Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI

OLEH:
Rahmi Santi Gusfani
2230282177

Diketahui Oleh :

CI Klinik CI Akademik

(..........................................) (..........................................)

PRODI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TA 2022/2023
A. Pengertian Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early premature of the membrane (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu atau sebelum terdapat tanda persalinan yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Ketuban
pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum pembukaan 5 cm. KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan
maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan
kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009).
B. Anatomi Fisiologi
1. Air ketuban (Liquar Amnio)/Tiris
Di dalam amnio yang diliputi oleh sebagian selaput janin yang terdiri dari lapisan
selaput ketuban (amnio) dan selaput pembungkus (chorion) terdapat air ketuban (loquor
amnii). Volume air ketuban pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml: warna agak keruh,
serta mempunyai bau yang khas, agak amis. Cairan ini dengan berat jenis 1,007-1,008
terdiri atas 97-98% air. Sisanya terdiri atas garam anorganik serta bahan organic dan bila
di teliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus berasal dari bayi). Protein ini
ditemukan rata- rata 2,6% perliter,sebagian besar sebagai albumin.
Warna air ketuban ini menjadi kehijau-hijauan karena tercampur meconium
(kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan mengeluarkan empedu). Untuk membuat
diagnosis umumnya dipakai sel-sel yang terdapat di dalam air ketuban dengan melakukan
fungsi kedalam ruang ketuban Rahim melalui dinding depan perut unutk memperoleh
sampel cairan ketuban (amniocentesis). Umumnya pada kehamilan minggu ke-14 hingga
16 dengan ultra sonografi ditentukan sebelum letak plasenta, untuk menghindari plasenta
ditembus. Fungsi melalui plasenta dapat menimbulkan perdarahan dan pencemaran liquir
amni oleh darah, mengadakan analisis kimiawi dan sitotrauma pada janin. Plasenta
pencampuran darah antara lain antara janin dan ibu dengan kemungkinan sensitive
(sensitization), dan abortus,meskipun ini jarang diterjadi, maka dari hal itu,
amnioncentesis hendaknya hanyaa dikerjakan bila ada indikasi yang tepat.
Air ketuban mempunyai fungsi yaitu :
a. Melindungi janin terhadap trauma luar
b. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas
c. Melindungi suhu tubuh janin
d. Meratakan tekanan didalam uterus pada saaat partus, sehingga serviks membuka.
e. Membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah dengan cairan steril, dan akan
mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi tidak mengalami infeksi.
f. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditlan/diminum yang kemudian
dikeluarkan melalui kencing.
2. Fisiologi selaput ketuban.
Amnion manusia dapat berkembang dari delaminasi sitotrofobulus.Ketika amnion
membesar, perlahan-lahan kantong ini meliputi embrio yang sedang berkembang, yang
akan prolaps kedalam rongganya. Distensi kantong amnion akhirnya mengakibatkan
kontong tersebut menempel dengan bagian didalam ketuban (interior korion) , dan
amnion dekat akhir trimester pertama mengakibatkan kantong tersebut menempel dengan
bagian di dalam ketuban (entrior korion), amnion dan korion walaupun sedikit menempel
tidak pernah berhubungan erat dan biasanya dapat dipisahkan dengan mudah, bahkan
pada waktu atterm. amnion normal mempunyai tebal 0,02 sampai 0,5 mm.
C. Etiologi
Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa
laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor
mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi
adalah:
1. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
D. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan terjadi pembukaan
premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami devaskularisasi. Setelah kulit ketuban
mengalami devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan
ikat yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat
dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim yaitu enzim proteolotik dan kolagenase
yang diikuti oleh ketuban pecah spontan.
E. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,aroma air
ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus
diproduksi sampai kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang
sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk
sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sunarti,2017).
F. Komplikasi
1. Komplikasi pada janin Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) komplikasi
yang sering terjadi pada janin karena KPD adalah sindrom distres pernapasan dan
prematuritas. Sindrom distres penapasan terjadi karena pada ibu dengan KPD mengalami
oligohidramnion.
2. Komplikasi pada ibu Menurut (Achadiat, 2010) komplikasi yang sering terjadi adalah
infeksi sampai dengan sepsis. membran janin berfungsi sebagai penghalang untuk
menghalangi merambatnya infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko
infeksi hal ini terjadi karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan masuk
mikroorganisme dari luar uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam.
Komplikasi yang kedua adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan
komplikasiyang ketiga adalah ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada
pelindung antara janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah mengalami
kerusakan
G. Penatalaksannan Medis
Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu :
1. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi
harus dirujuk ke rumah sakit.
2. Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan posisi panggul
lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
3. Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat tidak tertekan
kepala janin
4. Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik
5. Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau KPD lebih dari 6
jam, berikan antibiotik.
6. Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat dengan posisi berbaring
miring, berikan antibiotik.
7. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah baring
dan berikan sedatif, antibiotik dan tokolisis.
8. Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksi
persalinan.
9. Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan akselerasi bila ada
inersia uteri.
10. Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6
jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah dini lebih dari 6 jam dan skor
pelvik lebih dari 5.
11. Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dengan 3
cara, yaitu:
a. Induksi
Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang kontraksi rahim sebelum kontraksi
alami terjadi, dengan tujuan untuk mempercepat proses persalinan. (Alodokter, 2018).
b. Persalinan secara normal/pervaginam
Persalinan normal adalah proses persalinan melalui kejadian secara alami dengan
adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan pembukaan untuk mengeluarkan bayi
(Wikipedia, 2018).
c. Sectio caesarea.
Menurut (Heldayani, 2009), sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut untuk
melahirkan janin dari dalam rahim.
H. Penatalaksanaan dan Pengobatan kasus Ketuban Pecah Dini
1. Konserpatif
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun
pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan ampicilin)
dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss negativ
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi
pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan paru
janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
i. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
j. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri.
k. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
l. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
I. Pathway

Kala I Persalinan

His yang berulang Gangguan pada kala I persalinan

Peningkatan
kontraksi & Kanalis Infeksi genitalia Serviks Gemili,
pembukaan Kelainan letak inkompetent hidromnion
servikalis
serviks uteri janin (sunsang)
selalu terbuka
akibatnya
kelainan
Proses Dilatasi Ketegangan
serviks uteri
biomekanik berlebihan uterus yang
Mengiritasi nervus Tidak ada bagian
bakteri serviks berlebihan
pundendalis terendah yang
mengeluarkan
menutupi pintu
enzim
atas pangggul
Mudahnya preteolitik
yang
pengeluaran menghalangi Selaput ketuban Ketegangan
Stimulus nyeri uterus yang
air ketuban tekanan terhadap menonjol &
membrane bagian mudah pecah berlebihan
bawah Selaput ketuban
Stimulus nyeri mudah pecah

Nyeri akut

KETUBAN PECAH DINI


Rasa mulas dan
ingin mengejan

Air ketuban terlalu banyak Pasien tidak mengetahui Tidak adanya perlindungan deri dunia
Gangguan rasa penyebab dan akibat KPD luar dengan daerah rahim
nyaman

Kecemasan ibu terhadap


keselamatan janin dan Defisit pengetahuan Mudahnya mikroorganisme masuk
dirinya secara asendens

Ansietas Resiko infeksi


Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ketuban Pecah Dini

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap- tahap tersebut berintegrasi terhadap
fungsi intelektual problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nur Salam,
2013).
Aplikasi pengkajian yaitu :
1. Pengkajian data dasar (nama, umur, sex, status kesehatan, status perkembangan, orientasi
sosio-kultural, riwayat diagnostik dan pengobatan, faktor sistem keluarga); Pola hidup;
Faktor lingkungan
2. Observasi status kesehatan klien Untuk menemukan masalah keperawatan berdasarkan self-
care defisit, maka perawat perlu melakukan pengkajian kepada klien melalui observasi
berdasarkan klasifikasi tingkat ketergantungan klien yang terdiri dari Minimal Care, Partial
Care, Total Care
3. Pengembangan masalah fisiologis yang terdiri dari pemenuhan kebutuhan oksigen,
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,, gangguan mengunyah, gangguan menelan,
pemenuhan kebutuhan eliminasi /pergerakan bowel, urinary, excrements, menstruasi,
pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat.
4. Diagnosa Keperawatan
Setelah menggunakan pengkajian Teori dorothea orem penegakan diagnosa mengacu pada
diagnosa keperawatan yang aktual, resiko tinggi dan kemungkinan. Teori Orem masih lebih
berfokus pada masalah fisiologis, namun diagnosa dapat dikembangkan ke masalah lain
sesuai kebutuhan dasar
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Ansietas b.d kekhawatiran terhadap keselamatan janin dan dirinya
c. Resiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5. Intervensi Keperawatan
Diberikan jika kemampuan merawat diri pada klien berkurang dari yang dibutuhkan untuk
memenuhi self care yang sebenarnya sudah diketahui.
NO SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri Manajemen nyeri
agen pencedera Pengalaman sensorik atau
fisiologis emosional yang berkaitan Mengidentifikasi dan mengelola
dengan kerusakan jaringan pengalaman sensorik atau emosional
aktual atau fungsional dengan yang berkaitan dengan kerusakan
onset mendadak atau lambat dan jaringan atau fungsional dengan
berintensitas ringan hingga berat onset mendadak atau lambat
dan konsisten. berintensitas ringan hingga berat dan
Ekspektasi menurun konstan
Kriteria hasil:
Tindakan
1. Kemampuan menuntaskan
aktivitas meningkat Observasi:
2. Keluhan nyeri menurun
3. Meringis menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
4. Sikap protektif menurun durasi, frekuensi, kualitas,
5. Gelisah menurun intensitas nyeri
6. Kesulitan tidur menurun 2. Identifikasi skala nyeri
7. Menarik diri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
8. Berfokus pada diri sendiri verbal
menurun 4. Identifikasi faktor yang
9. Diaforesis menurun memperberat dan memperingan
10. Perasaan depresi/tertekan nyeri
menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
11. Perasaan takut mengalami keyakinan tentang nyeri
cedera berulang menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
12. Anoreksia menurun terhadap respon nyeri
13. Perineum terasa tertekan 7. Identifikasi pengaruh nyeri
menurun terhadap kualitas hidup
14. Uterus teraba membulat 8. Monitor keberhasilan terapi
15. Ketegangan otot menurun komplementer yang sudah
16. Pupil dilatasi menurun diberikan
17. Muntah menurun 9. Monitor efek samping
18. Mual menurun penggunaan analgetik
19. Frekuensi nadi membaik
20. Pola napas membaik Terapeutik:
21. Tekanan darah membaik
22. Proses berpikir membaik 1. Berikan teknik nonfarmakologis
23. Fokus membaik untuk mengurangi rasa nyeri
24. Fungsi berkemih membaik (mis: TENS, hipnosis,
25. Perilaku membaik akupresur, erapi musik,
26. Nafsu makan membaik biofeedback, terapi pijat, teknik
27. Pola tidur membaik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisisngan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi:

1. Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian analgetik


jika perlu

Ansietas Tingkat ansietas Reduksi ansietas

Kondisi emosi dan pengalaman Meminimalkan kondisi individu dan


subyektif terhadap objek yang pengalaman subjektif terhadap objek
tidak jelas dan spesifik akibat yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu memungkinkan individu melakukan
melakukan tindakan untuk tindakan untuk menghadapi
menghadapi ancaman ancaman

Ekspektasi menurun Tindakan

Kriteria hasil: Observasi:

1. Verbalisasi kebingungan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas


menurun berubah (mis: kondisi, waktu,
2. Verbalisasi khawatir akibat stressor)
kondisi yang dihadapi 2. Identifikasi kemampuan
menurun mengambil keputusan
3. Perilaku gelisah menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas
4. Perilaku tegang menurun 9verbal dan non verbal)
5. Keluhan pusing menurun
6. Anoreksia menurun Terapeutik:
7. Palpitasi menurun
8. Frekuensi pernapasan 1. Ciptakan suasana terapeutik
menurun untuk menumbuhkan
9. Frekuensi nadi menurun kepercayaan
10. Tekanan darah menurun 2. Temani pasien untuk
11. Diaforesis menurun mengurangi kecemasan jika
12. Tremor menurun memungkinkan
13. Pucat menurun 3. Pahami situasi yang membuat
14. Konsentrasi membaik ansietas
15. Pola tidur membaik 4. Dengarkan dengan penuh
16. Perasaan keberdayaan perhatian
membaik 5. Gunakan pendekatan yang
17. Kontak mata membaik tenang dan meyakinkan
18. Pola berkemih membaik 6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
Orientasi membaik 7. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan
datang

Edukasi:

1. Jelaskan prosedur, termasuk


sensai yang mungkin dialami
2. Informasikan secara
faktualmengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas jika perlu

Resiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi

Derajat infeksi berdasarkan Mengidentifikasi dan menurunkan


observasi atau sumber informasi resiko terserang organisme
patogenik
Ekspektasi menurun
Tindakan
Kriteria hasil:
Observasi:
1. Kebersihan tangan
meningkat 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Kebersihan badan lokal dan sistemik
meningkat
3. Nafsu makan meningkat Terapeutik:
4. Demam menurun
5. Kemerahan menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
6. Nyeri menurun 2. Berikan perawatn kulit pada area
7. Bengkak menurun udem
8. Vesikel menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
9. Cairan berbau busuk sesudah kontak dengan pasien
menurun dan lingkungan pasien
10. Sputum berwarna hijau 4. Pertahankan teknik aseptik pada
menurun pasien beresiko tinggi
11. Drainase prunulen
menurun Edukasi:
12. Piuria menurun
13. Periode malaise menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
14. Periode menggigil 2. Ajarkan cara mencuci tangan
menurun dengan benar
15. Letargi menurun 3. Ajarkan etika batuk
16. Gangguan kognitif 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
menurun luka atau luka operasi
17. Kadar sel darah putih 5. Anjurkan meningkatkan asupan
membaik nutrisi
18. Kultur darah membaik 6. Anjurkan meningkatkan asupan
19. kultur urin membaik cairan
20. Kultur sputum membaik
21. Kultur area luka Kolaborasi:
membaik
22. Kultur feses membaik 1. Kolaborasi pemberian imunisasi
jika perlu

7. Implementasi
Implementasi merupakan suatu penerapan atau juga sebuah tindakan yang dilakukan
dengan berdasarkan suatu rencana yang telah/sudah disusun atau dibuat dengan cermat serta
juga terperinci sebelumnya. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pengertian implementasi
merupakan suatu tindakan atau juga bentuk aksi nyata dalam melaksanakan rencana yang
sudah dirancang dengan matang. Dengan kata lain, implementasi ini hanya dapat dilakukan
apabila sudah terdapat perencanaan serta juga bukan hanya sekedar tindakan semata.
8. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses identifikasi untuk mengukur/menilai apakah suatu kegiatan
atau juga program yang dilaksanakan itu sesuai dengan perencanaan atau tujuan yang ingin
dicapai. Terdapat juga yang mengatakan bahwa arti evaluasi ini ialah suatu kegiatan atau
aktivtias mengumpulkan informasi mengenai kinerja sesuatu (metode, manusia, peralatan),
yang mana informasi itu akan dipakai untuk bisa menentukan alternative terbaik didalam
membuat keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat. (2010). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.


Bobak. (2005). Keperawatan Maternitas. Jakarta.
Cunningham. (2009). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta.
Dewi. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.
Heldayani. (2009). Laporan asuhan keperawatan pada ibu dengan sectio caesarea. Banjar Baru.
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasa. Jakarat: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarat: Kementerian Kesehatan RI.
Lissauer. (2013). Selayang Neonatalogi (II). Jakarta.
Manuaba. (2009a). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Manuaba.
(2009b). Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan Giinekologi. Jakarat.
Marmi. (2015). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:Pustaka
Belajar.
Nugroho. (2010). Buku Ajar Obstetri, untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI-SLKI-SIKI

Anda mungkin juga menyukai