Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN ANTARA STATUS INDEKS MASSA TUBUH (IMT) SELAMA

HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI RSUD


KARANGANYAR

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

FULANAH
J500140222

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA STATUS INDEKS MASSA TUBUH (IMT) SELAMA
HAMIL DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI RSUD
KARANGANYAR

Yang diajukan oleh :

FULANAH

J500140222

Telah disetujui oleh Pembimbing Utama Skripsi Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari, ………… tanggal …………………. . 2017

Pembimbing Utama

Dr. Erna Herawati, Sp. K. J.


NIK: 1046

Kepala Biro Skripsi

Dr. Erna Herawati, Sp. K. J.


NIK: 1046

ii
DAFTAR ISI

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang peka
dalam menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang
mencapai 228 per 100 ribu dan masih merupakan yang tertinggi di Asia.
Tingginya angka kematian ibu paling banyak disebabkan karena perdarahan
(30,1%), hipertensi (26,9%) dan infeksi (5,6%). Namun AKI Provinsi Jawa
Tengah (Jateng) tahun 2014 berdasarkan laporan dari kabupaten/kota sebesar
118,62/100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh hipertensi (28,10%)
yang telah menggeser perdarahan (22,93%) sebagai penyebab utama
kematian ibu (Dinkes Jateng, 2014; Kemenkes RI, 2014; SDKI, 2012).
Selama berabad-abad, tekanan darah tinggi atau hipertensi selama
kehamilan telah menjadi salah satu penyebab utama kematian perinatal
(kematian ibu, janin atau bayi baru lahir). Preeklampsia (atau toxemia,
menurut sejarah) merupakan penyakit hipertensi yang hanya muncul dalam
kehamilan (Fitri, 2007).
Menurut Robson (2012), preeklampsia adalah sindrom yang ditandai
dengan hipertensi dan proteinuria yang baru muncul di trimester dua
kehamilan yang selalu pulih di periode postnatal. Kata eklampsia berasal dari
Yunani yang berarti halilintar karena gejala eklampsia datang dengan
mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Keadaan
eklampsia yang tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan komplikasi
seperti, berkurangnya aliran darah menuju plasenta, solusio plasenta, sindrom
Hemolisis Elevated Liver Enzyme Low Platelets (HELLP) dan eklampsia
yang tentunya dapat mengancam keselamatan baik bagi ibu maupun janin
(Manuaba, 2010; Sungkar, 2013).
2

Terdapat banyak faktor risiko yang mempredisposisi terjadinya


preeklampsia salah satunya yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT). Risiko untuk
mengalami preeklampsia akan meningkat 2,5 kali lipat bila ibu hamil tersebut
mengalami peningkatan IMT sebelum kehamilan dan akan meningkat 1,5 kali
lipat bila peningkatan IMT saat pemeriksaan antenatal. Kenaikkan berat
badan di atas 500 g setiap minggu pada pemeriksaan minggu ke-34 sampai
ke-40 harus menjadi perhatian khusus akan kemungkinan preeklampsia
(Robson, 2012; Manuaba, 2007).
Penambahan berat badan sebaiknya hampir sama selama trimester
kedua dan ketiga dengan rata-rata 0,4 kg/minggu. Oleh karena itu ibu hamil
dianjurkan untuk mengatur pertambahan berat badan sesuai dengan
rekomendasi dengan menjaga pola makan agar dapat meminimalkan risiko
dari pertambahan berat badan yang berlebih atau kurang. Berat badan bias
dikatakan ideal jika berat badan tersebut bisa memberikan pengaruh positif
yang maksimal bagi kesehatan (Manuaba, 2007; Matthias 2006).
Wanita yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas
memerlukan pengawasan dan kewaspadaan agar pada saat hamil tidak terjadi
kelahiran prematur dan preeklampsia. Karena orang dengan berat badan lebih
(obesitas) cenderung mempunyai penyakit sertaan akibat dari obesitas
tersebut. Orang dengan obesitas akan mempengaruhi proses metabolisme
dalam tubuh, proses pernafasan dan semua kerja organ (Karyati dan Astuti,
2015).
Kegemukan disamping dapat menyebabkan kolesterol tinggi dalam
darah juga dapat menyebabkan kerja jantung lebih berat, sehingga jumlah
darah yang berada di dalam badan hanya sekitar 15% dari berat badan,
semakin gemuk seseorang makin banyak pula jumlah darah yang berada di
dalam tubuhnya, yang berarti semakin berat kerja jantung dalam memompa.
Hal ini dapat menambah terjadinya preeklampsia (Suhardiyanto, 2012).
Salah satu RSU di Provinsi Jawa Tengah yaitu RSUD Karanganyar
yang merupakan rumah sakit tipe C milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah
yang sekaligus menjadi rumah sakit rujukan di wilayah Karangnyar dan
3

sekitarnya. Menurut data yang diperoleh dari rekam medik RSUD


Karanganyar (2015), angka kejadian persalinan dengan penyulit preeklampsia
sebanyak 124 kasus (23%) dari 537 kasus persalinan di ruang bersalin RSUD
Karanganyar. Hasil studi pendahuluan lebih lanjut didapatkan bahwa 15 dari
35 ibu bersalin yang mengalami preeklampsia memiliki berat badan lebih dari
70 kilogram, sedangkan 20 diantaranya memiliki berat badan kurang dari 70
kilogram.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan antara Status Indeks Massa Tubuh (IMT)
Selama Hamil dengan Kejadian Preeklampsia di RSUD Karanganyar”.

B. Rumusan Masalah
“Apakah ada Hubungan antara Status IMT Selama Hamil dengan Kejadian
Preeklampsia di RSUD Karanganyar?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara status IMT selama hamil dengan
kejadian preeklampsia di RSUD Karanganyar.

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi status IMT selama hamil.
b. Mengidentifikasi kejadian preeklampsia pada ibu hamil.
c. Menganalisis adanya hubungan antara status IMT selama hamil
dengan kejadian preeklampsia.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan antara
4

status IMT selama hamil dengan kejadian preeklampsia di RSUD


Karanganyar.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai literatur untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa Universitas
Sebelas Maret mengenai hubungan antara status IMT selama hamil
dengan kejadian preeklampsia.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi agar tenaga kesehatan
khususnya bidan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam
menangani komplikasi dalam persalinan seperti preeklampsia ini,
diharapkan bidan dapat mengatasi masalah tersebut dan dapat ikut serta
dalam menurunkan angka kematian ibu karena komplikasi obs
5

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Status IMT Ibu Hamil


a. Pengertian
Pertumbuhan janin di dalam kandungan dipengaruhi oleh status
gizi ibu hamil. Status gizi ini berkaitan erat dengan berat badan ibu
sebelum hamil. Selanjutnya, status gizi ini juga menentukan berapa
kenaikan badan yang ideal pada ibu tersebut saat hamil. Beberapa
cara dapat digunakan untuk menilai status gizi seseorang. Untuk
orang dewasa (19-70 tahun), status gizi dapat dinilai dengan
menghitung IMT (Wibisono dan Dewi, 2009).

Menurut WHO IMT adalah indeks sederhana dari berat dan tinggi
badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan kurus,
kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa. Ini
merupakan salah satu cara menghitung ideal tidaknya berat badan
kita (Nurchasanah, 2009).

Menurut Yuniastuti (2008) ukuran status gizi untuk remaja dan


dewasa adalah IMT yang dapat dihitung dengan rumus:

IMT =

Keterangan:

BB= Berat Badan (Kg)

TB = Tinggi Badan (m2)


6

b. Kenaikan Berat Badan yang Ideal Selama Kehamilan

Tabel 2.1 Kenaikan Berat Badan Selama Kehamilan Berdasarkan Status Gizi Ibu
Sebelum Hamil (IMT)

Status gizi Ibu Sebelum Hamil (IMT) Total Kenaikan Berat

Badan Selama

Kehamilan (Kg)

Kurang (kurus) < 18,5 13-18

Normal 18,5 – 25,0 11-16

Overweight 25,1 – 27,0 7-11

Obesitas > 27,0 <7

(Wibisono dan Dewi, 2009).

c. Faktor yang Menentukan Status Gizi Ibu saat Hamil

Status gizi antara ibu hamil yang satu dengan ibu hamil yang lain tidaklah sama.
Faktor dari diri ibu maupun faktor dari lingkungan dapat mempengaruhi status
gizi ibu hamil. Ada beberapa hal yang mempengaruhi gizi ibu pada waktu hamil
menurut Wibisono dan Dewi (2009) yaitu:

1) Berat badan
7

Berat badan anda akan menentukan seberapa banyak asupan makanan


yang harus anda konsumsi pada waktu hamil. Harapannya, kebutuhan gizi
janin tercukupi dan bayi yang akan lahir dengan berat badan normal.

2) Umur

Umur pada waktu hamil berpengaruh terhadap gizi ibu hamil. Semakin tua
umur ibu hamil, energi yang dibutuhkan pada waktu hamil juga semakin
tinggi.

3) Kondisi kesehatan

Kondisi kesehatan ibu hamil akan berpengaruh pada asupan makanannya.


Ibu hamil yang sedang sakit biasanya nafsu makannya akan menurun.
Dalam keadaan sakit, sebaiknya ibu hamil mendapat tambahan suplemen
seperti zat besi, protein atau yang lainnya agar kebutuhan gizinya tetap
terpenuhi.

4) Aktivitas

Jika aktivitas ibu hamil tinggi, kebutuhan energinya juga semakin tinggi.

5) Keadaan ekonomi

Keadaan ekonomi keluarga akan mempengaruhi pemilihan ragam dan


kualitas bahan makanan. Apalagi pada masa sekarang saat ekonomi sangat
sulit dan harga bahan makanan melambung tinggi. Dalam keadaan seperti
ini, ibu harus pandai memilih bahan pangan. Makanan bergizi tidak harus
mahal. Misalnya, untuk mengambil manfaat protein hewani, dapat
membeli ikan segar, telur ayam, telur puyuh dan ikan teri sebagai
pengganti daging sapi, meski harganya relatif lebih murah, bahan-bahan
tersebut mengandung protein yang sama baiknya dengan daging sapi.

6) Pengetahuan gizi kehamilan


8

Pengetahuan gizi kehamilan sangat diperlukan oleh seorang ibu hamil di


dalam merencanakan menu makanannya. Jika tanpa disadari oleh
pengetahuan ini, akan sulit mengatur makanan terutama untuk menangani
keluhan-keluhan kehamilan pada setiap trimesternya.

7) Pantang makanan karena pengaruh budaya

Kepercayaan terhadap adat juga dapat mempengaruhi asupan makanan ibu


hamil. Misalnya, ada kepercayaan bahwa pada waktu hamil ibu dilarang
makanan ikan karena dikhawatirkan bayinya cacingan dan berbau amis.
Padahal, konsumsi ikan terutama ikan laut justru sangat dianjurkan karena
kandungan lemaknya rendah, proteinnya tinggi, serta mengandung omega
3 dan omega 6 yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak janin
dalam kandungan.

2. Preeklampsia

a. Definisi
Menurut Fraser dan Cooper (2009) preeklampsia adalah kondisi
khusus saat kehamilan yang ditandai dengan hipertensi,
proteinuria, dan disfungsi sistemik. Diagnosis definitif untuk
preeklampsia hanya boleh ditegakkan setelah usia gestasi 20
minggu. Bukti adanya hipertensi gestasional proteinurik sebelum
usia 20 minggu meningkatkan kemungkinan adanya kehamilan
mola yang mendasari, gejala penghentian obat (drug withdrawal),
atau (jarang) abnormalitas kromosom pada janin (Norwitz dan
Schorge, 2008).

b. Patofisiologi
Penyebab preeklamsia tidak diketahui. Sejumlah teori mencakup
adanya respons abnormal imunologis ibu terhadap alograf janin,
abnormalitas genetik yang mendasari, ketidakseimbangan kaskade
prostanoid, dan adanya toksin dan/atau vasokonstriktor endogen
9

dalam aliran darah. Kondisi primernya kemungkinan adalah


kegagalan invasi trofoblas gelombang kedua dari 8-18 minggu
yang bertanggung jawab untuk penghancuran lapisan muskularis
dari arteriola spiralis dalam miometrium yang dekat dengan
plasenta yang sedang berkembang. Pada saat kehamilan berlanjut
dan kebutuhan metabolik unit fetoplasenta meningkat, arteriola
spiralis tidak dapat mengakomodasi peningkatan aliran darah yang
diperlukan. Keadaan ini kemudian mengarah pada terjadinya
“disfungsi plasenta” yang bermanifestasi secara klinis sebagai
preeklampsia (Norwitz dan Schorge, 2008).

c. Faktor Risiko
Faktor risiko preeklampsia-eklampsia menurut Saifuddin (2009):

a. Primigravida, primipaternitas
b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan
multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar
c. Umur yang ekstrim
d. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada
sebelum hamil
f. Obesitas
g. Klasifikasi Preeklampsia
10

Tabel 2.2 Klasifikasi Preeklampsia

Tipe Preeklampsia Tanda dan Gejala

Preeklampsia Ringan Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg

dengan interval pemeriksaan 6 jam

Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg

dengan interval pemeriksaan 6 jam

Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu

Proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat kualitatif

plus 1 sampai 2 pada urine kateter atau urine aliran

pertengahan

Preeklampsia Berat Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah

diastolik ≥ 110 mmHg pada dua kali pengukuran

Proteinuria > 5 g/24 jam atau dipstick + 3 s/d + 4 pada

dua kali pengukuran selang 4 jam

Oliguria < 500 mL dalam 24 jam

Gangguan otak yang persisten

Edema paru

Nyeri epigastrium

Gangguan fungsi hati


11

Trombositopenia (< 100.000sel/mm3)

Restriksi pertumbuhan janin

(Sumber: Manuaba; 2010, Hollingworth; 2012)

d. Komplikasi Preeklampsia
Komplikasi jangka pendek menurut Norwitz dan Schorge (2008):

1) Pada ibu
a.HELLP (4%)
b. Edema paru (2%)
c.Gagal ginjal (1,8%)
d. Eklampsia (1%)
e.Oliguria
f. Stroke
g. Hipertensi tak terkontrol
h. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
i. Aspirasi bronkial
j. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
k. Cedera hepatoselular
l. Gagal hati
m.Ruptur hati
n. Perlemakan hati
o. Kematian ibu

2) Pada plasenta sehingga mengakibatkan


a. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
b. Oligohidramion
c. Infark plasenta
d. Abruption plasenta
12

e. Insufisiensi uteroplasenta
f. Prematuritas
g. Perdarahan pasca persalinan

e. Penanganan preeklampsia dan eklampsia

1. Preeklampsia ringan
Pada preeklampsia ringan, menurut Manuaba (2010)
penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan:

a. Sedatif ringan (phenobarbital 3x30 mg, valium 3x10 mg)


b. Obat penunjang (vitamin B kompleks, vitamin C atau
vitamin E, zat besi)
c. Nasihat (garam dalam makanan dikurangi, lebih banyak
istirahat baring ke arah punggung janin, mata kabur, edema
mendadak atau berat badan naik, pernapasan semakin
sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran semakin
berkurang, gerak janin melemah-berkurang, pengeluaran
urin berkurang).
d. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat.

2. Preeklampsia berat
Penanganan preeklampsia berat menurut Saifuddin (2009)
yaitu:

a. Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah


sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring
ke satu sisi (kiri). Pengelolaan cairan merupakan perawatan
terpenting, karena penderita mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu,
monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting.
13

b. Pemberian obat anti kejang


c. Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada
edema paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka.
d. Pemberian anti hipertensi
 Anti hipertensi lini pertama : Nifedipin, dosis 10-20
mg per oral, diulang setelah 30 menit. Maksimum
120 mg dalam 24 jam.
 Anti hipertensi lini kedua : Sodium nitroprusside:
0,25µg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25µg
i.v./kg/5menit.
Diazokside: 30-60 mh i.v/5 menit atau i.v. infus 10
mg/menit/dititrasi

e. Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin


tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34
minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom
HELLP.

3. Eklampsia
Pengobatan medikamentosa pada eklampsia menurut Saifuddin
(2009) yaitu obat anti kejang dan magnesium sulfat (MgSO4).

f. Pencegahan preeklampsia
Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Moura at al (2012),
pencegahan preeklampsia dilakukan berdasarkan intervensi primer
yang bisa diterapkan untuk seluruh ibu hamil:

1) Istirahat
Menurut Manuaba (2010) istirahat yang cukup sesuai
pertambahan usia kehamilan berarti bekerja seperlunya dan
disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau
berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah
14

menuju plasenta tidak mengalami gangguan. Sebuah tinjauan


Cochrane (2010) menyimpulkan bahwa istirahat setiap hari,
dengan atau tanpa suplementasi gizi, dapat mengurangi risiko
preeklampsia untuk wanita dengan tekanan darah normal.

2) Latihan atau aktivitas fisik lainnya


Pengurangan risiko hipertensi pada pasien hamil dengan
olahraga teratur dan aktivitas fisik dianggap sebagai strategi
yang berhasil. Menurut Clapp dalam “Buku Ajar Bidan
Myles” (2009), latihan fisik tingkat sedang yang dilakukan
selama kehamilan berguna memperbaiki kesehatan
kardiovaskular, membatasi penambahan berat badan,
memperbaiki sikap dan status mental, mempermudah dan
mengurangi komplikasi persalinan dan mempercepat
pemulihan pasca persalinan. Sebuah tinjauan Cochrane
(2010) yang melibatkan 45 wanita, menyimpulkan bahwa ada
bukti yang cukup mengenai kemungkinan efek dari latihan
pada pencegahan preeklampsia dan komplikasinya.

3) Kalsium
Wanita hamil dengan tingkat tinggi asupan kalsium, seperti
Guatemala India dan Ethiopia memiliki insiden rendah
preeklampsia dan eklampsia. Telah diusulkan bahwa asupan
rendah kalsium dapat meningkatkan tekanan darah dengan
merangsang hormon paratiroid atau renin rilis, meningkatkan
kalsium intraseluler pada otot polos pembuluh darah dan
menyebabkan vasokonstriksi. Suplemen kalsium pada paruh
kedua kehamilan tampaknya menurunkan tekanan darah
secara langsung, tetapi tidak mencegah kerusakan endotel
berhubungan dengan preeklampsia.
15

4) Agen anti platelet


Pemberian aspirin pada kehamilan awal dikaitkan dengan
penurunan lebih besar pada kejadian preeklampsia daripada
pengobatan dimulai pada akhir kehamilan dan disimpulkan
bahwa agen antiplatelet, terutama aspirin dosis rendah di
awal kehamilan, memiliki manfaat moderat bila digunakan
untuk pencegahan preeklampsia.

5) Bawang putih
Sebuah meta - analisis dari 8 uji coba melaporkan bahwa ada
penurunan tekanan darah baik sistolik dan diastolik yang
terkait dengan pengobatan bawang putih dalam bentuk bubuk
kering. Sebuah tinjauan Cochrane (2010) menyimpulkan
bahwa ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan
peningkatan asupan bawang putih untuk mencegah
preeklampsia dan komplikasinya.

6) Diuretik
Saat ini, ada bukti yang cukup untuk memberikan kesimpulan
yang dapat diandalkan tentang efek diuretik pada pencegahan
preeklampsia dan komplikasinya. Namun diuretik hendaknya
tidak direkomendasikan untuk tujuan ini dalam praktik klinis
rutin.

7) Progesteron
Sejak 1950-an, hipotesis bahwa progesteron dapat
mengurangi risiko preeklampsia telah diusulkan. Tingkat
progesteron yang ditemukan memiliki kadar yang berbeda
pada ibu primigravida dengan dan tanpa preeklampsia. Para
penulis menyimpulkan bahwa ada cukup bukti untuk
kesimpulan yang dapat diandalkan tentang efek progesteron
untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya. Namun,
16

progesteron tidak boleh digunakan untuk tujuan ini dalam


praktek klinis rutin saat ini.

8) Oksida nitrat
Selama kehamilan normal, oksida nitrat memberikan
kontribusi untuk vasodilatasi fisiologis, penurunan reaksi
vasopresor, dan meningkatkan aliran darah uteroplasenta.
Pada preeklampsia, ketersediaan oksida nitrat berkurang,
tetapi tidak jelas apakah ada berkurang produksi atau
peningkatan degradasi. Para penulis menyimpulkan bahwa
ada bukti yang cukup bahwa donor oksida nitrat dan
prekursor mencegah preeklampsia atau komplikasinya.

3. Hubungan antara Status IMT dengan Kejadian Preeklampsia


Menurut ahli penyebab hipertensi ada beberapa kemungkinan.

Salah satunya menurut Nurchasanah (2009) yaitu, kelebihan berat


badan (overweight) atau obesitas. Indeks berat badan dan tinggi badan
adalah salah satu parameter penting dalam menentukan status
kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi
(Putra, 2013). Suatu penelitian mengemukakan bahwa sekitar 65%
tekanan darah tinggi baik pada laki-laki maupun wanita merupakan
konsekuensi langsung dari kegemukan (obesitas). Secara umum, setiap
kenaikkan berat badan sebesar 1 pon (1/2 kg) dari berat badan normal
yang direkomendasikan, akan mengakibatkan kenaikan tekanan darah
sistolik sebesar 4,5 mmHg. Hal ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang cukup serius mengingat makin banyaknya orang
dewasa yang mengalami kelebihan berat badan, bahkan mengalami
kegemukan (Muchtadi, 2013).
17

Tidak diragukan lagi bahwa obesitas adalah faktor yang konsisten


untuk preeklampsia. Dalam suatu ulasan terhadap studi-studi yang
mencakup lebih dari 1,4 juta wanita, mendapatkan bahwa risiko
preeklampsia berlipat dua setiap penambahan 5 sampai 7 kg/m2 dalam
IMT prahamil. Pada wanita dengan status IMT berat berlebih 1,5 kali
lebih berisiko terkena preeklampsia sedangkan pada wanita dengan
dengan obesitas atau IMT >30 risiko terjadinya preeklampsia 2,1 kali
(Cunningham, 2013).

Wanita yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas


memerlukan pengawasan dan kewaspadaan agar pada saat hamil tidak
terjadi kelahiran prematur dan preeklampsia. Karena orang dengan
berat badan lebih (obesitas) cenderung mempunyai penyakit sertaan
akibat dari obesitas tersebut. Orang dengan obesitas akan
mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh, proses pernafasan
dan semua kerja organ (Karyati dan Astuti, 2015).

Kegemukan disamping dapat menyebabkan kolesterol tinggi dalam


darah juga dapat menyebabkan kerja jantung lebih berat, sehingga
jumlah darah yang berada di dalam badan hanya sekitar 15% dari berat
badan, semakin gemuk seseorang makin banyak pula jumlah darah
yang berada di dalam tubuhnya, yang berarti semakin berat kerja
jantung dalam memompa. Hal ini dapat menambah terjadinya
preeklampsia (Suhardiyanto, 2012).

Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh


Quedarusman et al (2012) ibu hamil di puskesmas Manado mengenai
“Hubungan Indeks Massa Tubuh Ibu dan Peningkatan Berat Badan
Saat Kehamilan dengan Preeklampsia”. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa kelompok IMT overweight berisiko 4 kali lebih
besar untuk menderita preeklampsia dibandingkan kelompok IMT
normal, sedangkan kelompok IMT obesitas berisiko 5 kali lebih besar
untuk menderita preeklampsia dibandingkan kelompok IMT normal.
18

Kelompok dengan peningkatan berat badan tinggi berisiko hampir tiga


kali lebih besar untuk menderita preeklampsia dibandingkan wanita
dengan peningkatan berat badan saat hamil normal. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara indeks massa
tubuh ibu dan peningkatan berat badan saat kehamilan dengan
preeklampsia.

B. Kerangka Konsep

Keterangan :

: variabel bebas

: variabel terikat

:mempengaruhi
19

C. Hipotesis
Ada hubungan antara status IMT selama hamil dengan kejadian
preeklampsia
20

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan case
control. Suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut
bagaimana faktor risiko dipelajari dengan pendekatan
“retrospective”. Dengan kata lain, efek (preeklampsia)
diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko (status
IMT) diidentifikasi selama masa kehamilan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Karanganyar
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

b. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret s.d
April 2016.

C. Populasi
Populasi penelitian ini adalah ibu hamil di RSUD
Karanganyar pada bulan Maret s.d April 2016.

D. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu hamil di
RSUD Karanganyar pada bulan Maret s.d April 2016 dengan
jumlah sampel yang dipergunakan dengan rumus Rule of
Thumb minimal jumlah sampel yaitu 30 sampel yang terbagi
dalam dua kelompok yaitu 15 orang ibu hamil preeklampsia
21

dengan kelompok kasus dan 15 orang ibu hamil normal


sebagai kelompok kontrol.

E. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini digunakan teknik quota sampling
dengan menetapkan subjek berdasarkan kapasitas/daya
tampung yang diperlukan dalan penelitian. Sampel
ditentukan dengan melihat kriteria inklusi dan eksklusi.

F. Kriteria Retriksi
Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari kriteria,
ditentukan pula kriteria inklusi dan eksklusinya.

1. Kriteria inklusi
a. Ibu hamil trimester III yang mengalami
preeklampsia di RSUD Karanganyar pada bulan
Maret s.d April 2016
b. Ibu hamil normal trimester III
c. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden
d. Ibu hamil yang bisa mobilisasi dan kooperatif
2. Kriteria eksklusi
a. Ibu hamil yang mengalami eklampsia
b. Ibu hamil yang mengalami kegawatdaruratan obstetri
c. Ibu hamil yang mengalami kegawatdaruratan non
obstetri
d. Ibu hamil yang mengalami gangguan jiwa

G. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Status IMT Ibu Selama Hamil

Variabel Terikat : Kejadian Preeklampsi.


22

H. Definisi Operasional Variabel

I. Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang diterapkan adalah:

a. Tahap persiapan
i. Peneliti melakukan studi pendahuluan
ii. Peneliti membuat proposal penelitian, konsultasi dengan dosen
pembimbing, melakukan seminar validasi proposal dan
perbaikan.
iii. Peneliti mengurus surat perijinan dari bagian administrasi prodi
DIV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret.
iv. Peneliti mengajukan ijin penelitian kepada Kepala Kesbangpol,
BAPPEDA, Dinas Kesehatan dan RSUD Karanganyar.
v. Peneliti bertemu dengan kepala ruang VK RSUD Karanganyar
untuk mengajukan ijin penelitian.
23

vi. Peneliti meminta tolong dengan mahasiswa praktikan sebanyak


4 orang sebagai enumerator yang sebelumnya telah disamakan
persepsi dengan mahasiswa praktikan yang bersedia menjadi
enumerator untuk membantu proses pengambilan data
penelitian.
vii. Menyiapkan instrumen penelitian yang diperlukan yaitu lembar
angket.

b. Tahap pelaksanaan
i. Peneliti mengidentifikasi subyek penelitian yaitu ibu hamil di
RSUD Karanganyar yang telah diseleksi berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi untuk dijadikan responden penelitian.
ii. Peneliti menjelaskan alur penelitian yang dilakukan, setelah
responden bersedia terlibat dalam penelitian, peneliti
memberikan surat permohonan dan surat persetujuan menjadi
respoden untuk ditandatangani sebagai bukti bersedia menjadi
responden penelitian
c. Pengambilan data dimulai dengan wawancara langsung kepada
responden, hal yang dikaji meliputi identitas responden dan data
tentang kehamilan responden.
d. Peneliti dibantu dengan enumerator mengukur status IMT responden
dengan mengukur tinggi badan responden dengan menggunakan
microtoise dan menimbang berat badan responden terlebih dahulu.
e. Mengukur tekanan darah responden dengan menggunakan tensi
meter dan mencatat hasil laboratorium berupa protein urin
responden.
f. Setelah data terkumpul selanjutnya data dianalisis dan diolah untuk
disusun dalam laporan penelitian.
24

J. Alat dan Bahan Instrumen


Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah angket,
microtoise, timbangan dan rekam medik responden.

K. Teknik Analisis Data


1. Teknik Pengolahan Data
Pada penelitian ini, sesudah data dikumpulkan langkah selanjutnya
adalah mengolah data. Langkah-langkah pengolahan data yaitu:
a. Editing
Editing dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan memeriksa
kembali kelengkapan dan kebenaran data yang telah diperoleh pada
lembar angket.
b. Coding
Coding dalam penelitian ini yaitu memberikan kode angka pada alat
penelitian untuk memudahkan dalam analisa data. Status IMT Kurang
memiliki kode = 1, status IMT normal memiliki kode = 2 dan status
IMT lebih memiliki kode = 3, sedangkan kejadian preeklampsia
memiliki kode =1 dan tidak preeklampsia memiliki kode = 2.
c. Entry
Setelah data di coding maka langkah selanjutnya melakukan entry
data. Dalam penelitian ini, kegiatan entry data dibantu dengan
program SPSS 17.0 for Windows.
d. Tabulating
Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian kedalam tabel-tabel
sesuai kriteria.

2. Analisis Data
Analisis data dapat dimulai dari yang sangat sederhana, kemudian
melangkah menuju suatu analisis yang lebih sulit dan rumit. Pedoman
sederhana ini kadang sering dilupakan orang, seperti misalnya
25

penyaringan data (editing). Dalam penelitian ini dapat dilakukan kegiatan


analisis data:

a. Analisis univariat
Analisis digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi
frekuensi dan proporsi responden. Hasilnya disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi dan narasi.
Rumus untuk menggambarkan distribusi frekuensi dan persentase
menurut Nursalam (2013) yaitu:
P = F x 100%
N
Keterangan:
P = Persentase
F = Frekuensi (jumlah)
N = Jumlah total frekuensi

b. Analisis bivariate
Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara variabel status IMT
dan kejadian preeklampsia dengan menggunakan analisis
menggunakan uji Chi Square. Hipotesis alternatif diterima apabila
ρ (nilai signifikan) < α (derajat kesalahan) dan bila tidak ada sel
yang mempunyai nilai expected count < 5. Bila ada satu atau lebih
sel yang mempunyai nilai expected count < 5 lima maka
menggunakan uji Fisher (Sopiyudin,2014), pada penelitian ini
dikarenakan terdapat 2 sel yang memiliki nilai expected count < 5
lima maka penelitian ini menggunakan analisis uji Fisher.
3. Teknik Penyajian Data
Peneliti melakukan penyajian data hasil penelitian dalam bentuk tabel.
Tabel penyajian data terlampir.

L. Etika Penelitian
Setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari ketua prodi DIV Bidan
Pendidik Universitas Sebelas Maret, kemudian peneliti meminta ijin ke
26

BAPPEDA Kabupaten Karanganyar yang tembusannya disampaikan ke


Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar dan Kepala RSUD Karanganyar
setelah itu peneliti mengadakan pendekatan kepada responden untuk
mendapatkan persetujuan sebagai subjek penelitian.
Apabila responden setuju maka wawancara dan pemeriksaan IMT
dilakukan dengan menekankan prinsip etika menurut Nursalam (2013)
sebagai berikut:
1. Prinsip manfaat
c. Bebas dari penderitaan
Dalam penelitian ini harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan
penderitaan kepada responden, khususnya jika menggunakan
tindakan khusus.
d. Bebas dari penderitaan
Dalam penelitian ini harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan
penderitaan kepada responden, khususnya jika menggunakan
tindakan khusus.
e. Risiko (benefit ratio)
Dalam penelitian ini peneliti harus secara hati-hati
mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang berakibat kepada
responden pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)


a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self-
determination)
Dalam penelitian ini responden harus diperlakukan secara
manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka
bersedia menjadi responden ataupun tidak, tanpa adanya sangsi
apa pun atau berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka
seorang klien.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan


(right to full disclosure)
27

Dalam penelitian ini peneliti harus memberikan penjelasan secara


rinci serta bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi pada
responden.

c. Informed consent
Dalam penelitian ini subjek telah mendapatkan informasi secara
lengkap tentang tujuan penelitian yang dilaksanakan, mempunyai
hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang
telah diperoleh hanya dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip keadilan (right to justice)


Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy). Dalam penelitian ini

responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu, perlu adanya tanpa nama

(anonymity) dan rahasia (confidentiality).


28

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F G, and et al. Obstetri William. Jakarta: EGC, 2013.


Fitri. 2007. http://www.wikimu.com/ (accessed Maret 4, 2016).
Fraser, Diane M, and M A Cooper. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC, 2009.
Jateng, Dinkes. "Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012." Semarang:
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012.
Karyati, Sri , and Dwi Astuti. "Hubungan Indeks Massa Tubuh Ibu Hamil dengan
Preeklampsi di Ruang An Nisa RS PKU Muhammadiyah Gubug." Jurnal
Ilmu Keperawatan dan Kebidanan 6 (2015).
Manuaba, I Gede Ida Bagus. "Pengantar Kuliah Obstetri." Jakarta: EGC, 2007.
Manuaba, IBG. Imu kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC, 2010.
Muchtadi, Tien R, and Sugiyono. Prinsip dan Proses Teknologi Pangan. Bogor:
Alfabeta, 2013.
Norwitz, E R, and J O Schorge. At a Glance Obstetri dan Ginekologi edisi 2.
Jakarta: Erlangga, 2008.
Nurchasanah. Anemia Pada Ibu Hamil. EGC, 2009.
Nursalam. Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika, 2013.
RI, Kemenkes. "Pusat Data dan Informasi." Jakarta Selatan, 2014.
Robson, Elisabeth S, and Jason W. "Patologi Pada Kehamilan." Jakarta: EGC,
2012.
Saifuddin, Abdul Bari, and dkk. Ilmu Kebidanan edisi 4 cetakan 2. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009.
SDKI. "Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia." Jakarta: Badan Pusat
Statistik, 2012.
Wibisono, Hermawan, and Ayu Bulan Febry Kurnia Dewi. Solusi Sehat Seputer
Kehamilan. Agromedia Pustaka, 2009.
Yuniastuti, Ari. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.

Anda mungkin juga menyukai