Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEBIDANAN

PADA BAYI BARU LAHIR USIA 2 HARI DENGAN ASFIKSIA


NEONTARUM DAN BBLR KMK DI RSUD BANGIL PASURUAN

Oleh:
NURAN MUSTIKA NARENDRA
NIM. 120070500011030

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

LEMBAR PENGESAHAN
Telah diperiksa, dievaluasi dan disetujui oleh pembimbing praktek dan
pembimbing akademik di RSUD Bangil Pasuruan.
Malang, September 2013
Mahasiswa

NURAN MUSTIKA NARENDRA


NIM. 120070500011030
Pembimbing Praktik

Kholifah, S.Kep
19650308 19870 3 201
Pembimbing Akademik

Tri Novi Kurnia Waradani, SST,M.Kes

Mengetahui,
Ketua Program Studi SI Pendidikan Bidan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

dr. M. Nooryanto, Sp.OG(K)


NIP. 19671103 200001 1 001

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT, berkat rahmat
dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
Asuhan Kebidanan Pada BBL RSUD Bangl Pasuruan. Asuhan kebidanan ini
merupakan salah satu tugas dalam

rangkaian Pendidikan Profesi pada

Program Studi S1 Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas


Brawijaya Malang.
Bersama ini perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar
-besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1.

dr. M. Nooryanto, Sp.OG (K), selaku ketua Program Studi Pendidikan


Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya sekaligus pembimbing
institusi yang telah memberikan kesempatan, dorongan, dan bimbingan
kepada kami untuk menyelesaikan program pendidikan profesi bidan.

2.

Ibu Tri Novi Kurnia Wardani, SST, M.Kes, selaku pembimbing akademik
Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya yang telah memberikan bimbingan serta dukungan kepada
kami selama menjalani program pendidikan profesi.

3.

Ibu Kholifah, S.Kep, selaku pembimbing di RSUD Bangil Pasuruan yang


telah memberikan bimbingan kepada kami untuk mengasah dan
menerapkan keterampilan kami dalam memberikan asuhan kebidanan.

4.

Seluruh staf di RSUD

yang telah memberikan bimbingan serta

dukungan kepada kami selama menjalani program pendidikan profesi


bidan.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaikan asuhan
kebidanan ini.
Kami sadari bahwa asuhan kebidanan ini jauh dari sempurna, tetapi
kami berharap bermanfaat bagi pembaca.
Malang, September 2013
Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelahiran bayi prematur BBLR merupakan salah satu masalah
kesehatan utama dalam masyarakat dan merupakan penyebab utama
kematian neonatal serta gangguan perkembangan syaraf dalam jangka
panjang. Penelitian epidemiologi dan mikrobiologi-imunologi akhir-akhir
ini telah mengatakan bahwa penyakit periodontal dapat menjadi faktor
risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur BBLR. Mekanismenya
mencakup perpindahan patogen periodontal ke jaringan plasenta serta
aksi dari lipopolisakarida dan mediator inflamasi.
Hal ini yang menyebabkan terjadinya BBLR, BBLSR, dan BBLER
di kalangan masyarakat. Walaupun upaya telah dilakukan untuk
mengurangi dampak dari faktor risiko melalui perawatan sebelum
kelahiran, insidens dari kelahiran bayi prematur BBLR belum berkurang
secara signifikan selama dekade terakhir. Sebagian besar kelahiran
prematur terjadi
dibutuhkan

tanpa

diketahui

penyebabnya.

Oleh karena

itu

kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya makanan

bergizi yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masayarakat.


1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu

memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan

management kebidanan yang tepat pada bayi dengan BBLR


1.2.1 Tujuan Khusus
a. Mampu menguraikan konsep dasar dan management kebidanan
pada bayi dengan BBLR.
b. Mampu mengidentifikasi masalah, diagnosa, kebutuhan.
c. Mampu mengantisipasi masalah potensial dan diagnosa lain.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Bayi Prematur Berberat Badan Lahir Rendah


BBLR adalah setiap bayi baru lahir dengan berat badan kuran
atau sama dengan 2500 gram (WHO).
Usia kehamilan normal bagi manusia adalah 40 minggu.11
Menurut World Health Organization (WHO), usia kehamilan pada bayi
yang baru lahir dikategorikan menjadi prematur, normal, dan lebih bulan.
Kelahiran prematur terjadi sebelum 37 minggu usia kehamilan dan bisa
dibagi dalam moderate premature atau prematur sedang (32-36 minggu),
very premature atau sangat premature (28-31 minggu), dan extremely
premature atau amat sangat premature ( 27 minggu). Usia kehamilan ini
dihitung

dari

hari

pertama

setelah

siklus

menstruasi

terakhir.6

Prematuritas ini juga dibedakan dalam dua kelompok:


1. Prematuritas murni. Merupakan bayi yang lahir dengan berat badan
sesuai dengan masa kehamilan, seperti masa kehamilan kurang dari
37 minggu dengan berat badan 1800-2000 gram.
2. Bayi dismatur/ small for gestational age. Merupakan bayi dengan
berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan, seperti bayi
lahir setelah sembilan bulan dengan berat badan tidak mencapai 2500
gram (Manuaba, 2010).
2.2 Klasifikasi BBLR
1. Klasifikasi berdasarkan berat badan.
a. Bayi berat badan sangat rendah yaitu bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 1000 gram.
b. Bayi berat badan lahir sangat rendah yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 1500 gram.
c. Bayi berat badan lahir cukup rendah yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan 1501-2500 gram.
2. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan.
a. Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan
belum mencapai 37 minggu.
b. Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan
38-42 minggu.

c. Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan
lebih dari 42 minggu.
3. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan dan berat badan
a. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)/Small for Gestational Age
(SGA) adalah bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan
intra uteri dengan berat badan terletak dibawah persentil ke-10
dalam grafik pertumbuhan intra uteri.
b. Bayi sesuai dengan masa kehamilan (SMK)/Appropriate for
Gestational Age (AGA) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan yaitu berat
badan antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan
intra uterin.
c. Bayi besar untuk masa kehamilan /Large for Gestational Age
(LGA) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lebih untuk usia
kehamilan dengan berat baadan terletak di atas persentil ke-90
dalam grafik pertumbuhan intra uteri (Saifuddin, 2010).
2.3 Etiologi
Faktor risiko utama yang dikaitkan dengan prematur BBLR adalah:
1. Faktor Demografik
Ras telah dipelajari secara luas sebagai faktor risiko selama beberapa
tahun. Wanita berkulit hitam mengalami rasio kelahiran prematur dua
kali lebih banyak dari wanita berkulit putih dan dihitung untuk hampir
sepertiga dari seluruh bayi prematur. Selain itu, usia ibu hamil yang
kurang dari 17 tahun atau lebih dari 34 tahun serta status ekonomi
yang rendah.
2. Faktor Tingkah Laku
Nutrisi kehamilan yang buruk meningkatkan risiko kelahiran bayi
prematur BBLR. Perokok dan penyalahgunaan obat-obatan berperan
penting

dan

kemungkinan

menghasilkan

vasokontriksi

dari

uteroplasenta yang mendorong peningkatan rasio kelahiran tiba-tiba.


Perawatan prenatal yang inadekuat juga sering dihubungkan dengan
kelahiran prematur.

3. Kondisi Medis Kehamilan


Sejarah kelahiran prematur pada kehamilan sebelumnya atau
komplikasi perinatal menempatkan wanita pada risiko yang lebih tinggi
untuk kelahiran prematur. Faktanya, kelahiran prematur pada anak
pertama

merupakan ramalan

terbaik bagi

kelahiran

prematur

berikutnya.6 Komplikasi kehamilan lain mencakup kelainan uterin dan


servikal, trauma, perdarahan vagina, polyhydramnios, ruptur prematur
dari membran, dan chorioamnionitis. Penyakit kehamilan akut ataupun
kronis seperti infeksi saluran kemih, hipertensi , preeclampsia, dan
diabetes juga merupakan faktor risiko.
4. Faktor Ibu
Umur ibu, ras, infertilitas, riwayat kehamilan buruk, rahim abnormal,
jarak kelahiran terlalu dekat, BBLR anak sebelumnya, malnutrisi,
penyakit, kenaikan aktivitas ibu, pengobatan selama hamil, dan
keadaan penyebab insufisiensi plasenta.
5. Faktor Janin
Kehamilan kembar, infeksi kronis janin (seperti infeksi TORCH yaitu
toxoplasmosis, rubella, and cytomegalovirus),dan anomali kromosom
dan kongenital merupakan faktor risiko.
6. Faktor Plasenta
Penyakit vaskuler, kehamilan ganda, malformasi dan tumor.
7. Polusi Udara
Paparan polusi udara seperti zat-zat ozon, karbon monoksida,dan
nitrat

dioksida,

telah

dilaporkan

dalam

beberapa

penelitian

meningkatkan risiko kelahiran prematur dalam dosis tertentu.


8. Infeksi
Infeksi bakteri vaginosis dan intraurin merupakan faktor risiko umum
dari kelahiran prematur. Bakteri vaginosis dapat meningkatkan faktor
risiko kelahiran sangat prematur sebanyak dua kali lipat, dan infeksi
intraurin berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi. Infeksi yang
terlokalisasi pada organ lain selain saluran reproduksi juga penting,

salah satunya infeksi periodontal yang memiliki risiko lebih dari dua
kali lipat untuk kelahiran prematur.
(Manuaba, 2010)
2.4 Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi, maka akan semakin tinggi
risiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada gizi:
1. Menurunnya zat penyimpanan gizi, cadangan makanan di dalam
tubuh sedikit. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral seperti zat
besi, kalsium, fosfor, dan seng dicerna selama 8 minggu terakhir
kehamilan. Dengan demikian, bayi preterm mempunyai potensi
terhadap peningkatan hipoglikemia, anemia, dll.
2. Belum matangnya fungsi mekanisme dari saluran pencernaan,
koordinasi antara refleks hisap dan menelan belum erkembang
dengan

baik

sampai

kehamilan

32-34

minggu.

Penundaan

pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus seruing terjadi


pada bayi preterm.
3. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai sedikit simpanan garam empedu yang diperlukan untuk
mencerna dan mengabsorbsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
4. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja nafas dan
kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan
mengganggu makanan secara total.
5. Potensi untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh
dibandingkan dengan berat badan dan sedikitnya lemak pada jaringan
di bawah kulit. Kehilangan pana ini akan meningkatkan kebutuhan
akan kalori (Manuaba, 2010).
2.5 Tanda dan Gejala
1. Berat badan kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang atau sama dengan cm
3. Kepala relative lebih besar dari kepalanya
4. Kulit tipis
5. Transparan

6. Lanugo banyak
7. Lemak subkutan sedikit
8. Ubun-ubun dan sutura lebar
9. Genetalia imatur
10. Pembuluh darah terlihat
11. Peristaltic usus terlihat
12. Rambut biasanya tipis (halus)
13. Tulang rawan daun telinga belum cukup sehingga elastisitas daun
telinga masih kurang
14. Pergerakan kurang dan masih lemah
15. Tangisan lemah (Saifuddin, 2010).
2.6 Mekanisme

Periodontitis

sebagai

Faktor

yang

Mempengaruhi

Kelahiran Bayi Prematur Berberat Badan Lahir Rendah


Penyakit periodontal adalah kelompok penyakit infeksi yang
disebabkan oleh beberapa bakteri terutama oleh bakteri gram-negatif,
anaerobik, dan mikrofilik yang berkolonisasi pada daerah subgingiva. Dari
berbagai hasil penelitian ditemukan empat bakteri yang berhubungan
dengan pematangan plak dan periodontitis progresif, yaitu Bacterioides
forsythus,

Porphyromonas

actinomycetemcomitans,dan

gingivalis,

Treponema

denticola.

Actinobacillus
Bakteri-bakteri

tersebut ditemukan lebih banyak jumlahnya pada perempuan yang


melahirkan bayi prematur BBLR dibandingkan dengan perempuan yang
melahirkan

bayi

normal.

Bakteri

tersebut

mampu

menghasilkan

lipopolisakarida, protein, dan sitokin pemicu peradangan dalam aliran


darah. Menurut Hill, bakteri tersebut merupakan bakteri genital yang
terdapat pada kasus kelahiran prematur yang sama dengan bakteri pada
penyakit periodontal. Offenbacher,dkk melakukan penelitian terhadap 124
ibu hamil dan ibu yang telah melahirkan. Hasil secara statistik
menunjukkan bahwa penyakit periodontal merupakan faktor risiko
kelahiran bayi prematur BBLR dengan odd ratio. Untuk seluruh kasus
kelahiran bayi prematur BBLR dan untuk kasus kelahiran bayi pertama
yang prematur BBLR. Dapat diartikan wanita dengan infeksi periodontal

mempunyai risiko tujuh kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur
BBLR.
Kelahiran bayi prematur BBLR terjadi sebagai akibat dari infeksi
dan dimediasi secara tidak langsung, terutama oleh perpindahan produk
bakteri seperti endotoksin (lipopolisakarida atau LPS) dan aktivasi dari
mediator inflamasi pada kehamilan. Molekul aktif biologis seperti
prostaglandin E2 (PGE2) dan tumor necrosis factor (TNF) terlibat dalam
proses kelahiran normal. Dengan adanya proses infeksi, level sitokin dan
PGE2 menjadi meningkat yang dapat menstimulasi terjadinya kelahiran
prematur. Produk bakteri seperti endotoksin yang dihasilkan bakteri gram
negatif, menstimulasi produksi sitokin dan prostaglandin. Sitokin tertentu
seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor
alpha

