Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH BIK

“ DIET KETO”

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:

Mega Ayu Saptaningrum, S. Ked J510185021


Wafiq Arif, S.Ked J510185056
Corina Fiqilyin, S.Ked J510185040
Dewinta Kesuma Alam, S.Ked J510185054
Yunita Bellina C, S.Ked J510185074
Dian Malahayati, S.Ked J510185080

BAITUL INSAN KAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu bagian yang penting dalam hidup


manusia. Kesehatan menurut WHO dapat diartikan sebagai suatu keadan sehat
utuh secara fisik, mental, dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang
terbebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. (Husna, 2013).

Individu yang terlihat sehat akan tetapi memiliki berat badan yang tidak
ideal pun dapat menimbulkan suatu masalah kesehatan yaitu obesitas. Kegemukan
atau obesitas adalah suatu kondisi kesehatan seseorang yang mengalami kelebihan
lemak tubuh. Individu yang mengalami kegemukan atau obesitas lebih rentan
mengalami masalah kesehatan seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, beberapa
jenis kanker dan penyakit kandung empedu. Kegemukan juga dapat menyebabkan
masalah seperti sleep apnea dan osteoarthritis (radang sendi), semakin individu
gemuk maka semakin mengalami masalah kesehatan. Berdasarkan pemikiran
tersebut, diet merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien untuk memiliki
atau mencapai berat badan normal. Individu yang mampu mengatur pola
kebiasaan makan secara sehat (diet), akan mampu menjaga stabilitas berat
badannya dengan baik sehingga ia dapat terhindar dari kegemukan ataupun
kelebihan berat badan. (Dariyo, 2014).

Islam bukan hanya membahas tentang cara hidup dan kepercayaan, tetapi
Islam merupakan agama yang sempurna dengan disiplin dan etika dalam
kehidupan. Islam memberikan pedoman etika dalam hidup melalui Al-Quran dan
Sunnah. Berbagai upaya dilakukan untuk menghormati Sunnah Nabi Muhammad
seperti tulisan tentang kehidupan Nabi, dari Nabi secara pribadi, dan Sunnah Nabi
dalam berbagai dimensi. Jelas terlihat bahwa upaya apresiasi Sunnah sangat besar.
Di antara yang ditekankan oleh Islam adalah etika saat makan dan minum.

2
Makanan adalah media untuk menjaga kesehatan dan keberlangsungan ibadah
kepada Allah, tidak hanya untuk memuaskan keinginan. Karena itu kita tidak
dilarang mengambil rezeki apa pun yang halal menurutnya. Pada prinsipnya,
semuanya diizinkan, kecuali ada bukti untuk melarangnya (Mariam & Nabilah,
2018). Siapa pun yang dilarang tanpa alasan syar'i, itu termasuk dalam firman
Allah (QS. Al-maidah 87):

‫ت تُح َِر ُموا َل آ َمنُوا الَّ ِذينَ أَيُّهَا يَا‬


ِ ‫ّللاُ أَ َح َّل َما َط ِيبَا‬
َّ ‫ّللاَ ِإنَّ تَعتَدُوا َو َل لَكُم‬
َّ ‫ب َل‬
ُّ ‫ال ُمعت َ ِدينَ يُ ِح‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa


yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.

Dalam Islam pun kita diminta untuk menjaga kesehatan, tertutama yang
berasal dari makanan. Hal tersebut sering dibahas dalam pembahasan makanan
sehat dan halal. Seperti firman Allah SWT dalam (QS. Al-Baqarah 168) :

‫ط ِن ۚ ِإنَّ ۥه ُ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُّم ِبين‬


َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ت ٱل‬
ِ ‫ط َو‬ ۟ ُ‫ط ِيباا َو ََل تَتَّ ِبع‬
ُ ‫وا ُخ‬ َ ‫ض َحلَ اًل‬ ُ َّ‫َٰٓيَأَيُّ َها ٱلن‬
۟ ُ‫اس ُكل‬
ِ ‫وا ِم َّما فِى ْٱل َ ْر‬

Artinya :
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di
bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah syaitan. Sungguh, syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.”

3
Allah SWT memerintahkan kita untuk makan makanan halal dan bergizi,
karena makanan bukan hanya untuk menghilangkan rasa lapar. Makanan juga
memiliki fungsi masing-masing khususnya untuk menutrisi bagian tubuh kita.
Dan dalam hal makanan jangan sesekali kita berlebihan dalam hal makan, seperti
dalam firman Allah dalam (QS. Al-A’raf: 31) , yang berbunyi:

‫َو ُكلُوا َواش َربُوا َو َل ت ُس ِرفُ ٓوا‬

Artinya :

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.”

Makanan yang berlebihan sangat tidak baik bagi tubuh, karena dapat
menyebab kan obesitas yaitu kegemukan. Selain membuat lemak menumpuk
dapat menyebabkan penyakit lainnya yang lebih serius. Dalam Islam juga
diajarkan diet menurut Sunnah Rasulullah, yaitu puasa Sunnah.
Diet Sunnah adalah salah satu dari banyak ajaran Nabi Muhammad SAW
yang sangat baik bagi kesehatan kita dan kehidupan kita secara keseluruhan.
Diet Sunnah terdiri dari makanan yang direkomendasikan Nabi Muhammad
SAW, seperti madu, kurma, habbatussauda (biji hitam), susu, melon, dan banyak
lagi. (Shuhaimi, 2013).
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang manusia memenuhi satu
wadah yang lebih berbahaya dibandingkan perutnya sendiri. Sebenarnya seorang
manusia itu cukup dengan beberapa suap makanan yang bisa menegakkan tulang
punggungnya. Namun jika tidak ada pilihan lain, maka hendaknya sepertiga perut
itu untuk makanan, sepertiga yang lain untuk minuman dan sepertiga terakhir
untuk nafas.” (HR. Ibnu Majah no. 3349 dan dinilai shahih oleh Al Albani dalam
shahih sunan Ibnu Majah no. 2720).
Dalam perkembangan zaman, banyak sekali diperkenalkan berbagai
macam metode diet. Baik diet menurut islam maupun diet di luar dari hukum
Islam. Maka dari itu penting bagi kita sebagai umat muslim untuk mengenali
dan mempelajari diet lebih lanjut. Hendaknya kita memilih diet sesuai dengan

4
hukum Islam dan Sunnah Rasulullah SAW, agar senantiasa kita memilih
makanan sehat dan halal. Dalam jaman modern ini juga dikenal diet Keto, diet
keto adalah diet yang dilakukan dengan cara menerapkan pola makan rendah
karbohidrat dan tinggi lemak. Apabila konsumsi lemak normal adalah sekitar 20-
30%, diet ketogenik menganjurkan asupan lemak mencapai 60-70%. Tujuan
konsumsi lemak dalam jumlah yang tinggi pada diet keto adalah agar tubuh
mencapai kondisi ketosis. Dalam kondisi tersebut, tubuh akan membakar lemak
sebagai sumber energi utama. Lemak juga akan diubah menjadi keton pada hati,
sehingga memberi suplai energi untuk otak.
Dalam pengertian tersebut menjelaskan bahwa diet keto adalah diet rendah
karbohidrat dan tinggi lemak, sedangkan makanan-makanan Sunnah dari Rasulullah
banyak mengandung karbohidrat seperti buah kurma dan susu. Kemenkes juga tidak
menyarankan penerapan diet keto karena diet keto memiliki sifat yang individual
sehingga tidak sama pada setiap orang dan tak dapat direkomendasikan.
Dari firman Allah swt dan hadist di atas maka perlu diperjelas bagaimana
pandangan islam terhadap diet keto sebagai mana yang telah banyak diketahui
kaum muslimin di zaman sekarang ini.

B. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari Diet keto
2. Mengetahui manfaat dari Diet keto dari segi kesehatan
3. Mengetahui hukum melakukan Diet keto dalam sudut pandang Islam

5
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Kasus pertama - Keberhasilan menjalani diet keto


Seorang suami istri berusia kurang lebih 38 tahun menceritakan
keberhasilannya dalam menjalani diet ketogenik. “Apa menu makan siang hari
ini?” tanya sang suami (38) pada istrinya. Sang istri lantas menyodorkan dua
potong ayam yang di goreng dengan minyak kelapa. Dengan menu yang sama,
sang istri turut menemani makan siang hari itu. Padahal keduanya tengah berdiet.
Cerita Tn. X pada intisari, sehari-hari ia memang mengkonsumsi makanan
berlemak. Contohnya daging ayam, daging merah, ikan, dan telur yang digoreng
atau diolah dengan santan kelapa. Untuk sarapan, cukup minum kopi ditambah
mentega serta minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO).
Sore hari, saat perut minta diisi, Tn. X mengonsumsi alpukat atau cincau.
Malamnya baru makanan utama lagi yang tidak jauh berbeda dengan makan
siang, yakni dagingan-dagingan atau minimal telur secukupnya. Pola makan
seperti ini sudah dijalani Tn. X hampir dua tahun belakangan. Rumusnya,
makanan yang di konsumsi selalu mengandung lemak dan protein, namun
meninggalkan karbohidrat. Artinya nasi, tepung-tepungan (mie, roti, bakso, dan
olahan lainnya), dan buah-buahan yang mengandung gula.
“Selama ini kita berpikir, sumber energi adalah karbohidrat. Padahal
lemak juga bisa di ubah menjadi energi,” kata Tn. X yang memang banyak
melakukan riset seputar ketogenik ini. Tanpa adanya asupan karbohidrat (yang
tadinya menjadi nutrient utama), maka tubuh akan beradaptasi dengan cadangan
lemak dan juga lemak yang rutin di konsumsi. Inilah proses ketosis, yakni saat
tubuh menghasilkan keton. Keton berarti “glukosa baru” yang dihasilkan tubuh
sebagai sumber energi. Singkatnya, diet keto berarti stop karbohidrat dan gula,
lalu mulai mengonsumsi lemak. Soal penurunan berat badan, Tn. X telah
membuktikannya sendiri. Ia yang dulunya 83 kg, kini mencapai berat badan
idealnya, 66 kg.

6
Kasus kedua - Kegagalan menjalani diet keto
Seorang ibu satu putri yang juga seorang karyawan di perusahaan swasta
di Jakarta. Menceritakan kisahnya dalam menjalani diet keto. "Jadi setelah
melahirkan dua tahun lalu, berat badan susah banget kembali ke normal," kata Ny.
N, "Akhirnya diputuskan untuk keto, karena lagi tren." Dia mengaku untuk
menjalankan program diet keto, dia hanya boleh mengonsumsi daging, telur, keju,
dan alpukat saja. "Awalnya enggak ada masalah, tapi sampai di hari ketiga, badan
mulai terasa enggak enak." "Tapi saya baca-baca katanya efek keto awalnya
memang badan rasanya enggak enak dulu karena masa adaptasinya."Dia merasa
pusing, tak enak badan, sampai sulit tidur di malam hari. Hanya saja saat itu, Ny.
N masih merasa hal tersebut adalah tantangan biasa yang harus dialaminya demi
bisa langsing dengan cepat. Dia pun memutuskan untuk mengabaikan isyarat
tubuhnya yang sudah mulai 'memberontak.' Perempuan yang bekerja di
bidang lifestyle ini pun melanjutkan dietnya. Sayang, di hari kelima, tubuhnya
seolah tak lagi bisa menahan beban. "Badan makin drop," katanya. "Ternyata dari
hari keempat sudah demam tapi saya tidak sadar. Di hari kelima makin demam."
Lagi-lagi, dia mengabaikan sinyal dari tubuhnya. "Karena saya pikir ini biasa,
saya tetap ngantor dengan menahan pusing, demam, dan tulang yang sudah pada
ngilu-ngilu."
"Balik dari kantor, saya langsung ke rumah sakit dan cek darah." Saat
diperiksa, dia pun menjelaskan kepada sang dokter bahwa dia tengah menjalankan
diet keto. "Kata dokter, bisa jadi karena keto. Tapi sebenarnya keto itu sehat tapi
tergantung kondisi badannya." "Mungkin sebelum keto, kondisi badan saya sudah
drop duluan, jadi saat diet keto asupan makan terbatas badan jadi semakin drop
dan jadi komplikasi demam berdarah dan tipes," ujarnya. Saat itu, Ny. N harusnya
dirawat di rumah sakit, tapi dia memutuskan untuk tak mau menginap di rumah
sakit. "Kasian anak saya." Usai mendapat diagnosis dokter, saat itu juga Ny. N
pun langsung menghentikan diet keto yang dijalankannya. "Saat itu saya langsung
makan capcay, karena keto tidak boleh makan sayur, hampa sekali hidup saya
tanpa sayur," katanya sembari tertawa.

7
Dia pun mengenang pertemuan pertamanya kembali dengan sayur setelah
lima hari diet keto. Dia juga mengungkapkan bahwa sebelumnya dia pernah
mencoba melakukan diet sayur, namun tak merasa selemas saat harus diet keto.
"Diet keto sepertinya tidak cocok dengan metabolisme saya." "Ogah banget keto
lagi, saya insyaf," ujarnya setengah bercanda. "Intinya jangan diet hanya karena
ikuti tren karena belum tentu cocok sama tubuh kita. Dan kalau mau diet banyak-
banyaklah tanya sama ahlinya bukan cuma dari forum-forum saja."

8
BAB III
PEMBAHASAN PERSPEKTIF MEDIS

A. PENGERTIAN DIET KETO


Diet ketogenik adalah suatu pola diet dengan prinsip rendah
karbohidrat, rendah protein dan tinggi lemak, yang selama ini digunakan
untuk penanganan epilepsi refrakter pada anak. Diet ketogenik akan
menimbulkan suatu keadaan yang menyerupai keadaan kelaparan pada tubuh,
dimana tubuh akan dipaksa untuk membakar lemak sebagai sumber energi,
dan bukannya membakar karbohidrat (Stafstrom, 2004).
Pada keadaan normal, karbohidrat yang terkandung dalam makanan
akan diubah menjadi glukosa, yang kemudian akan dibawa ke seluruh tubuh
dan menjadi sumber energi yang penting untuk fungsi otak. Tetapi apabila
diet/makanan hanya mengandung karbohidrat yang sangat sedikit, maka hati
akan mengubah lemak menjadi asam lemak dan badan keton. Badan keton
akan masuk ke otak dan menjadi sumbar energi menggantikan glukosa. Suatu
keadaan dengan adanya peningkatan badan keton dalam darah disebut dengan
ketosis, dan selama ini sudah terbukti dapat mengurangi frekuensi bangkitan
kejang pada epilepsi refrakter (Stafstrom, 2004).
Diet ketogenik telah terbukti efektif pada setengah dari jumlah
pasien yang mencobanya, dan terbukti sangat efektif pada sepertiga dari
jumlah pasien. Pada tahun 2008, suatu randomized controlled trial telah
menunjukkan bukti-bukti mengenai efektivitas diet ketogenik dalam
penanganan epilepsi refrakter pada anak. Juga didapatkan adanya beberapa
bukti yang menunjukkan manfaat diet ketogenik pada epilepsi usia dewasa
maupun pada kondisi-kondisi neurologis lain (Nylen, 2009).
Diet ketogenik adalah suatu terapi nutrisi medis yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu. Anggota tim meliputi ahli gizi pediatrik yang
mengatur program diet, ahli neurologi pediatrik yang berpengalaman dalam

9
penggunaan diet ketogenik, perawat yang sudah biasa menangani kasus
epilepsi pada anak, dan ahli farmasi yang dapat memberi informasi mengenai
kandungan karbohidrat dalam obat. Dan akhirnya orangtua atau caregiver
yang telah dididik dalam banyak aspek mengenai diet ini, sehingga diet dapat
diterapkan dengan aman.

B. SEJARAH DIET KETOGENIK


1. Tahun 1920-1990
Pada awal tahun 1920-an, epilepsi diterapi dengan bromide dan
fenobarbital. Kedua obat ini memiliki efek samping sedasi dan sering kali
tidak efektif dalam mengontrol kejang. Hugh Conklin, seorang ahli
osteopatik, meyakini (tanpa bukti) bahwa epilepsi terjadi akibat proses
intoksikasi pada otak oleh zat-zat yang berasal dari usus. Maka Conklin
menyimpulkan bahwa dengan mengistirahatkan saluran usus akan
mengurangi proses intoksikasi di otak, sehingga Conklin mulai
mengembangkan terapi puasa dan terapi air pada epilepsi. Terapi ini
dilakukan dengan cara tidak memberi makanan apapun terhadap anak
penderita epilepsi, dan hanya memberikan air selama 25 hari. Pada 1922,
Conklin melaporkan jumlah persentasi yang tinggi pada anak yang
dipuasakan tersebut, dan lebih banyak lagi jumlah anak yang bebas
kejang dengan terapi puasa pada perode waktu yang lebih lama lagi
(Freeman, 2006).
Pada tahun 1921, klinik Mayo mengeluarkan artikel pertama yang
menyebutkan bahwa diet yang tinggi lemak dan rendah karbohidrat dapat
mensimulasi efek metabolik menyerupai keadaan kelaparan. Diet ini
menyediakan jumlah protein yang cukup untuk pertumbuhan, karbohidrat
yang minimal, dan sisanya adalah kalori dalam bentuk lemak. Diet ini
identik dengan diet ketogenik yang dikenal sampai saat ini (Freeman,
2006).
Laporan mengenai efektivitas diet ketogenik yang baru ini muncul
dalam dua dekade berikutnya, sampai akhirnya fenitoin ditemukan pada

10
tahun 1938, dan perhatian para ahli dan peneliti epilepsi beralih pada
mekanisme aksi dan efikasi obat antikonvulsan yang baru tersebut,
sehingga saat itu diet ketogenik mulai dilupakan dan dianggap kurang
efektif dan sulit untuk digunakan dibandingkan menggunakan obat
antikonvulsan yang baru (Freeman, 2006).
2. Awal tahun 1990-an
Pada rumah sakit John Hopkins ternyata terapi diet ketogenik tetap
dilanjutkan pada kira-kira 10 orang anak setiap tahunnya, dibawah
pengawasan dr.Samuel Livingston, dr.John Freeman dan ahli diet
Millicent Kelley (Stafstrom, 2004).
Era baru diet ketogenik diawali oleh Jim Abrahams, seorang
produser Hollywood, yang memiliki anak penderita epilepsi refrakter
yang tidak berhasil dengan beberapa pengobatan. Abrahams kemudian
membawa anaknya ke RS John Hopkins, dan bangkitan kejang pada
anaknya dapat dikontrol setelah mendapat terapi diet ketogenik.
Kemudian Abrahams mendirikan yayasan Charlie yang menerbitkan buku
dan membuat sebuah film mengenai diet ketogenik. Yayasan Charlie juga
mendanai tujuh pusat penelitian diet ketogenik. Penelitian multisenter ini
dimulai pada 1994 dan dipresentasikan pada American Epilepsy Society
pada 1996. Kemudian laporan-laporan hasil penelitian multisenter dan
150 pasien yang diterapi di RS John Hopkins mulai diterbitkan (Stafsrom,
2004).
3. Tahun 1996-2006
Penulis dari RS John Hokins telah melaporkan hasil penelitian
mengenai terapi diet ketogenik pada 150 anak. Dikatakan bahwa dua
belas bulan setelah diet dimulai, 7% anak bebas kejang, 20% anak
mengalami penurunan frekuensi kejang sebanyak 90%. Tiga sampai enam
tahun kemudian, 27% dari anak yang sama mengalami penurunan
frekuensi kejang sampai bebas kejang (Freeman, 2007).
Walaupun dalam dekade akhir ini telah ada peningkatan drastis
dalam hal jumlah dan jenis obat antikonvulsan, tetapi diet ketogenik tetap

11
menunjukkan tingkat efektivitas yang baik, bahkan pada anak yang
refrakter terhadap obat-obat baru ini. Dan dalam 8 tahun terakhir ini, telah
ada peningkatan drastis dalam penggunaan diet ketogenik. Dan pada
beberapa negara berkembang, telah terbukti bahwa metode diet ketogenik
lebih sedikit memakan biaya dibandingkan terapi obat-obatan
antikonvulsan (Freeman, 2007).

C. MEKANISME AKSI DIET KETOGENIK


1. Peran badan keton
Ketika lemak dipakai dan dimetabolisme sebagai sumber energi
primer, hati akan memproduksi badan keton, yaitu beta-hidroxibutirat
(BHB), asetoasetat dan aseton. BHB adalah badan keton dominan yang
dapat diukur dalam darah, dan telah digunakan sebagai ukuran klinis dari
implementasi diet ketogenik.

Gambar 1. Jalur metabolik yang menghasilkan badan keton pada diet ketogenik
(Bough,2007)

Keadaan ketosis yang dominan inilah yang membuat para ahli


menganggap bahwa badan keton memiliki efek antikonvulsi. Pada tahun
1933, Keith mengadakan penelitian dengan menginduksi kejang pada
kelinci dengan senyawa thujone, dan ternyata asetoasetat dapat memblok

12
efek thujone tersebut. Efek antikonvulsi aseton pertama kali ditemukan
oleh Likhodii pada tahun 2003, yang berhasil mencegah terjadinya kejang
pada empat model kejang (kejang tonik klonik, absence tipikal dan
atipikal, dan kejang parsial kompleks) pada hewan coba. Dan ternyata
pada pasien-pasien epilepsi yang memiliki respon yang baik terhadap diet
ketogenik didapatkan peningkatan konsentrasi aseton di otak yang diukur
dengan magnetic resonance spectroscopy. Sementara BHB sendiri sampai
saat ini belum berhasil dibuktikan memiliki efek antikonvulsan langsung,
walaupun BHB memiliki struktur yang sama dengan GABA, yaitu
neurotransmitter inhibisi dan merupakan antikonvulsan poten (Politi,
2011).
Thio et al., pada tahun 2000, dengan menggunakan teknik
elektrofisiologi seluler standar membuktikan bahwa konsentrasi BHB dan
asetoasetat (dalam millimolar), tidak mempengaruhi: excitatory post-
synaptic potentials (EPSPs), aktivitas epileptiform spontanpada model
kejang pada lokasi korteks hipokampus-entorhinal, dan seluruh sel pada
neuron hipokampus (Politi, 2011).
2. Peran restriksi glukosa
Berdasarkan berbagai penelitian, telah dibuktikan keadaan ketosis
yang persisten adalah keadaan yang sangat penting dalam diet ketogenik
untuk menimbulkan efek proteksi terhadap kejang. Tetapi beberapa
peneliti lain menganggap bahwa restriksi glukosa lah yang merupakan
kunci atau inti dari diet ketogenik. Pada diet ketogenik, selain keadaan
ketosis, sudah jelas bahwa pada saat ketonemia berkembang, terjadi juga
penurunan kadar gula darah. Pada tahun 2003, Greene et al
mengemukakan hipotesis bahwa restriksi glukosa akan mengurangi
produksi energi melalui glikolisis, yang akan membatasi kemampuan
neuron untuk untuk mencapai atau mempertahankan level aktivitas
sinaptik yang diperlukan untuk menimbulkan bangkitan kejang (Plogsted,
2010).

13
Hipotesis lain menyatakan bahwa restriksi glukosa selama terapi
diet ketogenik akan mengaktivasi channel ATP-sensitive potassium
(KATP). Channel KATP adalah reseptor yang diekspresikan diseluruh sistim
saraf pusat, baik pada neuron dan glia. Channel ini bertindak sebagai
sensor metabolik, menghubungkan eksitabilitas membran sel dengan level
ADP dan ATP yang berfluktuasi. Penurunan rasio ATP/ADP akan
mengaktivasi reseptor ini sehingga membuka channel dan menimbulkan
hiperpolarisasi membran. Ketika jumlah glukosa dibatasi, channel KATP
akan terbuka dan menimbulkan hiperpolarisasi sel karena konsentrasi
ATP intraseluler yang menurun, sehingga channel KATP dipercaya dapat
mengatur ambang kejang (Freeman, 2006).
3. Peran asam lemak
Polyunsaturated fatty acid (PUFA) seperti: docosahaxanoic acid
(DHA), arachidonic acid (AA), atau eicosapentanoic acid (EPA)
dipercaya memiliki pengaruh dalam fungsi kardiovaskular dan kesehatan.
Pada miosit jantung, PUFA menginhibisi channel sodium dan channel
kalsium. Efek yang sama juga didapatkan pada jaringan neuron, misalnya
DHA dan EPA dapat menghilangkan eksitabilitas neuron dan cetusan
listrik pada hipokampus (Bough, 2007).
Pada terapi diet ketogenik, didapatkan peningkatan kadar AA dan
DHA dalam serum dan otak pasien. Pada tahun 2002, Schlanger et al
melakukan penelitian dengan memberikan suplemen 5 gram PUFA sekali
sehari dapat menurunkan frrekuensi dan intensitas kejang pada beberapa
penderita epilepsi. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kadar PUFA (AA dan DHA) akibat diet ketogenik akan
menimbulkan penurunan eksitabilitas neuron dan mengurangi aktivitas
kejang (Bough, 2007).
PUFA dapat memblok aktivitas kejang melalui tiga cara. Pertama,
PUFA dapat menginhibisi aktivitas channel ion secara langsung. Omega-
3 telah terbukti dapat menginhibisi channel natrium dan kalsium, dapat
meningkatkan resistensi terhadap cetusan listrik yang diinduksi oleh

14
biculline dan glutamat, dan dapat memperpanjang waktu pemulihan dari
inaktivasi pada neuron hipokampus. Kedua, bersama-sama dengan badan
keton, PUFA dapat mengaktivasi channel potassium K2P yang sensitive
terhdap lemak. Ketiga, PUFA dapat meningkatkan aktivitas pompa
Na+/K+-ATPase. Temuan-temuan ini mengindikasikan bahwa
peningkatan level PUFA di otak akibat diet ketogenik dapat membantu
untuk menurunkan hipereksitabilitas neuron melalui berbagai mekanisme
secara langsung (Freeman, 2006).
Selain mekanisme secara langsung seperti yang telah disebut di
atas, PUFA juga dapat bekerja secara tidak langsung untuk membatasi
eksitotoksisitas dan neurodegenerasi. PUFA dapat menginduksi ekspresi
dan aktivitas uncoupling proteins (UCPs) untuk menghilangkan reactive
oxygen species (ROS), mengurangi disfungsi neuron, dan menginduksi
efek neuroprotektif. PUFA juga dapat mengaktivasi PPARα (peroxisome
proliferator-activated receptor α) dan menginduksi up-regulasi transkrip
energi sehingga dapat meningkatkan cadangan energi, stabilisasi fungsi
sinaps dan membatasi hipereksitabilitas.

15
Gambar 2. Jalur mekanisme PUFA untuk membatasi hipereksitabilitas otak
(Bough, 2007)

4. Hipotesis noradrenergik
Secara umum, peningkatan kadar noradrenergik dapat
menghasilkan efek antikonvulsan. Hal ini dibuktikan dengan berbagai
penelitian, seperti: inhibitor re-uptake norepinefrin dapat mencegah
aktivitas kejang pada hewan coba tikus, dan kerusakan locus ceruleus
(penghasil norepinefrin utama di otak) dapat menimbulkan status
epileptikus pada tikus, dan adanya beberapa penelitian yang melaporkan
bahwa didapatkan kadar norepinefrin yang sangat rendah di otak hewan
coba epilepsi (Freeman, 2007).
Weishenker dan Szot pada tahun 2002 melaporkan adanya
peningkatan level norepinefrin sebanyak dua kali lipat pada hipokampus
setelah mendapat terapi diet ketogenik, sehingga dapat disimpulkan
bahwa diet ketogenik dapat meningkatkan pelepasan basal norepinefrin.
Penelitian-penelitian ini mengindikasikan bahwa efek antikonvulsan diet
ketogenik mungkin juga ditimbulkan oleh efek peningkatan noradrenalin
di otak (Neal, 2008).
5. Hipotesis GABA-ergik
Salah satu hipotesis paling populer mengenai mekanisme aksi diet
ketogenik adalah keterlibatan GABA, neurotransmitter inhibisi utama di
otak. Secara umum, diet ketogenik paling efektif pada kejang yang
diakibatkan antagonis GABA-ergik.
Mekanisme aksi yang telah dapat dibuktikan adalah melalui proses
metabolisme glutamate, badan keton dan glukosa di otak. Pada keadaan
ketosis, BHB dan asetoasetat memberi kontribusi besar terhadap
kebutuhan energi di otak, dimana semua badan keton akan membentuk
Acetyl-CoA yang akan memasuki siklus tricarboxylic acid (TCA) melalui
jalur sintetase sitrat. Hal ini akan mempengaruhi konsumsi oxaloacetate,
yang diperlukan untuk proses transaminasi glutamat menjadi aspartat.

16
Kemudian jumlah oxaloacetate akan kurang tersedia untuk proses jalur
aminotransferase aspartat. Jumlah glutamate yang akan diubah menjadi
aspartat akan berkurang, sehingga glutamate yang tersedia akan dipakai
untuk sintesis GABA melalui glutamic acid decarboxylase (GAD)
(Bough, 2007).

Gambar 3. Diagram metabolisme glutamate, badan keton dan glukosa di


otak (Bough,2007)

D. INDIKASI DIET KETOGENIK


1. Epilepsi refrakter
Sejak awal penggunaan diet ketogenik diindikasikan pada
penderita epilepsi refrakter. Diet ketogenik tidak dianjurkan untuk
diberikan pada epilepsi dengan onset yang baru, karena pemakaian obat
anti epilepsi (OAE) lebih mudah dan sederhana penggunaannya dan
efektif pada 70-80% pasien. Diet ketogenik membutuhkan komitmen
dalam hal waktu dan usaha oleh pasien, keluarga, tim tenaga kesehatan
dan institusi yang memfasilitasi terapi ini. Umumnya pusat-pusat epilepsi

17
akan memulai terapi diet ketogenik apabila pasien gagal diterapi dengan
dua atau tiga OAE standar (Stafstrom, 2004).
2. Tipe kejang
Awalnya diet ketogenik diberikan pada semua tipe kejang karena
masih sedikitnya pilihan terapi untuk epilepsi. Tetapi saat ini diet
ketogenik lebih banyak dipakai pada tipe kejang umum, seperti absence,
atonik, dan mioklonik. Pada penelitian-penelitian terakhir, kejang parsial
sangat jarang diterapi dengan diet ketogenik, dan anak yang murni dengan
kejang parsial sering kali dieksklusikan. Walaupun, beberapa penelitian
lain tidak mendapatkan perbedaan bermakna mengenai efektivitas diet
ketogenik berdasarkan tipe kejang (Stafstrom, 2004).
3. Epilepsi simtomatik
Diet ketogenik awalnya dianggap tidak efektif pada epilepsi
simtomatik, tetapi penelitian yang dilakukan oleh Keith dan Livingston
mengindikasikan keberhasilan diet ketogenik pada anak-anak dengan
epilepsi simtomatik. Penelitian-penelitian berikutnya mengindikasikan
bahwa diet ketogenik memiliki efikasi yang sama pada pasien-pasien
dengan disgenesis otak (Freeman, 2007).
4. Usia
Apakah usia pasien merupakan faktor prognosis penting dalam
menentukan keputusan pemberian diet ketogenik, masih belum jelas
sampai saat ini. Keberhasilan penggunaan diet ketogenik pada bayi-bayi
dengan epilepsi telah berhasil dibuktikan melalui beberapa penelitian.
Pada salah satu penelitian pada 32 bayi, didapatkan hasil bahwa 19% bayi
menjadi bebas kejang, dan 36 % bayi mengalami penurunan frekuensi
kejang sebanyak 50%. Diet ketogenik belum banyak digunakan pada
pasien usia dewasa, tetapi saat ini pusat-pusat epilepsi sudah mulai
menawarkan diet ketogenik pada pasien dewasa (Plogsted, 2010).
5. Sindrom epilepsi
Berbagai penelitian melaporkan bahwa diet ketogenik memiliki
efektivitas yang baik pada sindrom epilepsi. Pasien-pasien dengan

18
sindrom Lennox-Gastaut menunjukkan respon yang baik terhadap terapi
diet ketogenik. Diet ketogenik juga menunjukkan haisl yang baik pada
sindrom West, dimana setelah 12 bulan dengan terapi diet ketogenik, 56%
pasien masih tetap dengan terapi diet, 26% pasien dengan penurunan 90%
frekuensi kejang, dan 13% pasien yang bebas kejang (Politi, 2011).
6. Efek samping OAE
Risiko timbulnya efek samping OAE akan meningkat dengan
politerapi ataupun dengan pemakaian dosis tinggi, yang sering kita jumpai
pada pasien dengan epilepsi refrakter. Toleransi yang buruk terhadap
OAE maupun efek samping akibat pemakaian OAE merupakan
pertimbangan yang kuat untuk memutuskan penggunaan diet ketogenik.
Tidak seperti OAE, diet ketogenik tidak menimbulkan gangguan pada
fungsi kognitif maupun prilaku anak (Stafstrom, 2004).
7. Inborn Errors of Metabolism
Pada kasus-kasus inborn errors of metabolism, seperti glucose
transporter protein deficiency dan pyruvate dehydrogenase deficiency,
diet ketogenik merupakan salah satu pilihan terapi yang baik, karena
defek atau gangguan metabolisme karbohidrat dapat diatasi dengan
penggunaan badan keton sebagai sumber energi utama. Diagnosis dan
terapi dini dapat memperpanjang hidup dan mengurangi morbiditas pada
pasien ini (Freeman, 2007).

E. KONTRAINDIKASI DIET KETOGENIK


1. Inborn errors of metabolism
Ada beberapa kondisi mutlak kontraindikasi diet ketogenik salah
satunya yaitu defek metabolisme lemak dan kelainan lainnya yang
membutuhkan kandungan karbohidrat tinggi. Maka kelainan tersebut
harus didiagnosis terlebih dahulu sebelum memulai diet ketogenic, agar
tidak berakibat fatal (Chaffe et al., 2007)

19
2. Obat-obatan
Sebenarnya tidak ada kontraindikasi mutlak mengenai obat-obatan
dalam diet ketogenik. Namun ada beberapa obat yang tidak
direkomendasikan seperti obat golongan steroid karena obat golongan
tersebut dapat menurunkan kadar ketosis pasien. Sehingga tim diet
ketogenik sangat bergantung dengan ahli farmasi untuk pemilihan obat-
obatan yang baik dikonsumsi untuk pasien yang menjalani diet ketogenik,
agar dapat memaksimalkan proses ketosis dalam tubuh pasien tersebut
(Chaffe et al., 2007).

F. EFEK SAMPING DIET KETOGENIK


Ada beberapa efek samping yang diketahui dapat timbul dalam
program diet ketogenic, yaitu : muntah, diare, hipoglikemi, asidosis, dan
turunnya nafsu makan hingga menolak untuk makan. Sehingga pengguna diet
ketogenik harus diobservasi secara ketat agar mencegah timbulnya efek
samping hingga komplikasi, dan apabila efek samping dan komplikasi
tersebut timbul dapat segera untuk ditangani lebih lanjut (Huffman, 2006).
Pada fase maintenance diet ketogenik efek samping yang biasa
muncul adalah efek samping minor, antara lain hipokalsemia (2%),
hiperuricemia (2%), asidosis (2-4%), penurunan level asam amino, gejala
gastrointestinal (12-50%), letargi (4-9%), iritabilitas, dan menolak untuk
makan. Hiperkolesterolemia pada anak (29-59%), batu ginjal pada anak (3-
7%), peningkatan infeksi pada anak (2-4%), dan komplikasi jantung
(Huffman, 2006).

G. TIPE DIET KETOGENIK


1. Diet ketogenik klasik
Diet ketogenik klasik digunakan sejak tahun 1920-an, di RS John
Hopkins. Diet tersebut menggunakan trigliserida rantai panjang (LCT)
sebagai sumber lemak yang utama, dengan rasio lemak berbanding

20
karbohidrat dan protein yaitu 4 : 1. Makanan yang banyak mengandung
LCT yaitu mentega, mayonnaise, dan sebagainya (Chaffe et al., 2007).
Parameter biokemikal harus dianalisis dari sampel darah dalam diet
ketogenik, parameter biokemikal tersebut, antaralain badan keton, glukosa
serum, piruvat, dan laktat. Pada beberapa penelitian dinyatakan bahwa
semua tipe diet ketogenik dapat meningkatkan level badan keton, namun
yang paling signifikan ada pada diet ketogenik tipe klasik (Chaffe et al.,
2007).

Tabel 1. Kandungan protein, karbohidrat, dan lemak dan kalori berbagai


lemak (Freeman, 2007)

2. Diet Medium Chain Triglyceride (MCT)


Diet Medium Chain Triglyceride (MCT) adalah diet terobosan baru
tim dr. Peter Huttenlocher dari Universitas Chicago. Diet tersebut dibuat
sedemikian rupa menyerupai diet pada umumnya, karena diet keto pada
pertengahan abad ke-20 mulai tidak bisa diterima pasien, karena
ditemukan jenis OAE baru. Mereka mengganti LCT dengan MCT. MCT
tersebut dibuat dalam bentuk minyak yang tidak berbau, tidak berasa,
maupun berwarna. MCT bersifat lebih ketogenik daripada LCT dan harus
dihitung terlebih dahulu untuk masuk daftar diet. Dikarenakan diet MCT

21
lebih ketogenik maka pasien tidak dibatasi dalam mengkonsumsi cairan,
serta dapat mengkonsumsi makanan antiketogenik yang lebih bervariasi
dan dalam porsi yang lebih besar. Dalam diet MCT diharapkan pasien
lebih patuh dalam menjalani diet (Huffman, 2006). Jika diet berhasil
maka program ini dipertahankan selama 2 tahun.
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet MCT
memiliki efektivitas yang sama dengan diet LCT, namun pada penelitian
di RS John Hopkins, didapatkan bahwa diet MCT memiliki efek kontrol
kejang yang lebih rendah, karena disebabkan kalorinya yang lebih tinggi.
Selain itu, pada diet MCT juga didapatkan efek samping berupa kram
perut, mual muntah, diare persisten dan berat (Stafstrom, 2004).
3. Diet modifikasi Atkins
Diet Atkins adalah diet yang dapat menginduksi ketosis dan tidak
perlu dilakukan retriksi protein, cairan, atau kalori dengan retriksi
karbohidrat dan tidak didahului oleh fase puasa. Diet Atkins pun sudah
bisa ditemukan di toko-toko makanan terdekat (Freeman, 2007).
Pada beberapa hari pertama, pasien dapat menjadi ketosis dengan
sangat cepat. Efek samping pada diet Atkins karena ketosis yang cepat
yaitu mengantuk, dehidrasi, atau muntah. Beberapa pasien butuh opname
untuk pemberian cairan intravena.
Setelah beberapa hari pertama, untuk tahap maintenance sama
dengan diet LCT. Jika efek kontrol epilepsi yang diharapkan masih
kurang, maka sumber-sumber lemak seperti mentega, krim, atau minyak
MCT dapat ditambahkan dalam diet. Jika pasien terlalu ketosis,
karbohidrat dapat dinaikkan (Stafstrom, 2004).

Tabel 2. Perbedaan antara diet Klasik dan diet modifikasi Atkins


(Freeman, 2007)

22
23
BAB IV

PANDANGAN ISLAM DAN MUHAMMADIYAH

1. Perspektif Islam tentang Diet keto

Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa tubuh manusia membutuhkan


kebutuhan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak
secara seimbang. Jika salah satu kebutuhan tidak terpenuhi maka tidak
tidak bisa diganti dengan yang lain. Dengan adanya diet keto yang
mengkonsumsi tinggi lemak, rendah protein, dan tidak sama sekali
mengkonsumsi karbohidrat tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam
Al-Quran dan sunah Rasulullah.

Dalam pola makan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita


mengenai istilah food balancing. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak membatasi diri pada suatu makanan yang artinya menyantap
berbagai varian makanan secara seimbang. Makanan yang dibatasi pada
satu atau jenis makanan tertentu tidak baik dari sisi keseimbangan tubuh,
yang dapat mengakibatkan tubuh kehilangan kesimbangan sehingga
berujung pada rusaknya kesehatan. Jika salah satu makanan memerlukan
peyeimbang maka beliau akan makan penyeimbang, seperti panasnya
kurma beliau seimbangkan dengan semangka atau mentimun.

Alquran menjelaskan tentang keutamaan mengkonsumsi makanan secara


seimbang misalnya:

“ Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya


Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih lebihan” (QS. Al-A’raf:
31).

24
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa berlebih-lebihan dalam segala
sesuatu adalah tercela dan dilarang, apalagi dalam masalah makanan dan
minuman.

Selain itu, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

“ Tidak ada wadah yang dipenuhi anak Adam yang lebih buruk dari
perutnya. Cukuplah anak Adam mengkonsumsi beberapa suap makanan
untuk menguatkan tulang rusuknya. Kalau memang tidak ada jalan lain,
maka berikan sepertiga untuk (tempat) makanan, sepertiga untuk (tempat)
minuman dan sepertiga untuk tempat nafasnya.” (HR. Tirmizi, no 2380
Ibnu Majah, no 3349, dishahihkan oleh Al-Albany dalam kitab shahih
Tirmizi, no 1939.

Selain itu, sebagaimana dalam suatu hadits yang lainnya yang artinya, “
Jauhilah olehmu makanan dan minuman dengan berlebih lebihan. Karena
yang demikian dapat merusak kesehatan tubuh menimbulkan penyakit,
dan memberi kemalasan atau kesulitan ketika akan sholat. Dan hendaklah
bagimu bersikap sedang atau kecukupan, karena yang demikian akan
membawa kebaikan dalam tubuh dan menjauhkan diri dari sikap yang
berlebih-lebihan” (HR. Bukhari).

25
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan uraian sebelumnya, didapatkan beberapa


poin kesimpulan, yaitu:
1. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa diet ketogenik bukan
digunakan untuk tujuan menurunkan berat badan, namun digunakan
sebagai terapi pada pasien-pasien epilepsi.
2. Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa diet keto tidak sesuai dengan
ajaran Rasulullah. Ditemukan jawabannya dalam Al-Qur’an maupun
Hadits.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bough,K.J., Rho,J.M., 2007. Anticonvulsant Mechanism of the Ketogenic Diet.


Epilepsia, Vol. 48(1):43-58.

Chaffe, H. et al., 2007. The Ketogenic Diet for The Treatment of Childhood
Epilepsy : A Randomized Controlled Trial.. The Lancet, 7(1).

Dariyo, A., 2014. Psikologik Perkembangan Dewasa Muda. jakarta: PT.


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Freeman,John., Veggioti,P., Lanzi,G., Tagliabue,A., Perucca,E., 2006. The


ketogenic diet: From molecular mechanisms to clinical effects. Epilepsy
Research, 68:145-180.

Freeman,J.M., Kossoff,E.H., Hartman,A.L., 2007. The Ketogenic Diet: One


Decade Later. Pediatrics, Vol. 119(3):535-543.

Freeman,J.M., Kossoff,E.H., Freeman,J.B., Kelly,M.T. Ketogenic Diet A


Treatment for Children and Others with Epilepsy 4th ed. Demos Medical
Publishing. USA. 2007.

Huffman,J., Kossoff,E.H., 2006. State of the Ketogenic Diet(s) in Epilepsy.


Current Neurology and Neuroscience Reports, 6:332-340.

Husna, N.L., 2013. Hubungan antara Body Image dengan Perilaku Diet. Skripsi

Mariam & Nabilah, S., 2018. Knowledge and Practices of Diet and Eating
Etiquette in Islam among Muslim Students of University Malaysia Sabah
In. Nutrition and Food Science International Journal, 5(DOI:
10.19080/NFSIJ.2018.05.555671), p.5.

27
Neal,E.G., Chaffe,H., Schwartz,R.H., Lawson,M.S., Edwards,N., Fitzsimmons,G.,
2007. The ketogenic diet for the treatment of childhood epilepsy: a
randomized controlled trial. The Lancet, 1-7.

Nylen,K., Likhodii,S., Burnham,W.M., 2009. The Ketogenic Diet: Proposed


Mechanisms of Action. Neurotherapheutics, Vol.6(2): 402-405.

Plogsted, Steven., 2010. The Ketogenic Diet. ICAN:Infant, Child, Adolescent


Nutrition, Vol.2(6) :370-376.

Politi,K., Meiri,L.S., Shuper,A., Aharoni,S., 2011. The Ketogenic Diet 2011: How
It Works. Epilepsy Research and Treatment, :1-4.

Stafstrom,E.C., Rho,J.M. Epilepsy and the Ketogenic Diet. Humana Press Inc.
USA. 2004.

Shuhaimi, M., 2013. Muslim Youths’ Perception on Sunnah Diet: A Survey on


IIUM Students. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and
Technology, ISSN: 2040-7459; e-ISSN: 2040-7467.

28

Anda mungkin juga menyukai