Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI

OLEH :

UMI RETNOWATI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2022
A. iKonsep Kpd (ketuban pecah dini )

1. iDefinisi
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan (rukiyah, 2010).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan setelah ditunggu satu jam. Belum ada persalinan; waktu sejak pecah
ketuban sampai terjadi kontraksi rahim, disebut kejadian ketuban pecah dini (periode
laten). Ketuban pecah dini disebut juga dengan istilah lain, yaitu Premature Ruoture
Of The Mebrane (PROM), pecahya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan
ada primi kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm (Maryunani, 2016).
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009)

2. iEtiologi
Menurut (Maryunani, 2016) penyebab terjadi ketuban pecah dini, yaitu:
1) Serviks inkompeten
Merupakan suatu kondisi dimana serviks tidak dapat mempertahankan ketahanan
uterus sampai janin viabel. Inkompetensi cerviks ditandai dengan dilatasi serviks
tanpa rasa nyeri, tanpa disertai tanda-tanda persalinan atau kontraksi rahim pada
trimester kedua atau awal troimester ketiga dapat terjadi abortus spontan atau
persalinan preterm.
2) Overdistensi uterus
Adalah uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibat keadaan seperti
pada kehamilan ganda(gemelli), hidramnion dan polyhydramnions cenderung
mempunyai daya kontraksi yang jelek
3) Faktor keturunan diantaranya:
Aerum ion Cu rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik
4) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban, yaitu:
Infeksi genetalia, meningkatnya enzim proteolitik
5) Kelainan letak janin dalam rahim seperti letak sungsang, letak lintang
6) Kemungkinan kesempitan panggul, seperti perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul (p.a.p), disproporsi sevalopelvik(CPD/cephalopelvic
disproportion).
7) Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut phase
latentMakin panjang phase latent, makin tinggi kemungkinan infeksi, makin muda
kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin,
komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.
8) Menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan foka terjadi pada selaput janin
diatas serviks internal yang memicu robekan dilokasi ini. Beberapa proses
patologis (termasuk perdarahan dan infeksi) dapat menyebabkan terjadinya KPD
(rukiyah, 2010)

3. iTanda dan gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna
darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila anada duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terlerak
dibawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (rukiyah, 2010)

4. iPatofisiologi
Patofisiologi pada kelainan ketuban pecah dini meliputi:
1) Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal
akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang
2) Membrane yang mengalami rupture premature ini tampak memiliki defek fokal
disbanding kelemahan menyeluruh
3) Daerah dekat tempat pecahnya mebrane disebut restcted zone of extreme
morphology, yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan
kolagen fibliar pada lapisan kompakta, fibroblast mapun spongiosa.
4) Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini. (Maryunani, 2016)
Menurut (Manuaba, 2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan
terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami
devaskularisasi. Setelah itu ketuban mengalami decaskularisasi selanjutnya kulit
ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat yang menyangga ketuban
makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya
infeksi yang yang mengeluarkan enzim yaitu enzim proteolotik dan kolagenase
yang diikuti oleh ketuban pecah spontan.
Menurut (Surya, 2016) menjelaskan bahwa KPD baisanya terjadi terjadi
karena sebab keduanya kemungkinan tekanan intrauterin yang kuat adalah
penyebab dari KPD dan selaput ketuban yag tidak kuat dikarenakan kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air
ketuban. Hubungan serviks inkompeten dengan kejadian KPD adalah bahwa cervik
yang inkompeten adalah leher rahim yang tidak mempunyai kelenturan, sehingga
tidak kuat menahan kehamilan.
Selain karena infeksi dan tekanan intra uterin yang kuat, hubungan sexual
pada kehamilan tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh
prostaglandin yang terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi, tetapi
bisa juga karena faktor trauma saaat hubungan seksual. Ada kehamilan ganda dapat
menyebabkan KPD karena uterus meregang berlebihan yang disebabkan oelh
besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air ketuban yang lebih banyak. (Ida, 2008)
5. iPathway

I
6. Klasifikasi
Klasifikasi ketuban pecah dini (Premature Rupture Of Membranes/PROM)
mengacu kepada pasien yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan
ditampilkan dengan adanya pecah ketuban (Rupture of Membranase/ROM)
sebelum awal persalinan. Ketuban pecah dini preterm (Preterm Premature Ruoture
of Membranase/PPROM) adalah pecahnya ketuban (ROM) sebelum kehamilan 37
minggu. Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah setiap pecahnya ketuban yang
berangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu pecah pada awal persalinan.
(Lombogia, 2017)
a. PROM (Premature Ruputre of Membrane)

Ketuban pecah pada saat usia kehamilan ≥37 minggu. Pada PROM penyebabnya
mungkin karena melemahnya membran amnion secara fisiologis. Kondisi klinis
seperti inkompetensi serviks dan polihendramnion telah diidentifikasi sebagai
faktor risiko yang jelas dalam beberapa kasus ketuban pecah dini.untuk
penanganannya melalui seksio sesarea (Lombogia, 2017)

b. PPROM (Preterm Premeture Rupture of Membrane)

Ketuban pecah dini premature (PPROM) mendefinisikan ruptur spontan membran


janin sbelum mencapai umur kehamilan 37 minggu dan sebelum onset persalinan.
Pecah tersebut kemungkinan memiliki berbagai penyebab, namun banyak yang
percaya infeksi intrauterin menjadi salah satu predisposisi utama. (Wijayanti, 2018

7. Komplikasi
1) Komplikasi pada janin
Menurut (Sujiyatini, 2010)komplikasi yang sering terjadi pada janin karena
KPD adalah sindrom distres pernapasan dan prematuritas. Sindrom distres
pernapasan terjadi karena pada ibu dengan KPD mengalami oligohidramnion.
Pendapat ini sesuai dengan (Nugroho, 2010) yang berpendapat bahwa
komplikasi yang sering terjadi pada janin terutama sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distres pernapasan. Selain sindrom distres pernapasan
komplikasi pada janin juga dapat terjadi prolap tali pusat dan kecacatan terutama
pada KPD preterm.
2) Komplikasi pada ibu
Menurut (Achdiat, 2004) komplikasi yang sering terjadi pada ibu karena KPD
yang pertama adalah infeksi sampai dengan sepsis. Menurut (Mufdilah, 2009)
membran janin berfungsi sebagai penghalang untuk menghalangi merambatnya
infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko infeksi hal ini terjadi
karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan msuk mikroorganisme dari
luar uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam. Komplikasi yang
kedua adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan komplikasi
yang ketiga adalah ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada
pelindung antara janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah
mengalami kerusakan

8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji Laboratorium
a. Uji pakis positif

1) Pemakisan (ferning) juga disebut percabangan halus (arborization), pada kaca


objek (sliede) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan
protein dalam cairan amnion.

2) Selama pemeriksaan speculum steril, gunakan lidi kapas steril untuk


mengumpulkan specimen, baik cairan dari forniks vagina posterior maupun
cairan yang keluar dari orifisium serviks, tetapi hati-hati agar tidak menyentuh
atau masuk ke orifisium karena lender serviks juga berbentuk pakis, walaupun
dengan pola sedikit yang berbeda.

3) Apus specimen pada kaca objek mikroskop dan biarkan seluruhnya kering
minimal selama 10 menit.

4) Inspeksi kaca objek dibawah mikroskop untuk mmeriksa pola pakis.

b. Uji kertas nitrazin positif


1) Kertas berwarna mustard-emas yang sensitive terhadap pH ini akan berubah
warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa.
2) Nilai Ph vagina normal adalah <4,5.
3) Selama kehamilan, terjadi peningkatan jumlah sekresi vagina akibat eksfoliasi
epithelium dan bakteri, sebagian besar Lactobacillus, yang menyebabkan Ph
vagina lebih asam.
4) Cairan amnion memiliki Ph 7,0 sampai 7,5 (letakkan sehelai kertas nitrazin
pada lebih speculum seteah menarik speculum dari vagina).
2. Ultrasonofagi (USG) untuk pemeriksaan oligrohidramnion dapat sangat membantu
jika pemeriksaan sebelumnya tidak memberikan gambaran jelas pecah ketuban.
3. Specimen untuk kultur streptokokus B (Grpup B streptokokus/GBS).
a. Jika wanita ditapis untuk GBS antara minggu ke-35 dan ke-37 gestasi dan hasil
kultur negatif dalam 5 minggu sebelumnya didokumrntasikan, sete specimen
lainnya untuk kultur tidak diperlukan dan antibiotic profilaksis tidak dianjurkan.
b. Jika kultur GBS tidak dilakukan atau hasilnya tidak diketahui dan kehamilan
wanita telah cukup bulan, pengumpulan specimen untuk kultur GBS tidak
diindikasikan, tetapi antibiotic profilaksis diberikan jika pecah ketuban
berlangsung 18 jam atau lebih sebelum pelahiran atau wanita memiliki suhu
tubuh > 38o C.
c. Jika kehamilan kurang dari minggu ke-37 gestasi dan kultur GBS juga belum
pernah dilakukan atau hasilnya belum diketahui, specimen vagina dan rectum
harus diambil kultur GBS
9. Penatalaksanaa
Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu :
a) Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
b) Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
c) Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat tidak
tertekan kepala janin
d) Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik
e) Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau KPD lebih
dari 6 jam, berikan antibiotik.
f) Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat dengan posisi
berbaring miring, berikan antibiotik.
g) Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah
baring dan berikan sedatif, antibiotik dan tokolisis.
h) Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu
induksi persalinan.
i) Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan akselerasi bila
ada inersia uteri.
j) Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang
dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah dini lebih dari 6 jam
dan skor pelvik lebih dari 5.
k) Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Mengakhiri kehamilan dapat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu:
1) Induksi Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang kontraksi rahim
sebelum kontraksi alami terjadi, dengan tujuan untuk mempercepat proses
persalinan. (Alodokter, 2018).
2) Persalinan secara normal/pervaginam Persalinan normal adalah proses
persalinan melalui kejadian secara alami dengan adanya kontraksi rahim ibu
dan dilalui dengan pembukaan untuk mengeluarkan bayi (Wikipedia, 2018).
3) Sectio caesarea. Menurut (Heldayani, 2009), sectio caesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut untuk melahirkan janin dari dalam rahim

2. Konsep Asuhan Keperawatan Kpd

1) Pengkajian

a. Identitas umum ibu:

Umur: umur ditanyakan untuk menetukan pasien termasuk kedalam faktor resiko atau
tidak. Usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakna faktor risiko hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahn fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal
(Nugroho, 2010)

b. Data riwayat kesehatan


a) Keluhan utama
Keluhan utama ini diajai untuk memnanyakan keluhan yang berkaitan dengan
terjadinya KPD, yaitu ibu mengatakan adanya air yang mengalir dari vagina yang
tidak bisa dibendung lagi, keruh dan bercamour dengan lanugo(rambut halus dari
janin) dan mengandung fernik kaseossa(lemak pada kulit janin). Jika kebocoran kulit
ketuban akan habis yang dapat menimbulkan rasa sakit jika janin bergerak karena
janin langsung berhubungan dengan uterus (Kasdu, 2005)

b) Riwayat kesehatan dahulu


Menurut (Kasdu, 2005) penyakit diabetes militus, anemia dan tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan dalam menelan sehingga terjadi
hidramnion. Sedangkan menurut (Sujiyatini, 2010) hidramnion adalah salah satu
faktor penyebab KPD.
c) Riwayat penyakit sekarang
Menurut (Sujiyatini, 2010) perlu ditanyakan tentang riwayat infeksi pada organ
reproduksi wanita dan kehamilan ganda.
d) Riwayat kehamilan sekarang
Dikaji untuk mengetahui beberapa kali ibu melakukan pemeriksaan kehamilan.
Pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan untuk mendeteksi adanya faktor-faktor
yang dapat menyebabkan KPD. Faktor tersebut seperti kehamilan kembar,
hidramnion, ketidksesuaian kepala dengan panggul dan penyakit ibu selama
kehamilan seperti anemia gizi buruk, hipertensi, dan infeksi pada alat genetalia.
Selain untuk mengetahui tentang faktor yang dapat menyebabkan KPD juga untuk
mengetahui suplemen yang didapat selama kehamilan yaitu vitamin C dan tablet Fe.

c. Pola kebutuhan sehari hari

a) Pola nutrisi

Menurut (Sujiyatini, 2010) faktor lain yang dapat menyebabkan KPD adalah
ketidaksesuaian panggul dengan kepala bayi, kehamilan multigravida dan kurang
gizi terutama dari tembaga danvitamin c. Menurut (Tarwoto, 2007) zat besi yang
diperoleh dari makanan seperti sayuran hijau, buah-buahan, telur, daging, dan hati
mengandung 10-15 zat besi tetapi yang dapat diserap hanya 5-10 dan penyerapan zat
besi sangat dipengaruhi oleh adanya protein hewani dan vitamin c tablet Fe adalah
suplemen yang berguna untuk mencegah anemia yang merupakan penyebab dari
kelainan genetik seperti atresia duodeni sehingga bayi mengalami gangguan
menelanyang dpat menyebabkan hidrambion yang merupakan salah satu faktor
penyebab KPD.

b) Pola aktivitas

Cara mencegah terjadinya KPD menurut (Sujiyatini, 2010) adalah ibuhamil


sebaiknya mengurangi aktivitas. Terutama pada akhir trimester kedua dan trimester
ketiga kehamilannya

c) Pola seksual

Hubungan seksual selama kehamilan merupakan salah satu faktor yang


menyebabkan KPD. Seperti yang dijelaskan oleh (Kasdu, 2005) yaitu KPD dapat
disebabkan oleh faktor seperti infeksi kuman (chlamydia trachomatis) kehamilan
ganda dan hubungan seks saat kehamilan.

d. Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan umum

Menurut (Depkes R.I, 2008), pemeriksaan tanda –tanda vital dilakukan setiap 4 jam
untuk mengetahui lebih cepat adanya komplikasi. Biasanya komplikasi infeksi
terjadi bila kulit ketuban pecah dari 6 jam. Sedangkan menurut (williams, 2004) jika
selaput ketuban tela pecah beberapa jam sebelum dimulainya persalinan atau terjadi
peningkatan suhu ringan pada ibu dengan KPD maka suhu diperiksa setiap jam.

b) Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi

Pemeriksaan inspeksi yang dilakukan pada ketuban pecah dini adalah dengan
adanya air yang mengalir dari vagina yang tidak bisa dibendung lagi. Untuk
membedakan antara air ketuban denga air seni dapat diketahui dari bentuk dan
warnanya. Biasanya, air seni berwarna kekuning-kuningan dan bening, sedangkan
air ketuban keruh dan bercampur dengan lenugo (rambut halus dari janin) dan
mengandung fernik kaseossa(lemak pada kulit janin).

2) Palpasi
Pemeriksaan dengan palpasi dilakukan untuk menetukan letak janin sungsang
atau lintang. Menurut (Yulaikah, 2009) berpendapat bahwa salah satu penyebab
KPD adalah kelainan letak janin dalam rahim seperti letak lintang. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan palpasi menggunakan pemriksaan meburut leopold yaitu:

a) Leopold 1 untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga perkiraan umur


kehamilan dapat disesuaikandengan haid terakhir. Dan untuk menetukan bagian
apa yang terletak difundus uteri kepala atau bokong.

b) Leopold II untuk menentukan bagian yang terletak disamping. Pada letak


membujur dapat menetukan punggung anak dan pada letak lintang dapat
menentukan kepala janin.

c) Leopold III menentukan bagian terendah janin yang masuk kedalam pintu atas
panggul

Menurut (Kasdu,2005) jika air ketuban habis dapat menimbulkan rasa sakit ketika
janin bergerak karena janin langsung berhubugan dengan uterus

3) Auskultasi

Pada pemeriksaan auskultasi dilakukan pemantauan denyut jantung janin(DJJ).


Menurut pendapat (winknjosastro, 2005) DJJ yang normal adalah antara 120-
160x/menit. Jika frekuensi turun sampai 100x/menit apalagi tidak teratur merupakan
tanda bahaya janin. Pendapat lain menganai pemeriksaan DJJ adalah menurut
(Depkes R.I, 2008) yaitu jika DJJ kurang dari 100 atau lebh dari 180x/menit pada
dua kali penilaian dengan jarak 5 menit maka terjadi gawat janin. Janin mengalami
takikardi mungkin mengalami infeksi intrauterine (Saifudin, 2002).

e. Pemeriksaan Speculum

1) Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan digenetalia eksternal.

2) Lihat serviks untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium.

3) Lihat adanya genangan cairan amnion di forniks vagina.

4) Jika tidak melihat ada cairan, minta wanita untuk mengejan (perasat valsava): secara
bergantian, beri tekanan pada fundus perlahan-lahan atau naikkan dengan perlahan
bagian presentasi pada abdomen untuk memungkinkan cairan melewati bagian
presentasi pada kasus kebocoran berat sehingga dapat mengamati kebocoran cairan.

5) Observasi cairan yang keluar untuk melihat lanugo atau verniks kaseosa jika usia
kehamilan lebih dari minggu ke-32.

6) Visualisasi serviks untuk menetukan dilatasi jika pemeriksaan dalam tidak akan
dilakukan.

7) Visualisasi serviks untuk mendeteksi prolapse tali pusat atau ekstremitas janin

2) Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan dengan terlepasnya konsepsi Pengalaman sensori atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan
Penyebab
a. Agen pencedera fisiologis ( mis. Iskemia,neoplasma )
b. Agen pendera kimiawi ( mis. Terbakar,bahan kimia iritan )
c. Agen pendera fisik (mis. Abses,amputasi,terbakar,terpotong, mengangkat
berat,prosedur,oprasi,trauma,latihan fisik berlebihan ).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Mengeluh nyeri
Objektif
a. Tampak menagis
b. Bersikap protektif ( mis.waspada,posisi menghindari nyeri )
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
-
Objektif
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola naps berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaphoresis
Kondisi klinis terkait
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Sindrom koroner akut
f. Glaucoma (PPNI, 2017)

2) Resiko infeksi berhubungan dengan terinfeksinya organ genetalia akibat adanya luka
Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogen
Faktor resiko
1. Penyakit kronis ( mis. Diabetes milietus )
2. Efek prosedur infasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme, patogen lingkungan.
a) Gangguan peristaltik
b) Kerusakan intergritas kulit
c) Perubahan sekresi PH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
5. Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder
a. Penurunan hemoglobin
b. Imununosupresi
c. Leukopenia
d. Supresi respon inflamasi
e. Faksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait
a. AIDS
b. Luka bakar
c. Penyakit paru Obstrutif Kronis
d. Diabetes melitus
e. Tindakan infasif
f. Kondisi penggunaan terapi steroid
g. Penyalah gunaan obat
h. Ketuban pecah sbelum waktunya
i. Kanker
j. Gagal ginjal
k. Imunosupresi
l. Elyemphedema
m. Leukositopenia
n. Gangguan fungsi hati
3) Ansietas
Definisi :Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab :
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluarga
8) Hubungan orangtua-anak yang tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan)
12) Kurang terpapar informasi
Gejala dan Kriteria :
1) Mayor:
a) Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
b) Objektif : Tampak gelisah, sulit tidur, tampak tegang
2) Minor
a) Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, merasa tidak berdaya
b) Objektif : Frekuensi napas nadi dan tekanan darah meningkat, tremor, muka
tampak pucat , kontak mata buruk

3) Intervensi keperawatan
1) Nyeri
a. Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama diharapkan nyeri pada pasien
berkurang
b. Kriteria hasil
Tingkat Nyeri
1) Nyeri berkurang dengan skala 2
2) Pasien tidak mengeluh nyeri
3) Pasien tampak tenang
4) Pasien dapat tidur dengan tenang
5) Frekuensi nadi dalam batas normal (60-100 x/menit)
6) Tekanan darah dalam batas normal (90/60 mmHg – 120/80 mmHg)
7) RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
Kontrol Nyeri
1) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
2) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Status Kenyamanan
1) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. Intervensi
Manajemen nyeri

Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
- Identifikasi factor yang memperingan dan memperberat nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Terapeutik

- Fasilitasi istirahat tidur


- Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( missal: suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan).
- Beri teknik non farmakologis untuk meredakan nyeri (aromaterapi, terapi pijat,
hypnosis, biofeedback, teknik imajinasi terbimbimbing, teknik tarik napas dalam
dan kompres hangat/ dingin)
Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2) Resiko infeksi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan tidak tejadi infeksi
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda – tanda infeksi

Pencegahan infeksi

Observasi:

 Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik


Terapeutik

 Batasi jumlah pengunjung


 Berikan perawatan kulit pada daerah edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala infeksi


 Ajarkan cara memeriksa luka
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu


DAFTAR PUSTAKA

Johariyah, S. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru. Jakarta:
CV.Trans Info Media.

Lombogia, M. (2017). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Maryunani, A. (2016). Manajemen Kebidanan Terlengkap. Jakarta: Trans Info Media.

Nugroho, T. (2010). Buku Ajar Obstetri,untuk Mahasuswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha


Medika.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Prof.DR.Ida Bagus Gede Manuaba, S. (2009). kapita selekta penatalaksan rutn obstetri
ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.

Depkes R.I. (2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

Rukiyah, A. y. (2010). Asuhan Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.

Saifudin. (2002). Dasar Keperawatan Maternitas Kebidanan. Jakarta: FKUI.

Sari, E. P. (2014). Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Sujiyatini, H. A. (2010). Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Surya, A. W. (2016). GAMBARAN KETUBAN PECAH DINI PADA KEHAMILAN


ATERM . E-JURNAL MEDIKA, VOL. 5 NO 10, 1.

Tarwoto, W. S. (2007). Buku SAku Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta: Trans Info Media.

williams. (2004). Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.

winknjosastro. (2005). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Yulaikah. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai