Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumor Ovarium

Tumor ovarium merupakan kelainan yang terbanyak dalam bidang ginekologi,

sebagian besar merupakan lesi yang bersifat kistik, dengan insidens pada populasi berkisar 5-

15%. Kasus tumor jinak ovarium merupakan kasus yang terbanyak, mencapai sepertiga kasus

ginekologi setiap tahunnya. Tumor ovarium biasanya berkembang tanpa gejala sehingga baru

ditemukan saat pemeriksaan ginekologi rutin atau dari pemeriksaan ultrasonografi oleh

karena indikasi lain (Stany dkk., 2010).

2.1.1 Epidemiologi dan faktor risiko

Setiap tahunnya di seluruh dunia, 204.000 perempuan didiagnosa menderita kanker

ovarium, 125.000 diantaranya meninggal karena kanker ini. Insiden kanker ovarium tipe

epitel 15-54 per 100.000 (Sankaranarayan, 2006). Dari keseluruhan kasus, 90 sampai 95 %

merupakan kanker ovarium epithelial, termasuk didalamnya tumor ovarium low-malignant-

potential (borderline) (Quirk, 2005). Tumor borderline mencakup 10-15% dari seluruh tumor

ovarium jenis epithelial. (Alanbay, 2012). Secara umum, tidak ada tes skrining yang efektif

dan gejala awalnya pun sangat tidak jelas. Hal ini menyebabkan tiga perempat pasien

terdiagnosis sudah pada stadium lanjut ketika pertama kali berobat. Sekitar 80 persen kasus

akan mengalami kekambuhan yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan progresifitas

dan kematian (William, 2008). Kanker ovarium menjadi penyebab kematian tertinggi ke

lima dari semua keganasan pada wanita, dan yang tertinggi dari semua keganasan ginekologi

(Coleman, 2007). Insiden kanker ovarium tertinggi di Swedia dan Amerika Serikat yaitu

19,6/100.000 dan 15,4/100.000. Insiden terendah adalah di Jepang dengan ang ka insid en
10,1/100.000 (Coleman, 2007; Nagell, 2008). Satu diantara 78 perempuan Amerika (1,3

persen) akan mengalami kanker ovarium selama perjalanan hidupnya (Williams, 2010).

Faktor risiko kanker ovarium antara lain (CDC, 2014):

1. Wanita usia pertengahan

2. Memiliki kerabat dengan riwayat kanker ovarium (ibu, saudara perempuan, bibi, atau

nenek, dan bahkan ibu dari pihak ayah)

3. Adanya mutasi genetik yang disebut BRCA1 atau BRCA2 atau berhubungan dengan

Lynch syndrome

4. Mengidap kanker payudara, uterus, colorektal, serviks atau melanoma

5. Ras eropa timur atau yahudi

6. Belum melahirkan atau memiliki masalah untuk hamil

7. Mengidap endometriosis

Beberapa studi juga menunjukkan wanita yang mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron

selama lebih dari 10 tahun dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium (CDC, 2013).

Faktor tingkat reproduksi, lingkungan, dan faktor risiko genetiklah yang selama ini

dikaitkan dengan terjadinya kanker ovarium. Faktor yang dianggap paling penting adalah

riwayat keluarga yang menderita kanker payudara atau kanker ovarium, dan sekitar 5 sampai

10 persen pasien mempunyai predisposisi genetik yang diturunkan. Sedangkan sisanya 90

samapai 95 persen tanpa adanya keterkaitan dengan faktor genetik. Kebanyakan dari faktor

risiko tersebut berhubungan dengan pola tidak terputusnya siklus ovulasi selama masa

reproduksi (William, 2008). Riwayat keluarga merupakan risiko yang dianggap paling

penting pada kanker ovarium tipe epitelial. Identifikasi dari pasien risiko tinggi dengan

anggota keluarga yang menderita kanker ovarium, payudara, atau kanker kolon merupakan

strategi pencegahan yang dianggap terbaik (National Cancer Institute, 2007). Besarnya risiko

seorang wanita menderita kanker ovarium sepanjang hidupnya dengan first relative (ibu,
saudari, atau anak perempuan) menderita kanker ovarium adalah 1,5 sampai 5 persen.

Kanker ovarium familial menurunkan mutasi genetik yang menjadi predisposisi untuk

perkembangan kanker ovarium (Nagell, 2008; Coleman, 2007; Copeland, 2007).

2.1.2 Histopatologi

Klasifikasi World Health Organization (WHO) untuk tumor ovarium membagi

neoplasma ovarium menurut kemungkinan terbesar asal jaringannya, dibagi menjadi: surface

epithelial (65%), germ cell (15%), sex cord-stromal (10%), metastase (5%), dan lain lain

(Sharzad, 2013).

Tumor surface epithelial diklasifikasikan lagi berdasarkan tipe sel (serosa, musinosa,

endometroid, dan lain lain) dan atipik (jinak, borderline, atau maligna). Sebagian besar tumor

ganas adalah tipe surface epithelial (90%).

Neoplasma ovarium secara patologi sangatlah heterogen, World Health Organization

(WHO) membagi neoplasma ovarium menjadi tiga, yaitu coelomic surface ephitelium, germ

cell dan mesenkim (sex cord dan stroma).

Gambar 2.1 Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya (Chen VW dkk., 2003)
Sekitar 90% dari seluruh tumor ovarium ganas adalah tipe epitel yang berasal dari

invaginasi epitel permukaan ovarium. Ini merupakan mesotelium pelvis yang secara

embriologi berasal dari epitel coelomic. Epitel permukaan ovarium memiliki kemampuan

untuk mengalami metaplasia membentuk berbagai epitel, baik mullerian maupun

nonmullerian. Hal ini menyebabkan beragamnya tipe tumor epitel yang dapat muncul.

Jaringan mullerian yang dapat terbentuk diantaranya adalah epitel tuba falopii (pada tumor

tipe serosa), endometrium (tipe endometrioid) dan endoserviks (tipe musinosa). Sedangkan

jaringan nonmullerian epitel yang dapat terbentuk misalnya epitel usus halus (tumor

musinosa tipe intestinal) dan epitel transisional (tipe sel transisional dan tumor Brenner).

Tumor sex cord ditemukan hanya sekitar 5% dari seluruh kanker ovarium. Kasusnya yang

jarang muncul, gambaran histologi yang beragam dan perbedaan terminologi yang digunakan

menyebabkan kanker ovarium tipe ini cukup menyulitkan untuk dipelajari. Kelompok mayor

yang ketiga adalah kanker ovarium yang berasal dari germ cell, yang bersifat totipotensial

dapat berkembang menjadi neoplasma baik jinak maupun ganas (Williams, 2000).

Sekitar dua pertiga tumor ovarium adalah tipe epitel, yang berasal dari jaringan epitel

atau mesotelium coelomic. Diantara kanker ovarium tipe epitel sendiri 75% merupakan tipe

serosa, 20% tipe musinosa, 2% endometrioid, dan kurang dari 1% merupakan tipe clear cell,

Brenner, dan jenis karsinoma undifferentiated (Berek & Natarajan, 2007).

Etiologi dari perubahan seluler yang berperan dalam perkembangan tumor epitel

didasari oleh perubahan yang terjadi pada tingkat molekuler serta terjadinya defek yang

spesifik. Hal ini menandakan bahwa perbedaan gambaran dan pola histologis yang terjadi

pada tumor ovarium berhubungan dengan terjadinya defek yang berbeda-beda pada gen-gen

yang mendasari setiap tipe fenotip histologisnya (Wheeler, 2001). Jenis hitopatologi tumor

dianggap mempengaruhi prognosis suatu kanker ovarium.


Klasifikasi histologis berdasarkan asal sel dan jaringan (WHO, 2002):

A. Epitel (65 persen dari semua kanker ovarium). Sekitar 15 persen dari semua kanker

ovarium epitel memiliki potensi keganasan yang rendah. Epitel merupakan epitel

yang berasal dari epitel selom atau epitel endometrium ektopik. Epitel selom akan

menjadi epitel mullerian pada perkembangan embrio. Dari epitel ini akan terbentuk

tuba fallopii, pelapis endometrium atau kelenjar endoservikal. Yang termasuk disini

adalah:

a. Serosa (20 sampai 50 persen, kebanyakan ganas).

b. Musinosa (15 sampai 25 persen, dapat tumbuh hingga ukuran besar, histologinya

bervariasi).

c. Endometrioid (5 persen, sekitar 10 persen berhubungan dengan endometriosis).

d. Clear cell (5 persen, prognosanya sangat buruk)

e. Brenner (2 sampai 3 persen, kebanyakan jinak)

B.Germ cell yang bermigrasi ke ovarium dari yolk sac (25 persen dari seluruh kanker

ovarium) terdiri dari:

a. Disgerminoma

b. Mixed germ cell tumor

c. Teratoma immatur

d. Koriokarsinoma

e. Endodermal sinus tumor

f. Embrional karsinoma

C. Sex cord stromal (5 persen dari semua ca. ovarium) terdiri atas sel granulosa tumor (tipe

yang paling sering). Tipe lainnya adalah Sertoli-Leydig.

D. Lainnya, seperti sarkoma, metastatik

2.1.2.1 Tumor yang berasal dari epitel


Tumor epitel meliputi hampir dua pertiga dari keseluruhan keganasan ovarium dan

dikelompokan berdasarkan pola diferrensiasi dan luas proliferasi lapisan epitel. Derajat

keganasan kanker mempunyai korelasi yang erat dengan derajat diferensiasi jaringan

tumornya. Luas proliferasi epitel berhubungan dengan perangai biologis tumor. Jika

dibandingkan dengan jenis histologinya, derajat differensiasi suatu tumor sangat

mempengaruhi prognosisnya. Berdasarkan proliferasinya, tumor dibagi menjadi: (1) tumor

jinak dengan proliferasi epitel minimal, (2) tumor borderline atau low malignant potential

(LMP) dengan proliferasi sedang, dan (3) tumor ganas atau karsinoma dengan proliferasi

nyata dan terjadi invasi stroma (Schorge, 2008)

a. Tumor jinak dengan proliferasi epitel minimal. Tanpa adanya tanda-tanda invasi

stroma. Tumor jinak memiliki proporsi 80 persen dan muncul sebagian besar pada

wanita muda pada rentang umur 20 sampai 45 tahun.

b. Tumor borderline

Sekitar 10 sampai 15 persen kanker ovarium epitel memiliki penampakan histologis

dan biologis yang berada diantara tumor jinak dan tumor ganas. Meskipun dapat

terjadi pada berbagai rentang usia, rata-rata penderita berada pada kisaran umur

pertengahan 40 tahun. Beberapa pada usia 15 tahun lebih muda daripada penderita

kanker ovarium invasif. Secara histologis, tumor borderline dibedakan dari tumor

jinak berdasarkan paling sedikit terdapat dua gambaran berikut, yaitu: atipia nukleus,

stratifikasi epitel, gambaran microscopic papillary projections, pleomorphisme

seluler, dan aktivitas mitotik. Tidak seperti pada karsinoma invasif, tumor borderline

ditandai oleh tidak adanya invasi stroma. Perjalanan penyakit tumor ovarium

borderline invasif menunjukkan tingginya angka rekurensi dan kematian jika

dibandingkan dengan tumor ovarium borderline noninvasif. Dari beberapa penelitian

yang dikumpulkan oleh Lu dan Bell ditemukan perjalanan penyakit yang berbeda
bergantung pada jenis implan di peritoneum. Angka survival 5 tahun pada stadium I

adalah 99 persen, stadium II adalah 98 persen, stadium III adalah 96 persen,

sedangkan stadium IV adalah 77 persen.

c. Tumor ganas atau karsinoma

Secara histologis menunjukkan gambaran ganas, dengan inti sel yang beratipia berat,

aktivitas mitosis yang tinggi, serta adanya invasi ke stroma.

Sebagian besar tumor ovarium adalah tumor epitel yang dibagi menjadi tiga tipe utama

yaitu serosa, endometrioid, dan mucinous (Bell, 2005). Tumor ini bervariasi dalam hal

ukuran dan komposisinya. Komponen tumor dapat berasal dari kelompok kista

(kistadenoma), kelompok kista dan fibrosa (kistadenofibroma), dan yang tersering kelompok

fibrosa (adenofibroma).

2.1.2.1.1 Tumor serous

Serous adenocarcinoma merupakan neoplasma epitel ovarium invasif, terbentuk oleh sel-sel

yang penampakannya bervariasi mulai dari yang terbentuk oleh epitel tuba fallopi yang

berdiferensiasi baik sampai sel epitel anaplastik dengan inti sel beratipia berat seperti pada

tumor yang berdiferensiasi buruk. Secara makroskopis tumor berukuran bervariasi mulai dari

yang sulit dideteksi secara makroskopis sampai berdiameter lebih dari 20 cm, bilateral pada

duapertiga kasus, tetapi hanya sepertiganya saja bilateral pada kasus stadium I. Tumor yang

berdiferensiasi baik, berkonsistensi padat atau kistik dengan papil yang lembut di dalam

massa kistik tersebut ataupun pada permukaannya. Papilnya cenderung lebih lembut dan

confluent dibandingkan dengan tumor borderline. Tumor yang berdiferensiasi buruk biasanya

padat, rapuh, dengan massa yang nekrotik dan berdarah (Chen dkk., 2003).

Gambaran histologis tumor bervariasi mulai dari yang berglandula, berpapil, sampai

padat. Tipe kelenjarnya terpisah satu sama lain ataupun irreguler. Papilnya biasanya irreguler,
bercabang dengan gambaran sel yang meningkat. Pada tumor yang berdiferensiasi buruk,

area padat biasanya luas dan tersusun dari sel-sel berdiferensiasi buruk dengan papil-papil

berkelompak yang dipisahkan oleh myxoid atau stroma hyalin. Psammoma bodies dapat

terlihat dalam jumlah yang bervariasi. Stromanya dapat sedikit atau desmoplastic. Karsinoma

serous dapat terdiri dari berbagai macam tipe sel lainnya dalam jumlah yang kecil (kurang

dari 10%) yang menyebabkan kesulitan dalam diagnosa. Angka 5-years survival sekitar 40%.

Sampai 85% kasus dengan metastase luas. Survival 5 years pada pasien tersebut adalah 10-

20% (Chen ,2003).

Gambaran secara umum patogenesis adenokarsinoma serus adalah berasal langsung

dari epitel permukaan ovarium, invaginasi atau epitel inklusi dan tumbuh dengan cepat. Saat

ini tumor serus dipandang sebagai kelompok tumor yang homogenous dari sudut pandang

patogenesis. Walaupun demikian, meskipun neoplasma ini telah dikelompokkan menjadi

tumor yang berdiferensiasi baik, moderat, dan buruk, namun tampak adanya spektrum

diferensiasi yang menunjukkan progresi dari low grade sampai high grade malignancy. Jika

pada karsinoma kolorektal diketahui model progresi tumor merupakan contoh dari akumulasi

perubahan genetik mendasari perubahan morfologinya, maka model yang sama untuk

karsinoma ovarium serus tidak dipakai karena prekusor lesinya belum dapat teridentifikasi.

a. Tumor borderline serus

Merupakan tumor ovarium yang low malignant potential yang menunjukkan

proliferasi atipia sel epitel tipe serus yang lebih banyak dari yang terlihat pada bagian

jinaknya namun tanpa adanya invasi ke stroma. Low malignant potential serous tumor

memperlihatkan adanya invasi awal ke stroma ditandai oleh sel-sel neoplastik yang

tersebar baik berkelompok maupun individual, yang secara sitologi mirip dengan tumor

yang tidak invasif. Penampakan makroskopisnya sama dengan tumor borderline serus

tanpa mikroinvasi. Sekitar 10-15% dari keseluruhan tumor borderline serus, pada
kisaran umur 17-83 tahun dengan rata-rata umur 34,5 tahun. Pada pasien yang

simptomatis gejalanya berupa nyeri dan massa pada pelvis. Sekitar 60% didapatkan

pada stadium IA, 13% pada stadium IB, 5% pada stadium IC, 8% pada stadium IIC,

10% pada stadium IIIC, dan 2,5% pada stadium IV (Chen VW dkk., 2003). Tanda khas

dari tumor borderline dengan mikroinvasif adalah adanya sel-sel neoplastik yang

tersebar baik berkelompok maupun individual di dalam stroma dengan sitoplasma yang

eosinophilic dan secara morfologi hampir sama dengan tumor non-invasive. Fokus-

fokus mikroinvasif membentuk mikropapil, bentuk solid, cribiformis tanpa atau dengan

reaksi stroma. Prognosis dari tumor dengan dan tanpa microinvasive hampir sama. Five

years survival rate adalah 100% dan 10-years survival rate adalah 86%. Tindakan

unilateral salpingo-oophorectomy dapat dilakukan dengan mempertimbangkan fertilitas

pasien. Prognosis ditentukan berdasarkan adanya implantasi ke peritonem yang

ditentukan oleh jenis tumor yang invasive atau noninvasive. Tipe tumor yang non

invasif hampir tidak berpengaruh terhadap 10-years survival rate dan bentuk yang

invasif berkaitan dengan prognosa yang buruk, yaitu 50% mengalami kekambuhan, dan

10-years survival ratenya hanya 35% (Chen V, 2003).

b. Tumor serus jinak

Tumor serus jinak merupakan 16% dari seluruh neoplasma epitel ovarium. Terjadi

terbanyak pada usia 40 sampai 60 tahun, namun dapat juga terjadi pada pasien yang

lebih muda dari 20 tahun ataupun diatas 80 tahun. Tumor serus jinak biasanya tumbuh

pada korteks ovarium atau pada permukaannya (8%). Biasanya bilateral terutama pada

usia lanjut. Gejala klinisnya nyeri, perdarahan pervaginam dan pembesaran abdomen,

namun tumor kebanyakan asimptomatis dan diketahui secara kebetulan ketika

pemeriksaan USG karena keluhan ginekologi yang lain.


Diameter tumor berukuran 1-10 cm namun dapat juga mencapai lebih dari 30 cm.

Biasanya berupa lesi kistik yang unilokuler atau multilokuler, permukaan luarnya

lunak dan permukaan dalamnya terdiri dari papil-papil yang kecil. Kista mengandung

air dan sangat jarang opaque atau berdarah. Secara histologis tumor jinak serus

biasanya tersusun dari epitel yang sama dengan tuba fallopi dengan silia dan dalam

jumlah kecil sel sekretori yang tak bersilia. Tumor jinak serus merupakan hasil dari

proliferasi epitel permukaan ovarium, yang menghasilkan papil pada permukaannya

ataupun invaginasi ke dalam kortek ovarium membentuk kista inklusi (Chen V, 2003).

C. Tumor serus ganas

Sebagian besar tumor serus ganas berbetuk kistik parsial. Tumor tersebut terdiri dari

kista multipel atau loculations, dan juga beberapa bagian padat. Tipe histologis ini

sebagian besar dijumpai pada usia enam puluhan tahun. Sebagian besar tumor saat

ditemukan sudah dalam kondisi tersebar merata. Five years survival rate pada stadium

I, stadium II, stadium III dan stadium IV secara berurutan adalah 76%, 56%, 25%, dan

9% (Kurman dkk., 1994).

2.1.2.1.2 Tumor musinus

Merupakan tumor ovarium dimana beberapa atau keseluruhan sel epitel mengandung

musin intrasitoplasma. Sel-sel tersebut menyerupai endoserviks, pilorus gaster, dan

intestinal. Pada beberapa tumor hanya tampak berupa sebaran sel goblet pada epitel.

a. Adenocarcinoma Musinus

Tumor ovarium malignant yang pada area yang berdiferensiasi baik epitelnya

menyerupai epitel endoserviks atau intestinal. Adenocarcinoma ovarium musinus

dibedakan dengan tumor borderline dari adanya bukti invasi ke stroma ovarium. Secara

makroskopis karsinoma biasanya berukuran besar dan unilateral, permukaannya halus,

massa kistik yang multilokuler atau unilokuler mengandung cairan mukus yang encer
atau kental. Sekitar 5% bilateral. Sering terdapat perdarahan, nekrosis, area yang

berpapil atau padat, dan pada beberapa tumor sebagian besar adalah area padat.

Pada keadaan dimana tidak terlihat adanya infiltrasi ke stroma, diasumsikan invasi

bila tampak adanya kompleks papil atau susunan kelenjar yang ditutupi oleh sel-sel

malignan dengan sedikit atau sama sekali tak terlihat adanya invasi ke stroma. Tanda

invasi tampak juga dalam bentuk infiltrasi kelenjar, tubulus, cords atau cell nest. Stroma

dapat menyerupai stroma ovarium ataupun desmoplastic. Umumnya tampak juga area

yang jinak ataupun borderline. Jarang sekali, tumor musinus terdiri dari area

adenofibroma musinus dengan sel epitel malignan dan fokus pada invasi stroma.

Diferensial diagnosis terpenting dari karsinoma ovarium musin adalah dengan

karsinoma musinus yang merupakan metastase yang secara klinis dapat tampak sebagai

tumor ovarium primer. Kebanyakan berasal dari intestinal, appendik, pankreas, biliary

tract, lambung ataupun serviks. Gambaran umum yang mendukung suatu karsinoma

musinus primer adalah pola ekspansi dari invasinya dan pola kompleks papilarinya.

Sedangkan gambaran umum yang mendukung bahwa tumor tersebut merupakan suatu

metastase karsinoma musinus adalah tumor yang bilateral, multinoduler, histologi

permukaannya melibatkan sel-sel epitel dan invasi vaskular (Chen V, 2003).

Tumor merupakan refleksi dari progresi neoplasia jinak ke ganas pada

perkembangan karsinoma musinus. Penelitian terakhir menduga bahwa pada rangkaian

perubahan malignansi dari jinak dan borderline tumor musin menjadi karsinoma epitel

infiltratif terdapat proses transisi karsinogenesis. Karsinoma musinus stadium I

memiliki prognosis yang baik. Prognosis pada kasus dengan penyebaran di luar

ovarium adalah buruk. Grading dari karsinoma musinus tidak dapat memprediksi sifat

atau respon terapi terlepas dari surgical stage.


Five years survival rate pada musinus ganas ini adalah pada stadium I 83%, stadium I

55%, stadium III 21%, dan 9% pada stadium IV (Petterson dkk., 1991).

b. Mucinous Borderline Tumour, Intestinel Type

Merupakan tumor ovarium yang low malignant potential yang menunjukkan

proliferasi sel tipe musinus yang lebih banyak dari yang terlihat pada bagian jinaknya

namun tanpa adanya invasi ke stroma. Komponen epitelnya menyerupai epitel intestinal,

hampir selalu mengandung sel goblet, selalu mengandung sel-sel neuroendokrin dan

walaupun jarang dapat terlihat sel Paneth. Berkisar 85-90% dari tumor borderline

musinus. Secara makroskopis, 5% bilateral dan biasanya ukurannya besar, merupakan

massa kistik multilokuler atau unilokuler mengadung air atau material mukoid yang

kental. Biasanya tampak juga area berdarah, nekrotik, solid ataupun papil-papil (Chen V

dkk., 2003).

Secara histologis umumnya menyerupai cystadenoma musinus. Pada area borderline

sel-sel yang menyusun kista berlapis-lapis (tidak lebih dari 3 lapisan) dan dapat

membentuk papil intrakistik filiformis dengan support stroma yang minimal. Inti selnya

sedikit lebih besar dengan gambaran lebih mitotik dibandingkan dengan cystadenoma.

Dapat tampak sel Goblet dan sel Paneth. Secara umum gambarannya menyerupai

hiperplastik atau adenomatus polip kolon. Sel-sel epitel yang melapisi kista tumor

borderline intestinal secara sitologi menunjukkan malignansi dan dapat berlapis sampai 4

lapis atau lebih dalam bentuk padat, papilary, atau cribiformis. Tumor dengan fokus

seperti tersebut harus dimasukkan ke dalam kategori ke dalam non-invasive karsinoma

atau tumor borderline masih menjadi kontroversi (Chen V dkk., 2003).

Pada stadium awal, prognosisnya baik, dengan kekambuhan yang jarang. Pada

stadium lanjut, metastase biasanya dalam bentuk invasi ke pelvis atau implantasi pada

peritoneum, lebih baik dibandingkan dengan pseudomixoma peritonei.


c. Tumor Musinus Borderline, Endocervical-Like

Merupakan tumor ovarium yang low malignant potential yang menunjukkan

proliferasi sel tipe musinus yang lebih banyak dari yang terlihat pada bagian jinaknya

namun tanpa adanya invasi ke stroma. Sel epitel musin menyerupai epitel endoserviks.

Merupakan 10-15% dari tumor musinus borderline. Dapat berupa massa kistik

multilokuler atau unilokuler yang mengadung air atau material mukoid yang kental.

Biasanya tampak juga area berdarah, nekrotik, solid ataupun papil-papil. Lebih kecil

dibandingkan dengan tipe intestinal dan memiliki lebih sedikit kista. Sekitar 40%

merupakan bilateral dan dapat tumbuh bersamaan dengan kista endometrioid. Tumor ini

dapat berimplantasi pada pelvis, abdomen dan menunjukkan tanda-tanda invasif. Secara

histologis dibedakan dengan tipe intestinal dimana tumor ini dibentuk oleh bulbous papil

yang luas seperti pada tumor borderline serus. Sel epitel yang melapisi papil merupakan

sel-sel musinus kolumner dan dikelilingi oleh sel dengan sitoplasma yang eosiniphilic. Sel

intinya sedikit beratipia. Tumor ini dapat berimplantasi di pelvis atau abdomen, beberapa

diantaranya menunjukkan sifat invasif, namun secara klinis menunjukkan perkembangan

yang lambat (Chen V dkk., 2003).

c. Tumor Musinus Jinak

Tumor jinak musinus terdiri dari sel epitel yang menyerupai epitel endoserviks atau

gastrointestinal. Selalu mengandung sel goblet, sel-sel neuroendokrin dan walaupun jarang

dapat terlihat sel Paneth. Secara makroskopis biasanya berukuran besar, unilateral, masa

kista yang multilokuler atau unilokuler yang mengandung air atau material mukoid.

Cystadenofibroma dan adenofibroma sebagian atau seluruhnya merupakan tumor padat

dengan kista yang kecil. Tumor jinak musin terdiri dari cystadenomas, cystadenofibromas

dan adenofibromas. Terdiri dari kelenjar dan kista yang dilapisi epitel kolumner musin.
Stratifikasi selulernya minimal, inti selnya dapat mengalami atipia yang ringan. Cyst

adenoma dapat mengalami ekstravasasi tanpa atau dengan reaksi stroma.

2.1.2.1.3 Endometrioid tumor

Tumor endometrioid adalah tumor ovarium epitel yang dibentuk oleh sel yang

menyusun permukaan dalam uterus (endometrium). Terapi secara kuratif adalah

pengangkatan dengan operasi (surgical removal). Tumor endometrioid jinak jarang

dijumpai dan biasanya kistik dan unilateral. Tumor endometrioid borderline juga biasanya

kistik dan unilateral. Angka kejadian didapatkan seperlima dari kejadian neoplasma

ovarium endometrioid. Terapinya adalah pengangkatan dengan pembedahan dengan

prognosis yang sangat baik. Keduanya dijumpai pada umur enam puluhan (Chen V dkk.,

2003).

Endometrioid adenocarcinoma merupakan tumor ovarium epitel yang ganas, yang

menyerupai jenis paling banyak dari tipe tumor endometrioid dari korpus uteri. Karsinoma

endometrioid merupakan 10-20% dari karsinoma ovarium dan didapatkan pada wanita

umur 50 dan 60 tahun.

Pada 80% kasus terdapat peningkatan kadar CA 125. Secara makroskopis tumor

biasanya berdiameter 10-20 cm, solid, lembek, rapuh atau kistik dengan massa yang

menonjol ke dalam lumen. Pada 28% kasus merupakan bilateral. Pada karsinoma stadium

I, 17% kasus merupakan bilateral. Distribusi stadium pada karsinoma endometrioid

berbeda dengan karsinoma serus. Grading dari karsinoma endometrium menggunakan

cara yang sama dengan adenokarsinoma endometrium. Menurut laporan dari FIGO, 31%

merupakan stadium I, 20% stadium II, 38% stadium III, dan 11% stadium IV. Secara

histologis karsinoma ovarium endometrioid menyerupai karsinoma endometrioid pada

korpus uteri. Tumor yang berdiferensiasi baik menunjukkan gambaran kelenjar tubular

yang bulat, oval, dilapisi oleh epitel non-mucin bertingkat. Dapat terlihat bentuk
cribiformis atau villoglandular. Differensiasi skuamus terjadi pada 30-50% kasus, sering

dalam bentuk morula. Kumpulan sel epitel berbentuk spindel kadang juga ditemukan.

Sebagian besar karsinoma endometriod berasal dari inklusi epitel permukaan, dan sampai

42% disertai dengan endometriosis pelvis atau ovarium ipsilateral yang menunjukkan

keseluruhan spektrum dari hiperplasia endometrium (simple, kompleks, tipikal dan

atipikal)

Lima belas sampai 20% karsinoma endometrioid pada ovarium berkaitan dengan

karsinoma endometrium. Prognosanya baik jika tumor hanya terjadi pada kedua organ,

yang menunjukkan bahwa neoplasia ini secara primer berasal dari kelenjar Mullerian.

Sebagian kecil, karsinoma endometrioid berasal dari metastase tumor lainnya. Pasien

pada stadium I memiliki five years survival rate sebesar 78%, 63% pada stadium II, 24%

pada stadium III, dan 6% pada stadium IV.


2.1.2.1.4 Clear Cell Tumor

Merupakan tumor ovarium jinak, borderline, atau ganas dengan komponen yang terdiri

dari clear cells dan hobnail cells. Gambaran histologi didominasi oleh sel epitel namun dapat

juga berupa komponen fibromatosa. Sel epitel dapat terdiri dari satu atau beberapa tipe sel.

Sel yang paling sering adalah clear cell dan hobnail cell. Sel lain yang dapat terlihat adalah

sel cuboid, flat, oxyphilic dan signet-ring cell. Kebanyakan tumor clear cell adalah

karsinoma, dan berlatar belakang adenofibromatous. Clear cell tumor yamg jinak dan

borderline jarang dijumpai dan hampir selalu adenofibromatous. Clear cell adenocarcinoma

dijumpai pada rata-rata umur 57 tahun. Tumor berasal langsung dari sel permukaan ovarium,

kista inklusi atau dari kista endometriotik. Tumor rata-rata berdiameter 15 cm, dengan

konsistensi padat, unilokuler dengan dinding yang tebal, dengan nodul kuning besar yang

menonjol ke lumen atau kista multilokuler yang mengandung air atau cairan musin. Dijumpai

33% pada stadium I, 19% pada stadium II, 29% pada stadium III dan 9% pada stadium IV.

Five years survival rate pada stadium I adalah 69%, 55% pada stadium II, 14% pada stadium

III dan 4% pada stadium IV (Petterson dkk., 1991).

Borderline clear cell adenofibromatous tumor dijumpai pada wanita dengan rata-rata

umur 65 tahun. Memiliki penampakan makroskopis yang sama dengan adenofibroma namun

memiliki area yang lebih lembut dan lebih besar. Gambaran histologi berupa sel yang

mengalami atipia atau carcinomatous tanpa adanya invasi. Memiliki prognosa yang baik.

Cler cell adenofibroma merupakan tumor ovarium yang secara histologi terdiri dari

kelenjar atau kista jinak yang dilapisi oleh clear cell atau hobnail cell pada stromanya yang

padat. Dijumpai pada rata-rata umur 45 tahun. Secara makroskopis memiliki diameter rata-

rata 12 cm dan tampak lobus yang lembut pada permukaan luarnya, jika permukaannya

dibelah akan tampak gambaran sarang tawon.

2.1.2.1.5 Transitional cell tumor


Tumor ovarium yang dibentuk oleh epitel yang secara histologi menyerupai epitel

saluran kemih. Kelompok tumor ini dibagi menjadi :

a. Tumor Brenner jinak

Ditandai dengan adanya komponen stroma yang dominan disertai transisional cell

nest. Sel epitel merupakan sel urothelial-like matur. Merupakan 4-5% dari tumor

ovarium epitel jinak. Kebanyakan (95%) dijumpai pada wanita berumur 30-60 tahun.

Secara makroskopis berukuran kecil, kurang dari 2 cm. hanya 7-8% bilateral.

b. Borderline dan malignant Brenner tumor

Malignant Brenner tumor didapatkan pada wanita usia 50-70 tahun. Hanya 5% dari

brenner tumor adalah ganas. Secara makroskopis berdiameter 16-20 cm. Bilateral

pada 12% kasus. Sekitar 80% didiagnosis pada stadium I. Secara histologi elemen

invasif biasanya berupa high grade transitional cell carcinoma atau squamous cell

carcinoma, meskipun biasanya tumor dibentuk oleh crowded, irreguler island dari sel

transisional malignan dengan gambaran low grade. Memiliki prognosis yang baik.

Pasien pada stadium I memiliki 88% five years survival rate. Malignant Brenner

tumor memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan transitional cell

carcinoma pada stadium yang sama.

Borderline malignant tumor merupakan ovarian transitional cell tumor yang low

malignant potential dengan gambaran epitel atipia atau malignant tetapi tidak dilihat

adanya invasi stroma. Sekitar 3-5% Brenner tumor adalah borderline. Gejala klinis

berupa massa pada abdomen. Beberapa pasien mengalami perdarahan pervaginam.

Secara makroskopis berdiameter 16-20 cm. Biasanya dengan konsistensi padat.

Dilaporkan tidak pernah mengalami metastase dan menyebabkan kematian pada

pasien.

c. Transitional cell carcinoma


Malignant transitional cell tumor tidak memiliki keterkaitan dengan komponen

benign atau borderline Brenner. Jenis ini merupakan 6% dari karsinoma ovarium.

Dijumpai pada rentangan usia 50-70 tahun.

Dari penjabaran di atas tumor ovarium tipe epitel dapat diringkas sesuai dengan histologi dan

pembagian jinak, borderline dan ganas sebagai berikut;

Tabel 2.1 Pembagian Tumor Ovarium Jinak, Borderline, dan Karsinoma Tipe Epitel
Sesuai Gambaran Histologi Disesuaikan Dengan Kriteria WHO (Scully R, 1999)
Histologi Jinak Borderline Ganas
Serous Tumor serous jinak Tumor serous borderline Serous
adenocarcinoma
Musinus Cystadenofibrom Mucinous Musinus
borderline intestine adenocarcinom
a Adenofibroma
type a

Mucinous
borderline
endocervical-like
Endometrioid Endometrioid jinak Endometrioid borderlline Endometrioid
adenocarcinoma
Clear cell Adenofibroma Adenofibromatous Clear cell
adenocarcinoma
Transitional Tumor brenner Tumor brenner borderline Tumor
jinak transitional
malignant
Tumor brenner
ganas
Tipe lain Squaous
cell
carcinoma

Undifferentiate
d carcinoma
Tabel 2.2 Kriteria Stadium Kanker Ovarium menurut FIGO ( Federation Gynecologist
and Obstetricans , 2014)
Stadium Kriteria
I Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium
Ia Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium( kapsul intak) atau tuba falopi; tidak ada
tumor pada ovarium atau permukaan tuba fallopi, tidak ada sel maligna dalam ascites atau
bilasan peritoneum
Ib Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua ovarium (kapsul intak) atau tuba fallopi; tidak ada
tumor pada ovarium atau permukaan tuba fallopi, tidak ada sel maligna dalam ascites atau
bilasan peritoneum.
Ic Tumor terbatas pada satu atau kedua ovarium atau tuba fallopi, yang diikuti
dengan IC1: surgical spill
IC2: rupture kapsul debelum operasi atau tumor pada permukaan ovarium atau tuba fallopi
IC3: sel maligna pada ascites atau bilasan peritoneum
II Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium atau tuba fallopi dengan perluasan ke
rongga pelvis ( di bawah pinggir pelvik) atau kanker peritoneum primer.
IIa Penyebaran dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba fallopi/ ovarium
IIb Perluasan ke jaringan intraperitoneal pelvis lainnya.
III Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dan atau tuba fallopi, atau kanker peritoneum
primer, dengan perluasan ke peritoneum diluar pelvis dan/atau metastase ke kelenjar getah
bening retroperitoneal yang dipastikan secara sitology atau histopatologi.
IIIa Retroperitoneal kelenjar limfe positif atau penyebaran mikroskopik ke pelvis
IIIa1 Retroperitoneal kelenjar limfe
IIIa1(i) penyebaran <= 10 mm
IIIa1(ii) penyebaran >10 mm
IIIa2 Penyebaran mikroskopik, peritoneal, limfanodi retroperitoneal
IIIb Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran di permukaan peritoneum
berdiameter tidak lebih dari 2 cm dan didukung oleh hasil pemeriksaan histologi. Dengan/
tidak penyebaran ke limfanodi peritoneal
IIIc Terdapat penyebaran pada peritoneum abdominal dengan diameter lebih dari 2 cm atau
terdapat penyebaran ke kelenjar limfe retroperitoneal atau inguinal atau keduanya
IVa Pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila terdapat
efusi pleura, harus ditemukan sel-sel ganas pada pemeriksaan sitologi. Metastasis pada
parenkim hati sesuai dengan stadium IV
IVb Metastasis parenkim dan metastasis jauh (termasuk limfanodi inguinal dan limfanodi diluar
rongga abdomen)
2.1.3 Patogenesis

Tumor ganas mempunyai kemampuan untuk berinvasi kemudian bermetastasis dan

dipermudah dengan terbentuknya pembuluh darah baru atau neoangiogenesis. Sifat

bermetastasis ini yang membedakannya dengan tumor jinak.

Kerusakan genetik merupakan mekanisme dasar dari proses karsinogenesis. Kerusakan

ini dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan, seperti bahan kimiawi, radiasi, virus, atau hasil

pewarisan pada sifat germ line. Namun tidak semua mutasi diakibatkan oleh faktor

lingkungan karena beberapa dapat terjadi secara spontan. Target utama dari kerusakan

genetik ini adalah empat kelompok gen utama, yaitu proto-onkogen yang berfungsi

meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel normal, yang kemudian hasil mutasinya

disebut onkogen (HER2Neu, RAS, MYC, CDK1) kemudian gen lainnya adalah tumor

supressor gene yang berfungsi menghambat proliferasi sel, gen yang mengatur mekanisme

apoptosis, serta gen yang terlibat dalam perbaikan DNA (Stricker, 2007).

Karsinogenesis pada kanker ovarium, terutama kanker ovarium epitel atau karsinoma

ovarium masih belum diketahui dengan jelas. Suatu model yang dikemukakan oleh (Schorge

dkk., 2008) membagi tumorigenesis kanker ovarium epithelial menjadi tiga jalur utama.

Jalur yang pertama merupakan hasil dari akumulasi penyimpangan genetik yang

menyebabkan perubahan keganasan dari kista jinak menjadi tumor borderline dan kemudian

menjadi karsinoma ovarium yang invasif. Jenis tumor invasif yang termasuk dalam jalur ini

memiliki sifat pertumbuhan yang lambat dengan derajat diferensiasi yang baik (Schorge,

2008).

Jalur yang kedua merupakan hasil dari sifat-sifat yang diturunkan, dengan frekuensi 5

sampai 10 persen dari kanker tipe epitel. Kanker familial dengan mutasi gen BRCA muncul

pada usia 15 tahun lebih awal dari jenis kanker yang bersifat sporadis. Mutasi gen BRCA

menyebabkan terhentinya fungsi normalnya sebagai tumor supressor gene. Hilangnya fungsi
normal dari BRCA ditemukan pada tahap awal sebelum terjadinya invasi, sehingga hal ini

menunjukkan peran penting gen ini dalam proses awal keganansan.

Jalur yang ketiga, merupakan mekanisme yang terjadi pada sebagian besar karsinoma,

berawal dari perubahan sel epitel permukaan ovarium pada kista inklusi yang masuk ke

dalam struktur stroma ovarium. Siklus perubahan permukaan ovarium selama proses ovulasi

dalam periode yang panjang dan berulang-ulang menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang

berlebihan. Kista inklusi ini akan berkembang menjadi tumor ovarium jinak, borderline

ataupun ganas baik secara langsung dari kista inklusi ataupun secara tidak langsung melalui

tumor ovarium jinak.


2.2 Petanda Tumor Ovarium

2.2.1 CA-125

Selama lebih dari 3 dekade, CA-125 telah digunakan sebagai petanda tumor kanker

ovarium. Cancer antigen 125 atau Carbohydrate antigen 125 (CA-125), merupakan musin

dengan berat molekul tinggi yaitu >1 juta Dalton. CA-125 juga dikenal sebagai musin 16

atau MUC16 adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen MUC16. MUC16 adalah

anggota dari keluarga musin glikoprotein. Protein MUC16 secara enzimatik melepaskan diri

dari permukaan sel kanker ovarium. Hampir 80% dari tumor ganas ovarium mengekspresi

CA-125 (MUC 16).

Sebaliknya beberapa jaringan normal juga mengekspresikan CA-125 rendah,

termasuk endometrium, epitel tuba falopii, parenkim paru, dan kornea, dimana keadaan

abnormal juga memberikan peningkatan CA-125 (Blalock, 2007). Kadar CA-125 tinggi

ditemukan pada trimester pertama kehamilan normal dan beberapa tumor jinak ovarium.

Kadar CA-125 juga tinggi pada kondisi yang mengiritasi peritoneum, perikardium, pleura,

sehingga juga meningkat pada radang panggul, sirosis hati dengan asites, penyakit payah

jantung, dan efusi pleura. Dengan demikian false-positive kenaikan CA-125 merupakan

masalah yang sering terjadi pada wanita premenopausal dengan endometritis aktif. Kenaikan

sedang terjadi pada wanita dengan menstruasi normal. Oleh sebab itu timbul pemikiran

pramenoupause harus menggunakan cut off >35 U/mL untuk menghindarkan positif palsu ini

(Molina dkk., 2011).

Petanda tumor CA-125 mempunyai kepekaan yang sangat tinggi untuk memonitor

tumor ganas ovarium selama pengobatan dan untuk men-follow up kekambuhan selama

pengobatan, sehingga tidak dipermasalahkan lagi. Sensitifitas dan spesifisitas CA-125 adalah

84,4% dan 78,1% dengan cut off point 96,1 U/mL untuk digunakan sebagai petanda tumor
prognostik pada tumor ovarium jinak dan ganas di RSUP Adam Malik Medan (Dina S dkk.,

2012).

Dengan deteksi dini karsinoma ovarium tipe epitel dan dilakukan pembedahan segera

akan diperoleh hasil maksimal dan dapat meningkatkan angka harapan hidup penderita.

Dengan adanya petanda tumor CA-125 dan ditunjang dengan pemeriksaan lain yaitu

didapatkannya massa pelvis, dan dengan USG, maka identifikasi akan lebih baik dan

pengambilan keputusan untuk pembedahan dapat dilakukan dengan lebih tepat (Van Gorp.,

2011).

Petanda tumor CA-125 secara enzimatik melepaskan diri dari permukaan sel kanker

ovarium, tetapi beberapa jaringan normal, kondisi pleuritis, perikarditis, peritonitis, juga

melepaskan CA-125, juga pada mata kering dan trimester pertama kehamilan normal dan

beberapa tumor jinak ovarium. Keterbatasan ini berarti bahwa tes CA-125 sering memberikan

positif palsu untuk kanker ovarium dan pasien menjalani pemeriksaan lebih lanjut yang

sebenarnya tidak diperlukan (kadang-kadang termasuk operasi) dan kecemasan pada pasien,

sehingga tes ini tidak dapat digunakan pada pasien dengan penyakit penyerta yang akan

memberikan hasil positif palsu.

Penelitian yang dilakukan oleh Dina dkk, 2012 di RSUP Adam Malik Medan,

mendapatkan sensitifitas dan spesifisitas CA-125 sebesar 84,4% dan 78,1% dengan cut off

point 96,1 U/mL sebagai petanda tumor prognostik pada tumor ovarium jinak dan ganas

(Dina S dkk., 2012).


Gambar 2.2. Struktur CA-125 (Rancourt., 2012)

2.2.1.1 Peranan CA-125 pada kanker ovarium

CA-125 telah diketahui memiliki peranan dalam tumorigenesis dan proliferasi tumor

melalui mekanisme yang berbeda antara lain :

1. Penghindaran sistem imun

CA-125 membantu pertumbuhan tumor dengan menekan respon natural killer cells, yang

melindungi kanker dari respon sistem imun (Patankar dkk., 2005).


2. Invasi metastatik

CA-125 berperan pada interaksi sel ke sel yang menyebabkan metastase dari sel tumor. Hal

ini didukung dengan CA-125 yang berikatan secara selektif dengan mesothelin, suatu

glikoprotein yang secara normal diekspresikan oleh sel mesotelial peritoneum. Interaksi

mesothelin dan CA-125 diduga sebagai langkah awal invasi sel tumor ke peritoneum. Selain

pada kanker ovarium mesothelin juga didapatkan pada beberapa tipe kanker seperti

mesothelioma dan squamous cell carcinoma. Oleh karena mesothelin juga diekspresikan oleh

sel tumor, interaksi dengan CA-125 membantu sel tumor untuk mendapatkan tempat untuk

metastase, sehingga menambah ukuran dari metastase (Gubbes dkk., 2006).

Gambar 2.3 Metastase tumor diinisiasi oleh interaksi antara MUC 16(CA-125) dan
mesothelin (Gubbels dkk., 2006).
3. Induksi motilitas

Ekspresi dari ekor sitoplasma CA-125 memungkinkan sel tumor untuk bertumbuh, memicu

motilitas sel dan memfasilitasi invasi.

Hal ini berkaitan dengan kemampuan dari domain C-terminal dari CA-125 untuk

memfasilitasi sinyal yang menyebabkan penurunan ekspesi dari E-cahderin dan


meningkatkan ekspresi dari N-cadherin dan vimentin, dengan pola ekspresi yang konsisten

dengan transisi epithelial-mesenchymal (Chang dkk., 1996).

4. Resistensi terhadap kemoterapi

CA-125 juga memegang peranan dalam menurunkan sensitfitas dari sel kanker terhadap

terapi obat obatan. Overekspresi dari CA-125 tampaknya melindungi sel dari efek genotoksik

obat, seperti cisplatin (Boivin, 2009).

2.2.1.2 Rentang CA-125 pada kanker ovarium

Nilai normal berkisar dari 0 sampai 35 (U / mL) (Molina dkk., 2011). Pada

pramenopause, tes CA-125 ini juga kurang dapat diandalkan karena sering terjadi

peningkatan pada keadaan non kanker (radang endometrium dan peritoneum) sehingga pada

keadaan ini cut off 35 U/mL tidak dapat dijadikan sebagai acuan.

Pada pasien pascamenopouse, CA-125 saat ini umum dipakai sebagai bahan

pertimbangan untuk memutuskan apakah pasien memerlukan tindakan diagnosis lebih lanjut

seperti USG. Namun CA-125 yang tinggi belum merupakan indikasi USG bila ternyata HE-4

rendah, terutama pada peritonitis. CA-125 secara luas sudah diterima sebagai penentu

prognosis dan kekambuhan kanker ovarium setelah mendapat terapi (Andersen dkk., 2010).

Kadar CA-125 juga digunakan untuk membedakan massa pelvis ganas dan jinak . Pada

pasien post menopause dengan massa adnexa dan kadar serum CA-125 yang sangat tinggi

(>200U/mL), didapatkan 96% positive predictive value untuk keganasan. Pada pasien

premenopause spesifisitas dari tes ini rendah karena kadar CA-125 cenderung meningkat

pada kondisi tumor jinak (Berek & Novak, 2007).

2.2.2 Human Epididimis Protein 4 (HE4)

Berbeda dengan petanda tumor CA-125, kadar serum HE-4 tidak meningkat pada

radang panggul, peritoneum, perikardium, pleura, endometrium, paru-paru, dan kornea (tidak

memberi positif palsu). Interaksi HE-4 atau MUC16 (CA-125) dan mesotelin memprakarsai
metastasis tumor. MUC16 telah terbukti berperan dalam menyebabkan tumorigenesis dan

proliferasi tumor dengan mekanisme yang berbeda. HE-4 tinggi akan mengikat mesotelin di

mesotelial peritoneum dan kanker ovarium yang menyebabkan pengumpulan sel-sel tumor ke

lokasi metastasis, sehingga meningkatkan ukuran metastasis (Goodell dkk., 2009). MUC16

(CA-125) yang membantu dalam pertumbuhan tumor adalah dengan menekan respons

natural killer cells, sehingga melindungi sel-sel kanker dari respons kekebalan tubuh

(Jemal,2010). HE-4 dapat digunakan untuk monitoring kekambuhan (rekurensi) dan

progresifitas penyakit pada pasien dengan kanker ovarium tipe epitelial. Moore menemukan

bahwa HE-4 meningkat pada lebih dari setengah pasien kanker ovarium dimana tidak terjadi

peningkatan kadar CA125-nya (Moore dkk., 2008).

Human Epididymis 4 berhubungan erat dengan reseptor estrogen. Perubahan ER

(Estrogen Reseptor) dihubungkan dengan peningkatan HE-4 atau sebaliknya peningkatan

HE-4 merupakan petanda adanya perubahan ER yang ditemukan pada pasien dengan tumor

ovarium. Ekspresi HE-4 telah terbukti melindungi sel sehingga pasien menjadi kurang

sensitif terhadap kemoterapi (Boivin dkk., 2009). HE-4 yang tinggi mengikat mesothelin dan

dihubungkan dengan ER yang berubah, meningkatkan motilitas tumor, dan membuat kurang

sensitif terhadap kemoterapi.

2.2.2.1 Struktur HE-4

Human Epididimis 4 (HE-4) adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen

WAP four-disulfide core domain protein-2 (WEFCD2). Petanda HE-4 adalah petanda tumor

kanker ovarium dengan sensitifitas 80% dengan cut off 150 pmol/L (Molina dkk., 2011). Gen

tersebut mengkode protein yang merupakan keluarga dari domain WFDC. Domain EFDC

terdiri dari delapan sistein yang membentuk empat ikatan disulfide pada inti dari protein, dan

berfungsi sebagai inhibitor protease. Gen ini diekspresikan pada sel epitel pulmonal, dan juga

banyak ditemukan pada beberapa jenis kanker ovarium (Hellstrom, 2010).


Gambar 2.4 Struktur Human Epididimis 4 (Galgano., 2006)

Protein human epididymis 4 (HE-4) merupakan protein dengan berat molekul 11 kDa

yang merupakan prekursor protein sekretori epididimis E4 dan telah diekspresikan pada

beberapa jaringan normal meliputi epitelial jaringan respirasi dan reproduksi. Secara umum,

WAP mengandung protein bermolekul kecil yang terdiri dari 50 asam amino yang termasuk

di dalamnya 8 buah residu asam amino sistein dalam susunan yang baku. Selain itu WAP

memiliki aktivitas inhibitor serine protease yang disekresi oleh sel proinflamatori sehingga

berperan dalam pertahanan alami melawan mikroorganisme. Protein lainnya yang termasuk

dalam kelompok ini adalah serine leukocyte protease inhibitor (SLPI) dan elafin dimana

memiliki peran sebagai pertahanan paru-paru dan kulit terhadap pelepasan enzim proteolitik

(Galgano, dkk., 2006; Single, dkk., 2002).

Gen HE-4 terletak pada kromosom 20q12-13.1, suatu regio yang menempel pada

lokus 14 gen yang domain protein yang besifat homolog dengan WAP. Di antara gen-gen

WAP ini merupakan penghambat sekretori protease leukosit, yang diekspresikan berlebih

pada kanker ovarium. Secara terpisah, gen mengkode HE4 WFDC2 diekspresikan khususnya

pada kanker ovarium jenis serous dan endometrioid. Human Epididymis-4 telah dievaluasi
sebagai biomarker serologi baru untuk diagnosis dini kanker ovarium. Sejumlah petanda

tumor untuk tumor ovarium telah diidentifikasi baru-baru ini, meliputi mesotelin, suatu

reseptor faktor pertumbuhan epidermal berbentuk fragmen dengan berat 110 kd,

lysophophatidic acid, HE4, prostasin, osteopontin, dan human kallikreins 6 and 10. Di antara

marker tersebut HE4 merupakan satu yang paling dalam dipelajari. HE-4 pertama kali

dideskripsikan sebagai gen spesifik epididimis menggunakan analisis blot dan hibridisasi

transkrip in situ. Moore menganalisis sampel serum untuk kadar CA-125, soluble mesothelin-

related peptide, HE-4, CA72-4, activin, inhibin, osteopontin,dan faktor pertumbuhan

epidermal. Sebagai penanda tumor tunggal, HE-4 memiliki sensitivitas tertinggi dalam

mendeteksi kanker ovarium dan kombinasi dengan CA-125 dan HE-4 lebih akurat

dibandingkan secara tunggal (Michel dkk., 2012; Braicu dkk., 2012; Mano dkk., 2005).

Berdasarkan pertimbangan ini, kuantifikasi dilakukan pada pasien dengan kanker ovarium

tipe epitelial, tumor ovarium jinak, dan jaringan ovarium normal. Keduanya, kadar serum

HE-4 dan CA-125 meningkat secara signifikan pada pasien kanker ovarium tipe epitelial

dibandingkan pada kanker ovarium jinak dan jaringan ovarium normal. Selanjutnya

peningkatan kadar HE-4 serum dihubungkan dengan stadium lanjut dan tidak berhubungan

dengan grade tumor, metastase jaringan limfe, dan ukuran residu tumor. Dibandingkan

dengan tipe mucinous dan clear cell, tipe serous memiliki kadar HE-4 yang lebih tinggi. Perlu

diingat, tidak terdapat penelitian yang menunjukkan hubungan antara HE-4, jenis sel, dan

hasil kelangsungan hidup (Mano, dkk., 2005; Montagana, dkk., 2008).

Protein HE-4 merupakan protein asam whey dengan 4 inti disulfida yang berasal dari

sel epitelial epididimis manusia dan diekspresikan pada sejumlah jaringan pada tubuh,

termasuk saluran reproduksi wanita. Yang penting, HE-4 bersirkulasi dalam aliran darah dan

dapat dideteksi melalui immunosorbent assay (EIA) menggunakan antibodi monoklonal tikus

langsung pada epitop HE-4. Pada tahun 2009, badan pangan dan obat Amerika Serikat (FDA)
mengijinkan HE-4 dijadikan sebagai penanda pada wanita yang didiagnosis menderita kanker

epitelial ovarium dengan indikasi yang sama seperti saat menggunakan penanda CA-125

(Sokbom, dkk., 2011; Montagana, dkk., 2008). Hasil perbandingan beberapa pemeriksaan

hibridisasi genomik menunjukkan bahwa lokus 20ql3 seringkali terdapat pada kromosomal

dalam berbagai tipe kanker, termasuk keganasan pada rongga mulut, payudara, ovarium,

pankreas, dan uterus. Pada penelitian ekspresi gen menunjukkan secara konsisten upregulasi

HE4 pada karsinoma ovarium dan beberapa penelitian telah menganalisa ekspresi protein

HE4 pada neoplasma ovarium sehingga memberikan kesempatan untuk aplikasi pada

diagnosis histopatologi. Selanjutnya penelitian terbaru menunjukkan peningkatan level

protein HE-4 pada serum penderita tumor ovarium, yang mempunyai sensitivitas yang

hampir sama dengan CA-125, tetapi HE-4 memiliki spesifisitas yang lebih baik dalam

membedakan tumor jinak dan ganas (Li J, dkk., 2009; Galgano, dkk., 2006; Drapkin, dkk.,

2005; Havrilesky, dkk., 2008).

2.2.2.2 Ekspresi HE-4 pada kanker ovarium tipe epitel

Ekspresi gen HE4 sangat dibatasi dalam jaringan manusia normal, yang sebagian besar

terbatas pada epitel respiratorium dari saluran udara proksimal dan epitelium dari saluran

reproduksi dan tidak diekspresikan dalam permukaan epitel ovarium yang normal. Pada

neoplasma ganas, pola restriksi tumor dari upregulation membuat biomarker HE-4 potensial

untuk berbagai tumor padat seperti kanker ovarium, adeno karsinoma paru, kanker

endometrium, mesotelioma, dan kanker payudara. Selama satu dekade terakhir, HE-4 telah

digunakan secara luas untuk screening awal dan diferensial diagnosis kanker ovarium, serta

untuk memantau penyakit dan rekurensi dari perkembangan penyakit. HE-4 promotor juga

sedang diselidiki dalam hal terapi gen potensial kanker ovarium. Studi panel multimarker

dengan HE-4 telah menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dalam

mendeteksi kanker ovarium stadium awal dan membedakan antara kasus jinak dan ganas.
Tes HE-4 oleh FDA disetujui untuk: (FDA, 2008)

1) Alat bantu monitor rekurensi atau progresifitas penyakit pada pasien dengan kanker

ovarium tipe epitel.

2) Tes serial sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan metode klinis lain untuk

monitor kanker ovarium.

3) Tes HE-4 yang digunakan bersamaan dengan CA-125 menggunakan fungsi

matematika untuk menghitung probabilitas dari kanker ovarium tipe epitel dikenal

dengan Risk of Ovarian Malignancy Algorithm (ROMA), untuk digunakan pada pasin

pramenopause dan pascamenopause dengan massa adneksa yang dirujuk ke spesialis

onkologi dan dijadwalkan untuk pembedahan.

4) Hasil dari tes tersebut haruslah diinterpretasikan dengan temuan klinis lain sesuai

dengan panduan manajemen klinis standar.

2.2.3 Kegunaan diagnostik CA-125 dan HE-4

Sampai dengan saat ini CA-125 masih dijadikan baku emas untuk petanda tumor

ovarium pada wanita dengan massa pelvis untuk melihat risiko kanker ovarium dan

dimasukkan dalam tatalaksana pasien dengan kanker ovarium. Perlu diteliti lebih lanjut

apakah diagnostik dengan HE-4 lebih superior dari CA-125. Penelitian lain menemukan CA-

125 lebih tinggi pada pramenstruasi dibandingkan pascamenstruasi (p=0,001), tumor ganas

ovarium dibandingkan jinak dengan petanda CA-125 dan HE-4 juga berbeda bermakna

(p=0,005), serta derajat 3-4 dibandingkan derajat 1-2 (p=0.001) (Liu dkk., 2011).

HE-4 yang mengalami overekspresi pada kanker ovarium, dapat dideteksi dari serum

dengan pemeriksaan ELISA dengan sensitifitas rendah (false negative tinggi) mirip CA-125

dan spesifitas lebih tinggi untuk keganasan (false positive rendah). HE-4 dari sampel urine

juga memiliki spesifisitas tinggi sekitar 94,4%, termasuk 86,6% untuk stadium I/II dan 89,0%

untuk stadium III/IV termasuk 90,5% penderita dengan kanker ovarium serosa. HE-4 dengan
sampel serum dan urin pada pasien yang sama memberi sensitifitas yang serupa, sehingga

penggunaan sampel urin mungkin dapat memberikan gambaran untuk diagnosis. (Hellstrom

dkk., 2010).

Anda mungkin juga menyukai