Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN POSTNATAL PADA NY.F DENGAN G 2P1A0


SECTIO CAESAREA INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG
WIDYA RS CIREMAI KOTA CIREBON TAHUN 2021

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Departemen Keperawatan


Maternitas
Dosen Pembimbing :
TIM

Di Susun Oleh:
Dwi Sinta Lestari
JNR0200103

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN POSTNATAL PADA NY.F DENGAN G 2P1A0
SECTIO CAESAREA INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG
WIDYA RS CIREMAI KOTA CIREBON TAHUN 2021

A. Konsep Ketuban Pecah Dini


1. Definisi Penyakit
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum tiba waktu
persalinan dan mengeluarkan cairan amnion di dalamnya. Kondisi ini dapat
membahayakan kelangsungan hidup janin. Dalam hal ini, janin bis mengalami
kelahiran prematur, sindrome gangguan pernapasan, sepsis (infeksi darah) dan
bahkan kematian (Iramawati, 2016).
2. Etiologi
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat memicu ketuban pecah dini
berdasarkan Irmawati (2016), yaitu:
a. Infeksi pada selaput ketuban dapat terjadi akibat infeksi dikemaluan yang
naik ke rahim.
b. Tindakan invasif pada rahim seperti pemeriksaan saa rahim yang kurang
berhati-hati attau upaya mengugugurkan janin, dapat menyebabkan
pecahnya ketuban.
c. Gangguan pada leher rahim dapat menekan selaput ketuban sehingga
rentan mengalami ketuban pecah dini.
d. Peningkatan tekanan didalam rahim bisa disebabkan oleh janin yang
berukuran besar, kehamilan dengan janin lebih dari 1, cairan ketuban yang
terlalu banyak, atau kelainan janin yang mengalami anatomi. Kondisi ini
juga menyebabkan ketuban pecah dini.
e. Seelapu ketuban terlalu tipis juga dapat menyebabkan ketuban pecah dini
akibat tekanan dari janin yang semakin membesar. Selaput ketuban
dikatakan tipis apabila memiliki ketebalan kurang dari 39 mm.
f. Posisi plasenta dibawah juga dapat menyebabkan ketuban pecah dini.
g. Riwayat kelahiran sebelumnya yang belum cukup bulan.
h. Kebersihan vagina yang kurang terjaga juga dapat menimbulkan keputikan
dan pada gilirannya, dapat memicu ketuban pecah dini.
3. Manifestasi Klinis
Ketuban pecah dini biasanya ditandai oleh keluarnya cairan dari vagina
dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba dan tidak dapat dihentikan atau
ditahan. Cairan ketuban berwarna putih keruh dan berbau amis. Pada umunya,
cairan ketuban yang keluar tidak menimbulkan rasa nyeri, peningkatan denyut
jantung janin, dan kontraksi (Irmawati, 2016).
4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan
tanda infeksi intrauterin
b. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke
RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari
pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin
c. Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya
pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan
dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan
trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan
aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC)
atau pun partus pervaginam
d. Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan
apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu
mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas
perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan,
fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan
kemampuan finansial keluarga.
e. Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif
dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.
f. Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan
pemberian profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36
minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm
g. Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan
konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur
(maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus
grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun
direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.
h. Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan
tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-
course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian
antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)
i. Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling
pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan,
tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan
kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada
data untuk pemberian yang lama)
j. Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena
periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-
32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler,
respiratory distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh
dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan
spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan
sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk
memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi
maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian
multiple course tidak direkomendasikan
k. Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu
deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari)
l. Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis
(nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium
sulfat, oksitosin antagonis (atosiban)
m. Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace
element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama
dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-
amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi
PROM
n. Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis,
terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan
pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko
menunda persalinan
o. KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik
eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid
p. KPD pada kehamilan  > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam)
berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks
matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
matang lakukan SC
q. KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan
antibiotik ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks
matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak
matang lakukan SC.
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat ketuban pecah dini antara lain adalah
kelahiran prematur, infeksi kuman yang diperoleh dari luar, cairan ketuban
berkurang, cairan ketuban habis, gawat janin, dan bahkan kematian janin
(Irmawati, 2016). Berdasarkan Carolyn L dan Jan M Kriebs (2010)
menyatakan bahwa kompikasi yang dapat terjadi prolaps tali pusat, amnionitis
da korioamnionitis.
6. Diagnosa Banding
a. Amnionitis
b. Vaginitis
c. Perdarahan antepartum
B. Konsep Sectio Caesarea
1. Definisi Penyakit
Seksio sesarea adalah suatu melahirkan janin dengan membuat sayaan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (Amru Sofian dalam Hardi
Kusuma dan Amin Huda, 2015).
Seksio sesarea adalah melahirkan mealui irisan perut (laparatomi) dan dinding
uterus (histerektomi). (Badriah, dkk 2013).
Dalam kasus seksiso sesarea memiliki beberapa jenis seksio sesarea
diantaranya, sebagai berikut: (Badriah, dkk 2013)
a. Sectio caesaea transperitonealis
1) Sectio caeserea klasik yaitu insisi dibuat di korpus uteri
2) Sectio caesarea profundal yaitu insisi melintang konkaf pada segmen
bawah rahim.
b. Sectio caesera vaginalis
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (transveral)
3) Sayatan huruf T (T-incision)
2. Etiologi
Secara etiologi operasi sectio sesarea dilakukan jika kelahiran pervaginam
mungkin menyebabkan resiko pada ibu ataupun janin. Indikasi dilakukan SC
menurut Wiknjosastro dalam Badriah, dkk (2013).
a. Distorsi janin – panggul
b. Gawat janin
c. Plasenta previa totalis
d. Riwayat sectio caesarea sebelumnya
e. Kelahiran letak (utamanya letang lintang)
f. Hipertensi, pre-eklamsi berat
g. Eklamsi
h. Janin besar
i. Ketuban pecah dini

Menurut Hardi Kusuma dan Amin Huda (2015) menyebutkan bahwa etiologi
dari sectio sesarea bisa terjadi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu primigravida dengan kelainan letak, primipara tua diserai kelainan
letak ada, disproporsi sefalo pelvik, ada sejarah kehamilan dan persalinan
yang buruk, erdapat kesempitan panggul, plasenta previa utama pada
primigravida, solustio plasenta tingkat I-II, kehamilan yang disertai
penyakit (jantung, DM) gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,
mioma uteri).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forseps ektraksi.
3. Manifestasi Klinis
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis 9posterior)
b. Panggul sempit
c. Disporsi sefalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul.
d. Rupture uteri mengancam
e. Partus lama
f. Partus tak maju
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsi dan hipertensi
i. Ketuban pecah dini
j. Malpresentasi janin
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
4) Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
5) Gemeli
4. Penatalaksanaan Pasca Bedah
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Perawatan luka sectio sesarea
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dan luka operasi
merupakan luka bersih sehingga mudah untuk perawatannya, namun jika
salah dalam merawat, maka akan bisa berakibat fatal. Oleh karena itu,
dalam melakukan perawatan luka operasi harus benar. Melakukan
pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang masuk dan
mempercepat proses penyembuhan luka (Hidayat dalam Badriah, dkk
2013).
Luka insisi dibersihkan dengan alkhol dan ditutup dengan kain
penutup luka. Pembalut luka diganti dan dibersihkan setiap hari dan luka
yang mengalami komplikasi seperti hanya sebagian luka yang sembuh
sedangkan sebagian mengalami infeksi dengan eksudat atau luka terbuka
seluruhnya memerlukan perawatan khusu bahkan reinsisi (Novita dalam
badriah, dkk 2013).
c. Nutrisi
Pada ibu post SC baiasanya harus menghindari makana dan
minuman yang mengandung bahan kimia, edas dan menimbulkan gas
karena perut kadang-kadang menimbulkan masalah sesudah seksio
sesarea. Jika ada gas didalam perut, ibu akan merasakan nyeri yang
menusuk. Gerak fisik dan bangun dari tempat tindur, pernapasan dalam,
dan bergoyang dikursi dapat memebantu mencegah dan menghilangkan
gas (Simkin dkk dalam Badriah dkk 2013).
d. Ambulasi dini
Setelah melahirkan ibu merasa lelah karena iu ibu harus istrirahat
dan tidur telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian ibu boleh
miring ke kanan dan mirirng ke kiri untuk mencegah terjadinya thrombosis
dan tromboemboli (Mochtar dalam badriah, dkk 2013).
e. Perawatan perineum
f. Perawatan payudara
g. Kebersihan diri
h. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien seksio sesarea menurut William R,
Harry oxorm (2010).
a. Perdarahan (antonia uteri, pelebaran insisi uterus, kesulitan mengeluarkan
plasenta, hematoma ligamentum latum)
b. Infeksi (traktus genetalia, insisi, traktus urinaria, paru-paru dan traktus
respiratorius atas)
c. Thrombophelebitis
d. Obstruksi usus (mekanis, paralitik)

Berdasarkan Saragih Riska (2014) kompliaksi yang terjadi sebagai berikut:


a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik
dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal                    : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap       : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
7. Patofisiologi

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500


gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di
lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka
pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register  , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Pasien dengan post SC pada umumnya merasakan nyeri pada bagian
abdomen yang terdapat luka jahitan.
c. Riwayat kesehatan
1)Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Analisa Data

Data Penyebab Masalah


DS: ibu mengatakan nyeri pada Agen pencedera fisik (luka Nyeri akut
daerah bekas operasi terutama post OP)
jika bergerak
DO:
Tampak adanya luka post OP
Tempak meringis
Pasien tirah baring
TTV:
TD: 110/80mmHg
RR: 20x/mnt
N: 87x/mnt
S: 36,20C

DS: Immobilisasi, tirah baring, Intoleransi aktivitas


Nyeri pada luka jahitan nyeri luka post OP
Aktivitas dibntu oleh keluarga
DO:
Pasien terpasang kateter urin
Adanya luka jahitan
Pasien tirah baring
DS:- Efek prosedur infasif Resiko Infeksi
DO:
Adanya luka jahitan post OP
Terpasang infus
Terpasang kateter
TD: 110/80mmHg
RR: 20x/mnt
N: 87x/mnt
S: 36,20C

3. Diagnosa Keperawatan
a. (0077) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (luka post OP) d.d ibu
mengatakan nyeri pada daerah bekas operasi terutama jika bergerak,
tampak adanya luka post OP, tempak meringis, pasien tirah baring, TTV:
TD: 110/80mmHg RR: 20x/mnt N: 87x/mnt S: 36,20C
b. (0056) Intoleransi aktivitas b.d immobilisasi, tirah baring, nyeri luka post
OP d.d nyeri pada luka jahitan post OP, aktivitas dibntu oleh keluarga,
pasien terpasang kateter urin, adanya luka jahitan, pasien tirah baring
c. (0142) Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasif d.d Adanya luka jahitan
post OP, terpasang infus, terpasang kateter, TD: 110/80mmHg, RR:
20x/mnt, N:87x/mnt, S: 36,20C
4. Intervensi Keperawwatan

No Diagnosa Kep Tujuan Intervensi


1 (0077) Nyeri akut b.d agen (08066) Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (08238)
pencedera fisik (luka post keperawatan diharapkan tingkat nyeri 1. Observasi
OP) d.d ibu mengatakan menurun dengan kriteria hasil : a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
nyeri pada daerah bekas a. Kemampuan menuntaskan aktivitas durasi, frekuensi, kualitas,
operasi terutama jika meningkat intensitas nyeri
bergerak, tampak adanya b. Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
luka post OP, tempak c. Meringis menurun c. Indentifikasi respon nyeri non
meringis, pasien tirah d. Sikap protektif menurun verbal
baring, TTV: TD: e. Gelisah menurun d. Identifikasi faktor yang
110/80mmHg RR: 20x/mnt f. Kesulitan tidur menurun memperberat dan meringankan
N: 87x/mnt S: 36,20C g. Anoreksia menurun nyeri
h. Muntah menurun e. Identifikasi pengetahuan dan
i. Mual menurun keyakinan tentang nyeri
j. Frekuensi nadi membaik f. Identifikasi pengaruh budaya
k. Pola napas membaik terhadap respon nyeri
l. Tekanan darah membaik g. Monitor keberhasilan terapi
m. Nafsu makan membaik komplementer yang sudah
n. Pola tidur membaik diberikan
(05042) setelah dilakukan tindakan h. Monitor efek samping penggunaan
keperawatan diharapkan mobilitas Fisik analgetik
Meningkat 2. Terapeutik
a. Pergerakan ekstremitas meningkat a. Berikan teknik nonfarmakologis
b. Kekuatan otot meningkat untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
c. ROM meningkat TENS, hipnosis, akupresur, terapi
d. Nyeri menurun musik, biofeedback, terapi pijat,
e. Kecemasan menurun aromaterapi, teknik imajinasi
f. Kaku sendi menurun terbimbing, kompres
g. Gerakan tidak terkoordinasi menurun hangat/dingin, terapi bermain)
h. Gerakan terbatas menurun b. Kontrol lingkungan yang
i. Kelemahan fisik menurun memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
(14130) Setelah dilakukan tindakan ruangan, pencahayaan, kebisingan)
keperaatan diharapkan penyembuhan luka c. Fasilitas istrirahat dan tidur
meningkat dengan kriteria hasil : d. Pertimbangkan jenis dan sumber
a. Penyatuan kulit meningkat nyeri dalam pemelihan strategi
b. Penyatuan tepi luka meningkat meredakan nyeri
c. Jaringan granulasi meningkat 3. Edukasi
d. Pembentukan jaringan parut 1. Jelaskan penyebab, preload, dan
e. Edema pada sisi luka menurun pemicu nyeri
f. Peradangan luka menurun 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
g. Nyeri menurun 3. Anjurkan memonitor nyeri secara
h. Drainase purulen menurun mandiri
i. Drainase serosa menurun 4. Anjurkan menggunakan analgetik
j. Drainase sanguinisis menurun secara tepat
k. Bau tidak sedap pada luka menurun infeksi 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
menurun untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Pemberian analgesic (08243)
1. Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
b. Identifikasi riwayat alaergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri.
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
c. Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk mengoptimalkan
respon pasien
d. Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
3. Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
4. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi

2 (0056) Intoleransi aktivitas (05047) Setelah dilakukan tindakan keerawatan (06171) Dukungan ambulasi
b.d immobilisasi, tirah diharaokan toleransi aktifitas meningkat 1. Observasi
baring, nyeri luka post OP a. Kemudahan melakukan aktivitas sehari- a. identifikasi adanya nyeri/keluhan
d.d nyeri pada luka jahitan hari meningkat fisik
post OP, aktivitas dibntu b. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah b. identifikasi toleransi fisik
oleh keluarga, pasien meningkat melakukan ambulasi
terpasang kateter urin, c. Keluha lelah menurun c. monitor kondisi umum selama
adanya luka jahitan, pasien d. Perasaan lemah menurun melakukan ambulasi
tirah baring e. Dispnea saat beraktifitas menurun 2. Terapeutik
f. Tekanan darah membaik a. libatkan keluarga untuk membantu
g. Frekuensi napas membaik pasien dalam meningkatkan ambulasi
(05038) Setelah dilakukan tindakan b. fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
keperawatan diharapkan Ambulasi 3. Edukasi
meningkat dengan kriteria hasil: a. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
a. Menompang berat badan meningkat anjurkan melakukan ambulasi dini
b. Berjalan dengan langkah yang efektif b. Anjurkan ambulasi yang harus
meningkat dilakukan.
c. Berjalan dengan langkah yang pelan
meningkat
d. Berjalan dengan langkah yang sedang
meningkat
e. Berjalan dengan langkah cepat meningkat
f. Nyeri saat berjalan menurun
g. Kaku pada persendian menurun
h. Keengganan berjalan menurun
i. Perasaan khawatir saat berjalan menurun
3 (0142) Resiko Infeksi b.d (14137) Setelah dilakukan tindakan (14539) Pencegahan Infeksi
efek prosedur invasif d.d keperawatan diharapkan tingkat infeksi 1. Observasi
Adanya luka jahitan post menurun dengan kriteria hasil: a. Monitor tanda dan gejala
OP, terpasang infus, a. Kebersihan tangan meningkat infeksi lokal dan sistematik
terpasang kateter, TD: b. Kebersihan badan meningkat 2. Terapeutik
110/80mmHg, RR: 20x/mnt, c. Nafsu makan meningkat a. Batasi jumlah pengunjung
N:87x/mnt, S: 36,20C d. Demam menurun b. Beikan perawatan luka
e. Kemerahan menurun c. Cuci tangan sebelum dan
f. Nyeri menurun sesudah kontak dengan pasien
g. Bengkak menurun d. Perahankan teknik aseptik pada
h. Cairan bau busuk menurun pasien beresiko tinggi
i. Kadar sel darah putih membaik 3. Edukasi
j. Kultur darah membaik a. Jelaskan tanda dan gejala
k. Kultur urin membaik infeksi
l. Kultur area luka membaik b. Ajarkan cara mencuci tangan
(14125) Setelah dilakukan tindakan dengan benar
keperawatan diharapkan integritas kulit c. Ajarkan cara memeriksa
dan jaringan meningkat dengan kriteria kondisi luka atau luka operasi.
hasil:
a. Elasitas meningkat
b. Perfusi jaringan meningkat
c. Kerusakan jaringan menurun
d. Kerusakan lapisan kulit menurun
e. Nyeri menurun
f. Perdarahan menurun
g. Kemerahan menurun
h. Jaringan parut menurun
i. Suhu kulit membaik
j. Sensai membaik
k. Tekstr membaik
DAFTAR PUSTAKA

Arini Dwi Intan. 2018. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Ny.R
Dengan Post SC. Naskah Publikasi Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Situbondo. Dalam
https://www.scribd.com/document/397967312/LP-POST-SC-KPD
(diakases pada tanggal 18 februari 2021)
Badriah, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan PostPartum di Lengkapi Dengan Asuhan
Kebidanan Post Sectio Caesarea. PT Refika Aditama. Bandung.
Carolyn L Gegor dan Jan M. 2010. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hardhi Kusuma dan Amin Huda Nuralif. Jogjakarta. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda nic-noc. Edisi
revisi jilid 1. Mediaction Jogja. 2015.
Irmawati. 2016. Tanya Jawab Lengkap Kehamilan Bermasalah. Penerbit Laksana.
Yogyakarta.
Manapa. 2016. Diagnosa Banding Ketuban Pecah Dini. Dalam
https://www.scribd.com/doc/300342702/Diagnosis-Banding-Ketuban-
Pecah-Dini (diakses pada tanggal 17 februari 2021)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Jakarta.
William R Forte dan harry Oxorn. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Penerbit CV Andi Offset dengan Yayasan Essentia Medica
(YEM). Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai