Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi karena

merupakan makanan alamiah yang sempurna, mudah dicerna oleh bayi dan

mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan,

kekebalan dan mencegah berbagai penyakit serta untuk kecerdasan bayi,

aman dan terjamin kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi

agar terhindar dari gangguan pencernaan seperti diare, muntah dan

sebagainya (Setiawan A, 2009).


Pelayanan kesehatan bayi termasuk salah satu dari beberapa indikator

yang bisa menjadi ukuran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi.

Pelayanan kesehatan pada bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari sampai

dengan 11 bulan dengan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan

dokter, bidan, dan perawat di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Pelayanan ini salah satunya adalah tentang penyuluhan ASI Eksklusif (Profil

Kesehatan RI, 2015).


Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh World Health

Organization (WHO) pada tahun 2016 menyatakan bahwa baru sekitar 35%

bayi usia 0-6 bulan di dunia yang diberi ASI Ekslusif. Data lain juga

didapatkan bahwa presentasi ibu di ASIA pada tahun 2015 yang memberikan

ASI Ekslusif sebesar 42%. Data kedua hasil survey tersebut dapat

disimpulkan bahwa pemberian ASI secara Ekslusif masih tergolong rendah

(Cai et al, 2016).


Cakupan pemberian ASI Eksklusi secara Nasional di Indonesia

berfluktuasi selama 3 tahun terakhir, cakupan pemberian ASI eksklusif pada


1
2

bayi 0-5 bulan turun dari 62,2% tahun 2016 menjadi 56,2% pada tahun 2017,

namun meningkat lagi pada tahun 2018 menjadi 61,3%. Pencapaian Tersebut

jauh dari yang di target kan oleh kementrian kesehatan yang menargetkan

pemberian ASI eksklusif sebesar 80%.


Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Pasaman Barat, bahwa

cakupan pemberian ASI eksklusif Tahun 2017 mencapai 49,21% atau 3.214

bayi hal ini menggambarkan bahwa pemberian ASI Eksklusif di Provinsi

Pasaman Barat menurun dibandingkan tahun 2063 yaitu 51,6% (Dinkes

Pasaman Barat, 2018).


Menciptakan pemberian ASI sejak hari pertama tidak selalu mudah

karena banyak ibu menghadapi masalah dalam melakukannya. Kejadian yang

sering terjadi pada hari pertama menyusui adalah sulitnya ASI keluar. Hal ini

membuat ibu berpikir bahwa bayi mereka tidak akan mendapat cukup ASI

sehingga ibu sering mengambil langkah berhenti menyusui dan menggantinya

dengan susu formula. (Nainggolan M, 2009).


Salah satu masalah yang terjadi pada waktu menyusui yaitu bendungan

ASI. Bendungan ASI adalah penyempitan pada saluran ASI yang disebabkan

karena air susu mengental sehingga menyumbat lumen saluran. Penyebab

terjadinya bendungan ASI adalah ASI yang tidak segera dikeluarkan yang

menyebabkan penyumbatan pada aliran vena dan limfe sehingga aliran susu

menjadi terhambat dan tertekan ke saluran air susu ibu sehingga terjadinya

peningkatan aliran vena dan limfe yang menyebabkan payudara bengkak. Hal

ini di sebabkan karena perubahan proses fisiologis yang terjadi pada sistem

endokrin karena hormon oksitosin yang di sekresikan ke kelenjar otak bagian

belakang, yang bekerja pada otot uterus dan jaringan payudara. Pada tahap
3

ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan

dapat merangsang produksi ASI, bila ASI tidak segera dikeluarkan maka akan

terjadi bendungan ASI (Clara, 2016).


Menurut data WHO terbaru pada tahun 2014 di Amerika Serikat

persentase perempuan menyusui yang mengalami Bendungan ASI rata-rata

mencapai 87,05 % atau sebanyak 8242 ibu nifas dari 12.765 orang, pada

tahun 2015 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 7198 orang dari

10.764 orang dan pada tahun 2016 terdapat ibu yang mengalami bendungan

ASI sebanyak 6543 orang dari 9.862 orang (WHO, 2015).


Menurut data ASEAN tahun 2014 disimpulkan bahwa presentase

cakupan kasus bendungan ASI pada ibu nifas tercatat 107.654 ibu nifas, pada

tahun 2014 terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan ASI sebanyak

95.698 orang, serta pada tahun 2015 ibu yang mengalami bendungan ASI

sebanyak 76.543 orang. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat

dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah (Depkes

RI, 2014).
Ibu nifas yang mengalami Bendungan ASI di Provinsi Sumatera Barat

pada tahun 2016 sebanyak 35.985 atau (15,60 %) ibu nifas, serta pada tahun

2017 ibu nifas yang mengalami Bendungan ASI sebanyak 77.231 atau (37, 12

%) (SDKI, 2016).
Dinas Kesehatan daerah kabupaten Pasaman Barat terdapat data ibu

nifas fisiologis sebanyak 3021 orang dan 445 orang diantaranya mengalami

Bendungan ASI dan 266 ibu nifas yang mengalami mastitis (Pasaman Barat,

2017).
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Kinali Kabupaten

Pasaman Barat pada tahun 2018 sebanyak 32,1% ibu menyusui mengalami
4

bendungan ASI, sedangkan pada tahun 2019 meningkat menjadi 39.4% ibu

menyusui yang mengalami bendungan ASI (Puskesmas Kinali, 2019).


Salah satu dampak negatif dari bendungan ASI yaitu terjadinya abses

payudara bahkan sampai mastitis. Ibu yang mengalami masalah bendungan

ASI pada masa nifas berpengaruh buruk pada capaian ASI eksklusif karena

salah satu faktor yang membuat ibu tidak memberikan ASI kepada bayi

karena masalah bendungan ASI (Cunnningham, 2013).


Dalam penelitian, bendungan ASI di Indonesia banyak terjadi pada ibu-

ibu pekerja, sekitar 16% adalah para ibu yang menyusui. Kejadian bendungan

ASI di Indonesia pada tahun 2016 yaitu 42,8% (Depkes RI, 2016). Kesibukan

dalam keluarga menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam

melakukan perawatan payudara setelah melahirkan sehingga cenderung

mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kejadian bendungan ASI (Penti,

2017).
Pada umumnya masalah menyusui terjadi dalam dua minggu pertama

masa nifas. Pada masa ini, pengawasan dan perhatian petugas kesehatan

sangat diperlukan agar masalah menyusui dapat segera ditanggulangi,

sehingga tidak menjadi penyulit atau menyebabkan kegagalan menyusui.

(Sitti Saleha, 2009;102). Namun biasanya pada ibu nifas belum mau

meluangkan waktu untuk melakukan perawatan payudara, karena pada

perawatan payudara membutuhkan waktu yang lama, pengetahuan dan

ketrampilan yang cukup. Apabila perawatan payudara kurang atau sama

sekali tidak dilakukan maka akan terjadi sumbatan sehingga terjadi

bendungan ASI (Penti, 2017).


5

Perawatan payudara sangat penting dilakukan tidak hanya saat hamil

tetapi yang paling penting setelah melahirkan, dalam upaya meningkatkan

produksi ASI, dan mencegah terjadinya bendungan ASI pada payudara

apabila tidak diatasi akan terjadi mastitis pada payudara. Perawatan yang

dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan

mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga memperlancar pengeluaran

ASI. (Sitti Saleha, 2009;112). Perlu adanya informasi tentang perawatan

payudara, bendungan ASI pada ibu nifas baik dari petugas kesehatan, kader

terlatih yang ada di masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan

bayi (Nurhayati, 2017).


Berdasarkan hasil penelitian nurhayati (2017) hasil penelitian

didapatkan hasil bahwa p value (0,036) <0.05 berarti H0 diterima (p value <

α). Uji statistik menunjukan ada hubungan antara pengetahuan ibu

postpartum tentang tehnik menyusui dengan terjadinya bendungan ASI.


Penelitian lainnya dilakukan oleh Penti Dora (2017) menyatakan ada

hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang perawatan payudara

dengan kejadian bendungan ASI dengan p value 0,003 Sedangkan untuk

variabel dependent sikap terdapat hubungan yang bermakna antara sikap

tentang perawatan payudara dengan kejadian bendungan ASI dengan p value

0,001.
Berdasarkan hasil penelitian Novarita Oruza (2018) menyatakan

pengaruh frekuensi menyusui dengan nilai p= 0,000<0,05, kondisi puting

dengan nilai p= 0,007<0,05, perlekatan payudara dengan nilai p= 0,003<0,05,

posisi menyusui dengan nilai p= 0,007<0,05, perawatan payudara dengan

nilai p= 0,005<0,05 dengan bendungan ASI di Wilayah Kerja Puskesmas


6

Rambung Merah Kabupaten Simalungun Tahun 2018 dan hasil analisis

multivariat dengan menyatakan faktor yang paling dominan memengaruhi

kejadian bendungan ASI adalah variabel frekuensi menyusui dengan nilai sig

p=0,000<0,05 dan nilai B atau logaritma natural terbesar yaitu 3,740.


Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan kepada 10 orang ibu

menyusui, 5 orang diantaranya mengalami bendungan ASI. Berdasarkan hasil

wawancara yang peneliti lakukan, ibu yang mengalami bendungan ASI

mengatakan tidak tahu cara mengatasi bendungan ASI tersebut karena jarang

mendapat informasin dari petugas kesehatan. Selain itu ibu yang mengalami

bendungan ASI tidak melakukan perawatan payudara.


Berdasarkan latar belakang diatas penulis tetertarik meneliti tentang

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Post Partum di

Wilayah Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah bagaimanakah ” Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI

Pada Ibu Post Partum di Wilayah Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat

Tahun 2020”?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Post Partum di Wilayah Puskesmas

Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020”.

2. Tujuan Khusus
7

a. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian bendungan ASI pada ibu

post partum di Wilayah Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat

Tahun 2020.
b. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu post

partum di Wilayah Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun

2020.
c. Mengetahui distribusi frekuensi Sikap ibu post partum di Wilayah

Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.


d. Mengetahui distribusi frekuensi peran petugas kesehatan di

Wilayah Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.


e. Mengetahui distribusi frekuensi perawatan payudara di Wilayah

Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.


f. Mengetahuan hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian

bendungan ASI pada ibu post partum di Wilayah Puskesmas Kinali

Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.


g. Mengetahui hubungan sikap dengan kejadian bendungan ASI pada

ibu post partum di Wilayah Puskesmas Kinali Kabupaten Pasaman Barat

Tahun 2020.
h. Mengetahui hubungan peran petugas kesehatan dengan kejadian

bendungan ASI pada ibu post partum di Wilayah Puskesmas Kinali

Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.


i. Mengetahui hubungan perawatan payudara dengan kejadian

bendungan ASI pada ibu post partum di Wilayah Puskesmas Kinali

Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020.

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Ilmiah
8

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

pengembangan ilmu tentang faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

kejadian bendungan ASI pada ibu post partum.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi ibu
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi ibu untuk

menambah pengetahuan ibu tentang masalah bendungan ASI.


b. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar dalam

pengembangan kurikulum pendidikan, khususnya mengenai permasalahan

bendungan ASI pada ibu post partum.

c. Bagi tenaga Kesehatan


Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran tentang

faktor yang dapat mempengaruhi kejadian bendungan ASI pada ibu post

partum.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang akan

melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang masalah bendungan

ASI pada ibu post partum.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini membahas tentang ”Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Bendungan ASI Pada Ibu Menyusui di Wilayah Puskesmas

Kinali Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2020”. Tujuan dalam penelitian ini

untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain

crossectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kinali, jumlah sampel dalam


9

penelitian ini 187 orang dengan jumlah sampel 65 orang. teknik pengambilan

sampel simple random sampling. Penelitian direncanakan pada bulan

Februari Tahun 2020. Data yang digunakan adalah data primer, analisis data

secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square untuk

melihat hubungan antara variabel independen dan dependent.

Anda mungkin juga menyukai