Anda di halaman 1dari 30

CASE REPORT

“SEORANG LAKI-LAKI 60 TAHUN DENGAN HERNIA INGUINALIS


LATERALIS REPONIBEL DEXTRA”

Oleh:
Andi Irawan Kisman
J510170028

Pembimbing:
dr. Heru Iskandar, Sp. B

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RSUD DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
CASE REPORT

“SEORANG LAKI-LAKI 60 TAHUN DENGAN HERNIA INGUINALIS


LATERALIS REPONIBEL DEXTRA”

Yang Diajukan Oleh:


Andi Irawan Kisman
J510170028

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi Dokter


Pada hari , 2018

Pembimbing :
dr. Heru Iskandar, Sp. B (...............................)

Dipersentasikan dihadapan :
dr. Heru Iskandar, Sp. B (...............................)

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RSUD DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Klagen, Maguwan Sambit, Ponorogo
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 27 Desember 2017
Tanggal Pemeriksaan : 28 Desember 2017

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Timbul benjolan dilipat paha sebelah kanan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien berinisial Tn. S datang ke Poli RSUD Dr. Harjono S.
Ponorogo pada hari Rabu, 27 Desember 2017 dengan keluhan timbul
benjolan di lipat paha sebelah kanan. Benjolan muncul mulai dirasakan
pasien sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan hilang timbul. Pasien
menyatakan bahwa benjolan di lipat paha kanannya muncul ketika saat
berdiri, batuk, bersin dan saat mengedan. Benjolan menghilang ketika
pasien berbaring, benjolan tersebut bisa dimasukkan kembali dengan
tangan. Benjolan tidak disertai dengan rasa nyeri dan tidak disertai
dengan kemerahan. Selain itu pasien juga mengaku BAB sulit sejak 1
bulan yang lalu. Pasien tidak merasakan adanya mual ataupun muntah,
demam (-), perut kembung (-). Nafsu makan pasien juga tidak menurun.
Pasien masih bisa kentut. BAK normal.

3
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat penyakit serupa : Diakui
2. Riwayat batuk lama : Disangkal
3. Riwayat hipertensi : Disangkal
4. Riwayat diabetes melitus : Disangkal
5. Riwayat operasi : Disangkal
6. Riwayat trauma : Disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat penyakit serupa : Disangkal
2. Riwayat hipertensi : Disangkal
3. Riwayat diabetes melitus : Disangkal

E. Riwayat Alergi
1. Makanan : Disangkal
2. Obat-obatan : Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
3. Vital Sign
a. Tekanan Darah : 130/70 mmHg
b. Nadi : 80 kali/menit
c. Frekuensi Napas : 20 kali/menit
d. Suhu : 36, ̊ C

4
4. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
a. Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), dyspneu (-),
sianosis (-).
b. Leher : Leher simetris, retraksi suprasternal (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
c. Thorax :
1) Paru-paru
a) Inspeksi : Gerakan napas simetris, retraksi interkosta (-).
b) Palpasi : Ketinggalan gerak (-/-), Fremitus normal.
c) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
d) Auskultasi : Suara paru vesikuler, rhonki, (-/-), wheezing (-/-).
2) Jantung
a) Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat angkat pada SIC V linea
midklavikularis sinistra.
c) Perkusi :
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra.
Batas kiri bawah : SIC V linea midklavikularis sinistra.
Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra.
Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternais dextra.
d) Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
d. Abdomen :
1) Inspeksi : Distended (-), kelainan kulit (-), darm contour (-), darm
steifung (-).
2) Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)
3) Perkusi : Timpani (+) pada semua regio, pekak (+) pada hepar
4) Palpasi : Defans muskuler (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba

5
e. Ekstremitas :
1) Atas : Edema (-), CRT < 2 detik, akral hangat
2) Bawah : Edema (-), CRT < 2 detik, akral hangat.
f. Kulit
Tidak ada kelainan kulit.
STATUS LOKALIS
1. Regio : Inguinalis Dextra
2. Inspeksi :
Saat berdiri (Terdapat benjolan di daerah inguinal dextra, diameter ± 4
cm, warna sesuai warna kulit, tidak ada tanda inflamasi)
Saat berbaring (Benjolan menghilang)
3. Palpasi :
Teraba benjolan di daerah inguinal sinistra, teraba hangat, kenyal, mobile,
permukaan licin dengan ukuran ± 4 cm, nyeri tekan (-).
1) Finger test (+) : Teraba benjolan pada ujung jari pemeriksa
2) Thumb test (-) : Tidak teraba benjolan pada proyeksi annulus
inguinalis internus
3) Ziemann test (+) : Teraba benjolan pada proyeksi annulus inguinalis
internus.

Massa (+) diameter ±


4,kenyal, mobile, nyeri (-),
hiperemi(-).

6
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. HbsAg Kualitatif : Negatif
b. HIV Oncoprobe : Non reaktif
c. GDS Acak : 113 mg/dl
2. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Interpretasi Nilai Normal
WBC 7,4 x 103/ul N 4.0-10.0 x 103/ul
Lymph 1,6 x 103/ul N 0,8 – 4,0 x 103/ul
Mid 0,4 x 103/ul N 0,1-1,5 x 103/ul
Gran 4,6 x 103/ul N 2-7 x 103/ul
RBC 5,31 x 106/ul N 3,5-5,5 x 106/ul
HGB 14,1 g/dl N 11-15 g/dl
HCT 41,3 % N 37-47 %
MCV 75,9 fL N 80-100 fL
MCH 23,9 pg N 27-34 pg
MCHC 33,5 g/dl N 32-36 g/dl
PLT 275 x 103/ul N 150-450 x 103/ul

3. Pemeriksaan Kimia Klinik


Pemeriksaan Hasil Interpretasi Nilai Normal
PT 9,9 detik N 9,9 – 116 detik
APTT 26,4 detik N 23,9 – 34,9 detik
Bilirubin Total 0,4 mg/dl N 0,2 – 1,2 mg/dl
Bilirubin Direk 0,11 mg/dl N 0 – 0,5 mg/dl
SGOT 18 U/L N 0 – 28 U/L
SGPT 14 U/L N 0 – 40 U/L
Gama GT 26 U/L N 10 – 54 U/L
Alkali Fosfatase 65 U/L N 30 – 120 U/L
Albumin 4,2 g/dl N 3,5 – 5,3 g/dl

7
Globulin 3,1 g/dl N 1,5 – 3,0 g/dl
Ureum 20,7 mg/dl N 10 – 50 mg/dl
Creatinin 1,01 mg/dl N 0,7 – 1,4 mg/dl
Uric Acid 7 mg/dl N 3,4 – 7 mg/dl

B. RESUME
Laki-laki, 60 tahun datang dengan keluhan benjolan di lipat paha kanan
sejak 4 tahun yang lalu, benjolan hilang timbul, hilang saat berbaring dan timbul
saat berdiri. Pada pemeriksaan fisik dtemukan keadaan umum baik, kesadaran
kompos mentis (E4V5M6), tanda vital dalam batas normal, region kepala, leher,
thorax, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada regio inguinal
dextra posisi berdiri (Terdapat benjolan di daerah inguinal dextra, diameter ± 4
cm, warna sesuai warna kulit, tidak ada tanda inflamasi), posisi berbaring
(Benjolan menghilang). Teraba benjolan di daerah inguinal dextra, teraba
hangat, kenyal, mobile, permukaan licin dengan ukuran ± 4 cm, nyeri tekan (-).
Finger test (+) Teraba benjolan pada ujung jari pemeriksa, Thumb test (-) Tidak
teraba benjolan pada proyeksi annulus inguinalis internus, Ziemann test (+)
Teraba benjolan pada proyeksi annulus inguinalis internus.

C. ASSESSMENT / DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING


1. Diagnosis Kerja : Hernia Inguinalis Lateralis Reponibel
Dextra
2. Diagnosis Post Operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Reponibel
Dextra
3. Diagnosis Banding : Limfadenopati Inguinalis

8
D. POMR (Problem Oriented Medical Record)
PROBLEM
Anamnesis
 Benjolan di lipat paha kanan yang hilang timbul
 Riwayat mengangkat beban berat
Pemeriksaan Fisik
 Benjolan muncul saat berdiri, dan hilang dalam posisi berbaring.
 Inspeksi : Benjolan di regio inguinalis dextra, ukuran diameter ± 4 cm, warna
sesuai warna kulit, tidak ada tanda inflamasi
 Palpasi : Teraba benjolan di daerah inguinal dextra, teraba hangat, kenyal, batas
tegas, mobile, permukaan licin dengan ukuran ± 4 cm, nyeri tekan (-).
 Finger Test (+), Thumb test (-), Ziemann test (+)

ASSESSMENT PLANNING DIAGNOSIS


 Hernia Inguinalis Lateralis Reponibel  USG Abdomen
Dextra
PLANNING TERAPI PLANNING MONITORING
Terapi Pre Operatif  Keluhan klinis pasien
 Infus Ringer Laktat 20 tpm  Tanda-tanda vital
Terapi Operatif  Monitoring luka bekas operasi
 Herniotomi + Hernioplasti
Terapi Post Operatif
 Infus Ringer Laktat 20 tpm
 Inj. Cefoperazone 2x1 vial
 Inj. Metamizole sodium 3x1 ampl

E. FOLLOW UP
Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning
28-12- Benjolan yang KU : Baik Hernia Inf RL 20 tpm
2017 hilang timbul di Kesadaran CM, Inguinalis Inj. Cepraz 2x1
lipat paha sebelah TD : 130/80 Lateralis Inj. Metamizole 3x1
kanan N : 80 x/m Reponibel amp
RR : 20 x/m dextra
T : 36 C
29-12- Benjolan yang KU : Baik Hernia
2017 hilang timbul di Kesadaran CM, Inguinalis Operasi :
TD : 120/60 Lateralis

9
lipat paha sebelah N : 81 x/m Reponibel Herniotomy +
kanan RR : 20 x/m dextra Hernioplasty
T : 36, C (Lichenstein Tension
Free Mesh)
30-12- Post operasi KU : Baik Post OP hari Infus RL 20 tpm
2017 pasien mengeluh Kesadaran CM, 1 Hernia Inj Cefoperazone 2x1
lemas, luka bekas TD : 120/80 Inguinalis amp
operasi terasa N : 76 x/m Lateralis Inj Santagesik 3x1
perih RR : 16 x/m Reponibel amp
. T : 36,2 C dextra
Luka di perban
Boleh pulang dan
kontrol poli

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian yang lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan
muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi
hernia.

Gambar Anatomi anterior

Gambar Anatomi posterior

11
Region inguinal harus dipahami, pengetahuan tentanag region ini penting untuk
terapi operatif dari hernia. Sebagai tambahan, pengetahuan tentang posisi
relative dari saraf, pembuluh darah dan struktur vas deferen, aponeurosis dan
fascia.
1. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan
terletak 2-4 cm kearah caudal ligamentum inguinal. Kanal melebar diantara
cincin internal dan eksternal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas
deferens atau ligamentum uterus. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-
serat otot cremaster, pleksus pampiniformis, arteri testicularis n ramus genital
nervus genitofemoralis, ductus deferens, arteri cremaster, limfatik, dan
prosesus vaginalis.
Kanalis inguinalis harus dipahami dalam konteks anatomi tiga dimensi.
Kanalis inginalis berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal ke
caudal. Kanalis inguinalis dibangun oleh aponeurosis obliquus ekternus
dibagian superficial, dinding inferior dibangun oleh ligamentum inguinal dan
ligamentum lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk
oleh fascia transfersalis dan aponeurosis transverses abdominis. Dasar kanalis
inguinalils adalah bagian paling penting dari sudut pandang anatomi maupun
bedah.
Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas superolateral dari
trigonum Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membrane
rectus, dan ligamentum inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati
trigonum Hesselbach disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang
muncul lateral dari trigonum adalah hernia indirect.

12
Gambar Segitiga Hesselbach's

2. Aponeurosis Obliqus External


Aponeurosis otot obliquus eksternus dibentuk oleh dua lapisan:
superficial dan profunda. Bersama dengan aponeorosis otot obliqus internus
dan transversus abdominis, mereka membentuk sarung rectus dan akhirnya
linea alba. external oblique aponeurosis menjadi batas superficial dari kanalis
inguinalis. Ligamentum inguinal terletak dari spina iliaca anterior superior ke
tuberculum pubicum. 3,4

Gambar Otot Oblique

13
3. Otot Oblique internus
Otot obliq abdominis internus menjadi tepi atas dari kanalis inguinalis
bagian medial dari internal oblique aponeurosis menyatu dengan serat dari
aponeurosis transversus abdominis dekat tuberculum pubicum untuk
membentuk conjoined tendon. adanya conjoined tendon yang sebenarnya
telah banyak diperdebatkan, tetapi diduga oleh banyak ahli bedah muncul
pada 10% pasien.
4. Fascia Transversalis
Fascia transversalis dianggap suatu kelanjutan dari otot transversalis
dan aponeurosisnya. Fascia transversalis digambarkan oleh Cooper memiliki
2 lapisan: "The fascia transversalis dapat dibagi menjadi dua bagian, satu
terletak sedikit sebelum yang lainnya, bagian dalam lebih tipis dari bagian
luar; ia keluar dari tendon otot transversalis pada bagian dalam dari spermatic
cord dan berikatan ke linea semulunaris.

Gambar Fascia Transversalis


5. Ligamentum Cooper
Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang ramus pubis dan
dibentuk oleh ramus pubis dan fascia. Ligamentum cooper adalah titik fixasi
yang penting dalam metode perbaikan laparoscopic sebagaimana pada teknik
McVay.
6. Preperitoneal Space
Preperitoneal space terdiri dari jaringan lemak, lymphatics, pembuluh
darah dan saraf. Saraf preperitoneal yang harus diperhatikan oleh ahli bedah

14
adalah nervus cutaneous femoral lateral dan nervus genitofemoral. nervus
cutaneous femoral lateral berasal dari serabut L2 dan L3 dan kadang cabang
dari nervus femoralis. Nervus ini berjalan sepanjang permukaan anterior otot
iliaca dan dibawah fascia iliaca dan dibawah atau melelui perlekatan sebelah
lateral ligamentum inguinal pada spina iliaca anterior superior.
Nervus genitofemoral biasanya berasal dari L2 atau dari L1 dan L2 dan
kadang dari L3. Ia turun didepan otot psoas dan terbagi menjadi cabang
genital dan femoral. Cabang genital masuk ke kanalis inguinalis melalui
cincin dalam sedangkan cabang femoral masuk ke hiatus femoralis sebelah
lateral dari arteri. ductus deferens berjalan melalui preperitoneal space dari
caudal ke cepal dan medial ke lateral ke cincin interna inguinal. Jaringan
lemak, lymphatics, ditemukan di preperitoneal space, dan jumlah jaringan
lemak sangat bervariasi.
7. Bagian – bagian hernia :
a. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia
memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia
intertitialis.
b. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya
usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
c. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
d. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
e. Locus minoris resistence (LMR)
B. Klasifikasi
1. Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri
atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada
keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Dapat direposisi tanpa operasi.

15
2. Hernia irreponibilis: organ yang mengalami hernia tidak dapat kembali ke
cavum abdominal kecuali dengan bantuan operasi. Tidak ada keluhan rasa
nyeri atau tanda sumbatan usus. Jika telah mengalami perlekatan organ
disebut hernia akreta.
3. Hernia strangulata: hernia dimana sudah terjadi gangguan vaskularisasi
viscera yang terperangkap dalam kantung hernia (isi hernia). Pada keadaan
sebenarnya gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai,
dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.
4. Hernia inkarserata: isi kantong terperangkap, terjepit oleh cincin hernia, tidak
dapat kembali ke dalam rongga perut, dan sudah disertai tanda-tanda ileus
mekanis (usus terjepit sehingga aliran makanan tidak bisa lewat).
C. Hernia Regio Inguinalis
1. Definisi
Hernia inguinalis adalah hernia yang paling sering kita temui. Menurut
patogenesisnya hernia ini dibagi menjadi dua, yaitu hernia inguinalis
lateralis (HIL) dan hernia inguinalis medialis (HIM). Ada juga yang
membagi menjadi hernia inguinalis direk dan hernia inguinalis indirek.
Meskipun terapi terbaik pada hernia ini adalah sama yaitu herniotomi dan
herniorafi, tapi penting untuk mengetahui perbedaannya karena akan
mempengaruhi pada teknik operasinya nanti.
Hernia inguinalis lateralis timbul karena adanya kelemahan anulus
intenus sehingga organ-organ dalam rongga perut (omentum, usus) masuk ke
dalam kanalis inguinalis dan menimbulkan benjolan di lipat paha sampai
skrotum. Sedangkan hernia ingunalis medialis timbul karena adanya
kelemahan dinding perut karena suatu sebab tertentu. Biasanya terjadi pada
segitiga hasselbach. Secara anatomis intra operatif antara HIL dan HIM
dipisahkan oleh vassa epigastrika inferior. HIL terletak di atas vassa
epigastrika inferior sedang HIM terletak di bawahnya.

16
2. Etiologi
Penyebab terjadinya hernia :
a. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat
kemudian dalam hidup.
b. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
c. Kongenital
1) Hernia congenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat – tempat
tertentu.
2) Hernia congenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai
defek pada tempat – tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa
bulan (0 – 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek
tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal
(mengejan, batuk, menangis).
d. Aquisial adalah hernia yang buka disebabkan karena adanya defek bawaan
tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya,
antara lain :
1) Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien
yang sering mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.
2) Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan
ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena
hernia karena banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang
menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.
3) Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
4) Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan
intraabdominal.
5) Penyakit yang melemahkan dinding perut.

17
3. Patofisiologi
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu
dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia
lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong. Dapat terjadi secara
kongenital atau akuisita:
a. Hernia inguinalis indirekta congenital.
Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan
sama sekali tidak menutup. Sehingga kavum peritonei tetap berhubungan
dengan rongga tunika vaginalis propria testis. Dengan demikian isi perut
dengan mudah masuk ke dalam kantong peritoneum tersebut.
b. Hernia inguinalis indirekta akuisita.
Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada
suatu bagian saja. Sehingga masih ada kantong peritoneum yang berasal
dari processus vaginalis yang tidak menutup pada waktu bayi dilahirkan.
Sewaktu-waktu kantung peritonei ini dapat terisi dalaman perut, tetapi isi
hernia tidak berhubungan dengan tunika vaginalis propria testis.

18
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang hilang timbul,
muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang dapat
meningkatkan tekanan intra-abdomen seperti mengangkat barang atau
batuk, benjolan ini hilang pada waktu berbaring atau dimasukkan dengan
tangan (manual). Terdapat faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya
hernia. Dapat terjadi gangguan passage usus (obstruksi) terutama pada
hernia inkarserata. Nyeri pada keadaan strangulasi, sering penderita.
b. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum
inguinale di medial vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum.
Benjolan tersebut berbatas atas tidak jelas, bising usus (+), transluminasi
(-).
Gejala/tanda Obstruksi usus pada Nekrosis/gangren pada
hernia inkarserata hernia strangulata
Nyeri Kolik Menetap
Suhu badan Normal Normal/meninggi
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali
Leukosit Normal Leukositosis
Rangsang Tidak ada Jelas
peritoneum
Sakit Sedang/berat Berat sekali/toksik
Tabel Hernia inkarserata dengan obstruksi usus dan hernia strangulata yang
menyebabkan nekrosis atau ganggren
c. Teknik pemeriksaan

19
Hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis
(lateralis/internus) dan mengikuti jalannya spermatid cord di canalis
inguinalis serta dapat melalui annulus inguinalis subcutan (externus)
sampai scrotum. Mempunyai LMR (Locus Minoris Resistentie) Secara
klinis HIL dan HIM dapat dibedakan dengan tiga teknik pemeriksaan
sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Thumb test. Cara
pemeriksaannya sebagai berikut :
Pemeriksaan Finger Test :
1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
2. Dimasukkan lewat skrortum melalui
anulus eksternus ke kanal inguinal.
3. Penderita disuruh batuk:
Bila impuls diujung jari berarti Hernia
Inguinalis Lateralis.
Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis
Pemeriksaan Ziemen Test :
1. Posisi berbaring, bila ada benjolan
masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan
kanan.
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan
pada :
 jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.

20
 jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
 jari ke 4 : Hernia Femoralis.
Pemeriksaan Thumb Test :
 Anulus internus ditekan dengan ibu jari
dan penderita disuruh mengejan
 Bila keluar benjolan berarti Hernia
Inguinalis medialis.
 Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia
Inguinalis Lateralis.

d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:
- Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
- Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah
dan menjadi dehidrasi.
- Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.

Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada
lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab
pembengkakan testis. Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu
yang tidak biasa terjadi, yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran
ini dikenal dengan Spontaneous Reduction of Hernia En Masse. Adalah
suatu keadaan dimana berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta
isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia
en masse :
• Retropubic
• Intra abdominal

21
• Pre peritoneal
• Pre peritoneal locule
5. Diagnosis Banding
a. Limfadenopati Inguinalis yang disertai tanda radang lokal umum dengan
sumber infeksi di tungkai bawah, perineum, anus, atau kulit tubuh kaudal
dari tingkat umbilikus.
b. Lipoma kadang tidak dapat dibedakan dari benjolan jaringan lemak
preperitoneal pada hernia femoralis.
Untuk membedakannya perlu diketahui bahwa munculnya hernia erat
hubungannya dengan aktivitas seperti mengedan, batuk, dan gerak lain
yang disertai dengan peninggian tekanan intra-abdomen, sedangkan
penyakit lain seperti limfadenitis femoralis tidak berhubungan dengan
aktivitas demikian
6. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi
dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi.
1) Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate.
Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah
cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi
reposisi. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan
vitalitas isi hernia jarang terjadi jika dibandingkan dengan orang
dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis
dibandingkan dengan orang dewasa.
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian
sedative dan kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil
anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia
tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi segera.

22
Pada tindakan reposisi ini posisi penderita dapat dilakukan denagn
posisi seperti pada gambar :

Gambar Reposisi dengan posisi trendelenburg


2) Bantalan penyangga ( sabuk Truss)
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia
yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus
dipakai seumur hidup.
Sebaiknya cara ini tidak dianjurkan karena mempunyai

komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut
didaerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada
anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada
funikulus spermatikus yang mengandung pembuluh darah dari testis.
b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari
herniotomi dan hernioplasti.

23
1) Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu
dipotong.
Indikasi :
a) Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito)
b) Hernia Irreponabilis ( urgen, 2 x 24 jam)
c) Hernia Reponabilis dilakukan atas indikasi sosial : pekerjaan (elektif)
d) Hernia Reponabilis yang mengalami incarserasi (HIL,Femoralis)
Prinsip semua hernia harus dioperasi, karena dapat menyebabkan
inkarserasi / strangulasi. Herniotomy pada dewasa lebih dulu faktor-faktor
penyebab harus dihilangkan dulu, misal BPH harus dioperasi sebelumnya.
Tehnik Operasi :
a) Incisi inguinal 2 jari medial SIAS sejajar ligamentum inguinale ke
tuberculum pubicum
b) Incisi diperdalam sampai sampai nampak aponeurosis MOE : tampak
crus medial dan lateralis yang merupakan anulus eksternus
c) Aponeurosis MOE dibuka kecil dengan pisau , dengan bantuan pinset
anatomis dan gunting dibuka lebih lanjut ke kranial sampai anulus
internus dan ke kaudal sampai membuka annulus inguinalis eksternus.
Hati2 dengan N.Ilioinguinalis dan N.Iliohypogastrik. M.cremaster
disiangi sampai nampak funiculus spermaticus
d) Funiculus dibersihkan dicantol dengan kain kasa dibawa ke medial,
sehingga nampak kantong peritoneum
e) Peritoneum dijepit dengan 2 buah pinset kemudian dibuka selanjutnya
usus didorong ke cavum abdomen dengan melebarkan irisan ke
proksimal sampai leher hernia, kantong sebelah distal dibiarkan
f) Leher hernia dijahit dengan kromik dan puntung ditanamkan di bawah
conjoint tendo dan digantungkan
Selanjutnya dilakukan hernioplasty secara :

24
2) Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti
seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus,
menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m.
tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang
dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart
menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus
abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada
metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang
diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau
marleks untuk menutup defek
a) Ferguson
Funiculus spermaticus ditaruh disebelah dorsal MOE dan MOI
abdominis. MOI & transversus dijahitkan pada ligamentum inguinale
dan meletakkan funiculus di dorsalnya. kemudian aponeurosis MOE
dijahit kembali, sehingga tidak ada lagi canalis inguinalis.
b) Bassini
MOI dan transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinal,
Funiculus diletakkan disebelah ventral, aponeurosis MOE tidak dijahit,

sehingga canalis inguinalis tetap ada. Kedua musculus berfungsi


memperkuat dinding belakang canalis,sehingga LMR hilang
Gambar Teknik bassini

25
c) Halsted
Dilakukan penjahitan MOE, MOI dan m.transversus abdominis, untuk
memperkuat / menghilangkan LMR. Funiculus spermaticus diletakkan
di subcutis. Cara Ferguson dan Bassini dilakukan pada orang dewasa.
Cara Halsted dilakukan pada orang tua, supaya dinding perut lebih kuat.
Kemudian luka ditutup lapis demi lapis
- Aponeurosis MOE jahit simpul dengan cromic catgut
- Subcutan fat dijahit simpul dengan catgut
- Kulit dijahit dengan zyde secara simpul
d) Shouldice
Prinsip dasar tehnik Shouldice adalah Bassini multi layer,
Dilakukan insisi garis kulit sampai fasia, dengan preparasi saraf
ilioinguinal dan iliohipogastrika, bebaskan funikulus dari fasia
transversalis sampai ke cincin interna, membuang kantong dan ligasi
setinggi mungkin. Dilanjutkan dengan memotong fasia transversalis
dan membebaskan lemak pre peritoneal. Langkah berikutnya dilakukan
rekonstruksi dinding belakang inguinal dengan jahitan jelujur membuat
suatu flap dari tepi bawah fasia ke bagian belakang flap superior,
usahakan titik jahitan tidak segaris dengan jarak 2-4 mm. Bagian flap
superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan dibawahnya
dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian
seterusnya dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum inguinal
membentuk lapisan ke tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan
aponeorosis obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C).
Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan
dibawahnya dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA).
Demikian seterusnya dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum
inguinal membentuk lapisan ke tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan
aponeorosis obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C).

26
e) Mc Vay
Dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan conjoint
tendon lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum Cooper.
f) Tehnik operasi Herniotomi – Herniorafi Lichtenstein
Hernia inguinalis lateralis dan medialis:
- Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum, spinal
anestesi atau anestesi lokal
- Dilakukan insisi oblique 2 cm medial sias sampai tuberkulum
pubikum
- Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE (Muskulus
Obligus Abdominis Eksternus)
- Aponeurosis MOE dibuka secara tajam
- Funikulus spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan
dikait pita dan kantong hernia
- diidentifikasi
- Isi hernia dimasukan ke dalam cavum abdomen, kantong hernia
secara tajam dan tumpul sampai
anulus internus
- Kantong hernia diligasi setinggi lemak preperitonium , dilanjutkan
dengan herniotomi
- Perdarahan dirawat, dilanjutkan dengan hernioplasty dengan mesh
- Letakkan bahan mesh ukuran 10x5 cm diletakkan di atas defek,
disebelah bawah spermatik kord.
- Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
 Medial : perios tuberkulum pubikum.
 Lateral : melingkari spermatik kord.
 Superior : pada konjoin tendon.
 Inferior : pada ligamentum inguinal.
- Luka operasi ditutup lapis demi lapis

27
3) Laparoscopic
Operasi hernia laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun
terakhir, tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan
teknik ini, hernia diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang
besar di regio inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena
potensi obstruksi usus halus dan pembentukan fistel karena paparan usus
terhadap mesh. Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorhappies
dilakukan menggunakan salah satu pendekatan transabdominal
preperitoneal (TAPP) atau total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP
dilakukan dengan meletakkan trokar laparoskopik dalam cavum abdomen
dan memperbaiki regio inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh
diletakkan dan kemudian ditutupi dengan peritoneum. Sedangkan
pendekatan TEP adalah prosedur laparokopik langsung yang
mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi.
Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cedera selama operasi.
6. Komplikasi
Pre Operasi :
 Hernia inkarserasi :
- Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang
- Tidak dapat direposisi
- Adanya mual ,muntah dan gejala obstruksi usus.
 Hernia strangulasi :
- Gejala yang sama disertai adanya infeksi sistemik
- Adanya gangguan sistemik pada usus.
Durante Operasi :
 Lesi funiculus spermaticus
 Lesi usus, vesica urinaria, vasa epigastrica inferior, vasa iliaca ekterna
 Putusnya arteri Femoralis
Post Operasi
 Hematom, Infeksi, Wound dehisiensi
 Atrofi testis

28
 Hydrocele
 Rekurens
1. Prognosis
Prognosis biasanya cukup baik bila hernia diterapi dengan baik. Angka
kekambuhan setelah pembedahan kurang dari 3%.

29
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F.C, et al. 2006. Schwartz’s Manual of Surgery. United States of


America: The McGraw-Hill Companies.

Grace, P.A. 2002. Surgery at a Glance Second Edition. United Kingdom: Blackwell
Publishing Company.

Dugdale, David C, et al. 2008. Femoral Hernia.


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001136.htm

Inguinal Hernia: Anatomy and Management Accesed on 1st January 2011


Available at http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4

Manthey, David. Hernias .2007. on 1st January 2011 Available at


http://www.emedicine.com/emerg/topic251.htm

Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic


Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.

Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2004; hal. 523-
38

Sari, D.K, et al. 2005. Chirurgica. Yogyakarta: Tosca Enterprise.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai