DI SUSUN OLEH:
Ela Anggraini
1161050216
PEMBIMBING:
dr.R.Pandji Setiawan,Sp.OG
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kehendaknya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Obesitas pada Kehamilan .
Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Obstetri Dan
Ginekologi. mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk
menyusun referat ini sangat terbatas, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan baik dari
segi isi, susunan bahasa maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran sangatlah
diharapkan.
Pada kesempatanm yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr.R.Pandji Setiawan,Sp.OG selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Obstetri Dan Ginekologi
di RSUD Kota Bekasi, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan
referat ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut
membantu dalam upaya penyelesaian referat ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya referat ini dapat menjadi masukan yang berguna dan
bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehtan
pada umumnya khususnya bagi ibu yang sedang dalam masa kehamilan.
BAB I
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan yang saat ini menjadi perhatian di seluruh
dunia, keadaan ini dapat diderita oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak baik itu laki-laki
maupun perempuan dan yang menarik adalah jumlah penderita obesitas lebih banyak diderita
oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Obesitas sangat mempengaruhi kesehatan baik
itu secara fisik maupun mental berupa meningkatnya risiko untuk terjadinya hipertensi, penyakit
arteri koronaria, sleep apneu, masalah sehubungan dengan orthopedi dan diabetes, maupun
kesehatan mental seperti kurang percaya diri, diskriminasi dalam pergaulan sehari-hari termasuk
secara estetika tidak indah untuk dipandang.Peningkatan penderita obesitas ini termasuk wanita
usia reproduktif yang mana akan mengalami kehamilan dengan segala bentuk komplikasi yang
akan timbul.
World Health Organization (WHO) melaporkan suatu keadaan darurat sehubungan
dengan fenomena tersebut diatas, dengan orang dewasa yang mengalami overweight mencapai
1,6 miliar dan obesitas sekitar 400 juta di tahun 2005. WHO dan National Institutes of Health
(NIH) mendefinisikan overweight sebagai keadaan dimana Body Mass Index (BMI) 25-29,9
kg/m2 dan obesitas ≥ 30 kg/m2 (Aviram dkk.,2010).
Saat ini obesitas mendapat perhatian yang serius karena jumlah penderitanya yang
semakin meningkat termasuk didalamnya adalah wanita pada usia reproduktif dan jumlah
penderita obesitas pada wanita hamil juga meningkat sekitar 18,5% sampai dengan 38,3%. Ibu
hamil dengan obesitas saat ini diketahui sangat berisiko untuk menderita penyakit-penyakit
dalam kehamilan.Selain itu obesitas juga mempengaruhi kesuburan seorang wanita, wanita hamil
dengan obesitas juga lebih berisiko mengalami keguguran dibandingkan dengan wanita hamil
normal (Kerrigan, 2010).
Wanita hamil dengan obesitas sangat berisiko untuk mengalami penyakit-penyakit seperti
hipertensi dalam kehamilan, gestasional diabetes, gangguan pernafasan dan tromboemboli,
berkaitan dengan proses persalinannya sendiri wanita tersebut akan membutuhkan waktu
persalinan yang lebih lama dengan risiko tindakan seksio sesaria lebih tinggi, selain itu juga
sehubungan dengan operasi akan mengalami kesulitan dalam tindakan pembiusan dan
penyembuhan luka (Yao dkk., 2014). Dan terhadap bayinya risiko untuk terjadi komplikasi
seperti kelainan kongenital, makrosomia, stillbirth, distosia bahu dan kemungkinan menderita
obesitas dan diabetes pada saat dewasa menjadi lebih besar (Rowlands dkk., 2010).
Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya obesitas, diantaranya factor lingkungan,
gaya hidup, genetik dan sosioekonomi. Obesitas merupakan suatu keadaan gangguan
keseimbangan antara asupan kalori dan penggunaannya (Gunatilake, 2011). Oleh karena itu
banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh keadaan obesitas baik itu bagi ibu maupun terhadap
janin atau bayi yang dikandungnya entah itu pada trimester awal maupun usia kehamilan
selanjutnya, pada saat antepartum, intrapartum atau postpartum, bahkan juga berpengaruh
terhadap kehidupan bayi tersebut pada usia dewasa nantinya dengan segala konsekuensi penyakit
metabolik yang akan dideritanya berdasarkan pada beberapa hipotesis yang menyatakan bahwa
keadaan tersebut sudah terprogram sejak proses konsepsi. Atas dasar hal-hal tersebut maka
pengelolaan obesitas sehubungan dengan kehamilan sangat penting dilakukan baik itu
prakonsepsi maupun saat hamil (Wuntakal, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Obesitas adalah kelebihan berat badan akibat menumpuknya lemak yang berlebihan,
Obesitas merupakan suatu keadaan dimana Body Mass Index (BMI) ≥ 30 kg/m2 dimana angka
tersebut diperoleh dari rumus (Davies, 2010): BMI: BB (kg) / TB2 (m)
Penentuan obesitas dengan BMI lebih lazim digunakan dibandingkan dengan metode lain seperti
pengukuran ketebalan lipatan lemak dan lingkar pinggang (waist circumferrencia), penghitungan
rasio waist-to-hip circumferrencia, termasuk juga dengan menggunakan alat-alat seperti USG
(Ultrasonografi), CT-scan (Computed Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) (Davies, 2010).
Obesitas dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe android (central body obesity) yang merujuk
pada distribusi lemak ke pusat tubuh dan tipe gynoid (lower body obesity) dimana distribusi
lemak kearah bawah yaitu femoral dan gluteal.Diantara kedua tipe tersebut tipe android lebih
berisiko terjadi kelainan metabolik seperti insulin resisten, dislipidemia, hipertensi, diabetes
(metabolik sindrom).Hal tersebut disebabkan karena lemak pada visceral (central body obesity)
lebih aktif terjadi lipolisis dan sensitivitas terhadap insulin menurun (Huda, 2010).
BMI oleh WHO dikelompokan menjadi underweight, normal, overweight, dan obese dimana
obesitas dibagi lagi menjadi kelasI,II,III seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1, Selain kriteria
BMI menurut WHO tersebut diatas oleh karena perbedaan ras maka untuk daerah asia pasifik
terdapat kriteria lain dalam penentuan BMI seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.2.
Kemampuan manusia untuk menyimpan cadangan energi sangat penting apabila
diperlukan mendadak untuk mempertahankan hidup. Lemak disimpan sebagaicadangan energi di
jaringan adipose dalam bentuk trigliserida dan jika dibutuhkan akan dilepas dalam bentuk asam
lemak bebas untuk digunakan di seluruh tubuh yang memerlukan sehingga manusia dapat
bertahan pada keadaan kelaparan dalam waktu tertentu. Disisi lain adanya cadangan lemak yang
berlebihan ini akan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan.Data menunjukan bahwa
obesitas lebih sering pada wanita dibandingkan pria (Flier, 2008).
Sedangkan obesitas pada perempuan usia > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 32,9 persen, meningkat 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari tahun
2010 (15,5%) dimana prevalensi terendah di Nusa Tenggara Timur (5,6%), dan prevalensi
tertinggi di Sulawesi Utara (19,5%)(Balitbangkes, 2013).
Sudah jelas bahwa wanita hamil dengan obesitas akan memerlukan perawatan yang lebih
jika dibandingkan wanita hamil dengan berat badan normal, obesitas berisiko tinggi
menimbulkan abortus, gestasional diabetes mellitus, hipertensi dalam kehamilan, gangguan
pernafasan pada ibu, bayi makrosomia, trauma persalinan baik pada ibu maupun bayi, kelainan
kongenital, fase persalinan yang lambat, tindakan operasi pervaginam, distosia bahu, persalinan
dengan seksio sesaria, perdarahan post partum, trombosis dan infeksi (Jensena, 2009).
Wanita obesitas yang menjalani seksio sesaria memiliki risiko morbiditas bahkan
mortalitas lebih tinggi dibandingkan wanita dengan berat badan normal sehubungan dengan
kehilangan darah yang lebih banyak, komplikasi dari tindakan anestesi, kesulitan dari teknik
operasi dan komplikasi berkaitan dengan penyembuhan luka (Gunatilake, 2011).
Gambar 2.4 Fisiologi dari sistem yang diregulasi oleh Leptin. Meningkat atau
menurunnya kadar Leptin pada Hipotalamus berpengaruh terhadap nafsu makan,
penggunaan energi dan fungsi neuroendokrin serta pengaruhnya di perifer seperti
terhadap sistem imun (Flier, 2008).
Mutasi pada beberapa gen lainnya menyebabkan obesitas pada manusia, beberapa dari
keadaan tersebut adalah sangat jarang terjadi. Mutasi pada gen yang mengkode
proopiomelanocortin (POMC) menyebabkan obesitas berat oleh karena gagal mensintesa α-
MSH, yaitu suatu neuropeptide yang menghambat selera makan di hipotalamus. Absennya
POMC juga berperan terhadap terjadinya insufisiensi adrenal karena ketiadaan
Adrenocorticotropin hormone (ACTH) dengan gambaran kulit pucat dan rambut kemerahan oleh
karena absennya α-MSH. Mutasi Proenzyme Convertase 1 (PC-1) juga menyebabkan obesitas
melalui terhambatnya sintesa α-MSH melalui prekursor peptide yaitu POMC, α-MSH berikatan
dengan Melanocortin receptor type 1 (MC4R) suatu reseptor di hipotalamus yang menghambat
makan (Flier, 2008).
Gambar 2.3 Mekanisme sentral dimana Leptin bertindak meregulasi nafsu makan dan
mempengaruhi berat badan.Sinyal Leptin melalui neuron proopiomelanocortin (POMC) di
Hipotalamus menginduksi meningkatnya produksi α-melanocyte stimulating hormone (α-MSH),
memerlukan processing enzyme PC-1 (proenzyme convertase 1).α-MSH bertindak sebagai
agonist pada melanocortin-4 receptors untuk menghambat nafsu makan, dan neuro peptida AgRp
(Agouti-related peptide) bertindak sebagai antagonis dari reseptor tersebut. Mutasi yang
menyebabkan obesitas pada manusia ditunjukkan oleh panah berwarna hijau (Flier, 2008).
Kelima defek gen tersebut melalui leptin (stimulasi POMC dan meningkatkan α- MSH)
mengurangi asupan makanan dan membatasi peningkatan berat badan. Selain itu juga penelitian
pada tikus mengungkapkan beberapa molekul merupakan mediator di hipotalamus untuk
terjadinya obesitas, tub merupakan gen yang mengkode peptide hipotalamus dengan fungsi yang
belum diketahui, mutasi gen tersebut menyebabkan onset lambat terjadinya obesitas. Gen fat
mengkode carboxypeptidase E , suatu peptide untuk pembentukan enzim yang mana apabila
terjadi mutasi akan menyebabkan obesitas oleh karena terjadi gangguan pembentukan beberapa
neuropeptida. Sedangkan AgRP diekspresikan bersama NYP di nucleus arcuatus saraf, AgRP
merupakan antagonis α-MSH saat berikatan dengan MC4R, sehingga produksinya yang
berlebihan dapat menginduksi terjadinya obesitas (Flier, 2008).
Obesitas diakibatkan oleh karena meningkatnya pengambilan sumber energy (makanan)
atau menurunnya pemakaian energi atau kombinasi keduanya.Jadi untuk mendefinisikan etiologi
dari obesitas maka kedua parameter tersebut harus ada.Ada teori yang menjelaskan tentang
mekanisme fisiologis sehubungan dengan sensibilitas sistem pada jaringan adipose yang
merefleksikan penyimpanan lemak dan reseptornya di hipotalamus“Adipostat”, ketika simpanan
lemak berkurang maka sinyal dari adipostat akan lemah sehingga hipotalamus akan berespon
dengan menstimulasi rasa lapar dan mengurangi pemakaian energi, sebaliknya ketika simpanan
lemak berlebihan maka sinyal tersebut akan meningkat dan hipotalamus akan berespon dengan
menurunkan rasa lapar dan meningkatkan pemakaian energy (Flier, 2008).
Dengan ditemukannya gen ob dan produknya leptin serta gen db yang mana produknya
merupakan reseptor leptin dapat memberikan konsep baru secara molekular untuk patofisiologi
terjadinya obesitas (Farley dkk., 2010). Berikut juga merupakan tabel yang menunjukkan faktor-
faktor yang berkontribusi untuk terjadinya obesitas selain diet yang tidak sehat dan kurangnya
olah raga.
Tabel 2.7 Beberapa patofisiologi obesitas terhadap kelainan congenital (Balsells, 2012)
Pada penelitian menggambarkan bahwa wanita yang melahirkan bayi dengan kelainan
jantung menunjukkan tingginya kadar kolesterol total, LDL kolesterol, apolipoprotein B, ratio
kolesterol total/HDL. Tingginya kadar kolesterol berbanding lurus dengan peningkatan BMI.
Tingginya oksidasi LDL kolesterol menginduksi apoptosis dan mempengaruhi endothelial
growth factor pembuluh darah yang merupakan faktor penting dalam regulasi pembentukan
endokardial (Balsells, 2012). Berikut adalah tabel kelainan kongenital sehubungan dengan
obesitas dalam kehamilan :
2.5 PENATALAKSANAAN
2.5.1 Prakonsepsi dan manajemen selama kehamilan
Idealnya intervensi yang dilakukan sehubungan dengan obesitas dan kehamilan dilakukan
pada masa prakonsepsi yang kemudian dilanjutkan saat kehamilan dan persalinan, namun yang
sering terjadi adalah kehamilan sudah terdiagnosa sebelum dilakukan intervensi prakonsepsi
sehingga janin sudah terlebih dahulu terpapar lingkungan yang buruk untuk berkembang dengan
konsekuensinya terjadi gangguan organogenesis.
Wanita yang mengalami obesitas seharusnya didorong lebih keras untuk mencapai BMI
yang ideal sebelum merencanakan kehamilan (BMI : 18,5-24,9 kg/m2) dapat dilakukan dengan
modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah raga dan farmakoterapi. Pengurangan berat badan
merupakan tujuan utama dari intervensi pada wanita yang obesitas sebelum merencanakan
kehamilan. Data dari beberapa penelitian kohort prospektive menunjukan penambahan berat
badan sebelum kehamilan meningkatkan risiko untuk terjadinya preeklampsia (odds rasio, 3,2;
95% interval kepercayaan, 2,5-4,2), sedangkan penurunan berat badan sebelum kehamilan
sehingga mencapai BMI normal pada wanita obesitas menurunkan risiko persalinan dengan
seksio sesaria dan bayi makrosomia (Gunatilake, 2011).
Obesitas sangat berkaitan erat dengan tejadinya penyakit kardiovaskular dan kelainan
metabolik termasuk didalamnya adalah diabetes mellitus, hipertensi dan hiperlipidemia.
Persiapan prakonsepsiakan mendukung keadaan ibu-janin dan neonatus kearah yang baik. Dari
sebuah penelitian prospektif random yang dilakukan selama 2 tahun dengan intervensi meliputi
diet sehat dan modifikasi gaya hidup menunjukan rata-rata penurunan berat badan sebanyak 4 kg
diantara wanita obesitas berpengaruh terhadap pengurangan yang signifikan dari lingkar
abdomen (5%) dan kadar trigliserida (16%). Diet sehat dengan pengurangan asupan kalori yang
dikombinasi dengan aerobik setiap hari direkomendasikan oleh American College of
Obstetricians and Gynecologist(ACOG) (Gunatilake, 2011).
Aktivitas fisik seperti olah raga dapat direkomendasikan pada wanita hamil dengan
obesitas tanpa komplikasi (kontraindikasi absolut) seperti pecah ketuban, partus prematurus
iminen, hipertensi dalam kehamilan, inkompetensi serviks, kehamilan dengan pertumbuhan janin
terhambat, kehamilan multiple (≥ 3), plasenta previa setelah trimester II, diabetes mellitus tipe I
yang tidak terkontrol, penyakit tiroid, penyakit jantung dan saluran pernafasan serta penyakit
gangguan sistemik.Olah raga yang dianjurkan adalah yang tidak mengutamakan penggunaan
berat badan dan yang jauh dari kemungkinan trauma abdomen. Disebutkan dari literatur bahwa
dengan olah raga yang adekuat dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga mencegah
terjadinya bayi besar, seperti pada penelitian di Denmark terhadap 80.000 bayi yang lahir
menunjukkan bahwa olah raga yang tepat selama kehamilan dapat menurunkan risiko berat
badan bayi lahir lebih maupun rendah.Walaupun begitu belum ada satupun teknik yang tepat
untuk semua wanita obesitas karena hal tersebut tergantung dari masing-masing individu dan ahli
yang menanganinya (Seneviratne, 2014).
Tabel berikut adalah panduan secara umum apabila wanita hamil dengan obesitas akan berolah
raga :
Tabel 2.9 Panduan umum olah raga pada wanita hamil dengan obesitas (Seneviratne, 2014).
2.5.2 Bedah Bariatrik dan kehamilan
Tindakan bedah bariatriksesuai untuk wanita dengan BMI ≥40 kg/m2 atau untuk wanita
dengan BMI > 35 kg/m2 yang menunjukan suatu gejala ke arah diabetes mellitus, penyakit
jantung koroner, gangguan sendi atau sleep apnea berat. Pasien yang menjalani bedah bariatrik
untuk mengurangi berat badan secara umum menunjukan perbaikan kualitas hidup terlebih jika
dikombinasi dengan menjalankan gaya hidup sehat (Wuntakal, 2009).
Pasien yang menjalani bedah bariatrik ini disarankan untuk tidak hamil paling sedikit 12-
18 bulan setelah tindakan bedah untuk menghindari risiko komplikasi dari tindakan serta
kemungkinan paparan terhadap fetus akibat hilangnya berat badan yang cepat. Observasi setelah
tindakan bedah tersebut harus terus dilakukan mengingat komplikasi yang dapat timbul paska
operasi seperti obstruksi usus, infeksi, perforasi lambung, striktur dan defisiensi mikronutrien
seperti vitamin B12, asam folat, dan zat besi bahkan kematian setelah tindakan ini pernah
dilaporkan.Secara umum bedah bariatrik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan
mekanismenya mengurangi berat badan yaitu prosedur restriksi ,malabsorbsidan penurunan
penyerapan zat makanan (Gunatilake, 2011).
Prosedur pada kelompok pertama meliputi vertical banded gastroplasty, sleeve
gastrectomy dan laparoscopic adjustable gastric band (LAGB), ketiga prosedur tersebut
mengurangi pengambilan energi dengan cara mengurangi kapasitas penyimpanan lambung
sehingga makanan yang masuk dalam jumlah kecil saja sudah bisa menginduksi rasa puas
(Guelinckx, 2012).
Prosedur pada kelompok kedua dengan mekanisme malabsorbsi yaitu meliputi Scopinaro
(biliopancreatic diversion) dan bypass jejunoileal yaitu dengan memotong sebagian besar usus
halus sehingga mengurangi penyerapan nutrisi dan energi, namun prosedur tersebut saat ini
sudah ditinggalkan mengingat komplikasi jangka panjang meliputi kelainan pada hati, batu
ginjal, gagal ginjal, arthritis dan malnutrisi. Kelompok prosedur yang ketiga adalah dengan
mengurangi pengambilan energi secara duodenal switch dan roux-en Y gastric bypass(RYGB),
yaitu dengan membuat kantong lambung kecil lalu disambung langsung ke jejunum tanpa
melalui sebagian besar lambung, duodenum dan proksimal dari jejunum. Dari bermacam
prosedur tersebut diatas menurut data yang paling sering dilakukan adalah LAGB (42,3%), roux-
en Y gastric bypass (39,7%), total sleeve gastrectomy (4,5%).
Komplikasi jangka panjang yang ditimbulkan oleh prosedur LAGB meliputi hiperemesis,
prolaps gaster, dilatasi esophagus, erosi dan nekrosis gaster, Sedangkan komplikasi RYGB
meliputi ulkus, herniasi(Guelinckx, 2012).
Wanita yang hamil harus mengatur penambahan berat badan mereka berdasarkan BMI
sebelum hamil seperti yang ditunjukkan pada tabel diatas. Berikut adalah prosedur yang
direkomendasikan oleh NICE sehubungan dengan nutrisi dan aktivitas sebelum konsepsi dan
selama kehamilan.
4. Ultrasonografi (USG)
Waktu yang tepat untuk skrining anatomi janin adalah pada usia kehamilan 18-22
minggu, kemampuan sonografer untuk mengevaluasi sangat dipengaruhi oleh ukuran tubuh
pasien. ± 15% dari struktur normal yang tampak akan kurang optimal pada wanita dengan BMI
diatas 90 persentil. Pada wanita tersebut hanya 63% dari struktur yang akan tampak dengan jelas.
Struktur anatomi secara umum akan kurang jelas seiring dengan peningkatan BMI termasuk
denyut jantung janin, tulang belakang, diafragma, ginjal dan tali pusat. Visualisasi tulang
belakang fetus dilaporkan berkurang dari 43% menjadi 29% pada wanita obesitas dibandingkan
dengan BMI normal sehingga denganmengulang evaluasi 2-4 minggu kemudian akan
mengurangi tidak optimalnya penilaian sebelumnya. Penilaian anatomi janin pada wanita
obesitas sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 20-22 minggu.
Suatu tantangan terhadap penggunaan USG pada wanita obesitas dimana terjadi
peningkatan risiko kelainan kongenital. Nuthalapathy dan Rouse mereview 17 penelitian yang
dilakukan sejak tahun 1978-2003 didapatkan hubungan antara BMI sebelum hamil dengan
kejadian kelainan kongenital, mereka melaporkan terjadi peningkatan 2 kali lipat defek tabung
saraf. Perkiraan berat badan janin dengan USG tidak lebih superior dibandingkan dengan
pemeriksaan fisik.Meskipun kedua metode tersebut memiliki kesalahan sebesar 10%, pada suatu
laporan yang disampaikan oleh Field dkk.30% perkiraan berat badan janin dengan USG pada
wanita obesitas setelah melahirkan menunjukkan perbedaan > 10% dengan berat badan
sebenarnya ((Schaefer-Graf, 2012).
2.6 PERSALINAN
Pengukuran tanda-tanda vital pada pasien dengan obesitas juga terkadang menimbulkan
kesulitan, contohnya dalam pengukuran tekanan darah karena jaringan lemak yang tebal maka
membutuhkan cuff yang tepat untuk menghasilkan pengukuran yang akurat. Pada wanita hamil
dengan obesitas yang inpartu harus dilakukan observasi tanda vital secara ketat termasuk
monitoring janin yang mana akan lebih sulit sehubungan dengan anatomi ibu. Yang perlu
ditekankan bahwa pada pasien dengan obesitas memiliki risiko untuk pemanjangan waktu dari
fase aktif dan terkadang membutuhkan akselerasi dengan oksitosin yang dosisnya lebih tinggi
dari BMI normal (Gunatilake, 2011).
Wanita hamil inpartu dengan BMI > 30 kg/m2 memiliki risiko 1,5 kali sedangkan BMI >
40 kg/m2 berisiko 2 kali untuk persalinan yang berakhir dengan operative vaginal delivery, yang
mana berkaitan dengan tingginya angka morbiditas baik terhadap bayi maupun ibu. Dari
beberapa laporan juga mengatakan kejadian distosia bahu (2,7 kali) dan trauma jalan lahir lebih
sering terjadi pada wanita hamil dengan obesitas (Gunatilake, 2011).
Obesitas juga berkontribusi terhadap terjadinya kegagalan dalam induksi persalinan. Pada
suatu analisa diperoleh data bahwa wanita dengan BMI > 40 kg/m2membutuhkan kadar
oksitosin yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama (5,0 unit dan 8,5 jam) dibandingkan
dengan BMI normal (2,6 unit dan 6,5 jam). Pada penelitian di Eropa yang mengobservasi >
200.000 persalinan ditemukan wanita dengan BMI > 40 kg/m2 berisiko 4 kali untuk dilakukan
seksio sesaria oleh karena tidak adanya kemajuan persalinan, bahkan apabila terjadi persalinan
normal maka kemajuan persalinannya lebih lambat pada wanita obesitas, pada penelitian
prospektif terhadap 509 nullipara didapatkan rata-rata kemajuan dilatasi serviks lambat dan
apabila dilakukan induksi juga membutuhkan waktu yang lebih panjang. Penelitian lain juga
menunjukan hasil durasi rata-rata dilatasi serviks 4-10 cm lebih lama pada wanita overweight
dan obesitas dibandingkan dengan BMI normal (7,5 ; 7,9 ; 6,2 jam), mekanisme terjadinya
keadaan ini hingga saat ini belum diketahui secara pasti (Gunatilake, 2011).
Namun pada percobaan in vitro saat operasi seksio sesaria didapatkan gangguan
kontraksi dari miometrium, gangguan tersebut dalam demonstrasi disebabkan oleh kurangnya
atau terganggunya lalu lintas ion kalsium yang mungkin disebabkan oleh perubahan viskositas
dan kestabilan membran sel karena tingginya kadar kolesterol.pendapat lain juga menyatakan
bahwa leptin, yaitu suatu bahan yang dilepaskan oleh jaringan lemak menghambat pelepasan
oksitosin sehingga menghambat terjadinya kontraksi uterus (Bogaerts, 2013).
Data dari berbagai penelitian menggambarkan bahwa terjadi peningkatan seksio sesaria
emergensi maupun elektif pada wanita hamil dengan obesitas, dan korelasi positif ini bukan
hanya dilihat dari BMI sebelum hamil tapi juga oleh karena pertambahan berat badan yang masif
saat hamil.Pada penelitian lain terhadap >16.000 pasien didapatkan angka seksio sesaria pada
wanita hamil normal sebesar 20,7% bandingkan dengan wanita hamil dengan obesitas sebesar
33,8% (BMI 30-34,9 kg/m2), sedangkan wanita dengan BMI > 35kg/m2 kejadian seksio sesaria
mencapai 50%. Risiko tersebut berkaitan erat dengan komplikasi obesitas terhadap kehamilan
seperti bayi makrosomia, bayi IUGR, diabetes mellitus dan hipertensi. Seksio sesaria pada
obesitas juga sangat berisiko berkaitan dengan terjadinya ruptur uterus, plasenta previa, plasenta
akreta termasuk kejadian morbiditas peri operatif seperti trauma saat operasi, perdarahan,
meningkatnya perawatan di ICU (Intensive Care Unit)dan kebutuhan untuk dilakukan transfuse
(Gunatilake, 2011).