsangan dan tenaga kesehatan. Dari

faktor psikologis ibu, akan berkaitan dengan produksi ASI, dimana apabila hati ibu

senang, bahagia maka produksi ASI akan melimpah. Faktor rangsangan berupa

perawatan payudara dengan metode breast care secara rutin. Hasil perhitungan

independent t-test diketahui bahwa besarnya nilai thit (16.40) > t-tab (1.691).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Breastcare Postpastum efektif

meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui.

B. Analisis Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan utama yang muncul pada kasus kelolaan pada Ny. R

adalah Pasien mengatakan datang untuk kontrol pasca melahirkan 7 hari yang lalu

50
dan pasien mengatakan susah untuk memberikan ASI pada anaknnya dan nyeri

pada payudara. Klien mengatakan setelah melahirkan ASI tidak keluar selama

seminggu sehingga bayi diberi susu formula (keterlambatan produksi ASI), klien

mengatakan bayi menolak menyusu, klien mengatakan puting susu tidak keluar,

klien mengatakan ASI nya keluar setelah tiga hari persalinan tetapi produksi ASI

nya hanya sedikit, klien mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara, isapan

bayi pada payudara tidak kontinue dan bayi menolak untuk lacth on. nyeri

dirasakan seperti tertekan , skala nyeri 6 (dari 0-10 skala yang diberikan), rasa

nyeri dirasakan saat beraktivitas. Tanda-tanda vital : tekanan darah 123/7380

mmHg, suhu 36,5C, nadi 73x/menit, respirasi 20x/menit dan SpO2 99%. tidah ada

kemerahan dan tidak derdapat pus pada peinium. Keadaan umum klien baik,

kesadaran klien Compos Mentis, berat badan 51 kilo gram, tinggi badan 157 cm.

Karakteristik ibu nifas pada penelitian ini berdasarkan pekerjaan sebagian

besar responden yang melakukan Breastcare sebanyak 17 responden (54,8%)

bekerja dengan terbukanya peluang kerja dan tuntutan untuk bekerja untuk

mendukung keluarga mereka maka kebanyakan ibu memilih bekerja di luar rumah,

ibu yang bekerja tidak dapat berhubungan sepenuhnya dengan bayi, menyebabkan

frekuensi pemberian ASI menurun dan produksi ASI akan menurun. Keadaan ini

menyebabkan ibu berhenti menyusui. Dengan demikian, seorang ibu yang bekerja

untuk menyusui secara eksklusif kemungkinan menurun dalam kuantitas dan

kualitas (Wijayanti, 2016).

51
C. Analisis Intervensi

Berdasarkan dari masalah keperawatan yang muncul pada kasus kelolaan,

maka intervensi yang penulis fokuskan pada maslah keperawatan Keluhan Klien

mengatakan setelah melahirkan ASI tidak keluar selama seminggu sehingga bayi

diberi susu formula (keterlambatan produksi ASI), klien mengatakan bayi menolak

menyusu, klien mengatakan puting susu tidak keluar, klien mengatakan ASI nya

keluar setelah seminggu persalinan tetapi produksi ASI nya hanya sedikit, klien

mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara, isapan bayi pada payudara tidak

kontinue dan bayi menolak untuk lacth on dan pasien mengatakan nyeri pada payu

dara akaibat ASI tidak bisa keluar dengan Perawatan payudara (Breast Care).

Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat payudara yang

dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI. Breastcare post

partum adalah perawatan payudara pada ibu setelah melahirkan sedini mungkin.

Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan teratur

untuk memelihara kesehatan payudara dengan tujuan untuk mempersiapkan laktasi

pada waktu post partum.

Perawatan payudara sering disebut breast care dilakukan untuk memelihara

payudara dan memperbanyak dan memperlancar produksi ASI (Lisa, 2018).

perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat payudara yang

dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI, selain itu untuk

kebersihan payudara dan bentuk putting susu yang masuk ke dalam atau datar.

52
Puting susu demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui

dengan baik dengan mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu untuk

mengusahakan agar puting susu lebih mudah sewaktu menyusui. Disamping itu juga

sangat penting memperhatikan kebersihan personal hygiene (Wahyuningsih, 2019).

Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan tetapi juga

dilakukan setelah melahirkan. Perawatan payudara dilakukan sehari dua kali saat

mandi dan bila ada masalah dengan menyusui juga dilakukan dua kali sehari. Saat

seorang wanita hamil, pada tubuhnya terjadi perubahan – perubahan yang memang

secara alamiah antara lain perubahan berat badan, perubahan pada kulit dan

perubahan payudara (Yuniarti, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurahmawati, yang berjudul ”

Penyuluhan Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas Pasca Persalinan Dini Dalam

Memberikan ASI Eksklusif Di Rumah Sakit Angkatan Darat Di Kota Kediri” bahwa

Hasil dari penyuluhan perawatan payudara oleh tenaga kesehatan sangat bermanfaat

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu nifas.

D. Analisis Implementasi

Implementasi keperawatan yang diberikan pada Ny. R diberikan selama 3 x

kunjungan dengan durasi 45 menit dalam sekali kunjungan. Implementasi Breas

Care dilakukan dengan Tempelkan kapas yang sudah di beri minyak atau baby oil

53
selama 5 menit, kemudian putting susu di bersihkan. Letakan kedua tangan di antara

payudara Mengurut payudara dimulai dari arah atas, kesamping lalu kearah bawah.

Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan kearah sisi

kanan.Melakukan pengurutan kebawah dan kesamping. Pengurutan melintang

telapak tangan mengurut kedepan kemudian kedua tangan dilepaskan dari payudara,

ulangi gerakan 20 – 30 kali. Tangan kiri menopang payudara kiri 3 jari tangan

kanan membuat gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara

sampaipada puting susu, lakukan tahap yang sama pada payudara kanan.

Membersihkan payudara dengan air hangat lalu keringkan payudara dengan handuk

bersih, kemudian gunakan bra yang bersih dan menyokong (Soleha, 2019).

Perawatan Payudara Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan

kelanjutan perawatan payudara semasa hamil, mempunyai tujuan antara lain:

a) Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi.

b) Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet.

c) Untuk menonjolkan puting susu.

d) Menjaga bentuk buah dada tetap bagus

e) Untuk mencegah terjadinya penyumbatan

f) Untuk memperbanyak produksi ASI

g) Untuk mengetahui adanya kelainan (Wijayanti, 2016).

54
E. Analisis Evaluasi

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada pasien kelolaan pada

tanggal 27 April 2022 pukul 10.20 WITA di ruang Poli KIA Puskesmas Mengwi I .

Dari data pengkajian didapatkan hasil wawancara dengan pasien dan rekam medis

pasien. Data yang diperoleh yaitu, pasien atas nama Ny. R, umur 23 tahun. Pasien

mengatakan datang untuk kontrol pasca melahirkan 7 hari yang lalu dan pasien

mengatakan susah untuk memberikan ASI pada anaknnya dan nyeri pada payudara.

Klien mengatakan setelah melahirkan ASI tidak keluar selama seminggu sehingga

bayi diberi susu formula (keterlambatan produksi ASI), klien mengatakan bayi

menolak menyusu, klien mengatakan puting susu tidak keluar, klien mengatakan

ASI nya keluar setelah tiga hari persalinan tetapi produksi ASI nya hanya sedikit,

klien mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara, isapan bayi pada payudara

tidak kontinue dan bayi menolak untuk lacth on. nyeri dirasakan seperti tertekan ,

skala nyeri 6 (dari 0-10 skala yang diberikan), rasa nyeri dirasakan saat

beraktivitas. Tanda-tanda vital : tekanan darah 123/7380 mmHg, suhu 36,5 C, nadi

73x/menit, respirasi 20x/menit dan SpO2 99%. tidah ada kemerahan dan tidak

derdapat pus pada peinium. Keadaan umum klien baik, kesadaran klien Compos

Mentis, berat badan 51 kilo gram, tinggi badan 157 cm.

Penelitian yang dilakukan oleh (Yuniarti, 2018) yang berjudul “Metode

Breast Care Meningkatkan Volume Asi Pada Ibu NifaS” menyatakan w. Pada Ibu

nifas diukur jumlah volume ASI pada hari ke 7 pasca persalinan sebelum dilakukan

breast care dan pada hari ke 14 setelah dilakukan breast care selanjutnya dilakukan

55
analisis data dengan menggunakan paired t-test. Hasil yang didapatkan sebelum

dilakukan intervensi rata-rata volume ASI ibu nifas sebesar 0,18 ml sedangkan

setelah intervensi didapatkan rata-rata volume ASI ibu nifas sebesar 14,36 ml,

berdasarkan analisis data terdapat efektivitas Breast care terhadap pengeluaran

volume ASI dengan nilai P=0.000 (P<0.05 . Kesimpulan ada pengaruh yang

signifikan terhadap pengeluaran volume ASI pada ibu nifas yang diberikan breast

care.

56
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Adapun kesimpulan dari Analisis Asuhan Keperawatan Pemberian Intervensi Terapi

Breas Care Pada ibu Post Partum dengan ketidak efektipan pemberian ASI di UPTD

Puskesmas Mengwi I, yaitu :

1. Pasien kelolaan adalah pasien dari ruang periksa Poli Umum Ny. M dengan usia 23

tahun, jenis kelamin perempuan dengan diagnosa Pasien mengatakan datang untuk

kontrol pasca melahirkan 7 hari yang lalu dan pasien mengatakan susah untuk

memberikan ASI pada anaknnya dan nyeri pada payudara. Klien mengatakan setelah

melahirkan ASI tidak keluar selama seminggu sehingga bayi diberi susu formula

(keterlambatan produksi ASI), klien mengatakan bayi menolak menyusu, klien

mengatakan puting susu tidak keluar, klien mengatakan ASI nya keluar setelah tiga

hari persalinan tetapi produksi ASI nya hanya sedikit, klien mengatakan tidak tahu cara

perawatan payudara, isapan bayi pada payudara tidak kontinue dan bayi menolak untuk

lacth on. nyeri dirasakan seperti tertekan.

2. Rencana keperawatan yang diberikan kepada Ny. R, yaitu pemberian Breas Care

bertujuan untuk merawat payudara pasien

3. Pelaksanaan Implementasi keperawatan yang diberikan pada Ny. R diberikan selama 3

x kunjungan dengan durasi 45 menit dalam sekali kunjungan.

57
4. Evaluasi keperawatan yang didapatkan setelah pemberian BreasCare berupa, pasien

mengatakan intensitas nyeri berkurang, volume asi meningkat skala nyeri 6 (dari 0-10

skala yang diberikan), rasa nyeri dirasakan saat beraktivitas. Tanda-tanda vital :

tekanan darah 123/7380 mmHg, suhu 36,5C, nadi 73x/menit, respirasi 20x/menit dan

SpO2 99%. tidah ada kemerahan dan tidak derdapat pus pada peinium.

B. Saran

1. Badan Pelayanan Kesehatan

Penulis berharap hasil karya ilmiah ini dapat digunakan oleh badan pelayanan

kesehatan untuk mengatasi tekanan darah tinggi pada pasien post partum dengan

ketidakefektifan pemberian ASI dengan pemberian terapi Breas Care.

2. Bidang Pendidikan

Penulis berharap kepada bidang pendidikan, hasil karya ilmiah ini dapat digunakan

sebagai referensi pembelajaran serta membantu memberikan edukasi kepada

masyarakat tentang manfaat dari pelaksanaan terapi Breas Care terhadap pasien post

partum dengan ketidakefektifan pemberian ASI.

3. Penulis Karya Ilmiah Selanjutnya

Penulis berharap hasil karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai referensi dalam

melakukan penggaliann manfaat lebih mendalam tentang terapi Breas care khususnya

pada pasien pasien post partum dengan ketidakefektifan pemberian ASI.

58
DAFTAR PUSTAKA

Lisa, U. F. (2018). Efektivitas Kombinasi Pijat Oksitosin dan Breast Care terhadap

Kelancaran ASI pada Ibu Post Partum Normal Effectiveness of Combination of

Oxytocin Massage and Breast Care on The Assistance of ASI in Normal Post Partum.

4(2), 147–155.

Nuraeni, E. (2019). Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Beresiko Dengan Kejadian

Hipertensi Di Klinik X Kota Tangerang. Jurnal JKFT, 4(1), 1.

https://doi.org/10.31000/jkft.v4i1.1996

Soleha, S. N. (2019). Pengaruh Perawatan Payudara Terhadap Produksi ASI Ibu Nifas

The Effect of Breast Care on Breast Milk Production of Postpartum Mother. 6(2), 98–

106.

Wahyuningsih, E. (2019). Efektivitas Pijat Endorpin Dan Pijat Breastcare Terhadap

Kelancaran Produksi Asi Pada Ibu Nifas Di Rsu Pku Muhammadiyah Delanggu.

9(17), 47–60.

Wijayanti, T. (2016). Jurnal Kebidanan EFEKTIFITAS BREAST CARE POST PARTUM

TERHADAP PRODUKSI POSTPARTUM BREASTCARE EFFECTIVENESS OF

PRODUCTION ASI Upaya pemeliharaan kesehatan Di Indonesia pada tahun 2014

cakupan ASI Ekslusif masih di bawah kemudian di Propinsi Jawa Tengah Kes.

VIII(02), 201–208.

Yuniarti. (2018). METODE BREAST CARE MENINGKATKAN VOLUME ASI Abstrak

Jurnal : Buletin Media Informasi Kesehatan. 7, 5–8.

59
60

Anda mungkin juga menyukai