Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Kelainan Kehamilan Post Term


Mata Kuliah Obstetri

Dosen Pembimbing :

Disusun oleh:

AFRILIA RIZQI NUERDHIANINGTYAZ (P07124217002)

GALUH PUSPITASARI (

ISMI NUR AINI (

SYIFA SHAFAMADA (

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

JURUSAN KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kelainan Kehamilan
Post Term” dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Obstetri di
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Dalam penyusunan makalah ini, saya mengucapkan
terimakasih kepada Ibu ...............................selaku dosen pengampu mata kuliah asuhan
kebidanan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi referensi untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.Kami menyadari bahwa penyelesaian makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam segi pembahasan, penulisan dan penyusunan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing mata kuliah
asuhan kebidanan untuk menyempurnakan makalah ini. Saya mohon maaf atas kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Yogyakarta, 17 Maret 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya, kehamilan berlangsung 40 minggu (280 hari) dihitung dari
hari pertama haid terakhir (HPHT). Sedangkan yang dimaksud dengan kehamilan
postterm disini adalah, kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari)
sejak HPHT. Kehamilan ini merupakan permasalahan dalam dunia obstetri modern
karena terjadi peningkatan angka kesakitan dan kematian bayi. Insiden kehamilan
postterm antara 4-19 % tergantung pada definisi yang dianut dan kirteria yang
digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Penentuan usia kehamilan menjadi pokok penting dalam penegakan diagnosa
kehamilan postterm. Informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan merupakan
hal yang penting karena semakin lama janin berada di uterus maka semakin besar pula
resiko bagi janin ataupun neonatus untuk mengalami gangguan yang berat.
Diagnosa kehamilan postterm berdasarkan HPHT hanya memiliki tingkat
akurasi kurang lebih 30%. Kini, dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan
dapat ditentukan lebih tepat, terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia
kehamilan 6-11 minggu.
Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya persalinan postterm
diantaranya faktor ibu adalah karena hanya sebagian kecil ibu yang mengingat tanggal
menstruasi pertamanya dengan baik dan adanya gangguan terhadap timbulnya
persalinan seperti pengaruh esterogen, oksitosin dan saraf uterus. Banyaknya kasus
persalinan postterm di Indonesia yang tidak dapat ditegakkan secara pasti
diperkirakan sebesar 22% (Prawirohardjo, 2008).
Beberapa ahli dapat menyatakan bahwa persalinan preterm akan
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Seringnya kesalahan
dalam mendefinisikan postterm diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari
kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika taksiran persalinan telah ditentukan
pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan bidan harus
tetap siaga pada reabilitas taksiran persalinan tersebut. Data yang terkumpul sering
menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih
dari 40 minggu. Penyebab kematian tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut.
(Varney, Helen, 2007).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kehamilan postterm atau disebut juga serotinus, kehamilan lewat waktu, prolonged
pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau pascamaturitas merupakan
kehamilan dengan umur kehamilan selama 294 hari (42 minggu) atau lebih. Umur kehamilan
ini dapat dihitung dari hari pertama haid terakhir menggunakan rumus neagle dengan siklus
rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2010). Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang
melampaui umur 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinannya. Nama lain
kehamilan lewat waktu yaitu kehamilan serotinus, prolonged pregnancy, postterm
pregnancy (Manuaba, 2010). Istilah lebih bulan, memanjang, lewat waktu (postdates) dan
postmatur sering dipakai bergantian secara bebas untuk mendeskripsikan kehamilan yang
telah melebihi durasi yang dianggap diatas batas normal (Cunningham, 2012).
B. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2010) penyebab pasti kehamilan postterm sampai saat ini belum
diketahui. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya
kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa
teori yang diajukan yaitu sebagai berikut :
1. Penurunan progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan
endokrin yang penting dalam memacu pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas
uterus terhadap oksitosin (Prawirohardjo, 2010). Apabila kadar progesteron, tidak cepat
turun walaupun kehamilan sudah memasuki cukup bulan maka kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang ( Nugroho, 2012).
2. Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan
atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisi ibu hamil yang
kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu penyebab (Prawirohardjo,
2010).
3. Dalam teori kortisol untuk dimulainya persalinan adalah janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar
sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin (Prawirohardjo, 2010).
4. Dalam kasus insufisiensi plasenta/adrenal janin, hormon prekusor yaitu isoandrosteron
sulfat dikeluarkan dalam cukup tinggi konversi menjadi estradiol dan secara langsung
estriol di plasenta, contoh klinik mengenai defisiensi prekusor estrogen adalah
anencefalus (Nugroho, 2012).
5. Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm (Prawirohardjo, 2010).
6. Menurut Sujiyatini (2009 : 35) faktor yang menyebabkan kehamilan serotinus yaitu:
a. Penurunan kadar estrogen pada kehamilan normal umumnya tinggi
b. Faktor hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan
telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
c. Faktor lain yaitu hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu.
d. Teori kortisol
Pemberi tanda untuk memulainnya persalinan adalah janin, diduga akibat
peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anasefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak
adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan,
menurut Prawiroharjo (2009 : 687).
e. Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti
pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi diduga itu
sebagai penyebabnya.
C. Patofisiologi
Serviks yang akan mengalami persalinan normal secara bertahap akan melunak,
menipis, mudah berdilatasi, dan bergerak ke arah anterior mendekati waktu persalinan.
Serviks pada wanita multipara lebih cepat matang dibandingkan nulipara, dan pemahaman
mengenai paritas penting dalam menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemeriksaan
serviks pada kehamilan lanjut (Varney, 2007). Kehamilan lewat waktu yang disebabkan
karena faktor hormonal, kurangnya produksi oksitosin akan menghambat kontraksi otot
uterus secara alami dan adekuat, sehingga mengurangi respons serviks untuk menipis dan
membuka. Akibatnya kehamilan bertahan lebih lama dan tidak ada kecenderungan untuk
persalinan pervaginam (Varney, 2007).
Menurut Wijayarini (2005 : 283), patofisiologi kehamilan serotinus meliputi bayi
yang sangat besar dan akan mengakibatkan trauma lahir atau apabila bayinya kecil karena
pada saat kehamilannya kekurangan nutrisi dan akibat penuaan plasenta atau disfungsi
plasenta dan penurunan cairan amnion.
Menurut Manuaba (2007 : 450), patofiologi pada kehamilan serotinus adalah
sebagai berikut :
1. Jika fungsi plasenta masih cukup baik dapat menyebabkan tumbuh kembang
janin berlangsung terus, sehingga berat badan terus bertambah sekalipun
lambat, dapat mencapai lebih dari 4.000-4.500 gram yang disebut makrosomia.
2. Jika fungsi plasenta telah mengalami disfungsi, sehingga tidak mampu
memberikan nutrisi dan oksigen yang cukup, akan terjadi sindrom postmatur,
dengan kriteria :
 Bayi tampak tua
 Kuku panjang
 Lemak kulit berkurang sehingga menimbulkan keriput, terutama
ditelapak tangan dan kaki
 Verniks kaseosanya telah hilang atau berkurang.
D. Klasifikasi Kehamilan Serotinus
Menurut Prawiroharjo (2009 : 691), klasifikasi pada bayi lewat bulan adalah :
1. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi
seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan ) di kulit.
3. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan pada kuku,
kulit, dan tali pusat.
E. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab kehamilan postterm antara
lain :
1. Cacat bawaan (an encefalus),
2. Defisiensi Sulfatase plasenta,
3. Pemakaian obat yang berpengaruh pula sebagai tokolitik anti prostaglandin
(albutamol, progestin, asam mefenamat dsb)
4. Tidak diketahui penyebabnya (Nugroho, 2012).
F. Faktor risiko
Faktor risiko yang diketahui untuk kehamilan postterm adalah ibu dengan kehamilan
postterm sebelumnya, dan apabila ibu melahirkan anak perempuan maka anak
perempuannya tersebut memiliki risiko dua hingga tiga kali lipat untuk mengalami
kehamilan postterm. Nulliparitas dan ibu dengan indeks masa tubuh ≥25 sebelum kehamilan
juga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kehamilan postterm (Cunningham,
2012).
G. Keluhan subjektif
Keluhan subjektif yang biasa muncul pada ibu bersalin dengan kehamilan postterm yaitu
rasa cemas karena kehamilannya telah melampaui taksiran perkiraan lahir (Prawirohardjo
2014). Gerakan janin yang dirasakan semakin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama
sekali (Manuaba, 2010).
H. Tanda Klinis
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4
kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
1. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
2. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler.
3. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.
4. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop leannec
(Prawirohardjo, 2014).
I. Diagnosis
Sering seorang tenaga medis kesulitan untuk menentukan diagnosis kehamilan postterm
karena diagnosis ditegakkan bukan berdasarkan kondisi kehamilan, melainkan umur
kehamilan. Diperkirakan sebesar 22% kasus kehamilan postterm tidak dapat ditegakkan
secara pasti (Prawirohardjo, 2014). Prognosis kehamilan postterm tidak seberapa sulit
apabila siklus haid teratur dan haid pertama haid terakhir diketahui pasti. Untuk menilai
apakah kehamilan matur atau tidak. Pemeriksaan yang dapat dilakukan menurut Nugroho
(2012), antara lain :
1. Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil air ketuban berkurang.
2. Pemeriksaan rontgenologik : dengan pemeriksaan ini pada janin matur dapat ditemukan
pusat osifikosi pada os cuboid, bagian distal femur dan bagian proksimal tibia, diameter
biparental kepala 9.8 cm lebih. Keberatan pemeriksaan ini mungkin adalah pengaruh
tidak baik sinar rontgen terhadap janin.
3. Pemeriksaan dengan USG : dengan pemeriksaan ini diameter biparental kepala janin
dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya.
4. Pemeriksaan sitologik liquoramnion amnioskopi dan periksa pHnya dibawah 7.20
dianggap sebagai tanda gawat janin. Pemeriksaan sitologik vagina untuk menentukan
infusiensi plasenta dinilai berbeda-beda.
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang apabila dana dan sarana memenuhi menurut Nugroho (2012)
antara lain :
1. Sitologi vagina yaitu dengan indeks kariopiknotik meningkat (> 20 %).
2. Foto rontgen untuk melihat inti penulangan terutama pada os cubiod, proximal tibia
dan bagian distal femur.
3. USG yaitu menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban, derajat maturitas
plasenta, besarnya janin, keadaan janin.
4. Kardiotokografi yaitu menilai kesejahteraan janin dengan Non Stress test (NTS)
relaktif atau tidak, maupun Contraction Stress Test (CTS) negatif atau positif.
5. Amniostropi yaitu warna air ketuban.
K. Prognosis
Mortalitas perinatal meningkat setelah usia 42 minggu. Kehamilan postterm berkaitan
dengan kondisi yang disebut dengan pascamaturitas, namun tidak pada semua kasus.
Makrosomia yaitu berat lahir bayi >4000 gram juga terjadi pada 10% kehamilan lebih bulan,
dengan 1% bayi memiliki berat 4500 gram atau lebih sehingga mempengaruhi prognosis
kehamilan dengan menyebabkan disproposi sefalopelvik atau distosia bahu. Distress janin
dan sindrom aspirasi mekonium cenderung mempersulit prognosis kehamilan postterm
(Fraser, 2009).
Menurut Prawirohardjo (2010) ada ibu bersalin dengan kehamilan postterm dapat
mengalami komplikasi, antara lain :
1. Komplikasi pada ibu
Morbilitas dan mortalitas pada ibu : dapat meningkatkan sebagian akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan distosia
persalinan, partus lama, meningkatkan tindakan obstertrik dan persalinan
traumatis/perdarahan post partum akibat bayi besar. Aspek emosi : ibu dan keluarga
menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran
persalinan.
2. Komplikasi pada janin
a. Kelainan pertumbuhan janin
 Berat janin
Jika terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka akan
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa
sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin
mendatar dan nampak adanya penurunan setelah 42 minggu.
 Sindrom post maturitas
Dapat dikendalikan pada neonatus dengan ditemukan beberapa tanda
seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti
kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang
tengkorak paha dan genetalia luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan
pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala
banyak atau tebal.
b. Komplikasi perinatal
Kematian perinatal menunjukan angka peningkatan setelah kehamilan 42 minggu
atau lebih sebagian besar terjadi intrapartum, umumnya disebabkan oleh :
a. Insufisiensi plasenta akibatnya pertumbuhan janin terhambat
b. Oligohidramnion ; terjadi kompresi tali pusat
c. Keluar mekonium yang kental, berakibat terjadinya aspirasi mekonium pada
janin.
L. Penanganan persalinan dengan kehamilan postterm
Menurut Manuaba (2010), kehamilan postterm dapat membahayakan janin karena sensitif
terhadap rangsangan kontraksi yang menimbulkan asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Dalam melakukan pengawasan hamil dapat diperkirakan bahwa kehamilan lewat waktu
dengan:
1. Anamnesa.
a. Kehamilan belum lahir setelah melewati waktu 42 minggu
b. Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali. Hasil
anamnesa penderita perlu diperhatikan sebagai dasar permulaan.
2. Hasil pemeriksaan klinik
a. Berat badan ibu mendatar atau menurun
b. Gerak janin menurun (normal janin bergerak dalam 24 jam 10 kali).
3. Hasil pemeriksaan diagnostik
Pada pemeriksaan diagnostik menurut Manuaba (2010), terdapat dua pemeriksaan,
yaitu :
a. Pemeriksaan USG
Hasil USG pada kehamilan postterm dapat dilihat :
 Gerakan janin berkurang
 Air ketuban berkurang < 500 cc (oligohidramnion)
 terjadi insufisiensi plasenta
b. Amnioskopi
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih
baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami
risiko 33% asfiksia.
4. Tatalaksana persalinan
Penatalaksanaan pada ibu bersalin dengan kehamilan lewat bulan menurut Nugroho
(2012) yaitu:
a. Setelah usia kehamilan melebihi 40 minggu yang perlu diperhatikan adalah
monitoring janin sebaik-baiknya meliputi djj serta gerakan janin.
b. Apabila tidak terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, apabila sudah
matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
d. Ibu harus dirawat di rumah sakit apabila:
 Terdapat hipertensi, preeklamsia
 Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
 Kehamilan lebih dari 40-42 minggu
e. Tindakan operasi sectio caesaria dapat dipertimbangkan pada kasus insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang, pembukaan belum lengkap,
persalinan lama, gawat janin, primigravida tua, kematian janin dalam kandungan,
preeklamsia, hipertensi menahun, infertilitas, kesalahan letak janin. Menurut
Manuaba (2010) tatalaksana pada ibu bersalin dengan kehamilan postterm
memerlukan pertolongan induksi persalinan atau persalinan anjuran. Pengawasan
saat persalinan induksi sangat penting karena setiap saat dapat terancam gawat
janin. Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat merangsang otot rahim
berkontraksi, sehingga persalinan berlangsung dan membuktikan keseimbangan
antara kepala janin dan jalan lahir.

Menurut Saifuddin (2010) penatalaksanaan kehamilan postterm diawali dari umur


kehamilan 41 minggu. Bila dipastikan umur kehamilan mencapai 41 minggu, pengelolaan
tergantung dari derajat kematangan serviks.

a. Bila serviks sudah matang (skor bishop >5) dilakukan induksi persalinan. Namun
apabila terdapat janin besar lakukan tindakan sectio caesaria.
b. Pada serviks yang belum matang (skor bishop <5) maka diperlukan pengkajian
janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri.
c. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri dengan persalinan anjuran.

Untuk Pengelolaan intrapartum dapat dilakukan dengan:

a. Pasien tidur miring ke sebelah kiri


b. Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin
c. Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal
d. Perhatikan jalannya persalinan
e. Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan
hipoglikemia, hipovolemi, hipotermi dan polisitemi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Postmatur menunjukan atau menggambarkan kaadaan janin yang lahir telah
melampauhi batas waktu persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa
komplikasi. Belum ada penyebab pasti terjadinya postmatur ini dan sebagian besar
bias diselesaikan dengan persalinan induksi maupun seksio sesaria dan bidan tidak
berwenang menolong persalinan dengan kehamilan postmatur kecuali bidan di rumah
sakit dengan kolaborasi dengan dokter.
DAFTAR PUSTAKA

https://abestiahaninil.wordpress.com/2012/05/05/makalah-obstetri-kehamilan-postterm/

Abestiahaninil. 2012. Kehamilan Posterm. Diakses pada tanggal 17 Maret 2018, pukul 20.00
WIB.

http://siskadesta.blogspot.co.id/2013/08/makalah-kehamilan-post-term.html

Roza, Siska Desta. 2013. Kehamilan Posterm. Diakses pada tanggal 17 Maret, pukul 19.50 WIB

Anda mungkin juga menyukai