Disusun Oleh:
Hanifah Khoirunnisa
20110310108
Pembimbing:
dr. M. Omar Rusydi, Sp.U
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul
Disusun oleh :
Nama: Hanifah Khoirunnisa
No. Mahasiswa: 20110310108
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Hanifah Khoirunnisa
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDULi
HALAMAN PENGESAHAN.ii
KATA PENGANTARiii
DAFTAR ISI..iv
BAB I. DATA MEDIS1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
Identitas Pasien1
Anamnesis ...1
Pemeriksaan Fisik2
Pemeriksaan Penunjang...3
Diagnosis.5
Penatalaksanaan...5
Follow Up5
BAB I
DATA MEDIS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia
: 27 Tahun
Alamat
: Susukan, Semarang
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SMA
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Masuk RS
: 4 Januari 2016
No. RM
: 1516318306
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Tidak bisa menahan kencing.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada bulan Januari 2012 pasien melahirkan anak pertamanya,
persalinan normal tanpa adanya penyulit. Kemudian setelah
melahirkan, penderita terus mengompol, tidak dapat merasakan
ingin kencing dan juga tidak dapat menahannya, selalu memakai
popok. Selang waktu 6 bulan setelah melahirkan, bulan Juni 2016,
dilakukan cystoscopy. Namun tidak banyak perbaikan yang
dialaminya, sudah dapat merasakan ingin kencing namun masih
tidak dapat menahannya, bisa kencing sampai 20x sehari semalam.
Setelah itu penderita memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya
di kantor, karena tidak nyaman dengan kondisinya yang sering
kencing dan harus selalu menggunakan popok, takut baunya
membuat orang disekitarnya (teman kantor) merasa tidak nyaman.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan/penyakit serupa, diabetes, hipertensi, maupun
asma sebelum ini disangkal. Selama masa kehamilan, baik bayi
maupun pasien tidak memiliki kelainan, dan persalinan normal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
Status Lokalis
I
: Tampak pasien menggunakan popok, dari lubang vagina
urin kuning keruh tampak lambat mengalir keluar
A
:P
:P
: Teraba basah karena urin yang keluar, tidak ada nyeri tekan
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Cystografi (02-12-2015)
Telah dilakukan pemeriksaan Retrograd Sistografi,
Hasil :
Pada X Foto Polos Pelvis, tak tampak Batu opaque intra
VU dan Urethra
Kontras cair IOPAMIRO dimasukkan kedalam VU melalui
Cateter dengan BC dan diisikan, baru sebanyak 90 cc,
HASIL
NILAI RUJUKAN
4.78
4.56
13.2
40.5
88.8
28.9
32.6
208
O
14.7
34.0
9.5
16.3
0.2
4.5 11
45
14 18
38.00 47.00
86 108
28 31
30 35
150 450
72
80 144
Negative
Negative
Khas
Kuning
8.0
Basa
Keruh
1.015
Negative
Negative
0.1
Negative
Negative
Negative
(+) 25
Negative
46
68
12
Negative
Negative
Negative
Negative
11.5 15.5
24 36.2
6.5 12.00
9.0 17.0
0.108 0.282
Kuning
4.8 7.4
1.015 1.025
<15
<0.20
0.2 1.0
<5
Negative
<5
<10
Negative
5 15
14
01
Negative
Negative
E. Diagnosis
Diagnosis Kerja
: Fistula ureterovaginal
Diagnosis Banding : Fistula vesicovaginal, fistula urethrovaginal
F. Penatalaksanaan
Instruksi post cystoscopy (06-01-2016) :
Inf. RL III + NaCl III/12 jam
Inj. Ceftizoxime 2x1 gr
Inj. Ketorolac 2x1 ampul
Besok tes kassa 3 tampon (Inj. Carbazochrome)
G. Follow Up
Hari perawatan ke-1 (04-01-2016)
S
: Tidak dapat menahan BAK
O
: KU: CM, baik
TD: 142/94
SL: Abd supel, BU (+), NT(-)
A
: Susp. fistula vesikovaginal
P
: Inf. RL 20 tpm
Pro cystoscopy
Hari perawatan ke-2 (05-01-2016)
S
: Sulit menahan kencing, kencing bisa sampai 20x sehari semalam
O
: KU: CM, baik
TD: 130/80
SL: Abd supel, BU (+), NT (-)
Cystografi: Gambaran VU yang sklerotik
A
: VU sklerotik
P
: Rencana insisi bladder slerotik (06-01-2016)
Cek lab
Inf. RL II + NaCl II/12 jam
Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
Konsul interna dan anestesi
Hari perawatan ke-3 (06-01-2016)
S
: Sulit menahan kencing
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat
komponen
anatomis
dari
mekanisme
Sebaliknya
otot-otot
yang
merupakan
mekanisme
10
pada
fistula
vaginal
adalah
inkontinensia
total
11
Selain itu, walaupun otot dan fungsi saraf utuh, adanya defek
pada hubungan fasia yang menyokong uretra dan adanya
kerusakan setiap elemen sistem kontrol kontinensia akan
melemahkan kemampuan perempuan dalam mempertahankan
keadaan kontinensia saat tekanan abdominal meningkat.16
b. Masalah Sfingter
Leher vesika dan struktur uretra berperanan penting
dalam kontinensia. Leher vesika (vesical neck) merupakan satu
kesatuan regional dan fungsional yang tidak mengacu pada satu
fokus anatomi tunggal. Leher vesika merupakan area di dasar
kandung kemih tempat lumen uretra menembus lapisan otot
kandung kemih yang tebal. Hilangnya stimulasi adrenergik atau
kerusakan pada area ini menyebabkan leher vesika gagal
menutup rapat sehingga memicu inkontinensia stres; dan bila
faktor ini merupakan penyebab inkontinensia stres, maka
suspensi uretra sederhana seringkali tidak efektif untuk
menangani kasus ini.16
c. Pengarah Gangguan pada Uretra
Dalam praktik klinis, seringkali peranan uretra dalam
mempertahankan kontinensia ini diabaikan karena suspensi
uretra dapat memperbaiki IU tanpa mengubah tekanan
penutupan uretra. Mekanisme kontinensia artifisial tidak serta
merta memungkinkan klinisi menyimpulkan bahwa kontinensia
normal. Beberapa observasi di bawah ini mendukung konsep
bahwa uretra memang berperanan penting dalam kontinensia.16
1) Perempuan dengan IU stres memiliki tekanan penutupan
uretral yang lebih rendah (34 cmH2O) dibandingkan
dengan kelompok usianya yang normal (68 cmH2O).
2) Eksisi uretra distal dapat memicu inkontinensia stres pada
perempuan tanpa riwayat IU.
3) Sekitar 50% perempuan kontinensia normal, urin mencapai
tingkat leher vesika sebagai respons terhadap batuk
13
14
atau
biofeedback
dapat
dipertimbangkan
pada
15
Setidaknya
ada
empat
antimuskarinik
yaitu
perlu
pada
pertengahan
1800,
keberhasilan
pembedahan
fistula
mengalami
fistula
cenderung
adalah
sering
menjadi
penyebabnya,
juga
komplikasi
19
menimbulkan
fistula
vesikovaginal.
Kebanyakan
20
umum
dari
fistula
urogenital
dapat
c. Vesikovaginal
d. Ureterovaginal
Namun pada umumnya, terdapat dua faktor yang sangat
penting yang harus dilibatkan dalam setiap pembagian suatu fistula
urogenital dengan maksud untuk mendapatkan prediksi nilai luaran
yang lebih akurat. Faktor tersebut adalah25 :
a. Besarnya kerusakan, yang diukur berdasarkan besarnya fistula,
jaringan parut yang ada pada vagina dan kandung kemih.
b. Keterlibatan dengan mekanisme aliran urin, yang berarti
penentuan lokasi pada uretra dan leher kandung kemih. Untuk
menilai kerusakan objektif yang terjadi pada bagian leher
kandung kemih sangat sulit dilakukan, namun demikian
pengukuran panjang urethra yang sehat dapat menghasilkan
suatu penilaian yang cukup terpercaya.
Fistula vesikovaginal dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi
anatomi fistula tersebut. Klasifikasi tersebut adalah25 :
a. Juxtauretral, melibatkan lehir kandung kemih dan proksimal
uretra dengan kerusakan mekanisme spingter dan terkadang
disertai hilangnya uretra.
b. Midvaginal, tanpa melibatkan leher kandung kemih dan
trigonum
c. Juxtaservikal,
terbuka
sampai
forniks
anterior
dengan
22
23
dan
Pasien
indigo
diberikan
carmine
phenazopyridine
oral
atau
blue
methylene
24
25
dan
dipertahankan
sampai
30
hari.
Fistula
26
kortikosteroid
diharapkan
dapat
memperberat
dan
memperbesar
fistula.
27
Penyembuhan
spontan
dapat
juga
dirangsang
dengan
jaringan
di
sekitar
fistula
menentukan
waktu
29
30
lebih
besar
keberhasilannya
dibandingkan
dengan
yang
umum
dapat
Segera
Perdarahan
Spasme kandung kemih
Infeksi luka
Dehisensi luka
Lambat
Stress Inkontinensia
Stenosis vaginal
Kandung kemih kapasitas kecil
Dyspareunia
Rekurensi
8. Penanganan Bedah
a. Pendekatan Transvaginal
Penanganan fistula urogenital dengan pendekatan
transvaginal
hanya
dikerjakan
pada
jenis-jenis
fistula
32
Tehnik
vesikovaginal
komplikasi
Latzko
kecil
dari
diindikasikan
pada
puncak
histerektomi
untuk
fistula
vagina
sebagai
transvaginal
atau
segera
setelah
berkembangnya
fistula
vesikovaginal.
o Pasien posisi litotomi, empat jahitan penggantung
ditempatkan di sekitar puncak vagina pada posisi jam
12, 3, 6 dan 9, sedikitnya 2 cm dari tepi fistula.
o Dengan tarikan pada jahitan penggantung ini, dibuat
gambaran lingkaran/oval 2 cm ke segala arah dari tepi
fistula, dan ini secara kasar dibagi menjadi 4 kuadran.
o Hidrodiseksi dengan saline atau bahan vasokonsriktif
encer bisa digunakan untuk memisahkan epitelium
vagina di dalam lingkaran dari lapisan otot di
bawahnya. Semua jaringan epitelium di daerah
lingkaran tersebut dibuang. Penempatan kateter balon
kecil
melalui
fistula
dapat
membantu
dalam
memperluas
lapangan
operasi
sehingga
memudahkan tindakan.
o Pada fistula yang oleh jaringan sikatrik terfiksasi erat
pada simfisis pubis atau tulang panggul maka
kandung kemih harus dimobilisasi dengan membuka
rongga paravesikal di sisi kanan dan kiri.
Tehnik operasi :
o Dipasang 4 buah jahitan penggantung 2 cm dari
pinggir fistula secara simetris pada dinding depan
vagina. Dengan penggantung ini fistula dapat
34
diabsorbsi
(Vicryl/Dexon
2-0)
untuk
selesai
harus
dilakukan
tes
dengan
demikian
diharapkan
sudut-sudut
dari
35
dipasang
dahulu
seluruhnya
baru
kemih
tersebut
ambil
jaringan
tersebut
2/3
bagian
kranial
36
kandung
kemih
dengan
kedua
benang
penggantung tadi.
o Kemudian dinding vagina dijahit satu-satu arah
memanjang dengan benang yang sedikit lebih lama
diabsorbsi Vicryl atau Dexon no.0.
4) Tehnik Symonds-Knapstein (Myokutan-BulbokavernosusPlastik)35
Cara ini dipakai pada kasus fistula vesikovaginal
dengan defek dinding vagina yang luas sehingga pinggir
dinding vagina tersebut tidak dapat bertemu karena jarak
yang terlalu jauh. Maka dilakukan penambalan defek
dinding
vagina
tadi
dengan
mempergunakan
direparasi
seperti
kulit
pada
37
38
sudut,
kemudian
dilanjutkan
dengan
39
agar
omentum
atau
peritoneum
diatur
ureteroneocystostomy,
dilaksanakan
dengan
yang
menggunakan
paling
umum
pendekatan
40
bisa
dipertahankan,
ditanggulangi
dengan
ureteroureterostomy.
3) Ureteroneocystostomy
Ureteroneocystostomy dilakukan dengan pendekatan
abdominal. Segmen distal ureter di samping kandung
kemih diligasi atau dijahit atas dengan bahan jahitan
permanen. Kandung kemih dibuka dibagian apex, dan
fundus kandung kemih digeser ke arah ujung proksimal
ureter yang akan diimplantasikan ke dalam kandung
kemih. Anastomosis antara ujung ureter dan kandung
kemih harus bebas tegangan. Apabila ada keraguan akan
hal ini, kandung kemih bisa dimobilisasi dengan
memotong ruang retropubis dan membebaskan kandung
kemih dari perlekatan di retropubik. Pergeseran kandung
kemih ke arah ujung ureter bisa dipertahankan dengan
menjahit fundus kandung kemih ke otot psoas (psoas
hitch) dengan bahan jahitan permanen.
Kandung kemih wanita dianggap merupakan organ
bertekanan rendah, karena itu, pelaksanaan implantasi
langsung ujung ureter ke dalam kandung kemih biasanya
memuaskan. Ureter proksimal diimplantasikan ke kandung
kemih dengan jarak sekitar 0,5 cm dari kedua muara
ureter, dijahit dengan benang yang dapat diserap
(misalnya, 3-0 atau 4-0 chromic).
Kemudian peritoneal flap yang membungkus ureter
dijahitkan ke kandung kemih pada sisi luar dengan benang
yang
diabsorpsi
lambat
(misalnya,
3-0
atau
4-0
41
42
BAB III
PEMBAHASAN
DIAGNOSIS
Ditemukan pada anamnesis pasien (autoanamnesis) bahwa gejala klinisnya
berupa inkontinensia total involunter, yaitu adanya kebocoran urin melalui vagina
tanpa nyeri dan terjadi setelah proses persalinan atau operasi dan radiasi. Pada
fistula yang kecil, urin dapat merembes atau mungkin terjadi sekali sekali
tergantung pada vesika yang terisi penuh atau posisi tubuh. Inkontinensia total
involunter merupakan gejala yang paling sering pada fistula vaginal. Fistula
vaginal ada beberapa macam: fistula ureterovaginal, fistula vesicovaginal, fistula
urethrovaginal, dan fistula rectovaginal.
Setelah anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan urin yang keluar melalui vagina berwarna kuning
keruh, maka diagnosis fistula rectovaginal dapat disingkirkan. Hasil pemeriksaan
radiologi retrograd sistografi, menunjukkan kesan gambaran kandung kemih (VU;
vesica urinary) yang sklerotik dan tak tampak gambaran fistula diseluruh dinding
VU. Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosisnya bukan fistula vesikovaginal.
Berbagai dye test dapat dilakukan untuk menjelaskan adanya fistula
urogenital. Ada yang hanya menggunakan 1 macam sediaan untuk memberikan
warna pada urin, dan ada pula yang menggunakan 2 macam sediaan pewarna
berbeda yang disebut double dye test. Pewarna yang dapat digunakan yaitu :
1. Phenazopyridine oral (pyridium) dapat membuat urin berwarna
oranye-merah dalam 30 menit selama 4 5 jam.
2. 1% carmine red solution dapat membuat urin berwarna merah dengan
dimasukkan ke dalam kandung kemih melalui kateter transurethral
3. Methylene blue dapat membuat urin berwarna biru dalam 10 15
menit dengan melalui kateter urethra.
43
44
kassa
gulung
supaya
memudahkan
pengambilannya.
Ambil/keluarkan kassa setelah 1 jam, cek warna dari kassa tersebut. Jika
tampon/kassa bagian bawah basah dan berwarna kuning-oranye maka kebocoran
dari urethra. Jika bagian tengah basah dan berwarna kuning-oranye berarti dari
fistula vesikovaginal. Jika bagian atas yang basah dan berwarna kuning-oranye
berarti dari ureter. Hasil dari tes ini adalah fistula ureterovaginal, yaitu kassa dari
bagian atas ke bawah basah dan berwarna kuning-oranye.
45
Hasil tersebut di atas tidak valid, karena kassa gulung yang diambil itu
tampak rata basah berwarna kuning-oranye. Kesalahan yang terjadi dikarenakan
peletakkan kassa gulung dalam liang vagina yang tidak tersusun rapi. Walaupun
menggunakan 1 kassa gulung yang memanjang dalam tes 3 tampon, seharusnya
tetap disusun seperti halnya 3 kassa, yakni kassa gulung dimasukkan perlahan
melalui vagina dan tempatkan kassa secara rapat pada 3 tingkat yang berbeda
dalam liang vagina, dan masing-masing diantaranya tempatkan kassa secara
longgar untuk membedakan antara tingkat yang satu dengan yang lainnya
sehingga tampak jelas nantinya bagian mana yang spesifik basah berwarna
kuning-oranye.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Clement K.M, Hilton P, Diagnosis and Management of Vesicovaginal Fistula, the
Obstet and Gynecol., 2001;3:173-78.
2. Roy K.K, Malhotra N., Kumar S., et al, Genitourinary Fistula : an Experience from a
Tertiary Care Hospital, 2006, Vol.8(3).
3. Kataria S., Vesico-vaginal Fistula : the Need for Safe Matherhood Practices in India,
Womens Health and Education Cent. 2007:1-4.
4. Raut V., Bhattacharga W., Vesical Fistula, an Experience from a Developing Country,
J.Postgrad.Med,1993;39:20-1.
5. Wall L.L, Arrowsmith S.D, Briggs N.D, Urinary Incotinence in the Developing
Word: the Obstetric Fistula, Comittee 12, available at fistulafoundation.org.
6. Wall L. L, The Obstetric Vesicovaginal Fistula; Characteristics of 894 Patients from
Nigeria, Am J Obstet and Gynecol, 2004;4, vol.190.
7. Elkin T.E, Surgery for the Obstetric Vesicovaginal Fistula; A Review of 100
Operation in 82 patients, Am J Obstet Gynecol., 1994;170:1108-20.
8. Vasavada S.P., Vesicovaginal and Ureterovaginal Fistula, available at Emedicine,
2006;1-12.
9. Tafesse B, Muleta M, Michael A.W, et al, Obstetric Fistula and its Physical, Social
and Psychological dimension : The Etiopian Scenario. Acta Urologica, 2006, 23 ;
4:25-31.
10. Kohli N, Miklos J.R, Managing Vesico-Vaginal Fistula, Womens Health and
Education Center Urogynecology, Boston, 2007.
11. Djokic J.H, Dzamic Z, Tulic C.,et al, Vesico-Vaginal Fistulas:Diagnosis and
treatment, Med and Biol.,1999, Vol.5,No.1,69-71.
12. Smith E.L, Williams G, Vesicovaginal Fistula, BJU Int.,1999;83:564-70.
13. Santoso B. I, Fistula Urogenital,Uroginekologi I,Uroginekologi Rekonstruksi, Obstet
dan Ginekologi FK-UI, Jakarta, 2002,6-8.
14. Shobeiri S.A., Chesson R.R, Echols K.T, Cystoscopy Fistulography: A new
Technique for the Diagnosis of Vesicocervical Fistula,2001;1-4
15. Porcano A.B, Antoniolli S.Z, Zicari M.,et al, Vesico Uterine Fistulas Following
Cesarean Section ; Report on case, review and Update of the Literature, Int. J. Uro
and Nephro., 2002,34 :335-344.
16. Riley V.J., Vesicovaginal Fistula, available at Emedicine,2004;1-25.
17. Waaldijk K, The Immediate Management of Fresh Obstetric Fistulas. Am. J. Obstet
and Gynecol., 2004, Vol.9,3.
18. Junizaf, Fistula Vesiko Vagina, Uroginekologi I, Uroginekologi Rekonstruksi Obstet
dan Ginekol., FK-UI, Jakarta,2002,14-19.
19. Josoprawiro M.J, Penanganan Fistula Urogenital dengan Pendekatan Transvagina,
Uroginekologi I, Uroginekologi Rekonstruksi Obstet dan Ginekol., FK-UI,
Jakarta,2002,20-37.
20. Kam M.H, Tan Y.H, Wong M.Y.C, A 12 Year Expirience in the Surgical Management
of Vesicovaginal Fistula, Singapore Med.J.,2003,Vol.44(4) :181-4.
21. Sims J.M, On the treatment of Vesico-Vaginal Fistula, Am J. Obstet and Gynecol.,
1995, Vol. 172, 6.
22. Hanif N.S, Saeed K., Sheikh M.A., Surgical Management of Genitourinary Fistula,
JPMC,2003;1-8.
23. Santosh K, Nitin K.S, Ganesh G., Vesicovaginal Fistula ; an Update, Indian J.
Urology, 2007;23:187-191.
47
48