Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS

Ny. A dengan SECTIO CAESAREA atas indikasi KETUBAN


PECAH DINI
(KPD)
DI RUANG RAWAT INAP
KEBIDANAN RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA JAMBI

Disusun Oleh:
Nisnaini Anggraini
G1B220023

PEMBIMBING AKADEMIK
Dr. Muthia Mutmainnah, M.Kep, Sp.Mat
Ns. Srymulyani, S.Kep, M.kep
Ns. Meinarisa, S.Kep, M.Kep

PEMBIMBING KLINIK
Ns. Radna Vilusa, S.kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban


sebelum tanda-tanda persalinan. Pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (masa laten).
Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/
rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya
atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37
minggu dengan atau tanpa kontraksi. Ketuban pecah dini didefinisikan
sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan, hal ini dapat
terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput janin sebelum
proses persalinan dimulai, pada usia kurang dari 37 minggu.
B. Etilogi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini biasanya menyebabkan persalinan premature
alias bayi terpaksa dilahirkan sebelum waktunya. Ketuban pecah dini
disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut:
A. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot- otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan
nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin
serta keluarnya hasil konsepsi.
B. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :

 Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis


 Gemelli : Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
 Makrosomia : berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
Hidramnion atau polihidramnion : jumlah cairan amnion
>2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion
terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja

C. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.


D. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
E. Korioamnionitis : infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting
adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
F. Penyakit Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang
terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
G. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik)
H. Riwayat KPD sebelumya
I. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
J. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu
C. Manifestasi Klinis Ketuban Pecah Dini (KPD)

Manifestasi klinis KPD menurut Mansjoer antara lain :


1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering
Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering.

Menurut Manuaba mekanisme klinik ketuban pecah dini, antara lain


1. Terjadi pembukaan prematur servik
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
 Devaskularisasi
 Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
 Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang
mengeluarkan enzim preteolitik dan kolagenase.

D. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini


dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit
ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid
C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan
lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk
sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1,
faktor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang
diproduksi oleh paru- paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang
sel-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin
yang menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah


mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bakterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban.
Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai
kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan
kekuatan tenaga kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara
spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan
bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi
bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N,
kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya
melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi manusia juga
menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin potensial, potensial menjadi
penyebab ketuban pecah dini.
E. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD)
1. Pencegahan
a. Obati Infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk
mengurangi atau berhenti.
c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir
bila ada faktor predisposisi.
2. Panduan mengantisipasi: jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini
saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.
3. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps
tali pusat:

a. Letak kepala selain vertex


b. Polihidramnion
c. Herpes aktif
d. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus sebelumnya.
4. Bila ketuban

a. Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu


terjadinya pecahnya ketuban
b. Bila robekan ketuban tampak kasar:
i. Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat adanya
semburan cairan dari vagina.
ii. Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide
untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.
iii. Sebagian cairan diusapkan ke kertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak
melakukan hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak
dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.
c. Bila pecah ketuban dan/ atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas,
lakukan pemeriksaan pekulum steril.
i. Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop).
ii. Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.

iii. Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang
dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di bawah
mikroskop.

d. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit


Herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.
5. Penatalaksanaan Konservasif

a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban


pecah.\
b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan
ke vagina, kecuali spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan
vagina.
c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
i. Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat
secara signifikan, dan/ atau mencapai 380 C, berikan macam
antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan.
ii. Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau
tampak kekuningan menunjukan adanya infeksi.
iii. Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta
laporkan perubahan apa pun
6. Penatalaksanaan Agresif

a. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui


penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak
berespons
c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila
tidak ada tanda, mulai pemberian Pitocin
d. Berikan cairan per IV, pantau janin
e. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks
untuk diindikasi, kaji nilai bishop setelah pemeriksaan spekulum.
Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi
pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan
maupun spekulum, sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai
g. Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi
pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau
lebih sering bila ada tanda infeksi
h. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya
takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila
i. Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
ii. Terjadi takikardia janin
iii. Lokia tampak keruh
iv. Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
v. Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
vi. Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih
7. Penatalaksanaan Persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah

a. Pesalinan spontas
i. Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila
ada demam
ii. Anjurkan pemantauan janin internal
iii. Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesialis
anak atau praktisi perawat neonates
iv. Lakukan kultur sesuai panduan
b. Indikasi persalinan
i. Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
ii. Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
iii. Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam
panduan, banyak yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV
atau 1-2 g Mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilakis.
Beberapa panduan lainnya menyarankan untuk mengukur
suhu tubuh ibu dan DJJ untuk menentuan kapan
antibiotik mungkin diperlukan.
Berikut bagan penatalaksanaan ketuban pecah dini :

Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

F. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini (KPD)


1. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau
dan Phnya. Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban
mungkin juga urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil pH: 4,5
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,tetap kuning. 1.a tes
lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Ph air ketuban 7-7,5 darah
dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu. 1b.
mikroskop (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun psikis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidroamion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya, namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis
dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana

G. Komplikasi Ketuban Pecah Dini (KPD)

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum


usia 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang
terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat
pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD premature
sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada
KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada
KPD Praterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal
terjadi pada KPD praterm. Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila KPD praterm ini terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 23 minggu.
 Infeksi intrauterine
 Tali pusat menumbung
 Prematuritas
 Distosia.
H. Faktor Risiko atau Predisposisi Ketuban Pecah Dini (KPD)
1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga
(90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4
3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko,
KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap
infeksi
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko2x),
trimester kedua/ketiga (20x)
5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal
tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi
stimulasi persalinan preterm
I. Pengaruh Ketuban Pecah Dini (KPD)

1. Terhadap Janin : Walaupun ibu belum menunjukan gejala-


gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi,
karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(amnionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan.
Jadi akan meninggikan morrtalitas danmorbiditas perinatal.

2. Terhadap Ibu : Karena jalan telah terbuka, maka dapat


terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa
dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis
atau nifas, peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu
akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus
akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi lainnya
J. Pathway Ketuban Pecah Dini (KPD)
K. Asuhan Keperawatan Ketuban Pecah Dini (KPD) Secara Teoritis

1. Pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian
yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari
pasien, membuat data dasar tentang klien dan membuat
catatan tentang respon kesehatan klien.

a. Identitas atau biodata klien

Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat,


suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register, dan diagnosa keperawatan.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun
seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
 Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan


cairan ketuban yang keluar pervagina secara
spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda
persalinan.

 Riwayat kesehatan keluarga

Adakah penyakit keturunan dalam keluarga


seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien

 Riwayat psikososial

 Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara


merawat bayinya, berat badan yang semakin
meningkat dan membuat harga diri rendah.
c. Pola-pola fungsi kesehatan
 pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien
tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya.
 Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien nifas biasanaya terjadi
peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
 Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
 Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya
perasaan sering susah kencing selama masa nifas
yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
 Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola
istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan
 Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan
klien dengan keluarga dan orang lain.
 Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa
cemas.
 Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum
akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
kehamilanya, lebih- lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal
diri.
 Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam
hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang
tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan
sesudah persalinan klien akan terganggu dalam
hal ibadahnya karena harus bedres total setelah
partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh
keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik
 Kepala : Bagaimana bentuk kepala, kebersihan
kepala, kadang- kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
 Leher : Kadang-kadang ditemukan adanya
penbesaran kelenjar tiroid, karena adanya
proses menerang yang salah.
 Mata : Terkadang adanya pembengkakan pada
kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kuning.
 Telinga : Biasanya bentuk telinga simetris atau
tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
 Hidung : Adanya polip atau tidak dan apabila
pada pos partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
 Dada : Terdapat adanya pembesaran payudara,
adanya hiperpigmentasi areola mamae dan
papila mamae.
 Abdomen : Pada klien nifas abdomen kendor
kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
 Genitalia : Pengeluaran darah campur lendir,
pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang
dibentuk anak dalam kandungan menandakan
adanya kelainan letak anak.
 Anus : Kadang-kadang pada klien nifas ada luka
pada anus karena ruptur.
 Ekstermitas : Pemeriksaan odema untuk melihat
kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karena preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
 Muskulis skeletal : Pada klien post partum
biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi.
 Tanda-tanda vital : Apabila terjadi perdarahan
pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa keperawatan
a. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.\
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan
dengan ketegangan otot rahim.
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan pengakuan persalinan premature.
 Ansietas berhubungan dengan persalinan
premature dan neonatus berpotensi lahir
premature.

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda-tanda
infeksi keperawatan selama 3×24 infeksi
berhubungan jam diharapkan pasien tidak 2. Pantau keadaan umum
dengan menunjukan tanda-tanda infeksi pasien
ketuban dengan kriteria hasil : 3. Bina hubungan saling
pecah dini percaya melalui
1. Tanda-tanda infeksi tidak
komunikasi terapeutik
tidak ada.
4. Berikan lingkungan
2. Tidak ada lagi cairan
yang nyaman untuk
ketuban yang keluar dari
pasien
pervaginaan.
5. Kolaborasi dengan
3. DJJ normal
dokter untuk
4. Leukosit kembali normal
memberikan obat
5. Suhu tubuh normal (36,5-
antiseptik sesuai terapi
37,5ºC)

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kali tanda-tanda Vital


rasa
keperawatan selama 3×24 jam di pasien
nyaman:
nyeri harapkan nyeri berkurang atau 2. Kaji skala nyeri (1-10)
berhubungan
nyeri hilang dengan kriteria hasil 3. Ajarkan pasien teknik
dengan
ketegangan : relaksasi
otot rahim
4. Atur posisi pasien
1. Tanda-tanda vital dalam batas
5. Berikan lingkungan
normal. TD:120/80 mm Hg
yang nyaman dan
N: 60-120 X/ menit.
batasi pengunjung
3.Intervensi
2. Pasien tampak tenang
dan rileks
3. Pasien mengatakan nyeri
pada perut berkurang

3. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji apa pasien tahu


pengetahuan
keperawatan selama 3×24 jam di tentang tanda-tanda
berhubungan
dengan harapkan pasien memahami dan gejala normal
pengakuan
pengetahuan tentang penyakitnya selama kehamilan
persalinan
premature dengan criteria hasil : 2.Ajarkan tentang apa
yang harus dilakukan
1. Pasien terlihat tidak bingung
jika tanda KPD
Lagi
muncul kembali
2. Pengetahuan Pasien dan
3.Libatkan keluarga agar
keluarga dapat bertambah
memantau kondisi
pasien
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat
berhubungan
keperawatan selama 3×24 jam di kecemasan pasien
dengan
persalinan harapkan ansietas pasien teratasi 2. Dorong pasien untuk
premature
dengan kriteria hasil : istirahat total
dan neonatus
berpotensi 3. Berikan suasana yang
lahir 1. Pasien tidak cemas lagi
tenang dan ajarkan
premature 2. Pasien sudah mengetahui
keluarga untuk
tentang penyakit
memberikan dukungan
emosional pasien.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan.
Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia.
Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan
dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan
tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan
keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan
Implementasi ini juga dilakukan oleh perawat dan harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat sebagai manusia yang unik.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan


nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan. Menurut Rohman dan Walod, evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:

 Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap


selesai tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara
terus- menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
 Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah
akhir tindakan keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada
masalah keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau
ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan
klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, I.B.G. (2009). Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono.(2008).Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina


Pustaka

Saifuddin, A.B.(2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal.Jakarta: YBP-SP

Mansjoer, Arif.(2008).Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I.


Jakarta : Media Aesculapius

International, NANDA.(2012).Diagnosis keperawatan definisi dan


klasifikasi 2012-2014.Jakarta:EGC
FORMAT PENGKAJIAN POSNATAL
KEPERAWATAN MATERNITAS
Nama Mahasiswa : Nisnaini Anggraini NIM : G1B220023
Tempat Praktek : Ranap Kebidanan Tgl : 31 Maret 2021

1. DATA UMUM
Inisial Klien : Ny. A
Usia : 24 tahun
Status Perkawinan :Menikah
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Suku Bangsa : Melayu
Alamat : Mekar Sari
Inisial Suami : Tn. A
Usia Suami : 39 tahun Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Suami : SMP

A. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG LALU

No Tahun Tipe Penolong Jenis BB Keadaan Komplikasi


Persalinan Kelamin Lahir Bayi Nifas
Saat
Lahir
1 2019 normal Dokter Perempuan - sehat -
2 2021 Sc Dokter Laki - laki 3000gr sehat -

Pengalaman menyusui: Ya/Tidak Berapa Lama: 2 tahun

B. RIWAYAT KEHAMILAN SAAT INI


1. Berapa Kali Pemeriksaan Kehamilan: ± 9 kali
2. Masalah Kehamilan: Ketuban pecah dini dan riwayat SC
C. RIWAYAT PERSALINAN
1. Jenis Persalinan : SC atas indikasi: KPD + Riw.
SC
2. Jenis Kelamin Bayi : L/P BB:2800gram PB:
50cm
3. Perdarahan : ±150cc
4. Masalah Dalam Persalinan : Tidak ada masalah
D. RIWAYAT GINEKOLOGI
1. Masalah Ginekologi : Tidak ada
2. Riwayat KB : Klien pernah memakai KB
suntik 3 bulan dan KB implant

2. DATA UMUM KESAHATAN SAAT INI


A. Status Obstetri : G3P3A0
Bayi Rawat Gabung : Ya
B. Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 60 kg TB : 145 cm
Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg Nadi : 82x/i
Suhu : 36.5˚C RR : 21x/i
C. Kepala Leher
1. Kepala : simetris, tidak ada benjolan
2. Mata : konjungtiva anemis (normal)
3. Hidung : tidak ada polip, tidak ada pembengkakan
4. Mulut : bersih, keadaan bibir lembab
5. Telinga : simetris kanan dan kiri, bersih, tidak ada
cairan,
tidak ada nyeri, fungsi baik
6. Leher : normal, tidak ada pembengkakan
7. Masalah Lain : tidak ada masalah
D. Dada
1. Jantung : S1 S2
2. Paru : sonor
3. Payudara : bulat dan berisi
4. Putting Susu : menonjol
5. Pengeluaran ASI : lancar
6. Masalah Khusus : tidak ada masalah
E. Abdomen
1. Invilusi Uterus : 2 jari dibawah pusat
2. Kandung Kemih : penuh / kosong
3. Diastasis Rektur Abdomen : ±2 cm
4. Fungsi Pencernaan : baik
5. Masalah Khusus : tidak ada masalah khusus
F. Perineum dan Genittal
1. Vagina
Integritas Kulit : Baik
Edema : Tidak terdapat edema
Memar : Tidak
terdapat memar Hematom :
Tidak terdapat hematom
2. Perineum : utuh
Tanda REEDA : R: Kemerahan : Ya / Tidak
E: Bengkak : Ya / Tidak
E: Echimosis : Ya / Tidak
D: Discharge : Ya / Tidak
A: Approximate : Ya / Tidak
Kebersihan : baik

3. Lokhea
Jumlah : ± 20 cc
Jenis/Warna : Lochea rubra
(merah kehitaman) Konsistensi :
cair – bergumpal
4. Hemoroid : tidak
terdapat hemoroid Derajat :
-
Lokasi :-
Berapa Lama :-
Nyeri/Tidak :
5. Masalah Khusus : tidak ada masalah khusus
G. Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas : Edema : Ya / Tidak
2. Ekstremitas :
Nyeri: Ya / Tidak Varises
: Ya /
Tidak Lokasi - Tanda
Hormon (Horman’s
Sign): +/-
3. Masalah Khusus : tidak ada masalah khusus
H. Elimiasi
1. Urine
Kebiasaan BAK :
3-4 kali sehari BAK
Saat Ini :
memakai kateter
2. BAB
Kebiasaan BAB : 1 hari sekali
BAB Saat Ini : belum BAB setelah op-SC
I. Istirahat Dan Kenyamanan
1. Pola Tidur
Kebiasaan : Tidak ada
kebiasaan khusus Lama : ±9
jam
Frekuensi :
21.00 – 06.00 WIB Pola
Tidur Saat Ini: ±7 jam
2. Keluhan Ketidak Nyamanan:
Lokasi : Sayatan post-SC
Sifat : Nyeri akut
Intensitas : Skala 6
J. Mobilisasi Dan Latihan
1. Tingkat Mobilisasi : klien mulai berlatih miring kekiri dan
kekanan
2. Latihan senam : tidak ada
3. Masalah Khusus : klien mengeluh nyeri pada daerah
luka operasi saat bergerak (skala 6)
K. Nutrisi dan Cairan
1. Asupan Nutrisi : makan ±3x dalam sehari
(sayur, sambal, ikan)
2. Asupan Cairan : minum ±8 gelas dalam sehari
3. Masalah Khusus : tidak ada masalah khusus
L. Status Mental
1. Adaptasi Psikologis : baik
2. Penerimaan Thd Bayi : baik
3. Masalah Khusus : tidak ada masalah khusus
M. Kemampuan Menyusui : Baik
N. Obat-Obatan : dextroprofen, cefoperazone,
Metronidsazole, Inj. Ceftriaxone, IV RL + Tramadol,
Pronalges

O. Keadaan Umum Ibu


Tanda Vital : TD : 120/70mmHg
Nadi : 82x/i S : 36.5˚C RR : 21x/i
P. Jenis Persalinan : Sectio Caesarea
Q. Proses Persalinan :
Kali:- Jam
Kala II: - Menit
Kala III: -Menit
R. Komplikasi Persalinan
Ibu : Tidak ada
Janin : Tidak ada
S. Lamanya Ketuban Pecah
Kondisi Ketuban :-
3. KEADAAN BAYI SAAT LAHIR
1. Lahir Tanggal : 24 Maret 2021
2. Kelahiran : Tunggal
3. Tindakan Tesusitasi : Tidak
4. Plasenta :
Plasenta bundar Berat:
470 gram

Ukuran : diameter : ±20 cm, tebal ±2 cm


Kelainan : tidak
terdapat kelainan Jumlah
Pembuluh Darah: -
Panjang Tali Pusat : ± 50 cm
NILAI APGAR

Tanda Nilai Jumlah


0 1 2 1 mnt 5 mnt
Denyut Tidak ada <100 <100 1 1
Jantung
Usaha Nafas Tidak ada Lambat Menangis Kuat 2 2
Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan Aktif 2 2
Fleksi Sedikit
Reflex Tidak Gerakan Sedikit Reaksi Melawan 2 2
Bereaksi
Warna Biru/Pucat Tubuh Kemerahan 1 2
Kemerahan
Skor 8 9

4. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Hemoglobin 10.8 L g/dL 11.5-15.0
Leukosit 20.12 H 10^3/mm3 4.000-10.000
Hematokrit 33.6 L % 36-47
Trombosit 196 10^3/mm3 150.000-350.000
Eritrosit 3.84 L 10^3/mm3 4.00-5.00 juta
MCV 87.5 µm^3 80-100
MCH 30.2 Pg 27-34
MCHC 34.5 g/dL 32-36
RDW 12.9 % 11.0-16.0
Basofil 0.3 % 0-1
Eosinophil 2.9 % 0.5-5.0
Neutrophil % 84.1 H % 50-70
Limfosit % 7.8 L % 20-40
Monosit % 4.9 % 3.0-12.0
5. PERENCANAAN PULANG
Pulang tanggal 26 Maret 2021, konsul kembali setelah 5 hari,
edukasi untuk mengkonsumsi makanan sehat seperti
mengkonsumsi putih telur, ikan, daging (dengan protein
tinggi), serta makan buah dan sayur, minum air yang banyak,
menjaga kebersihan diri (personal hygiene) agar luka cepat
kering dan tidak terjadi infeksi pada bekas jahitan

ANALISA DATA

NO DATA PENYEBAB MASALAH


KEPERAWATAN
1 DS : Agen pencedera Nyeri akut
- klien mengeluh nyeri pada fisik (prosedur
daerah luka operasi saat operasi)
bergerak
- Klien mengatakan nyeri pada
skala 6
DO :
- Wajah klien tampak meringis
kesakitan
2 DS : nyeri Hambatan
- Klien mengatakan sulit untuk mobilitas fisik
bergerak
- Klien mengatakan nyeri
bertambah saat bergerak
DO :
- klien tampak meringis saat
bergerak
3 DO : Efek prosedur Risiko infeksi
- Adanya luka bekas operasi invasif
Caesar
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d


klien mengeluh nyeri pada daerah luka operasi saat
bergerak ,klien mengatakan nyeri pada skala 6
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri d.d klien mengatakan
sulit untuk bergerak, klien mengatakan nyeri bertambah saat
bergerak, dan klien tampak meringis saat bergerak
3. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif d.d adanya luka
bekas operasi Caesar
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
pencedera fisik tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
(prosedur operasi) selama 6 jam frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri intensitas nyeri
dapat berkurang 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi respon nyeri
- Klien mengatakan non verbal
nyeri berkurang 4. Identifikasi faktor yang
- Klien melakukan memperberat dan
tindakan control memperingan nyeri
nyeri 5. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi misalnya
Tarik napas dalam
7. Anjurkan klien untuk
istirahat yang cukup
8. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya nyeri
fisik b.d nyeri tindakan keperawatan atau keluhan fisik lainnya
selama 1x24 jam 2. Identifikasi toleransi fisik
diharapkan hambatan melakukan pergerakan
mobilitas fisik klien 3. Monitor kondisi umum
dapat teratasi dengan selama melakukan
kriteria hasil : mobilisasi
Klien mengatakan 4. Libatkan keluarga untuk
kenaikan suhu5. Ganti perban luka dengan
sudah bisa bergerak membantu klien dalam
tubuh perawatan steril
Klien sudah bisa meningkatkan pergerakan
- Keadaan luka6. Anjurkan untuk
melakukan aktifitas 5. Jelaskan tujuan dan
sayatan tidak ada meningkatkan asupan
sendiri prosedur mobilisasi
kalor/ panas, nutrisi, misalnya
Dapat mengontrol 6. Anjurkan melakukan
rubor/ menganjurkan untuk
nyeri saat beraktifitas mobilisasi dini
kemerahan, mengkonsumsi putih telur,
7. Ajarkan mobilisasi
tumor/ ikan, perbanyak makan
sederhana yang harus
pembengkakan buah dan sayur
dilakukan (misalnya :
dan dolor/ 7. Anjurkan meningkatkan
anjurkan untuk miring
peradangan. asupan cairan, misalnya
kekiri dan kekanan, duduk
menganjurkan untuk
ditempat tidur, duduk disisi
minum banyak air putih
tempat tidur, pindah dari
8. Kolaborasi dalam
tempat tidur ke kursi,
pemberian antibiotik jika
anjurkan untuk belajar
diperlukan
jalan dan anjurkan untuk
9. Monitor tanda-tanda vital
kekamar mandi) anjurkan
untuk melakukan secara
bertahap
8. Ajarkan klien menerapkan
teknik nafas dalam disetiap
aktivitas untuk mengurangi
nyeri
3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala
efek prosedur tindakan keperawatan infeksi
invasif selama 1x24 jam 2. Jelaskan tanda dan gejala
diharapkan tidak infeksi
terdapat tanda-tanda 3. Menuci tangan sebelum
infeksi dengan membersihkan luka
kriteria hasil : 4. Membantu dalam personal
- Tidak ada hygiene
IMPLEMENTASI

HARI/TANGGAL Diagnosa IMPLEMENTASI EVALUASI


Kamis, 24-03-2021 Nyeri akut 1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : klien masih mengeluh nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - P : luka post op sc
2. mengidentifikasi skala nyeri - Q : nyeri terasa tersyat-sayat
3. mengidentifikasi respon nyeri non verbal - R : nyeri pada bagian sayatan
4. mengidentifikasi faktor yang - S : nyeri skala sedang (5)
memperberat dan memperingan nyeri - T : klien mengeluh nyeri saat bergerak
5. mengajarkan teknik non farmakologis O : klien tampak meringis
untuk mengurangi rasa nyeri A : Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
6. mendemonstrasikan dan latih teknik (prosedur operasi)
relaksasi misalnya Tarik napas dalam (masalah belum teratasi)
7. menganjurkan klien untuk istirahat yang P : intervensi lanjutan
cukup 1. mengajarkan teknik non farmakologis untuk
8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik mengurangi rasa nyeri misalnya
(tramadol 100mg 1 amp+ RL dan Pronalges mendemonstrasikan dan latih teknik relaksasi
suppositoria misalnya Tarik napas dalam
2. menganjurkan klien untuk istirahat yang cukup
3. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rabu, 24-03-2021 Hambatan 1. mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan S : klien mengatakan nyeri saat
mobilitas fisik
fisik lainnya bergerak O : klien dapat melakukan
2. mengidentifikasi toleransi fisik melakukan miring kekiri
pergerakan dan miring kanan
3. memonitor kondisi umum selama A : Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri
melakukan mobilisasi Masalah teratasi sebagian
4. melibatkan keluarga untuk membantu klien P : intervensi lanjutan
dalam meningkatkan pergerakan / 1. mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
melakukan mobilisasi pergerakan
5. menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 2. memonitor kondisi umum selama melakukan
6. mengajarkan mobilisasi sederhana yang mobilisasi
harus dilakukan (misalnya : anjurkan untuk 3. melibatkan keluarga untuk membantu klien
miring kekiri dan kekanan dalam meningkatkan pergerakan / melakukan
mobilisasi
4. rencana aff infus dan aff dower cateter tanggal
29-12-2020 pukul 11.00
5. pasien dianjurkan belajar duduk dan berjalan
besok setelah aff infus dan aff dower cateter
Rabu, 24-03-2021 Resiko infeksi 1. memonitor tanda dan gejala infeksi S:
2. menjelaskan tanda dan gejala infeksi O : TD : 120/70 RR : 23 x/mnt
3. menganjurkan untuk meningkatkan asupan N : 85 x/mnt S : 36,5 0C
nutrisi, misalnya menganjurkan untuk A: Risiko Infeksi b.d efek prosedur invasif
mengkonsumsi putih telur, ikan, perbanyak (masalah belum teratasi)
makan buah dan sayur P : Intervensi lanjutan
4. menganjurkan meningkatkan asupan cairan, 1. memonitor tanda dan gejala infeksi
misalnya menganjurkan untuk minum 2. menjelaskan tanda dan gejala infeksi
banyak air putih 3. mencuci tangan sebelum membersihkan
5. memonitor tanda-tanda vital luka
4. membantu dalam personal hygiene
5. mengganti perban luka dengan perawatan
steril
6. memonitor ttv
Kamis 25-03-2021 Nyeri akut 1. mengajarkan teknik non farmakologis S : klien mengatakan nyeri berkurang
untuk mengurangi rasa nyeri misalnya - P : luka post op sc
mendemonstrasikan dan latih teknik - Q : nyeri terasa tertusuk
relaksasi misalnya Tarik napas dalam - R : nyeri pada bagian sayatan
2. menganjurkan klien untuk istirahat yang - S : nyeri skala ringan (skala 2)
cukup - T : klien mengeluh nyeri saat bergerak
3. Kolaborasi dalam pemberian analgetik O : klien tidak tampak meringis
dexketoprofen dan pronalges A : Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
suppossitoria (prosedur operasi)
(masalah teratasi)
P : hentikan intervensi
Kamis 25-03-2021 Hambatan 1. mengidentifikasi toleransi fisik melakukan S : klien mengatakan nyeri berkurang saat
mobilitas fisik
pergerakan bergerak
2. memonitor kondisi umum selama O : klien dapat duduk sendiri dan berjalan
melakukan mobilisasi kekamar mandi dengan dibantu oleh keluarga
3. melibatkan keluarga untuk membantu klien A : Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri
dalam meningkatkan pergerakan / (masalah teratasi)
melakukan mobilisasi P : Hentikan Intervensi
4. aff infus dan aff dower kateter
5. menganjurkan klien untuk belajar duduk
dan berjalan secara bertahap
Kamis 25-03-2021 Rasiko infeksi 1. memonitor tanda dan gejala infeksi S:-
2. membantu dalam personal hygiene dan O : - tidak terdapat tanda-tanda infeksi
perineal hygiene (rubor,kalor,dolor,tumor)
3. memonitor ttv TD : 120/80 RR : 24 x/mnt
N : 87 x/mnt S : 360C
A : Risiko Infeksi b.d efek prosedur invasif
(masalah teratasi sebagian)
P : intervensi lanjtan
1. memonitor tanda dan gejala infeksi
2. mencuci tangan sebelum membersihkan luka
3. mengganti perban luka dengan perawatan
steril
Jumat 26-03-2021 Resiko infeksi 1. memonitor tanda dan gejala infeksi S :- klien mengatakan paham dan mengerti tanda-
2. mencuci tangan sebelum membersihkan tanda infeksi dan cara perawatan luka sc agar
luka terhindar dari resiko infeksi
3. mengganti perban luka dengan perawatan O : - tidak terdapat tanda-tanda infeksi
steril (rubor,kalor,dolor,tumor)
4. menganjurkan klien untuk tetap menjaga A : Risiko Infeksi b.d efek prosedur invasif
personal hygiene setelah dirumah agar tidak (masalah teratasi)
terjadi infeksi pada daerah sayatan SC P : intervensi dihentikan,
5. Menjelaskan kepada klien perawatan luka - mengatur jadwal kontrol ulang klien
sc dengan membersihkan luka sayatan - mempersiapkan klien untuk pulang.
secara teratur, menggunakan pakain yang
longgar, menghindari aktivitas yang berat
dan konsumsi obat yang diresepka untuk
pulang secara teratur sehingga luka
jahitan sc dapat pulih dengan tepat.
6. menjelaskan kepada klien untuk
mengkonsumsi makanan tinggi protein
untuk mempercepat penyembuhan luka
post op sc.
7. Menjelaskan kepada klien tanda-tanda
infeksi yang harus segera diperiksa
diantaranya: terjadi pembengkakan di
area sekitar luka, luka tampak
mengeluarkan cairan, luka teraba hangat,
nyeri perut yang berkepanjangan, demam.

Anda mungkin juga menyukai