Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEBIDANAN TEKNIK REBOZO PADA IBU BERSALIN

Disusun Oleh:
Lilik Kusnawati
NIM 2004120

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KELAS JEPARA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
TAHUN 2021

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator penting bagi derajat
kesehatan masyarakat dan keberhasilan pelayanan kesehatan di seluruh negara.
AKI mencerminkan risiko yang dihadapi ibu selama kehamilan sampai dengan
paska persalinan. Data World Health Organization (WHO) tentang AKI tahun
2015 adalah 216/100.000 kelahiran hidup dengan jumlah tertinggi di negara
berkembang sebesar 302.000 kematian, sedangkan di negara maju 12/100.000
kelahiran hidup (WHO, 2015). AKI di Indonesia, yaitu 305/100.000 kelahiran
hidup. Data ini merupakan acuan mencapai target AKI sesuai Sustainable
Development Goals yaitu 70/100.000 kelahiran hidup tahun 2030 dan target
yang dicanangkan PBB 102/100.000 kelahiran (Kemenkes, 2018). Data AKI di
Jawa Tengah mencapai 88,58 per 100 ribu kelahiran hidup, dimana data ini
menurun dibadingkan tahun sebelumnya dan bahkan melampaui target SDG’s
yang menetapkan 90 per 100 ribu kelahiran hidup (Dinkes Jateng, 2018).
Kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh tiga penyebab utama
kematian yaitu perdarahan sebesar 30,13%, hipertensi dalam kehamilan sebesar
27,1%, dan infeksi sebesar 7,3%. Partus lama juga merupakan salah satu
penyebab kematian ibu di Indonesia yang angka kejadiaannya terus meningkat
yaitu 1% tahun 2010, 1,1% tahun 2011, dan 1,8% pada tahun 2012 (Kemenkes,
2019). Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Tahapan persalinan diawali kala I yaitu pembukaan
yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap (10 cm).
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan
multigravida sekitar 8 jam. Persalinan primipara terjadi > 8 jam untuk fase
laten, > 6 jam untuk fase aktif dan lebih dari 2 jam pada kala II (Bobak, 2014).
Proses persalinan memunculkan faktor penyebab yang tidak lancar,
diantaranya Passage (jalan lahir), Passanger (bayi) dan Power (kekuatan ibu).
Passager dan Passanger, dapat diperkirakan kemungkinannya dalam
1
menyebabkan sulitnya persalinan, namun Power (kekuatan) mengedan ibu
seharusnya juga dapat diprediksi potensinya dalam menyebabkan kesulitan
pada persalinan. Kekuatan ibu dalam proses persalinan normal yang dapat
berdampak pada sulitnya persalinan dapat diinterpretasikan dari durasi kala dua
persalinan (Bobak, 2014). Penyebab partus lama adalah pemanjangan kala I
persalinan. Fase pembukaan serviks yang memanjang dapat disebabkan oleh
kelemahan otot uterus dalam berkontraksi. Pembukaan serviks memanjang
dapat juga disebabkan oleh kekuatan mengejan yang dimiliki oleh ibu, faktor
janin, faktor jalan lahir, faktor psikis ibu yang terdiri dari tingkat kecemasan
dan rasa takut yang dialami dalam menghadapi persalinan. Dan jika terjadi
pembukaan serviks yang memanjang akan menyebabkan perpanjangan waktu
kala I yang disebut dengan kala I memanjang (Surtiningsih, 2017).
Kemajuan persalinan kala I fase aktif merupakan saat yang paling
melelahkan, berat, dan kebanyakan ibu mulai merasakan nyeri, dalam fase ini
kebanyakan ibu merasakan sakit yang hebat karena kontraksi rahim mulai lebih
aktif. Pada fase ini, dibutuhkan kontraksi (power) yang adekuat untuk dapat
memulai persalinan. Melemahnya kontraksi rahim atau kontraksi inadekuat ini
merupakan penyebab terbanyak terjadinya partus lama (Oktariana, 2016).
Salah satu upaya untuk menangani kala I memanjang saat proses persalinan
dapat dilakukan dengan metode farmakologis dan nonfarmakologis. Salah satu
metode nonfarmakologis yaitu dengan menggunakan teknik Rebozo. Rebozo
membantu memberikan ruang pelvis yang lebih luas untuk ibu sehingga bayi
lebih mudah menuruni panggul dan proses persalinan menjadi lebih cepat
(Munafiah, 2020).
Rebozo merupakan alat dalam bentuk selendang yang digunakan untuk
menopang ligament perut, dimana ibu yang sedang bersalin berlutut atau
bertopang pada gym ball. Tindakan ini untuk mendapatkan persalinan yang
nyaman. Teknik ini terdiri dari shifting dan shake apple tree. Rebozo shifting
berguna untuk otot ligamen di daerah rahim, sedangkan shake apple tree lebih
ke ligamen otot panggul.

2
3

Berdasarkan alasan tersebut, penulis termotivasi untuk mengetahui


asuhan kebidanan teknik rebozo pada ibu bersalin.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan kebidanan teknik rebozo pada ibu bersalin.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan teori konsep persalinan dan teknik rebozo.
b. Mendiskripsikan teori asuhan kebidanan teknik rebozo.
c. Mendiskripsikan penerapan teknik rebozo pada ibu bersalin.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Hasil penelian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai pengaruh teknik rebozo terhadap proses persalinan.
2. Bagi Ibu Hamil
Ibu hamil dapat menerapkan teknik rebozo dalam menghadapi proses
persalinan.
3. Bagi Profesi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan pengetahuan mengenai pengaruh teknik rebozo terhadap
proses persalinan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Persalinan
1. Definisi Persalinan
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
uri) yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina
secara spontan (Manuaba, 2016). Persalinan normal merupakan suatu proses
pengeluaran bayi dengan usia kehamilan yang cukup, letak memanjang atau
sejajar sumbu badan ibu, presentasi belakang kepala, keseimbangan
diameter kepala bayi dan panggul ibu, serta dengan tenaga ibu sendiri
(Syaifudin, 2015). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),
lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Bobak, 2014).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup umur kehamilannya dan dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan ibu
sendiri (Henderson, 2014).
2. Jenis Persalinan
Persalinan berdasarkan umur kehamilan yaitu:
a. Abortus : pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan, berat janin< 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20
minggu.
b. Partus Immaturus : partus dari hasil konsepsi pada kehamilan dibawah28
minggu dengan berat janin kurang dari 1000 gram.
c. Partus Prematurus : kelahiran hidup bayi dengan berat antara 1000 gram
sampai 2500 gram sebelum 37 minggu.
d. Partus Maturus atau Aterm : persalinan pada kehamilan 37-42 minggu,
berat janin diatas 2500 gram.

4
5

e. Partus Postmaturus atau Postterm : persalinan yang terjadi 2 minggu atau


lebih dari hari perkiraan lahir (Manuaba, 2016).
3. Bentuk-Bentuk Persalinan
a. Persalinan spontan : bila proses persalinan seluruhnya berlangsung
dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan : bila proses persalinan dibantu oleh tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran (partus presipitatus) (Syaifudin, 2015).
4. Penyebab Persalinan
a. Penurunan Kadar Hormon Progesteron
Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang
meningkatkan kontraksi uterus karena sintesa prostaglandin di
chorioamnion.
b. Rangsangan Estrogen. Estrogen menyebabkan irritability miometrium,
estrogen memungkinkan sintesa prostaglandin pada deciduas dan selaput
ketuban sehingga menyebabkan kontraksi uterus (Oktariana, 2016).
c. Teori Prostaglandin
Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua
dari minggu ke-15 hingga aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke
waktu partus. Diperkirakan terjadinya penurunan progesteron dapat
memicu interleukin-1 untuk dapat melakukan “hidrolisis
gliserofosfolipid”, sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat
menjadi prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa.
d. Teori Peregangan Otot Rahim
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang
dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami
degenerasi. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang sampai batas
tertentu. Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
6

e. Teori Janin
Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang
menghasilkan sinyal kemudian diarahkan kepada maternal sebagai tanda
bahwa janin telah siap lahir. Namun mekanisme ini belum diketahui
secara pasti.
5. Faktor Persalinan
Beberapa faktor yang berperan didalam sebuah proses persalinan meliputi:
a. Power (Kekuatan)
Power atau tenaga yang mendorong anak adalah :
1) His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan
a) His persalinan yang menyebabkan pendataran dan pembukaan
serviks.
Terdiri: his pembukaan, his pengeluaran, dan his pelepasan uri.
b) His pendahuluan tidak berpengaruh terhadap serviks.
2) Tenaga mengejan :
a) Kontraksi otot-otot dinding perut.
b) Kepala didasar panggul merangsang mengejan.
c) Paling efektif saat kontraksi/his
b. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yaitu bagian tulang padat, dasar
panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan
lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang
keluarnya bayi, tetapi panggul ibu lebih berperan dalam proses
persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan
lahir yang relatif kaku.
c. Passenger (Janin dan Plasenta)
Janin dapat mempengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran dan
presentasinya. Pada persalinan, karena tulang-tulang masih dibatasi
fontanel dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat
menyisip antara satu dengan yang lain yang disebut moulage, sehingga
kepala bertambah kecil. Biasanya apabila kepala janin sudah lahir maka
7

bagian-bagian lain dari janin dengan mudah menyusul. Karena plasenta


juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang yang
menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan
pada kelahiran normal (Kurniarum, 2016).
d. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.
Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat
rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi
tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok.
e. Psychology Respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan
mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan
cemas mungkin mengakibatkan proses kelahiran berlangsung lambat.
Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus
pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam dilatasi dan
melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai
proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk mendukung wanita
dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil
yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya
akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka
jarang dengan spontan menceritakannya.
6. Tujuan Persalinan Normal
Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui
upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang
seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini maka
setiap intervensi yang diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan Normal
(APN) harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat
intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
(Bobak, 2014).
8

7. Tanda-Tanda Persalinan
Tanda-tanda persalinan sudah dekat adalah;
a. Beberapa sebelum persalinan dimulai, bayi bergerak turun dalam rahim.
b. Sesaat sebelum persalinan dimulai, segumpal lendir dapat keluar.
c. Kontraksi atau his persalinan pengencangan rahim cara mendadak untuk
mengerutkan rahim dapat dimulai timbul beberapa hari sebelum
persalinan (Manuaba, 2012).
8. Tahap-Tahap Persalinan
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur
dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat
berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara.
Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I persalinan pada
primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam, pda multigravida
0,1-14,3 jam (Manuaba, 2012).
b. Kala II (Kala Pengeluaran Bayi)
Kala II ini dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi.
Kala II biasanya akan berlangsung selama 2 jam pada primigravida dan 1
jam pada multigravida. Pada tahap ini kontraksi akan semakin kuat
dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik.
c. Kala III (Kala Pelepasan Plasenta)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta. Proses
ini berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Tanda terlepasnya plasenta
yaitu uterus menjadi berbentuk bulat, tali pusat bertambah panjang,
terjadi semburan darah secara tiba-tiba.
d. Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum.
Pada kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan
yang paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
9

9. Mekanisme Persalinan
a. Engagement
Engagement pada primigravida terjadi pada bulan terakhir
kehamilan sedangkan pada multigravida dapat terjadi pada awal
persalinan. engagement adalah peristiwa ketika diameter biparetal (Jarak
antara dua paretal) melewati pintu atas panggul dengan sutura sagitalis
melintang atau oblik di dalam jalan lahir dan sedikit fleksi. Masuknya
kepala akan mengalami ksulitan bila saat masuk ke dalam panggul
dengan sutura sgaitalis dalam antero posterior. Jika kepala masuk
kedalam pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang di jalan
lahir, tulang parietal kanan dan kiri sama tinggi, maka keadaan ini
disebut sinklitismus. Kepala pada saat melewati pintu atas panggul dapat
juga dalam keadaan dimana sutura sgaitalis lebih dekat ke promontorium
atau ke simfisis maka hal ini disebut asinklitismus (Bobaks, 2014).
b. Penurunan Kepala
Dimulai sebelum inpartu. Penurunan kepala terjadi bersamaan
dengan mekanisme lainnya. Kekuatan yang mendukung yaitu:
1) Tekanan cairan amnion
2) Tekanan langsung fundus ada bokong
3) Kontraksi otot-otot abdomen
4) Ekstensi dan pelurusan badan janin atau tulang belakang janin
c. Fleksi
1) Gerakan fleksi disebabkan janin terus didorong maju tetapi kepala
janin terlambat oleh serviks, dinding panggul atau dasar panggul.
2) Kepala janin, dengan adanya fleksi maka diameter oksipito frontalis
12 cm berubah menjadi suboksipito bregmatika 9 cm.
3) Posisi dagu bergeser kearah dada janin.
4) Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil lebih jelas teraba daripada
ubun-ubun besar.
10

d. Rotasi dalam (putaran paksi dalam)


1) Rotasi dalam atau putar paksi dalam adalah pemutaran bagian
terendah janin dari posisi sebelumnya kearah depan sampai dibawah
simpisis. Bila presentasi belakang kepala dimana bagian terendah
janin adalah ubun-ubun kecil maka ubun-ubun kecil memutar ke
depan sampai berada di bawah simpisis. Gerakan ini adalah upaya
kepala janin untuk menyesuaikan dengan bentuk jalan lahir yaitu
bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Rotasi dalam terjadi
bersamaan dengan majunya kepala. Rotasi ini terjadi setelah kepala
melewati Hodge III (setinggi spina) atau setelah didasar panggul. Pada
pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil mengarah ke jam 12.
2) Sebab-sebab adanya putar paksi dalam yaitu: bagian terendah kepala
adalah bagian belakang kepala pada letak fleksi. Bagian belakang
kepala mencari tahanan yang paling sedikit yang disebelah depan
yaitu hiatus genitalis.
e. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena
sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan atas,
sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Pada
kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesaknya ke bawah dan
satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas.
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah symphysis akan maju
karena kekuatan tersebut diatas bagian yang berhadapan dengan
suboksiput, maka lahirlah berturut- turut pada pinggir atas perineum
ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan
ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut
hypomochlion.
f. Rotasi Luar (Putaran Paksi Luar)
Terjadinya gerakan rotasi luar atau putar paksi luar dipengaruhi
oleh faktor-faktor panggul, sama seperti pada rotasi dalam. Merupakan
11

gerakan memutar ubun-ubun kecil ke arah punggung janin, bagian


belakang kepala berhadapan dengan tuber iskhiadikum kanan atau kiri,
sedangkan muka janin menghadap salah satu paha ibu. Bila ubun-ubun
kecil pada mulanya disebelah kiri maka ubun-ubun kecil akan berputar
kearah kiri, bila pada mulanya ubun-ubun kecil disebelah kanan maka
ubun-ubun kecil berputar ke kanan. Gerakan rotasi luar atau putar paksi
luar ini menjadikan diameter biakromial janain searah dengan diameter
anteroposterior pintu bawah panggul, dimana satu bahu di anterior di
belakang simpisis dan bahu yang satunya di bagian posterior dibelakang
perineum. Sutura sagitalis kembali melintang.
g. Ekspulsi
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai
hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir
disusul lahir trochanter depan dan belakang sampai lahir janin
seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan, bahu belakang dan
seluruhnya.

B. Teknik Rebozo
1. Definisi
Rebozo berasal dari Bahasa Spanyol yang berarti “shawl” atau lebih
mudah kita kenal dengan nama selendang. Bahannya pun bisa bermacam
macam, bisa dari katun, campuran serat fiber sintetis, wool dan lain-lain,
dengan semangat kearifan lokal (Amelia, 2017). Rebozo adalah terapi non
farmakologi untuk mempercepat pembukaan serviks ibu bersalin (Munafiah,
2020). Sedangkan menurut Nadina (2018), Rebozo berarti selendang dalam
bahasa Spanyol dan merupakan selendang tradisional Meksiko. Selendang
tradisional ini umumnya digunakan dalam kehidupan sehari hari sebagai
aksesoris, membantu mengangkat barang belanjaan, maupun membantu
membawa bayi, sama seperti selendang tradisional di Indonesia. Namun,
para bidan tradisional juga menggunakan rebozo untuk meredakan rasa
12

tidak nyaman pada saat kehamilan dan membantu bayi dalam kandungan
untuk berada di dalam posisi yang seimbang.
Jadi, Teknik Rebozo merupakan teknik yang digunakan menggunakan
selendang dengan bola gym sebagai alat tambahan untuk menopang atau
melakukan gerakan-gerakan tertentu.
2. Manfaat
Teknik rebozo dan pelvic rocking merupakan metode non farmakologi
yang menjadi alternatif praktis dalam menangani lama penurunan kepala
janin dan pembukaan serviks dalam proses persalinan yang bertujuan
melenturkan, merileksasikan otot-otot dasar panggul agar kepala janin dapat
masuk dan turun ke jalan lahir (Munafiah, 2020).
Teknik rebozo fungsinya supaya posisi bayinya optimal, karena
kadang otot ligamen di panggul sama rahim tegang sehingga posisi bayinya
jadi kurang optimal dalam perut. Gerakan ini sangat membantu ibu hamil
yang akan melahirkan agar lebih merasa nyaman. Lilitan yang tepat akan
membuat ibu merasa dipeluk dan memicu keluarnya hormon oksitosin atau
hormon senang supaya persalinan ibu lebih lancar (Amelia, 2017). Kadang
otot ligamen panggul ibu itu tegang, kalau tegang dan diberikan posisi yang
tidak baik maka, rahim bisa miring, bayi juga jadi sulit masuk panggul
karena harusnya di usia 38 minggu bayi turun ke panggul. Karena itulah
gerakan rebozo ini sangat membantu ketika ibu bersalin.
Teknik rebozo ini dapat membantu untuk menjadi lebih rileks tanpa
bantuan obat apapun. Hal ini membuat teknik ini sangatlah berguna ketika
persalinan lama dan Ibu mulai merasa nyaman. Selain itu, teknik ini juga
dapat digunakan untuk memberikan ruang ke bayi sehingga bayi dapat
berada di posisi yang seoptimal mungkin untuk persalinan. Tidak hanya
sebatas kenyamanan saat persalinan, Rebozo juga membantu memberikan
ruang pelvis yang lebih luas untuk ibu sehingga bayi lebih mudah menuruni
panggul dan proses persalinan menjadi lebih cepat (Nadina, 2018).
13

3. Jenis Teknik Rebozo


a. Shake Apple Tree/Goyangkan Bokong
Merupakan teknik dimana mengerakan pelan-pelan bagian bokong ibu
sesuai kenyamanan menggunakan selendang dan kedua tangan menopang
pada Bola gymatau dapat menggunakan kursi sofá dilapisi bantal.
b. Rebozo Sifting
1) Sifting Birth Ball atau Menggunakan Balon Gym
Dapat juga dengan menggunakan kursi sofa untuk menopang dan
dilapisi bantal. Teknik ini menggunakan selendang/kain/bate untuk
membungkus perut, partner/suami dapat berdiri membuka kaki lebar
dan ambil posisi nyaman seperti mengayun sepeda menggunakan
selendang dengan lembut.
2) Sifting While Lying Down / Berbaring Ibu berbaring menggunakan
bantal, kepala lebih tinggi. Bungkus bate atau selendang dibagian
sekitar pinggang sampai pinggul lalu goyangan secara perlahan
dengan lembut dan hati-hati seperti mengayun.
4. Prosedur Rebozo
Teknik ini dilakukan dengan menggoyang-goyangkan bagian panggul
atau abdomen dengan menggunakan rebozo. Teknik ini dapat dilakukan
untuk kehamilan, persalinan, setelah melahirkan (postpartum), dan bahkan
untuk kesuburan. Adapun manfaat dari teknik rebozo ini adalah untuk
meredakan rasa tidak nyaman pada saat kehamilan dan membantu bayi
dalam kandungan untuk berada di dalam posisi yang seimbang/posisi bayi
optimal, Rebozo shifting berguna untuk otot ligamen di daerah rahim, shake
apple tree berguna untuk ligamen otot panggul, membantu ibu hamil yang
akan melahirkan agar lebih merasa nyaman, memicu keluarnya hormon
oksitosin atau hormon senang supaya persalinan ibu lebih lancar.
Teknik Rebozo dapat dilakukan setiap hari atau setiap minggu dan di
sela-sela kontraksi pada fase awal proses persalinan. Penerapan teknik
rebozo baiknya tidak dilakukan apabila terdapat gejala atau risiko
keguguran, terjadi kram/spasme pada round ligament, didapati kondisi
14

plasenta praevia (plasenta menutupi seluruh atau sebagian mulut rahim), 


(plasenta terlepas sebagian atau seluruhnya dari perlekatannya di rahim),
fetal distress (kondisi gawat bayi karena bayi kekurangan oksigen di dalam
kandungan), atau cord prolapse (tali pusat menumbung, yaitu tali pusat
keluar dari rahim mendahului kepala/bagian badan bayi yang posisinya
paling bawah di kandungan) (Ariyanti, 2020).
Berikut ini adalah cara menggunakan rebozo untuk mengoptimalkan
posisi bayi di masa kehamilan atau awal proses persalinan:
a. Mintalah bantuan pendamping untuk memposisikan rebozo di sekitar
perut seakan membentuk hammock (tempat tidur gantung) di sekitar bayi.
b. Berlututlah di depan kursi, sofa, atau gym ball.
Ibu dapat menggunakan bantal di dada dan lutut untuk kenyamanan.
Gantungkan tangan di sekitar gym ball, kursi, atau sofa sehingga tidak
perlu menumpukan berat badan ke tangan Ibu. Ibu dapat merilekskan
tubuh bagian atas. namun jagalah punggung agar tetap tegak dan tidak
collapse. Jika sudah berada dalam posisi ini, mintalah pendamping untuk
membantu.
c. Mintalah pendamping untuk berdiri di belakang dan memegang ujung
rebozo keatas seperti memegang kendali kuda, lalu mintalah pendamping
untuk mengangkat berat perut dari punggung senyaman mungkin.
d. Mintalah pendamping untuk mulai menggoyang goyangkan perut secara
perlahan lalu mulai meningkatkan kecepatannya.
e. Tips untuk pendamping: Lakukan teknik ini dengan sedikit menekuk kaki
dan tanpa menggunakan sepatu. Hal ini dapat membantu untuk lebih
dapat merasakan hubungan antara rebozo yang dipegang dengan tubuh
sang ibu.
f. Dengan kecepatan yang meningkat seiring berjalannya waktu (bagi para
pendamping, jagalah kekuatan agar tetap stabil), perut menjadi bergetar.
Di saat ini, bernafaslah dengan bebas dan secara perlahan-lahan. Jika
merasa tidak nyaman, mintalah pendamping untuk menyesuaikan
kecepatan atau tekanan rebozo sampai merasa nyaman.
15

g. Berikan feedback (komentar) kepada pendamping sehingga pendamping


tau apa yang nyaman bagi Ibu dan tau apa yang harus dia lakukan.
Ingatlah bahwa rebozo tidak menggosok perut, namun membawa perut
bersamanya.
h. Setelah 2-5 menit, tangan pendamping mungkin akan mulai lelah. Pada
saat ini, mintalah pendamping untuk memperlambat gerakannya secara
bertahap untuk beberapa detik sampai akhirnya berhenti dan rebozo
dilepaskan dari perut Ibu.
5. Waktu Pelaksanaan
Waktu melakukan teknik rebozo dan kapan Tidak Boleh melakukan
Rebozo adalah;
a. Waktu melakukan teknik rebozo adakah setiap minggu atau setiap hari
b. Di fase awal proses persalinan, disela sela kontraksi. Ibu dapat
melakukan teknik rebozo sesering mungkin untuk membuat Ibu menjadi
lebih nyaman.
c. Hal yang dihindari untuk tidak melakukan teknik rebozo
1) Hindari pengguanaan rebozo ketika ada gejala atau resiko keguguran
seperti pendarahan atau nyeri kram di bagian bawah di awal
kehamilan, mempunyai riwayat keguguran. Di kasus ini, Ibu dapat
mengganti penggunaan rebozo dengan teknik myofascial
diaphragmatic release.
2) Ketika round ligament terasa kencang atau kram di pertengahan atau
akhir kehamilan, di saat saat seperti berikut, rebozo tidak akan
membahayakan bayi, namun dapat membuat rond ligament spasme
(kejang). Jadi, pada saat seperti ini, ingatlah untuk melakukannya
dengan sangat lembut.
3) Jangan lakukan teknik rebozo dengan keras atau bahkan sedang jika
plasenta berada di anterior. Jika ingin melakukan rebozo, lakukanlah
dengan sangat lembut. Ingatlah untuk selalu berhati-hati.
4) Selain itu, tidak dianjurkan untuk menggunakan rebozo di beberapa
situasi saat persalinan seperti detak jantung janin yang tidak stabil,
16

bayi sungsang dengan selaput ketuban yang sudah robek dan adanya
resiko terjadinya cord prolapse (tali pusar jatuh ke jalan lahir),
pendarahan yang tidak normal, placental abruption (plasenta terlepas
dari uterus sebelum bayi lahir), atau jika merasa tidak nyaman
Sedangkan menurut Febby (2018), meskipun relatif aman, tidak
semua ibu hamil diperbolehkan melakukan teknik ini selama
persalinan. Jangan melakukan teknik ini jika pada kehamilan:
a) Mengalami plasenta previa
b) Memiliki riwayat pendarahan
c) Baik kehamilan dan janin sensitif terhadap gerakan
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

A. Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan
yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Manajemen kebidanan adalah
pendekatan yang digunakan oleh seorang bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data,
diagnosa kebidanan, perencanaan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi
(Varney, 2012). Pengertian manajemen kebidanan dan prosesnya perlu
diperjelaskan untuk memberikan kesamaan pandangan. Varney mengatakan
proses manajemen terdiri dari 7 langkah sekuensial, yang secara berkala
disempurnakan. Ini dimulai dengan pengumpulan data dan diakhiri dengan
evaluasi. Langkah 7 Varney ini merupakan keseluruhan kerangka kerja yang
berlaku dalam semua situasi. Setiap langkah kemudian dapat dipecah menjadi
tugas yang terbatas yang bervariasi sesuai dengan kondisi pasien. Harus diakui
bahwa langkah-langkah ini diambil berkolaborasi dengan pasien, atau
berkerjasama dengan pasien atau keluarga pasien.

B. Langkah Manajemen Kebidanan Varney


Langkah-langkah manajemen kebidanan/proses manajemen terdiri dari 7
langkah yakni sebagai berikut:
1. Langkah I (pertama): Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah
berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang
klien. Data yang dikumpulkan adalah data yang tepat yaitu data yang relefan
dengan situasi yang sedang ditinjau atau data yang memiliki berhubungan
dengan situasi yang ditinjau. Tehnik pengumpulan data ada tiga, yaitu:
observasi, wawancara, pemeriksaan. Observasi adalah pengumpulan data
melalui indra penglihatan (perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah),

17
18

pendengaran (bunyi batuk, bunyi napas), penciuman (bau nafas, bau luka)
serta perabaan (suhu badan, nadi).
a. Data Subjektif
Adalah data yang diperoleh dengan cara anamnesa. Anamnesa adalah
pengkajian dalam rangka mendapatkan data pasien ibu hamil dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, baik secara langsung pada pasien
ibu hamil maupun kepada keluarga pasien (Walyani dan Purwoastuti,
2015).
1) Biodata. Adalah identitas untuk mengetahui status klien secara
lengkap sehingga sesuai dengan sasaran. Identitas meliputi:
a) Nama: untuk mengetahui dan mengenal pasien.
b) Umur: untuk mengetahui faktor resiko dan tingkat kesuburan.
c) Suku bangsa: dikaji untuk mengetahui lebih jauh tentang sosial
budaya pasien.
d) Agama: untuk mengetahui kepercayaan yang dianut oleh pasien.
e) Pendidikan: untuk mengetahui tingkat pendidikan yang nantinya
penting dalam pemberian KIE.
f) Pekerjaan: untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi keluarga.
g) Alamat: dikaji untuk mengetahui keadaan sosial dan budaya di
lingkungan tempat tinggal (Marmi, 2014).
2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan oleh ibu. Pada kasus ini
biasanya tidak ditemukan keluhan utama yang berkaitan keluhan pada
daerah perineum.
3) Riwayat kehamilan yang lalu
a) Untuk mengetahui kapan ibu hari pertama haid terakhir (HPHT),
karena dengan HPHT kita bisa mengetahui apakah bayi yang
dilahirkan cukup bulan atau tidak.
b) Apakah ibu pernah periksa antenatal care (ANC) dan berapa kali.
c) Berapa kali ibu mendapatkan suntikkan imunisasi Tetanus Toxoid
(TT).
19

d) Apakah pernah mengalami masalah selama kehamilan


e) Kapan pertama kali ibu merasakan gerakkan janinnya
4) Riwayat persalinan yang lalu
a) Jenis persalinan: Untuk mengetahui apakah klien melahirkan secara
spontan atau SC. Pada ibu nifas normal klien melahirkan secara
spontan.
b) Komplikasi dalam persalinan: untuk mengetahui selama persalinan
normal atau tidak. Pada kasus ibu nifas dengan luka episiotomi
selama persalinan normal namun memerlukan tindakan episiotomi
karenamengalami indikasi dari tindakan episiotomi.
c) Perineum: untuk mengetahui apakah perineum ada robekan atau
tidak. Pada nifas normal pun bisa juga dilakukan episiotomi.
d) Perdarahan: untuk mengetahui jumlah darah yang keluar pada kala
I, II, III selama proses persalinan, pada masa nifas normal
perdarahan tidak boleh lebih dari 500 cc.
e) Proses persalinan (bayi)
(1) Tanggal lahir: untuk mengetahui usia bayi
(2) Berat Badan (BB) dan Panjang Badan (PB): untuk mengetahui
BB bayi normal atau tidak. Normalnya 2500-4000 gram.
(3) APGAR score baik: 7-10
(4) Cacat bawaan: bayi normal atau tidak
(5) Air ketuban: jernih, mekonium, darah.
5) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang dikaji ialah sebagai berikut:
a) Riwayat penyakit sekarang. Untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita ibu pada saat ini yang ada
hubungannya dengan proses kehamilan dan kepada bayinya.
b) Riwayat penyakit keluarga.Untuk mengetahui adanya riwayat atau
penyakit akut bahkan kronis seperti penyakit Diabetes Mellitus,
jantung, asma, hipertensi yang bisa saja berpengaruh pada proses
persalinan.
20

6) Riwayat Kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah pasien pernah menjadi akseptor KB atau
tidak, jika iya dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah
keluhan selama menggunakan kontrasepsi tersebut, serta rencana KB
setelah bersalin (Marmi, 2014).
b. Data objektif
Data yang diperoleh dari apa saja yang dilihat dan dirasakan sewaktu
melakukan pemeriksaan dan hasil laboratorium (Kuswanti dan Melina,
2014). Pemeriksaan fisik untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin serta mendeteksi dini adanya
komplikasi.
1) Status generalis
a) Keadaan umum: untuk mengetahui keadaan umum ibu baik normal
atau tidak.
b) Kesadaran: untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu apakah
compomentis, apatis, samnolen atau koma.
c) Tanda-tanda vital, yakni:
(1) Tekanan darah: normalnya 120/80 mmHg
(2) Nadi: normalnya 80-100 x/m
(3) Suhu badan: normalnya 36,5-37,5ºC
(4) Pernapasan: normalnya 16-24 x/m
2) Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan secara melihat dengan indra
penglihat. Adapun pemeriksaa fisik yang dilakukan secara inspeksi
yakni sebagai berikut:
a) Wajah: pucat atau tidak
b) Mata: conjungtiva pucat atau tidak, skelra ikterus atau tidak dan
mata cekung atau tidak
c) Hidung: apakah ada pernapasang cuping hidung atau tidak.
d) Mulut: kering atau lembab, pucat atau tidak
e) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.
21

f) Payudara: apakah pembesaran payudara normal atau tidak, apakah


ada hyperpigmentasi pada daerah areola, apakah ada penonjolan
putting susu atau tidak. Pada kasus masa nifas, setelah ibu
bersalinan kondisi putting susu sangat menunjang ketika bayi
menghisap putting susu ibu untuk mendapatkan ASI.
g) Abdomen: apakah atau bekas luka operasi atau tidak, pembesaran
perut ibu sesuai dengan masa kehamilan.
h) Genetalia: adanya cairan, darah dan kelainan genitalia.
i) Anus: ada hemoroid atau tidak.
j) Ekstremitas: ada varices atau tidak, pergerakan kaki.
3) Palpasi
Palpasi ialah pemeriksaan fisik yang dilakukan denga cara meraba.
Pemeriksaan fisik terfokus dengan cara palpasi sebagai berikut:
a) Wajah: ada oedem atau tidak.
b) Mata: apakah konjungtiva merah muda atau pucat.
c) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak, adakah
pembesaran vena jugularis atau tidak.
d) Payudara: untuk mengetahui apakah ada pengeluaran colostrums
atau tidak dan apakah ada nyeri tekan atau tidak.
e) Abdomen: untuk menentukan Tinggi Fundus Uteri (TFU), ukuran
kehamilan, detak jantung bayi.
f) Gentelia: untuk mengetahui adanya darah, cairan dan kelainan
genitalia.
g) Ekstremitas: ada oedem atau tidak.
4) Uji Diagnostik
a) Darah: pemeriksaan Hb, Hb ibu nifas normalnya 11 gr%.
b) Golongan darah: untuk transfusi darah apabila terjadi komplikasi
(Marmi, 2014).
2. Langkah II (kedua): Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-
22

data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan


diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.
Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan adalah
pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data
satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta (Asri dan Clervo, 2012).
a. Diagnosa kebidanan
Masalah/diagnosa adalah suatu penyataan dari masalah pasien/klien yang
nyata atau potensial dan membutuhkan tindakan (Asri dan Clervo,
2012:29). Diagnosa pada kasus ini ditegakkan ibu nifas dengan luka
episiotomi.
Dasar:
1) Data subyektif
a) Ibu mengatakan senang dengan kehamilannya
b) Ibu mengatakan untuk kunjungan kehamilan
c) Ibu mengatakan saat ini ibu mengatakan tidak ada keluhan.
d) Ibu mengatakan pergerakan janin masih aktif.
2) Data obyektif
a) Keadaan umum ibu hamil
b) Kesadaran composmentis
c) Tanda-tanda vital ibu.
d) Kondisi bayi.
3) Masalah. Adalah kesenjangan yang diharapkan dengan fakta. Masalah
disini ialah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman pasien dengan
pengkajian.
4) Kebutuhan. Merupakan hal-hal yang dibutuhkan ibu pasien dan belum
terindentifikasi dalam diagnosa (Marmi, 2014).
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini untuk mengidentifikasikan, masalah atau diagnose
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diindentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
23

pencegahan, sambil mengamati klien diharapakan dapat pula bersiap-siap


bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera.
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan
segera, melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang
lain berdasarkan kondisi klien, pada langkah ini bidan juga harus
merumuskan tindakan emergency untuk menyelamatkan ibu, yang mampu
dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.
5. Langkah V (kelima): Merencanakan asuhan yang komprehensif /
menyeluruh
Pada langkah ini perencanaan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi,
pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi. Dalam
suatu rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak dalam hal ini di
penolong dengan yang dotolong, karena meski penolong yang hanya
menyetujuinya maka rencana itu tidak dapat dilaksanakan tanpa persetujuan
dari yang ditolong. Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan
asuhan yang kompeherensif harus merefleksikan alasan yang benar
berlandaskan pengetahuan dan teori yang berkaitan dengan up to date.
Adapun intervensi yang diberika kepada ibu hamil adalah;
a. Informasikan hasil periksaan kepada ibu
b. Jelaskan tentang pijat perineum
c. Ajarkan teknik pijat perineum
d. Berikan terapi sesuai kebutuhan serta cara meminumnya
e. Anjurkan ibu untuk datang 2 Minggu lagi / sewaktu-waktu jika ada
keluhan.
24

6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan


Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan
oleh bidan dan anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak
melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya (memastikan langkah tersebut benar-benar
terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan
keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami
komplikasi, bidan juga bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana
asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien akan
menyingkat waktu dan meningkatkan mutu asuhan. Adapun rencana asuhan
yang diberikan adalah:
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
b. Mengobservasi Usia Kehamilan
c. Mengobservasi kontraksi uterus, detak jantung janin,
d. Menjelaskan tujuan dan prosedur pijat perineum.
e. Memberikan pendidikan kesehatan istirahat yang cukup
f. Menjelaskan kepada ibu akibat kurang istirahat
g. Menjelaskan kepada ibu manfaat dari ASI eksklusif
h. Menganjurkan kepada ibu untuk makan makanan yang bergizi
i. Menganjurkan kepada ibu untuk menjaga kebersihan.
j. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi tablet penambah besi.
k. Menganjurkan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang.
7. Langkah VII (ketujuh): Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada
25

kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian


belum efektif.

C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)


Pendokumentasian adalah catatan tentang interaksi antara tenaga
kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan yang mencatat tentang
hasil pemeriksaan, prosedur pengobatan pada pasien dan pendidikan kepada
pasien, serta respon pasien tehadap semua kegiatan yang dilakukan. Alur
berfikir bidan dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui
apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis
di dokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu;
1. S: Subjektif. Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
2. O: Objektif
Menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.
3. A: Assesment. Menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:
a. Diagnosis/Masalah
b. Antisipasi diagnosis/ Kemungkinan Masalah
c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi,
dan atau perujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 varney.
4. P: Planning. Menggambarkan dokumentasi tingkatan (I) dan evaluasi
perencanaan (E) berdasarkan pengakjian langkah 5, 6, dan 7 Varney.
Soap ini dilakukan pada asuhan tahap berikutnya, dan atau pada evaluasi
hari berikutnya. Karena pada kasus ini memerlukan asuhan yang diberikan
setiap harinya sampai ibu benar-benar sembuh.
BAB IV
PEMBAHASAN

Persalinan merupakan tahap keluarnya janin melalui jalan lahir. Setiap


persalinan akan memberikan resiko nyeri dan masalah psikoemosi. Nyeri
persalinan dapat ditangani, meskipun nyeri tidak sampai hilang, namun setidaknya
dapat mengurangi nyeri persalinan, sehingga dapat memberi rasa kenyamanan
terhadap ibu selama proses persalinan. Intervensi penanganan nyeri yang
ditentukan tergantung pada pilihan dan kondisi ibu bersalin ataupun perawat
maternitas yang menanganinya.Penanganan nyeri persalinan maupun lama
persalinan beraneka ragam, baik farmakologi maupun non farmakologi. Teknik
rebozo ini berasal dari Amerika Latin. Teknik rebozo adalah sebuah teknik praktis
non-invasif yang dilakukan pada wanita berdiri, berbaring atau bertumpu pada
tangan dan lututnya. Teknik ini melibatkan gerakan pinggul wanita yang
melahirkan yang dikontrol dengan lembut berdampingan dengan menggunakan
syal anyaman khusus, dan dilakukan dengan baik oleh bidan atau orang
pendukung lainnya (Iversen et al., 2017).
Teknik rebozo adalah terapi non farmakologi untuk mempercepat
pembukaan serviks ibu bersalin. Penelitian Munafiah (2020) membuktikan
keefektifan teknik rebozo untuk pembukaan serviks sehingga mempercepat
kemajuan persalinan. Tingkat efektivitas ini ditunjukkan adanya perbedaan atau
selisih pembukaan serviks ibu bersalin sebelum dan setelah dilakukan teknik
rebozo dibandingkan dengan kelompok kontrol (kelompok kontrol dilakukan
pelvic rocking). Teknik rebozo juga menunjukkan penurunan kepada janin yang
lebih cepat. Berdasarkan penelitian Iversen et al., (2017) tentang teknik rebozo
untuk mengatasi malposisi janin berjumlah 7 responden, PROM berjumlah 3
responden, penurunan janin berjumlah 3 responden, pereda nyeri berjumlah 1
responden, memperkuat kontraksi 2 responden dan dystocia1responden. Teknik
rebozo dengan posisi berdiri, tangan dan lutut, serta berbaring bahwa pengalaman
para wanita dengan teknik rebozo secara keseluruhan sangat positif, salah satunya
meningkatkan rasa kenyamanan selama persalinan.

26
27

Penelitian Nurpratiwi (2020) membuktikan bahwa teknik rebozo shake the


apples (RSTA) dan teknik rebozo sifting while lying down (RSWLD) berpengaruh
signifikan terhadap nyeri persalinan dan lamanya masa persalinan (kala I fase
aktif). Penelitian Nurptatiwi (2020) menjelaskan bahwa sebelum intervensi
persepsi nyeri persalinan masih tinggi karena belum di stimulasi dengan
teknikrebozoyang diberikan. Sehingga nyeri persalinan masih dalam skala nyeri
berat terkontrol dan tidak terkontrol. Setelah dilakukan tindakan rebozo terjadi
penurun skala nyeri yaitu dari respon nyeri berat tidak terkontrol menjadi nyeri
berat terkontrol bahkan sampai ke nyeri sedang. Lamanya persalinan paling lama
pada teknik rebozo sifting while lying down yaitu 154 menit dan yang terendah
pada teknik rebozo shake the apples selama 139 menit. Lamanya persalinan pada
penelitian ini diambil dari durasi kala I fase aktif sampai kala II dengan hasil
kurang dari nilai normal lamanya persalinan tersebut.
Penelitian Rusniati et al., (2017) lama proses persalinan pada fase aktif 6
jam. Pada kala II pada multigravida lamanya persalinan 1 jam. Hal ini disebabkan
adanya penekanan teknik rebozo pada tulang panggul membantu mengendurkan
otot-otot di sekitar panggul dan penekanan bagian lumbal akan meningkatkan
reseptor oksitosin yang menyebabkan kualitas kontraksi uterus menjadi adekuat,
sehingga penurunan presentasi menjadi lebih cepat mempengaruhi percepatan
proses persalinan. Selain hal tersebut bisa juga dipengaruhi dari kondisi jalan
lahir, karena jalan lahir pada multigravida lebih lunak dibandingkan yang
primigravida, hal ini memungkinkan percepatan lamanya persalinan.
Penelitian Anggraini (2020) juga mendapatkan teknik rebozo dan birth ball
sama efektifnya dalam mengurangi nyeri persalinan, dimana intensitas nyeri
menurun setelah diberikan intervensi. Pada teknik rebozo shake the apples dan
rebozo sifting while lying down apples secara teknik sangat aman dan lebih rileks
bila dilakukan sesuai protokol teknik rebozo, dan secara privasi pakaian pasien
tetap lengkap, tirai atau pintu ruangan ditutup, ventilasi ruangan cukup baik dan
secara ekonomi pasien tidak mengeluarkan biaya sama sekali dan dari segi waktu
juga sangat singkat. Teknik rebozo dan pelvic rocking merupakan metode non
farmakologi yang menjadi alternatif praktis dalam menangani lama penurunan
28

kepala janin dan pembukaan serviks dalam proses persalinanyangbertujuan


melenturkan, merileksasikan otot-otot dasar panggul agar kepala janin dapat
masuk dan turun ke jalan lahir.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Teknik rebozo efektif dalam mempengaruhi intensitas nyeri pada ibu
bersalin, yaitu intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terjadi
perununan pada ibu bersalinan (Kala 1 fase aktif).
2. Teknik rebozo memberikan pengaruh terhadap lama masa persalinan, yaitu
terjadi percepatan pembukaan serviks dan penurunan kepada janin sehingga
mempercepat kemajuan persalinan.

B. Saran
1. Disarankan kepada ibu hamil agar melakukan latihan teknik rebozo dalam
upaya mempercepat proses persalinan dan menurunkan intensitas nyeri.
2. Bidan dapat memfasilitasi latihan teknik rebozo dengan pasangan (suami)
masing-masing sebagai asuhan metode gentle yoga couple.
3. Hasil penelitian ini dapat dimanfaat Puskesmas untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada ibu hamil dengan memberikan pelayanan
teknik rebozo.

29
DAFTAR PUSTAKA
Amelia. 2017. Rebozo dan Endorphin Massage untuk Memperlancar Proses
Melahirkan. https://www.haibunda.com/kehamilan.
Angraini, Vera 2020. Perbandingan Teknik Rebozo Dan Birth Ball Terhadap
Pengurangan Nyrei Bersalin Kala I Fase Aktif Di Klinik Pratama Afiyah
Kota Pekanbaru. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Riau.
Ariyanti, Titik. 2020. Prenatal Gentle Yoga Couple.
https://www.rsmardirahayu.com/prenatal-gentle-yoga-couple/
Bobaks, M. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC. Jakarta.
Dinkes Jateng. 2018. Profil Kesehatan Jawa Tengah,
Febby. 2018. Rebozo Technique: Membantu Persalinan Lebih Nyaman dengan
Kain Jarik. Diakses di https://id.theasianparent.com/teknik-rebozo-kain-
jarik.
Henderson, C. 2014. Buku Ajar Konsep Kebidanan (Essential Midwifery). Jakarta
: EGC.
Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia. http://kemenkes.go.id.
Kemenkes RI. 2018. Riskesdas 2018.
Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan.
Oktariana. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Gosyen Publishing. Yogyakarta.
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Peurperium Care”.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Manuaba. 2012. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Manuaba, I. B. G. 2016. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
Munafiah, Durrotun. 2020. Manfaat Teknik Rebozo Terhadap Kemajuan
Persalinan. Midwifery Care Journal,Vol. 1 No.3, April2020, e-ISSN 2715-
5978.
Nadina. 2018. Rebozo! Cara Kreatif untuk Lancarin Persalinan. Diakses di
http://www.bidankita.com/rebozo-cara-kreatif-untuk-lancarin-persalinan/2/.
Nurpratiwi, Yulidian. 2020. Teknik Rebozo Terhadap Intensitas Nyeri Kala I Fase
Aktifdan Lamanya Persalinan Pada Ibu Multigravida. Jurnal Keperawatan
SilampariVolume 4, Nomor 1, Desember 2020e-ISSN: 2581-1975p-ISSN:
2597-7482.
Syaifuddin, Abdul Bari. 2015. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirojardjo.
Surtiningsih. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Waktu Persalinan
Di Puskesmas Klampok 1 Kabupaten Banjarnegara. Bidan Prada: Jurnal
Ilmiah Kebidanan. Desember 2017; 8 (2) 101-115.
Varney Helen. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed. 4. Vol. 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

30
31

Walyani, Elisabeth Siwi dan Th. Endang Purwoastuti. 2015. Asuhan Kebidanan
Masa Nifas & Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai