100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
1K tayangan71 halaman
Peran oksigenasi dari plasenta ke paru-paru bayi mengalami peralihan pada masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan dan darah masih ditransfusikan ke bayi. Hal tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume darah dan mencegah hipovolemi serta hipotensi pada bayi baru lahir. Adanya perbedaan waktu pemotongan tali pusat antara penundaan pemotongan tali pusat dan pemotongan tali pusat segera, mempengaruhi hematologi bayi baru lahir cukup bulan, namun waktu pemotongan tali pusat yang bermanfaat bagi bayi baru lahir masih diperdebatkan.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan sehingga didapatkan manfaat yang optimal bagi bayi baru lahir dengan meninjau dari berbagai literatur.
Nilai hemoglobin pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera, begitupun dengan nilai hematokrit dan zat besi. Peningkatan nilai hematokrit yang terjadi, tidak terbukti menimbulkan polisitemia pada bayi baru lahir cukup bulan, begitupun dengan peningkatan nilai bilirubin serum yang tidak menimbulkan ikterus patologi.
Berdasarkan telaah literatur mengenai pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan, didapat bahwa waktu pemotongan tali pusat yang optimal adalah penundaan pemotongan tali pusat hingga 2 menit yang ditandai dengan berhentinya pulsasi tali pusat dan dengan tetap mempertimbangkan kondisi ibu dan bayi. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai hemoglobin, hematokrit dan zat besi yang dapat mencegah anemia pada bayi baru lahir, sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi
Judul Asli
pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir berdasarkan studi literatur
Peran oksigenasi dari plasenta ke paru-paru bayi mengalami peralihan pada masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan dan darah masih ditransfusikan ke bayi. Hal tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume darah dan mencegah hipovolemi serta hipotensi pada bayi baru lahir. Adanya perbedaan waktu pemotongan tali pusat antara penundaan pemotongan tali pusat dan pemotongan tali pusat segera, mempengaruhi hematologi bayi baru lahir cukup bulan, namun waktu pemotongan tali pusat yang bermanfaat bagi bayi baru lahir masih diperdebatkan.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan sehingga didapatkan manfaat yang optimal bagi bayi baru lahir dengan meninjau dari berbagai literatur.
Nilai hemoglobin pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera, begitupun dengan nilai hematokrit dan zat besi. Peningkatan nilai hematokrit yang terjadi, tidak terbukti menimbulkan polisitemia pada bayi baru lahir cukup bulan, begitupun dengan peningkatan nilai bilirubin serum yang tidak menimbulkan ikterus patologi.
Berdasarkan telaah literatur mengenai pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan, didapat bahwa waktu pemotongan tali pusat yang optimal adalah penundaan pemotongan tali pusat hingga 2 menit yang ditandai dengan berhentinya pulsasi tali pusat dan dengan tetap mempertimbangkan kondisi ibu dan bayi. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai hemoglobin, hematokrit dan zat besi yang dapat mencegah anemia pada bayi baru lahir, sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi
Peran oksigenasi dari plasenta ke paru-paru bayi mengalami peralihan pada masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan dan darah masih ditransfusikan ke bayi. Hal tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume darah dan mencegah hipovolemi serta hipotensi pada bayi baru lahir. Adanya perbedaan waktu pemotongan tali pusat antara penundaan pemotongan tali pusat dan pemotongan tali pusat segera, mempengaruhi hematologi bayi baru lahir cukup bulan, namun waktu pemotongan tali pusat yang bermanfaat bagi bayi baru lahir masih diperdebatkan.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan sehingga didapatkan manfaat yang optimal bagi bayi baru lahir dengan meninjau dari berbagai literatur.
Nilai hemoglobin pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera, begitupun dengan nilai hematokrit dan zat besi. Peningkatan nilai hematokrit yang terjadi, tidak terbukti menimbulkan polisitemia pada bayi baru lahir cukup bulan, begitupun dengan peningkatan nilai bilirubin serum yang tidak menimbulkan ikterus patologi.
Berdasarkan telaah literatur mengenai pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan, didapat bahwa waktu pemotongan tali pusat yang optimal adalah penundaan pemotongan tali pusat hingga 2 menit yang ditandai dengan berhentinya pulsasi tali pusat dan dengan tetap mempertimbangkan kondisi ibu dan bayi. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai hemoglobin, hematokrit dan zat besi yang dapat mencegah anemia pada bayi baru lahir, sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Kebidanan Bandung Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
Disusun oleh: ELLY NUMA ZAHROTI P17324110009
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG 2013
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH WAKTU PEMOTONGAN TALI PUSAT TERHADAP STATUS HEMATOLOGI BAYI BARU LAHIR CUKUP BULAN BERDASARKAN TELAAH LITERATUR
Disusun oleh : ELLY NUMA ZAHROTI NIM : P17324110009
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 29 Oktober 2013
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua Penguji
Maria Olva, S. Kp., M.Kes. NIP. 194902051968062001 Anggota Penguji
Cherly Marlina, SST., M. Kes. NIP. 198004222002122001
Desi Hidayanti, SST., MPH. NIP. 198012142002122001 Mengetahui, Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Bandung
Dewi Purwaningsih, S.SiT, M. Kes NIP. 196705271988012001
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
LEMBAR PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: Karya Tulis Ilmiah dengan judul
PENGARUH WAKTU PEMOTONGAN TALI PUSAT TERHADAP STATUS HEMATOLOGI BAYI BARU LAHIR CUKUP BULAN DITINJAU BERDASARKAN TELAAH LITERATUR
Disusun oleh: ELLY NUMA ZAHROTI NIM. P17324110009
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan pada sidang akhir hasil Karya Tulis Ilmiah
Mengetahui, Ketua Jurusan Kebidanan Bandung Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
Dewi Purwaningsih, S.SiT, M. Kes NIP. 196705271988012001
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.
Bandung, Oktober 2013
Elly Numa Zahroti P17324110009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi Nama : Elly Numa Zahroti Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 24 Mei 1992 Status : Belum menikah Agama : Islam Alamat : Sukajadi Aspol No. 75 Rt.04 Rw.09 Bandung 40162
II. Riwayat Pendidikan 1. SD Negeri Sejahtera V Bandung Tahun 1998-2004 2. SMP Negeri 12 Bandung Tahun 2004-2007 3. SMA Negeri 27 Bandung Tahun 2007-2010
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat, hidayat, serta kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul PENGARUH WAKTU PEMOTONGAN TALI PUSAT TERHADAP STATUS HEMATOLOGI BAYI BARU LAHIR CUKUP BULAN DITINJAU BERDASARKAN TELAAH LITERATUR. Karya tulis ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III jurusan Kebidanan Politeknik Kementerian Kesehatan Bandung. Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dewi Purwaningsih, S.SiT,. M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung. 2. Yulinda SST,. MPH., selaku Sekretaris Jurusan Kebidanan Bandung Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung 3. Desi Hidayanti SST., MPH., selaku dosen pembimbing yang dengan sangat sabar dan rendah hati, juga dengan caranya yang cerdas, selalu memberikan bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan kaya tulis ilmiah ini. Ibu, terimakasih. 4. Seluruh dosen pengajar Jurusan Kebidanan Bandung Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, karena telah memberikan ilmunya yang bermanfaat dan luar biasa, selama saya mengikuti pendidikan di sini. 5. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Kebidanan Bandung Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung yang selalu mendukung berlangsungnya pendidikan penulis. 6. Bapak Muhtadi, ayah yang selalu jadi emas di setiap diamnya dan selalu jadi yang paling bijak di setiap katanya, apapun yang telah ayah lakukan, terimakasih karena selalu membuat saya merasa berharga. 7. Mama, Iis Elisah, terimakasih karena selalu mendukung saya dan tak pernah mengizinkan saya untuk berhenti. 8. Saudara laki-lakiku, Ahmad Fazi Ghozi dan Marhab Musaid. Terkadang kalian menyebalkan tapi harapan kalian untuk melihat saudaramu ini segera menyelesaikan pendidikannya, cukup membuatku termotivasi. Terimakasih. 9. Saudara perempuanku, Farhatu Mutiati, semangat! Sebentar lagi giliranmu, Dek! 10. Rekan-rekan angkatan 2010, dengan peran masing-masing dari kalian yang berbeda-beda, terimakasih telah sempat bersama dan saling membantu, mengingatkan, memberi masukan dan memberi dukungan dalam suka maupun duka. Khususnya Chatrin Marinda, Nita Novitawati, dan penghuni kamar 206 serta 207. 11. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis sangat berterima kasih dari lubuk hati
yang paling dalam dan mudah-mudahan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Harapan penulis semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta semoga segala perhatian dan bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Bandung, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5 C. Tujuan ............................................................................................... 5 D. Manfaat ............................................................................................. 6 E. Ruang Lingkup .................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7 A. Sirkulasi Darah Janin dan Bayi Baru Lahir ........................................ 7 1. Sirkulasi Darah Janin .................................................................. 7 2. Sirkulasi Darah Peralihan............................................................ 10 3. Sirkulasi Darah Neonatus............................................................ 12 B. Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan ........................................ 14 C. Waktu Pemotongan Tali Pusat ........................................................... 26 1. Pemotongan Tali Pusat Segera .................................................... 26 2. Penundaan Pemotongan Tali Pusat.............................................. 28 D. Pengaruh Waktu Pemotongan Tali Pusat Terhadap Status Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan ........................................ 30 1. Hemoglobin ................................................................................ 31
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 38 A. Status Hemoglobin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat .......................................... 38 B. Status Hematokrit Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat .......................................... 40 C. Status Zat Besi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat .......................................... 43 D. Status Bilirubin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat .......................................... 45 E. Waktu Pemotongan Tali Pusat yang Optimal ..................................... 48
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 51 A. Simpulan ........................................................................................... 51 B. Saran ................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 53
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Kardiovaskuler Janin ...................................................... 7 Gambar 2.2 Sirkulasi Janin ........................................................................... 9 Gambar 2.3 Krista Dividens .......................................................................... 10 Gambar 2.4 Skema Perubahan Kardiovaskular .............................................. 12 Gambar 2.5 Tali Pusat yang Dibiarkan Selama 15 Menit ............................... 20
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Hematologi Normal Pada Bayi Baru Lahir Cukup Bulan....... 15 Tabel 2.2 Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat Dari Berbagai Sumber ......................................................................................... 30 Tabel 3.1 Status Hemoglobin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat ..................................... 38 Tabel 3.2 Status Hematokrit Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat ..................................... 42 Tabel 3.3 Kadar Feritin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat ..................................... 43 Tabel 3.4 Status Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat ..................................... 47
ABSTRAK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG KARYA TULIS ILMIAH
ELLY NUMA ZAHROTI NIM. P17324110009
PENGARUH WAKTU PEMOTONGAN TALI PUSAT TERHADAP STATUS HEMATOLOGI BAYI BARU LAHIR CUKUP BULAN DITINJAU BERDASARKAN TELAAH LITERATUR viii, IV BAB, 52 halaman
Peran oksigenasi dari plasenta ke paru-paru bayi mengalami peralihan pada masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan dan darah masih ditransfusikan ke bayi. Hal tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume darah dan mencegah hipovolemi serta hipotensi pada bayi baru lahir. Adanya perbedaan waktu pemotongan tali pusat antara penundaan pemotongan tali pusat dan pemotongan tali pusat segera, mempengaruhi hematologi bayi baru lahir cukup bulan, namun waktu pemotongan tali pusat yang bermanfaat bagi bayi baru lahir masih diperdebatkan. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan sehingga didapatkan manfaat yang optimal bagi bayi baru lahir dengan meninjau dari berbagai literatur. Nilai hemoglobin pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera, begitupun dengan nilai hematokrit dan zat besi. Peningkatan nilai hematokrit yang terjadi, tidak terbukti menimbulkan polisitemia pada bayi baru lahir cukup bulan, begitupun dengan peningkatan nilai bilirubin serum yang tidak menimbulkan ikterus patologi. Berdasarkan telaah literatur mengenai pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan, didapat bahwa waktu pemotongan tali pusat yang optimal adalah penundaan pemotongan tali pusat hingga 2 menit yang ditandai dengan berhentinya pulsasi tali pusat dan dengan tetap mempertimbangkan kondisi ibu dan bayi. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai hemoglobin, hematokrit dan zat besi yang dapat mencegah anemia pada bayi baru lahir, sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Kata Kunci : waktu pemotongan tali pusat, status hematologi Daftar Pustaka : 54
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peran oksigenasi dari plasenta ke paru-paru bayi mengalami peralihan pada masa setelah bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan. Selama masa tersebut, oksigenasi bayi melalui plasenta masih berjalan dan darah masih ditransfusikan ke bayi. Hal tersebut dapat mempengaruhi hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), menambah volume darah atau eritrosit, serta dapat mencegah hipovolemi dan hipotensi pada bayi baru lahir (Santosa, 2008). Perbedaan waktu pemotongan tali pusat dapat memberikan dampak pada bayi baru lahir. Disebutkan bahwa pemotongan tali pusat yang segera, menjadi penyebab utama anemia pada bayi baru lahir, sedangkan di lain pihak, beberapa peneliti mendapatkan efek berbeda jika dilakukan penundaan pemotongan tali pusat, diantaranya adalah kejadian ikterus dan polisitemia (Hutton, 2007). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan (Depkes) RI pada tahun 2001 menyatakan 61,3% bayi baru lahir sampai usia 6 bulan menderita anemia defisiensi besi. Selanjutnya, hasil penelitian terbaru mendapatkan bahwa 41 bayi baru lahir berusia 0-6 bulan (39,4%) menderita anemia dan 40 bayi diantaranya (97,6%) menderita anemia karena defisiensi besi (Ringoringo, 2009).
Tingginya angka prevalensi anemia pada bayi baru lahir, berhubungan dengan tidak cukupnya penyimpanan cadangan zat besi pada bayi (Artha, 2013). Penundaan pemotongan tali pusat ditemukan dapat mengatasi hal tersebut, karena bayi mendapat tambahan zat besi sebesar 40-50 mg/kg saat lahir sehingga dapat mencegah kekurangan zat besi bahkan hingga bayi tersebut mencapai usia satu tahun (Committee on Obstetric Practice of The American Academy of Pediatric, 2012). Penundaan pemotongan tali pusat juga dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada bayi baru lahir cukup bulan. Ditemukan bahwa kadar hemoglobin pada bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat dengan segera adalah 16,2 g/dL, sedangkan pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat adalah 18,3 g/dL (Lubis, 2008). Perbedaan kadar hemoglobin tersebut terbukti signifikan dan dapat menurunkan kejadian anemia bayi baru lahir sebesar 47% (Hutton, 2007). Penundaan pemotongan tali pusat, selain bermanfaat karena meningkatkan kadar hemoglobin, hal tersebut juga memberikan efek lain berupa peningkatan kadar hematokrit yang jika kadarnya melebihi 65% akan menyebabkan polisitemia (Lessaris, 2009). Hal tersebut terlihat dari penelitian berikut yang menemukan kadar hematokrit bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat lebih besar, yaitu 60,6% dibandikan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat dengan kadar hematokrit sebesar 54,7,% (Santosa, 2008).
Angka kejadian polisitemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin dilaporkan sebesar 8,4%. Persentase kejadian tersebut terbilang tinggi dan disimpulkan sebagai akibat dari penambahan volume darah karena penundaan pemotongan tali pusat (Adilia, 2011). Sesuai dengan review Mc Donald (2013) yang meninjau dari beberapa penelitian yang berlangsung dari tahun 1989 hingga tahun 2006, peningkatan risiko polisitemia memang terjadi pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat. Salah satunya diambil dari penelitian oleh Aziz, dkk (2006) yang menemukan kejadian polisitemia pada kelompok bayi dengan penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 2 menit. Efek samping lainnya dari penundaan pemotongan tali pusat adalah ditemukan lebih banyak bayi yang memerlukan fototerapi akibat hiperbilirubinemia dibandingkan dengan kelompok pemotongan tali pusat segera (Emhamed, 2004). Seperti pada penelitian Tanmoun (2013) yang menemukan peningkatan bilirubin serum hingga 15 mg/dL pada bayi usia 48 jam yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dan bayi tersebut memerlukan fototerapi. Uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa penundaan pemotongan tali pusat berdampak pada kejadian ikterus dan polisitemia bayi baru lahir, namun Kohn (2013) menemukan bahwa risiko ikterus dan polisitemia pada bayi baru lahir tidak ditimbulkan akibat penundaan pemotongan tali pusat, melainkan lebih diakibatkan oleh kondisi maternal dan bayi setelah lahir. Kohn (2013) mengatakan penundaan pemotongan tali pusat yang bermanfaat
dalam menurunkan anemia lebih terbukti akibat peningkatan hemoglobin, hematokrit dan zat besi saat bayi baru lahir. Kejadian anemia, polisitemia dan ikterus pada bayi baru lahir, merupakan keadaan yang tidak diinginkan. Hal tersebut dapat dicegah dengan penatalaksanaan bayi baru lahir yang optimal, salah satunya adalah dengan memperhatikan waktu pemotongan tali pusat, sehingga diperlukan kajian untuk menentukan mana yang terbaik, antara pemotongan tali pusat segera atau penundaan pemotongan tali pusat. Kebanyakan praktisi negara barat melakukan pemotongan tali pusat segera, sedangkan di negara lain masih bervariasi. Begitupun di Indonesia, banyak praktisi belum melakukan penundaan pemotongan tali pusat (BKKBN, 2011). Kebiasaan praktik pemotongan tali pusat segera adalah karena kekhawatiran terhadap ikterus (Varney, 2009). Padahal kejadian anemia pun tidak kalah penting untuk diwaspadai karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi tersebut, mengingat juga bahwa pemeriksaan rutin atas Hb, Ht dan zat besi pada bayi baru lahir yang menjadi indikator anemia jarang sekali dilakukan jika tanpa indikasi (Santosa, 2008). Oleh karena hal tersebut, penulis tertarik melakukan studi literatur mengenai Pengaruh Waktu Pemotongan Tali Pusat Terhadap Status Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah: Bagaimana pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan ditinjau dari berbagai literatur?
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Diketahuinya pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan sehingga didapatkan manfaat yang optimal bagi bayi baru lahir. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya hematologi bayi baru lahir cukup bulan, sirkulasi darah peralihan janin ke bayi dan pengaruh waktu pemotongan tali pusat. b. Diketahuinya status hemoglobin bayi baru lahir cukup bulan dilihat dari perbedaan waktu pemotongan tali pusat. c. Diketahuinya status hematokrit bayi baru lahir cukup bulan dilihat dari perbedaan waktu pemotongan tali pusat. d. Diketahuinya status zat besi bayi baru lahir cukup bulan dilihat dari perbedaan waktu pemotongan tali pusat. e. Diketahuinya status bilirubin bayi baru lahir cukup bulan dilihat dari perbedaan waktu pemotongan tali pusat.
D. Manfaat 1. Bagi penulis Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang berguna dari berbagai literatur mengenai pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan dapat mengaplikasikan waktu pemotongan tali pusat yang optimal bagi bayi baru lahir cukup bulan, sehingga dapat mengurangi angka kesakitan bayi baru lahir. 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan informasi bagi mahasiswi kebidanan yang sedang belajar mengenai asuhan ibu bersalin dan bayi baru lahir.
E. Ruang Lingkup Dalam karya tulis ilmiah ini, akan dibahas mengenai sirkulasi darah peralihan dari janin ke bayi baru lahir, hematologi bayi baru lahir cukup bulan dan pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan berupa hemoglobin, hematokrit, zat besi serta bilirubin bayi baru lahir cukup bulan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirkulasi Darah Janin dan Bayi Baru Lahir 1. Sirkulasi Darah Janin Pada sirkulasi janin, ventrikel kanan dan kiri berada dalam sirkuit paralel yang berlawanan dengan sirkuit seri neonatus atau dewasa. Pada janin, pertukaran gas dan metabolit dilakukan oleh plasenta. Paru-paru tidak memberikan pertukaran gas dan pembuluh darah dalam sirkulasi paru-paru mengalami vasokontriksi. Ada tiga bangunan kardiovaskuler unik pada janin yang penting untuk mempertahankan sirkulasi paralel ini: duktus venosus, foramen ovale, dan duktus arteriosus.
Sumber: Yorkshire and Humber Congenital Cardiac Network (2012) Gambar 2.1 Sistem Kardiovaskuler Janin
Darah teroksigenasi yang kembali dari plasenta, dengan PO (tekanan oksigen) sekitar 30-35 mmHg mengalir ke janin melalui vena umbilikalis. Sekitar 50% darah vena umbilikalis masuk ke sirkulasi hepatis, sedang sisanya melintasi hati dan bergabung dengan vena kava inferior melalui duktus venosus, tempat ia sebagian bercampur dengan darah vena kava inferior yang kurang teroksigenasi yang berasal dari bagian bawah tubuh janin. Kombinasi tubuh bagian bawah ini ditambah dengan aliran darah vena umbilikalis (PO 2 sekitar 26-18 mmHg) masuk atrium kanan dan diarahkan secara khusus melewati foramen ovale ke atrium kiri. Kemudian darah ini mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dikeluarkan ke dalam aorta asendens. Darah vena kava superior janin yang sangat kurang teroksigenasi (PO 2 12-14 mmHg) masuk atrium kanan, secara khusus melintasi trikuspidalis bukannya foramen ovale, dan mengalir terutama ke ventrikel kanan. Darah tersebut kemudian dipompa dari ventrikel kanan ke dalam arteria pulmonalis karena sirkulasi arteria pulmonalis vasokontriksi dan hanya sekitar 10% aliran keluar ventrikel kanan masuk paru-paru. Sebagian besar darah ini (yang mempunyai PO 2 , sekitar 18-22 mmHg) melintasi paru-paru dan mengalir melalui duktus arteriosus ke dalam aorta desendens untuk terus ke bagian bawah tubuh janin juga untuk kembali ke plasenta melalui dua arteria umbilikalis, dengan demikian, tubuh bagian atas janin (termasuk arteria koronaria dan serebral, dan yang ke ekstremitas atas) dialiri hanya dari ventrikel kiri dengan darah yang
mempunyai PO 2 sedikit lebih tinggi daripada darah yang mengaliri bagian bawah tubuh janin, yang berasal sebagian terbesar dari ventrikel kanan. Hanya sedikit volume darah dari aorta asendens (10% dari curah jantung janin) mengalir melewati isthmus aorta ke aorta desendens.
Gambar 2.2 Sirkulasi Janin Curah jantung janin total, yaitu gabungan curah ventrikel (CV) baik ventrikel kiri maupun kanan-berjumlah sekitar 450 ml/kg/men. Sekitar 65% aliran darah aorta desendens kembali ke plasenta, sisanya 35% mengaliri organ-organ dan jaringan janin. Pada janin, dengan persentase aliran darah lebih besar menuju otak, curah ventrikel kanan mungkin lebih mendekati 1,3 kali aliran ventrikel kiri, dengan demikian, selama kehidupan janin, ventrikel kanan tidak hanya memompa melewati tekanan
darah sistemik tetapi melakukan kerja dengan volume yang lebih besar daripada ventrikel kiri (Nelson, 2000). Perlu diketahui bahwa adanya krista dividens sebagai pembatas pada vena kava, memungkinkan sebagian besar darah bersih dari duktus venosus langsung mengalir ke arah foramen ovale. Sebaliknya sebagian kecil akan mengalir kearah ventrikel kanan (Prawirohardjo, 2010).
Sumber: Okymehtn (2012) Gambar 2.3 Krista Dividens 2. Sirkulasi Darah Peralihan Pada saat lahir, pengembangan mekanik paru-paru dan kenaikan PO 2 arterial menyebabkan penurunan tahanan vaskuler pulmonal cepat. Secara serentak penghentian sirkulasi plasenta bertahanan rendah megakibatkan penambahan tahanan vaskuler sistemik. Curah darah dari ventrikel kanan sekarang mengalir seluruhnya ke dalam sirkulasi pulmonal dan karena tahanan vaskuler pulmonal lebih rendah daripada tahanan vaskuler sistemik, shunt melalui duktus arteriosus berbalik dan menjadi dari kiri ke
kanan. Selama perjalanan beberapa hari setelah lahir, PO 2 arterial yang tinggi mengkontriksi duktus arteriosus dan ia menutup, akhirnya menjadi ligamentum arteriosum. Kenaikan volume aliran darah pulmonal yang kembali ke atrium kiri menaikkan volume dan tahanan atrium kiri cukup untuk secara fungsional menutup foramen ovale, walaupun foramen dapat tetap terbuka dengan probe-paten selama bertahun-tahun. Pengambilan plasenta dari sirkulasi juga menyebabkan penutupan duktus venosus, dengan demikian, dalam beberapa hari peralihan, total dari sirkulasi paralel (janin) ke seri (dewasa) hampir sempurna. Ventrikel kiri sekarang dirangkaikan dengan sirkulasi sistemik tahanan tinggi dan ketebalan dinding dan massanya mulai bertambah. Sebaliknya ventrikel kanan sekarang dirangkaikan dengan sirkulasi pulmonal bertahanan rendah, dan ketebalan dinding dan massanya sedikit berkurang. Ventrikel kiri pada janin memompa darah hanya pada bagian atas tubuh dan otak, sekarang harus menghantarkan seluruh curah jantung sistemik (sekitar 350 ml/kg/men), penambahan curah hampir 200%. Kenaikan yang mencolok pada pekerjaan ventrikel kiri ini dicapai melalui gabungan isyarat hormonal dan metabolik, termasuk penambahan katekolamin (Nelson, 2000). Aliran darah dari plasenta berhenti pada saat tali pusat diklem. Tindakan ini meniadakan suplai oksigen plasenta dan menyebabkan terjadinya serangkaian reaksi selanjutnya. Reaksi-reaksi ini dilengkapi
oleh reaksi-reaksi yang terjadi dalam paru sebagai respon terhadap tarikan napas pertama (Varney, 2009). Sebelum Lahir Setelah Lahir
Sumber: Fraser (2009) Gambar 2.4 Skema Perubahan Kardiovaskular 3. Sirkulasi Darah Neonatus Pada saat lahir, sirkulasi janin harus segera beradaptasi dengan kehidupan ekstrauterin seperti pertukaran gas dipindahkan dari plasenta ke paru-paru. Beberapa dari perubahan ini sebenarnya spontan bersama dengan pernapasan pertama dan yang lain dipengaruhi selama beberapa jam atau beberapa hari sesudah pada mulanya ada penurunan ringan pada tahanan darah sistemik, kemudian ada kenaikan progresif dengan semakin bertambahnya umur. Frekuensi jantung melambat akibat respon baroreseptor pada kenaikan tahanan vaskuler sistemik bila sirkulasi plasenta dihilangkan. Rata-rata tekanan aorta sentral pada neonatus cukup bulan adalah 75/50 mmHg.
Penurunan tahanan vaskuler pulmonal mencolok terjadi karena vasodilatasi aktif (terkait PO 2 ) maupun pasif (terkait mekanik) dengan mulainya ventilasi. Pada neonatus normal, penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan vaskuler pulmonal menyebabkan penurunan tekanan arteria pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan tahanan pulmonal dari tingkat janin yang tinggi ke tingkat dewasa pada bayi biasanya terjadi pada hari 2-3 pertama tetapi dapat diperpanjang selama 7 hari atau lebih. Lewat umur beberapa minggu pertama, tahanan vaskuler pulmonal bahkan menurun lebih lanjut akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal, meliputi penipisan otot polos vaskuler dan penambahan pembuluh darah baru. Curah jantung neonatus (sekitar 350 ml/kg/men) turun sesudah umur 2 bulan pertama sampai 150 ml/kg/men, kemudian turun lagi secara perlahan-lahan sampai mencapai curah jantung sekitar 75 ml/kg/men. Persentase hemoglobin janin yang tinggi yang ada pada neonatus sebenarnya dapat mengganggu penghantaran oksigen ke jaringan neonatus, sehingga memerlukan penambahan curah jantung untuk penghantaran oksigen yang cukup ke jaringan. Pada neonatus cukup bulan, oksigen merupakan faktor pengendali penutupan duktus yang paling penting, bila PO 2 darah yang lewat melalui duktus mencapai sekitar 50 mmHg, dinding duktus berkontriksi, mekanisme kontriksi duktus yang diaktifkan oksigen belum sepenuhnya dimengerti. Pengaruh oksigen pada otot polos duktus mungkin langsung
diperantarai oleh pengaruhnya pada sintesis prostaglandin. Umur kehamilan juga tampak memainkan peran penting, duktus bayi prematur kurang tanggap terhadap oksigen walaupun otot-ototnya berkembang (Nelson, 2000).
B. Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Hematologi adalah ilmu yang berkenaan dengan darah, jaringan yang menghasilkan darah, dan kelainan, penyakit, serta gangguan yang berkaitan dengan darah. Sistem hematologi terdiri dari semua sel-sel darah, sumsum tulang tempat sel tumbuh matang, dan jaringan lomfoid tempat sel darah disimpan jika tidak bersirkulasi (Corwin, 2009). Komponen sel dan plasma darah mengalami perubahan yang dramatis dari janin ke bayi. Hal ini terutama berlaku di beberapa bulan kehidupan pertamanya sebagai bayi dalam masa transisi dari lingkungan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Elzouki, 2012). Nilai darah pada bayi baru lahir lebih bervariasi daripada nilai pada orang dewasa atau anak yang lebih tua. Bidan harus menyadari rentang nilai untuk keadaan normal terhadap perawatan bayi baru lahir (Varney, 2009).
Tabel 2.1 Nilai Hematologi Normal Pada Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Parameter Neonatus Cukup Bulan 1 hari 7 hari 2-3 minggu 5-6 minggu 8-9 minggu 11-12 minggu Hemoglobin (g/dL) Vena Kapiler
1. Hemoglobin Hemoglobin adalah suatu bahan yang penting sekali dalam eritrosit dan dibentuk dalam sumsum tulang. Hemoglobin ini dibentuk dari hem dan globin. Hem sendiri terdiri dari 4 struktur pirol dengan atom Fe di tengahnya, sedangkan globin terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida. Jenis hemoglobin normal yang ditemukan pada manusia ialah HbA yang kadarnya kira-kira 98% dari keseluruhan hemoglobin, HbF yang kadarnya tidak lebih dari 2% pada anak berumur lebih dari 1 tahun dan HbA 2 yang kadarnya tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir kadar HbF masih sangat tinggi yaitu kira-kira 90% dari seluruh hemoglobin bayi tersebut. Pada perkembangan selanjutnya kadar HbF ini akan berkurang hingga pada umur 1 tahun dan kadarnya tidak lebih dari 2% (Hassan, 1985).
Hem dibentuk dalam semua sel tubuh dan bukan saja merupakan bagian penting dari hemoglobin tetapi juga merupakan bagian dari sitokrom dan enzim pernafasan yang penting. Persenyawaannya terdiri dari cincin porifirin dengan atom Fe di tengahnya (Elzouki, 2012). Hemoglobin dapat mengikat oksigen (O 2 ) atau karbonmonoksida (CO) dalam keadaan besi tereduksi (ferro), sedangkan dalam bentuk teroksidasi (ferri), hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen, tapi mudah mengikat anion. Fungsi hemoglobin ialah mengangkut oksigen (O 2 ) ke jaringan tubuh dan CO 2 dari jaringan ke paru (Wahidiyat I, 2005). Bayi baru lahir dilahirkan dengan nilai hemoglobin yang tinggi. Konsentrasi hemoglobin normal memiliki rentang dari 13,7 sampai 20,0 g/dL. Gomella (2004) memberikan batasan, pada saat lahir nilai normal Hb bayi baru lahir dengan usia kehamilan > 34 minggu adalah 14 20 g/dL, dengan nilai rata-rata 17 g/dL. Hemoglobin janin memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen, suatu efek yang menguntungkan bagi janin. Selama beberapa hari pertama kehidupan, nilai hemoglobin sedikit meningkat, sedangkan volume plasma menurun. Hemoglobin kemudian turun perlahan tetapi terus- menerus pada 7 sampai 9 minggu pertama setelah bayi lahir, disebut anemia fisiologis (Varney, 2009). Nelson (2000) menyebutkan bahwa anemia fisiologis adalah penurunan Hb hingga 9,5-11 g/dL pada bayi baru cukup bulan usia 2-3 bulan. Anemia fisiologis merupakan adaptasi dari bayi baru lahir akibat
peningkatan tekanan O2 dari 25-30 mmHg saat janin menjadi 90-95 mmHg, yang menyebabkan serum eritropoitin menurun sehingga produksi eritrosit juga menurun (Chapman, 2010). Anemia fisiologis jika tidak diperhatikan dan diatasi, dengan tidak memberikan asupan nutrisi yang cukup, akan terus berlangsung hingga bayi usia 6 bulan dan bukan lagi menjadi hal yang fisiologis (Chaparro, 2006). Sedangkan untuk anemia selama masa neonatus (0-28 hari kehidupan) pada bayi dengan umur kehamilan > 34 minggu ditentukan berdasar kadar Hb < 13 g/dL (darah vena sentral) atau 14,5 g/dL (darah arteri). Menurut Varney (2009) nilai hemoglobin awal pada bayi baru lahir sangat dipengaruhi oleh waktu pemotongan tali pusat dan posisi bayi baru lahir segera setelah lahir. 2. Hematokrit Hematokrit pada prinsipnya dihitung berdasarkan perbandingan persentase volume eritrosit/volume darah (Rachmawati, 2003). Berdasarkan beberapa penelitian nilai normal hematokrit bayi baru lahir berkisar antara 51,3-56,0% (Oski, 1996). Sumber lain menyebutkan nilai hematokrit bayi baru lahir antara 45 dan 65% (Linderkamp O, 2004). Rata-rata hematokrit tali pusat 52,3%, kemudian pada hari pertama kehidupan menjadi 58,2%, sementara pada hari ketiga 54,5% dan pada akhir hari ke-7 sekitar 54,9%. Penelitian terhadap 629 bayi baru lahir normal, hematokrit (darah kapiler) hari pertama kehidupan adalah 62,9 3,2% (Oski, 1996). Kadar hematokrit darah vena pada tali pusat 40%
diartikan sebagai batas anemia pada neonatus, namun karena kadar hematokrit meningkat kurang lebih 10% pada jam-jam pertama kehidupan, sehingga secara pendekatan klinis lebih tepat mendefinisikan anemia neonatus berdasar kadar hematokrit adalah pada batas 45% pada 6 jam setelah lahir (Cernadas, 2006) dan bila kadar hematokrit meningkat > 65%, disebut polisitemia. Polisitemia pada bayi baru lahir didefinisikan sebagai peningkatan kadar hematokrit > 65%. Polisitemia dihubungkan dengan peningkatan jumlah eritrosit dalam pembuluh darah dan sering dihubungkan dengan kelainan/gangguan pada neonatus. Gangguan akibat polisitemia yang dihubungkan dengan peningkatan viskositas darah yaitu terjadinya gangguan kinetika aliran darah. Hal tersebut bermanifestasi aliran darah yang lambat dan terjadi endapan darah dan merupakan predisposisi terjadinya mikrotrombi dan penurunan oksigenasi jaringan (Susilowati, 2009). Risiko polisitemia meningkat pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu dengan diabetes dan bayi kembar serta yang mengalami twin to twin transfusi (Aziz, 2006). Faktor faktor yang mempengaruhi hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir: a. Asal sampel darah Darah kapiler mempunyai hemoglobin lebih tinggi dibanding dengan darah vena, namun antar peneliti tidak sama nilai
perbedaannya. Beberapa jam setelah lahir, terdapat perbedaan 5% antara kadar Hb kapiler dibanding dengan darah vena (Oski, 1996). b. Waktu pengambilan sampel darah Selama beberapa jam pertama kehidupan terjadi peningkatan konsentrasi Hb. Peningkatan ini terutama terjadi akibat transfusi plasental selama proses persalinan. Pada jam-jam pertama kehidupan, tampaknya plasma meninggalkan sirkulasi. Total volume darah pada bayi menyesuaikan segera setelah lahir, terjadi penurunan volume plasma, sementara eritrosit tetap. Sehingga sebagai hasil akhir, terjadi peningkatan jumlah eritrosit, Ht dan Hb (Oski, 1996). Gomella (2004) berpendapat, nilai hemoglobin bayi sehat aterm tidak berubah secara signifikan sampai minggu ke-3 kehidupan, kemudian turun sampai 11 g/dL pada usia 8 12 minggu. c. Kadar hemoglobin ibu Pengaruh ibu anemia pada kadar besi bayi tidak begitu besar. Pada ibu hamil, besi ditransport melalui plasenta secara efisien sehingga bayi yang cukup bulan dan sehat mempunyai cadangan besi yang cukup. Telah banyak diketahui kekurangan besi pada ibu hamil hanya mempunyai efek yang ringan pada besi di dalam janin dan neonatus, sebab transfer besi dari ibu ke janin cukup baik, kecuali ibu hamil mengalami kekurangan besi yang berat.
d. Waktu pemotongan tali pusat Di dalam plasenta diperkiraan mengandung sejumlah 75-125 cc darah saat lahir, atau kurang lebih 1/4 sampai 1/3 volume darah fetus. Kurang lebih 1/3 darah plasenta ditransfusikan dalam waktu 15 detik pertama setelah lahir dan setengahnya dalam 1 menit pertama setelah lahir (Oski, 1996). Sebagian besar bayi sehat mendapatkan transfusi plasental dengan jumlah yang besar dalam 45 detik setelah lahir (Philip 2004). Volume darah bayi meningkat pada penundaan pemotongan tali pusat dibandingkan dengan pemotongan tali pusat segera. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penjepitan dini 78 ml/kgBB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat.
Sumber: Sloan (2012)
Gambar 2.5 Tali Pusat yang Dibiarkan Selama 15 Menit
Gambar di atas memperlihatkan terjadinya aliran darah dari plasenta sebelum dilahirkan ke bayi dan sebelum dilakukan
pemotongan tali pusat. Semakin lama pemotongan tali pusat dilakukan maka aliran darah yang terlihat semakin berkurang. Penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 1 menit dapat menambah volume darah bayi baru lahir sebesar 80 ml dan sebesar 100 ml pada penundaan waktu pemotongan tali pusat selama 3 menit (Varney, 2009). e. Faktor lain Faktor lain yang mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir adalah umur kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan ibu diabetes melitus, berat lahir, bayi kecil masa kehamilan (KMK) (Philip, 2004), hipertensi, pre-eklamsi/eklamsi (Prawirohardjo, 2010). Setiap faktor yang mempengaruhi proses terjadinya transfusi plasenta akan mempengaruhi kadar Hb dan Ht bayi baru lahir, seperti durasi respirasi, asfiksia intrauterin, pengaruh gravitasi/posisi bayi, kontraksi uterus dan kelainan plasenta lainnya seperti infark, hematom dan solutio plasenta (Santosa, 2008). 3. Fe (Zat Besi) Jumlah Fe pada bayi kira kira 400 mg yang terbagi sebagai berikut: masa eritrosit 60%, feritin dan hemosiderin 30%, mioglobin 5-10%, hemenzim 1% dan besi plasma 0,1%. Pengangkutan Fe dari rongga usus hingga menjadi transferin, yaitu suatu ikatan Fe dan protein di dalam darah terjadi di dalam beberapa tingkat.
Fe dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung Fe akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh asam lambung (HCL). Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung Fe yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitrat menghambat absorpsi Fe (Hassan, 1985). Eksresi Fe dari tubuh sangat sedikit. Fe yang dilepaksan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin, jadi di dalam tubuh yang normal kebutuhan akan Fe sangat sedikit, namun pada bayi baru lahir, dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi menggunakan Fe dalam jumlah besar dan cepat untuk mengimbangi kecepatan tumbuh dan bertambahnya volume darah tubuh. Menjelang usia 4 bulan cadangan Fe bayi berkurang 50% (Santosa, 2008). Cadangan Fe tubuh dalam 2 bentuk, yaitu feritin dan hemosiderin. Cadangan Fe disimpan terutama di hepar, sel retikuloendotelial dan sumsum tulang. Di hepar sebagian besar Fe disimpan di parenkim (hepatosit) dan sebagian kecil di sel-sel retikuloendotelial (sel Kupffer).
Di sumsum tulang dan limpa Fe disimpan terutama di sel-sel retikuloendotelial. Cadangan Fe berfungsi sebagai reservoir untuk memberi Fe pada sel-sel yang sangat membutuhkan, terutama pada pembentukan hemoglobin (Fleming RE, 2005). Jumlah zat besi dalam darah tali pusat pada bayi normal lebih tinggi dibandingkan jumlah zat besi yang dimiliki ibu. Rata-rata nilainya sekitar 150 g/dl. Bayi yang mendapatkan suplemen zat besi memiliki nilai rata- rata zat besi sebanyak 125 g/dl dalam 1 bulan pertama dan 75 g/dl dalam usia 6 bulan. Kapasitas total penyimpanan zat besi meningkat selama 1 tahun pertama kehidupannya. Batas rata-rata penyebaran zat ini menurun hampir 65% dalam setengah bulan menjadi 25% dalam 1 tahun. Anemia berdasarkan kadar zat besi adalah < 100 g/dl (Kee, 1995). Nilai rata-rata serum feritin dalam kandungan zat besi yang cukup pada bayi sangat tinggi saat kelahiran, yaitu 160 g/dl dan meningkat selama 1 bulan pertama, kemudian menurun menjadi 30 g/dl dalam 1 tahun pertama kehidupannya (Segel, 2011). 4. Bilirubin Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonatus lebih tinggi daripada pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.
Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dan sirkulasi sangat terbatas. Begitupun dengan kesanggupannya untuk mengkonjugasi sehingga hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan dieksresi oleh hepar ibunya. Pada keadaan fisiologis tanpa gejala, hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg/dL. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg/dL pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai (Hassan, 1985). Diketahui bahwa pada setiap bayi baru lahir akan terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek dalam serum secara fisiologis, timbul dalam minggu pertama kehidupannya, biasanya dimulai pada hari kedua atau
hari ketiga, dengan kadar puncak 5-6 mg/dL pada hari ke 4-5 dan akan menurun secara spontan. Ikterus atau hiperbilirubinemia adalah peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg/dL atau lebih setiap 24 jam atau konsentrasi bilirubin serum sewaktu 12,5 mg/dL pada bayi cukup bulan (Prawirohardjo, 2010). Penyebab ikterus pada bayi baru lahir, disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar dapat dibagi sebagai berikut: a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase. c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat dan sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Hassan, 1985).
C. Waktu Pemotongan Tali Pusat Tali pusat adalah tali yang menghubungkan janin ke plasenta yang berfungsi dalam menyalurkan nutrisi dari ibu ke janin. Tali pusat mulai terbentuk pada minggu kelima usia kehamilan dan terus berkembang seiring dengan perkembangan janin. Sampai pada usia matang janin (37-40 minggu), ukuran tali pusat mencapai panjang 50 cm dan diameter 2 cm (Benson, 2008). Pemotongan tali pusat adalah suatu proses memisahkan bayi dengan plasenta. Sebelumnya, janin mendapat pasokan nutrisi dari ibu melalui plasenta dan disalurkan oleh tali pusat, namun setelah lahir dan tali pusat dipotong, bayi harus memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti misalnya bernafas (Sodikin, 2008) Waktu pemotongan tali pusat ialah waktu pemutusan aliran darah dari plasenta ke bayi baru lahir saat kelahiran seluruh tubuh bayi baru lahir oleh penolong bersalin dengan cara pemotongan tali pusat (Adilia, 2011). Belum terdapat kesepakatan mengenai waktu pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir, namun secara umum, waktu pemotongan tali pusat dibagi menjadi dua, yaitu waktu pemotongan tali pusat segera dan penundaan waktu
pemotongan tali pusat. Mengenai definisi dari masing masing tersebut diantara para ahli masih belum ada kesepakatan (Rabe, 2004). a. Pemotongan Tali Pusat Segera Definisi pemotongan tali pusat segera tidak jelas dalam kebanyakan studi kecuali pada McDonnell 1997 di mana waktu yang tepat untuk pemotongan tali pusat adalah lima detik dan menurut Ultee 2008 mencatat bahwa waktu pemotongan tali pusat segera adalah pada 13,4 detik (Mc Donald, 2013). Pemotongan tali pusat segera didefinisikan sebagai pemotongan tali pusat yang dilakukan segera setelah bayi baru lahir hingga sebelum satu menit untuk bayi baru lahir cukup bulan dan pemotongan tali pusat yang dilakukan sesegera mungkin untuk bayi prematur (Wickham, 2006). Pemotongan tali pusat kurang dari 15 detik dikategorikan sebagai pemotongan tali pusat segera (Setiawan, 2009). b. Penundaan Pemotongan Tali Pusat Definisi penundaan pemotongan tali pusat bervariasi, antara studi McDonnell (1997) yang memiliki rata-rata waktu penundaan 31 detik, Rabe (2000), 45 detik, Hofmeyr (1988) dan Hofmeyr (1993), 60 dan 120 detik, Aladagandy (2006) dan Baezinger (2007), 60 sampai 90 detik, Kugelman (2007), Mercer (2003) dan Mercer (2006) 30 sampai 45 detik, dan 60 detik pada Strauss (2008). Ultee (2008) memiliki waktu terpanjang yaitu 180 detik (Mc Donald, 2012).
Penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan yang dilakukan setelah bayi baru lahir bernafas secara teratur, yang ditemukan rata-rata 94 detik setelah bayi lahir (Philip, 2004). Sedangkan menurut Setiawan (2009), pemotongan tali pusat di antara waktu 30 detik sampai 5 menit adalah termasuk dalam kategori penundaan pemotongan tali pusat. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan tali pusat yang dilakukan setelah pulsasi tali pusat berhenti sampai 3 menit pertama setelah melahirkan (Hutton, 2007). Namun menurut Aziz (2006), penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan tali pusat dalam 2 menit pertama setelah bayi lahir karena transfusi darah dalam jumlah bermakna sudah terjadi dalam waktu tersebut. Perdebatan mengenai waktu pemotongan tali pusat masih berlangsung hingga kini (Tanmoun, 2013). Kebiasaan melakukan pemotongan tali pusat segera berhubungan dengan praktik obstetri modern. Pendukung praktik tersebut mengkhawatirkan efek samping akibat transfusi plasenta termasuk gawat pernafasan, polisitemia, sindrom hiperviskositas, dan hiperbilirubinemia. Padahal jika ingin mendukung transfusi fisiologis setelah persalinan sebelum plasenta dilahirkan, bayi baru lahir akan mendapatkan volume darah yang mempengaruhi status hematologi bayi baru lahir terutama hemoglobin
dan hematokrit dalam mencegah anemia bayi baru lahir (Varney, 2009) Di Indonesia, waktu pemotongan tali pusat awalnya dilakukan segera setelah bayi lahir dan sebelum penyuntikan oksitosin (JNPKR, 2004), kemudian mengalami perubahan yaitu menjadi 2 menit setelah bayi lahir dan setelah pemberian oksitosin (JNPKR, 2008). Tabel 2.2 Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat Dari Berbagai Sumber
Tahun Sumber/Peneliti Pemotongan Tali Pusat Segera Penundaan Pemotongan Tali Pusat 2000 Nelson, dkk 60 detik Setelah pulsasi tali pusat berhenti ( 2 menit) 2006 Chaparro, dkk 10 detik 2 menit 2006 Aziz, dkk 15 detik 2 menit 2006 Cernadas, dkk 15 detik 1 menit dan 3 menit 2007 Hutton, dkk Segera setelah bayi lahir (10 detik) 2 menit 2008 Lubis, Muara P. Segera setelah bayi lahir (10 detik) 2 menit 2008 Thawinkarn, dkk 10 detik 2 menit 2008 Santosa 15 detik 45 detik 2009 Kosim, dkk 15 detik 45 detik 2010 Prawirohardjo 10 detik 2 menit 2010 Shirvani, dkk < 15 detik > 15 detik 2011 Andersson, dkk 10 detik 3 menit 2011 Mathew < 30 detik > 30 detik 2012 Rasiyanti, dkk 15 detik 2 menit 2012 Astrianti, dkk 10 detik 2 menit 2012 Wennerholm, dkk 10 detik > 60 detik 2013 Tanmoun 10 detik 2 menit 2013 Mc Donald < 30 detik > 30 detik-3 menit Sumber: Nelson (2000), Chaparro (2006), Aziz (2006), Cernadas (2006), Hutton (2007), Lubis (2008), Thawinkarn (2008), Santosa (2008), Kosim (2009), Prawirohardjo (2010), Shirvani (2010), Andersson (2011), Mathew (2011), Rasiyanti (2012), Astriani (2012), Wennerholm (2012), Tanmoun (2013), Mc Donald (2013),
D. Pengaruh Waktu Pemotongan Tali Pusat Terhadap Status Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Pada saat dalam kandungan janin berhubungan dengan ibunya melalui tali pusat yang merupakan bagian dari plasenta. Setelah bayi lahir, sebelum plasenta dilahirkan, darah plasenta selama masa tersebut masih ditransfusikan ke bayi (disebut transfusi palsenta) dan dapat menambah volume darah bayi baru lahir serta berpengaruh terhadap status hemoglobin dan hematokrit bayi baru lahir (Philip, 2004). Volume darah bayi meningkat pada penundaan pemotongan tali pusat dibandingkan dengan pemotongan tali pusat segera. Rata-rata volume darah saat satu setengah jam setelah lahir pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat adalah 78 ml/kg BB dibanding 98,6 ml/kgBB pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat (Miller, 2005). Perbedaan waktu pemotongan tali pusat sebagai intervensi yang dilakukan setelah bayi lahir memberikan dampak yang berbeda. Berikut adalah status hematologi bayi baru lahir cukup bulan dilihat berdasarkan perbedaan waktu pemotongan tali pusat: 1. Hemoglobin Penundaan pemotongan tali pusat akan meningkatkan jumlah eritrosit yang ditransfusikan ke bayi, hal tersebut tercermin dalam peningkatan kadar hemoglobin bayi baru lahir (Susilowati, 2009). Ditemukan bayi usia 7 jam yang dilakukan pemotongan tali pusat segera (kurang dari 1 menit) memiliki kadar hemoglobin lebih sedikit
dibandingkan dengan bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat. Begitupun saat pemeriksaan ulang pada bayi tersebut di usia 2 dan 3 bulan (Hutton, 2007). Penelitian lain menemukan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera setelah bayi baru lahir, dalam 48 jam memiliki kadar hemoglobin sebesar 16,1 g/dL sedangkan pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat, kadar hemoglobin lebih tinggi yaitu sebesar 17,8 g/dL (Tanmoun, 2013). Studi kolaborasi Cochrane (2013) mengemukakan bahwa peningkatan hemoglobin yang signifikan terjadi pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dalam rentang waktu 1-3 menit akibat dari transfusi plasenta dan penambahan volume darah sebesar 30-50%. Penelitian pada bayi saat berusia 72 jam, bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat memiliki rerata volume darah sekitar 93 ml/kg dan massa eritrosit 49 ml/kg, sedangkan pada pemotongan tali pusat segera bayi memiliki rerata volume darah 82 ml/kg, dan masa eritrosit 31 ml/kg sehingga penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan hemoglobin selama satu minggu pertama kelahiran (Susilowati, 2009). 2. Hematokrit Pada penelitian terhadap bayi baru lahir cukup bulan yang dilakukan pemotongan tali pusat 5 menit setelah bayi lahir, didapat penambahan secara bermakna pada nilai hematokrit dan volume sel darah merah. Hal
tersebut juga ditemukan pada pemotongan tali pusat 1 menit setelah bayi baru lahir (Adilia, 2011). Kadar hematokrit pada bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat dengan segera adalah sebesar 47,8% sedangkan pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat memiliki kadar hematokrit sebesar 53,5% (Lubis, 2008) Bayi baru lahir usia 2 jam, didapat kadar hematokrit berkisar 0,44- 0,53 pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera (kurang dari 15 detik) dan 0,58-0,70 pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat (2 menit). Pada kelompok pemotongan tali pusat segera, hematokrit menurun secara signifikan setelah 24 jam, menjadi berkisar antara 0,37- 0,48 pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera dan 0,54-0,67 pada bayi dengan penundaan pemotongan tali pusat. (Aziz, 2006). Peningkatan hematokrit pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat juga ditemukan pada penelitian oleh Thawinkarn (2008) dan Santosa (2008). Pada penelitian tersebut ditemukan kadar hematokrit pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat adalah 41,6-60,6% sedangkan pada kelompok pemotongan tali pusat segera adalah 37,6- 54,7% 3. Zat Besi Kadar Hb dan eritrosit yang cukup memungkinkan tingkat oksigenasi yang optimal dan dapat menyediakan sumber Fe yang sangat bermanfaat bagi bayi. Sumber Fe yang cukup, sangat penting untuk kehidupan
selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan sel akan Fe, termasuk produksi eritrosit. Fe sebagai salah satu mikronutrien penting bagi sel. Besi adalah nutrien yang penting tidak hanya untuk pertumbuhan normal, kesehatan dan kelangsungan hidup anak, tetapi juga untuk perkembangan mental, motorik dan fungsi kognitif (Irsa, 2002). Jika bayi setelah lahir diletakkan di bawah atau sejajar introitus vagina selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasental tidak segera diputus dengan pemasangan klem, kurang lebih 80 ml darah mungkin dapat dialirkan dari plasenta ke bayi. Hal di atas menyediakan sekitar 50 mg besi (Fe) sehingga dapat menurunkan frekuensi anemia defisiensi besi pada masa kehidupan bayi (Cunningham, 2005). Beberapa peneliti menemukan bahwa penundaan pemotongan tali pusat telah terbukti bermanfaat menghasilkan kadar ferritin dan Hb yang lebih tinggi serta menurunkan secara signifikan terjadinya anemia pada masa bayi (Mc Donald, 2013). Penundaan pemotongan tali pusat merupakan strategi yang murah dan efektif untuk menurunkan kejadian anemia pada bayi terutama pada negara berkembang (WHO, 2012). Penundaan pemotongan tali pusat 2 hingga 3 menit dapat memberikan penambahan volume darah sekitar 25-35 ml/kgBB. Dengan asumsi konsentrasi besi dalam hemoglobin sekitar 3,4 mg/g, kira-kira pada bayi dengan berat 3 kg, akan menerima 46-60 mg zat besi. Jika kita memperkirakan bahwa bayi yang baru lahir membutuhkan sekitar 0,7 mg zat besi per hari untuk pertumbuhan dan perkembangan, pemeliharaan
kadar hemoglobin dan tingkat mioglobin serta enzim dalam otot dan jaringan lain. Kadar zat besi sebesar 46-60 mg akan bertahan hingga 1-3 bulan pertama kehidupannya (Chaparro, 2011). Penelitian lain pun menyebutkan bahwa bayi dengan berat 3,2 kg yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dan memiliki hemoglobin darah sebesar 170 g/dL, akan menambahkan kadar zat besi sebesar 75 mg ke dalam penyimpanan zat besinya sehingga cukup untuk kebutuhan bayi hingga 3 bulan (Chaparro, 2006). Untuk kadar zat besi bayi baru lahir yang dilihat berdasarkan level feritin dalam penyimpanan zat besi. Ditemukan pada usia 2 hingga 3 bulan, bayi dengan pemotongan tali pusat segera memiliki kadar feritin yang lebih rendah (<50g/L), begitupun saat usia bayi 6 bulan (Hutton, 2007). Kejadian anemia dan kadar zat besi yang lebih rendah ditemukan pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera, karena bayi tersebut tidak mendapatkan penambahan volume darah sebesar 40% dari transfusi plasenta (Hutchon, 2012). 4. Bilirubin Sel darah merah bayi baru lahir memiliki umur yang singkat, yaitu rata-rata 80 hari (berbeda dari umur sel darah merah orang dewasa yaitu 120 hari). Penggantian sel yang cepat ini menghasilkan lebih banyak hasil metabolit akibat penghancuran sel termasuk bilirubin, yang harus
dimetabolisme. Muatan bilirubin yang berlebihan ini menyebabkan ikterus fisiologis yang terlihat pada bayi baru lahir (Varney, 2009). Bagi bayi cukup bulan, dengan waktu pemotongan tali pusat 5 menit setelah bayi baru lahir dengan waktu pemotongan tali pusat kurang dari 15 detik didapat bilirubin serum bayi baru lahir rata-rata adalah 7,7 mg/dL dan 3,2 mg/dL. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan bayi yang memerlukan fototerapi pada usia lebih dari 3 hari (Adilia, 2011). Pada bayi baru lahir cukup bulan, kejadian ikterus lebih banyak terjadi pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat,akibat penambahan sel darah merah dan ketika terjadi pemecahan eritrosit, lebih banyak bilirubin yang dihasilkan. Sedangkan pada bayi kurang bulan yang juga dilakukan penundaan pemotongan tali pusat, tidak ditemukan kejadian ikterus (Hutchon, 2012). Kadar serum bilirubin total pada bayi baru lahir 48 jam dengan penundaan pemotongan tali pusat lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera, yaitu sebesar 13,3 mg/dL dan 12,7 mg/dL. Pada penelitian ini, indikator bayi dengan hiperbilirubinemia adalah pada bayi yang membutuhkan fototerapi, dan hal tersebut ditemukan lebih banyak pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat (Tanmoun, 2013). Hal tersebut sesuai dengan penemuan Aziz (2006), yang menemukan 3 bayi dari 15 bayi memiliki nilai bilirubin serum > 15 mg/dL pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat, sedangkan pada kelompok pemotongan tali pusat segera, tidak
ditemukan adanya peningkatan bilirubin abnormal yang abnormal. Namun, setelah dilihat perbedaannya secara bermakna, peningkatan bilirubin yang menyebabkan hiperbilirubinemia tidak terbukti secara signifikan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutton (2007), tidak terdapat perbedaan kadar bilirubin yang signifikan dari dua kelompok waktu pemotongan tali pusat bahkan hingga bayi berusia 72 jam dan tidak ditemukan bayi yang memerlukan fototerapi dari kelompok penundaan tali pusat.
BAB III PEMBAHASAN
A. Status Hemoglobin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat Nilai hemoglobin bayi ketika lahir dengan usia kehamilan > 34 minggu adalah 14-20 g/dL, dengan nilai rata-rata sebesar 17 g/dL (Gomella, 2004). Nilai tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya yaitu waktu pemotongan tali pusat (Santosa, 2008). Terdapat perbedaan nilai yang didapat dilihat berdasarkan perbedaan waktu pemotongan tali pusat, yaitu ditemukan nilai hemoglobin lebih tinggi pada bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera. Hal tersebut dibuktikan sejumlah penelitian-penelitian berikut; Tabel 3.1 Status Hemoglobin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat
Peneliti Tahun Penelitian Hemoglobin (14-20 g/dL) Pemotongan Tali Pusat Segera (g/dL) Penundaan Pemotongan Tali Pusat (g/dL) Lubis, Muara P 2008 16,2 18,3 Santosa, Qodri 2008 13,4-18,4 14,5-20,1 Thawinkarn, S. 2008 16.82 18,73 Kosim, dkk 2009 16,30 17, 34 Shirvani, dkk 2010 14,5 16,08 Astrianti, dkk 2012 14,33 15,77 Tanmoun, Nuanpun 2013 16,1 17,8 Sumber: Lubis (2008), Santosa (2008), Thawinkarn ( 2008), Kosim (2009), Shirvani (2010), Astrianti (2012), Tanmoun (2013).
Berdasarkan tabel di atas, nilai hemoglobin pada kedua kelompok waktu pemotongan tali pusat tidak kurang dari batas normal sehingga tidak ditemukan bayi yang mengalami anemia dalam penelitian tersebut. Namun, jika dilihat kembali, nilai hemoglobin pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat lebih tinggi, dibandingkan dengan bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera. Hal tersebut ditemukan dapat mencegah anemia pada bayi baru lahir cukup bulan hingga bayi tersebut berusia 6 bulan (Mc Donald, 2013). Dalam hal ini, bayi tidak akan mengalami penurunan nilai hemoglobin secara drastis pada usia 6-8 minggu akibat dari adaptasi bayi berupa anemia fisiologis. Penemuan tersebut mendukung penemuan-penemuan sebelumnya oleh Hutton, dkk (2007), Mercer, dkk (2001) dan juga oleh Grajeda, dkk (1997) yang menemukan bahwa penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan kadar hemoglobin sehingga berpengaruh terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan dan dapat mencegah terjadinya anemia bayi baru lahir. Menurut Mc Donald (2013), tidak ditemukan dampak buruk dari peningkatan nilai hemoglobin akibat penundaan pemotongan tali pusat, karena dapat menghambat sirkulasi oksigen dalam darah bayi sehingga menyebabkan bayi dalam keadaan hipoksia. Peningkatan hemoglobin akibat penundaan pemotongan tali pusat lebih terbukti bermanfaat karena dapat menurunkan risiko anemia pada bayi sebesar 47% (Hutton, 2007).
Hemoglobin yang cukup juga dapat menyediakan sumber Fe bagi bayi, yang penting dalam produksi eritrosit dan merupakan mikronutrien penting bagi sel. Tidak hanya untuk pertumbuhan normal, kesehatan dan kelangsungan hidup anak, Fe juga dibutuhkan untuk perkembangan mental, motorik dan fungsi kognitif (Irsa, 2002).
B. Status Hematokrit Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat Hematokrit pada prinsipnya dihitung berdasarkan perbandingan persentase volume eritrosit/volume darah (Rachmawati, 2003). Berdasarkan beberapa penelitian, nilai normal hematokrit bayi baru lahir berkisar antara 51,3-56,0%, dengan nilai rata-rata sebesar 52,3% (Oski, 1996). Sumber lain menyebutkan nilai hematorkit bayi baru lahir antara 45 dan 65% (Linderkamp O, 2004). Jika kurang dari 45% maka dapat terjadi anemia pada bayi baru lahir, sedangkan bayi yang memiliki nilai hematokrit lebih dari 65% akan jatuh ke dalam keadaan yang disebut dengan polisitemia. Dalam hal ini perbedaan waktu pemotongan tali pusat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai hemoglobin bayi baru lahir yang berpengaruh juga terhadap nilai hematokrit bayi. Penundaan pemotongan tali pusat memfasilitasi aliran darah berlebih ke bayi sehingga jumlah eritrosit yang masuk ke dalam tubuh bayi lebih banyak dan berisiko terjadi polisitemia. Azis (2006) menemukan bahwa, risiko kejadian polisitemia meningkat pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat. Nilai hematokrit bayi
tersebut pada usia 24 jam berada dalam rentang 50-67%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian tersebut terdapat bayi yang mengalami polisitemia, namun, setelah dilakukan pemantauan ketat hingga bayi berusia 48 jam dan nilai hematokrit bayi tersebut mengalami peningkatan, keadaan tersebut tidak membuat bayi mengalami gejala berupa gangguan pernafasan. Oleh karena itu, Azis (2006) kembali menyimpulkan bahwa peningkatan risiko memang terjadi namun tidak terbukti secara signifikan dapat menyebabkan polisitemia, selain itu, peningkatan nilai hematokrit pada bayi baru lahir juga merupakan adaptasi fisiologis dari bayi tersebut akibat dari peningkatan viskositas darah. Kesimpulan tersebut didukung oleh Thawinkarn (2008) yang menemukan 2 bayi dari kelompok penundaan pemotongan tali pusat memiliki kadar hematokrit >65% namun tidak disertai dengan gejala. Gemma (2010) menyebutkan bahwa pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat 2 hingga 3 menit, ditemukan risiko polisitemia pada neonatus usia 7, 24, dan 48 jam, namun risiko anemia akibat kekurangan hematokrit (<45%) yang meningkat sebesar 30-40% karena pemotongan tali pusat segera lebih perlu dikhawatirkan. Mengingat, anemia pada bayi baru lahir akan berlangsung terus dan sulit untuk diperbaiki jika tidak ditangani segera. Penelitian tersebut di atas, didukung oleh penelitian-penelitian berikut, yang menemukan bahwa peningkatan hematokrit akibat penundaan pemotongan tali pusat lebih terbukti tidak menimbulkan polisitemia.
Tabel 3.2 Status Hematokrit Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat
Peneliti Tahun Hematokrit (45-65%) Pemotongan Tali Pusat Segera (%) Penundaan Pemotongan Tali Pusat (%) Cernadas, dkk 2006 53,5 59,4 Muara P. Lubis 2008 47,8 53,5 Qodri Santosa 2008 37,6-54,7 41,6-60,6 Thawinkarn, S. 2008 49,65 56,16 Kosim, dkk 2009 47,08 51,34 Shirvani, dkk 2010 42,8 47,6 Astrianti, dkk 2012 43,35 44,41 Nuanpun Tanmoun 2013 50,3 54,5 Sumber: Cernadas (2006), Lubis (2008), Santosa (2008), Thawinkarn ( 2008), Kosim (2009), Shirvani (2010), Astrianti (2012), Tanmoun (2013).
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas, terlihat memang terjadi peningkatan dalam nilai hematokrit pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat, namun bahaya mengenai polisitemia tidak perlu dikhawatirkan karena tidak ditemukan gejalanya, terkecuali, pada bayi yang memiliki risiko polisitemia lebih tinggi yaitu pada bayi dari ibu dengan diabetes, kelainan transfusi plasenta dan pada kehamilan kembar, sehingga dalam hal tersebut, pemotongan tali pusat segera dapat menjadi alternatif (Nelson, 2000)
C. Status Zat Besi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat Jumlah zat besi dalam darah tali pusat pada bayi baru lahir cukup bulan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah zat besi yang dimiliki ibu. Rata-rata nilainya adalah sekitar 150 g/dl (Kee, 1995). Sumber zat besi terdapat dapat hemoglobin, konsentrasi hemoglobin bayi baru lahir cukup bulan yang
menurun pada usia 2-3 bulan, membuat sejumlah besi disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin (Fleming RE, 2005). Chapparo (2006) menemukan bahwa bayi yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dengan berat badan sebesar 3,2 kg, memiliki kadar hemoglobin tinggi sehingga 75 mg zat besi dapat ditambahkan ke dalam penyimpanan zat besi tubuhnya dan cukup untuk kebutuhan bayi hingga usia 3 bulan. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Andersson (2011) yang menemukan bahwa bayi pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat memiliki kadar zat besi sebesar 117 g/L, lebih besar dibandingkan 81 g/L zat besi yang ditemukan pada kelompok pemotongan tali pusat segera, sedangkan untuk kadar zat besi bayi yang dapat dilihat berdasarkan level feritin terdapat dalam tabel berikut; Tabel 3.3 Kadar Feritin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat
Peneliti Tahun Feritin (100-200g/dL) Pemotongan Tali Pusat Segera Penundaan Pemotongan Tali Pusat Shirvani, F. 2010 173,6 214,7 Siregar, Olga R., dkk 2012 164 278 Sumber: Shirvani (2010) dan Siregar (2012)
Bayi dengan berat badan lahir normal memiliki simpanan Fe yang dapat dimanfaatkan kembali untuk pembentukan darah hingga bayi tersebut berusia 9 bulan, sedangkan pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau pada bayi dengan kehilangan darah perinatal, dapat menghabiskan cadangan besi lebih
cepat, sehingga sumber makanan menjadi amat penting. Mengingat bahwa bayi hingga usia 6 bulan hanya dapat diberi ASI, (Sloan, 2012) menyebutkan bahwa tidak terdapat kandungan zat besi yang cukup dalam ASI untuk memenuhi kebutuhan zat besi bayi, sehingga pencegahan kekurangan zat besi dari sejak lahir diperlukan, salah satunya adalah dengan mengoptimalkan tranfusi darah pada penundaan pemotongan tali pusat yang meningkatkan kadar hemoglobin bayi sehingga Fe pun meningkat dan cadangan Fe pada bayi menjadi lebih banyak pula. Penelitian yang mendukung bahwa penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan nilai Fe bayi baru lahir cukup bulan sehingga bayi tersebut memiliki cadangan Fe yang besar hingga usia 6 bulan, dilakukan oleh Chapparo (2011). Penelitiannya menemukan bahwa pada bayi berusia 6 bulan yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat ketika dia lahir memiliki kadar Fe lebih tinggi daripada bayi yang dilakukan pemotongan tali pusat segera, ditunjukkan dengan level feritin bayi tersebut lebih dari 12 g/dL dan level zat besi lebih dari 122 g/dL. Hasil yang sama, ditemukan oleh Siregar (2012) yang menemukan bahwa kadar feritin bayi usia 3 bulan yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat lebih dari 50 g/dL, begitupun saat bayi berusia 6 bulan. Berdasarkan uraian tersebut di atas diketahui bahwa penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan zat besi pada bayi baru lahir cukup bulan dan akan mempengaruhi penyimpanan zat besi untuk dapat dimanfaatkan hingga 6 bulan kehidupan pertamanya, karena mengingat
bahwa defisiensi besi dapat mempengaruhi fungsi neurologis dan intelektual, sehingga pencegahan defisiensi besi penting terutama dalam meningkatkan penyimpanan zat besi dalam tubuh, yang dimulai dari bayi baru lahir dengan penundaan pemotongan tali pusat (Lubis, 2008).
D. Status Bilirubin Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat Bilirubin serum bayi baru lahir cukup bulan yang dilakukan penundaan pemotongan tali pusat selama 5 menit adalah sebesar 7,7 mg%, sedangkan bilirubin serum pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera kurang dari 15 detik adalah sebesar 3,2 mg% (Adilia, 2011). Berdasarkan hasil penelitian tersebut tidak ditemukan kejadian ikterus pada kedua kelompok pemotongan tali pusat. Sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Cernadas (2006) yang menemukan perbedaan nilai bilirubin pada kedua kelompok waktu pemotongan tali pusat dan peningkatan nilai bilirubin pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat yang tidak menyebabkan ikterus. Berbeda dengan penelitian tersebut di atas, Hutchon (2012) menemukan kejadian ikterus lebih banyak pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat, begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasiyanti (2012), yang menemukan peningkatan bilirubin terjadi pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat sehingga perlu diwaspadai kejadian ikterus. Peningkatan kadar bilirubin serum pada bayi baru lahir cukup bulan tersebut
ditemukan sebagai akibat dari penambahan sel darah merah sehingga produksi bilirubin pun meningkat. Penelitian berikutnya, bayi yang memerlukan fototerapi karena mengalami hiperbilirubinemia memang ditemukan lebih banyak pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat, namun, hasil tersebut tidak menunjukkan perbedaan bermakna karena kejadian hiperbilirubinemia ditemukan juga pada kelompok pemotongan tali pusat segera (Kohn, 2013). Hal tersebut mendukung penelitian sebelumnya oleh Thawinkarn (2008) dan Andersson (2011) yang menemukan peningkatan kadar bilirubin terjadi pada kelompok pemotongan tali pusat segera dan banyak bayi yang memerlukan fototerapi pada kelompok tersebut, sehingga disimpulkan bahwa risiko kejadian ikterus pada kedua kelompok adalah sama. Di Indonesia, belum terdapat kesepakatan mengenai waktu pemotongan tali pusat. Beberapa institusi melakukan pemotongan tali pusat segera untuk menghindari kejadian ikterus, karena jika penanganannya terlambat atau tidak sesuai, prognosanya akan buruk mengingat kejadian ikterus bayi baru lahir cukup bulan ditemukan cukup tinggi (Faridah, 2010), namun berdasarkan penelitian-penelitian yang disebutkan di atas, kekhawatiran ikterus akibat penundaan pemotongan tali pusat tidak seharusnya terjadi karena tidak terbukti bahwa penundaan pemotongan tali pusat meningkatkan bilirubin hingga menyebabkan ikterus. Hal tersebut didukung oleh penelitian terbaru Kohn (2013) yang mengemukakan bahwa peningkatan bilirubin pada
kelompok penundaan pemotongan tali pusat tidak signifikan menyebabkan ikterus patologi yang membutuhkan fototerapi. Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir cenderung diakibatkan oleh penyakit hemolitik, salah satunya adalah diakibatkan oleh anemia ringan yang gejalanya tidak terlihat namun dapat disertai dengan hepatomegali ringan dan peningkatan bilirubin. Berdasarkan hal tersebut pencegahan anemia dianggap lebih penting. Tabel berikut ini akan lebih menunjukkan status hematologi bayi baru lahir dilihat berdasarkan waktu pemotongan tali pusat. Tabel 3.4 Status Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Dilihat Dari Perbedaan Waktu Pemotongan Tali Pusat
Status Hematologi Waktu Pemotongan Tali Pusat Pemotongan Tali Pusat Segera Penundaan Pemotongan Tali Pusat Hemoglobin (14-20 gr/dL) 16,3 19,9 Hematokrit (45-65%) 59 62 Zat Besi - Level Feritin (100- 200 g/dL)
Perbedaan waktu pemotongan tali pusat memberikan hasil yang berbeda pula terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan. Hal tersebut ditemukan signifikan dalam meningkatkan nilai hemoglobin, hematokrit dan zat besi yang bermanfaat bagi bayi tanpa perlu mengkhawatirkan nilai
bilirubin bayi yang juga ikut meningkat. Dalam tabel berikut, peningkatan bilirubin terjadi pada kedua kelompok dan nilai bilirubin yang lebih besar ditemukan pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat, namun hal tersebut tidak membuktikan bahwa penundaan pemotongan tali pusat lebih meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Dalam penelitian tersebut, tidak ditemukan bayi pada kedua kelompok waktu pemotongan tali pusat yang memerlukan fototerapi.
E. Waktu Pemotongan Tali Pusat Yang Optimal Waktu pemotongan tali pusat ialah waktu pemutusan aliran darah dari plasenta ke bayi baru lahir saat kelahiran seluruh tubuh bayi oleh penolong bersalin dengan cara pemotongan tali pusat (Adilia, 2011). Belum terdapat kesepakatan mengenai waktu pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir, namun secara umum, waktu pemotongan tali pusat dibagi menjadi dua, yaitu waktu pemotongan tali pusat segera dan penundaan waktu pemotongan tali pusat. Pemotongan tali pusat segera didefinisikan sebagai pemotongan tali pusat yang dilakukan segera hingga sebelum satu menit setelah bayi lahir (Wickham, 2006), sedangkan definisi untuk penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan yang dilakukan setelah bayi baru lahir bernafas secara teratur, yang ditemukan rata-rata 94 detik setelah bayi lahir (Philip, 2004). Hutton (2007) mengemukakan bahwa kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa penundaan pemotongan tali pusat adalah pemotongan tali
pusat yang dilakukan setelah pulsasi tali pusat berhenti sampai 3 menit pertama setelah melahirkan, hal tersebut didukung oleh Prawirohardjo (2010) yang menyebutkan bahwa transfusi optimal dari penundaan pemotongan tali pusat ada pada rentang 1-3 menit ditandai dengan berhentinya pulsasi tali pusat. Rata-rata pada menit ke dua. Pendukung praktik pemotongan tali pusat segera menyebutkan bahwa, pemotongan tali pusat yang dilakukan sesegera mungkin akan mengurangi efek samping dari penambahan volume darah, yaitu hiperbilirubinemia dan polisitemia, namun setelah dilakukan studi literatur mengenai pengaruh waktu pemotongan tali pusat terhadap status hematologi bayi baru lahir, waktu pemotongan tali pusat yang ditemukan lebih bermanfaat adalah penundaan pemotongan tali pusat karena penambahan volume darah dari plasenta ke bayi (disebut transfusi plasenta) dapat meningkatkan nilai hemoglobin, hematokrit dan zat besi bayi. Penundaan pemotongan tali pusat selama 1 menit, akan menambah volume darah sebanyak 80 ml dan 100 ml pada menit ke 3 (Philip 2004). Di Indonesia, memang belum terdapat kesepakatan menganai waktu pemotongan tali pusat, namun pemotongan tali pusat bayi baru lahir sudah disosialisasikan dilakukan pada menit ke dua setelah bayi lahir dan setelah pemberian oksitosin sebagai menajeman aktif kala III pada menit ke satu (JNPKR, 2008). Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi WHO (2012) mengenai manajemen aktif persalinan kala III yang meliputi pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir, penundaan penjepitan tali pusat,
melahirkan plasenta dengan pengendalian (kontrol) traksi tali pusat, diikuti dengan pemijatan uterus. Berdasarkan rekomendasi tersebut di atas dan hasil dari penelitian- penelitian yang sudah dikemukakan, tenaga kesehatan dapat mempertimbangkan untuk melakukan penundaan pemotongan tali pusat terutama pada bayi baru lahir normal yang tidak perlu resusitasi, sehingga pada saat lahir, bayi segera dikeringkan, diletakkan di atas perut ibu dan diselimuti kain kering dan hangat untuk mencegah kehilangan panas lalu melakukan penyuntikan oksitosin dan melakukan pemotongan tali pusat.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Transfusi plasenta yang terjadi pada saat bayi lahir dan sebelum plasenta dilahirkan memfasilitasi penambahan volume darah bayi sehingga berpengaruh terhadap status hematologi bayi baru lahir cukup bulan dan meningkatkan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), serta zat besi. 2. Penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan hemoglobin bayi baru lahir cukup bulan. Hal tersebut dapat mencegah anemia bayi baru lahir karena kadar hemoglobin yang cukup dapat menjadi sumber Fe pada bayi. 3. Penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan hematokrit bayi baru lahir cukup bulan. Hal tersebut juga bermanfaat untuk mencegah anemia bayi baru ahir akibat kekurangan hematokrit. Adapun risiko polisitemia akibat peningkatan hematokrit tidak terbukti signifikan terjadi. 4. Penundaan pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir dapat meningkatkan kadar zat besi pada bayi sehingga bayi memiliki cadangan zat besi yang dapat digunakan untuk keperluan zat besi bagi tubuhnya selama satu tahun pertama kehidupannya.
5. Penundaan pemotongan tali pusat dapat meningkatkan kadar bilirubin pada bayi baru lahir cukup bulan. Namun peningkatan tersebut tidak terbukti memiliki perbedaan yang signifikan dengan pemotongan tali pusat segera dan tidak menyebabkan ikterus patologis pada bayi baru lahir. 6. Waktu optimal pemotongan tali pusat ditunda sampai 2 menit ditandai dengan berhentinya pulsasi tali pusat dengan mempertimbangkan kondisi bayi dan ibu.
B. Saran Rekomendasi waktu penundaan pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir cukup bulan, dengan mempertimbangkan kondisi bayi dan ibu, adalah 2 menit setelah bayi lahir yang ditandai dengan berhentinya pulsasi tali pusat. Hal tersebut dapat meningkatkan kadar hemoglobin, hematokrit, dan zat besi pada bayi baru lahir yang bermanfaat untuk mencegah dan menurunkan risiko kejadian anemia bayi baru lahir, sehingga tenaga kesehatan diharapkan dapat mengaplikasikan penundaan pemotongan tali pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Adilia, L., Tari, N. R., Primantara, D. (2011) Perbandingan Klem Tali Pusat Dini Dan Lambat Pada Bayi. Sari Pustaka, Universitas Padjajaran. Andersson, O., Hellstrom, L., Andersson, D., & Domellof, M. (2011) Effect Of Delayed Versus Early Umbilical Cord Clamping On Neonatal Outcomes And Iron Status At 4 Months: A Randomised Controlled Trial. BMJ, 343 (10), pp 1-12. Astrianti, L. R., Pangemanan, W. T., Bernolian, N., & Yakub, K. (2012) Neonatal Haemoglobin and Haematocrit Leve on Delayed Cord Clamping. Indones J Obstet Gynecol, 36 (1), pp 24-27. Aziz, Samir F. (2006) Early Cord Clamping and Its Effect on some Hematological Determinants of Blood Viscosity in Neonatus [Internet]. Tersedia di: <http://www.obgyn.net/articles/early-cord-clamping-and-its-effect-some- hematological-determinants-blood-viscosity-neonates> [Diakses 17 September 2013]. Benson, Ralph C. & Martin L. Pernoll (2008) Buku Saku Obstetric Dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta: EGC Beutler, Ernest. ed. (2007) Williams Hematology 6th Edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publishing Division Cernadas, J. M. C., Carroli, G., Pellegrini, L., Otano, L., Ferreira, M., Ricci, C., Casas, O., Giordano, D., & Lardizabal, J. (2006) The Effect of Timing of Cord Clamping on Neonatal Venous Hematocrit Values and Clinical Outcome at Term: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics, 117 (4), pp e779-e786. Chaparro, C. M., Neufeld, L. M., Alavez, G. T., Cedilo, R. E., & Dewey, K. G. (2006) Effect Of Timing Of Umbilical Cord Clamping on Iron Status in Mexican Infants: a Randomised Controlled Trial. Lancet, 367, pp 1997- 2004. Chaparro, Camila M. (2011) Timing Of Umbilical Cord Clamping: Effect On Iron Endowment Of The Newborn And Later Iron Status. Nutritions Reviews, 69 Suppl 1, pp S30-S36. Committee on Obstetric Practice. (2012) Timing of Umbilical Cord Clamping After Birth. Committee Opinion, (543), pp 1-5. Corwin, Elizabeth L. (2009) Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta : EGC Cunningham, F. Gary (2006) Obstetri William Edisi 21 Volume 2. Jakarta : EGC Dewi, Vivian N. (2010) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika Elzouki, Abdelaziz Y ed. (2012) Textbook of Clinical Pediatrics Second Edition. New York: Springer Heidellbergh Dordrecht
Emhamed MO, Rheenen P, & Brabin BJ. (2004) The Early Effects Of Delayed Cord Clamping In Term Infants Born To Libyan Mothers [Internet]. Tersedia di: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15510946> [Diakses 17 Oktober 2013] Fraser, Diane M. & Cooper, Margaret A. (2009) Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14. Jakarta: EGC Hassan, Rusepno ed. (1985) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hutchon, D. J. R. (2012) Immediate Or Early Cord Clamping Vs Delayed Clamping. Journal of Obstetric and Gynaecology, 32, pp 724-729. Hutton EK. & Hassan ES. (2007) Late vs Early Clamping of The Umbilical Cord in Full Term Neonates Systemic Review and Meta Analysis of Controlled Trials. JAMA, 297 (11), pp 1241-1252. Irsa L. (2002) Gangguan Kognitif Pada Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri, 4 pp 114-118. JNPK-KR/POGI (2004) Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik JNPK-KR/POGI (2008) Asuhan Persalinan Normal Dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Johnston, Peter et al. (2004) The Newborn Child Ninth Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone Kee, Joyce (1995) Buku Saku Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC Kohn, Amitai (2013) Time to Delay: A Literature Review of Delayed Cord Clamping. J Neonatal Biol, 2 (119) pp 1-5. Kosim, M. S., S, Qodri, & Sudarmanto, D. (2009) Pengaruh Waktu Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Bayi Baru Lahir. Sari Pediatri, 10 (5) pp 331-337. Lubis, Muara P. (2008) Dampak Penundaan Pengkleman Tali Pusat Terhadap Peningkatan Hemoglobin Dan Hematokrit Bayi Pada Persalinan Normal. Tesis, Universitas Sumatra Utara Matallana, Catalina de Paco (2007) Wait A Few Minute Before Cord Clamping [Internet]. Tersedia di: <http://www.sciencedaily.com/releases/2007/05/070509081554.htm> [Diakses 18 September 2013] Mathew, Joseph L. (2011) Timing of Umbilical Cord Clamping in Term and Preterm Deliveries and Infant and Maternal Outcomes: a Systematic Review of Randomized Controlled Trials. Indian Pediatrics, 48 pp 123-129. Mc Donald SJ. P, Middleton. T, Dowswell. & PS, Morris (2013) Effect Of Timing Of Umbilical Cord Clamping Of Term Infants On Maternal And
Neonatal Outcomes (Review). The Cochrane Collaboration, Issue 7 pp 1- 92. Moore, K. L., & Persaud, T. V. N. (2008) Before We Are Born: Essential of Embriology and Birth Defect, Seventh Edition. Philadelphia: Sauders Elseiver Nelson, Waldo E. ed. (2000) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Okymehtn (2012) Fetal and Neonatal Physiologi [Internet]. Tersedia di: <http://zavantag.com/docs/1632/index-2960.html> [Diakses 23 September 2013] Oski FA, Naiman JL. (1996) Hematologic Problems In The Newborn Edisi Kedua. Philadelphia Chapman, R. L. & Colson, E. R. (2010) Perinatal Physiology [Internet]. Tersedia di: <http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch271/ch271a.html> [Diakses 23 Oktober 2013] Philip, Alistair G. S. & Saroj Saigal (2004) When Should We Clamp the Umbilical Cord. Neo Reviews, 5 (4) pp 142-154. Prawirohardjo, Sarwono (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Rabe H., JL., Diaz R., L, Duley, & T, Dowswell (2012) Effect Of Timing Of Umbilical Cord Clamping And Other Strategies To Influence Placental Transfusion At Preterm Birth On Maternal And Infant Outcomes (Review). The Cochrane Collaboration, Issue 8, pp 1-84. Ringoringo HP. (2008) Pendekatan Diagnostik Status Besi Bayi Berusia 0 Bulan Sampai 6 Bulan Di Banjarbaru: Saat Terbaik Pemberian Suplementasi Zat Besi. Disertasi, Universitas Indonesia. Ringoringo, Harapan P. (2009) Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Berusia 0-12 Bulan di Banjarbaru Kalimantan Selatan. Sari Pediatri, 11 (1) pp 8-14. Ringoringo, HP. & Windiastuti, E. (2006) Profil Parameter Hematologik dan Anemia Defisiensi Zat Besi Berumur 0-6 Bulan di RSUD Banjarbaru. Sari Pediatri, 7 (4) pp 214-218. Santosa, Qodri (2008) Pengaruh Waktu Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Bayi Baru Lahir. Tesis, Universitas Diponegoro. Setiawan, Wawan (2009) Perbandingan Waktu Penjepitan Tali Pusat Segera Dan Waktu Penjepitan Tali Pusat Lambat Pada Bayi Premature Di RSHS. Tesis, Universitas Padjadjaran. Shirvani, F., Radfar, M., Hashemieh, M., Soltanzadeh, M. H., Khaledi, H., & Mogadam, M. A. (2010) Effect of Timing of Umbilical Cord Clamp on
Newborns Iron Status and its Relation to Delivery Type. Archives of Iranian Medicine, 13 (5) pp 420-425. Sinly, Evan P. (2012) Anak Indonesia Kekurangan Zat Besi Dan Seng [Internet]. Tersedia di: <http://sinlyevanputra6.wordpress.com/2012/12/29/anak- indonesia-kekurangan-zat-besi-dan-seng/> [Diakses 12 September 2013] Siregar, Olga R., Lubis, B. M., Lubis, M. P., Lubis, B., & Tjipta, G. D. (2012) Delayed Cord Clamping For Prevention of Iron Deficiency Anemia in Term Infants. Paediatrica Indonesiana, 52 (4) pp 223-228. Sloan, Mark (2012) Common Objections to Delayed Cord Clamping [Internet]. Tersedia di: <http://www.scienceandsensibility.org/?p=5730> [Diakses 2 September 2013] Sodikin (2008) Buku Saku Perawatan Tali Pusat. Jakarta: EGC Susilowati (2009) Pengaruh Waktu Pengikatan Tali Pusat Terhadap Indeks Eritrosit Bayi Baru Lahir. Tesis, Universitas Sumatera Utara. Tanmoun MD, Nuanpun (2013) The Hematological Status between Early and Delayed Cord Clamping after Normal Delivery in Term Infants at Damnoen Saduak Hospital. Thai Journal of Obtetric and Gynaecology, 21 (2) pp 63- 70 Thawinkarn, S., Swadpanich, U., Patipannawat, S., & Chandrakachorn, W (2008) Early versus Delayed Cord-Clamping in Term-Infants Born at Khon Kaen Regional Hospital. Thai Journal of Obtetric and Gynaecology, 16 (1) pp 3- 11. Varney, Helen (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC Wahidiyat I, Amalia P (2005) Buku Ajar Hematologi-Onkologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI Wickham, Sara ed. (2006) Midwifery: Best Practice Volume 4. Edinburgh: Elsevier Limited. World Health Organization (2012) WHO Recommendations for the Prevention and Treatment of Postpartum Haemorrhage. Geneva: WHO, 2012. Yorkshire and Humber Congenital Cardiac Network (2012) The Normal Fetal Circulation [Internet]. Tersedia di: <http://www.yorksandhumberhearts.nhs.uk> [Diakses 1 Oktober 2013]
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
LEMBAR BIMBINGAN KARYA TULIS ILMIAH
Nama : Elly Numa Zahroti NIM : P17324110009 Judul KTI : Pengaruh Waktu Pemotongan Tali Pusat Terhadap Status Hematologi Bayi Baru Lahir Cukup Bulan Berdasarkan Telaah Literatur Pembimbing : Desi Hidayanti, SST., MPH. No Tanggal Kegiatan Rekomendasi Tanda Tangan Pembimbing 1 28 Maret 2013 Pertemuan awal, menentukan jenis KTI - Cari tema dan masalah - Baca KTI terdahulu
2 24 Juli 2013 Pengajuan judul studi literatur mengenai Metode Dual Kontrasepsi untuk Penderita HIV-AIDS - Cari judul lain yang sesuai dengan kewenangan bidan - Bimbingan pembuatan bab 1
3 29 Juli 2013 Pengajuan judul studi literatur - Aspek Hukum Kebidanan Mengenai Terminasi Kehamilan dan Pada Situasi Khusus Gangguan dan Keterbelakangan Mentan - Gentle Birth - Cari tema yang lebih fokus - Dalami materi yang mau diajukan - Buat latar belakang masalah yang ingin diajukan
Method: The Month by Month Programme - Helping Women to Make Their Own Decision - Substane Abuse during Pregnancy 4 10 September 2013 Pengajuan judul studi literatur dan BAB I Early vs Delay Umbilical Cord Clamping and Cutting on Aterm Baby - Perbaiki Bab I - Cantumkan daftar pustaka
5 12 September 2013 Pengajuan perbaikan BAB I - Kerucutkan data, ramu kalimat latar belakang, perhatikan kalimat terjemahan, konsistensi bahasa - Baca kaidah pembuatan daftar pustaka - Buat BAB II
6 19 September 2013 Pengajuan perbaikan BAB I dan BAB II - Perbaiki BAB I dan II - Buat BAB III
7 26 September 2013 Pengajuan perbaikan BAB I dan II serta pengajuan BAB III - Tambahkan garis besar hematologi bayi baru lahir
cukup bulan di BAB II - Perbaiki BAB III, fokus analisa masalah yang diperdebatkan 8 7 Oktober 2013 Pengajuan perbaikan BAB I, II, dan III serta pengajuan BAB IV - Mantapkan data, perbaiki BAB I-IV
9 16 Oktober 2013 Pengajuan perbaikan BAB I-IV - Perbaiki BAB I-IV
10 21 Oktober 2013 Pengajuan perbaikan BAB I-IV - Perbaiki BAB I-IV
11 23 Oktober 2013 Pengajuan perbaikan BAB I-IV - ACC BAB I - Revisi BAB II-IV - Buat Abstrak
12 24 Oktober 2013 Pengajuan perbaikan BAB I-IV dan abstrak - Revisi abstrak dan BAB IV
13 25 Oktober 2013 Pengajuan perbaikan - ACC sidang
Mengetahui, Ketua Jurusan Kebidanan Bandung Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
Dewi Purwaningsih, S.SiT, M. Kes NIP. 196705271988012001