Disusun untuk Melengkapi Salah Satu Laporan Kasus Praktik Klinik Stase Peminatan
Perioperatif Care Tahun Akademik 2023/2024
Disusun Oleh :
Syaif Al-Islam
Nomor Induk Mahasiswa A12020142
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan adalah sebuah proses yang dimulai dari tahap konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal adalah 38 minggu - 40 minggu dihitung dari
haripertama haid terakhir. Di masa kehamilan memungkinkan untuk ibu hamil
mengalami beberapa masalah yang merupakan tanda bahaya kehamilan,yaitu muntah
terus menerus,demam tinggi,kaki bengkak,ketuban pecah dini,dan perdarahan. Ketuban
pecah dini atau premature rupture of membrane (PROM) adalah salah satu kelainan
dalam kehamilan. Risiko yang ditimbulkan yaitu bisa terjadinya infeksi.
(Kemenkes,2019).
Infeksi adalah salah satu penyebab kematian ibu.Infeksi bisa terjadi selama
kehamilan,persalinan,dan nifas. Salah satu penyebab infeksi adalah ketuban pecah
dini.Sekitar (25%) infeksi intrauterine disebabkan oleh ketuban pecah dini yang lama
mendapatkan penanganan oleh tenaga kesehatan, semakin lama jarak antara pecahnya
ketuban dengan persalinan,maka semakin tinggi pula resiko morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin.( Wulandari,2018).
Di Indonesia, kejadian ketuban pecah dini berkisar antara 8-10% dari seluruh
kehamilan. Angka kejadian ketuban pecah dini diperkirakan mencapai 3-10% dari total
persalinan. (Ekawati et.al,2022).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada
tandatanda persalinan dan setelah satu jam tidak diikuti proses inpartu sebagaimana
mestinya. Apabila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang
dari 5cm. Hal ini dapat terjadi saat akhir kehamilan maupun sebelum waktunya
melahirkan. (Prawirohardjo,2016 dan Kennedy et al,2019).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah bagaimana asuhan keperawatan anestesi pada pasien pecah
ketuban dini?
C. Ruang Lingkup
Dalam pembahasan kasus ini adalah mengenai asuhan keperawatan dan penatalaksanaan
anestesi umum (anestesi spinal) pada Ny.B usia 42 tahun dengan tindakan SC pada kasus
KPD.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
B. Definisi
Ketuban Pecah Dini atau ketuban pecah sebelum waktunya ( KPSW) atau
premature repture of the membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada
primipara < 3 cm dan multipara < 5 cm ( Purwaningtyas, dkk. 2017).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi setelah usia gestasi 37
minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan
sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of
membranes (PPROM) (PNPK, 2016).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi setelah usia gestasi 37
minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan
sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of
membranes (PPROM) (PNPK, 2016).
C. Tanda dan Gejala
1. Keluarnya cairan yang berisi mecanicum
Cairan dapat keluar saat tidur, duduk, berdiri, atau saat berjalan. Cairan berwarna
putih, keruh, jernih dan hijau.
2. Demam
Apabila ketuban telah lama pecah dan terjadi infeksi, maka pasien akan demam.
3. Bercak darah vagina yang banyak
Plasenta previa: kondisi ini terjadi apabila plasenta berada di bagian bawah saluran
vagina dan menyebabkan jalan lahir bayi terhalang pelepasan plasenta: kondisi ini
terjadi apabila plasenta terlepas dari dinding uterus sebelum atau pada saat
melahirkan dan darah mengumpul diantara plasenta dan uterus.
4. Nyeri perut
Ketuban pecah dini menyebabkan kontraksi yang mengakibatkan nyeri atau kram
pada perut.
5. Denyut jantung janin bertambah cepat
DJJ bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi.
D. Patofisiologi
Patofisiologi dari ketuban pecah dini yaitu apabila ada perubahan struktur, jumlah sel
dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah sehingga
menyebabkan ketuban pecah. Pada awal kehamilan ketuban masih sangat kuat, di
kehamilan akhir ketuban mudah pecah karena melemahnya selaput ketuban yang
berhubungan dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin. Infeksi
adalah salah satu akibat dari ketuban pecah dini, yang disebabkan karena adanya patogen
dari saluran genetalia yang disebut Chlamidia trachomatis, Neiseria gonorhoeae, group B
beta Hemolytic streptococcus, dan Trichomonas vaginalis, paling sering ditemukan
dalam cairan ketuban adalah patogen ini. Dari patogen tersebut terjadi kontraksi uterus
yang disebabkan oleh lepasnya mediator inflamasi oleh patogen. Hal ini bisa
menyebabkan pecahnya selaput ketuban, perubahan, dan pembukaan pada serviks, selain
ini ada juga peningkatan tekanan secara tiba tiba sehingga membuat peningkatan tekanan
intra amnioniotik dan refleks mengejan yang sering terjadi pada kontraksi uterus preterm
(< 37 minggu) atau pun aterm (> 37 - 40 minggu). Ketidakseimbangan TMP dan MMP
atau peningkatan sitokin lokal dari respon kolnisasi mikroba juga bisa mengakibatkan
ketuban pecah dini (Andalas et al., 2019).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
Pada kasus KPD leukosit darah > 15.000/mm3 , Hemoglobin normal 12 gram%.
Janin yang mengalami takikardi mungkin mengalami infeksi intrauterine.
2. Tes lakmus/Tes nitrazin
Salah satu tes untuk mendiagnosis ketuban pecah dini adalah tes nitrazin (lakmus
test). Secara normal pH cairan vagina adalah berkisar antara 4,5-6,0 dan cairan
amnion berkisar antara 7,1-7,3. Akan terjadi perubahan warna pada kertas lakmus
yakni menjadi warna biru jika cairan vagina tersebut memiliki pH basa. Namun, jika
kertas lakmus tersebut tetap berwarna merah, hal tersebut menandakan jika selaput
ketuban masih utuh. Penyebab tes pH 54 positif palsu bisa dikarenakan adanya darah
atau air mani, antiseptik alkali, atau vaginosis bakteri. Namun, juga dapat terjadi
negatif palsu apabila ketuban pecah dini sudah berlangsung lama. Oleh karena itu,
perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi (Dayal S et al., 2020).
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG berfungsi untuk menilai indeks cairan amnion. Jika volumenya
berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak ada pertumbuhan janin
terhambat, maka dapat didiagnosis ketuban pecah (POGI, 2016)
4. Pemeriksaan cardiotography (CTG)
Cardiotocography (CTG) adalah alat khusus yang digunakan untuk memantau denyut
jantung janin dan kontraksi rahim. Tindakan ini dapat melihat adanya gangguan
perkembangan janin sebelum atau selama persalinan. Hasil dari pemeriksaan CTG
adalah Non Stress Test (NST) yaitu untuk menilai gambaran denyut jantung janin
dalam hubunngannya dengan erakan/aktivitas janin. Adapun penilaian NST
dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ (baseline), variabilitas (variability), dan
timbulnya akselerasi yang sesuia dengan gerakan/aktivitas janin (Fetal Activity
Determination/FAD). Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus
secara normal dan apakah bayi menerima cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada
usia 55 kandungan minimal 26-28 minggu atau kapan pun sesuai dengan kondisi
bayi. Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya dengan
gerakan atau aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat dilihat
peningkatan frekuensi denyut jantung janin. Sebaliknya, bila janin kurang baik,
pergerakan bayi tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi denyut jantung janin
(Prawirohardjo, 2014).
F. Terapi
1. Obat Anestesi Regional
Levobupivacaine 15 mg
2. Obat Vasokontriksi
Fentanyl 25 mg
3. Obat kristaloid dan koloid
Ringer Lactate 500ml/16 tpm
4. Obat Induksi
Oxytocin 20 unit
5. Obat Pencegah Perdarahan
Metthylegometrine 0,4 mg
G. Fokus Pengkajian
1. Anamnesa
Keluarnya cairan dengan volume yang banyak secara tiba-tiba dari vagina atau
jalan lahir dengan ciri berbau khas. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
warna dari cairan tersebut, his teratur atau tidak teratur, dan apakah ada
pengeluaran lendir darah, perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang
keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan
faktor risiko lainnya (Prawirohardjo, 2016).
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
apabila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan
ini akan lebih jelas.
3. Tes Valsava
Dilakukan dengan cara melakukan ekspirasi paksa dengan menutup mulut dan
hidung yang akan menambah tekanan pada telinga dan tekanan pada bagian
fundus, sehingga jika terjadi KPD, maka air ketuban akan keluar.
4. Pemeriksaan Spekulum
Pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum, maka akan tampak cairan
bening yang mengalir dari ostium uteri eksternum (OUE) dan apabila dilakukan
penekanan pada fundus uteri atau pasien diminta untuk manuver valsava
misalnya dengan batuk dan mengejan, maka cairan tersebut akan terkumpul di
forniks posterior. Pada pemeriksaan dalam vagina (PDV) saat proses persalinan,
maka didapatkan hasil tidak ditemukannya selaput ketuban (Prawirohardjo,
2016).
5. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah
tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut dapat dengan cepat
menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina dilakukan bila dalam persalinan atau
yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin (Norma dan Dwi,
2013).
B. Persiapan Operasi
1. Persiapan pasien sebelum operasi
Pasien tiba di IBS jam 10.30 dan dipersilahkan beraring pada bed yang telah
disiapkan. Paisen terpasang infus ditangan kanan menggunakan tranfusi set dengan
NACL 500 cc 16 lpm. Psien telah berpuasa selama 8 jam.
Pasien telah berpuasa selama 8 jam sehingga cairan yang dibutuhkan sebagai
pengganti sebesar:
Lama Puasa : 8 jam
Maintannace : 130cc/jam
Cairan Pengganti Puasa : 8x 130cc
: 1040 cc
Jadi cairan penggantu puasa sebanyak 1040 cc, sehingga pasien memerlukan loading
cairan sebanyak 1040 cc.
2. Persiapan alat dan obat
Persiapan alat spinal anestesi (Latief,2001)
a. Persiapan Alat
Peralatan monitor
Tekanan darah,nadi dan oxymetri dan EKG
Peralatan resusitasi/anestesi umum
Jarum spinal no 27G
Spuit 3cc dan 5cc
Handscoon steril sesuai ukuran 7,5
Tegadem
Spinal set
o Menyiapkan 5 buah kassa deepers
o Duk lubang
o Klem
o Cucing (betadine dan alkohol)
Persiapan obat
Obat Anestesi Regional
Levobupivacaine 15 mg
Obat Vasokontriksi
Fentanyl 25 mg
Obat kristaloid dan koloid
Ringer Lactate 500ml/16 tpm
Obat Induksi
Oxytocin 20 unit
Obat Pencegah Perdarahan
Metthylegometrine 0,4 mg
O2
10.30 90x/mnt 97% 130/90 - - 20 pasien masuk ibs
mmHg x/mnt
10.23 93 x/mnt 100% 123/97 3lt/m - 18 IBS
mmHg x/mnt
Post Anestesi
1. Data Subjektif Nyeri akut Agen cedera
fisiologis
P : Pasien mengatakan nyeri
ketika digerakan
Q : Nyeri terasa tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian perut
kanan bawah
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terasa hilang timbul
Data Objektif
Tanda tanda vital
TD : 127/61
N : 78
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No Problem Rencana intervensi Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi
1. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Dampingi pasien 6 Januari 2024 1. Mendampingi pasien 10.35
kekhawatiran keperawatan selama 1 x 10 2. Jelaskan pengertian tentang KPD 10.30 2. Menjelaskan S:
mengalami menit diharapkan ansietas serta jenis tindakan operasi yang pengertian tentang Pasien mengatakan
kegagalan2 berkurang dengan kriteria hasil akan dilakukan KPD serta jenis mengerti tentang KPD
1. Tingkat ansietas dapat 3. Ajarkan relaksasi napas dalam tindakan operasi dan memahami
berkurang 4. Kolaborasi dengan tim medis yang akan dilakukan prosedur operasi SC
2. Rasa nyaman klien untuk pemberian sedtive jika agar pasien tidak sehingga rasa
terpenuhi perlu. khawatir khawatir akan
3. Pasien tampak rileks 3. Mengajarkan keselamatan janin
relaksasi nafas berkurang
dalam O:
1. Pasien tampak
lebih tenang
2. Tekanan Darah :
130/90
Nadi: 90
A:
Masalah keperawatan
teratasi
P : Intervensi
dihentikan
2. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1x30 1. Periksa DJJ selama 1 mneit 6 Januari 2024 1. Memeriksa DJJ 10.40
pada bayi b.d menit diharapkan keparahan dan 2. Periksa riwayat kehamilan 10.35 selama 1 mneit S:
ketuban pecah cedera yang mungkin terjadi sebelumnya 2. Memeriksa riwayat Pasien mengatakan
sebelum menurun dengan kriteria hasil : 3. Monitor tanda tanda vital ibu kehamilan keluar cairan banyak
waktunya 1. Kejadian cedera menurun 4. Jelaskan prosedur operasi SC sebelumnya ketika hendak BAK
(KPSW)/ KPD 2. Perdarahan menurun 5. Atur posisi pasien 3. Memonitor tanda O:
6. Informasikan hasil pemantauan tanda vital ibu 1. Pemeriksaan
7. Identifikasi kegiatan ibu selama 4. Menjelaskan kertas lakmus
dirumah prosedur operasi SC merah menjadi
5. Mengatur posisi biru keunguan
pasien 2. Tekanan Darah
6. Menginformasikan 150/98
hasil pemantauan Nadi : 90
7. Mengidentifikasi 3. DJJ : 140
kegiatan ibu selama 4. Melakukan
dirumah kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
oxytocyn
A:
Masalah keperawatan
belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
3. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau lokasi pembedahan 6 Januari 2024 1. Memantau lokasi 11.13
perdarahan b.d keperawatan anestesi selama untuk mencari perdarahan, 11.07 pembedahan
tindakan operasi berlangsung diharapkan dehiscence, dan pengeluaran untuk mencari S:
pembedahan masalah perdarahan berkurang / isi. perdarahan -
teratasi dengan kriteria : 2. Berikan oksigen sesuai 2. Memberikan O:
1. Mengelola dan program dan transfusi darah oksigen sesuai 1. Aliran infus
meminimalisir episode 3. Kolaborasikan dengan dokter program 3lt/mnt lancar
perdarahan agar tidak terkait pemberian obat anti 3. Melakukan 2. Terpasang infus
banyak terjadi perdarahan pendarahan kolaborasi RL 500 ml
2. Akral hangat,tidak pucat dengan dokter 3. TD : 130/60
dan tidak sianosis anestesi dan mmHg
3. TTV pasien normal yaitu bedah ketika N : 87 x/mnt
TD: 90/60 mmHg hingga memberikan RR : 17 x/mnt
120/80 mmHg, Methylegometrine Spo2 : 100 %
4. Nadi: 60-100 kali permenit dan asam A:
tranexamat. Masalah keperawatan
teratasi
P:
Intervensi dihentikan
4. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. O: Kaji nyeri termasuk 6 Januari 2024 1. Mengkaji tingkat 11.35
agen pencedera asuhan kepenatan 1 x 10 menit lokasi,durasi dan skala nyeri 11.31 nyeri pasien dengan S:
fisiologis diharapakan nyeri akut serta observasi TTV PQRST P : Pasien
berukang dan teratasi dengan 2. T : Atur posisi pasien Mengajarkan teknik mengatakan
kriteria hasil senyaman mungkin relaksasi nafas bertambah ketika
1. Tingkat kenyamanan 3. E: Ajarkan Teknik relaksasi dalam bergerak
dengan pasien sudah tidak nafas dalam 2. Mengedukasi Q: Nyeri dirasa
merasakan nyeri 4. C: Kolaborasi dengan keluarga pasien seeperti tertusuk tusuk
perawat untuk pemberian tentang penyebab R: Pasien mengatakan
2. Tingkat nyeri berkurang terapi non farmakologi nyeri merasa nyeri dibagian
dari skala 6 menjadi 3 3. Melakukan perut (luka operasi
kolaborasi dengan SC)
dokter dalam S:5
pemberian obat T: Hilang timbul
analgesik O:
1. Pasien temapk
meringis
kesakitan
2. TD : 127/61
Nadi 78
RR : 18
Spo2 : 99
A:
Masalah keperawatan
belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
E. Evaluasi Post Anestesi
Bromage Score Pukul 11.53
Gerakan penuh tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 0
Tak mampu fleksi pergelangan tangan kaki 0
Total 1
F. Discharge Summary
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan monitoring pasca anestesi di ruang
pemulihan selama 15 menit didapatkan :
1. Tingkat ansietas menurun
2. Perdarahan dapat teratasi dengan hasil TD : 130/60 mmHg,N : 87 x/mnt,
3. Operasi SC berhasil dengan keadaan ibu benafas normal R : 17 x/mnt, Spo2 : 100 %
serta bayi menangis spontan
4. Skala nyeri pasca anestesi adalah 5
5. Total nilai bromage score <2 pukul 11.53
BAB IV
PEMBAHASAN
Terdapat beberapa definisi Sectio Caesarea (SC). SC adalah suatu persalinan buatan,
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Prawirohardjo, 2010).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan asuhan kepenataan anestesi pada Ny. B dengan KPD di Intalasi
Bedah Sentral RS Aghisna Medika Kroya, dapat disimpulkan:
1. Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian ditemukan data- data sesuai dengan penyakit pasien
yaitu KPD dan nantinya data tersebut akan menjadi dasar bagi penulis untuk
menegakkan diagnosa dalam melakukan tindakan keperawatan.
2. Diagnosa berdasarkan data yang didapat, ditemukan 4 diagnosa pada kasus KPD
ini :
a. Pre anestesi
1) Ansietas b.d krisis situasional (terjadinya KPD)
2) Risiko cedera bayi b.d
b. Intra anestesi
1) Perdarahan b.d tindakan invasif
c. Pasca anestesi
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan mengacu kepada diagnosa yang ditegakkan dan dibuat
sesuai pada buku rencana asuhan keperawatan dapat berupa tindakan mandiri
maupun tindakan kolaborasi.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan secara kontinue dilakukan di Ruang Perawat
5. Evaluasi
Evaluasi dapat berupa respon verbal, respon non verbal dan hasil
pemeriksaan.Tidak semua masalah dapat teratasi, karena adanya keterbatasan
waktu bagi penulis untuk melakukan Asuhan Keperawatan dan keadaan klien yang
sudah membaik seutuhnya.
B. Saran
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan dan daftar pustaka bagi Mahasiswa
Keperawatan Anestesi Universitas Muhammadiyah Gombong dalam menerapkan
ilmu dan asuhan keperawatan anetesi KPD
2. Bagi Penata Anestesi
Diharapkan bagi penata anestesi untuk menerapkan asuhan kepenataan anestesi KPD
3. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menjadi koreksi dan pedoman bagi penulis tentang asuhan
kepenataan anestesi KPD