Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

DM ( DIABETES MELLITUS )

Oleh:
PUTRI RAHMAWATI
(2230282176)

Diketahui Oleh:

CI Klinik CI Akademik

( ) ( )

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

T.A 2022/2023
A. PENGERTIAN
Menurut WHO (2006), DiabetesMelitus (DM) adalah suatu gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolism karbohidrat, lipid dan ptotein sebagai akibat dari
insufisiensi fungsi insulin.
Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai penyakit metabolism dengan karakteristik
kadar gula tinggi pada darah karena kelainan sekresi dan/atau kerja insulin
(Parkeni,2019).

Diabetes Mellitus sendiri dibagi menjadi 2 tipe, yaitu diabetes mellitus tipe 1 yang biasa
terjadi pada anak-anak akibat kelainan produksi insuli dan diabetes mellitus tipe 2 yang
biasa terjadi pada orang dewasa akibat kelainan kerja insulin.
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter
(satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit
United State)}, dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja
terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun
tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah
jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.

Ulkus adalah luka yang terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai infasif kuman suprofit.Adanya kuman
suprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,ulkus diabetikum juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,
2010).
Ulkus diabetikum adalah luka yang disebabkan akibat kurang kuatnya elastisitas kulit
yang disebabkan oleh gangren pada kulit dari reaksi kadar gula sehingga menimbulkan
rusaknya jaringan kulit dan terjadinya ulkus pada penderita Diabetes Mellitus (suyono
S,2006).
B. ANATOMI FISIOLOGI

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar
5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya
menyentuh atau terletak pada alat ini.Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah
yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:

1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang


manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan.Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan
banyak mengandung pembuluh darah kapiler.Pada penderita DM, sel betha sering ada
tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi
pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B.
Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat
larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia
harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.

Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat
diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal
atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain
seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin
dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan
kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot,
fibroblas dan sel lemak.
C. KLASIFIKASI DM
DM dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok utama antara lain yaitu sebagai
berikut:
1. Diabetes tipe 1
Ditandai dengan distruksi sel-sel beta pankreas yang memproduksi nsulin biasaya
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Ini biasanya sering terjadi pda masa kanak-
kanak dan remaja, akan tetapi tidak ada pengecualian DM tipe 1 ini terjadi pada
semua kalangan umur.
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 ini biasanya timbul karena resistensi insulin, yang ditandai dengan
kegagalan tubuh untuk menggunakan insulin secara tepat, disertai defisiensi insulin
relatif. Serangan ini biasanya pada usia di atas 40 tahun, dan muncul secara heterogen,
penderita mungkin memerlukan injeksi insulin setiap hari dan bisa juga
memungkinkan tidak memerlukan injeksi insulin setiap hari.
3. DM Gestasional
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam keluarganya terdapat
anggota yang juga menderita DM. Faktor risikonya adalah kegemukan atau obesitas.
D. PENYEBAB

Penyakit diabetes juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor pemicu, diantaranya:
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan
dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat
menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan
diabetes melitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih
besar untuk terkena penyakit diabetes militus.Sembilan dari sepuluh orang gemuk
berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.
3. Faktor genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab
diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes
mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun
resikonya sangat kecil.
4. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit
seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema
diabetes mellitus.
5. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus.Jika orang
malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes
mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam
tubuh.Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab
diabetes mellitus selain disfungsi pankreas. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mengatakan, kasus diabetes di negara-negara Asia akan naik hingga 90 persen dalam
20 tahun ke depan. Kesimpulannya, mereka yang sedikit aktivitas fisik memiliki
risiko obesitas lebih tinggi dibanding mereka yang rajin bersepeda, jalan kaki, atau
aktivitas lainnya.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya Ulkus Diabetikum menjadi faktor


endogen dan ekstrogen

a. Faktorendogen
a) Genetik,metabolik
b) Angiopatidiabetik
c) Neuropatidiabetik
b. Faktorekstrogen
a) Trauma
b) Infeksi
c) Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya Ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga meribah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi
pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah berjalan pada jarak tertentu.
Adanya angiopati akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotik sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993)
infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus diabetikum akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuha ulkus diabetikum (Askandar,2001).

E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klasik penyakit diabetes mellitus dikenal dengan istilah trio-P, yaitu :
 Poliuria (banyak kencing), merupakan gejala umum pada penderita diabetes 
mellitus. Banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan,
sehingga merangsang tubuh untuk berusaha mengeluarkannya melalui ginjal bersama
air dan kencing. Gejala banyak kencing ini terutama menonjol pada waktu malam
hari, yaitu saat kadar gula dalam darah relative tinggi.
 Polidipsi (banyak minum), sebenarnya merupakan akibat (reaksi tubuh) dari
banyaknya kencing tersebut. Untuk menghindari tubuh kekurangna cairan
(dehidrasi), maka secara otomatis akan timbul rasa haus/ kering yang menyebabkan
yimbulnya keinginan untuk minum terus selama kadar gula dalam belum terkontrol
baik. Sehingga dengan demikian akan terjadi banyak kencing dan banyak minum.
 Polipagia (banyak makan), merupakan gejala yang tidak menonjol. Terjadinya
banyak makan ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh
meskipun kadar gula dalam darah tinggi. Sehingga dengan demikian, tubuh berusaha
untuk memperoleh tambahan cadangan gula dari makanan yang diterima.
Gejala – gejala yang biasatampakpadapenderita diabetes mellitus adalah sebagaiberikut :
1. Adanya perasaan haus yang terus- menerus
2. Sering buang air kecil (kencing) dalam jumlah yang banyak\
3. Timbulnya rasa letih yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
4. Timbulnya rasa gatal dan peradangan kulit yang menahun.
Adapun faktor penyebab ulkus Diabetikum akibat mikro angiopati disebut juga
ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri pada bagian distal. Proses mikro angiopati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberi gejala
klinis 5 P yaitu :
a. Pain(nyeri)
b. Palanes(kepucatan)
c. Paresthesia(kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadihilang)
e. Paralilysis(lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. StadiumI : asimptomatis atau gejala tidak khas(kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbulnya nyeri saatistirahat
d. StadiumIV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
(International Working Group on the DiabeticFoot,2011)

F. DERAJAT ULKUS DIABETES

1) Derajat I(Pertama)

Terjadinya Ulkus Diabetikum dilantai dengan adanya tanda dan gejala pada tubuh
dan kulit seperti : lesi sudah tampak tapi terlihat hanya lesi dalam dan tidak ada lesi
terbuka adanya ulkus superfisial pada kulit.

2) Derajat II(Kedua)

Terjadinya ulkus Diabetikum ditandai dengan adanya tanda dan gejala pada tubuh
dan kulit seperti : lesi sudah tampak tapi terlihat hanya lesi dalam dan tidak ada lesi
terbuka adanya ulkus superfisial pada kulit, luka sudah tampak pada kulit terlihat
ulkus sudah dan tampak tembusanseningga sampai ke tendon. Terlihat adanya pus
pada sekitar pinggiran luka.

3) Derajat III(Ketiga)

Terjadinya Ulkus Diabetikum ditandai dnegan adanya tanda dan gejala pada
tubuh dan kulit sperti : lesi sudah tampak tapi terlihat lesi lebu dalam dari derajat 2
sedikit ada lesi terbuka, adanya ulkus superfisial pada kulit, luka sudah tampak pada
kulit terlihat ulkus sudah dalam dan tampak tembus sehingga sampai ke tendon. Pada
derajat 3 ini pus sudah lebih tampak pada pinggiran luka, dan terlihat sudah seperti
ganggren mengenai sebagiantungkai.
4) Kemajuan DerajatUlkus

Kemajuan derajat ulkus dapat dilihat dari pertumbuhan jaringan yang ada disekitar

ulkus, dimana pertumbuhan jaringan yang terlihat dapat diamati mulai dari lapisan

kulit utama (dermis) sampai pada lapisan otot dimana ulkus terlihat.

