Anda di halaman 1dari 7

JOURNAL READING

SHORT-COURSE TREATMENT FOR MULTIDRUGRESISTANT


TUBERCULOSIS: THE STREAM TRIALS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Riana Sari, Sp.P

Diajukan Oleh :

Mega Ayu Saptaningrum, S. Ked J510181021


Corina Fiqilyin, S. Ked J510181040
Dewinta Kesuma Alam, S. Ked J510181054

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


BBPKM SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
JOURNAL READING

SHORT-COURSE TREATMENT FOR MULTIDRUGRESISTANT


TUBERCULOSIS: THE STREAM TRIALS

Disusun Oleh :
Mega Ayu Saptaningrum, S. Ked J510181021
Corina Fiqilyin, S. Ked J510181040
Dewinta Kesuma Alam, S. Ked J510181054

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

Pembimbing:

dr. Riana Sari, Sp.P ( )

dipresentasikan di hadapan

dr. Riana Sari, Sp.P ( )

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


BBPKM SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
PENGOBATAN JANGKA PENDEK UNTUK TBC MULTIOBAT
RESISTEN : UJI COBA STREAM

ABSTRAK

Tuberculosis (TB) Multidrug-resistant (MDR) merupakan ancaman besar


terhadap pengendalian TB secara global, karena pilihan pengobatan yang kurang
optimal dan kurangnya toleransi obat membuat pengobatan pada pasien dalam
kasus ini menjadin kurang menguntungkan. Penelitian Kohort terakhir dari enam
penelitian kohort lainnya dilakukan di Bangladesh dimana peneliti menilai
rejimen baru yang memiliki waktu pengobatan lebih pendek daripada
menggunakan obat TB yang tersedia saat ini, pengobatan tersebut menunjukkan
hasil yang menjanjikan, kemungkinan rejimen baru tersebut lebih dapat diterima
dan lebih efektif daripada yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO). Tujuan tahap 1 dari STREAM (Evaluasi Regimen Pengobatan
Standar Obat Anti-TB untuk Pasien dengan Tuberkulosis MDR) adalah untuk
mengevaluasi kemanjuran dan keamanan rejimen ini, dibandingkan dengan
standar perawatan yang direkomendasikan WHO saat ini. Tahap 2 mengevaluasi
dua rejimen yang mengandung bedaquiline baru: satu rejimen semua-oral dan
yang kedua versi rejimen penelitian tahap 1 yang lebih pendek dan
disederhanakan, kemudian membandingkan kemanjuran dan keamanan masing-
masing dengan rejimen studi tahap 1 dan juga untuk standar perawatan yang
direkomendasikan WHO. Keberhasilan studi tahap 1 kemungkinan rejimen akan
memberikan standar perawatan baru untuk pasien TB-MDR, sementara hasil
positif dari rejimen yang mengandung bedaquiline pada tahap 2 memungkinkan
kemajuan yang lebih besar dalam pengelolaan pengobatan TB MDR.

PENDAHULUAN

Meningkatnya TB yang resistan terhadap beberapa obat (MDR),


didefinisikan sebagai TB yang resistan terhadap isoniazid dan rifampisin (dua
obat inti dari rejimen TB yang peka terhadap obat) hal tersebut mengancam
program pengendalian TB di seluruh dunia. Pada 2014, diperkirakan 480.000
orang menderita TB-MDR secara global [1]. Namun, hanya sekitar 26% (123.000
orang) yang terdiagnosis dan bahkan lebih sedikit (111.000, ∼23%) yang dapat
memulai pengobatan. Tidak seperti TB yang peka terhadap obat, yang dapat
diobati secara efektif dan disembuhkan dengan standar perawatan saat ini, hasil
pengobatan untuk MDR-TB adalah buruk, dimana kurang dari setengah kasus
berhasil diterapi, dengan tidak lebih dari satu dari 10 pasien TB-MDR yang
diidentifikasi dan dirawat secara efektif [1].

Panduan World Health Organisation (WHO) tentang manajemen MDR-


TB merekomendasikan fase intensif 8 bulan dan total durasi terapi 20 bulan pada
pasien yang belum pernah menggunakan pengobatan. Namun, rekomendasi ini
bersifat kondisional, dengan "bukti berkualitas sangat rendah" untuk
mendukungnya [2, 3]. Tingkat keberhasilan pengobatan TB-MDR yang buruk
menunjukkan bahwa rejimen obat saat ini adalah suboptimal. Selain itu, obat ini
mahal dan membuat pasien memiliki tanggungan obat yang banyak, karena
banyak obat, dengan potensi efek samping yang signifikan, diberikan untuk
jangka waktu yang lama. Faktor-faktor ini juga menghambat kepatuhan
pengobatan yang baik dengan dampak negatif lebih lanjut pada hasil pengobatan.

Hasil yang buruk dan pilihan pengobatan yang terbatas tersedia untuk
pasien dengan TB-MDR memimpin Damien Foundation untuk melakukan
serangkaian enam studi kohort observasional prospektif selama 12 tahun di
Bangladesh untuk menilai hasil menggunakan rejimen berbasis fluoroquinolone.
Rejimen diadaptasi secara berurutan berdasarkan hasil dari setiap kelompok
sebelumnya dan hasil yang paling menjanjikan terlihat dengan

Regimen 9 bulan yang digunakan dalam penelitian kohort terakhir dari


206 pasien, memiliki tingkat kesembuhan bebas kambuh 87,9% [4]. Rejimen ini
termasuk kuinolon generasi keempat, gatifloxacin, dan isoniazid yang diberikan
dengan dosis lebih tinggi dari biasanya; yang terakhir dapat digunakan meskipun
masih terdapat resistensi yang telah dikonfirmasi oleh laboratorium, karena ada
bukti yang menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat resistensi rendah yang
diberikan oleh mutasi inhA dapat memberikan manfaat dari terapi tersebut. Para
penulis memilih rejimen yang berfokus pada efektivitas daripada kemanjuran,
karena bertujuan untuk untuk meningkatkan kepatuhan dengan rejimen yang lebih
baik. Rejimen 9 bulan juga terbukti sangat hemat biaya, biayanya hanya lebih dari
€ 200 menggunakan formulasi obat generik, dibandingkan dengan biaya
pengobatan TB-MDR dan TB yang resistan terhadap obat secara luas di Eropa,
yang baru-baru ini diperkirakan setinggi € 82.000 [5, 6]. Pembaruan dari
penelitian kohort ini pada >500 pasien menunjukkan bahwa 84% memberikan
hasil yang baik [7].

Sejumlah negara telah mulai memperkenalkan "rejimen Bangladesh" atau


varian dari itu ke dalam program mereka, meskipun belum dievaluasi dalam uji
coba Randomised Controlled Trial. Rejimen yang serupa dengan yang dipelajari
di Bangladesh tetapi diberikan lebih dari 12 bulan telah dinilai dalam studi kohort
di Kamerun dan Niger, dengan tingkat kesembuhan 89% yang dilaporkan di
kedua negara [8, 9]. Rejimen 9 bulan juga saat ini sedang dievaluasi dalam studi
kohort di sembilan negara Afrika Barat. Hasil awal menjanjikan, dengan 96% dari
pasien yang terdaftar mencapai negatif kultur dahak pada akhir fase intensif
pengobatan 4 bulan [10]. Namun, rejimen tersebut belum pernah dipelajari dalam
uji coba Randomised Controlled Trial dan diperlukan bukti yang lebih besar
tentang keamanan dan kemanjurannya agar WHO merekomendasikan rejimen
untuk penggunaan program yang lebih luas.

Sebuah meta-analisis data pasien perorangan baru-baru ini terhadap 9153


pasien TB-MDR dari 32 penelitian observasional yang dilakukan di 23 negara
menunjukkan tingkat keberhasilan pengobatan 54% [11]. Hal tersebut
mengkonfirmasi bahwa keberhasilan pengobatan dikaitkan dengan penggunaan
fluoroquinolon generasi terbaru, penambahan etionamid atau prothionamide serta
penggunaan setidaknya empat obat efektif dalam fase intensif dan setidaknya tiga
kemungkinan obat efektif dalam fase lanjutan.
Tahap 1 STREAM ((Evaluation of a Standardised Treatment Regimen of
Anti-tuberculosis Drugs for Patients with Multidrug-resistant Tuberculosis)
adalah uji coba terkontrol multisenter randomised yang membandingkan hasil
rejimen 9 bulan, yang dikembangkan di Bangladesh, dengan standar perawatan
saat ini, rejimen yang direkomendasikan oleh WHO [12]. Percobaan sedang
dilakukan di berbagai rangkaian termasuk dengan adanya koinfeksi HIV dan
tingkat resistensi yang berbeda terhadap obat lain yang umum digunakan seperti
pirazinamid. Pada tahap kedua, dua rejimen shorth-course lainnya juga akan
dievaluasi (gambar 1).

STREAM tahap 1

Tujuan utama

STREAM Tahap 1 dimulai pada Juli 2012 dengan tujuan memperluas


basis bukti yang terbatas untuk pengobatan populasi TB-MDR. Dua tujuan utama
nya yaitu 1) untuk menilai apakah proporsi pasien dengan hasil keefektifan yang
menguntungkan 132 minggu setelah pengacakan rejimen 9 bulan berdasarkan
yang digunakan di Bangladesh tidak kalah dengan rejimen MDR-TB yang
disetujui WHO ( rejimen kontrol); dan 2) untuk membandingkan proporsi pasien
yang mengalami efek samping tingkat 3 atau lebih besar (dinilai sesuai dengan
kriteria keparahan divisi AIDS untuk kejadian yang buruk), selama pengobatan
atau tindak lanjut, pada rejimen 9 bulan bila dibandingkan dengan kontrol rejimen
[13].

Pilihan rejimen

Tujuan STREAM adalah untuk membandingkan, dalam desain non


inferioritas, keefektifan dan keamanan rejimen 9 bulan berdasarkan yang
dipelajari di Bangladesh (rejimen B) dengan standar perawatan yang
direkomendasikan WHO (rejimen A). Regimen B terdiri dari moksifloksasin,
klofazimin, etambutol, dan pirazinamid yang diberikan selama 9 bulan (40
minggu) dengan kanamisin, isoniazid, dan prothionamid yang diberikan selama
fase intensif 4 bulan (16 minggu). Fase intensif dapat diperpanjang 4 atau 8
minggu jika terjadi konversi dahak yang tertunda. Dosis rejimen diresepkan
menurut weight bands, seperti di Bangladesh (tabel 1).

Rejimen studi sedikit berbeda dari rejimen yang dipelajari di Bangladesh


bahwa gatifloxacin telah digantikan oleh moxifloxacin sebagai fluoroquinolone
generasi selanjutnya. Kedua obat tersebut memiliki aktivitas bakterisida yang
serupa [14]; penggantian itu diperlukan karena gatifloxacin telah ditarik dari pasar
oleh produsen karena laporan terkait dysglycaemia [15], tetapi dosis moxifloxacin
dosis yang lebih tinggi dari standar pada higher weight bands belum diteliti
sebelumnya dan membutuhkan pemantauan keamanan yang cermat.

Anda mungkin juga menyukai