(TNF-)

menstimulasi

sintesa

PGE2

dari

plasenta

dan

chorioamnion. Sitokin ini dapat mencapai peredaran darah, melewati


membran plasenta, masuk ke cairan amnion. Pada kehamilan normal,
mediator pada intra amnion meningkat secara fisiologis sampai batas
ambang tercapai pada titik kelahiran, menyebabkan dilatasi servikal dan
kelahiran. Produksi abnormal dari mediator pada infeksi meningkat pada
saat yang tidak tepat sewaktu kehamilan menyebabkan kontraksi uterin
dan ruptur prematur dari membran memicu terjadinya kelahiran bayi
prematur BBLR (Mochtar, 2010).

Gambar 2. Model biologis dari penyakit periodontal dan bayi premature


BBLR
2.7 Penatalaksanaan BBLR
1. Suhu yang tinggi dan stabil untuk mempertahankan suhu tubuh.
2. Atmosfer dan kadar oksigen dan kelembaban tinggi
3. Pemberian minum secara hati-hati karena ada kecenderungan
terisapnya susu ke paru.
4. Perlindungan terhadap infeksi.
5. Pencegahan kekurangan zat besi dan vitamin (Mochtar, 2010)
Asfiksia Neonatorum
2.1 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia neonatorum
adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir.

Nilai
Nafas
Denyut Jantung
Warna kulit

0
Tidak ada
Tidak ada
Biru atau

1
Tidak teratur
<100
Tubuh merah

pucat

jambu dan

2
Teratur
>100
Merah jambu

kaki, tangan
Gerakan/Tonus

Tidak ada

biru.
Sedikit fleksi

Otot
Refleks

Tidak ada

Lemah /

(Menangis)

Fleksi
Kuat

lambat

2.2 Klasifikasi Asfiksia


Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal
maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.
Penyebab asfiksia adalah:
1. Asfiksia dalam kehamilan.
a. Penyakit infeksi akut.
b. Penyakit infeksi kronik.
c. Keracunan oleh obat-obat bius.
d. Uremia dan toksemia gravidarum.
e. Anemia berat.
f. Cacat bawaan.
g. Trauma.
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus

menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.


Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan
panggul.

Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada

waktunya.
Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi

uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan.
Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.
Trauma dari dalam : akibat obat bius.
2.4 Patofisologi
a. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir;
b. Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang
ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan
oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung
kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah
janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan
lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
c. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai
sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke
dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli
oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh
darah di sekitar alveoli.
d. Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah
sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di
alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga
tahanan terhadap aliran darah bekurang.
e. Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan

tekanan

pada

arteri

pulmonalis

lebih

rendah

dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat


sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang
diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan
darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung
kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada
kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk
menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen

meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus


mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus
sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk
dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
f. Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan
pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari
jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen
masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah
dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.
g. Reaksi bayi terhadap kesulitan pada masa transisi normal.
h. Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke
dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari
alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat
dihantarkan

ke

arteriol

pulmonal

dan

menyebabkan

arteriol

berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan


tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri
sistemik tidak mendapat oksigen.
i. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol
pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran
darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran
darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital.
Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka
terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran
darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari
kekurangan

perfusi

oksigen

dan

oksigenasi

jaringan,

akan

menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan


organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan
akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus
otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain;
depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia

(penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot


jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan
oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran
darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan, takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi
cairan paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam
darah.
2.5 Komplikasi Paska Hipoksia
1. Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah
sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan
mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain.
Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan resistensi
vaskular pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya
resistensi vaskular di perifer. Faktor lain yang dianggap turut pula
mengatur redistribusi vaskular antara lain timbulnya rangsangan
vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai akumulasi karbon
dioksida, meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan adanya aktivitas
kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopressin.
2. Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk
menghasilkan energi bagi metabolism tubuh menyebabkan terjadinya
proses glikolisis anaerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam
laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh
yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis
metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisma ini secara bersamasama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun
menetap.

DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,
dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 2010. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Saifuddin, Abdul Bari Prof.Sp.OG.MPH. 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai