TINJAUAN PUSTAKA
sebagian besar merupakan lesi yang bersifat kistik, dengan insidens pada populasi berkisar 5-
15%. Kasus tumor jinak ovarium merupakan kasus yang terbanyak, mencapai sepertiga kasus
ginekologi setiap tahunnya. Tumor ovarium biasanya berkembang tanpa gejala sehingga baru
ditemukan saat pemeriksaan ginekologi rutin atau dari pemeriksaan ultrasonografi oleh
ovarium, 125.000 diantaranya meninggal karena kanker ini. Insiden kanker ovarium tipe
epitel 15-54 per 100.000 (Sankaranarayan, 2006). Dari keseluruhan kasus, 90 sampai 95 %
potential (borderline) (Quirk, 2005). Tumor borderline mencakup 10-15% dari seluruh tumor
ovarium jenis epithelial. (Alanbay, 2012). Secara umum, tidak ada tes skrining yang efektif
dan gejala awalnya pun sangat tidak jelas. Hal ini menyebabkan tiga perempat pasien
terdiagnosis sudah pada stadium lanjut ketika pertama kali berobat. Sekitar 80 persen kasus
dan kematian (William, 2008). Kanker ovarium menjadi penyebab kematian tertinggi ke
lima dari semua keganasan pada wanita, dan yang tertinggi dari semua keganasan ginekologi
(Coleman, 2007). Insiden kanker ovarium tertinggi di Swedia dan Amerika Serikat yaitu
19,6/100.000 dan 15,4/100.000. Insiden terendah adalah di Jepang dengan ang ka insid en
10,1/100.000 (Coleman, 2007; Nagell, 2008). Satu diantara 78 perempuan Amerika (1,3
persen) akan mengalami kanker ovarium selama perjalanan hidupnya (Williams, 2010).
2. Memiliki kerabat dengan riwayat kanker ovarium (ibu, saudara perempuan, bibi, atau
3. Adanya mutasi genetik yang disebut BRCA1 atau BRCA2 atau berhubungan dengan
Lynch syndrome
7. Mengidap endometriosis
Beberapa studi juga menunjukkan wanita yang mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron
selama lebih dari 10 tahun dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium (CDC, 2013).
Faktor tingkat reproduksi, lingkungan, dan faktor risiko genetiklah yang selama ini
dikaitkan dengan terjadinya kanker ovarium. Faktor yang dianggap paling penting adalah
riwayat keluarga yang menderita kanker payudara atau kanker ovarium, dan sekitar 5 sampai
samapai 95 persen tanpa adanya keterkaitan dengan faktor genetik. Kebanyakan dari faktor
risiko tersebut berhubungan dengan pola tidak terputusnya siklus ovulasi selama masa
reproduksi (William, 2008). Riwayat keluarga merupakan risiko yang dianggap paling
penting pada kanker ovarium tipe epitelial. Identifikasi dari pasien risiko tinggi dengan
anggota keluarga yang menderita kanker ovarium, payudara, atau kanker kolon merupakan
strategi pencegahan yang dianggap terbaik (National Cancer Institute, 2007). Besarnya risiko
seorang wanita menderita kanker ovarium sepanjang hidupnya dengan first relative (ibu,
saudari, atau anak perempuan) menderita kanker ovarium adalah 1,5 sampai 5 persen.
Kanker ovarium familial menurunkan mutasi genetik yang menjadi predisposisi untuk
2.1.2 Histopatologi
neoplasma ovarium menurut kemungkinan terbesar asal jaringannya, dibagi menjadi: surface
epithelial (65%), germ cell (15%), sex cord-stromal (10%), metastase (5%), dan lain lain
(Sharzad, 2013).
Tumor surface epithelial diklasifikasikan lagi berdasarkan tipe sel (serosa, musinosa,
endometroid, dan lain lain) dan atipik (jinak, borderline, atau maligna). Sebagian besar tumor
(WHO) membagi neoplasma ovarium menjadi tiga, yaitu coelomic surface ephitelium, germ
Gambar 2.1 Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya (Chen VW dkk., 2003)
Sekitar 90% dari seluruh tumor ovarium ganas adalah tipe epitel yang berasal dari
invaginasi epitel permukaan ovarium. Ini merupakan mesotelium pelvis yang secara
embriologi berasal dari epitel coelomic. Epitel permukaan ovarium memiliki kemampuan
nonmullerian. Hal ini menyebabkan beragamnya tipe tumor epitel yang dapat muncul.
Jaringan mullerian yang dapat terbentuk diantaranya adalah epitel tuba falopii (pada tumor
tipe serosa), endometrium (tipe endometrioid) dan endoserviks (tipe musinosa). Sedangkan
jaringan nonmullerian epitel yang dapat terbentuk misalnya epitel usus halus (tumor
musinosa tipe intestinal) dan epitel transisional (tipe sel transisional dan tumor Brenner).
Tumor sex cord ditemukan hanya sekitar 5% dari seluruh kanker ovarium. Kasusnya yang
jarang muncul, gambaran histologi yang beragam dan perbedaan terminologi yang digunakan
menyebabkan kanker ovarium tipe ini cukup menyulitkan untuk dipelajari. Kelompok mayor
yang ketiga adalah kanker ovarium yang berasal dari germ cell, yang bersifat totipotensial
dapat berkembang menjadi neoplasma baik jinak maupun ganas (Williams, 2000).
Sekitar dua pertiga tumor ovarium adalah tipe epitel, yang berasal dari jaringan epitel
atau mesotelium coelomic. Diantara kanker ovarium tipe epitel sendiri 75% merupakan tipe
serosa, 20% tipe musinosa, 2% endometrioid, dan kurang dari 1% merupakan tipe clear cell,
Etiologi dari perubahan seluler yang berperan dalam perkembangan tumor epitel
didasari oleh perubahan yang terjadi pada tingkat molekuler serta terjadinya defek yang
spesifik. Hal ini menandakan bahwa perbedaan gambaran dan pola histologis yang terjadi
pada tumor ovarium berhubungan dengan terjadinya defek yang berbeda-beda pada gen-gen
yang mendasari setiap tipe fenotip histologisnya (Wheeler, 2001). Jenis hitopatologi tumor
A. Epitel (65 persen dari semua kanker ovarium). Sekitar 15 persen dari semua kanker
ovarium epitel memiliki potensi keganasan yang rendah. Epitel merupakan epitel
yang berasal dari epitel selom atau epitel endometrium ektopik. Epitel selom akan
menjadi epitel mullerian pada perkembangan embrio. Dari epitel ini akan terbentuk
tuba fallopii, pelapis endometrium atau kelenjar endoservikal. Yang termasuk disini
adalah:
b. Musinosa (15 sampai 25 persen, dapat tumbuh hingga ukuran besar, histologinya
bervariasi).
B.Germ cell yang bermigrasi ke ovarium dari yolk sac (25 persen dari seluruh kanker
a. Disgerminoma
c. Teratoma immatur
d. Koriokarsinoma
f. Embrional karsinoma
C. Sex cord stromal (5 persen dari semua ca. ovarium) terdiri atas sel granulosa tumor (tipe
dikelompokan berdasarkan pola diferrensiasi dan luas proliferasi lapisan epitel. Derajat
keganasan kanker mempunyai korelasi yang erat dengan derajat diferensiasi jaringan
tumornya. Luas proliferasi epitel berhubungan dengan perangai biologis tumor. Jika
jinak dengan proliferasi epitel minimal, (2) tumor borderline atau low malignant potential
(LMP) dengan proliferasi sedang, dan (3) tumor ganas atau karsinoma dengan proliferasi
a. Tumor jinak dengan proliferasi epitel minimal. Tanpa adanya tanda-tanda invasi
stroma. Tumor jinak memiliki proporsi 80 persen dan muncul sebagian besar pada
b. Tumor borderline
dan biologis yang berada diantara tumor jinak dan tumor ganas. Meskipun dapat
terjadi pada berbagai rentang usia, rata-rata penderita berada pada kisaran umur
pertengahan 40 tahun. Beberapa pada usia 15 tahun lebih muda daripada penderita
kanker ovarium invasif. Secara histologis, tumor borderline dibedakan dari tumor
jinak berdasarkan paling sedikit terdapat dua gambaran berikut, yaitu: atipia nukleus,
seluler, dan aktivitas mitotik. Tidak seperti pada karsinoma invasif, tumor borderline
ditandai oleh tidak adanya invasi stroma. Perjalanan penyakit tumor ovarium
yang dikumpulkan oleh Lu dan Bell ditemukan perjalanan penyakit yang berbeda
bergantung pada jenis implan di peritoneum. Angka survival 5 tahun pada stadium I
Secara histologis menunjukkan gambaran ganas, dengan inti sel yang beratipia berat,
Sebagian besar tumor ovarium adalah tumor epitel yang dibagi menjadi tiga tipe utama
yaitu serosa, endometrioid, dan mucinous (Bell, 2005). Tumor ini bervariasi dalam hal
ukuran dan komposisinya. Komponen tumor dapat berasal dari kelompok kista
(kistadenoma), kelompok kista dan fibrosa (kistadenofibroma), dan yang tersering kelompok
fibrosa (adenofibroma).
Serous adenocarcinoma merupakan neoplasma epitel ovarium invasif, terbentuk oleh sel-sel
yang penampakannya bervariasi mulai dari yang terbentuk oleh epitel tuba fallopi yang
berdiferensiasi baik sampai sel epitel anaplastik dengan inti sel beratipia berat seperti pada
tumor yang berdiferensiasi buruk. Secara makroskopis tumor berukuran bervariasi mulai dari
yang sulit dideteksi secara makroskopis sampai berdiameter lebih dari 20 cm, bilateral pada
duapertiga kasus, tetapi hanya sepertiganya saja bilateral pada kasus stadium I. Tumor yang
berdiferensiasi baik, berkonsistensi padat atau kistik dengan papil yang lembut di dalam
massa kistik tersebut ataupun pada permukaannya. Papilnya cenderung lebih lembut dan
confluent dibandingkan dengan tumor borderline. Tumor yang berdiferensiasi buruk biasanya
padat, rapuh, dengan massa yang nekrotik dan berdarah (Chen dkk., 2003).
Gambaran histologis tumor bervariasi mulai dari yang berglandula, berpapil, sampai
padat. Tipe kelenjarnya terpisah satu sama lain ataupun irreguler. Papilnya biasanya irreguler,
bercabang dengan gambaran sel yang meningkat. Pada tumor yang berdiferensiasi buruk,
area padat biasanya luas dan tersusun dari sel-sel berdiferensiasi buruk dengan papil-papil
berkelompak yang dipisahkan oleh myxoid atau stroma hyalin. Psammoma bodies dapat
terlihat dalam jumlah yang bervariasi. Stromanya dapat sedikit atau desmoplastic. Karsinoma
serous dapat terdiri dari berbagai macam tipe sel lainnya dalam jumlah yang kecil (kurang
dari 10%) yang menyebabkan kesulitan dalam diagnosa. Angka 5-years survival sekitar 40%.
Sampai 85% kasus dengan metastase luas. Survival 5 years pada pasien tersebut adalah 10-
dari epitel permukaan ovarium, invaginasi atau epitel inklusi dan tumbuh dengan cepat. Saat
ini tumor serus dipandang sebagai kelompok tumor yang homogenous dari sudut pandang
tumor yang berdiferensiasi baik, moderat, dan buruk, namun tampak adanya spektrum
diferensiasi yang menunjukkan progresi dari low grade sampai high grade malignancy. Jika
pada karsinoma kolorektal diketahui model progresi tumor merupakan contoh dari akumulasi
perubahan genetik mendasari perubahan morfologinya, maka model yang sama untuk
karsinoma ovarium serus tidak dipakai karena prekusor lesinya belum dapat teridentifikasi.
proliferasi atipia sel epitel tipe serus yang lebih banyak dari yang terlihat pada bagian
jinaknya namun tanpa adanya invasi ke stroma. Low malignant potential serous tumor
memperlihatkan adanya invasi awal ke stroma ditandai oleh sel-sel neoplastik yang
tersebar baik berkelompok maupun individual, yang secara sitologi mirip dengan tumor
yang tidak invasif. Penampakan makroskopisnya sama dengan tumor borderline serus
tanpa mikroinvasi. Sekitar 10-15% dari keseluruhan tumor borderline serus, pada
kisaran umur 17-83 tahun dengan rata-rata umur 34,5 tahun. Pada pasien yang
simptomatis gejalanya berupa nyeri dan massa pada pelvis. Sekitar 60% didapatkan
pada stadium IA, 13% pada stadium IB, 5% pada stadium IC, 8% pada stadium IIC,
10% pada stadium IIIC, dan 2,5% pada stadium IV (Chen VW dkk., 2003). Tanda khas
dari tumor borderline dengan mikroinvasif adalah adanya sel-sel neoplastik yang
tersebar baik berkelompok maupun individual di dalam stroma dengan sitoplasma yang
eosinophilic dan secara morfologi hampir sama dengan tumor non-invasive. Fokus-
fokus mikroinvasif membentuk mikropapil, bentuk solid, cribiformis tanpa atau dengan
reaksi stroma. Prognosis dari tumor dengan dan tanpa microinvasive hampir sama. Five
years survival rate adalah 100% dan 10-years survival rate adalah 86%. Tindakan
ditentukan oleh jenis tumor yang invasive atau noninvasive. Tipe tumor yang non
invasif hampir tidak berpengaruh terhadap 10-years survival rate dan bentuk yang
invasif berkaitan dengan prognosa yang buruk, yaitu 50% mengalami kekambuhan, dan
Tumor serus jinak merupakan 16% dari seluruh neoplasma epitel ovarium. Terjadi
terbanyak pada usia 40 sampai 60 tahun, namun dapat juga terjadi pada pasien yang
lebih muda dari 20 tahun ataupun diatas 80 tahun. Tumor serus jinak biasanya tumbuh
pada korteks ovarium atau pada permukaannya (8%). Biasanya bilateral terutama pada
usia lanjut. Gejala klinisnya nyeri, perdarahan pervaginam dan pembesaran abdomen,
Biasanya berupa lesi kistik yang unilokuler atau multilokuler, permukaan luarnya
lunak dan permukaan dalamnya terdiri dari papil-papil yang kecil. Kista mengandung
air dan sangat jarang opaque atau berdarah. Secara histologis tumor jinak serus
biasanya tersusun dari epitel yang sama dengan tuba fallopi dengan silia dan dalam
jumlah kecil sel sekretori yang tak bersilia. Tumor jinak serus merupakan hasil dari
ataupun invaginasi ke dalam kortek ovarium membentuk kista inklusi (Chen V, 2003).
Sebagian besar tumor serus ganas berbetuk kistik parsial. Tumor tersebut terdiri dari
kista multipel atau loculations, dan juga beberapa bagian padat. Tipe histologis ini
sebagian besar dijumpai pada usia enam puluhan tahun. Sebagian besar tumor saat
ditemukan sudah dalam kondisi tersebar merata. Five years survival rate pada stadium
I, stadium II, stadium III dan stadium IV secara berurutan adalah 76%, 56%, 25%, dan
Merupakan tumor ovarium dimana beberapa atau keseluruhan sel epitel mengandung
intestinal. Pada beberapa tumor hanya tampak berupa sebaran sel goblet pada epitel.
a. Adenocarcinoma Musinus
Tumor ovarium malignant yang pada area yang berdiferensiasi baik epitelnya
dibedakan dengan tumor borderline dari adanya bukti invasi ke stroma ovarium. Secara
massa kistik yang multilokuler atau unilokuler mengandung cairan mukus yang encer
atau kental. Sekitar 5% bilateral. Sering terdapat perdarahan, nekrosis, area yang
berpapil atau padat, dan pada beberapa tumor sebagian besar adalah area padat.
Pada keadaan dimana tidak terlihat adanya infiltrasi ke stroma, diasumsikan invasi
bila tampak adanya kompleks papil atau susunan kelenjar yang ditutupi oleh sel-sel
malignan dengan sedikit atau sama sekali tak terlihat adanya invasi ke stroma. Tanda
invasi tampak juga dalam bentuk infiltrasi kelenjar, tubulus, cords atau cell nest. Stroma
dapat menyerupai stroma ovarium ataupun desmoplastic. Umumnya tampak juga area
yang jinak ataupun borderline. Jarang sekali, tumor musinus terdiri dari area
adenofibroma musinus dengan sel epitel malignan dan fokus pada invasi stroma.
karsinoma musinus yang merupakan metastase yang secara klinis dapat tampak sebagai
tumor ovarium primer. Kebanyakan berasal dari intestinal, appendik, pankreas, biliary
tract, lambung ataupun serviks. Gambaran umum yang mendukung suatu karsinoma
musinus primer adalah pola ekspansi dari invasinya dan pola kompleks papilarinya.
Sedangkan gambaran umum yang mendukung bahwa tumor tersebut merupakan suatu
perubahan malignansi dari jinak dan borderline tumor musin menjadi karsinoma epitel
memiliki prognosis yang baik. Prognosis pada kasus dengan penyebaran di luar
ovarium adalah buruk. Grading dari karsinoma musinus tidak dapat memprediksi sifat
55%, stadium III 21%, dan 9% pada stadium IV (Petterson dkk., 1991).
proliferasi sel tipe musinus yang lebih banyak dari yang terlihat pada bagian jinaknya
namun tanpa adanya invasi ke stroma. Komponen epitelnya menyerupai epitel intestinal,
hampir selalu mengandung sel goblet, selalu mengandung sel-sel neuroendokrin dan
walaupun jarang dapat terlihat sel Paneth. Berkisar 85-90% dari tumor borderline
massa kistik multilokuler atau unilokuler mengadung air atau material mukoid yang
kental. Biasanya tampak juga area berdarah, nekrotik, solid ataupun papil-papil (Chen V
dkk., 2003).
sel-sel yang menyusun kista berlapis-lapis (tidak lebih dari 3 lapisan) dan dapat
membentuk papil intrakistik filiformis dengan support stroma yang minimal. Inti selnya
sedikit lebih besar dengan gambaran lebih mitotik dibandingkan dengan cystadenoma.
Dapat tampak sel Goblet dan sel Paneth. Secara umum gambarannya menyerupai
hiperplastik atau adenomatus polip kolon. Sel-sel epitel yang melapisi kista tumor
borderline intestinal secara sitologi menunjukkan malignansi dan dapat berlapis sampai 4
lapis atau lebih dalam bentuk padat, papilary, atau cribiformis. Tumor dengan fokus
Pada stadium awal, prognosisnya baik, dengan kekambuhan yang jarang. Pada
stadium lanjut, metastase biasanya dalam bentuk invasi ke pelvis atau implantasi pada
proliferasi sel tipe musinus yang lebih banyak dari yang terlihat pada bagian jinaknya
namun tanpa adanya invasi ke stroma. Sel epitel musin menyerupai epitel endoserviks.
Merupakan 10-15% dari tumor musinus borderline. Dapat berupa massa kistik
multilokuler atau unilokuler yang mengadung air atau material mukoid yang kental.
Biasanya tampak juga area berdarah, nekrotik, solid ataupun papil-papil. Lebih kecil
dibandingkan dengan tipe intestinal dan memiliki lebih sedikit kista. Sekitar 40%
merupakan bilateral dan dapat tumbuh bersamaan dengan kista endometrioid. Tumor ini
dapat berimplantasi pada pelvis, abdomen dan menunjukkan tanda-tanda invasif. Secara
histologis dibedakan dengan tipe intestinal dimana tumor ini dibentuk oleh bulbous papil
yang luas seperti pada tumor borderline serus. Sel epitel yang melapisi papil merupakan
sel-sel musinus kolumner dan dikelilingi oleh sel dengan sitoplasma yang eosiniphilic. Sel
intinya sedikit beratipia. Tumor ini dapat berimplantasi di pelvis atau abdomen, beberapa
Tumor jinak musinus terdiri dari sel epitel yang menyerupai epitel endoserviks atau
gastrointestinal. Selalu mengandung sel goblet, sel-sel neuroendokrin dan walaupun jarang
dapat terlihat sel Paneth. Secara makroskopis biasanya berukuran besar, unilateral, masa
kista yang multilokuler atau unilokuler yang mengandung air atau material mukoid.
dengan kista yang kecil. Tumor jinak musin terdiri dari cystadenomas, cystadenofibromas
dan adenofibromas. Terdiri dari kelenjar dan kista yang dilapisi epitel kolumner musin.
Stratifikasi selulernya minimal, inti selnya dapat mengalami atipia yang ringan. Cyst
Tumor endometrioid adalah tumor ovarium epitel yang dibentuk oleh sel yang
dijumpai dan biasanya kistik dan unilateral. Tumor endometrioid borderline juga biasanya
kistik dan unilateral. Angka kejadian didapatkan seperlima dari kejadian neoplasma
prognosis yang sangat baik. Keduanya dijumpai pada umur enam puluhan (Chen V dkk.,
2003).
menyerupai jenis paling banyak dari tipe tumor endometrioid dari korpus uteri. Karsinoma
endometrioid merupakan 10-20% dari karsinoma ovarium dan didapatkan pada wanita
Pada 80% kasus terdapat peningkatan kadar CA 125. Secara makroskopis tumor
biasanya berdiameter 10-20 cm, solid, lembek, rapuh atau kistik dengan massa yang
menonjol ke dalam lumen. Pada 28% kasus merupakan bilateral. Pada karsinoma stadium
cara yang sama dengan adenokarsinoma endometrium. Menurut laporan dari FIGO, 31%
merupakan stadium I, 20% stadium II, 38% stadium III, dan 11% stadium IV. Secara
korpus uteri. Tumor yang berdiferensiasi baik menunjukkan gambaran kelenjar tubular
yang bulat, oval, dilapisi oleh epitel non-mucin bertingkat. Dapat terlihat bentuk
cribiformis atau villoglandular. Differensiasi skuamus terjadi pada 30-50% kasus, sering
dalam bentuk morula. Kumpulan sel epitel berbentuk spindel kadang juga ditemukan.
Sebagian besar karsinoma endometriod berasal dari inklusi epitel permukaan, dan sampai
42% disertai dengan endometriosis pelvis atau ovarium ipsilateral yang menunjukkan
atipikal)
Lima belas sampai 20% karsinoma endometrioid pada ovarium berkaitan dengan
karsinoma endometrium. Prognosanya baik jika tumor hanya terjadi pada kedua organ,
yang menunjukkan bahwa neoplasia ini secara primer berasal dari kelenjar Mullerian.
Sebagian kecil, karsinoma endometrioid berasal dari metastase tumor lainnya. Pasien
pada stadium I memiliki five years survival rate sebesar 78%, 63% pada stadium II, 24%
Merupakan tumor ovarium jinak, borderline, atau ganas dengan komponen yang terdiri
dari clear cells dan hobnail cells. Gambaran histologi didominasi oleh sel epitel namun dapat
juga berupa komponen fibromatosa. Sel epitel dapat terdiri dari satu atau beberapa tipe sel.
Sel yang paling sering adalah clear cell dan hobnail cell. Sel lain yang dapat terlihat adalah
sel cuboid, flat, oxyphilic dan signet-ring cell. Kebanyakan tumor clear cell adalah
karsinoma, dan berlatar belakang adenofibromatous. Clear cell tumor yamg jinak dan
borderline jarang dijumpai dan hampir selalu adenofibromatous. Clear cell adenocarcinoma
dijumpai pada rata-rata umur 57 tahun. Tumor berasal langsung dari sel permukaan ovarium,
kista inklusi atau dari kista endometriotik. Tumor rata-rata berdiameter 15 cm, dengan
konsistensi padat, unilokuler dengan dinding yang tebal, dengan nodul kuning besar yang
menonjol ke lumen atau kista multilokuler yang mengandung air atau cairan musin. Dijumpai
33% pada stadium I, 19% pada stadium II, 29% pada stadium III dan 9% pada stadium IV.
Five years survival rate pada stadium I adalah 69%, 55% pada stadium II, 14% pada stadium
Borderline clear cell adenofibromatous tumor dijumpai pada wanita dengan rata-rata
umur 65 tahun. Memiliki penampakan makroskopis yang sama dengan adenofibroma namun
memiliki area yang lebih lembut dan lebih besar. Gambaran histologi berupa sel yang
mengalami atipia atau carcinomatous tanpa adanya invasi. Memiliki prognosa yang baik.
Cler cell adenofibroma merupakan tumor ovarium yang secara histologi terdiri dari
kelenjar atau kista jinak yang dilapisi oleh clear cell atau hobnail cell pada stromanya yang
padat. Dijumpai pada rata-rata umur 45 tahun. Secara makroskopis memiliki diameter rata-
rata 12 cm dan tampak lobus yang lembut pada permukaan luarnya, jika permukaannya
Ditandai dengan adanya komponen stroma yang dominan disertai transisional cell
nest. Sel epitel merupakan sel urothelial-like matur. Merupakan 4-5% dari tumor
ovarium epitel jinak. Kebanyakan (95%) dijumpai pada wanita berumur 30-60 tahun.
Secara makroskopis berukuran kecil, kurang dari 2 cm. hanya 7-8% bilateral.
Malignant Brenner tumor didapatkan pada wanita usia 50-70 tahun. Hanya 5% dari
brenner tumor adalah ganas. Secara makroskopis berdiameter 16-20 cm. Bilateral
pada 12% kasus. Sekitar 80% didiagnosis pada stadium I. Secara histologi elemen
invasif biasanya berupa high grade transitional cell carcinoma atau squamous cell
carcinoma, meskipun biasanya tumor dibentuk oleh crowded, irreguler island dari sel
transisional malignan dengan gambaran low grade. Memiliki prognosis yang baik.
Pasien pada stadium I memiliki 88% five years survival rate. Malignant Brenner
tumor memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan transitional cell
Borderline malignant tumor merupakan ovarian transitional cell tumor yang low
malignant potential dengan gambaran epitel atipia atau malignant tetapi tidak dilihat
adanya invasi stroma. Sekitar 3-5% Brenner tumor adalah borderline. Gejala klinis
pasien.
benign atau borderline Brenner. Jenis ini merupakan 6% dari karsinoma ovarium.
Dari penjabaran di atas tumor ovarium tipe epitel dapat diringkas sesuai dengan histologi dan
Tabel 2.1 Pembagian Tumor Ovarium Jinak, Borderline, dan Karsinoma Tipe Epitel
Sesuai Gambaran Histologi Disesuaikan Dengan Kriteria WHO (Scully R, 1999)
Histologi Jinak Borderline Ganas
Serous Tumor serous jinak Tumor serous borderline Serous
adenocarcinoma
Musinus Cystadenofibrom Mucinous Musinus
borderline intestine adenocarcinom
a Adenofibroma
type a
Mucinous
borderline
endocervical-like
Endometrioid Endometrioid jinak Endometrioid borderlline Endometrioid
adenocarcinoma
Clear cell Adenofibroma Adenofibromatous Clear cell
adenocarcinoma
Transitional Tumor brenner Tumor brenner borderline Tumor
jinak transitional
malignant
Tumor brenner
ganas
Tipe lain Squaous
cell
carcinoma
Undifferentiate
d carcinoma
Tabel 2.2 Kriteria Stadium Kanker Ovarium menurut FIGO ( Federation Gynecologist
and Obstetricans , 2014)
Stadium Kriteria
I Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium
Ia Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium( kapsul intak) atau tuba falopi; tidak ada
tumor pada ovarium atau permukaan tuba fallopi, tidak ada sel maligna dalam ascites atau
bilasan peritoneum
Ib Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua ovarium (kapsul intak) atau tuba fallopi; tidak ada
tumor pada ovarium atau permukaan tuba fallopi, tidak ada sel maligna dalam ascites atau
bilasan peritoneum.
Ic Tumor terbatas pada satu atau kedua ovarium atau tuba fallopi, yang diikuti
dengan IC1: surgical spill
IC2: rupture kapsul debelum operasi atau tumor pada permukaan ovarium atau tuba fallopi
IC3: sel maligna pada ascites atau bilasan peritoneum
II Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium atau tuba fallopi dengan perluasan ke
rongga pelvis ( di bawah pinggir pelvik) atau kanker peritoneum primer.
IIa Penyebaran dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba fallopi/ ovarium
IIb Perluasan ke jaringan intraperitoneal pelvis lainnya.
III Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dan atau tuba fallopi, atau kanker peritoneum
primer, dengan perluasan ke peritoneum diluar pelvis dan/atau metastase ke kelenjar getah
bening retroperitoneal yang dipastikan secara sitology atau histopatologi.
IIIa Retroperitoneal kelenjar limfe positif atau penyebaran mikroskopik ke pelvis
IIIa1 Retroperitoneal kelenjar limfe
IIIa1(i) penyebaran <= 10 mm
IIIa1(ii) penyebaran >10 mm
IIIa2 Penyebaran mikroskopik, peritoneal, limfanodi retroperitoneal
IIIb Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran di permukaan peritoneum
berdiameter tidak lebih dari 2 cm dan didukung oleh hasil pemeriksaan histologi. Dengan/
tidak penyebaran ke limfanodi peritoneal
IIIc Terdapat penyebaran pada peritoneum abdominal dengan diameter lebih dari 2 cm atau
terdapat penyebaran ke kelenjar limfe retroperitoneal atau inguinal atau keduanya
IVa Pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila terdapat
efusi pleura, harus ditemukan sel-sel ganas pada pemeriksaan sitologi. Metastasis pada
parenkim hati sesuai dengan stadium IV
IVb Metastasis parenkim dan metastasis jauh (termasuk limfanodi inguinal dan limfanodi diluar
rongga abdomen)
2.1.3 Patogenesis
ini dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan, seperti bahan kimiawi, radiasi, virus, atau hasil
pewarisan pada sifat germ line. Namun tidak semua mutasi diakibatkan oleh faktor
lingkungan karena beberapa dapat terjadi secara spontan. Target utama dari kerusakan
genetik ini adalah empat kelompok gen utama, yaitu proto-onkogen yang berfungsi
meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel normal, yang kemudian hasil mutasinya
disebut onkogen (HER2Neu, RAS, MYC, CDK1) kemudian gen lainnya adalah tumor
supressor gene yang berfungsi menghambat proliferasi sel, gen yang mengatur mekanisme
apoptosis, serta gen yang terlibat dalam perbaikan DNA (Stricker, 2007).
Karsinogenesis pada kanker ovarium, terutama kanker ovarium epitel atau karsinoma
ovarium masih belum diketahui dengan jelas. Suatu model yang dikemukakan oleh (Schorge
dkk., 2008) membagi tumorigenesis kanker ovarium epithelial menjadi tiga jalur utama.
Jalur yang pertama merupakan hasil dari akumulasi penyimpangan genetik yang
menyebabkan perubahan keganasan dari kista jinak menjadi tumor borderline dan kemudian
menjadi karsinoma ovarium yang invasif. Jenis tumor invasif yang termasuk dalam jalur ini
memiliki sifat pertumbuhan yang lambat dengan derajat diferensiasi yang baik (Schorge,
2008).
Jalur yang kedua merupakan hasil dari sifat-sifat yang diturunkan, dengan frekuensi 5
sampai 10 persen dari kanker tipe epitel. Kanker familial dengan mutasi gen BRCA muncul
pada usia 15 tahun lebih awal dari jenis kanker yang bersifat sporadis. Mutasi gen BRCA
menyebabkan terhentinya fungsi normalnya sebagai tumor supressor gene. Hilangnya fungsi
normal dari BRCA ditemukan pada tahap awal sebelum terjadinya invasi, sehingga hal ini
Jalur yang ketiga, merupakan mekanisme yang terjadi pada sebagian besar karsinoma,
berawal dari perubahan sel epitel permukaan ovarium pada kista inklusi yang masuk ke
dalam struktur stroma ovarium. Siklus perubahan permukaan ovarium selama proses ovulasi
dalam periode yang panjang dan berulang-ulang menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang
berlebihan. Kista inklusi ini akan berkembang menjadi tumor ovarium jinak, borderline
ataupun ganas baik secara langsung dari kista inklusi ataupun secara tidak langsung melalui
2.2.1 CA-125
Selama lebih dari 3 dekade, CA-125 telah digunakan sebagai petanda tumor kanker
ovarium. Cancer antigen 125 atau Carbohydrate antigen 125 (CA-125), merupakan musin
dengan berat molekul tinggi yaitu >1 juta Dalton. CA-125 juga dikenal sebagai musin 16
atau MUC16 adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen MUC16. MUC16 adalah
anggota dari keluarga musin glikoprotein. Protein MUC16 secara enzimatik melepaskan diri
dari permukaan sel kanker ovarium. Hampir 80% dari tumor ganas ovarium mengekspresi
termasuk endometrium, epitel tuba falopii, parenkim paru, dan kornea, dimana keadaan
abnormal juga memberikan peningkatan CA-125 (Blalock, 2007). Kadar CA-125 tinggi
ditemukan pada trimester pertama kehamilan normal dan beberapa tumor jinak ovarium.
Kadar CA-125 juga tinggi pada kondisi yang mengiritasi peritoneum, perikardium, pleura,
sehingga juga meningkat pada radang panggul, sirosis hati dengan asites, penyakit payah
jantung, dan efusi pleura. Dengan demikian false-positive kenaikan CA-125 merupakan
masalah yang sering terjadi pada wanita premenopausal dengan endometritis aktif. Kenaikan
sedang terjadi pada wanita dengan menstruasi normal. Oleh sebab itu timbul pemikiran
pramenoupause harus menggunakan cut off >35 U/mL untuk menghindarkan positif palsu ini
Petanda tumor CA-125 mempunyai kepekaan yang sangat tinggi untuk memonitor
tumor ganas ovarium selama pengobatan dan untuk men-follow up kekambuhan selama
pengobatan, sehingga tidak dipermasalahkan lagi. Sensitifitas dan spesifisitas CA-125 adalah
84,4% dan 78,1% dengan cut off point 96,1 U/mL untuk digunakan sebagai petanda tumor
prognostik pada tumor ovarium jinak dan ganas di RSUP Adam Malik Medan (Dina S dkk.,
2012).
Dengan deteksi dini karsinoma ovarium tipe epitel dan dilakukan pembedahan segera
akan diperoleh hasil maksimal dan dapat meningkatkan angka harapan hidup penderita.
Dengan adanya petanda tumor CA-125 dan ditunjang dengan pemeriksaan lain yaitu
didapatkannya massa pelvis, dan dengan USG, maka identifikasi akan lebih baik dan
pengambilan keputusan untuk pembedahan dapat dilakukan dengan lebih tepat (Van Gorp.,
2011).
Petanda tumor CA-125 secara enzimatik melepaskan diri dari permukaan sel kanker
ovarium, tetapi beberapa jaringan normal, kondisi pleuritis, perikarditis, peritonitis, juga
melepaskan CA-125, juga pada mata kering dan trimester pertama kehamilan normal dan
beberapa tumor jinak ovarium. Keterbatasan ini berarti bahwa tes CA-125 sering memberikan
positif palsu untuk kanker ovarium dan pasien menjalani pemeriksaan lebih lanjut yang
sebenarnya tidak diperlukan (kadang-kadang termasuk operasi) dan kecemasan pada pasien,
sehingga tes ini tidak dapat digunakan pada pasien dengan penyakit penyerta yang akan
Penelitian yang dilakukan oleh Dina dkk, 2012 di RSUP Adam Malik Medan,
mendapatkan sensitifitas dan spesifisitas CA-125 sebesar 84,4% dan 78,1% dengan cut off
point 96,1 U/mL sebagai petanda tumor prognostik pada tumor ovarium jinak dan ganas
CA-125 telah diketahui memiliki peranan dalam tumorigenesis dan proliferasi tumor
CA-125 membantu pertumbuhan tumor dengan menekan respon natural killer cells, yang
CA-125 berperan pada interaksi sel ke sel yang menyebabkan metastase dari sel tumor. Hal
ini didukung dengan CA-125 yang berikatan secara selektif dengan mesothelin, suatu
glikoprotein yang secara normal diekspresikan oleh sel mesotelial peritoneum. Interaksi
mesothelin dan CA-125 diduga sebagai langkah awal invasi sel tumor ke peritoneum. Selain
pada kanker ovarium mesothelin juga didapatkan pada beberapa tipe kanker seperti
mesothelioma dan squamous cell carcinoma. Oleh karena mesothelin juga diekspresikan oleh
sel tumor, interaksi dengan CA-125 membantu sel tumor untuk mendapatkan tempat untuk
Gambar 2.3 Metastase tumor diinisiasi oleh interaksi antara MUC 16(CA-125) dan
mesothelin (Gubbels dkk., 2006).
3. Induksi motilitas
Ekspresi dari ekor sitoplasma CA-125 memungkinkan sel tumor untuk bertumbuh, memicu
Hal ini berkaitan dengan kemampuan dari domain C-terminal dari CA-125 untuk
CA-125 juga memegang peranan dalam menurunkan sensitfitas dari sel kanker terhadap
terapi obat obatan. Overekspresi dari CA-125 tampaknya melindungi sel dari efek genotoksik
Nilai normal berkisar dari 0 sampai 35 (U / mL) (Molina dkk., 2011). Pada
pramenopause, tes CA-125 ini juga kurang dapat diandalkan karena sering terjadi
peningkatan pada keadaan non kanker (radang endometrium dan peritoneum) sehingga pada
keadaan ini cut off 35 U/mL tidak dapat dijadikan sebagai acuan.
Pada pasien pascamenopouse, CA-125 saat ini umum dipakai sebagai bahan
pertimbangan untuk memutuskan apakah pasien memerlukan tindakan diagnosis lebih lanjut
seperti USG. Namun CA-125 yang tinggi belum merupakan indikasi USG bila ternyata HE-4
rendah, terutama pada peritonitis. CA-125 secara luas sudah diterima sebagai penentu
prognosis dan kekambuhan kanker ovarium setelah mendapat terapi (Andersen dkk., 2010).
Kadar CA-125 juga digunakan untuk membedakan massa pelvis ganas dan jinak . Pada
pasien post menopause dengan massa adnexa dan kadar serum CA-125 yang sangat tinggi
(>200U/mL), didapatkan 96% positive predictive value untuk keganasan. Pada pasien
premenopause spesifisitas dari tes ini rendah karena kadar CA-125 cenderung meningkat
Berbeda dengan petanda tumor CA-125, kadar serum HE-4 tidak meningkat pada
radang panggul, peritoneum, perikardium, pleura, endometrium, paru-paru, dan kornea (tidak
memberi positif palsu). Interaksi HE-4 atau MUC16 (CA-125) dan mesotelin memprakarsai
metastasis tumor. MUC16 telah terbukti berperan dalam menyebabkan tumorigenesis dan
proliferasi tumor dengan mekanisme yang berbeda. HE-4 tinggi akan mengikat mesotelin di
mesotelial peritoneum dan kanker ovarium yang menyebabkan pengumpulan sel-sel tumor ke
lokasi metastasis, sehingga meningkatkan ukuran metastasis (Goodell dkk., 2009). MUC16
(CA-125) yang membantu dalam pertumbuhan tumor adalah dengan menekan respons
natural killer cells, sehingga melindungi sel-sel kanker dari respons kekebalan tubuh
progresifitas penyakit pada pasien dengan kanker ovarium tipe epitelial. Moore menemukan
bahwa HE-4 meningkat pada lebih dari setengah pasien kanker ovarium dimana tidak terjadi
HE-4 merupakan petanda adanya perubahan ER yang ditemukan pada pasien dengan tumor
ovarium. Ekspresi HE-4 telah terbukti melindungi sel sehingga pasien menjadi kurang
sensitif terhadap kemoterapi (Boivin dkk., 2009). HE-4 yang tinggi mengikat mesothelin dan
dihubungkan dengan ER yang berubah, meningkatkan motilitas tumor, dan membuat kurang
Human Epididimis 4 (HE-4) adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen
WAP four-disulfide core domain protein-2 (WEFCD2). Petanda HE-4 adalah petanda tumor
kanker ovarium dengan sensitifitas 80% dengan cut off 150 pmol/L (Molina dkk., 2011). Gen
tersebut mengkode protein yang merupakan keluarga dari domain WFDC. Domain EFDC
terdiri dari delapan sistein yang membentuk empat ikatan disulfide pada inti dari protein, dan
berfungsi sebagai inhibitor protease. Gen ini diekspresikan pada sel epitel pulmonal, dan juga
Protein human epididymis 4 (HE-4) merupakan protein dengan berat molekul 11 kDa
yang merupakan prekursor protein sekretori epididimis E4 dan telah diekspresikan pada
beberapa jaringan normal meliputi epitelial jaringan respirasi dan reproduksi. Secara umum,
WAP mengandung protein bermolekul kecil yang terdiri dari 50 asam amino yang termasuk
di dalamnya 8 buah residu asam amino sistein dalam susunan yang baku. Selain itu WAP
memiliki aktivitas inhibitor serine protease yang disekresi oleh sel proinflamatori sehingga
berperan dalam pertahanan alami melawan mikroorganisme. Protein lainnya yang termasuk
dalam kelompok ini adalah serine leukocyte protease inhibitor (SLPI) dan elafin dimana
memiliki peran sebagai pertahanan paru-paru dan kulit terhadap pelepasan enzim proteolitik
Gen HE-4 terletak pada kromosom 20q12-13.1, suatu regio yang menempel pada
lokus 14 gen yang domain protein yang besifat homolog dengan WAP. Di antara gen-gen
WAP ini merupakan penghambat sekretori protease leukosit, yang diekspresikan berlebih
pada kanker ovarium. Secara terpisah, gen mengkode HE4 WFDC2 diekspresikan khususnya
pada kanker ovarium jenis serous dan endometrioid. Human Epididymis-4 telah dievaluasi
sebagai biomarker serologi baru untuk diagnosis dini kanker ovarium. Sejumlah petanda
tumor untuk tumor ovarium telah diidentifikasi baru-baru ini, meliputi mesotelin, suatu
reseptor faktor pertumbuhan epidermal berbentuk fragmen dengan berat 110 kd,
lysophophatidic acid, HE4, prostasin, osteopontin, dan human kallikreins 6 and 10. Di antara
marker tersebut HE4 merupakan satu yang paling dalam dipelajari. HE-4 pertama kali
dideskripsikan sebagai gen spesifik epididimis menggunakan analisis blot dan hibridisasi
transkrip in situ. Moore menganalisis sampel serum untuk kadar CA-125, soluble mesothelin-
epidermal. Sebagai penanda tumor tunggal, HE-4 memiliki sensitivitas tertinggi dalam
mendeteksi kanker ovarium dan kombinasi dengan CA-125 dan HE-4 lebih akurat
dibandingkan secara tunggal (Michel dkk., 2012; Braicu dkk., 2012; Mano dkk., 2005).
Berdasarkan pertimbangan ini, kuantifikasi dilakukan pada pasien dengan kanker ovarium
tipe epitelial, tumor ovarium jinak, dan jaringan ovarium normal. Keduanya, kadar serum
HE-4 dan CA-125 meningkat secara signifikan pada pasien kanker ovarium tipe epitelial
dibandingkan pada kanker ovarium jinak dan jaringan ovarium normal. Selanjutnya
peningkatan kadar HE-4 serum dihubungkan dengan stadium lanjut dan tidak berhubungan
dengan grade tumor, metastase jaringan limfe, dan ukuran residu tumor. Dibandingkan
dengan tipe mucinous dan clear cell, tipe serous memiliki kadar HE-4 yang lebih tinggi. Perlu
diingat, tidak terdapat penelitian yang menunjukkan hubungan antara HE-4, jenis sel, dan
Protein HE-4 merupakan protein asam whey dengan 4 inti disulfida yang berasal dari
sel epitelial epididimis manusia dan diekspresikan pada sejumlah jaringan pada tubuh,
termasuk saluran reproduksi wanita. Yang penting, HE-4 bersirkulasi dalam aliran darah dan
dapat dideteksi melalui immunosorbent assay (EIA) menggunakan antibodi monoklonal tikus
langsung pada epitop HE-4. Pada tahun 2009, badan pangan dan obat Amerika Serikat (FDA)
mengijinkan HE-4 dijadikan sebagai penanda pada wanita yang didiagnosis menderita kanker
epitelial ovarium dengan indikasi yang sama seperti saat menggunakan penanda CA-125
(Sokbom, dkk., 2011; Montagana, dkk., 2008). Hasil perbandingan beberapa pemeriksaan
hibridisasi genomik menunjukkan bahwa lokus 20ql3 seringkali terdapat pada kromosomal
dalam berbagai tipe kanker, termasuk keganasan pada rongga mulut, payudara, ovarium,
pankreas, dan uterus. Pada penelitian ekspresi gen menunjukkan secara konsisten upregulasi
HE4 pada karsinoma ovarium dan beberapa penelitian telah menganalisa ekspresi protein
HE4 pada neoplasma ovarium sehingga memberikan kesempatan untuk aplikasi pada
protein HE-4 pada serum penderita tumor ovarium, yang mempunyai sensitivitas yang
hampir sama dengan CA-125, tetapi HE-4 memiliki spesifisitas yang lebih baik dalam
membedakan tumor jinak dan ganas (Li J, dkk., 2009; Galgano, dkk., 2006; Drapkin, dkk.,
Ekspresi gen HE4 sangat dibatasi dalam jaringan manusia normal, yang sebagian besar
terbatas pada epitel respiratorium dari saluran udara proksimal dan epitelium dari saluran
reproduksi dan tidak diekspresikan dalam permukaan epitel ovarium yang normal. Pada
neoplasma ganas, pola restriksi tumor dari upregulation membuat biomarker HE-4 potensial
untuk berbagai tumor padat seperti kanker ovarium, adeno karsinoma paru, kanker
endometrium, mesotelioma, dan kanker payudara. Selama satu dekade terakhir, HE-4 telah
digunakan secara luas untuk screening awal dan diferensial diagnosis kanker ovarium, serta
untuk memantau penyakit dan rekurensi dari perkembangan penyakit. HE-4 promotor juga
sedang diselidiki dalam hal terapi gen potensial kanker ovarium. Studi panel multimarker
dengan HE-4 telah menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dalam
mendeteksi kanker ovarium stadium awal dan membedakan antara kasus jinak dan ganas.
Tes HE-4 oleh FDA disetujui untuk: (FDA, 2008)
1) Alat bantu monitor rekurensi atau progresifitas penyakit pada pasien dengan kanker
2) Tes serial sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan metode klinis lain untuk
matematika untuk menghitung probabilitas dari kanker ovarium tipe epitel dikenal
dengan Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA), untuk digunakan pada pasin
4) Hasil dari tes tersebut haruslah diinterpretasikan dengan temuan klinis lain sesuai
Sampai dengan saat ini CA-125 masih dijadikan baku emas untuk petanda tumor
ovarium pada wanita dengan massa pelvis untuk melihat risiko kanker ovarium dan
dimasukkan dalam tatalaksana pasien dengan kanker ovarium. Perlu diteliti lebih lanjut
apakah diagnostik dengan HE-4 lebih superior dari CA-125. Penelitian lain menemukan CA-
125 lebih tinggi pada pramenstruasi dibandingkan pascamenstruasi (p=0,001), tumor ganas
ovarium dibandingkan jinak dengan petanda CA-125 dan HE-4 juga berbeda bermakna
(p=0,005), serta derajat 3-4 dibandingkan derajat 1-2 (p=0.001) (Liu dkk., 2011).
HE-4 yang mengalami overekspresi pada kanker ovarium, dapat dideteksi dari serum
dengan pemeriksaan ELISA dengan sensitifitas rendah (false negative tinggi) mirip CA-125
dan spesifitas lebih tinggi untuk keganasan (false positive rendah). HE-4 dari sampel urine
juga memiliki spesifisitas tinggi sekitar 94,4%, termasuk 86,6% untuk stadium I/II dan 89,0%
untuk stadium III/IV termasuk 90,5% penderita dengan kanker ovarium serosa. HE-4 dengan
sampel serum dan urin pada pasien yang sama memberi sensitifitas yang serupa, sehingga
penggunaan sampel urin mungkin dapat memberikan gambaran untuk diagnosis. (Hellstrom
dkk., 2010).