Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN G2P0A1H0 USIA KEHAMILAN


24 - 25 MINGGU DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI
DI RUMAH SAKIT UNAND

DISUSUN OLEH :
Suci Padma Risanti
(1920332019)

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. dr. Hudilla Rifa Karmia, SpOG
Meilinda Agus, S.SiT, M.Keb.

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM MAGISTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Laporan : Kajian Asuhan Kebidanan Ibu Hamil pada Ny. “M”
G2P0A1H0 Usia Kehamilan 24-25 Minggu dengan
Anemia Defisiensi Besi di Ruang Poli Kebidanan RS
Universitas Andalas Padang
Nama Mahasiswa : Suci Padma Risanti
NIM : 19203322019
Ruang Praktik Klinik : Ruang Poli Kebidanan
Program Studi : S2 Kebidanan
Laporan ini telah dipresentasikan dan disetujui dihadapan dosen
pembimbing Residensi Praktik Klinik Kebidanan Program Studi S2 Kebidanan
Program Pascasarjana Universitas Andalas Pada Tanggal : _____________ 2021.

Menyetujui

Dosen Pembimbing Akademik


Dosen Pembimbing Lapangan

Meilinda Agus, S.SiT, M.Keb


Dr. dr. Hudilla Rifa Karmia, SpOG__

Mengetahui,
Ketua Program Studi S2 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Prof. Dr.dr. Yusrawati,SpOG(K)


NIP: 19650624 199203 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya kepada kita semua. Salawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi

kita Muhammad SAW yang telah membawa kita ke alam yang penuh ilmu

pengetahuan seperti sekarang ini sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

kajian asuhan kebidanan pada kegiatan Residensi ini.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing lapangan

dan klinik Ibu Dr. dr. Hudilla Rifa Karmia dan Meilinda Agus, S.SiT, M.Keb juga

kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu

penulis dalam menyelesaikan kegiatan Residensi Kebidanan, semoga Allah

senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua.

Penulis menyadari bahwa pembahasan kegiatan ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dan saran demi

kesempurnaan di masa yang akan datang.

Padang, Setember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................v
1.1 Latar Belakang..............................................................................................v
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................vi
1.3 Tujuan.........................................................................................................vii
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................vii
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................vii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................viii
2.1Defenisi Kehamilan....................................................................................viii
2.2Anemia pada Kehamilan...............................................................................ix
2.2.1Pengertian Anemia pada Kehamilan...................................................ix
2.2.2Patofisiologi Anemia pada Kehamilan.................................................x
2.2.3Penyebab Anemia pada Kehamilan.....................................................xi
2.2.4Klasifikasi Anemia pada Kehamilan..................................................xii
2.2.5Screening atau Pemeriksaan Anemia pada Kehamilan......................xv
2.2.6Pengaruh Anemia pada Kehamilan..................................................xvii
2.2.7Tanda dan Gejala Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil............xxvi
2.2.8Penanganan dan Penatalaksanaan Anemia dalam Kehamilan.........xxvi
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................xxxii

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan nasional salah satunya meningkatkan

kemampuan dan kesadaran hidup sehat bagi setiap individu agar terwujud

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, melalui terciptanya masyarakat

bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan

perilaku sehat dan lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang berkualitas dan dapat diperoleh secara adil demi

terwujudnya derajat kesehatan yang optimal. Untuk mendukung tujuan tersebut

maka salah satu tujuan utamanya adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

(Kemenkes, RI 2015).

Berdasarkan angka Survei Ekonomi Sosial Nasional tahun 2015 Angka

Kematian Ibu masih cukup tinggi yaitu 305 per 100.000 penduduk. (Susenas,

2015). Tingginya AKI di Indonesia tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

perdarahan, eklampsia, aborsi, partus lama, infeksi serta Kekurangan Energi

Kronik (KEK) dan anemia. Anemia merupakan dampak dari kurang zat

mikronutrien (vitamin dan mineral) yang menimbulkan gejala seperti, lemah, letih,

lesu, pusing, mata berkunangkunang dan wajah pucat. Anemia yang sering terjadi

adalah anemia defisisensi zat besi yaitu menyerang lebih dari 600 juta manusia.

(SUPAS, 2015).

Anemia pada ibu hamil didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin <

11 gr/dL selama kehamilan pada trimester I dan III atau kurang dari 10,5 gr/dL

pada trimester II (Proverawati, A, 2011). Anemia dalam kehamilan dapat

memberikan dampak buruk terhadap kehamilan, persalinan dan nifas. Anemia pada

1
ibu hamil dihubungkan dengan meningkatnya kelahiran prematur, kematian ibu

dan anak serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dapat

menyebabkan terganggunya proses pertumbuhan dan perkembangan janin saat

kehamilan maupun setelahnya (Kemenkes RI, 2015). Selain itu, kekurangan zat

besi pada ibu hamil akan berdampak buruk pada pertumbuhan sel-sel otak anak,

sehingga secara konsisten dapat mengurangi kecerdasan anak. (Fatonah, S, 2016).

Masalah kesehatan pada ibu hamil memang merupakan masalah yang

kompleks. Di Indonesia pada tahun 2017 ditemukan 44.460 ibu hamil dengan

komplikasi kebidanan dan angka kematian ibu sebesar 91 jiwa per 100.000

kelahiran hidup (Kemenkes, RI 2017). Di Indonesia prevalensi anemia pada ibu

hamil tahun 2013 sebesar 37,1 % dan pada tahun 2018 sebesar 48,9% (Riskesdas,

2018). Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa

prevalensi anemia pada ibu hamil di Sumatera Barat sebesar 19,9% (Dinkes Profile

Sumbar, 2017).

Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut

dan memaparkan dalam sebuah laporan kasus pada Ny M G2P0A1H0 dengan Anemia

Defisiensi Besi di Rumah Sakit Unand.

1.2Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan kebidanan pada Ny. M G2P0A1H0 usia kehamilan 24-25

minggu dengan Anemia Defisiensi Besi di Rumah Sakit Unand.

2
1.3Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui asuhan kebidanan pada Ny. M G2P0A1H0 usia kehamilan 24-25

minggu dengan Anemia Defisiensi Besi di Rumah Sakit Unand.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diperoleh data subjektif pada Ny M di ruang Poli Kebidanan RS Unand

2. Diperoleh data objektif pada Ny M di ruang Poli Kebidanan RS Unand

3. Ditegakkan assessment pada Ny M di ruang Poli Kebidanan RS Unand

4. Melaksanakan asuhan pada Ny M di ruang Poli Kebidanan RS Unand

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Sebagai masukan dalam menerapkan ilmu, mengaplikasikan dan

membanding teori dan evidence based midwifery yang ada dengan kasus di

lapangan serta melakukan kajian asuhan kebidanan.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya

yang berhubungan dengan kasus Anemia Defisiensi Besi

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan evaluasi bagi pelaksanaan pelayanan kesehatan mengenai

kasus Anemia Defisiensi Besi

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Kehamilan

Beberapa defenisi dari kehamilan adalah sebagai berikut yaitu :

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kehamilan

mengacu pada definisi hamil, yaitu kondisi di mana sel telur dibuahi oleh

sel sperma hingga pada akhirnya menghasilkan janin dalam rahim.

2. Manuaba mengemukakan kehamilan adalah proses mata rantai yang

bersinambungan dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum,

konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada

uterus,pembentukan placenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi

sampai aterm (Manuaba, 2012).

3. Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara kehidupan

sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan

kehidupan nanti setelah anak tersebut lahir (Sukarni dan Wahyu, 2013).

4. Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

hari). Kehamilan ini dibagi atas 3 semester yaitu; kehamilan trimester

pertama mulai 0-14 minggu, kehamilan trimester kedua mulai mulai 14-

28 minggu, dan kehamilan trimester ketiga mulai 28-42 minggu (Yuli,

2017).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah suatu fase fisiologis yang

dimulai dari proses fertilisasi, hasi konsepsi sampai lahirnya janin dengan rentang

waktu 280 hari (40 minggu/ 9 bulan 7 hari).

4
2.2 Anemia pada Kehamilan

2.2.1 Pengertian Anemia pada Kehamilan

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan anemia sebagai

konsentrasi hemoglobin darah yang rendah (Getachew Mullu Kassa,2017). WHO

mendefinisikan anemia pada ibu hamil tejadi apabila hemoglobin (Hb) kurang dari

10,5 g/dL pada trimester kedua dan kurang dari 11 g/dL pada trimester pertama dan

ketiga. Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan utama di masyarakat

karena mengakibatkan konsekuensi yang beragam. Anemia mempengaruhi

kesehatan fisik dan perkembangan kognitif individu yang menyebabkan rendahnya

produktivitas dan buruknya perkembangan ekonomi suatu negara. Masalah tersebut

juga terkait dengan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi terutama

di negara berkembang (Avantika Gupta,2018).

Laporan WHO menunjukkan bahwa anemia mempengaruhi lebih dari

setengah miliar wanita usia reproduksi secara global, dimana 38% jumlah tersebut

merupakan ibu hamil. Anemia adalah komplikasi paling umum yang terkait dengan

kehamilan, yang mempengaruhi hampir setengah dari wanita hamil secara global.

Biasanya terjadi karena perubahan fisiologis normal kehamilan yang

mengakibatkan penurunan konsentrasi hemoglobin. Masalah ini pada umumnya

terjadi di negara berkembang di mana ada diet yang tidak memadai dan vitamin

prenatal yang buruk dan asupan zat besi dan asam folat yang tidak mencukupi

(Getachew Mullu Kassa,2017).

5
2.2.2 Patofisiologi Anemia pada Kehamilan

Pada kehamilan tubuh ibu membutuhkan jumlah zat besi yang lebih banyak

dari biasanya. Penyebab peningkatan kebutuhan zat besi ini yaitu (K Michael dan

Georgieff MD, 2020) :

1. Plasma dan volume darah ibu meningkat selama kehamilan. Setiap

sintesis gram ekstra hemoglobin tubuh ibu membutuhkan tambahan

3,46 mg zat besi.

2. Janin membutuhkan zat besi untuk kebutuhan metabolisme dan

pengiriman oksigennya sendiri serta pemuatan zat besi endogennya

yang relatif besar akan digunakan pada 6 bulan pertama pasca

kelahiran.

3. Plasenta adalah organ yang sangat aktif secara metabolik dengan

kebutuhan besi yang besar. Plasenta memiliki kapasitas untuk

menyimpan besi dalam sel retikuloendotelial yang menyebabkan

rendahnya suplai

Kehamilan secara signifikan meningkatkan kebutuhan zat besi untuk

menyeimbangkan kebutuhan fisiologis peningkatan hematokrit mengembangkan

unit fetoplasenta, dan untuk kehilangan selama persalinan dan menyusui.

(Avantika, 2018). Selama kehamilan tunggal, volume plasma ibu meningkat sekitar

50% dan disertai dengan sedikit peningkatan (sekitar 25%) massa sel darah merah.

Perubahan ini bertanggung jawab untuk menghasilkan anemia fisiologis yang

terjadi selama kehamilan. Kebutuhan zat besi mencapai puncaknya pada trimester

kedua dan ketiga untuk mendukung ekspansi volume darah ibu dan perkembangan

janin dan plasenta (K Michael dan Georgieff MD, 2020).

6
Anemia fisiologis atau anemia pengenceran pada kehamilan diamati pada

wanita hamil yang sehat sebagai akibat terjadinya proses hemodilusi. Pada proses

hemodilusi tersebut terjadi ekspansi volume plasma yang relatif lebih besar sebesar

30-40% dibandingkan dengan peningkatan massa Hb dan volume eritrosit sebesar

20-25%. Hal ini menyebabkan sedikit penurunan kadar Hb, menciptakan keadaan

viskositas rendah, yang meningkatkan transportasi oksigen ke plasenta dan janin .

Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi,

melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous saat posisi terlentang,

dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan

(Avantika Gupta, 2018).

Pada proses hemodilusi, ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6

kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat

terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 %

dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9

yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali

normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume

plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi

aldosteron ( Cunningham, 2014).

Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit,

konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah

absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi.Penurunan hematokrit, konsentrasi

hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8

kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik

keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang

7
terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga

menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas

“normal”, timbullah anemia ( Cunningham, 2014).

2.2.3 Penyebab Anemia pada Kehamilan

Anemia pada kehamilan disebabkan oleh banyak faktor yang saling

berkaitan satu sama lain. Anemia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab,

seperti defisiensi mikronutrien (zat besi, folat, dan vitamin B12), kelainan

genetik, atau kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan zat besi atau

penurunan penyerapan zat besi, penyakit ginjal kronis, neoplasma, dan penyakit

autoimun. Kekurangan zat besi merupakan faktor utama penyebab anemia di

negara berkembang. Sekitar 50% kasus anemia disebabkan oleh defisiensi zat

besi (Nunes, 2020).

Penyebab anemia pada kehamilan adalah sebagai beikut (Kemenkes,

2020) :

1. Pola makan yang kurang beragam dan bergizi seimbang. Pada masa

kehamilan ibu dianjurkan mengkonsumsi makanan yang

mengandung protein, karbohidrat dan zat gizi mikro (vitamin dan

mineral) yang lengkap. Ibu hamil juga sangat dianjurkan

mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi seperti hati, ikan,

telur daging, tahu , tempe, sayuran bewarna hijau dan buah

berwarna. Pola makan yang tidak baik pada ibu hamil akan

menyebabkan ibu mengalami kekurangan nutrisi terutama zat besi

yang bisa menyebabkan terjadinya beberapa kondisi yang merugikan

seperti anemia. (Garzon S, 2019). Sebanyak 90% anemia dalam

8
kehamilan disebabkan oleh asupan zat besi yang tidak memadai

(Appiah, 2020).

2. Mengalami infeksi yang menyebabkan ibu kehilangan zat besi yaitu

Infeksi paracitic seperti disentri amuba, malaria, cacing tambang,

hemoglobinopati dan schistosomiasis yang bisa menyebabkan

anemia (Garzon S, 2019).

3. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat (jarak kehamilan

kurang dari 2 tahun). Jarak kehamilan yang dekat menyebabkan

tubuh ibu mengalami anemia dikarenakan tubuh ibu tidak punya

waktu yang cukup untuk memulihkan kondisi setelah kehamilan

sebelumnya.

4. Ibu hamil mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK) dengan

LingkarLlengan Atas (LILA) kecil dari 23,5 cm.

2.2.4 Klasifikasi Anemia pada Kehamilan

Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga

macam yaitu (Greer, John P, 2014) :

1. Anemia normositik normokrom.

Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,

hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan

konsentrasi hemoglobin, bentuk dan ukuran eritrosit.

2. Anemia makrositik hiperkrom.

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan

hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. Ditemukan

9
pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia

makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)

3. Anemia mikrositik hipokrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan

mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. Penyebab

anemia mikrositik hipokrom yaitu :

a. Berkurangnya zat besi seperti Anemia Defisiensi Besi. Anemia

Defisiensi Besi ditandai dengan hasil pemeriksaan Hb < 11gr/ dl dan

tingkat feritin serum <30 g/l

b. Berkurangnya sintesis globin seperti Thalasemia dan

Hemoglobinopati.

c. Berkurangnya sintesis heme seperti Anemia Sideroblastik.

Berdasarkan penyebabnya, anemia dapat dikelompokkan menjadi tiga

kategori yaitu (Nunes, 2020) :

1. Anemia karena hilangnya sel darah merah

Anemia karena hilangnya sel darah merah dapat diakibatkan adanya

perdarahan. Perdarahan yang dapat menyebabkan hilangnya sel darah

merah diantaranya karena perlukaan, perdarahan gastrointestinal,

perdarahan uterus, maupun perdarahan akibat operasi.

Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan

kurangnya jumlah darah dalam tubuh, sehingga terjadi anemia. Anemia

karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini jarang terjadi.

Keadaan ini biasanya terjadi pada kecelakaan dan bahaya yang

diakibatkannya. Pada laki-laki dewasa, sebagian besar kehilangan darah

10
disebabkan oleh proses perdarahan akibat penyakit atau trauma, atau akibat

dari pengobatan suatu penyakit. Sementara pada wanita terjadi pengeluaran

darah setiap bulan, dimana jika darah yang keluar selama menstruasi

sangat banyak akan terjadi anemia defisiensi zat besi.

2. Anemia karena menurunnya produksi sel darah merah

Anemia karena menurunnya produksi sel darah merah dapat

disebabkan karena kekurangan unsur penyusun sel darah merah (asam

folat, vitamin B12, dan zat besi), gangguan fungsi sumsum tulang misalnya

adanya tumor, pengobatan toksin, serta tidak adekuatnya stimulasi karena

berkurangnya eritropoitin misalnya pada penyakit ginjal kronik. Jumlah sel

darah yang diproduksi dapat menurun ketika terjadi kerusakan pada daerah

sumsum tulang atau bahan dasar produksi tidak tersedia.

3. Anemia karena meningkatnya destruksi/kerusakan sel darah merah

Anemia karena meningkatnya destruksi/kerusakan sel darah merah

dapat terjadi karena overactive-nya Recitu Leondothelial System (RES).

Meningkatnya destruksi sel darah merah dan tidak adekuatnya produksi sel

darah merah biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan sel darah

merah kurang karena meningkatnya jumlah retikulosit dalam

sirkulasi darah

b. Meningkatnya sel darah merah yang masih mudah dalam sumsum

tulang dibanding yang matur/matang.

c. Ada atau tidaknya hasil destruksi sel darah merah dalam

sirkulasi(seperti meningkatnya kadar billirubin)

11
Sel-sel darah normal yang dihasilkan oleh sumsum tulang akan beredar

melalui darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel darah yang

berlebihan belum matur (muda) dapat juga di sekresi ke dalam darah. Sel

darah yang usinya muda biasanya gampang pecah sehingga terjadi anemia.

2.2.5 Screening atau Pemeriksaan Anemia pada Kehamilan

Screening atau pemeriksaan anemia dalam kehamilan dilakukan untuk

mendeteksi kondisi anemia pada ibu hamil secara dini sehingga bisa diatasi dan

tidak memberikan efek buruk pada kesehatan ibu dan janin. Metode yang paling

sering digunakan di laboratorium dan paling sederhana adalah metode Sahli atau

cara kalorimetrik visual dan dilakukan di laboratorium Patologi Klinik. Pada cara

ini hemoglobin diubah menjadi asam hematin dengan menggunakan larutan HCl,

kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat

itu. Ferritin adalah cadangan besi tubuh yang sensitif, kadarnya menurun sebelum

terjadi anemia. Feritin dinilai dengan menggunakan pemeriksaan kuantitatif

otomatik VIDAS dengan indikator (M. Faatih, 2017).

Untuk penetapan kadar hemoglobin ditentukan dengan bermacam-macam

cara, yaitu (Qomaruddin 2016) :

1. Cara sahli

Cara sahli ini banyak dipakai di Indonesia, walaupun cara ini tidak tepat

100%, akan tetapi masih dianggap cukup baik untuk mengetahui apakan

seseorang kurang darah. Kesalahan dalam melakukan pemeriksaan ini kira-

kira 10 %.

2. Cara cyanmethemoglobin (Metode Cyanmeth Reagen Drapkin)

12
Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan

untuk penetapan kadar hemoglobin dengan teliti karena standar

cyanmethemoglobin yang ditanggungkan kadarnya stabil dan dapat dibeli.

3. Cara tallquist

Cara ini hanya mendapatkan kesan dari kadar hemoglobin saja, sebagai

dasar diambil darah = 100% = 15,8 gr hemoglobin per 100 ml darah.

4. Cara sulfat

Cara ini dipakai untuk menetapkan kadar hemoglobin dari donor yang

diperlukan untuk transfusi darah

Pada kehamilan pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama

kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III, Dengan pertimbangan bahwa

sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat

Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (Kemekes, 2019).

Skrining anemia pada ibu hamil menurut rekomendasi BHSI yaitu (Tran

Khai dan McCormack Suzanne, 2019) yaitu :

1. Anemia harus didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) <110

g/L pada trimester pertama dan <105 g/l pada trimester kedua dan ketiga

dan <100 g/L postpartum.

2. Konsentrasi hemoglobin harus diukur secara rutin pada saat pemesanan

dan sekitar usia kehamilan 28 minggu (1D).

3. Jika anemia tanpa penyebab lain yang jelas terdeteksi, uji diagnostik besi

oral harus diberikan tanpa penundaan, dengan hitung darah lengkap

berulang dalam 2-3 minggu

13
4. Strategi diagnostik yang optimal untuk anemia pada kehamilan tidak

diketahui tetapi skrining rutin yang tidak dipilih dengan feritin serum di

luar konteks penelitian saat ini tidak direkomendasikan

5. Serum feritin harus diukur pada wanita dengan hemoglobinopati yang

diketahui untuk mengidentifikasi defisiensi besi bersamaan dan

mengecualikan status pemuatan besi.

6. Wanita non-anemia yang berisiko kekurangan zat besi harus

diidentifikasi dan memulai dengan profilaksis zat besi secara empiris

atau memeriksakan feritin serum terlebih dahulu.

7. Tingkat feritin serum <30 g/l pada kehamilan merupakan indikasi

defisiensi zat besi. Tingkat yang lebih tinggi dari ini tidak

mengesampingkan kekurangan zat besi.

2.2.6 Pengaruh Anemia pada Kehamilan

Anemia menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh

tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan

frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal,

angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal

meningkat. Disamping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering

dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal sebab wanita

yang anemia tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Rahmawati, 2020). Dampak

anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga

terjadinya kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur, gangguan

proses persalinan (perdarahan), gangguan masa nifas (daya tahan terhadap infeksi

dan stres kurang produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus,

14
dismaturitas, mikrosomi, cacat bawaan, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain)

(Bhutta et al., 2017). Berikut beberapa dampak akibat terjadinya anemia pada ibu

hamil yaitu :

1. Dampak Terhadap Ibu

a. Plasenta Previa

Ibu hamil dengan anemia dapat menyebabkan pertumbuhan plasenta

dan janin terganggu. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar Hb selama

hamil, yakni volume darah 50% meningkat dari 4 ke 6 L, Volume

plasma meningkat sedikit sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi

Hb dan nilai hematokrit (Reni, 2018).

Penurunan ini akan lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi

zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi memenuhi kebutuhan perfusi

dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan darah

waktu melahirkan. Selama kehamilan, rahim, plasenta dan janin

memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

(Reni, 2018).

b. Ketuban pecah dini

Kadar hemoglobin yang rendah memungkinkan wanita hamil mudah

mengalami infeksi. Defisiensi nutrisi dapat mempengaruhi respon tubuh

terhadap infeksi dan kekuatan membran kolagen, abnormalitas struktur

kolagen dan perubahan matriks ekstraseluler. Anemia mempengaruhi

kekuatan respon tubuh terhadap infeksi dan fungsi imun yang

mengakibatkan penurunan kemampuan sel pembunuh alamiah.

Mekanisme infeksi akan mengganggu proses kolagenolitik sehingga

15
terjadi gangguan keseimbangan antara produksi matrix metalloproteinase

(MMP) yaitu enzim yang di produksi oleh matrix ekstraseluler termasuk

kolagen dan yang menghambat produksi MMP. Selaput ketuban akan

memberikan respon terhadap inflamasi sehingga menjadi tipis dan

mudah pecah (Reni, 2018)

Penelitian ritawati mengungkapkan bahwa kadar hemoglobin yang

rendah kurang dari 11,1 gr/dl selama kehamilan diduga sebagai

penyebab tanpa disertai gejala yang menyebabkan terjadinya infeksi dan

pada akhirnya meningkatkan kejadian KPD pada kehamilan prematur.

Menyatakan bahwa anemia dapat menyebabkan hipoksia dan defisiensi

besi sehingga dapat meningkatkan konsentrasi norepinefrin serum yang

dapat menginduksi stres pada ibu dan janin. Sehingga sintesis

kortikotropin realising hormone. konsentrasi (CRH) dapat meningkatkan

faktor risiko utama persalinan dengan ketuban pecah dini titik CRH juga

meningkatkan produksi kortisol janin yang dapat menghambat

pertumbuhan longitudinal janin titik Selain itu mekanisme alternatif bisa

jadi bahwa kekurangan zat besi meningkatkan kerusakan oksidatif pada

eritrosit dan unit fetoplasenta sehingga membran amnion melemah dan

terjadi ketuban pecah dini (Reni, 2018).

c. Perdarahan Antepartum

Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya Oksigen

yang dibawa atau ditransfer ke sel tubuh maupun organ yang vital

termasuk uterus. Perdarahan antepartum meningkat kejadiannya pada

keadaan yang endometrium nya kurang baik misal pada atrofi

16
endometrium atau kurang baiknya nya vaskularisasi desidua (Reni

2018).

d. Dekompensasi Kordis

Pada kasus anemia, jantung harus bekerja lebih keras untuk

memasok darah yang kaya oksigen ke jaringan dan organ tubuh lainnya.

Hal ini meningkatkan kerja jantung dalam memompa darah dan dapat

berdampak buruk sehingga, apabila kondisi seperti ini dibiarkan terus-

menerus akan mengakibatkan pembesaran jantung denyut jantung cepat

atau tidak teratur, dan kegagalan jantung. Disamping itu perubahan

fungsi jantung juga dapat menyebabkan preload meningkat,

berkurangnya resistensi pembuluh darah perifer dan meningkatkan

cardiac output, meningkatnya kerja jantung dapat menyebabkan

peningkatan massa ventrikel kiri dan tekanan ekstra pada dinding

jantung titik situasi seperti ini biasanya akan diikuti dengan penurunan

oksigen dalam darah sehingga menyebabkan kondisi yang disebut

iskemia miokard, yaitu penurunan pasokan darah ke otot jantung. Semua

perubahan hemodinamik tersebut bisa menyebabkan gagal jantung

(Reni, 2018).

Anemia kronis dapat menyebabkan pembentukan pembuluh darah

baru ketika ada kardiomegali. Para peneliti berpendapat bahwa anemia

kronis dapat menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru dalam

restrukturisasi jantung dan sirkulasi mikro akibat penurunan oksigen

dalam darah atau peningkatan aliran darah koroner akibat kekentalan

darah berkurang (Reni, 2018).

17
e. Perdarahan postpartum,

Salah satu faktor predisposisi dari perdarahan postpartum adalah

anemia pada kehamilan. Menurut Aryani, F (2017) terdapat 39 (30.5%)

ibu hamil anemia mengalami perdarahan post partum. Ibu hamil dengan

anemia mempunyai peluang 5 kali lebih besar untuk mengalami

perdarahan postartum dibandingkan dengan yang tidak mengalami

anemia. Hal ini senada dengan hasil penelitian Sandven I (2017) yang

menyatakan bahwa risiko ibu hamil dengan anemia dengan kejadian

perdarahan postpartum sebesar 4,27 (Subriah, 2018).

Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan

frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga

menyebabkan peningkatan risiko perdarahan post partum. Rasa cepat

lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot

tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini

sejalan dengan penelitian Wuryanti yang menyatakan risiko perdarahan

post partum pada ibu anemia 8 kali lebih besar dibandingkan ibu yang

tidak anemia dan berhubungan secara statistic (Shinta 2021).

2. Dampak Anemia Terhadap Janin

a. BBLR

Bayi-bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gr,

memiliki risiko yang lebih besar mengalami kesakitan karena penyakit

infeksi sehingga berpotensi menyebabkan kematian yang lebih besar

dibandingkan dengan bayi-bayi yang dilahirkan dengan berat badan

normal atau dengan minimal berat lahir 2500 gram. Gizi merupakan

18
salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR. Rendahnya

konsumsi mikronutrien (vitamin B dan zat besi) serta penambahan berat

badan selama kehamilan memiliki kontribusi yang sangat penting pada

pertumbuhan fetus (Reni, 2018).

Zat besi adalah mineral untuk pembentukan hemoglobin yang

berperan dalam mengedarkan energi dan oksigen ke seluruh organ tubuh

(Brannon and Taylor, 2017). Penurunan kadar hemoglobin dapat

menyebabkan terjadinya perubahan angiogenesis plasenta dan

keterbatasan kemampuan pengiriman oksigen ke janin dengan

konsekuensi terjadinya pembatasan pertumbuhan intrauterine (IUGR)

dan BBLR (Stangret et al., 2017)

Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan di Indonesia bahwa

terdapat hubungan antara kadar Hb ibu selama kehamilan dengan

kejadian BBLR dengan (p0,045) (Lumbanraja et al., 2019)

b. Kelahiran Prematur

Kelahiran prematur lebih banyak terjadi pada ibu hamil yang anemia

defisiensi besi dibandingkan ibu hamil yang normal (p = 0,004) (Stephen

et al., 2018). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian lain

bahwa, kelahiran prematur dihubungkan dengan kejadian anemia yang

tidak diobati pada ibu saat hamil (p = 0,003) (Pinho-Pompeu et al.,

2017).

Ibu hamil dengan gizi kurang dan anemia juga berpotensi mengalami

persalinan prematur. Akan tetapi hubungan antara anemia pada Ibu

hamil dengan persalinan prematur masih belum jelas. World Health

19
Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35-37% Ibu hamil di

negara berkembang dan 18% Ibu hamil di negara maju mengalami

anemia (Pinho-Pompeu et al., 2017).

c. Kematian Neonatal

Kejadian anemia pada ibu hamil meningkatkan risiko 1,64 kali lebih

besar melahirkan bayi yang mengalami kematian perinatal dibandingkan

ibu hamil yang tidak anemia (a OR 1,64; 95% CI1,17-2,01; p 0.05) dan

kejadian anemia pada ibu hamil meningkatkan risiko 1,75 kali lebih

besar melahirkan bayi yang mengalami still birth dibandingkan ibu

hamil yang tidak anemia (a OR1,75;95%CI1,26-2,44;p0,055) (Perveen

and Soomro, 2016).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ima Azizah di

Kabupaten Grogoban bahwa terdapat hubungan antara status anemia ibu

dengan kematian neonatal yaitu, ibu yang anemia berisiko 3,2 kali

terhadap kematian neonatal dibandingkan dengan ibu yang tidak

anemia (p= 0,013 (OR = 3,2; 95% CI =1,3-7,4). Pada saat hamil, tubuh

ibu mengalami perubahan hematologi berupa plasma darah dan sel darah

merah yang meningkat dengan berbandingan plasma darah 30%, sel

darah merah 18%, dan Hb 19%. Hal tersebut untuk memenuhi

kebutuhan zat besi yang meningkat pada masa kehamilan. Kebutuhan

zat besi selama 40 minggu kehamilan adalah 750 mg yang meliputi 425

mg untuk ibu hamil, 300 mg untuk janin dan 25 mg untuk plasenta.

Proses hemodilusi tersebut akan menjadi hal patologis bila asupan zat

gizi kurang dan malabsorpsi. Asupan gizi yang kurang dan malabsopsi

20
akan menyebabkan ketidakseimbangan sehingga berdampak pada

penurunan Hb darah. (Florensia, 2017)

d. Asfiksia neonatorum

Keadaan jumlah hemoglobin yang kurang dalam darah pada

kehamilan terjadi pada keadaan kekurangan nutrisi besi, asam folat, dan

perdarahan akibat hemorrhoid atau perdarahan saluran pencernaan.

Kekurangan nutrisi dalam kehamilan menyebabkan hambatan dalam

sintesis hemoglobin, sehingga jumlah hemoglobin tidak bisa

mengimbangi kenaikan volume plasma. Anemia dalam kehamilan

menyebabkan pengangkutan oksigen ke jaringan dan janin terganggu.

Gangguan ini dapat menyebabkan hipoksia pada janin yang berada di

dalam kandungan sehingga pada waktu kelahiran bisa menyebabkan

asfiksia neonatorum (Aprilia, 2019).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Subriah

bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara anemia dengan

fiksia neonatorum diperoleh nilai p = 0.000 (p <0,05), anemia dalam

kehamilan menyebabkan hambatan dalam pembentukan hemoglobin,

sehingga jumlah hemoglobin tidak bisa mengimbangi kenaikan volume

plasma. Anemia dalam kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen

ke janin terganggu. Gangguan dapat menyebabkan hipoksia pada janin

yang berada di dalam kandungan sehingga pada waktu kelahiran bisa

menyebabkan asfiksia neonatorum (Hariati, 2019)

e. Cacat Bawaan

21
Nutrisi selama kehamilan adalah salah satu factor penting dalam

pembentukan janin. Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi

yang dibutuhkan untuk kesehatan selama kehamilan dan mengurangi

resiko lahir cacat. Selain itu makanan yang baik akan membantu system

pertahanan tubuh ibu hamil terhadap infeksi. (Simbolon,dkk, 2018).

f. Retardasi mental

Ibu hamil yang mengalami anemia defisiensi besi berisiko

menyebabkan gangguan perkembangan mental pada anak yang berumur

12 bulan sebesar 5,8 (aOR5,8; 95% CI1,1–10,5) dan anak yang berumur

18 bulan sebesar 5,1 (aOR5,1; 95% CI1,2– 9,0) kali lebih besar

dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami anemia defisensi

besi (Wang et al., 2015). Penelitian lain juga menunjukkan hasil yang

sama, ibu hamil dengan defisiensi besi berhubungan dengan kejadian

rendahnya kemampuan kognitif (Early Learning Composite) atau gross

motor function dan Ibu hamil dengan CBSF (cord blood serum ferritin)

rendah juga berisiko melahirkan bayi yang mengalami kemampuan

kognitif yang rendah (Early Learning Composite atau gross motor

function) (Mireku et al., 2016).

Peningkatan risiko cognitive mental development (CMD) diprediksi

terjadi pada awal kehamilan sebesar 7,13 kali lebih tinggi pada ibu hamil

yang menderita anemia dibandingkan dengan yang tidak (aOR7,13; 95%

CI 3,13 – 11,13). Hasil analisis stratifikasi berdasarkan asupan zat besi

juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara kadar Pb

dalam darah pada ibu hamil trimester akhir dengan penurunan mental

22
development index (MDI) anak umur 6 bulan (aOR-2,53; 95%CI -4.87

sampai -0.19; P<0,04) (Shah-Kulkarni et al., 2016)

2.2.7 Tanda dan Gejala Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil

Pada umumnya telah disepakati bahwa tanda-tanda anemia akan jelas

apabila kadar hemoglobin (Hb) <7gr/dl. Gejala anemia dapat berupakepala pusing,

palpitasi, berkunang-kunang, pucat, perubahan jaringanepitel kuku, gangguan

sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia, kurang nafsu makan,

menurunnya kebugaran tubuh, gangguan penyembuhan luka, dan pembesaran

kelenjar limpa. Sedangkan berdasarkan tingkatan anemia nya tanda dan gejala

anemia yaitu (Amalia, 2016):

1. Anemia ringan: kelelahan, penurunan energi, kelemahan, sesak nafas,

ringan, palpitasi, tampak pucat.

2. Anemia sedang: lesu, pucat, lidah bibir dan kuku pucat, mudah

mengantuk, cepat letih, mata berkunang – kunang.

3. Anemia berat: perubahan warna tinja, denyut jantung cepat, tekanan

darah cepat, frekuensi pernafasan cepat, pucat atau kulit dingin, nyeri

dada, pusing atau kepala terasa ringan, sesak nafas, tidak bisa

berkonsentrasi, pingsan

2.2.8 Penanganan dan Penatalaksanaan Anemia dalam Kehamilan

Berikut penanganan anemia dalam kehamilan menurut tingkat pelayanan

Reni (2018) :

1. Pondok Bersalin Desa (POLINDES)

Anemia pada ibu hamil idealnya harus dideteksi dan ditangani sejak

pelayanan kesehatan dasar titik di desa, ibu hamil perlu berkunjung ke

23
polindes untuk mengetahui kondisi kehamilannya dan mengetahui jika ibu

hamil terjadi anemia penanganan anemia di polindes meliputi (Reni, 2018):

a. Membuat diagnosis klinik dan rujukan pemeriksaan laboratorium ke

tingkat pelayanan yang lebih lengkap

b. Memberikan terapi oral pada ibu hamil yang berupa pemberian

tablet besi 90 mg/hari

c. Penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui

2. Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).

Wewenang Puskesmas untuk menangani kasus anemia pada ibu hamil di

antaranya dengan cara:

a. Membuat diagnosis dan terapi

b. Menentukan penyakit chronic (malaria, TBC) dan penanganannya

(Reni 2018)

3. Rumah sakit

Rumah Sakit merupakan layanan kesehatan tingkat lanjutan jika polindes

dan Puskesmas tidak dapat menangani kasus anemia pada ibu hamil.

Wewenang rumah sakit dalam menangani kasus anemia pada ibu hamil

meliputi (Reni 2018):

a. Membuat diagnosis dan terapi

b. diagnosis thalasemia dan elektroforesis Hb, bila Ibu ternyata

pembawa sifat, perlu tes pada suami untuk menentukan risiko pada

bayi

Selain itu, penanganan anemia berdasarkan tingkatannya juga terbagi

menjadi tiga bagian yaitu (Pratami, 2016):

24
1. Anemia Ringan

Dengan kadar Hemoglobin 9-10 gr% masih dianggap ringan sehingga

hanya perlu diberikan kombinasi 60 mg/hari zat besi, dan 400 mg asam folat

peroral sekali sehari.

Berikan parenteral apabila penderita tidak tahan obat besi peroral.Besi

parental diberikan dalam bentuk ferri secara im/iv. Diberikan ferum desktran

100 dosis total 1000-2000 mg intravena (Pratami 2016).

2. Anemia Sedang

Pengobatannya dengan kombinasi 120 mg zat besi dan 500 mg asam

folat peroral sekali sehari. Vitamin C membantu penyerapan zat besi menjadi

lebih efisien, ibu dianjurkan agar (Pratami 2016):

a. Minum tablet zat besi dan makan buah yang kaya vitamin C.

b. Makan sayuran berwarna hijau setiap hari.

c. Menghindari minum teh dan kopi. Jika ibu tidak mendapatkan

vitamin C yang cukup, berikan tablet vitamin C 50 mg per hari.

3. Anemia Berat

Pemberian preparat parenteral yaitu dengan fero dextrin sebanyak 1000

mg (20 ml) intravena atau 2x10 ml intramuskular. Transfusi darah kehamilan

lanjut dapat diberikan walaupun sangat jarang diberikan walaupun sangat

jarang diberikan mengingat resiko transfusi bagi ibu dan janin (Pratami

2016).

Menurut Prawirohardjo (2016) penanganan anemia defisiensi ialah

dengan preparat besi oral atau parenteral. Terapi oral ialah dengan pemberian

preparat besi: fero sulfat, fero gluconat atau Na-fero bisitrat. Pemberian

25
preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan. Efek

samping pada traktus gatrointestinal relatif kecil pada pemberian preparat

Na-fero bisitrat dibandingkan dengan ferosulfat.

Program pemerintah saat ini untuk setiap ibu hamil mendapatkan tablet

besi 90 tablet selama masa kehamilannya. tablet besi yang diberikan

mengandung FeSO4 320 mg (Zat besi 60 mg ) dan asam folat 0,25 mg.

Setiap bulan diberikan 30 tablet. Jumlah tersebut sudah mencukupi

tambahan zat besi selama kehamilan yaitu 1000 mg (Depkes RI, 2016).

Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak

1000mg (20 ml) intravena atau 2x10 ml/im pada gluteus, dapat

meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2g%. Pemberian parenteral ini

mempunyai indikasi: intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia

yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek utama ialah reaksi alergi, untuk

mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi dapat

di berikan seluruh dosis (Khasanah, 2018).

Berdasarkan rekomendasi BHSI 2019, penanganan anemia pada ibu

hamil adalah sebagai berikut (Tran, Khai dan McCormack, Suzanne, 2019) :

1. Komsumsi tablet tambah darah disarankan 40-80 mg setiap pagi,

dilakukan pemeriksaan konsentrasi Hb saat 2-3 minggu sejak pertama

kali konsumsi untuk memastikan berhasil atau tidaknya tablet tambah

darah menaikkan Hb ibu hamil. Pengontrolan kadar Hb ibu hamil

sebelum dan setelah konsumsi tablet fe sangat perlu dilakukan untuk

menentukan tindakan apa yang akan dilakukan untuk selanjutnya

sehingga progres terapi terpantau dan anemia bisa diatasi dengan baik

26
2. Pengobatan anemia harus dimulai sedini mungkin oleh profesional

kesehatan yang merawat wanita tersebut. Pemeriksaan kadasr Hb harus

dilakukan di TM satu sehingga pengobatan atau terapi penambahan zat

besi secara oral dapat dilakukan sedini mungkin. Perawatan medis

spesialis diperlukan jika terjadi situasi beikut yaitu :

a. Ibu hamil mengalami anemia berat (Hb <70 g/l)

b. Berhubungan dengan gejala yang signifikan usia kehamilan lanjut

(>34 minggu)

c. Tidak adanya progres perbaikin pada nilai Hb ibu setelah 2-3

minggu pemberian tablet tambah darah secara oral.

3. Pada wanita non-anemia dengan peningkatan risiko deplesi zat besi, 40-

80 mg unsur besi sekali sehari harus ditawarkan secara empiris, atau

feritin serum harus diperiksa dan besi ditawarkan jika feritin <30 g/l

4. Pengujian Hb berulang diperlukan 2-3 minggu setelah memulai

pengobatan untuk anemia yang sudah ada, untuk menilai kepatuhan,

pemberian yang benar, dan respons terhadap pengobatan

5. Setelah Hb dalam kisaran normal, komsumsi tablet tamba darah harus

dilanjutkan selama 3 bulan dan sampai setidaknya 6 minggu

pascapersalinan untuk mengisi kembali simpanan besi.

6. Penambahan zat besi secara IV harus dipertimbangkan dari trimester

kedua dan seterusnya untuk wanita dengan anemia defisiensi besi yang

dikonfirmasi yang tidak toleran, atau tidak menanggapi besi oral.

27
7. Penambahan zat besi secara IV harus dipertimbangkan pada wanita yang

datang setelah usia kehamilan 34 minggu dengan konfirmasi anemia

defisiensi besi dan Hb <100 g/l (1C).

Gambar 2.1 Skema Penanganan Anemia pada Kehamilan


Sumber : Stoltzfus R dan Dreyfuss M

28
BAB III LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA Ny. ‘M’

G2 P0 A1 H0 KEHAMILAN 24-25 MINGGU

DENGAN ANEMIA DEFISIENSI BESI

DI POLIKLINIK KEBIDANAN RS PENDIDIKAN UNAND

Tempat Pengkajian : Poliklinik Kebidanan RS Pendidikan Unand

Tanggal Pengkajian : 06 September 2021

Pukul : 12.23 WIB

Pengkaji : Yusmalia Hidayati

3.1 Kajian Asuhan Langkah Varney

1. Data Subjektif

a. Biodata

Nama Ibu : Ny. M Nama Suami : Tn. O

Umur : 28 Tahun Umur : 29 Tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : D-III Pendidikan : S-1

Pekerjaan : Pegawai Swasta Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Padang Alamat : Padang

No. Hp : 0812-7070-xxxx

29
b. Alasan Kunjungan/Keluhan Utama

Untuk memeriksakan kehamilannya saat ini, ini kunjungan kelima ibu, ibu

mengatakan merasa lesu dan lemas.

c. Riwayat Menstruasi

HPHT : 22-03-2021

TP : 29-12-2021

d. Riwayat Perkawinan

Perkawinan ke :1

Usia saat kawin : 26 Tahun

Lama perkawinan : 2 Tahun

e. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu

Keadaan
Tahun Tempat Jenis Anak
No UK Penolong Nifas Anak
Partus Partus Partus JK/BB
Sekarang

1.

2.

f. Riwayat Kehamilan Saat Ini

Kunjungan kelima : G2P0A1H0, Usia kehamilan 24-25 Minggu

Masalah yang Pernah dialami : lemah, lesu dan pusing, riwayat transfusi

feritinin sebanyak 2 kali.

g. Riwayat Imunisasi

TT : Menjelang menikah dapat TT 1 Kali, saat usia kehamilan 4-5 minggu

dapat TT 1 Kali.

30
h. Riwayat Penyakit/Operasi yang Lalu

Tidak memiliki riwayat penyakit serius atau operasi.

i. Riwayat yang Berhubungan dengan Masalah Kespro

Tidak pernah ada gangguan.

j. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada.

k. Riwayat KB

Belum Pernah ber-KB.

l. Pemenuhan Kesehatan Sehari-hari

Nafsu makan biasa, eliminasi tidak ada masalah, tidur nyenyak

Data psikososial : ibu dan keluarga merasa bahagia dengan kehamilan ibu saat

ini, suami mendukung kehamilan ini dengan berusaha menyenangkan hati ibu

dan membantu pekerjaan rumah.

2. Data Objektif

a. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda Vital :

TD : 114/67 mmHg P : 18 x/i

N : 98 x/i S : 36,6°C

BB sebelum hamil : 61 Kg

BB sekarang : 73 Kg

TB : 165 cm

31
b. Pemeriksaan Fisik

Kepala dan Wajah : Normal, tidak terlihat ada kelainan

Konjungtiva : Tampak pucat

Leher : Tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid

(melalui inspeksi)

Abdomen : Tidak terlihat ada luka bekas operasi, TFU 3 jari

diatas pusat, DJJ : 147 x/i

Ekstremitas : Tidak terlihat adanya oedema dan tidak terlihat

varises

Reflek patella : (+) kanan dan kiri

c. Pemeriksaan Penunjang

Hb : 11,4 gr %, Feritinin : 72,19 mcg/L

3. ASESSMENT

G2P1A0H1

Usia Kehamilan 24-25 Minggu

Janin Hidup Intrauterin, DJJ dalam batas normal

4. PLAN

Informasi, edukasi dan terapi :

1. Hidup sehat bagi ibu dan janin.

2. Tanda bahaya yang mungkin terjadi.

3. Makan makanan tinggi kandungan zat besi.

4. Kunjungan Ulang saat usia kehamilan 32 minggu atau jika ada keluhan.

5. Tablet Fe untuk mengontrol feritinin ibu, asam folat dan vitamin C.

32
3.2 Lembar Implementasi

Waktu Kegiatan Paraf

Senin, 06 September 2021 Edukasi :

12.23 – 13.02 WIB 1. Hidup sehat bagi ibu dan janin

a. Usahakan makan dan minum yang

cukup terutama makanan yang kaya zat

besi seperti : sayur-sayuran berwarna

hijau tua, kacang-kacangan, hati ayam,

buah bit, dsb. Hindari minum minuman

dengan cafein agar tidak mengahambat

penyerapan zat besi, serta makan

makanan dengan kandungan vitamin C

tinggi untuk membantu penyerapan zat

besi.

b. Berinteraksi dengan janin : mengelus

perut ibu sambil mengajak berbicara.

c. Istirahat yang cukup dan minta bantuan

suami/keluarga untuk melakukan

pekerjaan rumah jika dirasa berat.

d. Pertahankan kebersihan diri/Personal

Hygiene.

2. Tanda-tanda bahaya kehamilan seperti

gerakan janin berkurang, pandangan mata

kabur, perdarahan pervaginam, sakit kepala

33
berat.

3. Terapi Fe : membekali ibu dengan 90 tablet

besi 60 mg /hari, asam folat 600 mcg/hari,

Vitamin C 50 mg/hari.

4. Kunjungan Ulang

Menyepakati kunjungan ulang 01 November

2021 pada usia kehamilan 32 minggu atau

jika ada keluhan.

34
BAB IV PEMBAHASAN

Pengkajian dan pengumpulan data dasar merupakan tahap awal dari asuhan

kebidanan, dilaksanakan dengan cara pengkajian data subjektif, data objektif dan

data penunjang lainnya. Pengkajian data subjektif pada Ny. M usia 28 thn yaitu Ibu

mengatakan ini kehamilan keduanya dan pernah keguguran satu kali pada

kehamilan sebelumnya. Ibu mengatakan HPHT 22 Maret 2021. Ibu mengatakan ia

datang ke RS untuk pemeriksaan kehamilan, ibu mengeluhkan bahwa ibu merasa

lemah dan lesu. Ibu mengatakan rutin melakukan pemeriksaan ke poliklinik

kebidanan RS Unand yaitu kepada petugas kesehatan baik bidan maupun dokter.

Berdasarkan tinjauan teori keluhan yang dialami oleh Ny. M sesuai dengan

gambaran klinis dari anemia defisiensi besi antara lain adalah ibu merasa lemah,

letih, lesu dan lunglai. Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb)

<11 gr/dL pada trimester pertama dan <10,5 gr/dL pada trimester kedua dan ketiga,

dan <10 gr/dL postpartum (Tran Khai dan McCormack Suzanne, 2019).

Anemia fisiologis atau anemia pengenceran pada kehamilan diamati pada

wanita hamil yang sehat sebagai akibat dari ekspansi volume plasma yang relatif

lebih besar yaitu sebesar 30-40% dibandingkan dengan peningkatan massa Hb dan

volume eritrosit sebesar 20-25%. Hal ini menyebabkan sedikit penurunan kadar

Hb, menciptakan keadaan viskositas rendah, yang meningkatkan transportasi

oksigen ke plasenta dan janin (Avantika Gupta, 2018).

Dilihat dari riwayat pemeriksaan kehamilan sebelumnya, ibu memiliki

riwayat transfusi feritinin 2 kali. Pada pengkajian data objektif saat ini didapatkan

dari hasil pemeriksaan fisik pada Ny. M antara lain : keadaan umum baik,

kesadaran composmentis, TD : 114/67 mmHg, P : 18 x/i, N : 98 x/i, S : 36,6°C.

35
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan Hb : 11,4 gr/dL, serum

feritinin : 72,19 mcg/L. Menurut rekomendasi BHSI Skrining anemia pada ibu

hamil yaitu (Tran Khai dan McCormack Suzanne, 2019) :

1. Anemia harus didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) <11 gr/dL

pada trimester pertama dan <10,5 gr/dL pada trimester kedua dan ketiga, dan

<10 gr/dL postpartum.

2. Konsentrasi hemoglobin harus diukur secara rutin sebelum usia kehamilan 28

minggu.

3. Jika anemia tanpa penyebab lain yang jelas terdeteksi, uji diagnostik besi oral

harus diberikan tanpa penundaan, dengan hitung darah lengkap berulang dalam

2-3 minggu.

4. Strategi diagnostik yang optimal untuk anemia pada kehamilan tidak diketahui

tetapi skrining rutin yang tidak dipilih dengan feritin serum di luar konteks

penelitian saat ini tidak direkomendasikan.

5. Serum feritin harus diukur pada wanita dengan hemoglobinopati yang

diketahui untuk mengidentifikasi defisiensi besi bersamaan dan mengecualikan

status cadangan besi.

6. Wanita non-anemia yang berisiko kekurangan zat besi harus diidentifikasi dan

diberi zat besi profilaksis secara empiris atau memeriksakan feritin serum

terlebih dahulu.

7. Tingkat feritin serum <30 g/l pada kehamilan merupakan indikasi defisiensi

zat besi. Tingkat yang lebih tinggi dari ini tidak mengesampingkan kekurangan

zat besi.

36
Berdasarkan rekomendasi BHSI di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi

Ny. M saat ini sedang berada pada batas normal (stabil). Namun tetap diperlukan

pemeriksaan kehamilan secara rutin dan pola hidup sehat dengan memperbanyak

makan makanan yang kaya akan zat besi serta suplementasi tablet Fe untuk

mempertahankan kondisi normal ibu sampai saat persalinan dan nifasnya nanti.

Anemia pada kehamilan disebabkan oleh banyak faktor yang saling

berkaitan satu sama lain. Anemia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab,

seperti defisiensi mikronutrien (zat besi, folat, dan vitamin B12), kelainan genetik,

atau kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan zat besi atau penurunan

penyerapan zat besi, penyakit ginjal kronis, neoplasma, dan penyakit autoimun.

Kekurangan zat besi merupakan faktor utama penyebab anemia di negara

berkembang. Sekitar 50% kasus anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi

(Nunes, 2020). Penyebab anemia pada kehamilan adalah sebagai berikut

(Kemenkes, 2020):

1. Pola makan yang kurang beragam dan bergizi seimbang. Pada masa kehamilan

ibu dianjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung protein,

karbohidrat dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang lengkap. Ibu hamil

juga sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi

seperti hati, ikan, telur daging, tahu , tempe, sayuran bewarna hijau dan buah

berwarna. Pola makan yang tidak baik pada ibu hamil akan menyebabkan ibu

mengalami kekurangan nutrisi terutama zat besi yang bisa menyebabkan

terjadinya beberapa kondisi yang merugikan seperti anemia. (Garzon S, 2019).

Sebanyak 90% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh asupan zat besi yang

tidak memadai (Appiah, 2020).

37
2. Mengalami infeksi yang menyebabkan ibu kehilangan zat besi yaitu Infeksi

paracitic seperti disentri amuba, malaria, cacing tambang, hemoglobinopati

dan schistosomiasis yang bisa menyebabkan anemia (Garzon S, 2019).

3. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat (jarak kehamilan kurang dari 2

tahun). Jarak kehamilan yang dekat menyebabkan tubuh ibu mengalami

anemia dikarenakan tubuh ibu tidak punya waktu yang cukup untuk

memulihkan kondisi setelah kehamilan sebelumnya.

4. Ibu hamil mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK) dengan Lingkar

Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm.

Berdasarkan pengkajian data subjektif dan data objektif dapat ditegakkan

diagnosa Ny. M G2P0A1H0 usia kehamilan 24-25 minggu janin hidup tunggal

intrauterin dengan anemia defisiensi besi. Hal ini sesuai dengan kajian teori bahwa

dalam menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi diperlukan anamnesa dan

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.

Anemia menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh

tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan

frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal,

angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), dan angka kematian

perinatal meningkat. Disamping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih

sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal karena

wanita yang anemia tidak dapat mentolerir kehilangan darah (Rahmawati, 2020).

Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga

terjadinya masalah terhadap kelangsungan kehamilan seperti abortus, partus

imatur/prematur, gangguan proses persalinan (perdarahan), gangguan masa nifas

38
(daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang produksi ASI rendah), dan gangguan

pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, cacat bawaan, BBLR, kematian

perinatal, dan lain-lain) (Bhutta et al., 2017).

Dalam perencanaan asuhan Ny. M konseling, informasi dan edukasi yang

diberikan antara lain:

1. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum yang cukup terutama makanan

yang kaya zat besi seperti : sayur-sayuran berwarna hijau tua, kacang-

kacangan, hati ayam, buah bit, dsb. Kurangi konsumsi cafein agar tidak

menghambat penyerapan zat besi, dan perbanyak makan sumber makanan

yang mengandung vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi.

2. Istirahat yang cukup dan minta bantuan suami/keluarga untuk melakukan

pekerjaan rumah jika dirasa berat. Mempertahankan kebersihan diri/Personal

Hygiene ibu.

3. Menginformasikan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan seperti gerakan janin

berkurang, pandangan mata kabur, perdarahan pervaginam, sakit kepala berat.

4. Membekali ibu dengan 90 tablet besi 60 mg /hari, asam folat 600 mcg/hari.

Vitamin C 50 mg/hari.

5. Menyepakati kunjungan ulang 01 November 2021 pada usia kehamilan 32

minggu atau jika ada keluhan.

Dalam penatalaksanaan Ny. M juga perlu berkolaborasi dengan dokter

obgyn yaitu menyarankan ibu untuk ANC rutin sesuai waktu yang

direkomendasikan, USG untuk menilai kesejahteraan janin serta pemeriksaan

penunjang seperti pemeriksaan Hb dan serum feritinin untuk menilai

perkembangan kondisi anemia ibu. Hal ini sesuai dengan teori berdasarkan

39
rekomendasi BHSI 2019, penanganan anemia pada ibu hamil diantaranya (Tran,

Khai dan McCormack, Suzanne, 2019) :

1. Setelah Hb dalam kisaran normal, konsumsi tablet tambah darah harus

dilanjutkan selama 3 bulan dan sampai setidaknya 6 minggu pascapersalinan

untuk mengisi kembali simpanan besi.

2. Penambahan zat besi secara IV harus dipertimbangkan dari trimester kedua dan

seterusnya untuk wanita dengan anemia defisiensi besi yang dikonfirmasi tidak

toleran, atau tidak menanggapi besi oral.

40
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) <11 gr/dL

pada trimester pertama dan <10,5 gr/dL pada trimester kedua dan ketiga, dan <10

gr/dL postpartum (Tran Khai dan McCormack Suzanne, 2019). Anemia yang

sering terjadi adalah anemia defisisensi zat besi yaitu menyerang lebih dari 600 juta

manusia. (SUPAS, 2015).

Pengkajian data subjektif pada Ny. M usia 28 tahun yaitu Ibu mengatakan

ini kehamilan keduanya dan pernah keguguran satu kali pada kehamilan

sebelumnya. Ibu memiliki riwayat transfusi feritinin 2 kali. Pada pengkajian data

objektif didapatkan hasil antara lain : keadaan umum baik, kesadaran

composmentis, TD : 114/67 mmHg, P : 18 x/i, N : 98 x/i, S : 36,6°C. Pada

pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan Hb : 11,4 gr/dL, serum

feritinin : 72,19 mcg/L.

Berdasarkan pengkajian data subjektif dan data objektif dapat ditegakkan

diagnosa Ny. M G2P0A1H0 usia kehamilan 24-25 minggu janin hidup tunggal

intrauterin dengan anemia defisiensi besi. Perencanaan pada kasus Ny. M telah

dilakukan. Pemberian asuhan/implementasi dilakukan sesuai dengan apa yang telah

direncanakan. pada tahap evaluasi didapatkan bahwa Ny. M paham dengan

informasi yang diberikan dan berjanji akan melakukan anjuran-anjuran yang

diberikan oleh petugas kesehatan.

41
5.2 Saran

Berdasarkan kasus di atas, diharapkan kepada tenaga kesehatan terutama

bidan untuk melakukan upaya promotif dan preventif dengan melakukan

peningkatan pelayanan ANC yang berkualitas, pemeriksaan laboratorium, edukasi

gizi dan meningkatkan keterampilan dan kolaborasi dalam pencegahan anemia

secara interprofesional.

42
DAFTAR PUSTAKA

Sukarni, I dan Wahyu, P. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Yogyakarta:


Nuha Medika

Aspiani, Reni Yuli. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta:
Trans Info Media

Getachew Mullu Kassa, A. A. 2017. Prevalence and determinants of anemia


among pregnant women in Ethiopia; a systematic review and meta-
analysis. BMC Hematology, Vol.2, No.4.

Avantika Gupta, A. G. 2018. Iron Deficiency Anaemia in Pregnancy: Developed


Versus Developing Countries. L European Medical Journal.

K Michael dan Georgieff MD. 2020. Iron deficiency in pregnancy. American


Journal of Obstetrics & Gynecology. Vol.233, No.4, Hal. 516-524.

Kemenkes. 2020. Pedoman Pemberian tablet Tambah Darah (TTD) bagi Bu


Hamil. ISBN 978-602-416-971-8. Jakarta : Kemenkes RI.

Manuaba I. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Jakarta: EGC.

Greer, John P, dkk. 2014. Wintrobe’s Clinical Hematology. USA : Wolters


Kluwer.

Tran, Khai dan McCormack, Suzanne. 2019. Screening and Treatment of


Obstetric Anemia: A Review of Clinical effectiveness, Cost Effectiveness,
and Guidelines. Ottawa : Canadian Agency for Drugs and Technologies in
Health

Kemenkes. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kemenkes RI

Rahmawati, Sari. 2020. Upaya Pencegahan Anemia Pada Ibu Hamil dengan
Penyuluhan dan Pemberian tablet Zat Besi di Desa Mandalasari. Jurnal
Kreativitas , Vo. 4, No. 3, Hal 527-534.

Bhutta, Z. A. et al. 2017. Community-Based Interventions for Improving Perinatal


and Neonatal Health Outcomes in Developing Countries: A Review of the
Evidence’, Pediatrics, 115(Supplement 2), pp. 519–617. doi:
10.1542/peds.2004-1441

Reni Yuli Astuti, Dwi Ertiana. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jakarta : CV.
Pustaka Abad

Stangret, A. et al. 2017. Maternal hemoglobin concentration and hematocrit


values may affect fetus development by influencing placental angiogenesis.

43
Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, Vol.30, No.2, Hal. 199–
204

Lumbanraja, S. N. et al. 2019. The Correlation between Hemoglobin


Concentration during Pregnancy with the Maternal and Neonatal
Outcome. Journal of Medical Sciences, Vol.7, No.4, Hal. 593–597

Suchdev, C. M. 2019. Anemia epidemiology, pathophysiology, and etiology in


low- and middle-income countries. New York Academy of Sciences.

Shinta Ika Shandi, Desi Wijayanti. 2021. Pengaruh Kekurangan Energi Kronik
(Kek) Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Cepiring
Kabupaten Kendal. ISSN 2086-5562. Kendal : Jurnal Kebidanan
Indonesia, Vol 12, No 1.).

Pinho-Pompeu, M. et al. 2017. Anemia in pregnant adolescents: impact of


treatment on perinatal outcomes, Journal of Maternal-Fetal and Neonatal
Medicine, Vol.30, No.10, Hal.1158–1162.

Perveen, S. and Soomro, T. K. 2016. Sideropaenic anaemia: Impact on perinatal


outcome at tertiary care hospital. Journal of the Pakistan Medical
Association, Vol.66, No.8, Hal. 952–956.

Hariati, Andi Alim. 2019 Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil..


Https://Doi.Org/10.36590/Jika, Sulawesi Selatan : Jurnal Ilmiah
Kesehatan, Vol. 1, No. 1, Hal. 8-17.

Simbolon, Demsa. Jumiyati., R. Antun. 2018. Modul Edukasi Gizi Pencegahan


dan penanggulangan kurang energi kronik ( KEK) dan anemia pada ibu
hamil. Edisi.1. Yogyakarta : Deepublist.

Mireku, M. O. et al. 2016. Prenatal Iron Deficiency, Neonatal Ferritin, and Infant
Cognitive Function. Pediatrics, Vol.138, No.6.

Shah-Kulkarni, S. et al. 2016. Neurodevelopment in early childhood affected by


prenatal lead exposure and iron intake. Medicine (United States), Vol.95,
No.4, Hal 1–9

Kemenkes RI. 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Kemenkes RI AKI.
Supas. Jakarta;2015

Fatonah, S. 2016. Gizi dan Kesehatan untuk Ibu Hamil. Jakarta: Erlangga.

Badan Pusat Statistik. 2015. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun
2015. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Badan Pusat Statistik 2015 Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015.Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

44
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2017. Padang

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et
al. 2014. Williams Obstetrics. 24th edit. Mc Graw Hill.

45

Anda mungkin juga menyukai