OLEH :
UMI RETNOWATI
BANYUWANGI
2022
A. iKonsep Kpd (ketuban pecah dini )
1. iDefinisi
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan (rukiyah, 2010).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan setelah ditunggu satu jam. Belum ada persalinan; waktu sejak pecah
ketuban sampai terjadi kontraksi rahim, disebut kejadian ketuban pecah dini (periode
laten). Ketuban pecah dini disebut juga dengan istilah lain, yaitu Premature Ruoture
Of The Mebrane (PROM), pecahya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan
ada primi kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm (Maryunani, 2016).
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009)
2. iEtiologi
Menurut (Maryunani, 2016) penyebab terjadi ketuban pecah dini, yaitu:
1) Serviks inkompeten
Merupakan suatu kondisi dimana serviks tidak dapat mempertahankan ketahanan
uterus sampai janin viabel. Inkompetensi cerviks ditandai dengan dilatasi serviks
tanpa rasa nyeri, tanpa disertai tanda-tanda persalinan atau kontraksi rahim pada
trimester kedua atau awal troimester ketiga dapat terjadi abortus spontan atau
persalinan preterm.
2) Overdistensi uterus
Adalah uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibat keadaan seperti
pada kehamilan ganda(gemelli), hidramnion dan polyhydramnions cenderung
mempunyai daya kontraksi yang jelek
3) Faktor keturunan diantaranya:
Aerum ion Cu rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik
4) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban, yaitu:
Infeksi genetalia, meningkatnya enzim proteolitik
5) Kelainan letak janin dalam rahim seperti letak sungsang, letak lintang
6) Kemungkinan kesempitan panggul, seperti perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul (p.a.p), disproporsi sevalopelvik(CPD/cephalopelvic
disproportion).
7) Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut phase
latentMakin panjang phase latent, makin tinggi kemungkinan infeksi, makin muda
kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin,
komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.
8) Menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan foka terjadi pada selaput janin
diatas serviks internal yang memicu robekan dilokasi ini. Beberapa proses
patologis (termasuk perdarahan dan infeksi) dapat menyebabkan terjadinya KPD
(rukiyah, 2010)
4. iPatofisiologi
Patofisiologi pada kelainan ketuban pecah dini meliputi:
1) Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal
akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang
2) Membrane yang mengalami rupture premature ini tampak memiliki defek fokal
disbanding kelemahan menyeluruh
3) Daerah dekat tempat pecahnya mebrane disebut restcted zone of extreme
morphology, yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan
kolagen fibliar pada lapisan kompakta, fibroblast mapun spongiosa.
4) Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini. (Maryunani, 2016)
Menurut (Manuaba, 2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan
terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami
devaskularisasi. Setelah itu ketuban mengalami decaskularisasi selanjutnya kulit
ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat yang menyangga ketuban
makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya
infeksi yang yang mengeluarkan enzim yaitu enzim proteolotik dan kolagenase
yang diikuti oleh ketuban pecah spontan.
Menurut (Surya, 2016) menjelaskan bahwa KPD baisanya terjadi terjadi
karena sebab keduanya kemungkinan tekanan intrauterin yang kuat adalah
penyebab dari KPD dan selaput ketuban yag tidak kuat dikarenakan kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air
ketuban. Hubungan serviks inkompeten dengan kejadian KPD adalah bahwa cervik
yang inkompeten adalah leher rahim yang tidak mempunyai kelenturan, sehingga
tidak kuat menahan kehamilan.
Selain karena infeksi dan tekanan intra uterin yang kuat, hubungan sexual
pada kehamilan tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh
prostaglandin yang terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi, tetapi
bisa juga karena faktor trauma saaat hubungan seksual. Ada kehamilan ganda dapat
menyebabkan KPD karena uterus meregang berlebihan yang disebabkan oelh
besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air ketuban yang lebih banyak. (Ida, 2008)
5. iPathway
I
6. Klasifikasi
Klasifikasi ketuban pecah dini (Premature Rupture Of Membranes/PROM)
mengacu kepada pasien yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan
ditampilkan dengan adanya pecah ketuban (Rupture of Membranase/ROM)
sebelum awal persalinan. Ketuban pecah dini preterm (Preterm Premature Ruoture
of Membranase/PPROM) adalah pecahnya ketuban (ROM) sebelum kehamilan 37
minggu. Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah setiap pecahnya ketuban yang
berangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu pecah pada awal persalinan.
(Lombogia, 2017)
a. PROM (Premature Ruputre of Membrane)
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan ≥37 minggu. Pada PROM penyebabnya
mungkin karena melemahnya membran amnion secara fisiologis. Kondisi klinis
seperti inkompetensi serviks dan polihendramnion telah diidentifikasi sebagai
faktor risiko yang jelas dalam beberapa kasus ketuban pecah dini.untuk
penanganannya melalui seksio sesarea (Lombogia, 2017)
7. Komplikasi
1) Komplikasi pada janin
Menurut (Sujiyatini, 2010)komplikasi yang sering terjadi pada janin karena
KPD adalah sindrom distres pernapasan dan prematuritas. Sindrom distres
pernapasan terjadi karena pada ibu dengan KPD mengalami oligohidramnion.
Pendapat ini sesuai dengan (Nugroho, 2010) yang berpendapat bahwa
komplikasi yang sering terjadi pada janin terutama sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distres pernapasan. Selain sindrom distres pernapasan
komplikasi pada janin juga dapat terjadi prolap tali pusat dan kecacatan terutama
pada KPD preterm.
2) Komplikasi pada ibu
Menurut (Achdiat, 2004) komplikasi yang sering terjadi pada ibu karena KPD
yang pertama adalah infeksi sampai dengan sepsis. Menurut (Mufdilah, 2009)
membran janin berfungsi sebagai penghalang untuk menghalangi merambatnya
infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko infeksi hal ini terjadi
karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan msuk mikroorganisme dari
luar uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam. Komplikasi yang
kedua adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan komplikasi
yang ketiga adalah ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada
pelindung antara janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah
mengalami kerusakan
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji Laboratorium
a. Uji pakis positif
3) Apus specimen pada kaca objek mikroskop dan biarkan seluruhnya kering
minimal selama 10 menit.
1) Pengkajian
Umur: umur ditanyakan untuk menetukan pasien termasuk kedalam faktor resiko atau
tidak. Usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakna faktor risiko hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahn fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal
(Nugroho, 2010)
a) Pola nutrisi
Menurut (Sujiyatini, 2010) faktor lain yang dapat menyebabkan KPD adalah
ketidaksesuaian panggul dengan kepala bayi, kehamilan multigravida dan kurang
gizi terutama dari tembaga danvitamin c. Menurut (Tarwoto, 2007) zat besi yang
diperoleh dari makanan seperti sayuran hijau, buah-buahan, telur, daging, dan hati
mengandung 10-15 zat besi tetapi yang dapat diserap hanya 5-10 dan penyerapan zat
besi sangat dipengaruhi oleh adanya protein hewani dan vitamin c tablet Fe adalah
suplemen yang berguna untuk mencegah anemia yang merupakan penyebab dari
kelainan genetik seperti atresia duodeni sehingga bayi mengalami gangguan
menelanyang dpat menyebabkan hidrambion yang merupakan salah satu faktor
penyebab KPD.
b) Pola aktivitas
c) Pola seksual
d. Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan umum
Menurut (Depkes R.I, 2008), pemeriksaan tanda –tanda vital dilakukan setiap 4 jam
untuk mengetahui lebih cepat adanya komplikasi. Biasanya komplikasi infeksi
terjadi bila kulit ketuban pecah dari 6 jam. Sedangkan menurut (williams, 2004) jika
selaput ketuban tela pecah beberapa jam sebelum dimulainya persalinan atau terjadi
peningkatan suhu ringan pada ibu dengan KPD maka suhu diperiksa setiap jam.
b) Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi yang dilakukan pada ketuban pecah dini adalah dengan
adanya air yang mengalir dari vagina yang tidak bisa dibendung lagi. Untuk
membedakan antara air ketuban denga air seni dapat diketahui dari bentuk dan
warnanya. Biasanya, air seni berwarna kekuning-kuningan dan bening, sedangkan
air ketuban keruh dan bercampur dengan lenugo (rambut halus dari janin) dan
mengandung fernik kaseossa(lemak pada kulit janin).
2) Palpasi
Pemeriksaan dengan palpasi dilakukan untuk menetukan letak janin sungsang
atau lintang. Menurut (Yulaikah, 2009) berpendapat bahwa salah satu penyebab
KPD adalah kelainan letak janin dalam rahim seperti letak lintang. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan palpasi menggunakan pemriksaan meburut leopold yaitu:
c) Leopold III menentukan bagian terendah janin yang masuk kedalam pintu atas
panggul
Menurut (Kasdu,2005) jika air ketuban habis dapat menimbulkan rasa sakit ketika
janin bergerak karena janin langsung berhubugan dengan uterus
3) Auskultasi
e. Pemeriksaan Speculum
4) Jika tidak melihat ada cairan, minta wanita untuk mengejan (perasat valsava): secara
bergantian, beri tekanan pada fundus perlahan-lahan atau naikkan dengan perlahan
bagian presentasi pada abdomen untuk memungkinkan cairan melewati bagian
presentasi pada kasus kebocoran berat sehingga dapat mengamati kebocoran cairan.
5) Observasi cairan yang keluar untuk melihat lanugo atau verniks kaseosa jika usia
kehamilan lebih dari minggu ke-32.
6) Visualisasi serviks untuk menetukan dilatasi jika pemeriksaan dalam tidak akan
dilakukan.
7) Visualisasi serviks untuk mendeteksi prolapse tali pusat atau ekstremitas janin
2) Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan dengan terlepasnya konsepsi Pengalaman sensori atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan
Penyebab
a. Agen pencedera fisiologis ( mis. Iskemia,neoplasma )
b. Agen pendera kimiawi ( mis. Terbakar,bahan kimia iritan )
c. Agen pendera fisik (mis. Abses,amputasi,terbakar,terpotong, mengangkat
berat,prosedur,oprasi,trauma,latihan fisik berlebihan ).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Mengeluh nyeri
Objektif
a. Tampak menagis
b. Bersikap protektif ( mis.waspada,posisi menghindari nyeri )
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
-
Objektif
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola naps berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaphoresis
Kondisi klinis terkait
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Sindrom koroner akut
f. Glaucoma (PPNI, 2017)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan terinfeksinya organ genetalia akibat adanya luka
Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogen
Faktor resiko
1. Penyakit kronis ( mis. Diabetes milietus )
2. Efek prosedur infasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme, patogen lingkungan.
a) Gangguan peristaltik
b) Kerusakan intergritas kulit
c) Perubahan sekresi PH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
5. Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder
a. Penurunan hemoglobin
b. Imununosupresi
c. Leukopenia
d. Supresi respon inflamasi
e. Faksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait
a. AIDS
b. Luka bakar
c. Penyakit paru Obstrutif Kronis
d. Diabetes melitus
e. Tindakan infasif
f. Kondisi penggunaan terapi steroid
g. Penyalah gunaan obat
h. Ketuban pecah sbelum waktunya
i. Kanker
j. Gagal ginjal
k. Imunosupresi
l. Elyemphedema
m. Leukositopenia
n. Gangguan fungsi hati
3) Ansietas
Definisi :Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab :
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluarga
8) Hubungan orangtua-anak yang tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan)
12) Kurang terpapar informasi
Gejala dan Kriteria :
1) Mayor:
a) Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
b) Objektif : Tampak gelisah, sulit tidur, tampak tegang
2) Minor
a) Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, merasa tidak berdaya
b) Objektif : Frekuensi napas nadi dan tekanan darah meningkat, tremor, muka
tampak pucat , kontak mata buruk
3) Intervensi keperawatan
1) Nyeri
a. Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama diharapkan nyeri pada pasien
berkurang
b. Kriteria hasil
Tingkat Nyeri
1) Nyeri berkurang dengan skala 2
2) Pasien tidak mengeluh nyeri
3) Pasien tampak tenang
4) Pasien dapat tidur dengan tenang
5) Frekuensi nadi dalam batas normal (60-100 x/menit)
6) Tekanan darah dalam batas normal (90/60 mmHg – 120/80 mmHg)
7) RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
Kontrol Nyeri
1) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
2) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Status Kenyamanan
1) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. Intervensi
Manajemen nyeri
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
- Identifikasi factor yang memperingan dan memperberat nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Terapeutik
2) Resiko infeksi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan tidak tejadi infeksi
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda – tanda infeksi
Pencegahan infeksi
Observasi:
Johariyah, S. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru. Jakarta:
CV.Trans Info Media.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Prof.DR.Ida Bagus Gede Manuaba, S. (2009). kapita selekta penatalaksan rutn obstetri
ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
Sari, E. P. (2014). Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Tarwoto, W. S. (2007). Buku SAku Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta: Trans Info Media.