G. PATOFISIOLOGI
Karena terjadi defisiensi insulin, glukosa tidak mampu memasuki sel, dan
konsentrasinya didalam darah meningkat atau hiperglikemia. Peningkatan konsentrasi
glukosa menghasilkan gradien osmotik yang menyebabkan pergerakan cairan tubuh dari
ruang intraseluler menuju ekstraseluler, dari ruang ekstraseluler kemudian di ekskresikan
oleh ginjal. Apabila kadar glukosa serum melebihi ambang ginjal (>180 mg/dl) glukosa
meluap kedalam urin atau glikosuria, disertai pemindahan air secara osmotik atau poliuria
yang merupakan tanda utama diabetes. Kehilangan cairan melalui urin menyebabkan rasa
haus yang berkebihan atau polidipsia dan akan menyebabkan deplesi zat-zat kimia
esensial lainnya. Protein juga dibuang selama defisiensi insulin, protein dipecah dan
dikonfersi menjadi glukosa oleh hati atau glukogenesis yang kemudian berkontribusi
terhadap terjadinay hiperglikemia.Mekanisme lapar dicetuskan, tetapi asupan makanan
yang meningkat atau polipagia yang memperberat masalah dengan meningkatkan
kadarglukosa darah.
Ketoasidosis konsekuensinya lemak dipecah dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol dalam sel lemak dan hati dikonfersi menjadi badan keton atau asam beta
hydroksibutirat, asam asetoasetat, aseton.Apabila kadar keton berlebih, badan keton
dieleminasi kedalam urin atau ketonuria, atau paru-paru(napas aseton). Badan keton
dalam darah atau ketonemia adalah asam kuat yang menurunkan ph serum dan
menghasilkan ketoasidosis. Sistem respirasi berupaya untuk mengeliminasi kelebihan
karbondioksida dengan cara meningkatkan kedalaman dan laju pernafasan kusmaul, yang
merupakan karakteristik hiperventilasi pada asidosis metabolik. Apabila kondisi ini tidak
diperbaiki dnegan terapi insulin yang dipadukan dengan koreksi defisiensi cairan dan
ketidakseimbangan elektrolit, keadaan meburuk disertai dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis, koma, dan kematian.Ketoasidosis diabetikum (kAD) adalah
kedaruratan pediatrik dan harus didiagnosis dengan cepat dan terapi yang cepat.
H. PHATWAY
Menurut WHO (2006), DiabetesMelitus (DM) adalah gangguan metabolic yang ditandai dengan tingginya kadar guladalam
darah yang disebut Hiperglikemiadengan gangguan metabolisme karbohidrat,lemak dan protein yang disebabkan
Pemeriksaan penunjang
karenakerusakan dalam produksi insulin dan kerjadari insulin tidak optimal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang
Faktor genetik Faktor imunologi Faktor lingkungan
meliputi :
Penatalaksanaan DM
- GDS (Gula Darah
Sewaktu) Memiliki antigen HLA Respon autoimun abnormal 1. Senam diet pasien dm
(Human Leukosit Antigean Gaya Hidup 2. Aktivitas dan latihan
- GDP (Gula Darah Puasa),
3. Terapi insulin
- Pemeriksaan urine 4. Pendidikan kesehatan
Reaksi autoimun Pankreas Memicu proses autoimun

Kegagalan sel beta memproduksi insulin


Sel tubuh kekurangan bahan bakar
Veskositas darah meningkat

Tubuh kekurangan insulin


Suplai nutrisi, O2, leukosit Polifagia (sering lapar),
terganggu polidipsia (sering minum),
Glukosa tidak dapat di serap oleh sel tubuh Poliuria(sering bak)

Iskemik jaringan dan infeksi


Terjadi glukoneogenesis (pembuatan
MK Defisit Nutrisi
glukosa dari asam amino, laktat dan
gliserol)
Kematian jaringan
Glukosa menumpuk dalam darah Pemecahan glikogen menjadi glukosa (habis)

Ulkus DM
KGD meningkat Peleburan lemak & protein menjadi glukosa
MK Gangguan intregitas
jaringan?kulit MK Ketidak Stabilan Kadar Gulal Glukosa tidak dapat diserap oleh tubuh
Darah

MK Perfusi perifer tidak efektif


I. PENATALAKSANAAN
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin
(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu
adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan
(diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan
difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam
darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan,
diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian
obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila
tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula 
Penatalaksanaan untuk penyakit DM lainnya yaitu :
1. Senam Diet  Pasien penderita DM dilakukan untuk menurunkan kadar gula dalam
darah dan juga untuk menurunkan berat badan pada orang yang menderita obesitas
untuk mengurangi komplikasi pada penderita DM
2. Aktivitas dan latihan Dengan latihan dan beraktivitas dapat memperbaiki sensivitas
otot-otot terhadap insulin, sehingga gula lebih mudah ditimbun dalamotot daripada
dibiarkan meningkat dalam peredaran darah.Pemantauan ini dilakukan untuk
memantau kadar gula darah pada penderita DM agar gula darahnya tidak terlalu tinggi
dan cenderung stabil.
3. Terapi insulin Terapi ini dilakukan jika diperlukan. Biasanya dilakukan pada pasien
yang terkena Diabetes tipe 1 yang tidak bisa memproduksi hormon  insulin.
4. Pendidikan kesehatan dilakukan untuk memberi pengetahuan pada penderita DM dan
keluarganya bagaimana cara menghadapi DM.

J. KOMPLIKASI
Kadarglukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe
IIakanmenyebabkanberbagaikomplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi
menjadiduaberdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik(Smeltzeldan Bare, 2015; PERKENI, 2015)
1. KomplikasiAkut
 KetoasidosisDiabetik(KAD)
 Hipoglikemi
 HiperosmolarNon Ketonik (HNK)
2. KomplikasiKronis(Menahun)
Menurut Smeltzer 2015,kategori umum komplikasi jangka panjang
terdiridari:Makroangiopati:pembuluhdarahjantung,pembuluhdarahtepi,pembuluhdara
h otak.
 Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati
diabetik)danPembuluh darah kapilerginjal(nefropati diabetik)
 Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di manaserat-
seratsarafmenjadirusaksebagaiakibatdaricederaataupenyakit
 Komplikasidenganmekanismegabungan:rentaninfeksi,contohnyatuberkolusis
paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki.dandisfungsiereksi.
 Ulkus diabetikum

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikaan Penunjang Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan
penunjang untuk penderita diabetes melitus antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah yang meliputi :
- GDS (Gula Darah Sewaktu),
- GDP (Gula Darah Puasa),
- Tes HbA1C (glycated haemoglobin test)
b. Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan glukosa
pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan dilakukan menggunakan cara Benedict
(reduksi). Setelah pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna
yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
L. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik,
mental, sosial, dan lingkungan.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan
secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan
keperawatan dan kesehatan pasien.Sumber data diperoleh dari pasien, keluarga,
catatan medik, dan perawat. Adapun cara pengumpulan data yang digunakan adalah
melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes
Mellitus meliputi:
1. Data Biografi
- Identitas Klien
Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe II berusia
diatas 40 tahun, jenis kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji untuk
mengetahui tingkat pengetahuan klien yang akan berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan
faktor presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status marital, tanggal
masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan alamat.
- Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
dan hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya gejala-
gejala spesifik seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh kelemahan
dan penurunan berat badan.
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang menunjukkan
gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.Dapat juga
adanya keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh atau bahkan membusuk
menjadi latar belakang penderita datang ke rumah sakit.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai keluhan
dirasakan sampai klien datang ke rumah sakit.
- Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang
dikembangkan dengan metode PQRST.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat
penyakit pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit), atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiazid, kontrasepsi oral). Perlu juga dikaji apakah klien pernah
dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Penyakit Menular
Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan atau
infeksi seperti TBC Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada
yang mempunyai penyakit menular seperti TBC Paru, Hepatitis, dll.
Riwayat Penyakit Keturunan
Kaji apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien yaitu DM karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan,
juga perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit  keturunan seperti asma, hipertensi, atau penyakit endokrin lainnya.

3. Pola Aktivitas Sehari-hari


Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini
di rumah sakit, meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi
(BAB/BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan aktivitas gerak. Dikaji
kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan berapa banyak porsi
sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan
terutama yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar
walaupun sudah banyak makan atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu
makan karena mual/muntah, apakah klien melanggar program diet yang telah
ditetapkan dengan cara memakan makanan yang dipantang, apakah ada
penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji apakah ada
keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji apakah klien
mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji pula kebiasaan klien
berolah raga atau beraktivitas sehari-hari.
6. Pemeriksaan Fisik
- Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan sedikit
meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena menurunnya otot-
otot pernafasan sehingga kemampuan pengembangan paru juga menurun.
Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis
dan didapat pula nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis.
Bisa juga didapatkan keluhan batuk dengan atau tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi paraestesia atau
paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium menurun cukup
tajam).
- Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama
pada tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya aterosklerosis yang dapat
terbentuk baik pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) atau pembuluh
darah kecil (mikrovaskuler).Kaji pula adanya hipertensi, edema jaringan
umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan takikardia serta
palpitasi menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi
neuropati pada kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran
EKG lambat.
- Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan
penuh pada perut, obesitas ataupun penurunan berat badan yang berlebihan
pada periode beberapa hari/minggu dan adanya distensi abdomen.
- Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit
kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia,
gangguan penglihatan, didapat juga gangguan orientasi dengan data klien
tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma bila klien
telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas
kejang.
- Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria,
Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika penderita
mempunyai penyakit penyerta lain terutama gangguan pada hormon lain.
Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh kerja
hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid paratiroid,
moonface, adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada hormon lain
maka pengkajian difokuskan pada hal-hal yang berhubungan dengan DM
seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor hipoglikemik.
- Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan
terkadang nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan berkemih
karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih. Urine akan tampak
lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk
jika infeksi.Klien sering merasa haus sehingga intake cairan bertambah.Perlu
dikaji juga adanya masalah impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme
pada wanita serta infeksi pada vagina.
- Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot, sehingga
klien sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya keluhan kram pada
otot.
- Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien sering
mengeluh luka sulit sembuh dan malah membusuk.Akral teraba dingin, dan
integritas kulit menurun (rusak).Kulit bisa kering, gatal, bahkan terjadi
ulkus.Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien mengalami infeksi.
7. Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi.
Kemungkinan klien menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi
terhadap penyakitnya. Hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama,
kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji
pandangan hidup klien terhadap segala tindakan keperawatan yang dijalani.Kaji
ungkapan klien tentang ketidakmampuan koping/penggunaan koping yang
maladaptif dalam menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya,
klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan
kesempatan untuk menjalani kehidupannya.
8. Data  Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi
sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan lain serta klien
lain dan bagaimana penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan
kondisinya saat ini serta dukungan yang diberikan orang-orang terdekat klien baik
dari segi moril ataupun materil.
Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien tetap
ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika
sudah terjadi komplikasi fisik seperti ulkus, gangren, dan gangguan penglihatan.

9. Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan
kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang klien anut.Bagaimana aktifitas
spiritual klien selama klien menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang
menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhannya.
10. Data Penunjang
Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:
- Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
- Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115 mg/dL)
- Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.
- Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin
mungkin meningkat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit Nutrisi
2. Ketidak stabilan kadar glukosa darah
3. Gangguan integritas kulit/ jaringan
4. Perfusi perifer tidak efektif
INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Obsevasi:
keperawatan 3 x 24 jam - identifikasi area lingkungan yang berpotensi
keadekuatan asupan nutrisi menyebabkan cedera
untuk memenuhi kebutuhan - identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
metabolism membaik dengan cidera
kriteria hasil: Terapeutik:
- Porsi makanan yang - diskusikan alat bantu mobilitas yang sesuai
dihabiskan meningkat - diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik
- Kekuatan otot yang diperlukan
mengunyah meningkat - diskusikan bersama anggota keluarga yang dpaat
- Kekuatan otot menelan mendampingi pasien
meningkat - tingkatkan prekuensi observasi dan pengawasan
- Perasaan cepat kenyang pasien
menurun Edukasi:
- Berat badan membaik jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien
- Frekuensi makan dan keuarga
membaik
- Nafsu makan membaik
- Bising usus membaik
2. Ketidak stabilan kadar Setelah dilakuakn tindakan Observasi:
glukosa darah keperawatan 3 x 24 jam kadar - idenifikasi kemungkinan penyebab
glukosa darah pada rentan hiperglikemia
normal meningkat dengan - identifikasi situasi yan menyebabkan kebutuhan
kriteria hasil: insulin meningkat
- kesadaran meningkat - monitor kadar gula darah
- pusing, lelah, lesu, - monitor intake dan output
mengantuk, gemetaran Terapeutik:
menurun - berikan asupan cairan oral
- berkeringatan, mulut - konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
kering, rasa haus hiperglikemia tetap ada atau memburuk
menurun - fasilitasi mabulasi jika ada hipotensi ortostatik
- perilaku aneh menurun Edukasi:
- kesulitan bicara - anjurkan menghindari olahraga saat kadar
menurun glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
- kadar glukosa dalam - anjurkan memonitor kadar glukosa darah secara
darah membaik mandiri
- anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
Kolaborasi:
- kolaborasi pemberian insulin jika perlu
- kolaborasi pemberian IV, jika perlu
- Kolaborasikan pemberian kalium, jika perlu
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Observasi:
kulit/jaringan selam 2 x 24 jam maka - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
integritas kulit dan jaringan Terapeutik:
pasien membaik dengan - Ubah posisi setiap 2 jam
kriteria hasil: - Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang
- Elastisitsas meningkat jika perlu
- Perfusi jaringan - Bersihkan perineal dengan air hangat
meningkat - Gunakan produk berbahan patrolium atau
- Kerusakan lapisan kulit minyak pada kulit kering
menurun Edukasi:
- Perfusi jaringan - Anjurkan minum air yang cukup
meningkat - Anjurkan asupan nutrisi
- Suhu kulit membaik - Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

4. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi Observasi:


efektif selam 2 x 24 jam keadekuatan - Periksa sirkulasi perifer
aliran darah pembuluh darah - Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
distal untuk menunjang fungsi - Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
jaringan meningkat dengan pada ekstremitas
kriteria hasil: Terapeutik:
- Denyut nadi perifer - Jindari pemasangan infuse atau pengambilan
meningkat darah di area keterbatasan perfusi
- Penyembuhan luka - Hindari oengukuran TD pada ekstremitas
meningkat dengan keterbatasan perfusi
- Kelemahan otot - Hindari penekanan dan pemsangan tourniquet
menurun pada area yang cidera
- Pengisian kapiler - Lakukan pencegahan infeksi
membaik - Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi:
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan olajraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penururnan kolesteril
jika perlu
IMPLEMENTASI

Adalah suatu tindakan atau bentuk aksi nyata dalam melaksanakan rencana yang telah
dirancang dengan matang. Dengan kata lain implementasi hanya dapat dilakukan jika
sudah ada perencanaan dan bukan hanya sekedar tindakan semata.

EVALUASI

Adalah kegiatan yang dilakukan berkenaan dengan proses untuk menentukan


nikai dari suatu hal. Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2013). Biologi Gonzaga.


(IDF).(2015).Idfdiabetesaltassixthedition

PERKERNI.
(2015).KonsensuspengelolaandanpencegahanDiabetesMelitusTipe2di
Indonesia. Jakarta:PERKERNI

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Definisi dan Indikator
Diagnosis. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Definisi dan Kriteria
HasilKeperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Jilid 1. Jogjakarta:Mediaction

Janita, Ria Riduan, Mustofa Syazilia. 2017. Penatalaksanaan KAD dan DM tipe 1 pada Anak
Usia 15 Tahun. Vol. 7.Lampung: Universitas lampung Fakultas Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai