Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL G₁P₀A₀H₀ DENGAN HIPEREMESIS

GRAVIDARUM GRADE I NY “C” UK 12-13 MINGGU


DI POLI KEBIDANAN RS DR. REKSODIWIRYO
PADANG

LAPORAN SEMINAR KASUS PRA PROFESI

Disusun oleh :

KELOMPOK IV
Elis Badri (2115302043)
Endang Fira Lasmana (2115302044)
Hafika Gusfiana (2115302049)
Meisyah Winanda (2115302055)
Putri Luthfiani (2115302061)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL G₁P₀A₀H₀ DENGAN HIPEREMESIS


GRAVIDARUM GRADE I NY “C” UK 12-13MINGGU
DI POLI KEBIDANAN RS DR. REKSODIWIRYO
PADANG

LAPORAN SEMINAR KASUS PRA PROFESI


Telah memenuhi persyaratan dan disetujui
Tanggal …………………….

Disusun Oleh :
Kelompok IV RS Dr. Reksodiwiryo Padang

Menyetujui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

(………………………………………..) (………………………………………..)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Seminar Kasus Pra Profesi
yang berjudul “ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL G₁P₀A₀H₀ DENGAN
HIPEREMESIS GRAVIDARUM GRADE I NY “C” UK 12-13MINGGU DI POLI
KEBIDANAN RS DR. REKSODIWIRYO PADANG”.
Selama penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing dan semua pihak terlibat yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis sudah berusaha menjadikan laporan ini sesempurna mungkin, namun penulis
juga menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan begitu juga dengan pnulis.
Namun segala bentuk kelemahan dan kekurangan dari laporan ini bukanlah suatu
kesengajaan melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat dan berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan terkait dengan kasus yang dibahas.

Padang, Maret 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mual muntah berlebihan merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
mempengaruhi status kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin (Syahril, 2018).
Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan
Hormon Chorionic Gonadotropin (HCG), keadaan inilah yang disebut dengan
hiperemesis gravidarum (Kasrida, 2017).
Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan atau
tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit,
atau defisiensi nutrisi, dan kehilanga berat badan. Insiden kondisi ini sekitar 3,5 per
1000 kelahiran (Paau dalam Irianti, 2020).
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Teori
menyebutkan bahwa penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum meliputi anemia,
primigravida, psikomotorik (kecemasan, depresi dan stress), riwayat keturunan, faktor
Human Chorionic Gonadotropin (HCG), metabolik, alergi, infeksi dan pola makan.
Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa wanita dengan usia muda dan
primigravida cendrung lebih berisiko terkena hiperemesis gravidarum (McCarty, dkk
dalam Rofi’ah, 2019).
Selain itu, hiperemesis gravidarum merupakan kejadian yang dapat diturunkan
oleh ibu kepada anak perempuan. Hiperemesis gravidarum juga disebabkan pula oleh
kurangnya asupan gizi wanita hamil karena segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan semua sehingga dapat menyebabkan anemia, dari semua dapat
menyebabkan perdarahan, kemudian syok dan keadaan yang lebih buruk adalah
kematian pada ibu (Morgan dalam Atiqoh, 2020).
Hiperemesis terjadi 0,5 hingga 2% kehamilan. Hiperemesis terjadi sebagai
interaksi antara faktor biologis, psikologis dan sosiokultural. Hiperemesis paling
banyak terjadi pada trimester I, namun dapat berlanjut pada trimester 2. Hiperemesis
jika tidak ditangani dapat menyebabkan gangguan pada ibu hamil dan janin (Nurbaity
et al.,2019).
Kehamilan dengan Hiperemesis gravidarum menurut World Health
Organization (WHO) mencapai 12,5% dari seluruh jumlah kehamilan di dunia
dengan angka kejadian yang beragam yaitu mulai dari 0,3% di Swedia, 0,5% di
California, 0,8% di Canada, 10,8% di China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di Pakistan,
dan 1,9% di Turki (WHO,2018).
Angka kejadian Hiperemesis gravidarum di Indonesia adalah mulai 1-3% dari
seluruh kehamilan sekitar 5.324.562 jiwa (Armiati, 2018). Perbandingan insiden
secara umumnya yaitu 4 : 1.000 (Susanti et al., 2019). Berdasarkan hasil penelitian di
Indonesia diperoleh data ibu dengan hiperemesis gravidarum mencapai 14,8% dari
seluruh kehamilan (Abidah & Nisa dalam Wahyuni, 2021).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, hiperemesis
gravidarum pada ibu hamil tahun 2017 didapatkan sebanyak 763 orang (Sumbar,
2017). Sementara itu, berdasarkan data kasus hiperemesis gravidarum di poli
kebidanan Rumah Sakit Dr. Reksodiwiryo Padang, dalam satu tahun terakhir (2021)
tercatat ibu dengan hiperemesis gravidarum sebanyak 57 orang dan ditahun 2022
jumlah kasus hiperemesis gravidarum dari bulan Januari – Maret 2022 adalah
sebanyak 17 orang.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) kejadian
hiperemesis gravidarum sekitar 50% sampai 80% ibu hamil mengalami mual dan
muntah. Kira-kira 5% dari ibu hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian
cairan dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit (Kartikasari, 2017).
Kebanyakan kasus hiperemesis gravidarum akan hilang seiring dengan
perjalanan waktu, satu dari setiap 1000 wanita hamil akan menjalani rawat inap.
Hiperemesis gravidarum umumnya hilang dengan sendirinya (self limiting), tetapi
penyembuhan berjalan lambat. Kondisi sering terjadi diantara wanita primigravida
dan cendrung terjadi lagi pada kehamilan berikutnya (Lowdermilk dalam Irianti,
2020).
Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan tubuh ibu sangat lemah, muka
pucat dan frekuensi buang air kecil menurun drastis sehingga cairan tubuh semakin
berkurang dan darah menjadi lebih kental (hemokonsentrasi). Keadaan ini dapat
memperlambat peredaran darah sehingga konsumsi oksigen dan makanan ke jaringan
juga ikut berkurang sehingga menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat
membahayakan kesehatan ibu dan kesehatan janin yang dikandungnya (Hidayat
dalam Rofi’ah, 2019).
Hiperemesis gravidarum juga dapat menyebabkan dehidrasi dan jika dehidrasi
tidak mendapatkan penanganan yang baik, maka akan membahayakan nyawa ibu dan
bayi. Selain dampak fisiologis pada kehidupan wanita, hiperemesis gravidarum juga
memberikan dampak secara psikologis, sosial, dan spiritual. Dampak dari hiperemesis
tidak hanya mengancam kehidupan wanita, tetapi juga dapat menyebabkan efek
samping pada janin, seperti abortus, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur, serta
malformasi pada bayi baru lahir (Atiqoh, 2020).
Kejadian hiperemesis gravidarum dapat diturunkan, salah satunya dengan
mengetahui faktor- faktor penyebab kejadiannya (Vikanes, 2010). Prinsip
penatalaksanaan hiperemesis gravidarum meliputi pencegahan, mengurangi mual dan
muntah, koreksi dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, pemberian vitamin dan
kalori yang adekuat untuk mempertahankan nutrisi (Setiawati dalam Rofi’ah, 2019).
Bidan sebagai profesi yang terus berkembang, senantiasa mempertahankan
profesionalitasnya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bidan memberikan asuhan yang kebidanan yang bersifat holistik, humanitik
berdasarkan evidence based dengan prinsip pendekatan manajemen asuhan kebidanan
dan memperhatikan aspek fisik, psikologi, emosional, sosial budaya, spiritual,
ekonomi dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan
melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan
kewenangannya (KepMenKes, 2020).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyusun laporan seminar
kasus kelompok dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil G₁P₀A₀H₀
Hiperemesis Gravidarum Grade I Ny “C” Usia Kehamilan 12-13 Minggu di Poli
Kebidanan RS Dr. Reksodiwiryo Padang dengan tujuan dapat memahami dan
memberikan asuhan yang tepat yang diberikan pada ibu hamil dengan hiperemesis
gravidarum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka disusun rumusan masalah dari
laporan ini, yaitu : Bagaimana Asuhan pada Ibu Hamil G₁P₀A₀H₀ dengan
Hiperemesis Gravidarum Grade I Ny “C” Usia Kehamilan 12-13 minggu di Poli
Kebidanan RS Dr. Reksodiwiryo Padang.
C. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian dan asuhan kebidanan terstandar
pada kasus patologis ibu hamil dengan Hiperemesis Gravidarum (HEG) dengan
menggunakan manajemen kebidanan dan mendokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari laporan kasus ini adalah :
a. Mengetahui konsep dasar asuhan kebidanan ibu hamil dengan Hiperemesis
Gravidarum Grade I.
b. Mengetahui data dasar subjektif dan objektif pada kasus ibu hamil dengan
Hiperemesis Gravidarum Grade I.
c. Menegakkan analisis kasus ibu hamil dengan Hiperemesis Gravidarum Grade
I.
d. Melakukan penatalaksanaan pada kasus ibu hamil dengan Hiperemesis
Gravidarum Grade I.
e. Menganalisis perbedaan konsep dasar teori dengan kasus ibu hamil dengan
Hiperemesis Gravidarum Grade I.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah :
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman serta mampu melakukan pengkajian dan
asuhan yang terstandar sesuai dengan permasalahan yang ditemui.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga dapat mendeteksi secara dini, melakukan pencegahan dan
penanganan awal serta dapat segera mengambil keputusan yang tepat untuk
datang ke fasilitas kesehatan bila terdapat tanda hiperemesis gravidarum.
3. Bagi Fasilitas Kesehatan
Sebagai bahan masukan dan tambahan informasi terkait dengan penanganan dan
asuhan yang tepat bagi ibu dengan hiperemesis gravidarum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah gejala mual dan muntah yang
berlebihan pada ibu hamil. Istilah hiperemesis gravidarum dengan gangguan
metabolik yang bermakna karena mual dan muntah. Penderita hiperemesis
gravidarum biasanya dirawat di rumah sakit. Etiologinya belum pasti, diduga
ada hubungannya dengan paritas, hormonal, neurologis, metabolik, stres
psikologis, keracunan dan tipe kepribadian (Fadlun dan Feryanto, 2011).
Wiknjosastro (2015) mengatakan bahwa hiperemesis gravidarum adalah
mual dan muntah yang berlebihan pada ibu hamil, seorang ibu menderita
hiperemesis gravidarum jika seorang ibu memuntahkan segala macam yang
dimakan dan diminumnya hingga berat badan ibu sangat turun, turgor kulit
kurang, diurese kurang dan timbul aseton dalam air kencing.
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur
kehamilan 20 minggu, muntah bergitu hebat dimana segala apa yang dimakan
dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan
pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton
dalam urin bukan karena penyakit seperti appendicitis, pielititis, dan sebagainya
(Nugroho dalam Hestina Fathul Janah, 2013).
B. Tanda dan Gejala
Gejala utama hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah saat
hamil, yang bisa terjadi hingga lebih dari 3-4 kali sehari. Kondisi ini bisa
sampai mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.
Muntah yang berlebihan juga dapat menyebabkan ibu hamil merasa pusing,
lemas, dan mengalami dehidrasi.
Selain mual dan muntah secara berlebihan, penderita hiperemesis
gravidarum juga dapat mengalami gejala tambahan berupa :
1. Sakit kepala
2. Kontsipasi
3. Sangat sensitif terhadap bau
4. Produksi air liur berlebihan
5. Inkontinensia urine
6. Jantung berdebar
Gejala hiperemesis gravidarum biasanya muncul di usia kehamilan 4-6
minggu dan mulai mereda pada usia kehamilan 14-20 minggu. Mual dan
muntah yang dirasakan ibu hamil cenderung akan membuat mereka menjadi
lebih lemah dan akan meningkatkan kecemasaan terhadap kejadian yang lebih
parah. Masalah psikologis juga berperan pada parahnya mual dan muntah serta
perkembangan hiperemesis gravidarum. Masalah psikologis yang terjadi pada
ibu hamil akan cenderung mengalami mual dan muntah dalam kehamilan, atau
memperburuk gejala yang sudah ada serta mengurangi kemampuan untuk
mengatasi gejala normal. Selain itu ketidakseimbangan psikologis ibu hamil
seperti cemas, rasa bersalah, mengasihani diri sendiri, ingin mengatasi konflik
secara serius, ketergantungan atau hilang kendali akan memperberat keadaan
mual dan muntah yang dialaminya sehingga akan lebih ditakutkan keadaan mual
muntah tersebut menjadi lebih buruk dan menyebabkan terjadinya hiperemesis
gravidarum (Tiran, 2008).
Manuaba (2010), membagi hyperemesis gravidarum berdasarkan berat
ringannya gejala dapat dibagik kedalam 3 tingkatan, yaitu:
1. Tingkatan I
a. Muntah berlebihan
b. Dehidrasi ringan
c. Nyeri pada epigastrium
d. Berat badan menurun
e. Tekanan darah sistolik menurun
f. Turgor kulit menurun
g. Lidah mongering
h. Tampak lemah dan lemas
2. Tingkat II (Hiperemesis Gravidarum Sedang)
a. Tampak lemah dan pusing
b. Dehidrasi sedang
c. Tufgor kulit turun
d. Lidah mengering
e. Tampak ikterus
f. Nadi meningkat, temperatur naik, tekanan daran turun
g. Hiemokonsentrasi diserta oligoria
h. Badan keton dalam keringat dan air kencing
3. Tingkat III (Hiperemesis Gravidarum Berat)
a. Kesadaran somnolen sampai koma
b. Ikterus yang semakin nyata
c. Komplikasi yang mungkin tampak
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Perubahan mental
4) Muntah diserta darah
C. Penyebab
Dalam Manuaba (2010), penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui
secara pasti. Tetapi beberapa faktor predisposisi dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Faktor adaptasi dan hormonal
Pada wanita hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi
hiperemesis gravidarum. Dapat dimasukan dalam ruang lingkup faktor
adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia, wanita primigravida, dan
overdistensi rahim pada hamil ganda dan hamil mola hidatidosa. Sebagian
kecil primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan
koreonik gonaditropin, sedangkan pada hamil ganda dan mola hidatidosa,
jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan terjadi
hiperemesis gravidarum itu.
Human Chorionic Gonadotropin atau biasa disebut hCG juga diyakini
sebagai penyebab hiperemesis gravidarum yang paling mungkin terjadi baik
secara langsung maupun aktivitasnya terhadap reseptor hormon tiroid
(TSH). Jalur dimana tingkat hCG yang lebih tinggi dapat menyebabkan
hiperemesis gravidarum masih belum jelas, namun mekanisme yang
diketahui meliputi pengaktifan proses sekresi pada saluran gastrointestinal
(GI) bagian atas dan dengan menstimulasi peningkatan produksi hormon
tiroid (Rini, 2021).
2. Faktor psikologi
Hubungan faktor psikologis dengan kejadian hiperemesis gravidarum
belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil, takut
kehilangan pekerjaan, keretakan hubungan dengan
suami dan sebagainya, diduga dapat menjadi faktor kejadian hiperemesis
gravidarum. Dengan perubahan suasana dan masuk rumah sakit
penderitaannya dapat berkurang sampai menghilang.
3. Faktor alergi
Pada kehamilan, di mana diduga terjadi invasi jaringan villi korialis
yang masuk ke dalam peredaran darah ibu, maka faktor alergi dianggap
dapat menyebabkan kejadian hiperemesis gravidarum.
4. Faktor Riwayat Asupan
a. Asupan Karbohidrat
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi karbohidrat
dalam jumlah banyak berhubungan dengan kejadian mual dan muntah
pada ibu hamil. Telah diamati bahwa wanita yang mengalami mual dan
muntah cenderung memiliki Gestational Weight Gain (GWG) atau
pertambahan berat badan hamil yang lebih sedikit walaupun
mengonsumsi energi dalam jumlah tinggi dan yang terbanyak bersumber
dari karbohidrat dan gula. Hal ini terjadi karena disritmia lambung yang
menyebabkan mual.
b. Asupan Protein
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi protein dalam
jumlah rendah berhubungan dengan kejadian mual dan muntah pada ibu
hamil. Kekurangan protein dapat menyebabkan disritmia lambung dan
menimbulkan perasaan mual.
c. Asupan Lemak
Berdasarkan teori metabolisme terjadinya hiperemesis gravidarum,
asupan tinggi lemak merupakan salah satu faktor terjadinya hiperemesis
gravidarum. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi
lemak dalam jumlah banyak berhubungan dengan kejadian mual dan
muntah pada ibu hamil. Peningkatan lemak tubuh dapat menyebabkan
peningkatan produksi estrogen melalui konversi steroid menjadi estradiol
melalui enzim aromatase. Proses ini terjadi pada sel lemak dan
peningkatan lemak tubuh sehingga meningkatkan produksi estrogen. Hal
ini dispekulasikan bahwa asupan lemak jenuh yang tinggi dapat
meningkatkan konsentrasi estrogen yang bersirkulasi. Meningkatnya
kadar estrogen berkaitan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum.
Selain itu, makanan yang berlemak akan menunda pengosongan lambung
yang dapat mengakibatkan terjadinya mual. Lemak dapat menghambat
pelepasan gastrin didalam perut dan dapat mempengaruhi aktivitas ritmis
lambung. Lemak juga dapat menghambat protein dalam
mempertahankan aktivitas lambung secara normal.
d. Asupan Vitamin B6
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vitamin B6 dapat menurunkan
frekuensi mual dan muntah pada ibu hamil. Meskipun vitamin ini
mengkatalisis sejumlah reaksi yang melibatkan produksi
neurotransmitter, namun tidak diketahui apakah fungsi ini berperan
dalam menghilangkan gejala mual dan muntah atau tidak. Mekanisme
bagaimana vitamin B6 berperan dalam menurunkan mual muntah belum
jelas, namun vitamin B6 berfungsi sebagai kofaktor pada sekitar 50
enzim dekarboksilase dan transaminase.
5. Status Gizi Sebelum Kehamilan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa status gizi sebelum hamil
berhubungan dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil,
terutama pada wanita yang memiliki IMT atau Indeks Massa Tubuh yang
rendah. Sebuah penelitian yang di Swedia menunjukkan bahwa kejadian
hiperemesis gravidarum lebih banyak terjadi pada wanita yang memiliki
berat badan kurang (underweight) sebelum kehamilan dibandingkan dengan
wanita yang memiliki berat badan ideal sebelum hamil. Sedangkan berat
badan lebih (overweight) hingga obesitas sebelum kehamilan merupakan
faktor protektif kajdian hiperemesis gravidarum.
6. Usia Ibu
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa usia ibu merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hiperemesis gravidarum.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum lebih
banyak dialami oleh wanita hamil yang berusia <20 dan >35 tahun. Namun,
ada juga penelitian yang menunjukkan hiperemesis dapat terjadi pada usia
20-35 tahun. Ibu yang memiliki cukup usia untuk hamil cenderung tidak
mengalami hiperemesis gravidarum karena ibu dinilai sudah mampu
menyesuaikan diri dengan kadar estrogen yang meningkat. Usia ibu juga
berkaitan dengan kematangan emosi ibu. Ibu hamil yang sudah masuk
perkembangan yang lebih dewasa, akan mempunyai emosi yang lebih stabil
dan lebih siap dalam menghadapi kehamilan. Kesiapan ibu dalam
menghadapi kehamilan juga berdampak pada tingkat stress ibu menghadapi
kehamialn.
7. Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat menurunkan risiko
mual dan muntah pada ibu hamil serta hiperemesis gravidarum. Sebuah
penelitian di Norwegia juga menunjukkan bahwa merokok sebagai faktor
protektif terhadap hiperemesis gravidarum. Hubungan antara merokok
dengan hiperemesis gravidarum tidak jelas. Efek protektif kemungkinan
diperoleh dari merokok dapat menurunkan kadar hCG dengan cara
meningkatkan metabolisme hCG karena kadar hCG yang meningkat
berkaitan dengan hiperemesis (Rini, 2021).

Hiperemesis gravidarum sering terjadi pada:


1. Primigravida
Dikarenakan faktor adaptasi dan hormonal yang menyebakan
primigravida beresiko terhadap hiperemesis gravidarum. Karena sebagian
kecil primigravda belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan
gonadrotopin korionik.
2. Molahidatidosa
Pada mola jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi sehingga
menyebabkan hiperemesis gravidarum
3. Kehamilan Kembar
Ini merupakan gejala kehamilan yang berebihan. Biasanya jika ada janin
kembar maka ibu akan mengalami mual di pagi hari yang dapat berlipat
ganda. Akan tetapi semua ini juga bisa terjadi pada kehamilan janin tunggal.
a. Faktor organ, karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi maternal
dan perubahan metabolik
b. Faktor psikologi, keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, hamil
yang tidak diinnginkan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut memikul tanggung jawab dan sebagainya.
c. Faktor endokrin, Faktor endokrin atau hormonal memiliki efek
metabolik yang dapat mengganggu metabolisme dan sistem pencernaan
sheingga memperparah keadaan mual dan muntah (Sheehan, 2007).
Peningkatan berlebihan hormon selama kehamilan dalam serum darah
maternal secara cepat dan tinggi. Hormon Progesteron juga diduga
menyebabkan mual dan muntah dengan cara menghambat motilitas
lambung dan gelombang kontraksi otot polos lambung. Hormon lain
seperti kortisol yang tinggi dan adanya keparahan keadaan stress atau
gangguan psikologis menunjukan korelasi positif, ketika stres muncul
sumbu hipotalamus hipofisis adrenal akan memicu reaksi psikologis
seperti peningkatan kadar serum kortisol
4. Diabetes
Gejala mual muntah juga disebakan oleh gangguan traktus digestivus
seperti pada penderita diebetes melitus (gastroparesis diabeticorm). Hal ini
disebabkan oleh gangguan mortilitas usus pada penderita atau pada setelah
operasi vagotomi.
5. Grastitis
Vomitus yang terjadi pada saat makan atau segera sesudahnya dapat
menunjukkan vomitus psikogenetik atau ulkus peptik dengan pilorospasme.
Muntah yang terjadi 4-6 jam atau lebih setelah makan dan mengenai
eliminasi jumlah besar makanan yang tidak ditelan sering menunjukan
retensi lambung atau gangguan esofagus tertentu. Vomitus yang bersifat
proyektif atau tanpa didahului nausea menunjukan kemungkinan lesi pada
sistem saraf pusat.
D. Patofisiologi Terjadinya Penyakit
Patofisiologi dari Hiperemesis gravidarum masih kurang baik dipahami.
Terdapat banyak teori yang berusaha menjelaskan patofisiologi dari penyakit
ini. Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang
isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus.
Muntah merupakan refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga
komponen utama yaitu detektor muntah, mekanisme integratif dan efektor yang
bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui
saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah juga
menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari
chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus
vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer mem-bypass trigger zone
mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri
berada pada dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula oblongata.
Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor.
Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X,
XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga
dan otot abdomen (Prawirohardjo, 2002).

Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari


meningkatnya kadar esterogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trisemester
pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal
dai sistem saraf pusat akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian
terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah
dapat berlangsung berbulan- bulan (Wiknjosastro, 2015).
Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbodhidrat
habis terpakai untuk keperluan energi. Hal tersebut menyebabkan pembakaran
tubuh beralih pada cadangan lemak dan protein. Pembakaran lemak yang
terjadi merupakan pembakaran lemah yang kurang sempurna. Oleh karena itu
terbentuk benda keton dalam darah yang menambah beratnya gejala klinis.
Beberapa cairan lambung serta elektrolit seperti natrium, kalium, dan kalsium
banyak keluar melalui muntah. Penutunan kalium akan menambah beratnya
gejala muntah pada pasien hiperemesi gravidarum. Dengan kata lain, semakin
rendah kalium dalam kesembangan tubuh semakin meningkat terjadinya
muntah.
Muntah yang berlebihan menyebabkan cairan tubuh makin berkurang
sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) yang dapat menyebabkan
peredaran darah menjadi lambat, yang berarti konsumsi oksigen dan nutrisi di
jaringan berkurang. Kekurangan nutrisi dan oksigen di jaringan akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat menambah beratnya keadaaan
janin dan ibu hamil. Selain itu, muntah yang berlebihan dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah kapiler pada lambung dan esofagus sehingga
terkadang muntah bisa bercampur darah (Manuaba, 2010).
Perubahan fisiologis pada saluran gastrointestinal dalam kehamian,
terutama disebabkan oleh kerja progesteron, dapat menyebabkan masalah,
termasuk relaksasi sfingter kardiak (terletak di antara esofagus dan lambung)
yang menyebabkan refluks esofagus dan nyeri ulu hati, dan penurunan
peristaltik yang menyebabkan konstipasi. Hampir 79% wanita yang mengalami
nyeri ulu hati atau refluks melaporkan mengalami mual dan muntah setiap hari
yang umumnya muncul di trimester pertama dan hilang pada trimester kedua.
Literatur lain menyebutkan 60% wanita hamil mengalami nyeri ulu hati dan
refluks esofagus lebih sering terjadi pada trimester ketiga.
E. Pathways

Bagan 2.1 Pathway Hiperemesis


Gravidaru Sumber: Manuaba
(2010)

F. Pemeriksaan Fisik yang Dilakukan Sesuai Teori


Pemeriksaan fisik ibu dengan hiperemesis gravidarum yaitu diperhatikan
keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya
kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan:
1. Kesadaran
2. Tanda vital
3. Berat badan
4. Saturasi oksigen
5. Tanda-tanda dehidrasi
6. Pemeriksaan status obstetri
7. Pemeriksaan tiroid
8. Status genralis lainnya yang berhubungan dengan anamnesis riwayat
penyakit.
Dalam pemeriksaan fisik, nilai adanya tanda dehidrasi berdasarkan table 2.1
dan tabel 2.1. penggunaan penilaian dehidrasi menurut World Health
Organization (WHO).
Periksa urin dan melihat kadar keton urin ibu.
Yang Skor
Dinilai A B C
Keadaan Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau
Umum tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung,
kering
Cairan Minum Haus ingin Malas minum/tidak
biasa/tidak haus minum banyak bisa minum
Turgor Kembali cepat Kembali Kembali sangat
Lambat lambat
Tabel 2.1 Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Gejala
Klinis dan pemeriksaan Fisik

Keterangan:
a. < 2 tanda dikolom B dan C: Tanpa dehidrasi
b. > 2 tanda dikolom B: Dehidrasi ringan dan sedang
c. > 2 tanda di kolom C : Dehidrasi Berat
Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi
Ringan Sedang Berat
Defisit cairan 3–5% 6–9% ≥ 10%
Hemodinamik Takikardi Takikardi Takikardi
Nadi Lemah Nadi sangat Nadi tidak
lemah teraba
Hipotensi
Orostatik
Jaringan Lidah kering Lidah kering Atonia
Turgor Turun Turgor Turgor
Kurang Buruk
SSP Mengantuk Apatis Koma
Tabel 2.2 Tanda Klinis Dehidrasi

G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang yang Dilakukan Sesuai Teori


Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan
penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan
tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan
pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus
hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50- 60% terjadi penurunan kadar
TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan
antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan
tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan
blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting
dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa
(Widayana,2013).

H. Terapi/Tindakan Penanganan yang Dilakukan Sesuai Teori


Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan
dengan jalan memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan
sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan
kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan
muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah
makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering
(Winkjosastro, 2015).
Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi
dianjurkam untuk makan. Makanan yang berminyak dan berbau lemak
sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya disajikan dalam
keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat
dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang
penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula
(Anwar, 2011).
1. Obat-obatan
Pemberian obat pada hyperemesis gravidarum sebaiknya berkonsultasi
dengan dokter sehingga dapat dipilih obat yang tidak bersifat teratogenik
(dapat menyebabkan kelainan kongenital atau cacat bawaan bayi)
(Manuaba, 2010).
Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan terapi farmakologis
maupun non farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan dengan
pemberian :
a. Sedatif ringan (phenobarbital [luminal] 30 mgr, valium).
b. Anti-alergi (anthistamin, Dramamine, Avomin)
c. Obat antimual/anti-muntah (Mediamer B6, Emetrole, Stemetil,
Avopreg)
d. Vitamin, terutama kompleks dan vitamin C
e. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu
dikelola di rumah sakit.
Sedangkan terapi non farmakologis dilakukan dengan pemberian
konseling gizi dan kesehatan, pengaturan diet, dukungan emosional,
akupuntur, perubahan pola hidup, istirahat, tidur dan pengobatan
herbal/alamiah dalam bentuk aromaterapi menggunakan jahe, spearmint,
lemon dan peppermint (Rofi’ah, Widatiningsih dan Sukini, 2019).
Beberapa herbal aromaterapi yang dapat dimanfaatkan antara lain :
- Jahe mengandung minyak atsiri Zingiberena (zingirona), zingiberol,
bisabilena, kurkumen, gingerol, flandrena, vitamin A dan resin pahit
yang dapat memberikan rasa nyaman diperut, sehingga mual dan
muntah dapat diatasi.
- Lavender yang memiliki zat aktif berupa linalool dan linalyl acetate
yang dapat berefek sebagai analgesic dapat dimanfaatkan sebagai
aromaterapi.
- Lemon menghasilkan minyak esensial dari ekstrak kulit jeruk (Citrus
Lemon) dan sering digunakan untuk kehamilan dan melahirkan.
Lemon mengandung Limonene yang dapat menghambat kerja
prostaglandin, sehingga mengurangi rasa nyeri serta berfungsi
mengontrol sikooksigenase I dan II, mencegah aktivitas
prostaglandin dan mengurangi rasa sakit, termasuk mual dan muntah.
Kandungan lilalil asetat pada lemon berfungsi untuk menormalkan
keadaan emosi serta memiliki khasiat sebagai penenang dan tonikum,
khususnya pada sistem syaraf (Rofi’ah, Widatinigsih dan Sukini,
2019).
2. Isolasi dan pengobatan psikologik
Dengan melakukan isolasi di ruangan sudah dapat meringankan
wanita hamil karena perubahan suasana dari lingkungan rumah tangga.
Petugas dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi tentang
berbagai masalah berkaitan dengan kehamilan. Penderita disendirikan dalam
kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Catat cairan
yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan dan minum dan selama
24 jam. Kadang- kadang dengan isolasi saja gejala- gejala akan berkurang
atau hilang tanpa pengobatan. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa
penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan,
kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya
dapat menjadi latar belakang penyakit ini (Wiknjosastro. 2015).
Menurut Hidayati (2012) faktor psikologik pada hiperemesis
gravidarum adalah memberikan konseling dan edukasi (KIE) tentang
kehamilan yang dilakukan untuk menghilangkan factor psikis rasa takut.
3. Diet
Menurut Affandi (2012) ciri khas diet hiperemesis adalah
penekanan karbohidrat kompleks terutama pada pagi hari, serta menghindari
makanan yang berlemak dan goreng-gorengan untuk menekan rasa mual
dan muntah, sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan minum.
Diet pada hiperemesis bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen
tubuh mengontrol asidosis secara berangsur-angsur memberikan makanan
berenergi dan zat gizi yang cukup.
Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diataranya
adalah karbohidrat tinggi, yaitu 75-80% dari kebutuhan energi total,
lemak rendah, yaitu <10% dari kebutuhan energi total, protein
sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total, makanan diberikan dalam
bentuk kering, pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu
7-10 gelas per hari, makanan mudah dicerna tidak merangsang saluran
pencernaan dan diberikan sering dalam porsi kecil, bila makan pagi dan
sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan
malam, makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien.
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu:
1) Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis
gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar
atau rebus, ubi bakar atau rebus dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi
yang terkandung didalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu
lama.
2) Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet
diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan
yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan
makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat
memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
3) Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum
ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien dan minuman boleh
diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan
energi dan semua zat gizi.
4. Pemberian cairan pengganti
Cairan pengganti dapat diberikan dalam keadaan darurat sehingga
keadaan dehidrasi dapat diatasi. Cairan pengganti yang diberikan adalah
glikosa 5% sampai 10% dengan keuntungan dapat mengganti cairan yang
hilang dan berfungsi sebagai sumber energi sehingga terjadi perubahan
metabolisme dari lemak menjadi protein menuju ke arah pemecahan
glukosa. Cairan tersebut dapat ditambahkan vitamin C, B kompleks, atau
kalium yang diperlukan untuk kelancaran metabolisme.
Lancarnya pengeluaran urin memberi petunjuk bahwa keadaan ibu
hamil berangsur-angsur membaik. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan darah, urine, dan bila memungkinkan pemeriksaan fungsi hati
dan ginjal. Bila muntah berkurang dan kesadaran membaik, ibu hamil dapat
diberikan makan minum dan mobilisasi (Manuaba, 2010).
5. Penghentian Kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk.
Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, auria, dan perdarahan merupakan
manifestasi komplikasi organic. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abortus terapuetik sering sulit diambil. Oleh karena di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi di lain pihak tidak boleh menunggu sampai
terjadi gejala irreversible pada organ vital (Wiknjosastro, 2015).
Pada bebrapa keadaan Hiperemesis gravidarum yang sudah cukup
parah dan dinilai bisa mengancam kesejahteraan ibu dan janin maka dapat
dipertimbangkan pengakhiran kehamilan, menurut (Faser dan Cooper,
2019)
Pada beberapa kasus, pengobatan hiperemesis gravidarm tidak berhasil
malah terjadi kemunduran dan keadaan semakin menurun sehingga
diperlukan pertimbangan untuk melakukan gugur kandung, keadaan yang
memerlukan pertimbangan gugur kandung diantaranya:
a. Gangguan kejiwaan
1) Delirium
2) Apatis, somnolen sampai koma
3) Terjadi gangguan hiwa ensefalopati Wenicke

b. Gangguan penglihatan
1) Perdarahan retina
2) Kemunduran penglihatan
c. Gangguan faal
1) Hati dalam bentuk ikterus
2) Ginjal dalam bentuk anuria
3) Hantung dan pembuluh darah terjadi nadi meningkat
4) Tekanan darah menurun
Dengan memperhatikan keadaan tersebut gugur kandung dapat
dipertimbangan pada hiperemesis gravidarum (Manuaba, 2010)
I. Komplikasi yang Terjadi Sesuai Teori
Hiperemesis grvidarum dapat menyebabkan berbagai komplikasi yaitu
gagal ginjal aku, robekan Mallory-Weiss, ruptur esofagus,Wernicke
encephalopathy, pneumothoraks, pendarahan intrakranial janin, bayi prematur,
berat bayi lahir rendah, vasispasme arteri serebral, serta beban psikologis
(Cunningham, 2012).
Muntah yang berlebihan dapat menyebabkan cairan tubuh semakin
berkurang sehingga darah kental (hiperkonsentrasi) yang dapat memperlambat
peredaran darah yang berarti bahwa konsumsi oksigen dan nutrisi ke jaringan
berkurang. Sehingga akan menimbulkan kerusakan jaringan yang memperberat
keadaan ibu dan janin. Muntah yang terus- menerus disertai dengan kurnag
minum yang berkepanjangan dapay menyebabkan dehidrasi. Jika terus
berlanjut, ibu dapat mengalami syok. Dehidrasi yang berkepanjangan juga
menhambat tumbuh kembang janin. Oleh karen itu, pada pemeriksaan fisik
harus dicari apakah terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti
penengkatan frekuensi nadi (>100 kali per menit) , penurunan tekanan darah,
kondisi subfebis, dan penurunan kesadaran. Selanjutnya dalam emeriksaan fisik
lengkap dapat dicari tanda- tanda dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis,
seta penurunan berat badan (Gunawan, 2011).
Adapun dampak yang ditimbulkan dapat terjadi pada ibu dan janin, yaitu:
1. Komplikasi pada ibu
Menurut Setiawan (2017) ibu akan kekurangan nutrisi dan cairan
sehingga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah dapat pula
mengakibatkan gangguan asam basa, pneumini aspirasi, robekan
mukosa pada hubungan gastroesofagi yang menyebabkan peredaran
rupture esophagus, kerusakan hepar dan kerusakan ginjal.
2. Komplikasi pada janin
Menurut Setiawan (2016) pertumbuhan dan perkembangan janin
karena nutrisi yang tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan kehamilan,
yang mengakibatkan peredaran darah janin berkurang. Pada bayi, jika
hiperemesis ini terjadi hanya di awal kehamilan tidak berdampak terlalu
serius, tetapi jika sepanjang kehamilan si ibu menderita hiperemesis
gravidarum, maka kemungkinan bayinya mengalami BBLR, IUGR,
Prematur hingga abortus (Winkjosastro, 2015).
Ada peningkatan peluang retradasi pertumbuhan intaruterus jika
ibu mengalami penurunan berat bada sebesar 5 % dari berat badan
sebelum kehamilan, karena pola pertumbuhan janin tergangu oleh
metabolisme maternal.
J. Kewenangan Bidan
Sebagai seorang bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan
aturan atau hukum yang berlaku, sehingga penyimpangan terhadap hukum (mal
praktik) dapat dihindarkan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan hiperemesis gravidarum tingkat I, landasan hukum yang
digunakan diantaranya:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.28 tahun 2017.
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
a. Pasal 18, dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki
kewenangan untuk memberikan:
1) Pelayanan kesehatan ibu;
2) Pelayanan kesehatan anak; dan
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
b. Pasal 19 ayat (1) dan (2)
Ayat (1) yang berbunyi “Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf a diberikan pada masa sebelum hamil,
masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa
antara dua kehamilan.
Ayat (2) yang berbunyi “Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan:
1) Konseling pada masa sebelum hamil;
2) Antenatal pada kehamilan normal;
3) Persalinan normal;
4) Ibu nifas normal;
5) Ibu menyusui; dan
6) Konseling pada masa antara dua kehamilan.
Ayat (3) yang berbunyi “Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bidan berwenang melakukan:
1) Episiotomi;
2) Pertolongan persalinan normal;
3) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
4) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
5) Pemberiak tabler tambah darah pada ibu hamil;
6) Pemberian vitamin A dosisi tinggi pada ibu nifas;
7) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu
ibu eksklusif
8) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
9) Penyuluhan dan konseling
10) Bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan
11) Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang
kebidanan. Pasal 49, dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a,
Bidan berwenang :
a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil
b. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal
c. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan menolong
persalinan normal
d. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas
e. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil,
bersalin, nifas dan rujukan
f. Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa
kehamilan, masa persalinan, pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan
pascakeguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan Pada Standar
Kompetensi 3 yang berbunyi “Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu
tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama ekhamilan yang meliputi;
deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu”. Dengan
Keterampilan Dasar yang menyangkut dengan hiperemesis gravidarum
adalah Keterampilan Dasar nomor 10 yang berbunyi “Melakukan
penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan, hyperemesis gravidarum
tingkat I, abortus imminen, dan pre eklamsia ringan”
BAB III
LAPORAN KASUS

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL NY.”C“


G1P0A0H0 USIA KEHAMILAN 12-13 MINGGU DENGAN HIPEREMESIS
GRAVIDARUM GRADE I DI POLI KEBIDANAN RUMAH SAKIT TK III
06.01. dr REKSODIWIRYO PADANG

Hari/tanggal : Jumat, 04-03-2022 Pukul :10.00 WIB

A. SUBJEKTIF

1. Biodata
Nama ibu : Ny. C Nama suami : Tn. J
Umur : 17 tahun Umur : 20 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Minang/Indonesia Suku/Bangsa : Minang/Indonesia
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : Bandar Pulau Karam Alamat : Bandar Pulau Karam
Gol. Darah :- Gol. Darah :-
NoHP/WA : 082384697269
2. Alasan datang berkunjung : ibu mengatakan ingin periksa kehamilannya, ibu
mengeluhkan kepala pusing, mual, muntah dan nafsu makan
berkurang ,badan terasa lemas.
3. KeluhanUtama : ibu mengeluh mual dan muntah serta badan terasa lemas
sejak 3 hari yang lalu dan awal mual sejak 1 bulan yang lalu
4. Riwayat menstruasi
Umur Menarche : ibu mengatakan haid pertama pada usia 12 tahun
Lamanya Haid : ibu mengatakan lamanya haid 7 hari
Teratur/tidak : Ibu mengatakan haid nya tidak teratur
Keluhan : Tidak ada
5. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : Sah
Kawin Ke : 1 kali
Umur Menikah : 17 tahun
Lama Menikah : 6 - 7 bulan
Jarak menikah dengan kehamilan : 1- 2 bulan
6. Riwayat kehamilan,persalinan dan nifas yang lalu

G1 P0A0

Keadaan
Anak Tanggal Usia Jenis Penolong Penyulit
Anak
Ke Partus Ibu Persalinan Persalinan (Komplikasi) BBL
Sekarang
ini

7. Riwayat Kehamilan Sekarang


Pada hamil muda ini ibu mengatakan bahwa ibu mengalami mual dan muntah.
1. HPHT : 27 – 11 – 2021
2. TP : 4– 9 -2022
3. Usia Kehamilan :12 - 13 minggu
8. Riwayat Gynekologi
Tidak menderita penyakit seperti infertilitas, cervisitis cronis,
polipserviks, infeksi virus, endometriosis, kanker kandungan, penyakit
menular seksual (PMS), myoma serta tidak pernah mengalami operasi
kandungan.
9. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu mengatakan ibu tidak menggunakan Metode KB apapun.
10. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang pernah diderita seperti
Jantung, Hipertensi, Diabetes Melitus, TBC, Asma, Hepatitis serta tidak
ada riwayat operasi abdomen/SC.
2. Riwayat penyakit yang menyertai kehamilan
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang menyertai kehamila
seperti Hipertensi, Pre Eklamsi, dan Eklamsi.
3. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga yang pernah diderita
seperti Jantung, Hipertensi, Diabetes Melitus, TBC, Asma, dan Hepatitis.
4. Riwayat keturunan kembar : Ada
5. Riwayat alergi : Tidak ada
11. Pola kegiatan sehari-hari
1. Nutrisi
Makan : Frekuensi : 3 x sehari
Menu : Nasi putih dan ikan, sayur, tahu, tempe
Porsi : 3 sendok kecil
Keluhan : Ibu mengatakan susah untuk makan dikarenakan
rasa mual dan badannya terasa lemas serta pusing
Minum : Frekuensi : 5 - 6 sehari/gelas
Jenis : Air putih
Keluhan : Tidak ada
2. Eliminasi
BAB : Frekuensi : 2 - 3 x seminggu
Konsistensi : Keras
Keluhan : BAB tidak rutin
BAB : Frekuensi : 4- 5 xsehari
Warna :Kuning
Keluhan :Tidak ada
3. Personal hygiene
Mandi : 2 x sehari
Keramas : 3 x seminggu
Gosok Gigi : Setiap mandi
Ganti Pakaian Dalam : Setiap habis mandi
Ganti Pakaian Luar : Setiap habis mandi
Genetalia : Bersih
4. Istirahat dan tidur
Tidur siang : 1 – 2 jam
Tidur malam : 7 - 8 jam
Keluhan : Tidak ada
5. Olahraga
Jenis : Tidak ada
Frekuensi : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada
6. Hubungan seksual
Frekuensi sebelum hamil : 1x seminggu
Frekuensi selama hamil : 1x seminggu
Keluhan : Tidak ada
7. Kebiasaan hidup
Merokok : Tidak ada
Minuman keras : Tidak ada
Obat-obatan : Tidak ada
Jamu : Tidak ada
8. Pola aktivitas pekerjaan sehari-hari : Melakukan pekerjaan rumah
12. Riwayat psikososial, ekonomi, kultural dan spiritual
1. Psikososial
- Ibu mengatakan hubungan Ibu dengan Keluarga Baik
- Ibu mengatakan perasaan ibu dan keluarga terhadap kehamilan ini
yaitu senang dan merupakan kehamilan yangdiinginkan
- Ibu mengatakan pengambilan keputusan dalam keluarga yaitu suami
- Ibu mengatakan tempat dan petugas yang diinginkan untuk
membantu persalinan yaitu Rumah Sakit atau BPM
- Tempat rujukan jika terjadi komplikasi adalah Rumah Sakit
2. Ekonomi : Menengah kebawah
3. Kultural : Baik
4. Spiritual : Baik

B. OBJEKTIF
1. Data umum
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. Keadaan Emosional : Kurang Stabil
4. Pengukuran tinggi badan, berat badan, LILA
1). Berat Badan Sebelum Hamil : 43 Kg
2). Berat Badan saat ini : 41,9 Kg
3). Tinggi Badan : 152 cm
4). LILA : 21,5cm
5. Tanda-tandavital
1) TD : 90/60 mmHg
2) Nadi : 94x/i
3) Pernafasan : 20 x/i
4) Suhu : Tidak dilakukan
6. Postur tubuh : Normal
2. Data khusus
1. Kepala
Rambut : Rambut bersih, hitam dan tidak rontok
Muka : Pucat,tidak ada oedema, tidak ada cloasma gravidarum
Mata : Tidak Cekung, Simetris, congjungtiva pucat, sclera
putih, tidak oedema
Telinga : Normal, simetris, bersih, tidak ada serumen
Hidung : Normal, bersih, tidak ada secret, dan tidak ada polip
Mulut : Bibir pucat dan kering, gigi tidak ada caries dan tidak
ada stomatitis
2. Leher : Tidak ada pembengkakan kalenjar tiroid dan limfe
3. Payudara
Inspeksi : Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak ada dilakukan
4. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada bekas luka operasi, linea alba, tidak ada striae,
pembesaran perut sesuai umur kehamilan
Palpasi : Nyeri pada epigastrium
- Leopold I : Tidak dilakukan
- Leopold II : Tidak dilakukan
- Leopold III : Tidak dilakukan
- Leopold IV : Tidak dilakukan
Auskultasi
- DJJ : + (USG)
- Frekuensi : Tidak dihitung
- Irama : Teratur
5. Ekstremitas
Atas : Kuku bersih, tidak ada oedema, tidak ada varices.
Bawah : Kuku bersih, tidak ada oedema, tidak ada varises
Reflek patela : Tidak dilakukan
6. Kulit
Turgor kulit menurun
7. Pemeriksaan Penunjang
Golongan Darah : Tidak dilakukan
HB : Tidak dilakukan
Urin
- Protein Urin : Tidak dilakukan
- Glukosa Urin : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang lain : Tidak dilakukan

C. ASSESSMENT
1. Diagnosa:
Ibu hamil G1P0A0H0 usia kehamilan 12 - 13 minggu, dengan Hiperemesis
gravidarum grade I
Data dasar
Data Subjektif
a. Ibu mengatakan HPHT pada tanggal 27 November 2021
b. Ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama
c. Ibu mengatakan sejak 3 hari yang lalu merasa mual muntah terlalu
sering dengan frekuensi lebih dari 5 x/hari
d. Ibu mengatakan badannya lemas sampai mengganggu aktivitasnya
e. Ibu mengatakan nafsu makannya berkurang karena mengeluh mual dan
muntah, ibu hanya minum 5-6 gelas air putih.
f. Ibu mengatakan BAB 2-3 x seminggu tidak teratur, BAK 4-5 x/hari
Data Objektif:
a. TP :4 – 9 – 2022
b. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis
c. Vital sign
TD : 90/60 mmHg
N : 94x/i
P : 20x/i
S : Tidak dilakukan
d. BB sebelum hamil : 43 Kg
BB sekarang : 41,9 Kg
e. Mata : Conjungtiva pucat, mata tidak cekung, dan sclera
berwarna putih.
Kulit : Turgor kulit menurun
f. Palpasi abdomen : Tidak dilakukan
g. Pemeriksaan Penunjang
- Hb : Tidak dilakukan
- Golongan Darah : Tidak dilakukan
- ProteinUrine : Tidak dilakukan
2. Masalah
Ibu merasa cemas dengan kehamilannya dan terganggu aktivitasnya karena
kondisi mual muntah yang dialaminya
3. Kebutuhan
- Informasikan hasil pemeriksaan
- Pengetahuan terkait hiperemesis gravidarum
- Dukungan keluarga dan suami
- Konseling gizi seperti menghindari makanan pemicu dan anjuran makan
sedikit tapi sering
- Konsumsi makanan dengan gizi seimbang
- Anjurkan ibu untuk minum air minimal 8 gelas per hari untuk menncegah
dehidrasi
- Pengobatan farmakologis dan non farmakologis
- Kunjungan ulang bila mual dan muntah berlanjut atau rawat inap bila
gejala bertambah parah

D. PLANNING
1. Informasi hasil pemeriksaan pada ibu
Evaluasi : Ibu paham dengan informasi yang diberikan
2. Beri penjelasan kepada ibu bahwa mual dan muntah merupakan gejala
ketidak nyamanan yang umum terjadi pada kehamilan muda dan akan hilang
setelah kehamilan empat bulan
Evaluasi : Ibu memahami penjelasan yang diberikan
3. Berikan dukungan psikologi pada ibu dengan melibatkan peran suami
Evaluasi : Suami bersedia membantu pekerjaan ibu dan memberikan
dukungan kepada ibu selama menjalani kehamilannya
4. Anjurkan ibu makan sedikit tapi sering, kurangi makanan berminyak, pedas,
dan yang memicu muntah
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
5. Anjurkan ibu tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang untuk
perkembangan janinnya
Evaluasi : Ibu bersedia tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi
6. Anjurkan ibu untuk minum 8 gelas sehari untuk mencegah dehidrasi dan
upayakan minum 1 – 2 jam setelah makan
Evaluasi : Ibu paham dengan penjelasan yang diberikan
7. Anjurkan ibu untuk meminum terapi obat yang diberikan oleh dokter dan
sarankan ibu menggunakan aroma terapi untuk mengurangi mual
Evaluasi : Ibu bersedia melaksanakan saran yang diberikan
8. Anjurkan ibu untuk segera datang ke rumah sakit bila gejala mual dan
muntah semakin parah
Evaluasi : Ibu bersedia datang ke rumah sakit.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Analisis kasus merupakan bagian dari laporan kasus yang akan membahas
kesenjangan dan hambatan selama penulis melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil Ny.
C dengan hiperemesis gravidarum tingkat I. Kesenjangan tersebut menyangkut antara teori
dan praktek langsung di lapangan.
Pengumpulan data dasar dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pasien. Pada
kasus ini penulis melakukan pengkajian pada Ny. C melalui data subjektif dan data objektif.
Penulis melakukan pendekatan dengan pengamatan langsung, wawancara dengan pasien dan
suami. Pemeriksaan fisik berupa inspeksi dan pemeriksaan USG, sementara pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan PP test sudah dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat satu
(Puskesmas).
Berikut analisis antara faktor-faktor penyebab hiperemesis gravidarum pada ibu hamil
disesuaikan dengan kondisi yang ada pada responden Ny.C dengan teori yang ada :
1. Analisis faktor risiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil berdasarkan
paritas
Kejadian hiperemesis gravidarum berdasarkan paritas, angka kejadiannya
lebih besar terjadi pada primigravida bila dibandingkan dengan multigravida. Hal ini
didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Mansjoer & setiowulan bahwa 60-80%
primigravida mengalami mual dan muntah berlebih.
Dari data pengkajian diatas, Ny. C adalah seorang primigravida. Menurut
asumsi penulis, primigravida menjadi salah satu faktor terjadinya hiperemesis
gravidarum karena pada sebagian besar primigravida belum siap beradaptasi dengan
peningkatan hormon kehamilan seperti estrogen dan korionik gonadotropin.
Hal ini sesuai dengan teori Irianti (2014), bahwa sebagian besar primigravida
belum mampu beradaptasi dengan hormon estrogen dan korionik gonadotropin
sehingga lebih sering terjadi hiperemesis gravidarum atau emesis gravidarum. Risiko
mual muntah meningkat pada primigravida, hal tersebut diperkuat dengan gejala mual
muntah yang biasanya terjadi setelah implantasi dan bersamaan saat produksi HCG
mencapai puncaknya.
HCG sendiri dihasilkan karena plasenta yang berkembang, bahwa sel-sel
plasenta (villi kariolis) yang menempel pada dinding rahim awalnya ditolak oleh
tubuh karena dianggap sebagai benda asing. Reaksi imunologik inilah yang memicu
terjadinya mual muntah (Irianti, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Warsuli (2016) dengan judul hubungan antara
primigravida terhadap kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di wilyah
puskesmas Pringapus Kabupaten Semarang diadapatkan hasil kejadian hiperemesis
gravidarum lebih sering dialami oleh primigravida dari pada multigravida, hal ini
berhubungan dengan tingkat stres dan usia ibu saat mengalami kehamilan pertama.

2. Analisis faktor risiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil usia kurang dari
20 tahun
Hasil pengkajian didapatkan usia responden adalah 17 tahun saat menjalani
kehamilan ini (kehamilan pertama). Usia seseorang pada saat hamil sebaiknya tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun berisiko untuk mengandung dan melahirkan. Pada kasus ini, usia 17 tahun
bukan masa yang baik untuk hamil karena organ-organ reproduksi belum sempurna,
hal ini tentu menyulitkan proses kehamilan. Menurtu penulis, usia ini berpengaruh
terhadap kesiapan alat-alat reproduksi menerima kehamilan.
Hal ini didukung oleh beberapa penelitian diantaranya penelitian Muchtar
(2018), menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan
kejadian hiperemesis gravidarum.
Menurut analisa penulis usia tidak hanya berpengaruh terhadap kesiapan
kematangan organ reproduksi dalam menerima kehamilan, tetapi juga berpengaruh
terhadap sikap dan mental dalam menerima sesuatu perubahan, pengelolaan stres dan
penerimaan tanggung jawab terhadap sesuatu hal.
3. Analisis faktor risiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil dari faktor
pendidikan
Responden pada kasus ini yakni Ny.C berpendidikan SMP. Pendidikan
merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mempengaruhi seseorang termasuk
juga perilaku seseorang dalam menerapkan pola hidup sehat (Notoadmodjo).
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilakunya terhadap pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam perubahan
kesehatan.
Makin tinggi pendidikan makin mudah menerima informasi, sehingga banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, semakin rendah pendidikan atau kurang
pendidikan seseorang akan menghambat perkembangan sikap terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan, sehingga pendidikan diharapkan mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam mengontrol hiperemesis gravidarum.
Sesuai dengan pendapat Notoadmojo tersebut, bila penulis analisis dari segi
pendidikan reponden/pasein, ada kecendrungan pendidikan responden dapat
mempengaruhi cara atau kemampuannya untuk mengontrol masalah hiperemesis yang
dialaminya. Keterbatasan pengetahuan akibat dari pendidikannya yang rendah
mengakibatkan ibu semakin tertekan dan stress menghadapi kehamilannya yang pada
akhirnya akan memperberat kondisi hiperemesis gravidarumnya.

4. Analisis faktor risiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil dari faktor
dukungan suami dan dukungan keluarga
Menurut Sumardi (2016), bahwa dukungan keluarga sangat penting bagi ibu
yang sedang hamil. Ibu hamil terkadang dihadapkan pada rasa kecemasan dan
ketakutan akan gangguan yang dihadapi pada masa kehamilannya. Keluarga
diharapkan selalu memotivasi, membantu dan mendampingi ibu hamil dalam
menghadapi keluhan kehamilannya sehingga ibu hamil merasa tenang dan nyaman
setiap ada masalah yang terjadi berhubungan dengan kehamilannya.
Dalam kasus ini, ibu mengatakan kurang mendapatkan perhatian dan
dukungan dari suami, di karenakan suami nya harus bekerja sebagai buruh harian
setiap hari, sehingga intensitas komunikasi dan pertemuannya sedikit. Begitupun
dengan dukungan keluarga, mereka sudah mempunyai kesibukan dengan keluarga
masing-masing ditambah lagi mereka juga memiliki juga orang awam terhadap
masalah-masalah kehamilan.
Menurut penulis, banyak dukungan keluarga yang dapat diberikan kepada ibu
hamil seperti dukungan secara informasional dimana keluarga berperan sebagai
pemberi saran dan informasi yang bisa bermanfaat untuk ibu hamil. Seperti sesuai
dengan kasus ini, keluarga dapat memberikan informasi mengenai pengalaman
mereka ketika mengahdapi hiperemesis gravidarum ataupun sebagai pemberi
support/dukungan/motivasi agar ibu lebih bersemangat dalam menghadapi gangguan
kehamilannya. Dukungan lain bisa bersifat praktis dan konkrit dengan memberikan
bantuan pekerjaan atau rawatan selama ibu tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
Begitupula dengan dukungan suami, kehamilan merupakan periode krisis bagi
seorang wanita yang dapat diikuti dengan stres dan kecemasan. Selama masa
kehamilan dukungan dari suami dapat memberikan perasaan nyaman dan aman ketika
ibu merasa takut dan khawatir dengan kehamilannya. Tugas suami adalah
memberikan perhatian dan membina hubungan baik dengan ibu, sehingga ibu
mengkonsultasikan setiap masalah yang dialaminya selama kehamilan.
Dukungan yang dapat diberikan suami adalah dengan member ketenangan
pada ibu, mengantarkan untuk memeriksakan kehamilan, memenuhi keinginan
selama hamil, mengingatkan minum obat, membantu kegiatan rumah tangga, ataupun
dengan memberikan pijatan ringan bila ibu merasa lelah. Hal kecil yang dilakukan
suami memiliki makna yang berarti dalam meningkatkan kesehatan psikologis kearah
yang lebih baik.
Dukungan yang diberikan suami diharapkan dapat membantu ibu melewati
kehamilan dengan perasaan senang tanpa depresi. Kondisi stres psikologis yang dapat
disebabkan karena tidak adanya dukungan suami dapat menyebabkan ibu yang pada
awalnya dapat beradaptasi dengan kenaikan hormon dan tidak mengalami mual dan
muntah akan mengalami kejadian tersebut (Jaqhuin dalam wahyuni, 2020).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syamsiah, dkk (2018)
yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan kejadian
hiperemesis gravidarum.
Analisa berdasarkan hasil pengkajian data dan tatalaksana yang ditemukan di
lapangan dan hubungannya dengan teori :
1. Pengumpulan Data Dasar
Pada pengkajian data subjektif keluhan utama ibu adalah mengalami mual dan
muntah lebih dari 5 x/hari terutama bila mencium aroma yang menyengat seperti
wangi-wangian atau bumbu-bumbu yang menyengat, selain itu ibu juga mengatakan
badannya lemas dan pusing. Kondisi ini menyebabkan aktivitas sehari-harinya
terganggu bahkan sampai tidak bisa melakukan aktivitas fisik selama 3 hari ini. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Irianti, bahwa hiperemesis gravidarum adalah keadaan
dimana penderita mual dan muntah berlebihan kehamilan menetap dengan frekuensi
lebih dari 5 kali dalam sehari, disertai dengan penurunan berat badan (> 5% dari berat
badan sebelum hamil) dan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa, kekurangan gizi, bahkan kematian (Irianti, 2020).
Berdasarkan pemeriksaan umum yang dilakukan pada responden, didapatkan
data keadaan umum ibu lemah, tanda-tanda vital TD : 90/60 mmhg, N : 94 x/I, P : 20
x/i, dalam kesadaran composmentis dan kondisi emosional nya kurang stabil terlihat
dari kecemasan dan sikap ibu yang tidak sabaran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
hasil pemeriksaan : wajah ibu pucat, tidak ada cloasma gravidarum, serta tidak ada
oedema, mata tidak cekung, sclera berwarna putih, konjugtiva pucat, mulut dan
mukosa kering, turgor kulit mulai menurun, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri
pada bagian epigastrium. Sesuai dengan yang dikemukan oleh Manuaba (2010),
bahwa tanda hiperemesis gravidarum grade 1 adalah muntah berlebihan, dehidrasi
ringan, nyeri epigastrium, berat badan menurun, tekanan darah sistolik menurun,
turgor kulit menurun, lidah mongering dan tampak lemas.
Berdasarkan data objektif dan subjektif yang didapatkan pada pengkajian,
penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan data kasus yang ditemui di
lapangan.
Pada kasus hiperemesis gravidarum sebaiknya dilakukan pemeriksaan
penunjang aseton urin untuk mengetahui kadar keton dalam urin. Hiperemesis
gravidarum ini mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi. Karena oksidasi lemak tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan
tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidrosi butirik dan aseton dalam darah yang
pada pemeriksaan urin ditemukan adanya keton positif. Keton urin dilihat untuk
mengetahui apakah terjadi metabolisme yang tidak sempurna pada penderita ini.
Tetapi dalam kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan keton.
2. Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data untuk kemudian diproses menjadi
masalah atau diagnosis kebutuhan perawatan kesehatan.
Penegakan diagnosis kehamilan yang dilakukan pada Ny. C di poli kebidanan
yaitu melalui data subjektif ibu mengatakan tidak dating haid sejak 3 bulan yang lalu
serta diperkuat dengan pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan USG terlihat bagian-
bagian janin dalam rahim dan DJJ (denyut jantung janin) positif normal.
Pada kasus Ny. C dengan usia 17 tahun ini merupakan faktor predisposisi
terjadinya hiperemesis gravidarum, yaitu usia kurang dari 20 tahun. Seperti telah
dibahas pada bagian atas bahwa hamil dengan usia terlalu muda dan terlalu tua lebih
potensial terhadap hiperemesis gravidarum.
Pada kasus Ny. C ini juga merupakan kehamilan pertama, yang juga
merupakan faktor predisposisi kejadian hiperemesis gravidarum. Dimana kejadian
hiperemesis lebih sering dialami oleh primigravida karena berhubungan dengan
tingkat stress, kesiapan dan usia ibu saat mengalami kehamilan pertama.
Menurut manuaba (2010) hiperemesis gravidarum grade I ditandai oleh mual
muntah yang terus menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum.
Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Frekuensi nadi meningkat
sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan mata tidak cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan
penurunan jumlah urin.
Tanda dan gejala hiperemesis gravidarum pada kasus ini didapatkan melalui
keluhan utama yaitu ibu mengatakan mual dan muntah lebih dari 5x per hari sejak 3
hari yang lalu, lemas, pusing dan tidak nafsu makan atau minum. Pemeriksaan tanda
vital ibu menunjukkan tekanan darah sistolik menurun yaitu 90 mmhg, nadi 94 x/i,
pemeriksaan suhu saat ini tidak dilakukan. Keadaan umum ibu saat pemeriksaan
terlihat lemah, mata tidak cekung, conjungtiva pucat, bibir dan lidah pucat serta
kering, turgor kulit menurun dan terjadi penurunan berat badan dari berat badan awal
kehamilan 43 kg menjadi 41,9 kg.
Hal ini sesuai dengan pendapat Paau, bahwa vomitus yang berlebihan pada
masa hamil, yang menyebkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit atau defisiensi
nutrisi dan kehilangan berat badan (Irianti, 2020).
Selain mual dan muntah ini, beberapa tanda dan gejala yang dialami Ny. C
dan sesuai dengan teori adalah sakit kepala/pusing, konstipasi yang bisa dilihat dari
hasil pengkajian kalau ibu BAB 2-3 kali seminggu dengan konsistensi keras, dehidrasi
ringan terlihat dari turgor kulit yang menurun dan frekuensi BAK hanya 4-5 kali per
hari berwarna kuning.
3. Identifikasi diagnosis atau masalah potensial
Sesuai dengan tinjauan pustaka diagnosa atau masalah potensial dari
hiperemesis gravidarum tingkat I adalah dehidrasi berat, malnutrisi, hiperemesis grade
II,III dan abortus.
Menurut Manuaba (2010), keadaan janin akan buruk karena terjadinya
hemokonsentrasi yang dapat memperlambat peredaran darah yang berarti konsumsi
O2 dan makanan ke jaringan berkurang. Kekurangan makanan dan O2 ke jaringan
akan berdampak pada kerusakan jaringan yang dapat memperberat keadaan janin dan
ibu hamil.
Pada kasus Ny. C diagnosa potensial yang akan terjadi adalah dehidrasi berat,
malnutrisi, hiperemesis gravidarum grade II, dan abortus. Dalam hal ini tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.
Tindakan segera yang dilakukan pada kasus Ny. C adalah perbaikan keadaan
umum dan pemberian terapi oleh dokter SPOG.
4. Rencana dan Pelaksanaan Asuhan
Pada langkah ini dilakukan pengembangan rencana asuhan yang menyeluruh,
tidak hanya melibatkan kondisi pasien, tetapi juga memberikan antisipasi bagi ibu dan
keluarga tentang kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya. Pada pelaksanaan
rencana asuhan kasus ini, bidan berkolaborasi dengan SPOG.
Adapun terapi yang diberikan oleh dokter adalah : ondansetron tab (3x1),
ranitidine tab (2x1), asam folat (1x1). Selain itu peran bidan yang penulis lakukan
disini adalah pemberian edukasi bahwa hiperemesis gravidarum ini adalah hal yang
normal terjadi pada masa awal kehamilan dan akan menghilang dikehamilan < 20
minggu.
Selain itu penulis juga memberikan support untuk menumbuhkan semangat
ibu melawan kondisi yang dialaminya sekarang, edukasi nutrisi dengan makan sedikit
tapi sering, makan makanan kering dan manis, penggunaan aroma terapi dan
konsumsi bahan makanan yang bisa mengurangi raasa mual seperti jahe. Selain itu
penulis juga memberikan pengertian kepada suami agar bisa memberikan dukungan
terhadap istrinya.
Penatalaksanaan menganjurkan untuk istirahat di tempat yang menyediakan
kenyamanan, sirkulasi udara optimal, menjauhkan diri dari bebauan yang memicu
mual dan muntah, memberikan pemahaman bahwa kondisi tersebut dapat
disembuhkan, serta menyediakan dukungan psikologis dengan adanya perlibatan
suami dan keluarga dari ibu hamil, makan dengan porsi kecil namun berulang serta
menghindari makanan pemicu mual dan muntah.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan kebidanan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum di
poli kebidanan RS Dr. Reksodiwiryo Padang tahun 2022, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada Ny. C didapatkan Ny. C mengalami hiperemesis gravidarum
dengan dasar ibu tidak dating haid sejak 3 bulan yang lalu, mual dan muntah lebih
dari 5x per hari, tidak nafsu makan dan minum, aktivitas sehari-hari terganggu, bibir
dan lidah pucat dan kering, turgor kulit mulai menurun, badan terasa lemas dan
pusing, tekanan darah sistolik menurun dan terjadi penurunan berat badan.
2. Diagnosa hiperemesis gravidarum pada Ny. C adalah hiperemesis gravidarum grade I
dengan dasar terdapat mual dan muntah yang berlebihan, turgor kulit menurun,
tekanan darah menurun, badan tampak lemah dan lemas, lidah mengering dan
terdapat nyeri epigastrium.
3. Tidak ditemukan kesenjangan antara teori dengan parktik yang ditemui di lapangan.
Data pengkajian yang penulis dapatkan berhubungan dan sesuai dengan teori yang
dikemukan pakar.
4. Asuhan yang diberikan kepada pasien adalah perbaikan kondisi umum dan terapi oral
serta edukasi. Evaluasi asuhan tidak dapat penulis lakukan karena pasien tidak
menjalani rawat inap di rumah sakit.

5.2 Saran
1. Kepada pihak rumah sakit agar berupaya meningkatkan mutu pelayanan dan peran
bidan dalam memberikan pemahaman dan edukasi kepada pasien dan suami terutama
tentang penanganan segera dirumah serta peran suami dalam memberikan support
kepada ibu dengan hiperemesis gravidarum.
2. Laporan kasus kelompok ini tidak memiliki follow up terhadap asuhan yang diberikan
karena pasien dengan status rawat jalan. Bagi penulis laporan kasus selanjutnya
diharapakan melakukan follow up atau catatan perkembangan terhadap pasien,
sehingga bidan dapat mengetahui keefektifan dari asuhan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, B. (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anwar, M. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Atiqoh, R. N. (2020). Kupas Tuntas Hiperemesis Gravidarum (Mual Muntah Berlebihan


Dalam Kehamilan). Jakarta: One Peach Media.

Efrizal, W. (2021). Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Dengan Hiperemesis Gravidarum. Jurnal
Gizi Prima Volume 6 Edisi I , 15-27.

Feryanto, F. &. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.

Ika Sri Wahyuni, N. L. (2021). Asuhan Kebidanan Pada Ny.J Dengan Hiperemesis
Gravidarum Tingkat I Di Puskesmas Satai Kecamatan Subah Kabupaten Sambas. Sambas
Pontianak: Politeknik Aisyiyah Pontianak.

Jannah, Hestina Fathul. (2013). Analisis Pengetahuan Ibu Hamil tentang Hiperemesis
Gravidarum diPuskesmas Sokaraja 1 Banyumas. Diploma Thesis, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2020). Standar Profesi Bidan. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Permenkes Nomor 28 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

Irianti, B. (2020). Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Trimester I Dengan Hiperemesis


Gravidarum Tingkat I. Jurnal Komunikasi Kesehatan , 78-84.

Irianti dkk.(2014). Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta : Trans Info Media

Kasrida, U. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida
Dalam Pengenalan Tanda Bahaya Kehamilan. Jurnal Voice Of Midwifery , 1-14.

Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana.
Jakarta: Egc.
Muchtar, A. S. (2018). Hubungan Umur Dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian
Hiperemesis Gravidarum. Jurnal Ilmiah Kesehatan Volume 12 No 6 , 598-602.

Nurbaity, A. D. (2019). Faktor Risiko Hiperemesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Di


Semarang. Jurnal Of Nutrition College , 123-130.

Nurmaidah. (2020). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Ny.A Usia Kehamilan 10-11
Minggudengan Hiperemesis Gravidarum Tingkat I Dengan Faktor Resiko Usia <20 Tahun Di
Pusskesmas Karang Taliwung. Skripsi , 1.

World Health Organization.(2018). World Health Statistic 2018. Luxembourg Who Library
Cataloguing-In-Publication Data.

Rini, D. (2021). Asuhan Gizi Pada Hiperemesis Gravidarum. Jurnal Of Nutrition And Health
Volume 9 No 1 , 44-52.

Rofi'ah, S. (2019). Studi Fenomenologi Kejadian Hiperemesis Gravidarum Pada Ibu Hamil
Trimester I. Jurnal Riset Kesehatan , 41-52.

Syahril, L. (2018). Hubungan Antara Gastritis, Stres Dan Dukungan Suami Pasien Dengan
Sindrom Hiperemesis Gravidarum Di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari. Jurnal
Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan , 102-107.

Syamsiah, S. (2018). Hubungan Dukungan Suami Dengan Terjadinya Hiperemesis


Gravidarum Pada Ibu Hamil Di Rskd Ibu Dan Anak Sitti Fatimah Kota Makasar. 1-10.

Tiran, D. (2008). Mual Muntah Kehamilan. Jakarta: Egc.

Wahyuni, E. (2019). Analisis Faktor Psikologis Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Hiperemesis Gravidarum Di Rsud Tais Kabupaten Seluma Bengkulu.

Wahyuni, E. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Hiperemesis Gravidarum. Jurnal Penelitian Terapan Kesehatan Volume 6 , 1-9.

Warsuli. (2016). Hubungan Antara Primigravida Terhadap Kejadian Hiperemesis


Gravidarum Pada Ibu Hamil Di Wilayah Puskesmas Pringapus Kabupaten Semarang.

Wiknjosastro. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai