Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE ANTENATAL CARE

DIABETES MELITUS GESTASIONAL PADA IBU HAMIL

Dosen Pembimbing Pendidikan : Sri Yuniarti SST. S. PSI, MKM.

Dosen Pembimbing Lapangan: Mariani, S., SST., Bdn.

Disusun Oleh :

Anggita Novariyanti : 2250351014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE ANTENATAL CARE

DIABETES MELITUS GESTASIONAL PADA IBU HAMIL

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

Dosen Pembimbing Pendidikan : Sri Yuniarti SST. S. PSI, MKM.

Dosen Pembimbing Lapangan: Mariani, S., SST., Bdn.

Bandung, 25 Oktober 2022

Pembimbing Preceptor Mahasiswa

Sri Yuniarti SST. S. PSI, MKM. Mariani, S., SST., Bdn. Anggita Novariyanti
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan (LP) tentang Diabetes Melitus

Gestasional Pada Ibu Hamil.

Laporan Pendahuluan ini telah penulis susun dengan maksimal dan

mendapatkan bantuan dari beberapa pihak sehingga dapat memperlancar

pembuatan Laporan Pendahuluan (LP) ini. Untuk itu kami menyampaikan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam

pembuatan LP ini. Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya

bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata

bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala

saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki LP ini.

Akhir kata penulis berharap semoga LP tentang Diabetes Melitus

Gestasional Pada Ibu Hamil ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi

terhadap pembaca.

Bandung, 25 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman dan proses globalisasi saat ini memicu terjadinya

perkembangan penyakit tidak menular di usia dewasa, salah satunya penyakit

metabolisme kronis seperti diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan

penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai peningkatan glukosa

darah (hiperglikemi), disebabkan karena ketidak seimbangan antara suplai

dan kebutuhan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat

digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. (Andoko et al., 2020).

Menurut World Health Organization (WHO, 2018) diabetes melitus

merupakan penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi

yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lipit dan protein sebagai akibat dari insulfisiensi

fungsi insulin, yang dapat disebabkan oleh sel-sel beta lagerhans kelenjar

pangkreas atau disebabkan oleh kurang responsifnyasel-sel tubuh terhadap

insulin. Diabetes adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi

salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target

tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes

terus meningkat selama beberapa dekade terakhir.

Data Word Heait Organization (WHO, 2019) menyebutkan bahwa

tercatat 463 juta orang di dunia menderita Diabetes Mellitus atau terjadi

peningkatan sekitar 8,5 pada populasi orang dewasa dan di perkirakan

terdapat 2,2 juta kematian dengan presentasi akibat penyakit diabetes mellitus

yang terjadi sebelum usia 70 tahun, khususnya di negara negara status


ekonomi rendah dan menengah Data international Diabetes federation tahun

(2017)

Data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2017 menyatakan

bahwa penderita diabetes di dunia sebanyak 425 juta orang yang diantaranya

berasal dari usia 65-79 tahun sebanyak 98 juta orang (Cho etal., 2017).

International Diabetes Federation (IDF) mencatat 537 juta orang dewasa

(umur 20 - 79 tahun) atau 1 dari 10 orang hidup dengan diabetes di seluruh

dunia, Diabetes juga menyebabkan 6,7 juta kematian atau 1 tiap 5 detik,

Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak

19,47 juta. Insiden DMG di Indonesia sekitar 1,9-3,6% dan 40-60% wanita

yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan

mengidap diabetes mellitus atau gangguan toleransi glukosa.

Menurut Sugianto (2016) diabetes melitus gestasional terjadi pada ibu

hamil, dimana keadaan glukosa yang intoleran, yang diakibatkan oleh adanya

proses metabolisme dan perubahan hormon dalam kehamilan dengan

produksi sel β tidak mampu mengimbangi kebutuhannya, ditambah dengan

adanya obesitas, aktivitas fisik yang kurang, dan pola makan yang buruk.

Diabetes melitus gestasional tentunya menimbulkan bahaya bagi ibu dan

janin, ibu akan mengalami preeklamsia/eklamsia, komplikasi proses

persalinan, resiko diabetes melitus tipe 2 di kemudian hari, sedangkan bayi

yang lahir beresiko tinggi terkena makrosomia (ukuran bayi besar) distosia

bahu (tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala

janin dilahirkan) stillbirth (kelahiran mati) kelainan congenital, lahir


prematur, pertumbuhan janin terhambat, hipoglikemi (gula darah rendah saat

lahir) hiperbilirubinemia (kuning setelah lahir) dan hipokalsemia (kondisi

ketika darah memiliki terlalu sedikit kalsium) bayi berisiko tinggi untuk

terkena hipoglikemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, sindrom gangguan

pernafasan, polisitemia, obesitas dan diabetes melitus (Kurniawan, F., 2017).

Pengendalian gula darah dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai

dari memperhatikan asupan makanan, mengatur pola makan dan istrahat,

berolahraga rutin, mengosumsi suplemen untuk sumber vitamin.

Pengendalian kadar glukosa darah pada ibu dengan diabetes gestasional

mencakup pengaturan pola diet, akitivitas fisik, memonitor kadar glukosa

darah dan dengan penggunaan terapi farmakologi. Pola diet memiliki peran

yang penting dalam pengendalian glukosa darah pada diabetes gestasional,

pengaturan pola diet ini bertujuan untuk mengontrol agar glukosa darah

dalam rentang normal dan menyediakan nutrisi yang adekuat untuk

meningkatkan berat badan ibu yang sesuai dengan usia kehamilan.

Mengkonsumsi makanan tinggi serat, kacang-kacangan, ikan dan sereal dapat

membantu mengurangi resiko komplikasi diabetes gestasional (Ren &

Shuhua., 2019).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan

1. Pengertian

Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin

yang tumbuh di dalam tubuhnya. Kehamilan berkisar 40 minggu atau 9

bulan, dihitung dari awal periode menstruasi terakhir sampai melahirkan.

Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan

khusus agar dapat berlangsung dengan baik, karena kehamilan

mengandung kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehmilan ini bersifat

dinamis, karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba-tiba

dapat menjadi resiko tinggi (Walyani, 2017).

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari

spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implementasi.

Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal

akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan, atau 9 bulan

menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi menjadi 3 trimester,

dimana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15

minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu,

minggu ke-28 hingga ke-40 (Walyani, 2017).

2. Kehamilan Risiko Tinggi

Peran bidan dalam mengenal secara dini adanya faktor risiko dan

komplikasi pada kehamilan adalah penting dalam upaya menurunkan

angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. Pengetahuan dan

keterampilan wajib dimiliki oleh bidan untuk dapat mendeteksi secara


dini adanya komplikasi kehamilan agar cepat diberikan penanganan

sesuai wewenang atau berkolaborasi dan merujuk secara tepat

(Widatiningsih dan Dewi, 2017). Berikut ini akan dijelaskan tentang

pengertian, kriteria kehamilan risiko tinggi, batasan faktor risiko dan

dampak, penyebab dan pencegahan kehamilan risiko tinggi, yaitu sebagai

berikut:

a. Pengertian kehamilan risiko tinggi

Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan dengan lebih dari satu

faktor risiko, dimana hal tersebut akan memberikan dampak yang

merugikan bagi ibu dan janinnya (Rochjati, 2014).

b. Kriteria kehamilan berisiko Kriteria kehamilan berisiko dibagi

menjadi 3 kategori menurut Rochjati (2014), yaitu:

1) Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

Merupakan kehamilan yang tidak disertai oleh faktor risiko

atau penyulit sehingga kemungkinan besar ibu akan melahirkan

secara normal dengan ibu dan janinnya dalam keadaan hidup

sehat.

2) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10

Merupakan kehamilan yang disertai satu atau lebih faktor

risiko/penyulit baik yang berasal dari ibu maupun janinnya

sehingga memungkinkan terjadinya kegawatan saat kehamilan

maupun persalinan namun tidak darurat.


3) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥

12

Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) merupakan

kehamilan dengan faktor risiko:

a) Perdarahan sebelum bayi lahir, dimana hal ini akan

memberikan dampak gawat dan darurat pada ibu dan

janinnya sehingga membutuhkan rujukan tepat waktu dan

penanganan segera yang adekuat untuk menyelamatkan dua

nyawa.

b) Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, dimana tingkat

kegawatannya meningkat sehingga pertolongan persalinan

harus di rumah sakit dengan ditolong oleh dokter spesialis.

3. Batasan Faktor Risiko

Batasan dalam faktor risiko atau masalah dapat dibagi menjadi tiga

menurut Widatiningsih dan Dewi (2017), yaitu Ada Potensi Gawat

Obstetri (APGO), Ada Gawat Obstetri (AGO), dan Ada Gawat Darurat

Obstetri (AGDO). Penjelasan lebih lanjutnya, akan dijabarkan sebagai

berikut:

a. Ada potensi gawat obstetri (APGO) Ada potensi gawat obstetri

merupakan kehamilan yang perlu diwaspadai, diantaranya:

1) Primi muda

Ibu hamil pertama pada umur ≤ 20 tahun, rahim dan

panggul belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya


diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan.

Mental ibu juga belum cukup dewasa. Bahaya yang mungkin

terjadi antara lain bayi lahir belum cukup umur, perdarahan bisa

terjadi sebelum bayi lahir, perdarahan dapat terjadi sesudah bayi

lahir (Widatiningsih dan Dewi, 2017).

2) Primi tua

Primi tua adalah wanita yang telah mencapai usia 35 tahun

atau lebih pada saat hamil pertama. Ibu dengan usia ini mudah

terjadi penyakit pada organ kandungan yang menua, dan jalan

lahir juga tambah kaku. Ada kemungkinan lebih besar ibu hamil

mendapatkan anak cacat, terjadi persalinan macet, dan

perdarahan (Widatiningsih dan Dewi, 2017).

3) Anak terkecil kurang dari 2 tahun

Ibu hamil yang jarak kelahiran dengan anak terkecil kurang

dari 2 tahun. Kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup

istirahat. Ada kemungkinan ibu masih menyusui. Anak masih

butuh asuhan dan perhatian orang tuanya (Widatiningsih dan

Dewi, 2017).

4) Primi tua sekunder

Ibu hamil dengan persalinan terakhir ≥ 10 tahun yang lalu.

Ibu dalam kehamilan dan persalinan ini seolah-olah menghadapi

persalinan yang pertama lagi. Bahaya yang dapat terjadi yaitu


persalinan dapat berjalan tidak lancar dan perdarahan pasca

persalinan (Widatiningsih dan Dewi, 2017)

5) Grande multi

Ibu pernah hamil atau melahirkan 4 kali atau lebih, karena

ibu sering melahirkan maka kemungkinan akan banyak ditemui

keadaan seperti kesehatan terganggu, dan kekendoran pada

dinding rahim. Bahaya yang dapat terjadi yaitu kelainan letak,

persalinan letak lintang, robekan rahim pada kelainan letak

lintang, persalinan lama, dan perdarahan pasca persalinan.

Grande multipara juga bisa menyebabkan solusio plasenta dan

plasenta previa (Widatiningsih dan Dewi, 2017).

6) Umur 35 tahun atau lebih

Ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada usia

tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan

jalan lahir tidak lentur lagi. Ada kecenderungan didapatkan

penyakit lain dalam tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi yaitu

tekanan darah tinggi dan preeklampsia, ketuban pecah dini,

persalinan tidak lancar atau macet, dan perdarahan setelah bayi

lahir (Widatiningsih dan Dewi, 2017).

7) Tinggi badan 145 cm atau kurang Terdapat tiga batasan pada

kelompok risiko ini, yaitu:

a) Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian khusus.

Luas panggul ibu dan besar kepala janin mungkin tidak


proporsional, dalam hal ini ada dua kemungkinan yang

terjadi. Pertama, panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata

sempit dengan janin atau kepala tidak besar. Kedua,

panggul ukuran normal tetapi anaknya besar atau kepala

besar.

b) Ibu hamil kedua, dengan kehamilan lalu bayi lahir cukup

bulan tetapi mati dalam waktu (umur bayi) 7 hari atau

kurang.

c) Ibu hamil kehamilan sebelumnya belum penah melahirkan

cukup bulan, dan berat badan lahir rendah < 2500 gram.

Bahaya yang dapat terjadi yaitu persalinan berjalan tidak

lancar dan bayi sukar lahir. Kebutuhan pertolongan medik

yang diperlukan adalah persalinan operasi sesar

(Widatiningsih dan Dewi, 2017).

8) Riwayat Obstetrik Buruk (ROB)

Riwayat Obstetrik Buruk dapat terjadi pada:

a) Ibu hamil dengan kehamilan kedua, dimana kehamilan

yang pertama mengalami keguguran, lahir belum cukup

bulan, lahir mati, dan lahir hidup lalu mati umur ≤ 7 hari.

b) Kehamilan ketiga atau lebih, kehamilan yang lalu pernah

mengalami keguguran ≥ 2 kali.

c) Kehamilan kedua atau lebih, kehamilan terakhir janin mati

dalam kandungan. Bahaya yang dapat terjadi pada ibu:


(1) Kegagalan kehamilan dapat berulang dan terjadi lagi

dengan tanda-tanda pengeluaran buah kehamilan sebelum

waktunya, keluar darah, dan perut kencang.

(2) Penyakit dari ibu yang menyebabkan kegagalan

kehamilan, misalnya diabetes mellitus dan radang saluran

kencing (Widatiningsih dan Dewi, 2017).

9) Persalinan yang lalu dengan tindakan Persalinan yang

ditolong dengan alat melalui jalan lahir biasa atau

pervaginam dengan bantuan alat, seperti:

a) Persalinan yang ditolong dengan alat melalui jalan lahir

biasa atau pervaginam (tindakan dengan

cunam/forsep/vakum). Bahaya yang dapat terjadi yaitu

robekan atau perlukaan jalan lahir dan perdarahan pasca

persalinan

b) Uri manual, yaitu tindakan pengeluaran plasenta dari

rongga rahim dengan menggunakan tangan. Tindakan ini

dilakukan apabila setelah 30 menit uri tidak lahir sendiri

dan apabila terjadi perdarahan uri belum juga lahir

(Widatiningsih dan Dewi, 2017)

10) Bekas operasi sesar

Ibu hamil pada persalinan yang lalu dilakukan operasi

sesar. Oleh karena itu pada dinding rahim ibu terdapat cacat

bekas luka operasi. Bahaya pada robekan rahim yaitu


kematian janin dan kematian ibu, perdarahan dan infeksi

(Widatiningsih dan Dewi, 2017).

b. Ada gawat obstetri (AGO)

Ada gawat obstetri (AGO) adalah tanda bahaya pada saat

kehamilan, persalinan, dan nifas, terdiri dari:

1) Penyakit pada ibu hamil Penyakit-penyakit yang menyertai

kehamilan ibu yaitu sebagai berikut:

a) Anemia

b) Malaria

c) Tuberkulosis paru

d) Payah jantung

e) Diabetes mellitus Perkiraan adanya kencing manis pada

ibu hamil apabila ibu pernah mengalami beberapa kali

kelahiran bayi yang besar, pernah mengalami kematian

janin dalam rahim pada kehamilan minggu-minggu

terakhir dan ditemukan glukosa dalam air seni

(glikosuria). Bahaya yang dapat terjadi yaitu persalinan

prematur, hidramnion, kelainan bawaan, makrosomia,

kematian janin dalam kandungan sesudah kehamilan

minggu ke-36, dan kematian bayi perinatal (bayi lahir

hidup, kemudian mati < 7 hari) (Widatiningsih dan

Dewi, 2017). Diabetes mempengaruhi timbulnya

komplikasi dalam kehamilan seperti preeklampsia,


kelainan letak janin, dan insufisiensi plasenta. Diabetes

sebagai penyulit yang sering dijumpai dalam persalinan

yaitu inersia uteri dan atonia uteri, distosia bahu karena

anak besar, lebih sering pengakhiran partus dengan

tindakan, termasuk seksio sesarea, lebih mudah terjadi

infeksi, dan angka kematian maternal lebih tinggi.

Diabetes lebih sering mengakibatkan infeksi nifas dan

sepsis, serta menghambat penyembuhan luka jalan lahir,

baik ruptur perineum maupun luka episiotomi

(Widatiningsih dan Dewi, 2017).

f) Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune

Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)

g) Toksoplasmosis

h) Preeklampsia ringan

2) Hamil Kembar

3) Hidramnion atau Hamil kembar air

4) Janin mati dalam Rahim atau Inrauterine Fetal Death (IUFD)

5) Hamil serotinus/hamil lebih bulan

6) Letak sungsang

7) Letak lintang
B. Diabetes Melitus Gestasional

1. Pengertian

Diabetes Melitus (DM) merupakansuatu keadaan ketika tubuh

tidak mampu menghasilkan atau menggunakan insulin (Hormon yang

membawa glukosa darah ke sel-sel dan menyimpannya sebagai

glikogen). Dengan demikian, terjadi hiperglikemia yang disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan kelainan

metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbulkan berbagai

komplikasi kronis pada organ tubuh (Aini, 2016).

Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi

disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering

disebabkan oleh diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk

dalam darah sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut

terjadi akibat hormone insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi.

Hormon insulin merupakan hormon yang membantu masuknya gula

darah (WHO, 2019).

Diabetes mellitus gestasional atau dikenal dengan diabetes mellitus

dalam kehamilan yaitu suatu kondisi dimana ibu sebelum kehamilan

tidak menderita diabetes mellitus dan muncul pada saat kehamilan

terjadi. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya proses metabolisme

dan perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan karena

kehamilan merupakan masa yang memiliki efek diabetogenik.

(Sugianto,2016)
2. Etiologi

Selama masa kehamilan ibu hamil mengalami peningkatan hormon

yaitu HPL (Human Placental Lactogen), estrogen, dan resistensi insulin

yang diproduksi oleh plasenta untuk membantu mencegah ibu dari gula

darah rendah. Selama kehamilan, hormon inilah menyebabkan

terganggunya intoleransi glukosa progresif (kadar gula darah yang lebih

tinggi). Untuk mencoba menurunkan kadar gula darah, tubuh membuat

insulin lebih banyak supaya sel mendapat glukosa untuk memproduksi

sumber energi ke seluruh tubuh.

Menurut Tandra (2008) bahwa kehamilan yang sudah lebih dari 3

bulan, apabila terjadi kadar glukosa darah yang tinggi dapat

mengakibatkan persalinan prematur atau kematian janin di dalam

kandungan. Selain itu, diabetes yang tidak terkontrol dapat

mengakibatkan large baby atau bayi lahir besar, paru-paru bayi tidak

sempurna sewaktu lahir, atau dapat terjadi hipoglikemia pada waktu

persalinan.

3. Patofisiologi Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes mellitus dapat terjadi sebagai akibat dari

gangguan metabolisme yang bermanifestasi secara genetik dan klinis

sebagai hilangnya toleransi karbohidrat. Kenaikan kadar glukosa darah

disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk mengubah glukosa

menjadi energi, hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat insulin
atau bahkan tidak mampu membuat insulin, sehingga mencegah glukosa

masuk ke dalam sel tubuh untuk diubah. diubah menjadi energi dan

akhirnya menyebabkan kadar yang tinggi dalam darah. (Sugianto, 2016).

Penyakit Diabetes mellitus gestasional terjadi ketika jumlah atau

fungsi insulin tidak optimal. Perubahan kinetika insulin dan resistensi

terhadap efek insulin menyebabkan peningkatan komposisi sumber

energi plasma ibu (insulin tinggi, gula darah tinggi). Dengan difusi yang

menguntungkan ke dalam membran plasenta, tempat sirkulasi janin juga

mengalami perubahan komposisi sumber energi abnormal dan

menyebabkan berbagai komplikasi. (Setiawati, 2020)

Timbulnya diabetes mellitus dalam masa kehamilan disebabkan

peran berbagai faktor termasuk terjadinya perubahan dalam metabolisme

selama kehamilan, adanya peningkatan sekresi berbagai hormon yang

disertai pengaruh metabolik terhadap toleransi glukosa pada kehamilan

menunjukkan kehamilan merupakan suatu keadaan diabetogenik.

(Sugianto, 2016)

Diabetes melitus akan terjadi selama kehamilan jika fungsi

pankreas tidak cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin yang

disebabkan oleh perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan.

(Prawihardjo,2018)

Pada wanita hamil normal, banyak terjadi sekali perubahan

hormonal dan metabolisme yang memengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin. Terkait dengan patologi diabetes mellitus dalam


kehamilan adalah perubahan metabolisme karbohidrat. Kehamilan

normal disebut kondisi yang diabetogenik karena adanya ambilan

glukosa sirkulasi plasenta meningkat, penurunan , aktivitas ekskresi

ginjal meningkat, serta efek hormonal kehamilan yang mengakibatkan

kebutuhan glukosa meningkat. (Maryunani, 2016)

Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologis yang mempengaruhi

metabolisme karbohidrat dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadi

peningkatan produksi hormon antagonis insulin seperti progesteron,

kortisol, estrogen, dan laktogen plasenta manusia. (Rahmawati,2016).

4. Faktor Risiko Diabetes Melitus Gestasional

a. Usia ibu lebih dari 30 tahun karena terjadi proses penuaan dan

kerusakan endotel pembuluh darah yang progresif.

b. Obesitas atau IMT ibu >30 maka lemak akan semakin banyak dan

zat-zat adipositokin juga akan banyak. Hal ini yang menyebabkan

resistensi insulin dan hiperglikemi

c. Riwayat Diabetes Gestasional

d. Pola diet dan gaya hidup yang tidak sehat

e. Riwayat melahirkan bayi makrosomia (>4000gr).

5. Komplikasi Diabetes Melitus Gestasional

Menurut Aini (2016) Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit

yang dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain:

a. Komplikasi metabolik akut


Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat

tiga macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan

kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai

komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang

kurang tepat.

2) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar

glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh

sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis,

3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK merupakankomplikasi diabetes melitus yang

ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa

serum lebih dari 600mg/dl.

b. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM dapat berupa

kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan

komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:

1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) Komplikasi

pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu:


a) Kerusakan retina mata (Retinopati) Kerusakan retina mata

(Retinopati) merupakansuatu mikroangiopati ditandai

dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil.

b) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik) Kerusakan ginjal

pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap

(>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati

diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal

ginjal terminal.

c) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) Neuropati diabetik

merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada

pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada

sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf

2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes

yaitu stroke dan ristko jantung koroner

a) Penyakit jantung koroner Komplikasi penyakit jantung

koroner pada pasien DM disebabkan karena adanya

okemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai

dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent

Myocardial Infraction).

b) Penyakit serebrovaskuler pasien DM berisiko dua kali

lipat dibandingkan dengan pasien non DM untuk terkena


penyakit serebropaskuler. Gejala yang ditimbulkan

menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti

adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan

penglihatan, kelemahan, dan bicara pelo.

6. Klasifikasi Diabetes Mellitus Gestasional

Klasifikasi diabetes mellitus dalam kehamilan dibagi menjadi 2

kelas yaitu A1 dan A2 yang memenuhi kriteria pemeriksaan gula darah

puasa dan gula darah 2 jam postprandial (setelah makan), yang

selanjutnya menjadi dasar terapi. (Sugianto, 2016)

a. Tipe A1: Tes hubungan glukosa oral abnormal (TTGO) tetapi puasa

normal dan 2 jam setelah makan. Tipe A1 adalah jenis diabetes

gestasional yang hanya dapat diobati dengan diet sehat untuk

mengontrol kadar gula darah.

b. Tipe A2: TTGO tidak normal diikuti dengan peningkatan abnormal

pada puasa atau setelah makan gula darah. Penatalaksanaan tipe A2

dilakukan melalui terapi insulin atau obat lain yang diperlukan untuk

mengontrol kadar gula darah. (Setiawati, 2013).

7. Tanda dan Gejala

a. Mudah merasa haus secara berlebihan

Hal ini berhubungan dengan tanda dan gejala lain pada

diabetes mellitus yaitu poliuria yang dimana pengeluaran cairan

secara berlebihan dari tubuh akan menyebabkan dehidrasi. Akibat

dari dehidrasi sel-sel pada tubuh akan kehilangan air dan


menyebabkan perpindahan ostomotik air dari dalam sel ke cairan

ekstrasel yang hipertonik dan menyebabkan reaksi tubuh banyak

minum atau mudah merasa haus secara berlebihan. (Saskia, 2015).

b. Sering buang air kecil terutama di malam hari

Untuk penyakit Diabetes memiliki gejala sering buang air kecil

berhubungan langsung dengan peningkatan kadar gula darah

mencapai 160-180 mg/dL yang menyebabkan glukosa dikeluarkan

melalui urin dan ketika kadar glukosa meningkat, ginjal

mengeluarkan air tambahan untuk mengencerkan glukosa dalam

jumlah besar yang dibutuhkan hilang. Oleh karena itu, gejala poliuria

terjadi pada penderita diabetes mellitus dimana ginjal memproduksi

urin dalam jumlah berlebihan yang menyebabkan penderita sering

buang air kecil dalam jumlah banyak. (Nugroho, 2012).

c. Mudah merasa lelah.

Gejala ini dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus

dikarenakan sumber karbohidrat yang diperoleh tubuh tidak diubah

menjadi energi secara total dan keluar bersama dengan urine yang

berlebihan sehingga tubuh kekurangan kalori/energi. (Nugroho,

2012)

d. Kesemutan pada tangan dan kaki.

Komplikasi pada pembuluh darah yang disebabkan oleh

diabetes mellitus yaitu neuropati diabetik. Neuropati diabetik terjadi

pada penderita diabetes mellitus karena dimana pembuluh darah


terdiri dari sel-sel endotel yang melapisi bagian dalam lumen dan

bertindak sebagai penghubung antara aliran darah dan sel otot– otot

polos pembuluh darah. Dinding pembuluh darah melemah ketika

kadar gula darah tinggi sehingga menghambat penyerapan oksigen

dan nutrisi dari sel saraf terhambat, gangguan fungsi sel endotel

tersebut juga menyebabkan gangguan fungsi dari sel saraf perifer

sehingga menyebabkan keram pada tangan atau kaki. (Suyanto,

2016).

e. Pandangan kabur.

Diabetes Mellitus berdampak terhadap gangguan penglihatan

disebabkan karena kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan

rusaknya saraf, pembuluh darah, dan struktur internal lainnya dalam

tubuh. Dampak dari penyakit diabetes melitus adalah dapat terjadi

perubahan suplai aliran darah ke tubuh atau hipertensi, dimana

hipertensi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di retina

atau area di belakang mata. Tekanan darah tinggi dapat merusak

pembuluh darah yang mengalirkan darah ke retina, menyebabkan

pendarahan pada mata dan penglihatan kabur. (Rahmawati, 2017)

f. Banyak makan dan cepat lapar.

Poliphagia merupakan keadaan dimana penderita mudah

merasa lapar dan nafsu makan bertambah, hal ini terjadi karena

karbohidrat yang diperoleh tubuh tidak dapat di gunakan oleh tubuh


karena jumlah insulin yang ada tidak dapat membantu proses

metabolisme glukosa dalam darah. (Nugroho, 2012)

g. Gairah seks menurun.

Disfungsi seksual yang disebabkan oleh diabetes mellitus tidak

lebih dari kerusakan sistem saraf dan pembuluh darah yang membuat

penderita diabetes lebih rentan terhadap penyakit jantung. Masalah

pada jantung dapat menyebabkan aliran darah ke area-area sensitif

pada tubuh atau organ genital tersumbat, membuat gairah bahkan

kehilangan hasrat seksual dini dan bahkan gairah seksual hilang

sebelum waktunya. (Sakinah, 2018).

h. Gatal pada area tubuh.

Kadar gula darah tinggi kronis pada diabetes mellitus dapat

menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan

beberapa organ dalam tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,

dan pembuluh darah. Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang

sering terkena penyakit diabetes melitus, hal ini disebabkan

kerusakan serabut saraf atau gangguan sirkulasi pada pembuluh

darah yang mengakibatkan kemampuan dan fungsi kulit untuk

melindungi dari berbagai bakteri dan virus berkurang sehingga

penderita diabetes cenderung mudah menderita penyakit kulit.

(Saskia, Mutiara, 2015).

i. Penyembuhan luka lebih lama.


Pada penderita Diabetes Mellitus cenderung mengalami

penyembuhan luka yang lebih lama di karenakan adanya kerusakan

pada jaringan yang menyebabkan kerusakan di aorta atau pembuluh

darah. Kadar gula darah yang tinggi menyebabkan pembuluh darah

berangsur akan menjadi keras dan menyempit yang disebabkan oleh

aliran darah dari jantung ke tubuh terhambat dan mengakibatkan

suplai darah ke bagian tubuh yang terluka berkurang. Proses

penyembuhan luka di dukung sirkulasi sel darah yang

bermetabolisme cepat dan besar karena pada jaringan yang terluka

membutuhkan oksigen dan nutrisi yang terkandung dalam darah

untuk mempercepat penyembuhan luka namun pada penderita

diabetes mellitus terdapat hipoksia jaringan yang menghambat

proses penyembuhan luka secara cepat. (Soep, 2015).

8. Komplikasi kehamilan dengan diabetes mellitus

Jumlah kadar gula darah(Hiperglikemia) pada diabetes mellitus

akibat kehamilan yang kurang terkontrol dengan baik akan berpotensi

menimbulkan banyak masalah, baik bagi ibu dan bagi bayi atau janin

dalam kandungan. Komplikasi tersebut antara lain :

a. Makrosomia

Ibu hamil dengan Diabetes Mellitus terjadi peningkatan serum

metabolit seperti asam lemak bebas, senyawa keton dalam tubuh,

trigliserida,glukosa dan asam amino yang dimana melalui difusi

terfasilitasi dalam membran plasenta yang berhubungan dengan


sirkulasi janin akan memicu peningkatan transfer nutrien pada janin

yang akan menimbulkan hiperglemik dalam lingkungan uterus

sehingga dapat merubah pertumbuhan dan komposisi tubuh janin.

Selama awal kehamilan, faktor perkembangan insulin dan

insulin menjadi penentu utama pertumbuhan dan perkembangan

organ janin, yaitu ibu dengan diabetes gestasional yang memiliki

kontrol dan kadar gula darah yang buruk. Tingginya kadar glukosa

dan insulin yang tidak terkontrol dalam kandungan mempercepat

pertumbuhan janin. (Rahayu dan Rodiani, 2016).

b. Abortus atau bayi lahir dengan kelainan konginetal

Ibu hamil dengan Diabetes Mellitus Gestasional beresiko

tinggi dapat mengalami abortus, hal ini dikarenakan jika gula darah

tinggi atau hiperglikemia tidak terkontrol secara terus menerus itu

dapat menjadi penyebab abortus.

Selama awal kehamilan jika kadar glukosa darah tinggi dapat

menyebabkan tahap awal perkembangan tidak membentuk dengan

benar dan dapat terjadi peningkatan laju kehamilan kosong (Blighted

ovum). Ibu hamil dengan Diabetes Mellitus itu sendiri dapat

mempengaruhi sirkulasi darah plasenta dan menyebabkan gangguan

vaskular pada janin. (Fitriani,2016).

c. Hipoglikemia

Hipoglikemia neonatus dapat terjadi akibat kontrol diabetes

pada ibu hamil tidak dilakukan dengan baik. Segera setelah bayi
lahir 24 jam pertama atau biasanya 6-12 jam setelah lahir, bayi dapat

mengalami hipoglikemia hal ini terjadi karena suplai glukosa darah

ibu yang tinggi pada saat dalam kandungan berhenti secara

mendadak sementara kadar insulin dalam tubuh bayi masih sangat

tinggi atau karena hiperensulinemia dan cadangan glikogen yang

kurang pada bayi. (Rahayu dan Rodiani, 2016)

d. Prematur dan Sindroma gagal pernapasan

Pada ibu hamil dengan Diabetes Mellitus dapat terjadi

kelambatan maturasi paru-paru dikarenakan efek antagonis dari

insulin terhadap maturasi dari kortisol atau kurangnya prekursor

untuk sistesi fosfolipid. Hiperensulinemia pada janin diduga

mengurangi produksi berbagai fosfolipid yang merupakan

komponen penting dalam surfaktan pada paru-paru.

(Darmawansyih, 2014).

e. Kemungkinan persalinan dengan sectio caesare

Persalinan bayi dengan kondisi janin yang besar sangat

berpotensi menimbulkan berbagai komplikasi, misalnya kerusakan

saraf, bahkan cedera pada bagian tulang. Proses melahirkan bayi

besar juga dapat menimbulkan komplikasi perdarahan pada ibu

akibat robekan jalan lahir yang amat luas atau karena dilakukan

tindakan episiotomi. Maka dari sejak awal untuk mencegah

komplikasi yang dapat terjadi maka dokter atau bidan sudah dapat

menyarankan persalinan dilakukan dengan sectio caesarean jika


mencurigai kemungkinkan bayi dalam kandungan besar. (Sugianto,

2016)

f. Tekanan darah tinggi (Preeklampsi)

Preeklampsi pada kehamilan dapat disebabkan beberapa

faktor antara lain penyakit pada pembuluh darah dan ginjal. Pada

penderita diabetes mellitus gestasional atau kadar glukosa darah

yang tidak terkontrol dan dalam jangka waktu yang tertentu akan

mengakibatkan penurunan fungsi penyaringan pada ginjal dan pada

pembuluh darah terjadi peningkatan jumlah kadar glukosa darah

yang tidak dapat dikontrol tersebut mengakibatkan peningkatan

resistensi darah sehingga Renal blood flow juga akan mengalami

penurunan. Mekanisme umpan balik dan dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah. (Sulistiyah, 2017).

g. Hidramnion atau polihidramnion

Hidramnion merupakan kondisi terjadinya penumpukan

cairan ketuban yang berlebihan atau melebihi 2 liter yang

menimbulkan rasa tidak nyaman pada ibu hamil. Hidramnion

sendiri sering terjadi bersamaan dengan penyakit yang diderita ibu

salah satunya Diabetes Mellitus. Mekanisme terjadinya hidramnion

yaitu terjadinya produksi air ketuban yang bertambah karena cairan

lain yang masuk ke dalam ruangan amnion, misalnya air kencing

janin. Adapun dikarenakan pengaliran air ketuban yang telah

dibuat dan di alirkan serta diganti dengan yang baru mengalami


gangguan seperti salah satu jalan pengaliran yang ditelan oleh janin

itu sendiri, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya

masuk ke dalam peredaran darah ibu. Hidramnion sendiri dapat

menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya seperti kelainan

presentase janin, persalinan kurang bulan dan prolaps tali pusat.

(Setiawati, 2020)

9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut WHO yang dikutip oleh Tholib (2016), sedikitnya dua kali

pemeriksaan didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b. Glukosa darah puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c. Glukosa darah dari sampel yang diambil dua jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gram karbohidrat (dua jam postprandial)

>200mg/dl.

9. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

a. Penatalaksanaan Umum

Jika diagnosis diabetes mellitus gestasional telah ditegakkan

diskusikan kondisi dan merencanakan penanganan dengan dokter.

Biasanya kehamilan yang disertai dengan diabetes mellitus

membutuhkan kunjungan yang lebih rutin. Dengan kunjungan rutin

serta penanganan yang tepat dapat menurunkan kemungkinan

komplikasi yang dapat terjadi. Pasien dianjurkan melakukan kontrol

sebanyak 2-4 minggu sekali, bahkan lebih sering lagi saat mendekati
persalinan. Kasus pada wanita hamil dengan diabetes mellitus

gestasional tidak perlu dirawat jika kadar gula darahnya terkontrol

dengan baik. Sementara itu, kehamilan dengan diabetes mellitus

gestasional yang berkomplikasi harus dipantau dan mendapatkan

perawatan dan pengobatan sejak usia kehamilan 34 minggu.

(Sugianto, 2016)

b. Penatalaksanaan khusus

Tujuan penatalaksanaan khusus yaitu agar dapat mencapai

sasaran kadar gula darah normal (normoglikemia) dengan cara

menjaga dan mempertahankan kadar glukosa darah.

1) Diet yang tepat American Diabetes Association (ADA) sangat

menyarankan untuk dapat menemukan pola makan yang sesuai

dengan cara berkonsultasi dengan dokter dan ahli gizi.

2) Olahraga dan tetap beraktivitas Disarankan terlebih dahulu

untuk mengonsultasikan kembali dengan dokter untuk

mengetahui olahraga dan aktivitas fisik apa yang sesuai, karena

sejumlah aktivitas berat dan olahrag mungkin perlu dikurangi

pada masa kehamilan menjelang persalinan.

3) Konsumsi obat pengendali kadar gula darah atau suntikan

insulin jika memang diperlukan. Apabila wanita hamil dengan

diabetes mellitus tidak bisa mengontro atau mengendalikan gula

darah dengan pola diet dan jenis dan jadwal olahraga terencana,

maka kemungkinan besarnya diperlukan resep obat untuk


membantu dalam mengontrol kadar gula darah selama

kehamilan.

4) Kontrol dan periksa kadar gula darah secara rutin setidaknya 2

kali seminggu. (Sugianto, 2016)


DAFTAR PUSTAKA

Andoko, A., Pangesti, D. N., & Nurhayati, N. (2020). Hubungan pengetahuan

dengan motivasi mencegah komplikasi pada penderita diabetes melitus.

Holistik Jurnal Kesehatan, 14(2), 257–263.

https://doi.org/10.33024/hjk.v14i2.1478

International Diabetes Federation. (2017). IDF Clinical Practice

Recommendations

for managing Type 2 Diabetes in Primary Care. Brussels: International

Diabetes Federation.

Nugroho , Sigit, “ Pencegahan dan pengendalian diabetes mellitus melalui

olahraga”. Jurnal Medikora 9, No. 1 (2012)

Rahayu , Anita, dan Rodiani. “ Efek Diabetes Mellitus Gestasional terhadap

Sakinah, Adam Fahtiar. “Kejadian disfungsi seksual pada pria penyandang

diabetes

mellitus”. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah 7, no.2 (2018). kelahiran bayi

makrosomia”. Jurnal MAJORITY 5, no. 4 (2016).

Saskia , Mutiara Hanna. “ Infeksi jamur pada penderita diabetes mellitus”. Jurnal

Majority 4, no. 8 (2015).

Setiawati , Dewi. Fisio-Patologi Kehamilan, Persalinan Dan Kasih Sayang

Universal, Bagaimana proses Setetes Sperma Menjadi Makhluk Hidup

Baru.. Cet. Pertama : Gowa ; Alauddin University Press, 2020.

Soep , Triwibowo Cecep. “Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

gangrene pada penderita diabetes mellitus di ruang rawat inap RSUD

DR.PIRINGADI Medan”. Jurnal Ilmiah PANMED 10, no.2 (2015).

Sugianto. Diabetes Mellitus Dalam Kehamilan. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2016.


Sulistiyah, Ismiatun, dkk. “Faktor pendukung timbulnya resiko gestasional

diabetes

mellitus pada ibu hamil di BPS Kabupaten Malang”. Jurnal Politeknik Rs

dr.Soepraoen, no.1 (2017).

World Health Organization. (2019). Classification Of Diabetes Mellitus. Geneva:

World Health Organization.

Walyani. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. 2nd ed. Yogyakarta: PT. Pustaka

Baru; 2017

Widatiningsih, S dan Dewi, C.H.T (2017). Praktik Terbaik Asuhan Kehamilan.

Yogyakarta: Trans Medika.

Anda mungkin juga menyukai