Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEBIDANAN KOMPRES HANGAT PADA PERINEUM IBU

BERSALIN KALA II

Disusun Oleh

1. Eka Afrilia S 2004113


2. Rita Riana M 2004131
3. Wahyu Hadiningsih 2004198

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KELAS JEPARA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
TAHUN 2021

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika proses terjadinya pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai dengan penyulit
(Bobak, 2014). Persalinan merupakan saat yang menyenangkan dan dinanti-
nantikan, tetapi dapat juga saat kegelisahan dan memprihatinkan (Saifuddin,
2015). Persalinan dimulai sejak adanya tanda-tanda persalinan atau sejak
adanya pembukaan pada serviks sampai dengan lahirnya plasenta. Kala dua
persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika
janin sudah lahir atau disebut dengan stadium ekspulsi janin. Resiko yang
terjadi pada kala II adalah rupture perineum dan nyeri persalinan, dimana
kondisi ini dapat menyebabkan kegawatan yang berujung pada kematian ibu
(Asri, 2012).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator penting bagi derajat
kesehatan masyarakat dan keberhasilan pelayanan kesehatan di seluruh negara.
Di Indonesia jumlah AKI masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan
negara berkembang lainnya didunia. AKI di Indonesia saat ini mengalami
penurunan dari 4.999 tahun 2015 menjadi 4.912 di tahun 2016 dan di tahun
2017 (semester I) sebanyak 1.712 kasus. Penyebab kematian ibu diantaranya
perdarahan 30,5%, infeksi 22,5%, gestosis 17,5%, dan anastesia 2,0%.
Penyebab kematian obstetrik langsung yaitu Perdarahan 24%, Retensio
Plasenta 22%, Sepsis 20,8%, Eklampsia 16%. Hampir kebanyakan penyebab
kematin ibu dapat diprediksi berdasarkan faktor resiko yang dimiliki oleh ibu
selama kehamilan (Kemenkes, 2018). Sebagian besar kematian ibu (88%)
terjadi dalam waktu empat jam setelah persalinan. Kematian ibu terjadi karena
perdarahan atau sepsis. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua
tersering dari perdarahan pasca persalinan.
Luka ruptur perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Wiknjosastro, 2014). Robekan
1
perineum umumnya terjadi pada ibu primigravida karena jalan lahir belum
pernah dilalui bayi dan otot masih kaku, tetapi pada ibu multigravida tidak
menutup kemungkinan juga bisa mengalami robekan perineum (Mochtar,
2014). Masalah yang sering ditemukan pada proses persalinan ini antara lain
adalah nyeri yang hebat dan resiko rupture perineum (Manuaba, 2016). Nyeri
persalinan mulai timbul pada tahap kala I fase laten dan akan berlanjut semakin
bertambah kuat instensitas nyeri pada kala I fase aktif dan kala II. Nyeri yang
terjadi dapat memengaruhi kondisi ibu berupa kelelahan, rasa takut, khawatir
dan menimbulkan stress. Stress dapat menyebabkan melemahnya kontraksi
rahim dan berakibat pada persalinan yang lama bahkan kematian pada ibu
(Kurniarum, 2016).
Manajemen nyeri persalinan dapat diterapkan secara non farmakologis
dan farmakologis. Pendekatan secara non farmakologis tanpa penggunaan
obat-obatan seperti relaksasi, masase, aromaterapi, akupresur, akupunktur,
kompres panas atau dingin. Kompres hangat merupakan suatu metode alternatif
non farmakologis untuk mengurangi nyeri persalinan pada wanita inpartu kala
II persalinan normal. Pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan kantong
karet diisi dengan air hangat dengan suhu 37-41 0C kemudian menempatkan
pada punggung bagian bawah ibu dengan posisi miring kiri. Pemberian
kompres hangat dilakukan selama 30 menit. Penggunaan kompres hangat
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat pada ibu inpartu kala II
(Yani & Khasanah, 2012). Penelitian Andriany (2019) membuktikan adanya
perbedaan yang signifikan antara kompres hangat dan birthball terhadap
penurunan rasa nyeri, dimana kompres hangat lebih efektif dalam menurunkan
respon nyeri pada ibu bersalin dibandingkan Birth ball.
Penelitian Safitri (2017) juga membuktikan bahwa pemberian kompres
hangat efektif dalam menrunkan nyeri persalinan. Pemberian kompres panas
lokal atau selimut hangat akan menenangkan ibu bersalin, menghilangkan
sensasi rasa nyeri, merangsang peristaltic usus, pengeluaran getah radang serta
memberikan ketenangan dan kenyamanan pada ibu inpartu. Penelitian Siregar
(2019) mendapatkan hasil bahwa intervensi kompres hangat lebih efektif

2
3

dibanding dengan pijat punggung. Penelitian Fitrianingsih (2018)


membuktikan adanya pengaruh kompres hangat terhadap nyeri persalinan fase
aktif fase I. Kompres hangat sebagai terapi non farmakologis memberikan
dampak yang lebih aman, sederhana dan tidak menimbulkan efek merugikan
serta mengacu kepada asuhan sayang ibu, dibandingkan dengan metode
farmakologi yang berpotensi mempunyai efek samping.
Berdasarkan alasan tersebut, penulis termotivasi untuk mengetahui
asuhan kebidanan kompres hangat pada perineum ibu bersalin kala II.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan kebidanan kompres hangat pada perineum ibu
bersalin kala II.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan teori konsep persalinan dan teknik kompres hangat.
b. Mendiskripsikan teori asuhan kebidanan teknik kompres hangat
perineum.
c. Mendiskripsikan penerapan asuhan kebidanan kompres hangat pada
perineum ibu bersalin kala II.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Hasil penelian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai asuhan kebidanan kompres hangat pada perineum
ibu bersalin kala II.
2. Bagi Ibu Bersalin
Ibu bersalin dapat menerapkan kompres hangat perineum selama
persalinan untuk mengurangi nyeri selama persalinan.

3. Bagi Profesi Kesehatan


4

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan


pemikiran dan pengetahuan mengenai asuhan kebidanan kompres hangat
pada perineum ibu bersalin kala II.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Persalinan
1. Definisi Persalinan
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
uri) yang telah cukup bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina
secara spontan (Manuaba, 2016). Persalinan normal merupakan suatu proses
pengeluaran bayi dengan usia kehamilan yang cukup, letak memanjang atau
sejajar sumbu badan ibu, presentasi belakang kepala, keseimbangan
diameter kepala bayi dan panggul ibu, serta dengan tenaga ibu sendiri
(Saifudin, 2015). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),
lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Bobak, 2014).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup umur kehamilannya dan dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau dengan kekuatan ibu
sendiri (Henderson, 2014).
2. Jenis Persalinan
Persalinan berdasarkan umur kehamilan yaitu:
a. Abortus : pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan, berat janin< 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20
minggu.
b. Partus Immaturus : partus dari hasil konsepsi pada kehamilan dibawah28
minggu dengan berat janin kurang dari 1000 gram.
c. Partus Prematurus : kelahiran hidup bayi dengan berat antara 1000 gram
sampai 2500 gram sebelum 37 minggu.
d. Partus Maturus atau Aterm : persalinan pada kehamilan 37-42 minggu,
berat janin diatas 2500 gram.

5
6

e. Partus Postmaturus atau Postterm : persalinan yang terjadi 2 minggu atau


lebih dari hari perkiraan lahir (Manuaba, 2016).
3. Bentuk-Bentuk Persalinan
a. Persalinan spontan : bila proses persalinan seluruhnya berlangsung
dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan : bila proses persalinan dibantu oleh tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran (partus presipitatus) (Saifudin, 2015).
4. Penyebab Persalinan
a. Penurunan Kadar Hormon Progesteron
Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang
meningkatkan kontraksi uterus karena sintesa prostaglandin di
chorioamnion.
b. Rangsangan Estrogen. Estrogen menyebabkan irritability miometrium,
estrogen memungkinkan sintesa prostaglandin pada deciduas dan selaput
ketuban sehingga menyebabkan kontraksi uterus (Oktariana, 2016).
c. Teori Prostaglandin
Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua
dari minggu ke-15 hingga aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke
waktu partus. Diperkirakan terjadinya penurunan progesteron dapat
memicu interleukin-1 untuk dapat melakukan “hidrolisis
gliserofosfolipid”, sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat
menjadi prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa.
d. Teori Peregangan Otot Rahim
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang
dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami
degenerasi. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang sampai batas
tertentu. Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
7

e. Teori Janin
Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang
menghasilkan sinyal kemudian diarahkan kepada maternal sebagai tanda
bahwa janin telah siap lahir. Namun mekanisme ini belum diketahui
secara pasti.
5. Faktor Persalinan
Beberapa faktor yang berperan didalam sebuah proses persalinan meliputi:
a. Power (Kekuatan)
Power atau tenaga yang mendorong anak adalah :
1) His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan
a) His persalinan yang menyebabkan pendataran dan pembukaan
serviks.
Terdiri: his pembukaan, his pengeluaran, dan his pelepasan uri.
b) His pendahuluan tidak berpengaruh terhadap serviks.
2) Tenaga mengejan :
a) Kontraksi otot-otot dinding perut.
b) Kepala didasar panggul merangsang mengejan.
c) Paling efektif saat kontraksi/his
b. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yaitu bagian tulang padat, dasar
panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan
lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang
keluarnya bayi, tetapi panggul ibu lebih berperan dalam proses
persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan
lahir yang relatif kaku.
c. Passenger (Janin dan Plasenta)
Janin dapat mempengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran dan
presentasinya. Pada persalinan, karena tulang-tulang masih dibatasi
fontanel dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat
menyisip antara satu dengan yang lain yang disebut moulage, sehingga
kepala bertambah kecil. Biasanya apabila kepala janin sudah lahir maka
8

bagian-bagian lain dari janin dengan mudah menyusul. Karena plasenta


juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang yang
menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan
pada kelahiran normal (Kurniarum, 2016).
d. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.
Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat
rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi
tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok.
e. Psychology Respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan
mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan
cemas mungkin mengakibatkan proses kelahiran berlangsung lambat.
Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus
pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam dilatasi dan
melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai
proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk mendukung wanita
dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil
yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya
akan mengutarakan berbagai kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka
jarang dengan spontan menceritakannya.
6. Tujuan Persalinan Normal
Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui
upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang
seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini maka
setiap intervensi yang diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan Normal
(APN) harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat
intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
(Bobak, 2014).
9

7. Tanda-Tanda Persalinan
Tanda-tanda persalinan sudah dekat adalah;
a. Beberapa sebelum persalinan dimulai, bayi bergerak turun dalam rahim.
b. Sesaat sebelum persalinan dimulai, segumpal lendir dapat keluar.
c. Kontraksi atau his persalinan pengencangan rahim cara mendadak untuk
mengerutkan rahim dapat dimulai timbul beberapa hari sebelum
persalinan (Manuaba, 2012).
8. Tahap-Tahap Persalinan
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur
dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat
berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara.
Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I persalinan pada
primigravida berkisar 3,3-19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1-14,3
jam. Ibu akan dipertahankan kekuatan moral dan emosinya karena
persalinan masih jauh sehingga ibu dapat mengumpulkan kekuatan
(Manuaba, 2012).
b. Kala II (Kala Pengeluaran Bayi)
Kala II ini dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi.
Kala II biasanya akan berlangsung selama 2 jam pada primigravida dan 1
jam pada multigravida. Pada tahap ini kontraksi akan semakin kuat
dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik.
c. Kala III (Kala Pelepasan Plasenta)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta. Proses
ini berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Tanda-tanda terlepasnya
plasenta yaitu uterus menjadi berbentuk bulat, tali pusat bertambah
panjang, terjadi semburan darah secara tiba-tiba.
10

d. Kala IV (Kala Pengawasan)


Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum.
Pada kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan
yang paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
9. Mekanisme Persalinan
a. Engagement
Engagement pada primigravida terjadi pada bulan terakhir
kehamilan sedangkan pada multigravida dapat terjadi pada awal
persalinan. engagement adalah peristiwa ketika diameter biparetal (Jarak
antara dua paretal) melewati pintu atas panggul dengan sutura sagitalis
melintang atau oblik di dalam jalan lahir dan sedikit fleksi. Masuknya
kepala akan mengalami ksulitan bila saat masuk ke dalam panggul
dengan sutura sgaitalis dalam antero posterior. Jika kepala masuk
kedalam pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang di jalan
lahir, tulang parietal kanan dan kiri sama tinggi, maka keadaan ini
disebut sinklitismus. Kepala pada saat melewati pintu atas panggul dapat
juga dalam keadaan dimana sutura sgaitalis lebih dekat ke promontorium
atau ke simfisis maka hal ini disebut asinklitismus (Bobaks, 2014).
b. Penurunan Kepala
Dimulai sebelum inpartu. Penurunan kepala terjadi bersamaan
dengan mekanisme lainnya. Kekuatan yang mendukung yaitu:
1) Tekanan cairan amnion
2) Tekanan langsung fundus ada bokong
3) Kontraksi otot-otot abdomen
4) Ekstensi dan pelurusan badan janin atau tulang belakang janin
c. Fleksi
1) Gerakan fleksi disebabkan janin terus didorong maju tetapi kepala
janin terlambat oleh serviks, dinding panggul atau dasar panggul.
2) Kepala janin, dengan adanya fleksi maka diameter oksipito frontalis
12 cm berubah menjadi suboksipito bregmatika 9 cm.
3) Posisi dagu bergeser kearah dada janin.
11

4) Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil lebih jelas teraba daripada


ubun-ubun besar.
d. Rotasi dalam (putaran paksi dalam)
1) Rotasi dalam atau putar paksi dalam adalah pemutaran bagian
terendah janin dari posisi sebelumnya kearah depan sampai dibawah
simpisis. Bila presentasi belakang kepala dimana bagian terendah
janin adalah ubun-ubun kecil maka ubun-ubun kecil memutar ke
depan sampai berada di bawah simpisis. Gerakan ini adalah upaya
kepala janin untuk menyesuaikan dengan bentuk jalan lahir yaitu
bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Rotasi dalam terjadi
bersamaan dengan majunya kepala. Rotasi ini terjadi setelah kepala
melewati Hodge III (setinggi spina) atau setelah didasar panggul. Pada
pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil mengarah ke jam 12.
2) Sebab-sebab adanya putar paksi dalam yaitu: bagian terendah kepala
adalah bagian belakang kepala pada letak fleksi. Bagian belakang
kepala mencari tahanan yang paling sedikit yang disebelah depan
yaitu hiatus genitalis.
e. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul,
terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena
sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan atas,
sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Pada
kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesaknya ke bawah dan
satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas.
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah symphysis akan maju
karena kekuatan tersebut diatas bagian yang berhadapan dengan
suboksiput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum
ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan
ekstensi. Sub-oksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut
hypomochlion.
12

f. Rotasi Luar (Putaran Paksi Luar)


Terjadinya gerakan rotasi luar atau putar paksi luar dipengaruhi
oleh faktor-faktor panggul, sama seperti pada rotasi dalam. Merupakan
gerakan memutar ubun-ubun kecil ke arah punggung janin, bagian
belakang kepala berhadapan dengan tuber iskhiadikum kanan atau kiri,
sedangkan muka janin menghadap salah satu paha ibu. Bila ubun-ubun
kecil pada mulanya disebelah kiri maka ubun-ubun kecil akan berputar
kearah kiri, bila pada mulanya ubun-ubun kecil disebelah kanan maka
ubun-ubun kecil berputar ke kanan. Gerakan rotasi luar atau putar paksi
luar ini menjadikan diameter biakromial janain searah dengan diameter
anteroposterior pintu bawah panggul, dimana satu bahu di anterior di
belakang simpisis dan bahu yang satunya di bagian posterior dibelakang
perineum. Sutura sagitalis kembali melintang.
g. Ekspulsi. Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai
hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir
disusul lahir trochanter depan dan belakang sampai lahir janin
seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan, bahu belakang dan
seluruhnya.

B. Nyeri Persalinan
1. Definisi
Nyeri merupakan rangsangan tidak enak yang menimbulkan rasa takut
dan khawatir. Nyeri merupakan mekanisme protektif bagi tubuh dan
menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsang nyeri
tersebut (Potter & Perry, 2014). Henderson (2014) menjelaskan nyeri adalah
suatu pengalaman secara emosional dan berhubungan dengan perasaan yang
tidak enak yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan secara nyata atau
potensial. Potter & Perry (2014) menjelaskan bahwa nyeri adalah suatu
sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus spesifik bersifat subyektif
dan berbeda antara masing-masing individu karena dipengaruhi oleh faktor
13

psikososial dan kultur dan endorphin seseorang, sehingga orang tersebut


lebih merasakan nyeri.
Dalam persalinan, nyeri yang timbul mengakibatkan kekhawatiran dan
biasanya menimbulkan rasa takut dan stress yang dapat mengakibatkan
pengurangan aliran darah ibu-janin. Nyeri persalinan disebabkan adanya
regangan segmen bawah rahim dan serviks serta adanya ischemia otot rahim
(Bobaks, 2014). Cunningham (2014) menjelaskan intensitas nyeri sebanding
dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang terjadi. Nyeri bertambah
ketika mulut rahim dalam dilatasi penuh akibat tekanan bayi terhadap
struktur panggul diikuti regangan dan perobekan jalan lahir. Rasa nyeri pada
persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot
rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah
perut dan menjalar ke arah paha. Kontraksi ini menyebabkan adanya
pembukaan mulut rahim (serviks). Dengan adanya pembukaan servik ini
maka akan terjadi persalinan.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan
a. Faktor Internal
1) Pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri
Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan
membantu mengatasi nyeri. Karena ibu telah memiliki koping
terhadap nyeri. Ibu primipara dan multipara kemungkinan akan
merespon secara berbeda terhadap nyeri walaupun menghadapi
kondisi yang sama, yaitu persalinan. Hal ni disebabkan multipara
memiliki pengalaman pada persalinan sebelumnya (Bobaks, 2014).
2) Usia
Usia muda cenderung dikaitkan dengan kondisi psikologis yang
masih labil, yang memicu terjadinya kecemasan sehingga nyeri yang
dirasakan menjadi lebih hebat. Usia juga dipakai sebagai salah satu
faktor dalam menentukan seiring bertambahnya usia dan pemahaman
terhadap nyeri.
14

3) Aktifitas Fisik
Aktifitas ringan bermanfaat mengalihkan perhatian dan
mengurangi rasa sakit menjelang persalinan, selama ibu tidak
melakukan latihan-latihan yang terlalu keras dan berat, serta
menimbulkan keletihan pada wanita karena hal ini juga justru akan
memicu nyeri yang lebih berat.
4) Kondisi Psikologis
Situasi dan kondisi psikologis yang labil memegang peranan
penting dalam memunculkan nyeri persalinan yanglebih berat. Salah
satu mekanisme pertahanan jiwa terhadap stress adalah konversi, yaitu
memunculkan gangguan secara psikis menjadi gangguan fisik
b. Faktor Eksternal
1) Agama
Semakin kuat kualitas keimanan seseorang, mekanisme
pertahanan tubuh terhadap nyeri semakin baik karena berkaitan
dengan kondisi psikologis yang relatif stabil.
2) Lingkungan fisik
Lingkungan yang terlalu ekstrem, seperti perubahan cuaca,
panas, dingin, ramai, bising, memberikan stimulus terhadap tubuh
yang memicu terjadinya nyeri.
3) Budaya
Budaya tertentu akan mempengaruhi respon seseorang terhadap
nyeri. Ada budaya yang mengekspresikan rasa nyeri secara bebas,
tetapi ada pula yang menganggap nyeri adalah sesuatu yang tidak
perlu diekspresikan secara berlebihan.
4) Support System. Tersedianya support system yang baik dari
lingkungan dalam mengatasi nyeri, dukungan dari keluarga dan orang
terdekat sangat membantu mengurangi rangsang nyeri yang dialami
oleh seseorang saat menghadapi persalinan.
15

5) Sosial Ekonomi
Tersedianya sarana dan lingkungan yang baik dapat membantu
mengatasi rangsang nyeri yang dialami. Sering status ekonomi
mengikuti keadaan nyeri persalinan. Keadaan ekonomi yang kurang,
pendidikan yang rendah, informasi yang minimal, dan kurang sarana
kesehatan akan menimbulkan ibu kurang mengetahui bagaimana
mengatasi nyeri yang dialami dan masalah ekonomi berkaitan dengan
biaya dan persiapan persalinan sering menimbulkan kecemasan
tersendiri dalam menghadapi persalinan.
6) Komunikasi
Komunikasi tentang penyampaian informasi yang berkaitan
dengan hal-hal yang seputar nyeri persalinan, bagaimana
mekanismenya, apa penyebabnya, cara mengatasi, dan apakah hal ini
wajar akan memberikan dampak positip terhadap manajemen nyeri.
Komunikasi yang kurang akan menyebabkan ibu dan keluarga tidak
tahu bagaimana yang harus dilakukan jika mengalami nyeri saat
persalinan.
3. Fisiologi Nyeri Persalinan
Menjelaskan bahwa fisiologi terjadi nyeri persalinan terbagi sesuai
dengan tahap selengkapnya dapat di uraikan sebgai berikut:
a. Persalinan Kala I
Nyeri pada kala I terutama di timbulkan oleh stimulus yang
dihantarkan melalui saraf dan servik dan uterus sebagian bawah .Nyeri
ini merupakan nyeri visceral yang berasal dari kontraksi uterus dan
aneksa. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan
tekanan yang ditimbulkan. Nyeri bertambah dengan adanya kontraksi
isometrik pada uterus yang melawan hambatan oleh uterus dan perineum.
Selama persalinan bilamana serviks uteri dilatasi sangat lambat atau
bilamana posisi fetus abnormal menimbulkan distorsi mekanik kontraksi
kuat disertai nyeri hebat. Hal ini karena uterus berkontraksi isometric
melawan obstruksi. Kontraksi uterus yang kuat merupakan sumber nyeri
16

yang kuat. Pada primigravida berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan


pada multigravida kira-kira 7 jam. Terdapat 2 fase pada kala 1, yaitu :
1) Fase Laten
Merupakan periode waktu dari awal persalinan pembukaan
mulai berjalan secara progresif, yang umumnya dimulai sejak
kontraksi mulai muncul hingga pembukaan 3-4 cm atau permulaan
fase aktif berlangsung dalam 7-8 jam. Selama fase ini presentasi
mengalami penurunan sedikit hingga tidak sama sekali.
2) Fase Aktif
Merupakan periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan
menjadi komplit dan mencakup fase transisi, pembukaan pada
umumnya dimulai dari 3-4 cm hingga 10 cm dan berlangsung selama
6 jam. Penurunan bagian presentasi janin yangprogresif terjadi selama
akhir fase aktif dan selama kala 2 persalinan. Fase aktif dibagi dalam
3 fase, antara lain :
a) Fase Akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm.
b) Fase Dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat,
dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase Deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap (10 cm).
b. Persalinan Kala II
Selama persalinan kala II, pada saat serviks dilatasi penuh,
stimulasi nyeri berlangsung terus dari kontraksi corpus uteri dan distensil
segmen bawah rahim. Terjadi peningkatan secara progresif tekanan oleh
fetus terhadap struktur di pelvis, dan menimbulkan peningkatan nyeri
somatic, dengan regangan dan robekan fascia dan jaringan subkutan jalan
lahir bagian bawah, distensil perineum, dan tekanan pada otot lurik
perineum. Nyeri ini ditransmisikan melalui serabut saraf pudendal, yaitu
suatu serabut saraf somatic yang keluar melalui S2, S3, dan S4
segmensakral. Nyeri pada kala II ini sangat berbeda dengan nyeri visceral
17

kala I, nyeri somatic dirasakan selama persalinan ini adalah intensitas


nyerinya terasa lebih nyeri dan lokasi jelas .Nyeri yang dirasakan berasal
dari punggung bawah sampai paha, dan dirasakan berupa nyeri lokal
yang disertai kram dan sensasi robekan akibat laserasi serviks dan vagina
atau jaringan perineum, dapat pula disertai sensasi seperti terbakar saat
terjadi peregangan dan beralih dirasakan pula pada punggung, pinggang,
dan paha . Rasa nyeri yang dialami ibu dapat bersifat sedang hingga
berat, ibu kadang mengalami sensansi kram pada anggota tubuh bagian
bawah, nyeri pada punggung bagian belakang juga dapat dirasakan
diantara kontraksi. Lokasi nyeri pada setiap tahap dapat dilihat pada
gambar berikut.
c. Transmisi Nyeri
Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri, namun teori
gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Bobaks, 2014).
d. Penyebab Nyeri. Penyebab nyeri persalinan adalah gerakan kontraksi
rahim yang menyebabkan otot-otot dinding rahim mengkerut, menjepit
pembuluh darah sehingga timbul nyeri. Vagina (jalan lahir) dari jaringan
lunak di sekitarnya meregang sehingga terasa nyeri. Keadaan mental ibu
(ketakutan, cemas, khawatir atau tegang) serta hormon prostaglandin
yang meningkat sebagai respons terhadap stres (Manuaba, 2016).
e. Sebab-sebab Rasa Nyeri Dalam Persalinan
1) Anoksia myometrium : kontraksi otot selama periode anoksia relative
menyebabkan rasa nyeri. Kalau relaksasi uterus antara saat-saat
terjadinya kontraksi tidak cukup untuk memungkinkan oksigenasi
yang adekuat, maka beratnya rasa nyeri semakin bertambah.
2) Peregangan serviks : peregangan serviks menyebabkan rasa nyeri
yang terutama terasa pada bagian punggung
3) Penekanan pada ganglia saraf yang berdekatan serviks dan vagina.
4) Tarikan pada tuba, ovarium dan peritoneum
5) Tarikan dan peregangan pada ligamentum penyangga
18

6) Penekanan pada uretra, kandung kemih dan rectum. Distensia otot-


otot dasar panggul dan perineum Kala I, rasa nyeri terutama
disebabkan oleh kontraksi uterus, penipisan segmen bawah uterus, dan
dilatasi serviks. Kala II, nyeri timbul dari dua arah. Sumber pertama
adalah peregangan vagina, vulva dan perineum; dan sumber kedua
myometrium yangberkontraksi. Kala III, nyeri disebabkan lewatnya
plasenta melalui serviks ditambah dengan nyeri yang dihasilkan oleh
kontraksi uterus (Sumarah, 2014).
4. Klasifikasi Nyeri Persalinan
a. Nyeri Viseral bersifat lambat dalam yang tidak terlokalisir. Implus nyeri
selama kala I pada persalinan di trasmisi melalui T11-T12 segment saraf
spinal dan bagian bawah thorak dan bagian atas lumbal saraf simpatis,
dimana uterus dan serviks terjadi pada kala I akibat dari kontraksi uterus
dan pembukaan serviks. Lokasi nyeri ini meliputi bagian segmen
abdomen dan menjalar kedaerah lumbal bagian belakang dan turun
sampai dengan paha.
b. Nyeri somatic bersifat lebih cepat dan tajam menusuk dan lokasi jelas.
Implus nyeri pada kala II ditransmisi melalui S1-S2 saraf spina dan
parasimpatis dari jaringan perinal. Nyeri ini pada akhirnya kala I dan
selama kala II yang merupakan akibat dari penurunan kepala janin yang
menekan jaringan maternal dan tarikan perinium dan Utercocervical
selama kontraksi.
c. After pain nyeri selama kala II dimana uterus mengecil, sobek dari hasil
distensi dan laserasi dari serviks, vagina dan jaringan perinal nyeri yang
dirasakan seperti awal kala I dan kala.
5. Pengukuran Intensitas Nyeri
Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual,
pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik teknik ini juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Terdapat beberapa skala nyeri yang
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri antara lain :
19

a. Verbal Descriptor Scale (VDS)


Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri
dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari "tidak terasa
nyeri sampai nyeri yang tidak tertahan . Perawat menunjukkan klien
tentang skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri
terbaru yang dirasakannya. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan rasa nyeri .
b. Visual Analog Scale (VAS)
VAS merupakan garis lurus yang mewakili intensitas nyeri. Skala
ini memberikan kebebasan penuh pada klien untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian
dari pada dipaksa memilih satu kata tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Pada skala 1 sampai 3, rasa nyeri seperti gatal atau tersetrum atau nyut-
nyutan atau melilit atau terpukul atau perih atau mules. Intensitas nyeri
pada skala 4 sampai 6, seperti ham atau kaku atau tertekan atau sulit
bergerak atau terbakar atau ditusuk-tusuk. Sangat nyeri pada skala 7-9
tetapi masih dapat dikontrol oleh klien. Intensitas nyeri sangat berat pads
skala 10 nyeri tidak terkontrol.
c. Skala Nyeri Oucher
Skala nyeri Oucher merupakan salah satu alat untuk mengukur
intensitas nyeri pada anak, yang terdiri dari dua skala yang terpisah, yaitu
sebuah skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak
yang lebih besar dan skala fotografik dengan enam gambar pada sisi
kanan untuk anak-anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan
peningkatan rasa tidak nyaman dirancang sebagai petunjuk untuk
memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan
tingkat keparahan. Skala ini terdiri dari enam wajah dengan profil kartun
20

yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum hal ini
menunjukkan tidak adanya nyeri kemudian secara bertahap meningkat
menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih, sampai wajah
yang sangat ketakutan hal ini menunjukkan adanya nyeri yang sangat .
d. Numerical Rating Scale (NRS)
NRS digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri dan
memberi kebebasan penuh klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
NRS merupakan skala nyeri yang popular dan lebih banyak digunakan di
klinik, khususnya pada kondisi akut, mengukur intensitas nyeri sebelum
dan sesudah intervensi teraupetik, mudah digunakan dan
didokumentasikan.
6. Manajemen Nyeri Persalinan
a. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis pada nyeri persalinan meliputi
analgesia yang menurunkan dan mengurangi rasa nyeri dan anesthesia
yang menghilangkan sensasi bagian tubuh baik parsial maupun total.
Berbagai agen farmakologi digunakan sebagai manajemen nyeri.
Biasanya untuk menghilangkan nyeri digunakan analgesik, yang terbagi
menjadi dua golongan yaitu analgesik non narkotik dan analgesik
narkotik, pilihan obat tergantung dari rasa nyeri. amun penggunaan obat
sering menimbulkan efek samping dan kadang obat tidak memiliki
kekuatan efek yang diharapkan.
b. Nonfarmakologis
1) Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS)
Elektroda dipasang 2 cm dari dermatom T10-L1 pada kedua sisi dari
prosesus spinosus untuk memberikan efek analgetik pada kala I.
Sepasang elektroda lain dipasang pada dermatom S2-4 untuk
menghilangkan nyeri pada kala II. Secara teoritis, transmisi rasa nyeri
lewat serabut A dan pelepasan endorfin dapat diblok dengan cara ini.
Namun belum terdapat bukti yang menyatakan bahwa metode ini
lebih baik dibandingkan plasebo.
21

2) Masase/Akupressur
Terapi masase merupakan manipulasi dari jaringan lunak tubuh yang
bertujuan untuk menurunkan rasa nyeri dan memberi efek relaksasi.
Akupresur merupakan pengembangan dari teknik akupuntur. Pada
prinsipnya, tujuan kedua perawatan ini tidak berbeda, tergantung dan
jenis keluhan. Keduanya dipakai untuk merangsang titik-titik yang ada
di tubuh, menekan hingga masuk ke sistem saraf. Prinsip dari
akupresur ini dikenal sebagai adanya aliran energi vital di tubuh
( dikenal dengan nama Chi atau Qi (Cina) dan Ki (Jepang). Aliran
energi ini sangat mempengaruhi kesehatan. Mekanisme terapi ini
dalam menurunkan nyeri diduga dengan meningkatkan produksi
endorfin dalam tubuh. Melalui peningkatan endorfin, transmisi sinyal
antara sel saraf menjadi menurun sehingga dapat menurunkan ambang
batas persepsi terhadap nyeri. Salah satu jenis masase adalah
counterpessur (Spencer, 2011).
3) Posisi, Postur, Ambulasi
Posisi yang dipilih ibu dalam menghadapi persalinan kala I dan II
sangat penting. Posisi persalinan, perubahan posisi dan pergerakan
yang tepat akan membantu meningkatkan kenyamanan/ menurunkan
rasa nyeri, meningkatkan kepuasan akan kebebasan untuk bergerak,
dan meningkatkan kontrol diri ibu. Selain itu, posisi ibu juga dapat
mempengaruhi posisi bayi dan kemajuan persalinan. Perubahan posisi
secara adekuat akan dapat merubah ukuran dan bentuk pelvic outlet
sehingga kepala bayi dapat bergerak pada posisi optimal di kala I,
berotasi dan turun pada kala II. Bergerak dan posisi tegak (upright
position) dapat mempengaruhi frekuensi, lama dan efisiensi kontraksi.
4) Musik (Audioanalgesik)
Stimulasi suara, seperti musik atau suara alam, dapat menjadi suatu
distraksi bagi pasien bersalin sehingga dapat menurunkan rasa nyeri.
Selain itu, metode ini juga dilaporkan mungkin dapat menurunkan
rasa anxietas pada pasien.
22

5) Aromaterapi
Aroma therapy memang benar benar mampu mengurangi rasa sakit
dan juga memberikan ketenangan.
6) Rileksasi Napas Dalam
Ritme dari bernapas sangat penting untuk mencapai relaksasi saat
bersalin. Nyeri persalinan, terutama saat fase laten, dapat menurun
dengan teknik bernapas ini. Teknik yang digunakan biasanya adalah
dengan ritme yang lambat (6-12 napas / menit) sampai sedang (30-60
napas / menit), tanpa melakukan hiperventilasi.  Ritme napas harus
beradaptasi dengan intensitas kontraksi pasien.
7) Hypnobirthing
Metode hypno-birthing merupakan salah satu teknik otohipnosis
(selfhypnosis) atau swasugesti, dalam menghadapi kehamilan dan
persiapan melahirkan yang berfungsi membantu para wanita hamil
melalui masa persalinannya dengan cara yang alami, lancar, dan
nyaman (tanpa rasa sakit). Dan yang lebih penting lagi adalah untuk
kesehatan jiwa dari bayi yang dikandungnya.
8) Kompres Hangat
Terapi kompres hangat merupakan suatu tindakan yang dilakukan
dengan memberikan kompres hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau
mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa hangat.
Kompres panas juga memperlancar sirkulasi darah; mengurangi rasa
sakit; memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada klien.

C. Kompres Hangat
1. Definisi
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi
atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat pada daerah
tertentu (Uliyah & Hidayat, 2012). Potter & Perry (2014) menjelaskan
23

bahwa kompres hangat adalah sepotong balutan kasa yang dilembabkan


dengan cairan hangat yang telah diprogramkan. Panas dapat meingkatkan
vasodilatasi dan evaporasi panas dari permukaan kulit. Kompres hangat
mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Suhu air yang digunakan dalam kompres hangat, yaitu 50-60
0
C (Asmadi, 2014)
2. Tujuan
Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,
membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar
pasokan aliran darah dan memberikan ketenangan pada klien. Kompres
hangat yang digunakan berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah,
menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan (Perry & Potter,
2014).
3. Manfaat dan Tujuan
Manfaat kompres hangat adalah dapat memberikan rasa nyaman dan
menurunkan suhu tubuh dalam menangani kasus klien yang mengalami
pireksia. Sedangkan tujuan kompres hangat adalah;
a. Memperlancar sirkulasi darah
b. Mengurangi / menghilangi rasa sakit
c. Memperlancar pengeluaran cairan / eksudat
d. Merangsang peristaltik
e. Memberi ketenangan dan mengurangi nyeri
f.Meningkatkan aliran darah
g. Mengurangi kejang otot
h. Menurunkan kekakuan tulang sendi .
4. Fisiologi Kompres
Energi panas yang hilang atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit
dengan empat cara, yaitu konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
a. Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit
dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses
24

kehilangan panas dengan mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan


dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan suhu yang kecil
karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar
langsung dengan benda relatif jauh lebih kecil dari pada paparan dengan
udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan panas
tidak dapat terjadi secara efektif terus-menerus (Guyton, 2014).
b. Konveksi merupakan perpindahan panas berdasarkan gerakan fluida
dalam hal ini adalah udara, artinya panas tubuh dapat dihilangkan
bergantung pada aliran udara yang melintasi tubuh manusia. Konveksi
adalah transfer dari energy panas oleh arus udara maupun air. Saat tubuh
kehilangan panas melalui konduksi dengan udara sekitar yang lebih
dingin, udara yang bersentuhan dengan kulit menjadi hangat. Karena
udara panas lebih ringan dibandingkan dingin, udara panas berpindah
ketika udara dingin bergerak ke kulit untuk menggantikan udara panas.
Pergerakan udara ini disebut arus. konveksi, membantu membawa panas
dari tubuh.
c. Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk
gelombang panas inframerah. Gelombang inframerah yang dipancarkan
dari tubuh memiliki panjang gelombang 5-20 mikrometer. Tubuh
memancarkan gelombang panas ke penjuru tubuh. Radiasi merupakan
mekanisme kehilangan panas paling besar pada kulit 15-60%. Panas
adalah energi kinetik pada gerakan molekul. Energi pada gerakan ini
dapat dipindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Ketika
udara bersentuhan kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak terjadi lagi
pertukaran gas, yang terjadi hanya pergerakan udara sehingga udara baru
yang suhunya lebih dingin dari suhu tubuh (Guyton, 2014).
d. Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan
panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan
menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilokalori. Pada
kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme evaporasi berlangsung
sekitar 450-600 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus
25

menerus dengan kecepatan 12-16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak
dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air
secara terus-menerus melalui kulit dan sistem pernafasan (Guyton, 2014).
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan
sinyal ke hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor
yang peka terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem effektor
mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada
medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian
anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit meningkat
(berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga
mencapai keadaan normal kembali.
5. Jenis Kompres
Air hangat (46,5-51,5oC) memiliki dampak fisiologis bagi tubuh, yaitu
pelunakan jaringan fibrosa, mempengaruhi oksigenisasi jaringan sehingga
dapat mencegah kekakuan otot, vasodilatasi aliran darah, sehingga
menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri. Jenis-jenis kompres hangat
antara lain:
a. Kompres Hangat Kering
Menggunakan pasir yang telah dipanasi sinar matahari guna
mengobati nyeri pada persendian. Terapi ini juga dapat mengurangi berat
badan dan menghilangkan kelebihan berat badan.
b. Kompres Hangat Lembap
Kompres jenis ini digunakan dengan sarana atau mediasi sebuah
alat yang dikenal dengan nama hidrokolator. Yakni alat elektrik yang
diisi air, digunakan untuk memanaskannya hingga mencapai suhu
tertentu. Di dalam alat ini dicelupkan beberapa alat kompres dengan
bobot bervariasi yang cocok untuk menutupi seluruh bagian tubuh.
Terapis mengeluaran kompres ini dengan menggunakan penjepit khusus,
lalu melipatnya dengan handuk dan meletakkannya di atas tubuh pasien
26

agar kompres tersebut berfungsi menghilangkan penyusutan otot dan


membuatnya lentur kembali. Selain itu juga untuk membatasi atau
mencegah nyeri dan memulihkan sirkulasi darah.
c. Kompres Bahan Wol Hangat
Yakni dengan memanaskan bahan wol di atas uap kemudian
diperas. Kompres macam ini memiliki kelebihan dengan kepanasannya
yang tinggi dan tidak akan mencederai atau berbahaya bagi kulit.
Kompres ini terdiri dari kompres dalam yang ditutup dengan tutup plastik
tahan air. Juga memiliki bungkus luar terbuat dari bahan wol untuk
mencegah atau membatasi masuknya hawa panas. Kompres ini
digunakan untuk menghilangkan nyeri dan penyusutan otot. Kompres ini
juga dapat digunakan 3-4 kali selama 5-10 menit.
d. Kompres Gelatine (Jelly)
Kompres model ini memiliki keistimewaan yang mampu menjaga
panas atau dingin untuk beberapa lama. Kelebihan kompres ini terletak
pada fleksibelitas bentuknya yang dapat dicocokkan dengan anggota
tubuh sehingga mampu menghasilkan suhu yang diharapkan dan sanggup
menggapai seluruh bagian tubuh. Proses pendinginan kompres ini
dihasilkan melalui alat khusus (hidrokolaktor) yang memungkinkan suhu
panas untuk diatur. Kompres gelatine ini memiliki pengaruh dan cara
penggunaan yang sama dengan kompres dingin (Asmadi, 2014).
Kompres hangat pada klien, harus tetap diperhatikan suhu dari kompres
itu sendiri untuk keefektifan kompres dalam mengurangi nyeri dan
menghindari cedera pada kulit akibat suhu yang terlalu panas (Potter &
Perry, 2014).
6. Prosedur Kompres
Cara pemberian kompres hangat pada klien untuk mengatasi nyeri
adalah sebagai berikut:
a. Persiapan Alat dan Bahan :
1) Botol atau kain yang dapat menyerap air
2) Air hangat dengan suhu 46-51,5oC
27

3) Thermometer
b. Tahap Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Ukur suhu air dengan menggunakan thermometer.
4) Isi botol dengan air hangat, kemudian dikeringkan dan bungkus /
lapisi botol dengan kain.
5) Bila menggunakan kain, masukkan kain pada air hangat, lalu diperas.
6) Tempatkan botol berisi air hangat atau kain yang sudah diperas pada
daerah yang akan dikompres.
7) Angkat botol atau kain tersebut setelah 20 menit, dan lakukan
kompres ulang jika nyeri belum teratasi.
8) Kaji perubahan yang terjadi selama kompres dilakukan.
9) Cuci tangan (Uliyah & Hidayat, 2012).

D. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan


Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan
yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Manajemen kebidanan adalah
pendekatan yang digunakan oleh seorang bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data,
diagnosa kebidanan, perencanaan intervensi, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengertian manajemen kebidanan dan prosesnya perlu diperjelaskan
untuk memberikan kesamaan pandangan. Varney mengatakan proses
manajemen terdiri dari 7 langkah sekuensial, yang secara berkala
disempurnakan. Ini dimulai dengan pengumpulan data dan diakhiri dengan
evaluasi. Langkah 7 Varney ini merupakan keseluruhan kerangka kerja yang
berlaku dalam semua situasi. Setiap langkah kemudian dapat dipecah menjadi
tugas yang terbatas yang bervariasi sesuai dengan kondisi pasien. Harus diakui
bahwa langkah-langkah ini diambil berkolaborasi dengan pasien, atau
berkerjasama dengan pasien atau keluarga pasien.
28

Langkah-langkah manajemen kebidanan/proses manajemen terdiri dari 7


langkah yakni sebagai berikut:
1. Langkah I (pertama): Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah
berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang
klien. Data yang dikumpulkan adalah data yang tepat yaitu data yang relefan
dengan situasi yang sedang ditinjau atau data yang memiliki berhubungan
dengan situasi yang ditinjau. Tehnik pengumpulan data ada tiga, yaitu:
observasi, wawancara, pemeriksaan. Observasi adalah pengumpulan data
melalui indra penglihatan (perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah),
pendengaran (bunyi batuk, bunyi napas), penciuman (bau nafas, bau luka)
serta perabaan (suhu badan, nadi).
a. Data Subjektif
Adalah data yang diperoleh dengan cara anamnesa. Anamnesa adalah
pengkajian dalam rangka mendapatkan data pasien ibu hamil dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, baik secara langsung pada pasien
ibu hamil maupun kepada keluarga pasien (Walyani dan Purwoastuti,
2015).
1) Biodata. Adalah identitas untuk mengetahui status klien secara
lengkap sehingga sesuai dengan sasaran. Identitas meliputi:
a) Nama: untuk mengetahui dan mengenal pasien.
b) Umur: untuk mengetahui faktor resiko dan tingkat kesuburan.
c) Suku bangsa: dikaji untuk mengetahui lebih jauh tentang sosial
budaya pasien.
d) Agama: untuk mengetahui kepercayaan yang dianut oleh pasien.
e) Pendidikan: untuk mengetahui tingkat pendidikan yang nantinya
penting dalam pemberian KIE.
f) Pekerjaan: untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi keluarga.
g) Alamat: dikaji untuk mengetahui keadaan sosial dan budaya di
lingkungan tempat tinggal (Marmi, 2014).
29

2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan oleh ibu. Pada kasus ini
biasanya tidak ditemukan keluhan utama yang berkaitan keluhan pada
daerah perineum.
3) Riwayat kehamilan yang lalu
a) Untuk mengetahui kapan ibu hari pertama haid terakhir (HPHT),
karena dengan HPHT kita bisa mengetahui apakah bayi yang
dilahirkan cukup bulan atau tidak.
b) Apakah ibu pernah periksa antenatal care (ANC) dan berapa kali.
c) Berapa kali ibu mendapatkan suntikkan imunisasi Tetanus Toxoid
(TT).
d) Apakah pernah mengalami masalah selama kehamilan
e) Kapan pertama kali ibu merasakan gerakkan janinnya
4) Riwayat persalinan yang lalu
a) Jenis persalinan: Untuk mengetahui apakah klien melahirkan secara
spontan atau SC. Pada ibu nifas normal klien melahirkan secara
spontan.
b) Komplikasi dalam persalinan: untuk mengetahui selama persalinan
normal atau tidak. Pada kasus ibu nifas dengan luka episiotomi
selama persalinan normal namun memerlukan tindakan episiotomi
karenamengalami indikasi dari tindakan episiotomi.
c) Perineum: untuk mengetahui apakah perineum ada robekan atau
tidak. Pada nifas normal pun bisa juga dilakukan episiotomi.
d) Perdarahan: untuk mengetahui jumlah darah yang keluar pada kala
I, II, III selama proses persalinan, pada masa nifas normal
perdarahan tidak boleh lebih dari 500 cc.
e) Proses persalinan (bayi)
(1) Tanggal lahir: untuk mengetahui usia bayi
(2) Berat Badan (BB) dan Panjang Badan (PB): untuk mengetahui
BB bayi normal atau tidak. Normalnya 2500-4000 gram.
(3) APGAR score baik: 7-10
30

(4) Cacat bawaan: bayi normal atau tidak


(5) Air ketuban: jernih, mekonium, darah.
5) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang dikaji ialah sebagai berikut:
a) Riwayat penyakit sekarang. Untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita ibu pada saat ini yang ada
hubungannya dengan proses kehamilan dan kepada bayinya.
b) Riwayat penyakit keluarga.Untuk mengetahui adanya riwayat atau
penyakit akut bahkan kronis seperti penyakit Diabetes Mellitus,
jantung, asma, hipertensi yang bisa saja berpengaruh pada proses
persalinan.
6) Riwayat Kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah pasien pernah menjadi akseptor KB atau
tidak, jika iya dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah
keluhan selama menggunakan kontrasepsi tersebut, serta rencana KB
setelah bersalin (Marmi, 2014).
b. Data objektif
Data yang diperoleh dari apa saja yang dilihat dan dirasakan sewaktu
melakukan pemeriksaan dan hasil laboratorium (Kuswanti dan Melina,
2014). Pemeriksaan fisik untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin serta mendeteksi dini adanya
komplikasi.
1) Status generalis
a) Keadaan umum: untuk mengetahui keadaan umum ibu baik normal
atau tidak.
b) Kesadaran: untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu apakah
compomentis, apatis, samnolen atau koma.
c) Tanda-tanda vital, yakni:
(1) Tekanan darah: normalnya 120/80 mmHg
(2) Nadi: normalnya 80-100 x/m
(3) Suhu badan: normalnya 36,5-37,5ºC
31

(4) Pernapasan: normalnya 16-24 x/m


2) Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan secara melihat dengan indra
penglihat. Adapun pemeriksaa fisik yang dilakukan secara inspeksi
yakni sebagai berikut:
a) Wajah: pucat atau tidak
b) Mata: conjungtiva pucat atau tidak, skelra ikterus atau tidak dan
mata cekung atau tidak
c) Hidung: apakah ada pernapasang cuping hidung atau tidak.
d) Mulut: kering atau lembab, pucat atau tidak
e) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.
f) Payudara: apakah pembesaran payudara normal atau tidak, apakah
ada hyperpigmentasi pada daerah areola, apakah ada penonjolan
putting susu atau tidak. Pada kasus masa nifas, setelah ibu
bersalinan kondisi putting susu sangat menunjang ketika bayi
menghisap putting susu ibu untuk mendapatkan ASI.
g) Abdomen: apakah atau bekas luka operasi atau tidak, pembesaran
perut ibu sesuai dengan masa kehamilan.
h) Genetalia: adanya cairan, darah dan kelainan genitalia.
i) Anus: ada hemoroid atau tidak.
j) Ekstremitas: ada varices atau tidak, pergerakan kaki.
3) Palpasi
Palpasi ialah pemeriksaan fisik yang dilakukan denga cara meraba.
Pemeriksaan fisik terfokus dengan cara palpasi sebagai berikut:
a) Wajah: ada oedem atau tidak.
b) Mata: apakah konjungtiva merah muda atau pucat.
c) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak, adakah
pembesaran vena jugularis atau tidak.
d) Payudara: untuk mengetahui apakah ada pengeluaran colostrums
atau tidak dan apakah ada nyeri tekan atau tidak.
32

e) Abdomen: untuk menentukan Tinggi Fundus Uteri (TFU), ukuran


kehamilan, detak jantung bayi.
f) Gentelia: untuk mengetahui adanya darah, cairan dan kelainan
genitalia.
g) Ekstremitas: ada oedem atau tidak.
4) Uji Diagnostik
a) Darah: pemeriksaan Hb, Hb ibu nifas normalnya 11 gr%.
b) Golongan darah: untuk transfusi darah apabila terjadi komplikasi
(Marmi, 2014).
2. Langkah II (kedua): Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas
data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan
diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.
Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan adalah
pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data
satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta (Asri dan Clervo, 2012).
a. Diagnosa kebidanan
Masalah/diagnosa adalah suatu penyataan dari masalah pasien/klien yang
nyata atau potensial dan membutuhkan tindakan (Asri dan Clervo,
2012:29). Diagnosa pada kasus ini ditegakkan ibu nifas dengan luka
episiotomi.
Dasar:
1) Data subyektif
a) Ibu mengatakan senang dengan kehamilannya
b) Ibu mengatakan untuk kunjungan kehamilan
c) Ibu mengatakan saat ini ibu mengatakan tidak ada keluhan.
d) Ibu mengatakan pergerakan janin masih aktif.
2) Data obyektif
a) Keadaan umum ibu hamil
b) Kesadaran composmentis
33

c) Tanda-tanda vital ibu.


d) Kondisi bayi.
3) Masalah. Adalah kesenjangan yang diharapkan dengan
fakta/kenyataan. Masalah disini ialah hal-hal yang berkaitan dengan
pengalaman pasien dengan pengkajian.
4) Kebutuhan. Merupakan hal-hal yang dibutuhkan ibu pasien dan belum
terindentifikasi dalam diagnosa (Marmi, 2014).
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini untuk mengidentifikasikan, masalah atau diagnose
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diindentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien diharapakan dapat pula bersiap-siap
bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera.
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan
segera, melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang
lain berdasarkan kondisi klien, pada langkah ini bidan juga harus
merumuskan tindakan emergency untuk menyelamatkan ibu, yang mampu
dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.
5. Langkah V (kelima): Merencanakan asuhan yang komprehensif /
menyeluruh
Pada langkah ini perencanaan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi,
pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi. Dalam
suatu rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak dalam hal ini di
penolong dengan yang dotolong, karena meski penolong yang hanya
menyetujuinya maka rencana itu tidak dapat dilaksanakan tanpa persetujuan
34

dari yang ditolong. Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan


asuhan yang kompeherensif harus merefleksikan alasan yang benar
berlandaskan pengetahuan dan teori yang berkaitan dengan up to date.
Adapun intervensi yang diberika kepada ibu hamil adalah;
a. Informasikan hasil periksaan kepada ibu
b. Jelaskan tentang pijat perineum
c. Ajarkan teknik pijat perineum
d. Berikan terapi sesuai kebutuhan serta cara meminumnya
e. Anjurkan ibu untuk datang 2 Minggu lagi / sewaktu - waktu jika ada
keluhan.
6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan
oleh bidan dan anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak
melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya (memastikan langkah tersebut benar-benar
terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan
keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami
komplikasi, bidan juga bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana
asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien akan
menyingkat waktu dan meningkatkan mutu asuhan. Adapun rencana asuhan
yang diberikan adalah:
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
b. Mengobservasi Usia Kehamilan
c. Mengobservasi kontraksi uterus, detak jantung janin,
d. Menjelaskan tujuan dan prosedur pijat perineum.
e. Memberikan pendidikan kesehatan istirahat yang cukup
f. Menjelaskan kepada ibu akibat kurang istirahat
g. Menjelaskan kepada ibu manfaat dari ASI eksklusif
h. Menganjurkan kepada ibu untuk makan makanan yang bergizi
35

i. Menganjurkan kepada ibu untuk menjaga kebersihan.


j. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi tablet penambah besi.
k. Menganjurkan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang.
7. Langkah VII (ketujuh): Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian
belum efektif.

E. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)


Pendokumentasian adalah catatan tentang interaksi antara tenaga
kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan tim kesehatan yang mencatat tentang
hasil pemeriksaan, prosedur pengobatan pada pasien dan pendidikan kepada
pasien, serta respon pasien tehadap semua kegiatan yang dilakukan. Alur
berfikir bidan dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui
apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis
di dokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu;
1. S: Subjektif. Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
2. O: Objektif
Menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.
3. A: Assesment. Menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi:
a. Diagnosis/Masalah
b. Antisipasi diagnosis/ Kemungkinan Masalah
36

c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi,


dan atau perujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 varney.
4. P: Planning. Menggambarkan dokumentasi tingkatan (I) dan evaluasi
perencanaan (E) berdasarkan pengakjian langkah 5, 6, dan 7 Varney.
Soap ini dilakukan pada asuhan tahap berikutnya, dan atau pada evaluasi
hari berikutnya. Karena pada kasus ini memerlukan asuhan yang diberikan
setiap harinya sampai ibu benar-benar sembuh.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL DENGAN PIJAT PERINEUM

A. PENGKAJIAN
Dilaksanakan pada :
Hari / tanggal : Selasa, 30 Maret 2021.
Jam : 17.30 WIB
Tempat : Puskesmas Dawe Kudus
Data Subyektif
1. Biodata
1.1 Biodata Pasien
Nama : Ny.K
Umur : 28 th
Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta (Buruh)
No. RM :-
Alamat : Kandangmas RT/RW 02/01 Dawe Kudus
1.2 Biodata Penanggung jawab
Nama : Tn.A
Umur : 34 th
Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat : Kandangmas RT/RW 02/01 Dawe Kudus
2. Keluhan utama dan alasan datang
2.1 Keluhan utama : ibu mengatakan nyeri menghadapi persalinannya

37
38

2.2 Alasan datang : Ibu mengatakan sudah kencang-kencang teratur


sejak jam 12.00 WIB.
3. Riwayat Kesehatan
3.1 Riwayat Kesehatan dahulu
Ibu belum / tidak pernah menderita
- Penyakit menular seperti : Hepatitis, AIDS, TBC, dll
- Penyakit keturunan seperti : DM, Tekanan darah tinggi,
jantung, dll
3.2 Riwayat kesehatan sekarang
Saat ini ibu tidak sedang / sedang menderita :
- Penyakit menular seperti : Hepatitis, AIDS, TBC, dll
- Penyakit keturunan seperti : DM, Tekanan darah tinggi,
jantung, dll
3.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Di keluarga ibu tidak ada / ada yang menderita :
- Penyakit menular seperti : Hepatitis, AIDS, TBC, dll
- Penyakit keturunan seperti : DM, Tekanan darah tinggi,
jantung, dll
- Tidak ada riwayat kembar
- Tidak ada kecacatan
4. Riwayat Perkawinan
4.1 Menikah pada usia 26 tahun
4.2 Menikah 1 kali
4.3 Lama menikah 1 tahun
5. Riwayat obstetri
5.1 Riwayat Menstruasi
● Menarche : 14 tahun
● Siklus / lama : 28 hari / 7 hari
● Perdarahan : sedang
● Dysmenorrhea : tidak
39

5.2 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu


G1 P0 A0
Kehamilan : hamil ini
Persalinan : hamil ini
Nifas : hamil ini
5.3 Riwayat Kehamilan Sekarang
● Umur kehamilan menurut pasien 9 bulan
● HPHT : 26-5-2020 HPL : 1-4-2021
● Periksa hamil 6 kali, mendapat terapi tablet FE, vit c, vit BC,
kalk, mendapat penyuluhan tentang tanda bahaya kehamilan,
penyuluhan p4k.
● Imunisasi TT :
TT capeng pada : 20 Desember 2019
TT I kehamilan : 16 Juni 2020
TT II kehamilan : 30 Agustus 2020
● Kebiasaan :
Minum jamu : tidak
Merokok : tidak
Obat – obatan tertentu : tidak
● Berat Badan sebelum hamil 52 Kg
● Gerakan Janin sudah dirasakan ibu sejak usia kehamilan 4 bulan
● Pergerakan janin selama 24 jam (dalam sehari) : Ibu mengatakan
merasakan gerakan janin ± 12 kali dalam 24 jam
● Rencana persalinan di Puskesmas Dawe
6. Riwayat Keluarga Berencana
6.1 Pernah KB / tidak : tidak
6.2 KB yang digunakan : -
6.3 Berapa lama menggunakan KB : -
6.4 Jika sudah tidak KB apa alasannya : -
6.5 Rencana yang akan datang ingin kontrasepsi apa : KB suntik 3
bulan
40

6.6 Alasannya apa : ingin KB suntik 3 bulan


7. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
Sebelum hamil Selama hamil
7.1 Pola Nutrisi Makan 3 kali/hari makan 3 kali/hari
nasi, sayur, telur nasi, sayur, tempe, telur

7.2 Pola Eliminasi BAB 1 kali/hari BAB 1 kali/hari


BAK 4-5 kali/hari BAK 7-8 kali/hari
7.3 Pola aktivitas Mengerjakan pekerjaan Mengerjakan pekerjaan
rumah rumah
7.4 Pola istirahat tidur siang 1 jam tidur siang 1 jam
tidur malam 7-8 jam tidur malam 6-7 jam
7.5 Personal hygiene Mandi 2 kali/hari Mandi 2 kali/hari
gosok gigi 2 kali/hari gosok gigi 2 kali/hari
ganti baju 2 kali/hari ganti baju 2 kali/hari
7.6 Pola seksual 3 kali/minggu 1 kali/minggu

7. Psikososiospiritual
7.1 Tanggapan ibu terhadap dirinya sendiri
Ibu merasa senang akan menjadi seorang ibu
7.2 Tanggapan ibu terhadap kehamilannya
Ibu mengatakan sangat senang dan bahagia dengan kehamilan
sekarang ini.
7.3 Respon keluarga terhadap keadaan ibu
Ibu mengatakan keluarga bahagia dengan kehamilan ibu.
7.4 Ketaatan beribadah
Ibu taat menjalankan ibadahnya sesuai agama islam
7.5 Pengambilan keputusan didalam keluarga
Ibu mengatakan ikut serta dalam pengambilan keputusan oleh keluarga
7.6 Pemecahan masalah
Ibu mengatakan ikut serta dalam pemecahan masalah
41

7.7 Keadaan Lingkungan


Ibu mengatakan Hubungan ibu dengan tetangga dan masyarakat sekitar
lingkungannya baik.

Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi :80x/menit
Pernafasan : 24 x/menit Suhu :34,2 °C
Berat badan sebelum hamil : 45 kg
Tinggi badan : 153 cm
Berat badan saat hamil : 59 kg

2. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
 Bentuk : Mesocephal,tidak ada Massa,tidak ada bekas operasi.
 Warna kulit : Sawo matang
 Nyeri tekan : Tidak ada
2) Rambut
 Bentuk : Lurus
 Bau rambut : Tidak berbau
 Warna rambut : Hitam
3) Muka
 Bentuk : Oval
 Oedem : Tidak ada
 Cloasma gravidarum : Tidak ada
4) Mata
 Kesimetrisan : Simetris
42

 Konjungtiva : Merah muda


 Sklera : Tidak ikterik,bersih,tidak ada sekret
5) Hidung
 Kesimetrisan : Simetris
 Polip : Tidak ada
 Infeksi : Tidak ada
 Serumen : Tidak ada
6) Mulut
 Kesimetrisan : Simetris
 Keadaan bibir : Lembab
 Keadaan gigi : Tidak ada caries
 Keadaan gusi : Tidak ada perdarahan,
Tidak ada pembengkakan
 Keadaan Lidah : Bersih
 Kelenjar Tonsil : Tidak ada pembengkakan
7) Telinga
 Kesimetrisan : Simetris
 Lubang Telinga : Ada
 Gendang Telinga : Baik
 Pendengaran : Baik
 Serumen : Tidak ada
8) Leher
 Tidak ada Pembesaran kelenjar tiroid
 Tidak ada Pembesaran kelenjar limfe
 Tidak ada Pembesaran kelenjar parotis
 Tidak ada Pembesaran vena jugularis
9) Dada
a. Lukas bekas Operasi : Tidak ada
b. Kesimetrisan : Simetris
c. Mengi : Tidak ada
43

d. Retraksi dinding dada : Tidak ada


e. Bunyi jantung : Normal
10)  Payudara
a. Simetris : Simetris
b. Hiperpigmentasi : Ada
c. Massa : Tidak ada
d. Pembesaran : Ada
e. Puting susu : Menonjol
f. Kolustrum : Ada
11)  Abdomen
a. Bekas luka : Tidak ada
b. Linea nigra : Tidak ada
c. Striae gravidarum : Ada
Palpasi Leopold
o Leopold I : TFU 2 jari bawah px, pada fundus teraba satu bagian
bulat, lunak (bokong).
o Leopold II : Bagian kanan ibu teraba memanjang seperti papan,
ada tahanan dan keras (punggung)
Bagian kiri ibu teraba kecil-kecil, banyak,
(ekstremitas)
o Leopold III : Bagian terendah janin teraba satu bagian bulat, keras
(kepala).
o Leopold IV : Kedua tangan tidak bertemu /divergen (sudah masuk
panggul)
Osborn test : Tidak dilakukan
TFU menurut Mc. Donald : 32 cm,
TBJ : (32-11) x155=2150gram
His : 4x/10 menit,selama 45 detik
Auskultasi DJJ : 148 x/menit, irama teratur kuat
12)  Ekstremitas
- Ektremitas atas : Simetris,gerakan aktif, tidak sianosis, tidak odema.
44

- Ekstremitas bawah : Simetris, gerakan aktif, tidak sianosis, tidak


odema.
13)  Genetalia luar: Tidak ada odema, tidak ada pembesaran kelenjar
bartolini
14)  Anus : Tidak ada haemorroid
15)  Pemeriksaan dalam Tanggal 8-02-2021, Pukul 15.10 WIB
Indikasi : keluar air ketuban dan kenceng-kenceng teratur
Tujuan : untuk mengetahui ibu sudah masuk persalinan atau belum
Hasil : Vulva uretra tenang, dinding vagina licin, porsio tidak teraba,
pembukaan 4 cm, selaput ketuban (-), air ketuban jernih, presentasi kepala,
UUK pada jam 12.00, Kepala di Hodge III

3. Pemeriksaan Penunjang
1.1 Ukuran panggul luar
Distansia spinarum : 26 cm
Distansia cristarum : 28 cm
Boudeloque : 20 cm
Lingkar panggul : 88 cm
1.2 Hasil pemeriksaan Laboratorium
Darah : - HB = 9,8 gr%
- GDS = 121
- HBSAG = negatif
Urine : - protein urine negative
1.3 Hasil USG : -

B. INTERPRETASI DATA
DS :
1. Ibu mengatakan perutnya mules, nyeri jalan lahir.
2. Ibu menyatakan hamil ke 1, belum pernah melahirkan, belum pernah
keguguran.
3. Ibu menyatakan usianya 28 Tahun
45

4. HPHT : 26-5-2020 HPL : 4-4-2021


5. Keluhan ibu nyeri menghadapi persalinannya
DO :KU : baik
Kesadaran : composmentis
Vital sign :TD: 110/70 mmHg N: 80 x/menit
S: 34,2 °C RR : 21 x/menit
BB : 59 kg TB : 153 cm
Px. Leopold : Leopold I : TFU 2 jari bawah px, teraba bokong
Leopold II : PUKA
Leopold III : Kepala
Leopold IV : Divergen
TFU mc Donald: 32 cm TBJ : 2150 gram
DJJ : 148 x/menit
Kontraksi : 4x dalam 10 menit lamanya 45 detik
VT :Vulva uretra tenang,dinding vagina licin, porsio tidak
teraba, pembukaan 4 cm, selaput ketuban (-), air ketuban jernih, presentasi
kepala, UUK pada jam 12.00, Kepala di Hodge III.
Pemeriksaan penunjang
● Ukuran panggul luar :
Distansia spinarum : 26 cm
Distansia cristarum : 28 cm
Boudeloque : 20 cm
Lingkar panggul : 88 cm
● Hasil pemeriksaan Laboratorium
Darah : - HB = 9,8 gr%
- GDS = 121
- HBSAG = negatif
Urine : - protein urine negative
● Hasil USG : -
Diagnosa :
46

Ny.K G1P0A0 usia 28 tahun hamil 36 minggu Janin tunggal, hidup, intra
uterin dengan persalinan kala II

Masalah : merasa nyeri selama persalinan


Dasar :-
Kebutuhan :-
1. Informasi hasil pemeriksaan.
2. Rasa aman dan nyaman
3. Penkes tentang teknik relaksasi dan birthing ball.
4. Kebutuhan cairan dan nutrisi
5. Support mental dan dukungan
6. Persiapan alat
7. Pengawasan kala I
8. Amniotomi

C. IDENTIFIKASI DIAGNOSA POTENSIAL


Tidak ada

D. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Tidak ada

E. INTERVENSI
1. Informasikan hasil pemeriksaan
2. Penuhi rasa aman dan nyaman
3. Berikan penkes tentang kompres hangat perineum.
4. Penuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
5. Berikan support mental dan dukungan
6. Persiapkan alat
7. Lakukan pengawasan kala II
8. Pimpin kelahiran bayi.
47

F. IMPLEMENTASI
Hari / tanggal : Selasa / 31 Maret 2021
Pukul : 17.30 WIB
1. Menginformasikan kepada ibu dan keluarga bahwa keadaan ibu dan janin
baik.
2. Memenuhi rasa aman dan nyaman dengan mengatur posisi ibu miring
kekiri dan menggosok-gosok pada daerah lumbal sacral saat kontraksi.
3. Memberikan ibu penkes tentang kompres hangat.
4. Memberikan kompres hangat;
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
c. Ukur suhu air dengan menggunakan thermometer.
d. Masukkan kain pada air hangat, lalu diperas.
e. Tempatkan kain yang sudah diperas pada daerah yang akan
dikompres (perineum).
f. Angkat kain tersebut setelah 20 menit, dan lakukan kompres ulang
jika nyeri belum teratasi.
g. Tindakan ini dapat dikombinasi dengan pemberian pijat atau
usapan di area punggung.
h. Cuci tangan
5. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi ibu dengan memberikan ibu
minum.
6. Memberikan support mental dan dukungan kepada ibu dengan
memberikan pujian dan semangat untuk menghadapi persalinan.
7. Menyiapkan alat seperti partus set, heating set, obat-obatan.
8. Melakukan pengawasan kala II dengan partograf.
9. Memimpin kelahiran bayi.
48

I. EVALUASI
Hari/ tanggal : Selasa / 31 Maret 2021
Pukul : 17.45 WIB
1. Ibu senang dengan hasil pemeriksaan yang disampaikan.
2. Ibu sudah merasa nyaman dengan posisi miring kiri dan digosok pada
daerah lumbal sacral saat kontraksi.
3. Ibu sudah paham dengan cara teknik kompres hangat
4. Ibu sudah minum.
5. Ibu merasa nyaman dengan teknik kompres hangat serta terjadi
pembukaan 10.
6. Ibu merasa lebih semangat dan kuat untuk menghadapi persalinannya.
7. Peralatan sudah disiapkan.
8. Hasil pengawasan kala II telah dicatat dalam partograf.
9. Bayi lahir dengan selamat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Persalinan merupakan tahap keluarnya janin melalui jalan lahir. Setiap


persalinan akan memberikan resiko nyeri dan masalah psikoemosi. Nyeri
persalinan dapat ditangani, meskipun nyeri tidak sampai hilang, namun setidaknya
dapat mengurangi nyeri persalinan, sehingga dapat memberi rasa kenyamanan
terhadap ibu selama proses persalinan. Intervensi penanganan nyeri yang
ditentukan tergantung pada pilihan dan kondisi ibu bersalin ataupun perawat
maternitas yang menanganinya. Penanganan nyeri persalinan maupun lama
persalinan beraneka ragam, baik farmakologi maupun non farmakologi. Terapi
kompres hangat merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan memberikan
kompres hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau
membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot dan
memberikan rasa hangat. Kompres panas juga memperlancar sirkulasi darah;
mengurangi rasa sakit; memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada klien.
Nyeri persalinan terjadi sangat hebat, terutama pada kala II ketika terjadi
proses keluarnya bayi. Kala II ini dimulai dari pembukaan lengkap sampai
lahirnya bayi. Kala II biasanya akan berlangsung selama 2 jam pada primigravida
dan 1 jam pada multigravida. Pada tahap ini kontraksi akan semakin kuat dengan
interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik (Manuaba, 2016). Selama
persalinan kala II, pada saat serviks dilatasi penuh, stimulasi nyeri berlangsung
terus dari kontraksi corpus uteri dan distensil segmen bawah rahim. Terjadi
peningkatan secara progresif tekanan oleh fetus terhadap struktur di pelvis, dan
menimbulkan peningkatan nyeri somatic, dengan regangan dan robekan fascia dan
jaringan subkutan jalan lahir bagian bawah, distensil perineum, dan tekanan pada
otot lurik perineum. Nyeri ini ditransmisikan melalui serabut saraf pudendal, yaitu
suatu serabut saraf somatic yang keluar melalui S2, S3, dan S4 segmensakral.
Nyeri pada kala II ini sangat berbeda dengan nyeri visceral kala I, nyeri somatic
dirasakan selama persalinan ini adalah intensitas nyerinya terasa lebih nyeri dan
lokasi jelas (Bobaks, 2014).

50
51

Nyeri yang dirasakan berasal dari punggung bawah sampai paha, dan
dirasakan berupa nyeri lokal yang disertai kram dan sensasi robekan akibat
laserasi serviks dan vagina atau jaringan perineum, dapat pula disertai sensasi
seperti terbakar saat terjadi peregangan dan beralih dirasakan pula pada punggung,
pinggang, dan paha. Rasa nyeri yang dialami ibu dapat bersifat sedang hingga
berat, ibu kadang mengalami sensansi kram pada anggota tubuh bagian bawah,
nyeri pada punggung bagian belakang juga dapat dirasakan diantara kontraksi
(Oktariana, 2016). Dalam memimpin kelahiran bayi, bidan harus mampu
memperhatikan kebutuhan ibu, terutama mencegah nyeri menjadi hebat, yaitu
dengan memberikan kompres hangat pada area perineum (Simkin, 2013).
Penelitian Rahman (2017) membuktikan bahwa pemberian kompres hangat
kompres hangat dan massage effleuragedapat menurunan nyeri persalinan sebesar
2,86.
Ikhawati (2018) dalam penelitianya menjelaskan bahwa kompres hangat dan
massage efektif dalam menurunkan nyeri persalinan. Wulandari (2016) juga
membuktikan bahwa kompres air hangat yang diberikan pada punggung bawah
wanita di area tempat kepala janin menekan tulang belakang akan mengurangi
nyeri, panas akan meningkatkan sirkulasi ke area tersebut sehinga memperbaiki
anoksia jaringan yang disebabkan oleh tekanan . Panas dapat disalurkan melalui
konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu, kompres hangat kering
dan lembab) atau konversi. Penelitian Yani (2012) membuktikan bahwa kompres
air hangat juga membantu dalam menurunkan skala nyeri pada ibu bersalin.
Dalam penelitian lain dijelaskan bahwa pemberian kompres hangat juga efektif
menurunkan nyeri pada perineum pasca persalinan. Girsang (2017) menjelaskan
bahwa pemberian kompres hangat merupakan salah satu metode untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman dan untuk mengurangi rasa nyeri ibu saat bersalin.
Dilakukan dengan cara menempatkan buli-buli panas dengan suhu 42 0C pada
daerah sakrum, perut bagian bawah, dan pada daerah perineum, selama 20 menit
yang terbukti efektif dalam menurunkan skala nyeri persalinan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suyani (2020) membuktikan bahwa kompres
hangat dapat menurunkan intensitas nyeri selama persalinan. Kompres hangat
52

dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden,


sehingga lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Jika impuls nyeri
dihantar ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang
memodifikasi persepsi nyeri dimana alur saraf desenden akan melepaskan opiate
endogen, seperti endorfin dan dinorfin, yaitu suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Manurung (2013) menjelaskan bahwa kompres hangat yang
dilakukan di daerah sakral akan menghalangi impuls nyeri dari uterus ke otak
sehingga persepsi ibu tentang nyeri akan berkurang. Rangsangan nyeri yang
ditimbulkan oleh kontraksi rahim diatur disumsum tulang belakang oleh sel-sel
saraf yang bertindak sebagai gerbang yang mencegah atau memfasilitasi lewatnya
impuls ke otak.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ny.K (28 tahun) dengan G1P0A0 pada usia kehamilan 36 minggu Janin
tunggal, hidup, intra uterin dengan persalinan kala II.
2. Masalah yang ditemukan adalah nyeri sat persalinan.
3. Intervensi kebidanan dengan melakukan kompres hangat perineum.
4. Kompres hangat perineum efektif dalam menurunkan skala nyeri persalinan
kala II.

B. Saran
1. Ibu Bersalin
Disarankan kepada ibu bersalinan dapat menerapkan penggunaan kompres
hangat perineum dalam menurunkan skala nyeri selama persalinan.
2. Profesi Kebidanan
Petugas kesehatan (bidan) dapat mengedukasi kepada ibu bersalin untuk
menerapkan kompres hangat di area perineum dalam menurunkan skala
nyeri.
3. Institusi Pelayanan
Hasil penelitian ini dapat dimanfaat Puskesmas untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi ibu bersalin dengan memberikan pelayanan
kompres hangat perineum.

53
DAFTAR PUSTAKA

Andriany, Eka. 2020. Efektifitas Kompres Hangat Dan Birth Ball Terhadap
Penurunan Rasa Nyeri Pada Ibu Bersalin Kala 1 Fase Aktif Di PMB Martini
Dan PMB Roslina Kabupaten Aceh Utara.
Asmadi. 2014. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta.
Asri, Dwi dan Cristine Clervo. 2012. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Bobaks, M. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC. Jakarta.
Cunningham. F. Gary. 2014. William Obstetri; Alih bahasa: Joko Suyono, Andry
Hartono. Jakarta, EGC.
Fitrianingsih, Yenny. 20018. Pengaruh Kompres Hangat TerhadapRasa Nyeri
Persalinan Kala I Fase Persalinan Fase Aktif di 3 BPM Kota Cirebon.
JurnalCare Vol .6, No.1,Tahun 2018.
Girsang, Verawati. 2017. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap
Intensitas Nyeri Persalinan Pada Ibu Primigravida Kala I Fase Aktif Di
Praktek Bidan Mandiri Rina Dan Klinik Ayah Bunda Medan Amplas Tahun
2017. http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/jspui.
Guyton. 2014. Buku Ajar Fisiologi Manusia. Jakarta. EGC.
Henderson, C. 2014. Buku Ajar Konsep Kebidanan (Essential Midwifery). Jakarta
: EGC.
Ikawati, Nurul. 2018. Perbedaan Teknik Kompres Air Hangat Dan Teknik
Massage Untukmengurangi Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Rsud
Kota Makassar Periode April – MEI 2018.
Kemenkes RI. 2017. Capaian Kinerja Kemenkes RI tahun 2017.
http://www.depkes.go.id/article/view/17081700004/-inilah-capaian-kinerja-
kemenkes-ri-tahun-2015--2017.html
Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. 201. http://kemenkes.go.id.
Kemenkes RI. 2018. Riskesdas 2018.
Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan.
Oktariana. 2016. Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Gosyen Publishing. Yogyakarta.
Potter & Perry. 2014. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. EGC.
Jakarta.
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Peurperium Care”.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

54
55

Mochtar. R. 2014. Sinopsis Obstetric, Jakarta: EGC.


Manurung, S., Nuraeni, A., Lestari, T. R., Soleha, I., Suryati, S., Nurhaeni, H., ...
Rahmawaty, E. (2013). Pengaruh teknik pemberian kompres hangat
terhadap perubahan skala nyeri persalinan pada klien Primigravida. Jurnal
Health Quality, 4(1–8)
Manuaba, I. B. G. 2016. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
Rahman, Stang. 2017. Penurunan Nyeri Persalinan Dengan Kompres Hangat Dan
Massage Effleurage. JURNAL MKMI, Vol. 13 No. 2, Juni 2017
Simkin, P. 2013. Comfort in Labor. How You Can Help Your Self to a Normal
Satisfying Childbirt. [Online] http://www.childbirthconnection.org.
Safitri, Yenni. 2017. Perbandingan Efektifitas Massage Dan Kompres Hangat
Terhadap Nyeri Persalinan Kala 1 Fase Aktif. Jurnal Ners Universitas
Pahlawan Tuanku Tambusai. Vol 1, No 2, Oktober 2017.
Saifuddin, Abdul Bari. 2015. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirojardjo.
Siregar, Effriyani. 2019. Perbedaan Teknik Kompres Hangat Dan Teknik Pijat
untuk Mengurangi Rasa Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Klinik Bidan
Mandiri Shanty Afridani S, SST Kecamatan Cilincing Medan Barattahun
2019.
Sumarah. 2014. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: PT. Fitramaya.
Suyani. 2020. Pengaruh kompres hangat terhadap intensitas nyeri persalinan kala I
fase aktif. Jurnal Kebidanan – Vol 9, No 1 (2020), 39-44 ISSN 2301-8372
(print); ISSN 2549-7081 (online).
Uliyah, Musrifatul & Hidayat, A. 2012. Praktikum Klinik: Aplikasi Dasar-Dasar
Praktik Kebidanan. Salemba Medika, Jakarta.
Walyani, Elisabeth Siwi dan Th. Endang Purwoastuti. 2015. Asuhan Kebidanan
Masa Nifas & Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Wiknjosastro. Hanifa. Abdul Bari Saifudin, Trijatmi Rochimhadhi. 2014. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Wulandari, P. 2016. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Intensitas
Nyeri Pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif Di RB. Mardi Rahayu Semarang.
https://media.neliti.com/media/publications/170260-ID-pengaruh-
pemberian-kompres-hangat-terhad.pdf
Yani, Dian Puspita & Khasanah, Uswatun. 2012. Pengaruh Pemberian Kompres
Air Hangat terhadap Rasa Nyaman dalam Proses Persalinan Kala I Fase
Aktif. https://media.neliti.com/media/publications/170869-ID-pengaruh-
pemberian-kompres-air-hangat-te.pdf

Anda mungkin juga menyukai