Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

PEDOMAN PRAKTIK KLINIS


EPISIOTOMI DAN PENJAHITAN ROBEKAN JALAN LAHIR

OBSTETRI II/MFM I
Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Obstetri dan Ginekologi

Disusun oleh:
dr. I Made Pariartha

Pembimbing :
dr. Diannisa Ikarumi Enisar Sangun, SpOG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
2016
EPISIOTOMI
(ICD-9: 73.6)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1 1/7
Tanggal Terbit Disusun oleh: Diperiksa Oleh :
SMF Obstetri Direktur Medik dan Keperawatan
dan Ginekologi

Ditetapkan Oleh :
Panduan Praktik Direktur Utama,
Klinis

Dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A


NIP. 196010091986101002

1. Wewanti PPK ini dibuat sebagai panduan bagi petugas medis yang bekerja di
kamar bersalin dalam melakukan episiotomi
PPK ini berlaku sejak tanggal diterbitkan hingga revisi berikutnya
PPK ini berisi latar belakang teori, langkah-langkah sistematis dalam
melakukan episiotomi, alat dan bahan yang diperlukan dan
perkembangan terkini berdasarkan terkini berbasis bukti terhadap
tindakan ini.

2. Pengertian Episiotomi merupakan insisi bedah pada perineum untuk memperlebar


bukaan vagina (vaginal opening) untuk membantu kelahiran seorang
janin. Merupakan salah satu prosedur yang paling banyak dilakukan pada
wanita1

3. Indikasi Mencegah ruptur perineum derajat tinggi (ruptur derajat 3 dan derajat 4)1
Memperlebar jalan lahir saat akan dilakukan tindakan assisted vaginal
delivery (dengan vakum ekstraksi maupun forceps)1
Membantu mempercepat proses persalinan pada kondisi-kondisi bayi
perlu dikeluarkan dengan cepat: distosia bahu, fetal/maternal
compromises, persalinan bokong1

4. Kontraindikasi Luka parut pada regio perineum


Riwayat prosedur pembedahan pada regio perineum
Irritable Bowel Disease
Malformasi perineum yang parah
5. Rekomendasi Penggunaan episiotomi harus sesuai dengan indikasi medis dan tidak
dilakukan secara rutin (Derajat rekomendasi: A)2,3,4
Teknik mediolateral lebih direkomendasikan, dengan perhatian untuk
memastikan sudut insisi adalah 600 dari garis tengah saat perineum
terdistensi (Derajat rekomendasi: C)5

6. Tinjauan Studi Episitomi merupakan insisi bedah pada perineum yang dilakukan untuk
memperlebar pembukaan vagina untuk memfasilitasi kelahiran bayi.
Merupakan salah satu prosedur yang paling umum dilakukan pada
wanita. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1742.
Episiotomi pertama kali direkomendasikan untuk memfasilitasi
kelengkapan pada kala II persalinan dan untuk menurunkan trauma
maternal dan neonatal dan morbiditas yang berkaitan dengan kelahiran.
Keuntungan jangka pendeknya adalah lebih mudah untuk diperbaiki
dibandingkan dengan laserasi yang terjadi secara spontan, menurunkan
nyeri pasca salin dan menurunkan angka kejadian ruptur perineum
derajat tinggi (derajat 3 dan 4)
Kemampuan untuk menyediakan data berbasis bukti untuk memberikan
rekomendasi tentang indikasi dan teknik episiotomi masih terbatas
karena terbatasnya data-data dengan kualitas penelitian yang tinggi.
indikasi dan prosedur lebih banyak berdasarkan opini klinis dan
anekdot. Data yang terbaik tersedia dari episiotomy berfokus pada
prosedur episiotomi rutin atau terbatas.
Ulasan dari Cochrane dari literatur tentang episiotomi mendapatkan
kebanyakan penelitian mempunyai kualitas yang rendah sehingga tidak
bisa dimasukkan ke dalam analisis. Ulasan ini menunjukkan bahwa
episiotomi tidak menurunkan angka inkontinensia urine, nyeri atau
disfungsi seksual dan meningkatkan terjadinya laserasi perineum,
penjahitan dan komplikasi dari luka. Sebagai tambahan, episiotomi
tidak mempunyai keuntungan terhadap neonatus.
Episiotomi medial berkaitan dengan tingginya kejadian rupture spincter
ani dan rektum dibandingkan dengan episiotomi mediolateral dan
merekomendasikan penggunaan episiotomi yang terbatas pada praktis
2.3.4
klinis (Rekomendasi derajat A) . Episiotomi rutin juga tidak
mencegah terjadinya kerusakan pada pelvic floor yang menimbulkan
inkontinensia dan episiotomi mediolateral lebih dianjurkan
dibandingkan episiotomi medial ketika ada indikasi dilakukan
episiotomi (Rekomendasi derajat B)

7. Peralatan Gunting episiotomi,


Betadine
Kassa steril
Spuit 5 cc
Lidocaine
Aquades

8. Tata cara Menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga mengenai prosedur dan
risiko tindakan dan selanjutnya menandatangani formulir persetujuan
tindakan operasi (informed consent)
Menyiapkan alat dan bahan
Teknik mediolateral lebih direkomendasikan, dengan perhatian untuk
memastikan sudut insisi adalah 600 dari garis tengah saat perineum
terdistensi (derajat rekomendasi: C). Insisi ini untuk menghindari
spincter ani eksternal (menghindari insidensi luka episiotomi meluas
menjadi ruptur derajat 3 dan 4 dibandingkan dengan insisi medial) dan
kelenjar Bartolini

Melakukan teknik asepsis pada perineum dengan menggunakan kassa


betadine
Prosedur anestesi:
o Menyiapkan anestesi lokal dengan lidocaine 0.5% 10 mL atau
lidocaine 1% sebanyak 5 mL
o Dua jari operator mempalpasi vagina sepanjang garis/tempat
dilakukan episiotomy untuk melindungi presentasi janin sebelum
dilakukan infiltrasi dengan lidocaine
o Dengan menggunakan jarum hijau, suntikan jarum di tengah (ke
arah bawah) pada fourchette. Dengan pelan-pelan tarik ujung jarum
sedikit untuk memastikan jarum tidak masuk ke pembuluh darah.
Suntiknya 1/3 dari lidocaine sambil menarik syringe sebagian dari
fourchette.
o Sebelum jarum sepenuhnya dilepaskan dari fourchette, suntikkan
dengan sudut miring pada posisi insisi akan dilakukan, kemudian
injeksikan 1/3 lidocaine. Terakhir, jarum disuntikan miring pada
sisi lain dari tempat insisi dan suntikan dosis terakhir dari lidocaine.
Ini akan memberikan area insisi teranenstesi dengan pola semi-
fanned.
o Analgesia yang adekuat harus tercapai sebelum episiotomy
dilakukan, kecuali dalam keadaan emergency karena fetal
compromised
Dua jari memasuki vagina pada garis/arah untuk episiotomi, untuk
melindungi presentasi janin sebelum dan selama insersi gunting
episiotomi
Gunting episiotomi dimasukkan kedalam vagina pada pertengahan
fourchette dan kemudian diarahkan 450, sehingga posisinya adalah
pertengahan antara tuber iskium dan anus
Insisi harus dilakukan saat presentasi janin sudah pada fourchette, otot
superfisial dan kulit dari perineum
Saat dilakukan episiotomi juga sangat penting. Jika prosedur dilakukan
terlalu awal, presentasi janin tidak akan menekan perineum, dan
komplikasi yang terkait dengan banyaknya kehilangan darah akan
terjadi.
Insisi sebaiknya dilakukan pada saat puncak terjadinya kontraksi,
ketika jaringan teregang maksimal dan dengan tekanan dari presentasi
janin, perdarahan yang terjadi tidak akan terlalu banyak.
Insisi dibuat sepanjang 4 sampai 5 cm dan kelahiran dari presentasi
janin harus mengikuti dengan segera dan dikontrol untuk menghindari
perluasan robekan episiotomi
Mengisi rekam medis yang mencakup indikasi dilakukan episiotomi,
analgesia selama prosedur dan tipe insisi yang dilakukan.
9. Diagnosis ICD 9: 73.6
10. Edukasi Perawatan luka pasca episiotomi
Diet tinggi protein dan tinggi serat
Menjaga kebersihan regio vagina dan perineum

11. Penelaah Kritis dr. I Made Pariartha


dr. Diannisa Ikarumi Enisar Sangun, SpOG

12. Daftar pustaka 1. Mid Essex Hospital Services. Management of Episiotomy. June
2013.
2. American College of Obstetrics and Gynecology. Episiotomy.
ACOG Practice Bulletin #71. Obstet Gynecol. 2006. 107:957-62.
3. Practice Bulletin No. 165: Prevention and Management of Obstetric
Lacerations at Vaginal Delivery. Obstet Gynecol. 2016 Jul. 128
(1):e1-e15. [Medline]. [Full Text].
4. Haelle T. ACOG: New Recommendations on Obstetric
Lacerations. Medscape Medical News. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/865296. June 24, 2016;
Diakses: 6 September, 2016.
5. Royal College of Obstetrics and Gynecology. Green-top Guideline
No.29: Management of Third-and Fourth Degree of Perineal
Tears. June 2015
6. Cunningham F.G. et al; Obstetrics: Mechanisms of Normal Labor,
24 th ed. Int ed. USA, McGraw Hill. 2005 pg 409

Ketua Komite Medik Ketua KSM

dr. Kartono, Sp.THT-KL(K) dr. Detty S. Nurdiati, MPH, PhD.,Sp.OG(K)


NIP 19520116197912 1002 NIP 19661006 1992032 001
PENJAHITAN ROBEKAN JALAN LAHIR
ICD 9: 71.71
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1 1/10
Tanggal Terbit Disusun oleh: Diperiksa Oleh :
SMF Obstetri Direktur Medik dan Keperawatan
dan Ginekologi

Ditetapkan Oleh :
Panduan Praktik Direktur Utama,
Klinis
Dr. Mochammad Syafak Hanung, Sp.A
NIP. 196010091986101002
13. Wewanti PPK ini dibuat sebagai panduan untuk manajemen robekan jalan lahir
dalam berbagai tingkatan
Tingkat penyembuhan robekan jalan lahir bervariasi antar pasien dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor
Jenis benang yang digunakan, teknik penjahitan dan keterampilan
operator merupakan tiga faktor utama yang mempengaruhi luaran
(outcome) dari penjahitan robekan jalan lahir
PPK ini berlaku sejak tanggal diterbitkan hingga revisi berikutnya
PPK ini berisi latar belakang teori, langkah-langkah sistematis dalam
manajemen robekan jalan lahir, alat dan bahan yang diperlukan dan
perkembangan terkini terhadap manajemen ini

14. Pengertian Robekan jalan lahir didefinisikan sebagai luka yang tejadi pada labia,
vagina, uretra, klitoris, otot-otot perineum atau spincter ani sampai
dengan mukosa ani.
Robekan jalan lahir anterior didefiniskan sebagai trauma yang
mengenai labia, anterior vagina, uretra atau klitoris. Robekan jalan
lahir posterior didefiniskan sebagai luka pada dinding posterior vagina,
otot-otot perineum atau spincter ani dan termasuk disrupsi pada epitel
(mukosa) ani.
Kejadian ini dapat terjadi secara spontan saat persalinan vaginal,
disebabkan oleh trauma selama persalinan dengan bantuan alat
(assisted delivery) atau melalui insisi bedah (episiotomy)
Robekan jalan lahir mempunyai pengaruh yang buruk terhadap
kesehatan wanita jangka pendek dan jangka panjang. Proses perbaikan
yang tidak benar, kegagalan untuk mengenali tingkat luasnya trauma
dan pemberian anti nyeri yang kurang adekuat selama proses
penjahitan dapat menimbulkan masalah fisik, psikologis dan
emosional pada pasien
Perineorafi adalah suatu cara untuk menyatukan kembali jaringan
tubuh (dalam hal perineum) dan mencegah kehilangan darah yang tidak
perlu (memastikan hemostatis) dan mempertahankan integritas dasar
panggul ibu.

15. Indikasi Adanya robekan pada jalan lahir yang mencakup:


Derajat 1: Luka hanya mengenai kulit
Derajat 2: Luka pada perineum yang melibatkan otot-otot perineum
namun tidak melibatkan muskulus spincter ani
Derajat 3: Luka pada perineum melibatkan kompleks spincter ani:
o 3a: robekan kurang dari 50% ketebalan spincter ani eksterna
o 3b: robekan lebih dari 50% ketebalan spincter ani eksterna
o 3c: robekan mengenai spincter ani interna
Derajat 4: Luka pada perineum yang melibatkan kompleks spincter ani
(interna dan eksterna) dan epithelium anus
16. Kontraindikasi Tidak ada kontraindikasi pada prosedur ini

17. Rekomendasi Penggunaan dari benang sintetik yang dapat diserap (polyglicolic acid
dan polyglactin 910) untuk penjahitan robekan jalan lahir terkait
dengan nyeri perineal, pengguanaan analgesic, dehisensi dan
panjahitan ulang yang lebih rendah tetapi meningkatkan kemungkinan
pelepasan jahitan jika dibandingkan dengan cutgut1 (Derajat
Rekomendasi: A)
Praktik untuk tidak menjahit robekan jalan lahir derajat 1 dan derajat 2
berkaitan dengan tingkat penyembuhan luka yang lebih lama dan tidak
memberikan perbedaan yang signifikan dalam kenyamanan jangka
pendek1 (Derajat rekomendasi: A)
Penggunaan teknik jahitan jelujur tidak terkunci untuk mendekatkan
masing-masing lapisan (jaringan vagina, otot-otot perineum dan kulit)
terkait dengan nyeri jangka pendek yang lebih rendah dibandingkan
dengan metode interrupted1(Derajat rekomendasi: A).
Penggunaan jahitan subkutikular kontinyu untuk menutup kulit
perineal terkait dengan nyeri jangka pendek yang lebih rendah
dibandingkan dengan teknik jahitan transkutan interrupted1 (Derajat
Rekomendasi: A)
Penggunaan prosedur dua lapis pada penjahitan perineum, saat kulit
diaposisi namun tidak dijahit terkait dengan adanya peningkatan
terjadinya gap pada luka sampai 10 hari pasca melahirkan namun lebih
sedikit menimbulkan dispareunia dalam 3 bulan pasca salin
dibandingkan dengan teknik tiga lapis yang melibatkan penjahitan
kulit1(Derajat Rekomendasi: A)

18. Tinjauan Studi Hampir lebih dari 85% dari wanita yang melahirkan melalui vaginal
akan mengalami berbagai derajat robekan jalan lahir dan 60-70% akan
memerlukan penjahitan. Faktor-faktor maternal yang terkait dengan
perluasan trauma selama melahirkan adalah etnis, umur, tipe dan jenis
jaringan dan status nutrisi sebelum kehamilan. Faktor-faktor yang
lainnya adalah: primipara, berat janin lebih dari 4000 gram, kala 2
lama, persalinan dengan menggunakan alat, posisi oksipitoposterior
dan partus presipitatus1.
Data metanalisis dari enam penelitian RCT menunjukkan bahwa
pembatasan episiotomi hanya pada indikasi spesifik dari meternal dan
fetal, dibandingkan dengan episiotomi rutin selama persalinan terkait
dengan kejadian trauma robekan jalan lahir posterior yang lebih
rendah, lebih sedikit memerlukan penjahitan dan komplikasi
penyembuhan yang lebih rendah. Kejadian robekan jalan lahir anterior
sedikit meningkat namun ini berkaitan dengan morbiditas yang lebih
sedikit. Penerapan kebijakan pembatasan tindakan episiotomi akan
menurunkan morbiditas ibu dan biaya yang digunakan dalam
penggunaan benang jahit1.
Dalam penelitian observasional, episiotomi mediolateral secara kuat
berkaitan dengan penurunan kejadian kerusakan spincter ani1.
Morbiditas yang terkait dengan persalinan dapat mempengaruhi
kesehatan fisik, psikologis dan sosial baik pada periode pasca salin
jangka panjang maupun jangka pendek. Nyeri perineum dapat
mempengaruhi proses menyusui, kehidupan keluarga dan seksual.
Dyspareunia superfisial juga dapat timbul sampai tiga bulan pasca
salin. Kejadian inkontinesia urin dan alvi juga dapat muncul.
Komplikasi tergantung pada luasnya trauma dan efektivitas manajemen
yang dilakukan1.
Jenis benang yang digunakan, teknik penjahitan dan keterampilan
operator merupakan tiga faktor utama yang mempengaruhi luaran
(outcome) dari penjahitan robekan jalan lahir1.

19. Peralatan Peralatan apda prosedur ini adalah2:


Sarung tangan steril
Kassa steril
Cairan irigasi (NaCl)
Needle holder
Gunting jaringan
Gunting benang
Forceps dengan gigi
Klem Allis
Retraktor Gelpi atau Deaver (digunakan untuk memvisualisasikan
laserasi derajat 3 dan 4 atau dalamnya laserasi vagina)
Syringe 10 mL dengan jarum 22 G
1% lidocaine (Xylocaine)
3-0 polyglactin 910 (Vicryl) suture on CT-1 needle (untuk jahitan
mukosa vagina)
4-0 polyglactin 910 suture on SH needle 9 (untuk jahitan kulit)
2-0 polydioxanone sulfate (PDS) suture on CT-1 needle (untuk jahitan
spincter anal eksterna)

20. Tata cara Prinsip-prinsip penjahitan robekan jalan lahir1 :


o Penjahitan sesegera mungkin untuk mengurangi risiko perdarahan
dan infeksi
o Periksa perlengkapan dan hitunglah kassa yang digunakan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan
o Pencahayaan yang baik sangat penting untuk memvisualisasikan
dan mengidentifikasikan struktur yang terlibat
o Meminta bantuan kepada yang lebih berpengalaman jika
menemukan keraguan dari luasnya luka dan struktur yang terlibat
o Robekan jalan lahir yang susah harus diperbaiki oleh operator yang
berpengalaman dalam kamar operasi dengan anestesi regional atau
umum
o Pastikan aligment yang baik dari struktur anatomi dan
pertimbangkan hasil kosmetik jahitan
o Pemeriksaan rektal sesudah menyelesaikan jahitan untuk
memastikan benang tidak secara sengaja mengenai mukosa rectal

Manajemen nyeri selama prosedur2:


o Anestesi lokal dapat digunakan untuk penjahitan kebanyakan
robekan jalan lahir. Akan tetapi anastesi general atau regional
mungkin diperlukan untuk mencapai relaksasi otot dan visualisasi
untuk penjahitan laserasi yang parah dan kompleks.
o Pada robekan jalan lahir yang parah yang melibatkan spincter ani,
dapat dilakukan irigasi untuk meningkatkan visualisasi dan
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi luka. Karena laserasi
tipe ini sering dikontaminasi oleh tinja, injeksi sefalosporin
generasi kedua dan ketiga mungkin perlu diberikan sebelum
prosedur dilakukan.
o Perineum diinfiltrasi dengan menggunakan lidocaine 1%. Jumlah
lidocaine yang digunakan tidak melebihi 20 mL.
o Dengan menggunakan teknik aseptis, lidocaine 1% diinfiltrasikan
pada keempat aspek robekan.
o Jarum diinfiltrasi dari fourchette sepanjang bawah mukosa vagina
sampai apek area yang akan dijahit. Syringe ditarik sedikit untuk
memastikan jarum tidak masuk ke pembuluh darah dan lidocaine
1% kemudian diinjeksikan sambil menarik jarum sepanjang
mukosa vagina.
o Tanpa menarik jarum sepenuhnya jarum diarahkan ke bawah dan
ditusukkan di sepanjang otot perineum sampai dengan distal area
yang akan dijahit.
o Yakinkan jarum tidak masuk pembuluh darah, lidocaine 1%
disuntikan sambil jarum ditarik.
o Proses diulangi untuk sisi yang berlawanan.
Penjahitan robekan jalan lahir derajat satu2:
o Robekan yang hanya mengenai kulit perineum dan epithelium
vagina yang tidak mencapai lapisan submukosa. Robekan pada
derajat ini walaupun tanpa perdarahan aktif perlu dijahit. Tidak
menjahit terkait dengan penyembuhan luka yang kurang baik.

Penjahitan robekan jalan lahir derajat dua2:


o Penjahitan robekan jalan lahir derajat 2 memerlukan aproksimasi
dari jaringan vagina, otot perineal body dan kulit perineum.
o Ujung dari robekan vagina diidentifikasi. Untuk laserasi yang
meluas ke dalam vagina, retractor Gelpi atau Deaver dapat
digunakan untuk mendapatkan visualisasi yang baik.
o Jahitan jangkar (anchoring suture) ditempatkan 1 cm di atas apeks
robekan.
o Mukosa vagina dan fascia rektovaginalis dijahit dengan
menggunakan jahitan jelujur tidak terkunci dengan benang 3-0
polyglactin 910.
o Jika apeks luka terlalu dalam sehingga tidak terlihat, jahitan jangkar
ditempatkan sedistal mungkin pada area luka yang masih tampak.
Tarikan pada benang dilakukan untuk membawa apeks luka pada
area yang terlihat. Jahitan julujur dapat dikunci untuk keperluan
hemostasis.
o Jahitan harus mencakup fascia rektovaginalis yang menyediakan
support untuk vagina posterior. Jahitan jelujur dilakukan sampai
cincin himen dan dikunci proksimal cincin ini.
o Otot-otot dari perineal body diidentifikasikan di setiap sisi dari
laserasi perineal. Ujung dari otot transverse perineal
direaproksimasi dengan 1 atau 2 jahitan interrupted dengan benang
3-0 polyglactin 910.
o Jahitan interrupted tunggal dengan benang 3-0 polyglactin 910
dilakukan pada otot bulbokavernosa. Ujung robekan otot ini sering
tertarik ke posterior dan superior. Menggunakan jarum yang besar
akan mempermudah menempatkan jahitan pada tempat yang sesuai.
o Jika laserasi melepaskan fascia rektovaginalis dari perineal body,
fascia harus dilekatkan kembali pada perineal body dengan 2
jahitan interrupted vertical dengan menggunakan benang 3-0
polyglactin 910.
o Jika otot-otot perineal dijahit secara anatomis sesuai dengan
langkah-langkah di atas, kulit perineum biasanya akan
teraproksimasi dengan baik dan jahitan kulit biasanya tidak
diperlukan.
o Jahitan pada kulit dapat meningkatkan nyeri perineal 3 bulan pasca
salin. Jika kulit memerlukan jahitan, jahitan subkutikular kontinyu
akan memberikan hasil yang lebih superior dibandingkan dengan
jahitan transkutaneus interrupted.
o Benang 4-0 polyglactin 910 harus dimulai pada apeks posterior dari
laserasi kulit dan ditempatkan 3 mm dari ujung kulit.

Penjahitan robekan jalan lahir derajat tiga dan empat2:


o Penjahitan robekan jalan lahir derajat 3 dan 4 memerlukan
aproksimasi mukosa rektal, spincter ani internal dan spincter ani
eksternal.
o Retractor Gelpi digunakan untuk memisahkan dinding vagina
sehingga memberikan visualisasi yang jelas terhadap mukosa rektal
dan spincter ani.
o Apeks dari mukosa rektal diidentifikasi dan mukosa diaproksimasi
dengan menggunakan jahitan interrupted atau jelujur dengan
benang 4-0 polyglactin.
o Jahitan tidak boleh menembus ketebalan mukosa rektum
sepenuhnya untuk mencegah terbentuknya fistula.
o Jahitan dilanjukan sampai dengan anal verge (ke dalam kulit
perineum).
o Spincter ani internal diidentifikasikan sebagai struktur fibrosa,
keputihan dan mengkilap antara mukosa rektal dan spincter ani
eksterna. Spincter dapat tertarik ke lateral. Dilakukan penjepitan
dengan klem Allis pada ujung otot untuk mempermudah
penjahitan. Spincter ani internal dijahit kontinyu dengan benang 2-
0 polyglactin 910.
o Spincter ani eksternal tampak sebagai otot skeletal berbentuk
silinder dengan kapsul fibrosa. Secara tradisional, jahitan dengan
teknik end-to-end digunakan untuk melekatkan ujung dari masing-
masing spincter pada setiap kuadran (arah jam 12, 3, 6, dan 9)
dengan menggunakan jahitan interrupted yang dijahit pada kapsul
dan otot.
o Klem Allis ditempatkan pada masing-masing ujung dari spincter
ani eksterna. Teknik lainnya adalah dengan menggunakan jahitan
overlapping.
o Pada teknik overlapping digunakan jahitan matras dengan hasil
lebih banyak area yang kontak antara dua ujung yang robek.
o Jahitan dilewatkan atas sampai dasar melalui flaps superior dan
inferior kemudian dari dasar sampai ke atas melalui flap inferior
dan superior. Dua jahitan lagi dilakukan dengan cara yang sama.
Setelah ketiga jahitan dilakukan, masing-masing jahitan dikunci
sesuai ujung masing-masing, tanpa terjadi strangulasi.
o Ketika dikunci, simpul akan berada di atas dari spincter anal yang
overlapping.
o Otot perineum, mukosa vagina dan kulit dijahit dengan
menggunakan teknik yang sama untuk menjahit robekan jalan lahir
derajat 2.

Penjahitan robekan serviks uteri:


o Robekan serviks uteri kurang dari 2 cm biasanya dapat sembuh
sendiri tanpa meninggalkan defek kecuali terdapat perdarahan.
Robekan lebih dari 2 cm dan juga disertai perdarahan aktif harus
diperbaiki dengan jahitan satu-satu menggunakan benang kromik
dengan jarak antar jahitan 0.5 cm

21. Diagnosis ICD 9: 71.71


22. Edukasi Edukasi tentang luasnya robekan dan nasihat tentang kebersihan,
perawatan luka dan penggunaan anti nyeri
Edukasi penggunakan obat laksatif (stool softener)
Edukasi tanda-tanda infeksi perineal
Edukasi tentang diet tinggi protein dan tinggi serat

23. Penelaah Kritis dr. I Made Pariartha


dr. Diannisa Ikarumi Enisar Sangun, SpOG

24. Daftar Pustaka 1. Royal College of Obstetricians and Gynecologist. RCOG Guideline
No.23: Methods and Materials Used in Perineal Repair; Revised June
2004.
2. Leeman, L., Spearman, M. & Rogers, R. Repair of Obstetric Perineal
Lacerations. Diunduh dari American Family Physician website at
www.aafp.org/afp pada 2 September 2016 jam 18.00.

Ketua Komite Medik Ketua KSM

dr. Kartono, Sp.THT-KL(K) dr. Detty S. Nurdiati, MPH, PhD.,Sp.OG(K)


NIP 19520116197912 1002 NIP 19661006 1992032 001

Anda mungkin juga menyukai