Oleh:
Anius Wandik
1490122145
C. Etiologi
Penyebab dari ketuban pecah dini tidak atau masih belum jelas (Sofian, 2012).
Menjelang usia kehamilan cukup bulan, terjadi kelamahan pada selaput janin
yang memicu robekan. Selain itu hal-hal yang bersifat patologis seperti
perdarahan dan infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya KPD (Rukiyah dan
Yulianti, 2010). Penyebab terjadinya KPD diantaranya karena trauma pada perut
ibu, kelainan 8 letak janin dalam rahim, atau pada kehamilan grande multipara
(Manuaba, 2009). KPD disebabkan oleh berkurangnya kekuatan membran
karena suatu infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks atau
meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor tersebut
(Prawirohardjo, 2009)
D. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
1) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
2) Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput
ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
1) Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan
dunia luar.
2) Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
3) Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik
traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu
sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi. (Prawirohardjo, 2010)
E. Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai
kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk
sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Sunarti, 2017).
F. Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan, evaluasi
ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam keadaan inpartu
terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini dilakukan secara
konservatif dan aktif (Prawirohardjo, 2010). Pada kehamilan kurang 32 minggu
dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah baring, diberikan sedatif berupa
fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid,
seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis, apabila
terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan
terapi konservatif selama 24 jam kemudian induksi persalinan. Pada kehamilan
lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran dan apabila tidak ada his
maka lakukan induksi persalinan. Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan
pembukaan kurang dari 5 cm atau ketuban pecah lebih dari 5 jam kurang dari 5
cm (Sukami, 2013). Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan
> 37 minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea.
Dapat diberikan misoprostol 25µg-50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali
(Khafidoh,2014).
Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janinlangsung berhubungan dengan lama
pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten (Taufan, 2011).
1. Konservatif
Penanganan secara konservatif yaitu:
a. Rawat di rumah sakit.
b. Beri antibiotik: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisilin 4x500
mgatau gentamycin 1x 80 mg.
c. Umur kehamilan < 32-34 minggu: dirawat selama air ketuban
masihkeluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan
(halini sangat tergantung pada kemampuan keperawatan bayi
prematur).
e. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin
e).
f. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru-paru janin.
2. Aktif
Penanganan secara aktif yaitu:
a. Kehamilan > 35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan
seksiosesarea. Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam dektrosa 5 %,
dimulai4 tetes sampai maksimum 40 tetes/ menit.
b. Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan secsio sesarea.
c. Bila ada tanda infeksi: beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri (Taufan, 2011).
1. Wawancara
a. Identitas Pasien
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
6) Riwayat kehamilan/persalinan/postnatal
a) Data Fisik
2) Mata
Pada mata adakah pucat pada konjungtiva, adakah ikhterus
pada sklera dan oedem pada palpebra
3) Hidung
4) Mulut
5) Telinga
6) Leher
10) Ekstremitas
Apakah ada edema, apakah kuku pucat, apakah ada varices dan
bagaimana refleks patella
3. Pemeriksaan Diagnostik
Stimulus
nyeri
↓
Nyeri Akut
2. DS: Ketuban Pecah Ansietas
Sebelum Waktu
- Klien mengatakan cemas
↓
DO:
- Tampak gelisah Air ketuban
- Tampak tegang terlalu
- Nadi meningkat banyak
keluar
↓
Distosia (partus
kering)
Laserasi
jalan lahir
↓
Kecemasan
ibu terhadap
janin dan dirinya
↓
I. Diagnosa Keperawatan
- Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
3. Risiko Infeksi Tupan : Observasi
Setelah dilakukan tindakan
- Monitor tanda dan - Untuk mengetahui
keperawatan selama 3x24
gejala infeksi lokal adanya tanda dan gejala
jam diharapkan tidak
dan sistemik infeksi lokal dan
terjadi infeksi.
sistemik
Terapeutik
Tupen :
- Untuk mengurangi
Setelah dilakukan tindakan - Batasi jumlah
keperawatan selama 1x24 resiko infeksi
pengunjung
jam diharapkan klien tidak yang mungkin terjadi
- Cuci tangan sebelum
menunjukan tanda-tanda pada klien
dan sesudah kontak
infeksi. - Untuk mencegah
dengan pasien dan
Kriteria Hasil : terjadinya infeksi lewat
lingkungan pasien
- Tidak ada tanda- kuman pada tangan.
- Pertahankan tekasepti - Untuk mengurangi
tanda infeksi
pada pasien beresiko resiko infeksi
- Tidak ada lagi cairan
tinggi dengan teknik aseptik.
ketuban yang keluar
pervagina. Edukasi - Untuk membantu klien
Ayu ida, Manuaba, dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2,
Jakarta: EGC.
Karlinah, N., E. Yanti, & N. Arma. 2015. Bahan ajar embriologi manusia.
Deepublish, Yogyakarta: xii + 447 hlm
Prawiroharjo S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono 100
Prawirohardjo
Rukiyah Y dan Yulianti Lia, 2010. Asuhan Kebidanan IV, Trans Info Media. Jakarta
172-190
Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif, Obstetri
Sosial. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI