Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

MOLA HIDATIDOSA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program
Pendidikan Profesi Bagian Obstetri dan Ginekologi

Disusun oleh :
Monalisa Dewi C. Erang
226100802076

Pembimbing :
dr. Mikko Uriamapas Ludjen, Sp. OG, M. Kes

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
MOLA HIDATIDOSA

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti Ujian Akhir


Kepaniteran Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Disusun oleh :
Monalisa Dewi C. Erang
226100802076

Telah disetujui oleh :

Pembimbing,

dr. Mikko Uriamapas Ludjen, Sp. OG, M. Kes

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Penulis yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Monalisa Dewi C. Erang

NIM : 226100802076

Jurusan : Program Studi Profesi Dokter Universitas Palangka Raya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa referat yang berjudul “MOLA


HIDATIDOSA” ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri, bukan
peniruan terhadap hasil karya dari orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang
lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara penulisan yang berlaku. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa referat ini terkandung ciri-ciri plagiat
dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan maka
penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Palangka Raya, 11 September 2023

Monalisa Dewi C. Erang


226100802076

iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat, dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Mola Hidatidosa”. Referat ini merupakan salah satu syarat
untuk mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan
Ginekologi di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, Fakultas Kedokteran
Universitas Palangka Raya. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak
yang telah banyak membantu menyusun referat ini, khususnya kepada dr. Mikko
Uriamapas Ludjen, Sp. OG, M. Kes. sebagai dokter yang membimbing dan
membantu saya dalam penyusunan referat ini, juga kepada rekan-rekan dokter
muda. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta
dapat meningkatkan pelayanan khususnya di Bagian Obstetri dan Ginekologi pada
masa yang akan datang.

Palangka Raya, 11 September


2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI
REFERAT.................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..............................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................v
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................1
1.3 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................3
2.3 Klasifikasi..................................................................................................3
2.4 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi................................................4
2.5 Etiologi......................................................................................................4
2.6 Patofisiologi...............................................................................................4
2.7 Tanda dan Gejala.......................................................................................7
2.8 Diagnosis Klinis........................................................................................7
2.9 Diagnosis Banding....................................................................................9
2.10 Tatalaksana............................................................................................9
2.11 Prognosis..............................................................................................11
BAB III..................................................................................................................12
KESIMPULAN......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mola berasal dari bahasa latin yang artinya massa dan hidatidosa berasal
dari kata hydats yang berarti tetesan air. 1 Mola hidatidosa adalah tidak ditemukan
pertumbuhan janin dimana hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidrofobik sehingga terlihat seperti sekumpulan buah anggur.
Keadaan ini tetap menghasilkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG)
dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Penyakit trofoblas
mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan
berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi.2
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan
1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi
sekitar 1: 120 kehamilan. Di Amerika Serikat dilapor kaninsi densimola sebesar 1
pada 1000- 1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada
1: 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45
tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan
menderita mola akan lebih besar. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung
mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational
trophoblastic neoplasma.2
Prognosis pada kasus kehamilan mola umumnya baik jika mendapatkan
tatalaksana dengan cepat dan tepat menjadi dasar pembuatan referat ini dengan
harapan mampu membantu menambah pengetahuan dokter muda lainnya dalam
mendiagnosis kasus kehamilan mola sehingga dapat menentukan langkah terapi
yang tepat.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman tentang patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana kehamilan mola.

2
3

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi
dan pengetahuan mengenai patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana kehamilan
mola.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang artinya massa dan hidatidosa berasal
dari kata hydats yang berarti tetesan air. 1 Mola hidatidosa adalah tidak ditemukan
pertumbuhan janin dimana hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidrofobik sehingga terlihat seperti sekumpulan buah anggur.
Keadaan ini tetap menghasilkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG)
dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Penyakit trofoblas
mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan
berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi.2

2.2 Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Pada negara-negara Barat dilaporkan
1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi
sekitar 1: 120 kehamilan. Amerika Serikat dilapor kaninsi densimola sebesar 1
pada 1000- 1200 kehamilan. Indonesia didapatkan kejadian mola pada 1: 85
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun);
dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita
mola akan lebih besar. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami
transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic
neoplasma.2

2.3 Klasifikasi
Kehamilan mola terbagi menjadi dua jenis, yaitu kehamilan mola parsial
(sebagian) dan kehamilan mola komplit (lengkap). Pada kehamilan mola parsial,
dapat ditemukan jaringan yang akan berkembang menjadi fetus seiring dengan
perkembangan mola. Di sisi lain, kehamilan mola komplit lebih umum terjadi dan
berkembang tanpa diikuti perkembangan perkembangan jaringan fetus.3
5

2.4 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


Faktor yang mempengaruhi kejadian kehamilan mola terbagi menjadi
faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi berupa usia ibu saat
hamil >35 tahun yang meningkatkan 5 hingga 10 kali lipat risiko terjadinya
kehamilan mola dengan klasifikasi mola yang lebih berisiko untuk terjadi, yaitu
kehamilan mola komplit atau usia kehamilan <20 tahun yang meningkatkan 2 kali
lipat terjadinya kehamilan mola (terdapat pula literatur yang menyatakan usia
kehamilan >45 tahun atau <15 tahun), faktor nutrisi berupa defisiensi karoten
(prekursor vitamin A) serta lemak hewani yang meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan mola komplit, hingga kebiasaan merokok, sementara faktor presipitasi
berupa riwayat mengalami kehamilan mola yang meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan mola pada kehamilan berikutnya sebesar 1% hingga 2% atau
meningkatkan risiko sebesar 10 kali lipat, riwayat mengalami abortus spontan,
infertilitas ibu.3,4

2.5 Etiologi
Kejadian kehamilan mola berawal dari terjadinya abnormalitas pada
gametogenesis serta fertilisasi yang kemudian tampak pada aktivitas proliferasi
yang berlebihan dari vili korionik. 3,4

2.6 Patofisiologi
Kehamilan mola komplit terjadi akibat sel ovum yang tidak memiliki
nucleus (enucleated ovum) berfusi dengan dua atau satu sel sperma haploid yang
kemudian akan membelah dan hanya mengekspresikan genetik paternal.
Karyotipe pada kehamilan mola komplit yaitu 46,XX sebanyak 90% kasus dan
46,XY sebanyak 10% kasus. Pada kehamilan mola parsial, ovum yang bersifat
haploid akan dibuahi oleh satu sperma dan kemudian membelah atau dibuahi oleh
dua sperma. Hal ini menghasilkan karyotipe kehamilan mola parsial sebagai
69,XXX atau 69,XXY.3 Perbandingan kehamilan mola parsial dan komplit
tampak pada Tabel 2.1.
6

Tabel 2.1 Perbandingan Kehamilan Mola Parsial dan Komplit


Kehamilan Mola
Keterangan Kehamilan Mola Parsial
Komplit
Jaringan fetus Terbentuk Tidak terbentuk
46,XX (90%) dan
Karyotipe 46,XY (10%) 69,XXX atau 69,XXY

Kromosom Triploid Diploid

Inhibitor p57 (Gambar 2.1) disandikan oleh gen paternal dan diekspresikan
oleh gen maternal.2 Inhibitor p57 merupakan protein yang tersusun oleh 316 asam
amino dan berfungsi dalam menekan siklus pembelahan sel dengan menghentikan
pembelahan sel pada fase G1. Pada kehamilan mola komplit, material genetik
maternal tidak tampak akibat ovum yang tidak bernukleus dan menyebabkan
aktivitas inhibitor p57 tidak dapat diekspresikan.4,7 Di sisi lain, pada kehamilan
mola parsial, ekspresi inhibitor p57 tidak dapat dijadikan penilaian aktivitas
penekanan siklus pembelahan sel sehingga tidak mampu membedakan kehamilan
mola parsial dengan kehamilan non mola, tetapi karyotipe 69,XXX atau 69,XXY
(sitogenetik) dapat membantu dalam diagnose kehamilan mola parsial.2

Gambar 2.1 Gambaran Immunostain p576


7

Hiperproliferasi abnormal pada vili korionik plasenta terjadi akibat:


- Kerusakan/ekspulsi pronukleus maternal yang kemudian difertilisasi oleh
satu atau dua spermatozoa dan melakukan endoreplikasi pronukleus
paternal yang menghasilkan terjadinya kehamilan mola komplit;
- Zigot yang bersifat triploid akibat pembuahan satu sel ovum oleh dua sel
sperma yang kemudian menghasilkan terjadinya kehamilan mola parsial
dengan sel diploid yang akan berkembang menjadi janin dan sel haploid
yang akan berkembang menjadi mola
- Nutrisi yang buruk selama proses diferensiasi oosit atau terjadinya
penurunan tekanan oksigen arteri selama masa rimester pertama masa
gestasi yang kemudian akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan
mola.

Perkembangan embriologi manusia setelah 5 hingga 6 hari setelah


fertilisasi mengubah zigot menjadi blastokista (Gambar 2.2). Secara normal,
blastokista akan berimplantasi pada rongga uterus pada lapisan desidua
fungsionalis. Sel-sel perifer pada blastokista akan berdiferensiasi menjadi dua
lapisan, yaitu sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Sinsitiotrofoblas kemudian akan
berproliferasi hingga menginvasi lapisan endometrium hingga vaskularisasi
uterus. Kedua jaringan ini nantinya akan berkembang bersama-sama dengan
mesoderm ekstra- embryonik yang kemudian pada perkembangannya akan
membentuk plasenta. Ketika proliferasi pada tahapan perkembangan ini tidak
terkontrol, maka kehamilan mola dapat terjadi. Hal ini berhubungan dengan
abnormalitas gametogenesis maupun fertilisasi yang terjadi sebelumnya.7
8

Gambar 2.2 Gambaran Proses Fertilisasi Hingga Implantasi8

2.7 Tanda dan Gejala


Pasien akan menunjukkan tanda dengan mengalami perdarahan per
vaginam pada trimester kedua serta pembesaran uterus yang melebihi pembesaran
uterus yang seharusnya sesuai usia kehamilan. Umumnya, kehamilan mola akan
tampak dan terdiagnosa pada saat pemeriksaan dengan ultrasonografi mulai
trimester pertama sehingga tanda dan gejala seperti hiperemesis gravidarum,
hipertiroidisme, serta preeklamsia akan jarang terjadi.4

2.8 Diagnosis Klinis


Pada wanita hamil dengan perdarahan pervaginam, harus selalu dilakukan
pemeriksaan kadar serum hCG dan golongan darah pasien. Hal ini didasari oleh
peningkatan kadar serum hCG hingga lebih dari 100.000 pada pasien dengan
kehamilan mola. Selain itu, perdarahan pada kehamilan mola merupakan tanda
klinis yang khas sehingga golongan darah penting untuk diketahui agar transfusi
darah dapat segera diberikan pada pasien yang membutuhkan. Pada pasien dengan
rhesus golongan darah negatif, perlu diberikan imunoglobulin anti-D.8

Melalui pemeriksaan patologi anatomi, kehamilan mola komplit tampak


sebagai vili hidropik hingga vesikel semi-transparan dengan ukuran bervariasi
tanpa adanya plasenta normal (Gambar 2.3). Kehamilan mola komplit yang masih
dini memiliki sedikit atau tidak terdapatnya gambaran vili abnormal.8
9

Gambar 2.3 Gambaran Makroskopis Mola Hidatidosa Komplit8

Secara histologis, kehamilan mola komplit tampak sebagai aktivitas


proliferasi trofoblas (Gambar 2.4), dan tidak adanya bagian fetus. Pada trimester
pertama, vili kehamilan mola komplit tidak membesar, tetapi dengan gambaran
polipoid yang berbeda dengan perubahan stroma vili abnormal dan hiperplasia
trofoblas ringan sampai sedang. Sebaliknya, ciri-ciri histologis tersebut kurang
tampak pada kehamilan mola parsial.

Gambar 2.4 Gambaran Histologis Proliferasi Trofoblas8


10

Gambaran snowstorm appearance (Gambar 2.5) merupakan gambaran


khas kehamilan mola yang dapat ditemukan pada pemeriksaan dengan
ultrasonografi. Gambaran ini jarang terlihat pada trimester pertama. Biasanya,
tidak ada bagian janin, penampilan kistik plasenta, dan kantung kehamilan cacat
yang mungkin tampak seperti aborsi spontan. Oleh karena itu, beberapa
kehamilan mola hanya didiagnosis pada pemeriksaan histologis setelah evakuasi
untuk aborsi spontan.4

Gambar 2.5 Gambaran snowstorm appearance8

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding terhadap kehamilan mola, yaitu berupa:3
- Konsepsi mosaik androgenetik/biparental
- Morfologi abnormal vili
- Abortus dini dengan hiperplasia trofoblastik
- Abortus hidropik
- Hiperemesis gravidarum
- Hipertensi
- Hipertiroidisme
- Displasia mesenkim plasenta
11

2.10 Tatalaksana

Tatalaksana yang utama dilakukan adalah untuk stabilisasi kondisi klinis


ibu terlebih dahulu, terutama jika terdapat tanda edema pulmo (berikan ventilasi
non invasif seperti BiPAP), eklamsia (berikan benzodiazepine serta magnesium
sulfat), preeklamsia (kontrol tekanan darah ibu), hipertiroidisme (berikan beta-
blocker), anemia (berikan transfusi darah), serta rhesus negatif (berikan
imunoglobulin antiD).

Setelah kondisi ibu dipastikan stabil, umumnya tindakan dilatasi dan


kuretase (D&K). Direkomendasikan untuk menggunakan kanula kuret dengan
ukuran 12-14 mm yang disertai dengan pemberian oksitosin secara intravena
sebelum dan sesudah tindakan dilatasi dan kuretase untuk membuat uterus dalam
kondisi berkontraksi. Jika uterus berukuran >16 minggu usia kehamilan, transfusi
darah harus diberikan. Pada ibu dengan usia >40 tahun dan sudah tidak
menginginkan kehamilan, tindakan histerektomi dapat dilakukan walau tindakan
tersebut tidak akan secara sempurna meniadakan risiko terjadinya keganasan lebih

lanjut.3,4

Setelah tindakan dilatasi dan kuretase dilakukan, perlu untuk memantau


kadar beta hCG dengan pemeriksaan serum beta hCG secara serial. Jika kadar
beta hCG tetap mengalami peningkatan, kondisi ini menandakan diperlukannya
pemberian kemoterapi.3 Kemoterapi yang diberikan berupa kemoterapi dengan
Methotrexate (MTX). MTX adalah obat yang digunakan dalam kemoterapi yang
menghentikan hiperproliferasi abnormal pada kehamilan mola. MTX umum
dijadikan sebagai terapi lini pertama dalam tatalaksana neoplasia gestasional
trofoblastik yang merupakan bentuk maligna dari kehamilan mola.11 MTX
diberikan melalui injeksi intramuskular pada setiap hari kedua selama satu
minggu. Dalam kemoterapi dengan MTX, tablet asam folat juga akan diberikan
dalam 30 jam setelah injeksi MTX. Tablet asam folat diberikan agar dapat
membantu untuk melindungi pasien dari beberapa efek samping dari pengobatan
metotreksat. Setelah satu minggu perawatan selesai, pasien akan melewati
12

seminggu tanpa perawatan. Siklus pengobatan ini diulang setiap dua minggu dan
beberapa siklus pengobatan mungkin diperlukan hingga target beta-hCG tercapai.
Kemoterapi dengan MTX dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti:

- Meningkatkan risiko infeksi

- Mual dan muntah

- Nyeri atau kram abdominal

- Kulit yang sensitif

- Ulserasi pada mulut

- Mata kering

Methotrexate dapat memiliki efek berbahaya pada janin yang sedang


berkembang. Oleh karena itu, kehamilan harus dihindari dalam beberapa jangka
waktu tertentu setelah perawatan. Umumnya pasien dianjurkan untuk
menggunakan kontrasepsi yang efektif selama minimal tiga bulan setelah
pengobatan MTX telah selesai.12

2.11 Prognosis

Prognosis pada kasus kehamilan mola umumnya baik, dengan risiko


perkembangan kehamilan mola kompit menjadi invasif sebesar 15% hingga 20%
dan kehamilan mola parsial menjadi invasif sebesar 1% hingga 5%. 1 Risiko
terjadinya rekurensi kehamilan mola bersifat rendah, yaitu berkisar antara 0,6%
hingga 2%.4
BAB III
KESIMPULAN

Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan penyakit trofoblas


gestasional yang memiliki prognosis baik jika dapat didiagnosa dengan cepat dan
tepat. Kehamilan mola didiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan nilai kadar beta-hCG pada wanita hamil melebihi usia kehamilan
yang seharusnya, disertai dengan tanda pemeriksaan fisik berupa pembesaran
uterus yang melebihi usia kehamilan, mual dan muntah yang terjadi berlebihan,
serta perdarahan deras pervaginam. Melalui pemeriksaan ultrasonografi akan
diperoleh gambaran snowstorm appearance dan gambaran ini akan menujang
penegakan diagnosis klinis kehamilan mola. Tatalaksana yang dapat diberikan
pada kasus kehamilan mola berupa dilatasi dan kuretase serta kemoterapi sesuai
dengan indikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniati ID, Setiawan R, Rohmani A, Lahdji A, Tajally A, Ratnaningrum


K, et al. Buku Ajar. 2015;
2. Purba YS, Munir MA, Saranga D. Mola Hidatidosa. J Med Prof.
2019;1(1):79–86.
3. Ghassemzadeh S, Farci F, Kang M. Hydatidiform Mole: pathophysiology
and histopathology. StatPearls [Internet]. 2021;2–7.
4. Ngan HYS, Seckl MJ, Berkowitz RS, Xiang Y, Golfier F, Sekharan PK, et
al. Update on the diagnosis and management of gestational trophoblastic
disease. Int J Gynecol Obstet. 2018;143:79–85.
5. Paputungan T V., Wagey FW, Lengkong RA. Profil Penderita Mola
Hidatidosa di RSUP Prof.dr.R.D. Kandou Manado. e-CliniC. 2016;4(1).
6. Octiara DL, Sari RDP. Mola Hidatidosa. JK Unila. 2021;5:50–3.
7. Creff J, Besson A. Functional Versatility of the CDK Inhibitor p57Kip2.
Front Cell Dev Biol. 2020;8(October):1–15.
8. Busca A, Parra-Herran C. Placenta Gestational trophoblastic disease
Molar pregnancies [Internet]. Pathology Outlines. 2021 [cited 2023 Apr
25]. p. 1–
9. Available from:
https://www.pathologyoutlines.com/topic/placentaincompletemole.html 8.
Candelier JJ. The hydatidiform mole. Cell Adhes Migr [Internet].
2016;10(1–2):226–35. Available from:
http://dx.doi.org/10.1080/19336918.2015.1093275
10. Tal R, HS T. Endocrinology of Pregnancy. Endotext [Internet]; 2021. 1–
39 p.
11. Wallin E, Niemann I, Faaborg L, Fokdal L, Joneborg U. Differences in
Administration of Methotrexate and Impact on Outcome in Low-Risk
Gestational Trophoblastic Neoplasia. Cancers (Basel). 2022;14(3):1–11.
12. The Royal Women’s Hospital. Methotrexate Treatment for Your
Hydatidiform Mole. 2017. p. 1–14.

Anda mungkin juga menyukai