Disusun oleh:
Preseptor:
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai
definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan Bayi berat badan lahir rendah dan RDS (Respiratory
Distress Syndrome) pada bayi baru lahir.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram ( sampai dengan 2.499 gram.
Bertahun-tahun lamanya bayi baru lahir berat badannya kurang atau sama dengan 2.500
gram disebut bayi premature.1
2.1.2 Epidemiologi
Insiden BBLR di dunia adalah 15%, dimana 80% terjadi di negara-negara sedang
berkembang.3 Data badan kesehatan dunia (World Health Organization), menyatakan
bahwa prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu 15,5% atau sekitar 20 juta bayi yang
lahir setiap tahun, sekitar 96,5% diantaranya terjadi di negara berkembang (WHO,
2018)(WHO, 2014a). Upaya pengurangan bayi BBLR hingga 30% pada tahun 2025
mendatang dan sejauh ini sudah terjadi penurunan angka bayi BBLR dibandingkan dengan
tahun 2012 sebelumnya yaitu sebesar 2,9%. Dengan hal ini, data tersebut menunjukkan
telah terjadi pengurangan dari tahun 2012 hingga tahun 2019 yaitu dari 20 juta menjadi 14
juta bayi BBLR (Ferdiyus, 2019). 4
2.1.3 Etiologi
Etiologi BBLR ada yang berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Berikut akan dikelompokkan etiologi BBLR berdasarkan 3 faktor di
atas.4Faktor
5
Ibu5:
• Toxemia
• Hipertensi dana tau penyakit ginjal
• Hipoksemia ( misalnya menderita penyakit jantung atau paru)
• Anemia sel sabit
• Konsumsi obat-obatan,alkohol, rokok.
Faktor Janin :
• Infeksi pada janin (cytomegalic inclusion disease, rubella kongenital, sifilis)
• Radiasi
• Kehamilan ganda
• Hipoplasi pankreas
• Defisiensi insulin
• Defisiensi insulin-like growth factor type 1.
Faktor plasenta :
• Penurunan berat plasenta dan/atau selularitas plasenta
• Penurunan luas permukaan plasenta
• Villous plaentitis (disebabkan bakteri, virus, parasit)
• Infark plasenta
• Tumor ( mola hidatidosa, chorioangioma)
• Plasenta terpisah
2.1.4 Patofisiologi
Dari berbagai etiologi di atas, secara garis besar terjadinya BBLR adalah
sebagai berikut2:
• Plasenta
Berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta dan
luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga transfer oksigan juga
transfer oksifen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit
vaskular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat
gangguan pertumbuhan janin. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus
gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah
6
uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu.
Keadaan klinis yang meliputi aliran darah plasenta yang buruk meliputi
kehamilan ganda, penyalah-gunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam
kehamilan atau kronik), penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi
plasenta umbilikus yang abnormal, dan tumor vaskular.2
• Malnutrisi
Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan
janin, yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil.
Ibu dengan berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran
lebih kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan.
Selama embriogenesis status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap
pertumbuhan janin. Hal ini karena kebanyakan wanita memiliki cukup
simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh lambat. Meskipun demikian, pada
fase pertunbuhan trimester ketiga saat hipertrofi seluler janin dimulai,
kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu
rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLR dengan pemberian tambahan
makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi buruk) menunjukkan
bahwa kalori tambahan lebih berpengaruh terhadap peningkatan berat janin
dibanding pernmbahan protein.2
• Infeksi
Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan
janin. Wanita-wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melahirkan
bayi dengan gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping memiliki
insidensi infeksi perinatal yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang menderita infeksi
rubella kongenital dan sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi gangguan
pertumbuhan janin, tidak tergantung pada umur kehamilan saat mereka
dilahirkan.2
• Faktor genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan
kontribusi genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki
kecendrungan untuk berulang kali melahirkan bayi dengan berat lahir rendah
atau keil untuk masa kahamilan (tingkat pengulangan 25%-50%), dan
7
kebanyakan anita tersebut dilahirkan dalam keadaan yang sama. Hubungan
antara berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua ras.2
2.1.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam
jangka waktu 1 jam setelah lahir, dapat diketahui dengan dilakukan anamesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.6
A. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya BBLR6 :
1. Umur ibu
2. Riwayat hari pertama haid terakir
3. Riwayat persalinan sebelumnya
4. Jarak kelahiran sebelumnya
5. Kenaikan berat badan selama hamil
6. Aktivitas
7. Penyakit yang diderita selama hamil
8. Obat-obatan yang diminum selama hamil
B. PEMERIKSAAN FISIK1
1. BBL < 2500.
2. PB kurang atau sama 45 cm.
3. Lingkar kepala < 33 cm.
4. Lingkar dada < 30 cm.
5. Kepala lebih besar dari badan.
6. Kulit tipis transparan , lanugo banyak , lemak subkutan kurang.
7. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltik usus terlihat.
8. Rambut biasanya tipis .
9. Tulang rawan belum sempurna.
10. Jaringan mammae belum sempurna demikian pula puting susu.
11. Genetelia immatur .
8
12. Bayi kecil , posisinya masih posisi fetal , yaitu posisi dekubitus
lateral , pergerakan nya kurang dan masih lemah.
13. Bayi masih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah,
pernafasan belum t eratur, dan sering terdapat serangan apneu.
14. Otot masuh hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua
tungkai abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam keaadaan fleksi
dan kepalamenghadap kesatu jurusan.
15. Refleks Moro dapat positif, refleks minghisap dan menelan belum
sempurna, demikiaan juga refleks batuk.
2.1.6 Penatalaksanaan
9
care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia
di fasilitas kesehatan setempat.
• Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
• Ukur suhu tubuh
c. Pemberian minum6
• Asi merupakan piliham utama
• Apabila bayi mendapatkan ASI, pastikam jumlah yang cukup.
Perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi
menghisap paling kurang sehari sekali
• Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya
naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang 2 kali
seminggu.
• Pemberian minum minimal 8 kali /hari. Apabila bayi masih
menginginkan dapat diberikan lagi
• Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi
yang tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi terdapat anomali
mayor saluran cerna,NEC, IUGR berat dan lahir < 1000 g.
d. Suportif6
• Jaga dan pantau kehangatan.
• Jaga dan pantau patensi jalan napas
• Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
• Bila terjadi penyulit segera kelola sesuai dengan penyulit yang
timbul (misalnya hipotermi, kejang, gangguan napas,
hiperbilirubinemia,dll)
• Berikan dukungan emosional kepada ibu dan anggota keluarga
lainnya.
10
• Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila ini tidak
memungkinkan, biarkan ia berkunjung setiap saat dan siapkan
kamar untuk menyusui
• Ijinkan dan anjurkan kunjungan oleh keluarga atau teman dekat
apabila dimungkinkan.
11
2 Pipa oro- / nasogastrik • Sebagai suplemen pada
. menyusu / botol
• Dianjurkan pada bayi dengan
masa gestasi< 32 minggu
• Frekwensi nafas < 80x/ menit
• Digunakan pada bayi dengan
intubasi atau gangguan
neurologik
12
• Perlu pemeriksaan radiologik
• Dapat terjadi komplikasi
sindrom dumping, perubahan
rnikroflora usus, malabsorbsi,
perforasi
N
Berat (gram) Interval Volume awal Volume Waktu yang
o. (cc/kgbb/hari) increments diperlukan
(cc4cg/hari) (hari)
2.1.7 Komplikasi
Masalah yang sering dijumpai pada BBLR kurang bulan antara lain
adalahsebagai berikut :2
1. Ketidakstabilan suhu
2. Kesulitan pernapasan
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
4. Imaturitas hati
13
5. Imaturitas ginjal
6. Imaturitas imunologis
7. Kelainan neurologis
8. Kelainan kardiovaskuler
9. Kelainan hematologis
10. Metabolisme
2.1.8 Prognosis
14
2.1.9 Pencegahan
Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:7
2.2.1 Definisi
Gangguan nafas adalah suatu keadaan meningkatknya kerja pernafasan
yang ditandai dengan Takipnea (frekuensi nafas > 60-80x/menit), Retraksi
(cekungan atau tarikan kulit antara iga (intercostal) dan atau dibawah sternum
(substernal) selama inspirasi), Nafas cuping hidung (kembang kempis lubang
hidung selama inspirasi), Merintih atau grinting (terdengar merintih atau
menangis saat inspirasi), Sianosis yang menetap pada beberapa jam setelah lahir.2
15
adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernafasan
dispnea/takipnea, retraksi dada dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif
dalam 48-96 jam pertama kehidupan akibat kurangnya surfaktan.8
2.2.2 Epidemiologi
Insiden RDS (Respiratory Distress Syndroma) pada BKB (Bayi Kurang
Bulan) sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-
36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu dan sangat terjadi pada bayi
BCB (Bayi Cukup Bulan). Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes,
kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari satu
fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat. Pada ibu
diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk
waktu yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stres pada fetus seperti ibu
dengan hipertensi dan drug abuse, atau adanya infeksi kongenital kronik.9 Insiden
tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi kulit putih. Pada laki-
laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru dengan menurunkan produksi
surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Insidensinya berkurang pada pemberian
steroid/thyrotropin releasing hormon pada ibu.10
16
apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan kolesterol. Dengan bertambahnya
usia kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel
alveolar tipe II. Protein merupakan 10% dari surfaktan, fungsinya adalah
memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di
alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan.11
Surfaktan disintesis dari prekursor di retikulum endoplasma dan dikirim ke
aparatus Golgi melalui badan multivesikular. Komponen-komponennya tersusun
dalam badan lamelar, yaitu penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum
surfaktan disekresikan. Setelah disekresikan (eksositosis) ke perbatasan cairan
alveolus, fosfolipid-fosfolipid surfaktan disusun menjadi struktur kompleks yang
disebut mielin tubular. Mielin tubular menciptakan fosfolipid yang menghasilkan
materi yang melapisi perbatasan cairan dan udara di alveolus, yang menurunkan
tegangan permukaan. Kemudian surfaktan dipecah, dan fosfolipid serta protein
dibawa kembali ke sel tipe II, dalam bentuk vesikel-vesikel kecil, melalui jalur
spesifik yang melibatkan endosom dan ditransportasikan untuk disimpan sebagai
badan lamelar untuk didaur ulang. Beberapa surfaktan juga dibawa oleh makrofag
alveolar. Satu kali transit dari fosfolipid melalui lumen alveoli membutuhkan
beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali ke sel tipe II dan
digunakan kembali 10 kali sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa
sebagai poliribosom dan dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma,
aparatus Golgi dan badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan
lamelar sebelum surfaktan disekresikan ke alveolus.11
Surfaktan berfungsi mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli,
memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi.
Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan
terhadap infeksi.11
Surfaktan adalah suatu agen yang bekerja aktif di dalam air, yaitu
menurunkan tegangan permukaan air. Surfaktan disekresi oleh sel epitel alveolar
tipe II yang merupakan 10% dari seluruh sel permukaan alveolus. Sel ini memiliki
granula-granula yang berisi inklusi lipid. Surfaktan adalah campuran majemuk
17
dari beberapa fosfolipid, protein, dan ion. Komponen yang paling penting adalah
fosfolipid dipalmtoylphosphatidylcholine, apoprotein surfaktan, dan ion kalsium.12
Jika jalan keluar udara dari alveolus tertutup, tegangan permukaan
dalam alveolus akan cenderung menyebabkan kolapsnya alveolus dengan cara
menimbulkan tekanan positif yang akan mendorong udara keluar. Semakin kecil
ukuran alveolus, semakin besar tekanan yang ditimbulkan oleh tegangan
permukaan. Hal ini penting diketahui untuk memahami mengapa bayi prematur
yang kecil cenderung mengalami kolaps paru. Hal ini menyebabkan suatu kondisi
yang disebut sindrom gawat napas neonatus. Keadaan ini sangat fatal jika tidak
diatasi dengan tindakan tertentu, misalnya pemberian bantuan pernapasan dengan
tekanan positif secara kontinyu.12
2.2.4 Patofisiologi
Lapisan alveolus terdiri dari 90% sel tipe I dan 10% sel tipe II. Setelah 20
minggu kehamilan, sel tipe II mengandung badan inklusi pipih bervakuol,
osmofilik, yang merupakan paket bahan aktif permukaan. Surfaktan mencegah
atelektasis dengan mengurangi tegangan permukaan pada volume paru yang
rendah ketika terkonsentrasi pada akhir ekspirasi saat radius alveolar menurun;
surfaktan berkontribusi terhadap rekoil paru dengan meningkatkan tegangan
permukaan pada volume paru yang lebih besar ketika diencerkan selama inspirasi
saat radius alveolar meningkat. Tanpa surfaktan, gaya tegangan permukaan tidak
berkurang, dan atelektasis berkembang selama ekspirasi akhir saat alveolus
kolaps. Waktu produksi surfaktan dalam jumlah yang cukup untuk mencegah
atelektasis tergantung pada peningkatan kadar kortisol janin yang dimulai antara
32 dan 34 minggu kehamilan. Pada 34-36 minggu, bahan aktif permukaan yang
cukup diproduksi oleh sel tipe II di paru-paru, disekresikan ke dalam lumen
alveolar, dan diekskresikan ke dalam cairan ketuban.8
18
menyebabkan berkurangnya pertukaran gas. Atelektasis yang meluas dan berulang
akhirnya merusak epitel pernapasan, menyebabkan respons inflamasi yang
dimediasi sitokin.13
19
tinggi terjadinya komplikasi maternal selama kehamilan dan komplikasi postnatal
bagi bayi khususnya bila lahir prematur. 14
Jenis kelamin laki-laki juga merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
di antara neonatus cukup bulan yang dirawat di NICU.15
Bayi dengan risiko RDS terbesar adalah bayi prematur dan memiliki rasio
L/S yang belum matang. Insiden RDS meningkat dengan menurunnya usia
kehamilan. RDS berkembang pada 30-60% bayi antara 28 dan 32 minggu
kehamilan. Faktor risiko lain termasuk kelahiran bayi prematur sebelumnya
dengan RDS, diabetes ibu, hipotermia, gawat janin, asfiksia, jenis kelamin laki-
laki, ras kulit putih, menjadi anak kedua dari kembar, dan persalinan melalui
operasi caesar tanpa persalinan.8
20
RDS dapat berkembang segera di ruang bersalin pada bayi yang sangat
imatur pada usia kehamilan 26-30 minggu. Beberapa bayi yang lebih dewasa
(kehamilan 34 minggu) mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda RDS sampai 3-4
jam setelah lahir, berhubungan dengan pelepasan awal surfaktan yang disimpan
pada awal pernapasan disertai dengan ketidakmampuan yang berkelanjutan untuk
mengganti surfaktan karena penyimpanan yang tidak memadai. Manifestasi RDS
termasuk sianosis, takipnea, hidung melebar, retraksi interkostal dan sternum, dan
grunting. Grunting disebabkan oleh penutupan glotis selama ekspirasi, yang
efeknya adalah mempertahankan volume paru (menurunkan atelektasis) dan
pertukaran gas selama ekspirasi. Atelektasis didokumentasikan dengan baik oleh
pemeriksaan radiografi dada, yang menunjukkan kabut ground-glass di paru-paru
di sekitar bronkus berisi udara (bronkogram udara; Gambar 1). RDS yang parah
dapat menunjukkan bidang paru-paru tanpa udara (whiteout) pada radiografi,
bahkan menghilangkan perbedaan antara paru-paru atelektasis dan jantung. 8
21
Selama 72 jam pertama, bayi dengan RDS yang tidak diobati mengalami
peningkatan distres dan hipoksemia. Pada bayi dengan RDS berat, perkembangan
edema, apnea, dan gagal napas memerlukan bantuan ventilasi. Setelah itu, kasus
tanpa komplikasi menunjukkan perbaikan spontan yang sering ditandai dengan
diuresis dan resolusi edema yang nyata. Komplikasi termasuk pengembangan
pneumotoraks, duktus arteriosus paten (PDA), dan displasia bronkopulmonalis
(BPD).8
2.2.7 Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
22
• Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan
gejala yang menonjol
• Sianosis
• Retraksi
• Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresis koanae,
ditandai dengan kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung
• Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau–kekuningan
pada tali pusat
• Abdomen mengempis (scaphoid abdomen)
Pemeriksaan Penunjang2
a. Laboratorium
Elektrolit
b. Pemeriksaan Pencitraan
Fungsi:
23
• Jika foto thoraks normal dengan ditemukan hipoksemia perlu
dipertimbangkan PJB, hipertensi pulmonal dan emboli paru.
24
- PPHN = Persistent pulmonary hypertension in newborn
- Pneumotoraks, atelektasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi
nervus
- frenikus
- Malformasi kongenitalef isalnya: fistula trakheoesofageal, hernia
- diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid)
- Proses lambat: displasia bronkhopulmoner
2. Sepsis
3. Sistem kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal Jantung
kongestip, PDA (Patent ductus arteriosus), syok
4. Metabolik: keadaan yang dapat menyebabkan asidos, hipo/hipertermia,
gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistem hemopoetik: Anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah
secara akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau
kehilangan darah kronik yang dapat menyebabkan gagal jantung
kongestip dan polisitemia)
6. SSP = Sistem Susunan Syaraf Pusat: perdarahan, depresi farmakologik,
"drug withdrawal" malformasi, asfiksia saat lahir/depresi pernapasan
25
2.2.9 Tatalaksana
Gangguan napas berat 2
Pada bayi kecil (berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan kurang 37
minggu) gangguan napas sering memburuk dalam waktu 36 hingga 48 jam
pertama, dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan
kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
26
• Episode apnu.
- Periksa kadar glukose darah sekali sehari sampai setengah kebutuhan
minum dapat dipenuhi secara oral
- Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika
bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2, selama 3 hari, minum baik dan
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi
dapat dipulangkan
27
- Apabila tak diperlukan lagi pemberian 02, mulailah melatih bayi menyusu.
Bila bayi tak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu
cara altematif pemberian minum.
- Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian 02, selama 3 hari,
minum baik dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan.
Pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari
infeksi sistemik.
Prioritas awal2
1. Ventilasi
2. Sirkulasi
3. Koreksi asidosis metabolik
4. Jaga kehangatan suhu bayi sekitar 36,5 – 36,8 (suhu aksiler) untuk
mencegah vasokonstriksi perifer
5. Langkah selanjutnya untuk mencari penyebab distres respirasi
6. Terapi pemberian surfaktan
28
Tabel 2.5. Dosis yang direkomendasikan untuk penggunaan surfaktan
eksogen2
29
Gambar 2.2 Manajemen dari Respiratory Distress pada anak baru
lahir16
30
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : By Ny RHS
MR : 558856
Umur : 2 Hari
Anak ke :5
Ibu Ayah
Umur 31 th 34 th
Perkawinan ke 1 1
Keluhan Utama:
Tampak sesak nafas yang semakin meningkat sejak beberapa saat setelah lahir
31
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Tampak sesak nafas yang semakin meningkat sejak beberapa saat setelah
lahir
• NBBLR 1600 gram, panjang badan 43 cm, kurang bulan, usia kehamilan 30-
31 minggu, lahir spontan pada tanggal 6 Desember 2021 jam 09.55 ditolong
oleh dokter Sp.OG di RSAM, sisa ketuban jernih dan tidak berbau
• Pada saat lahir bayi langsung menangis kuat lalu dibersihkan jalan nafas
• Anak merintih dan kebiruan ada hilang dengan pemberian oksigen 8
liter/menit pada 3 menit setelah lahir
• Pada usia 5 menit bayi menangis kuat gerakan aktif, dan tonus otot baik. Bayi
diberikan gentamisin tetes mata dan injeksi Vitamin K
• Tidak ada demam, tidak ada kejang
• BAB kuning sudah keluar dengan frekuensi 3-4 kali sehari
• BAK warna kuning sudah keluar frekuensi 3-4 kali sehari
• Bayi dikeringkan lalu dibungkus dengan kain dan dihangatkan di infant
warmer agar tidak terjadi hipotermia.
• Anak dibawa ke NICU 20 menit setelah dilahirkan
• Riwayat ibu demam selama kehamilan dan menjelang persalinan ada, dengan
leukosit 21.280 mm3 (leukositosis)
• Nyeri saaat BAK dan riwayat keputihan selama kehamilan dan menjelang
persalinan tidak ada
• Intake ASI ada dengan frekuensi 4-8x/hari, dengan pemberian 30-35cc/kali.
Ibu sulit untuk menyusui bayi karena ASI sedikit.
• Bayi tidak diberikan Sufor
• Golongan darah Ibu B dan Ayah O, Rhesus +
• BAK sudah keluar <24 jam setelah lahir
• Mekonium sudah keluar 48 jam setelah lahir
• Keluhan bintik-bintik kemerahan di kulit tidak ada, keluhan perdarahan tidak
ada
• Ibu sering mengantarkan asi ke perina 1 hari sekali, sebanyak 60 kali.
32
3.1 Tabel Riwayat Keluarga
Anak Jenis Cara Berat Usia Riwayat
Kelamin persalinan Badan imunisasi
lahir
1 perempuan Pervaginam 2.800 gram 9 tahun Lengkap
2 Perempuan Pervaginam 3.100 gram 5 tahun Lengkap
3 Laki-laki Pervaginam 3.000 gram 2,5 tahun Lengkap
4 Abortus - - - -
komplit
Pada usia
kehamilan
5 bulan
• tidak ada keluarga yang memiliki keluhan atau menderita penyakit yang
sama dengan pasien
• Ibu tidak memiliki riwayat penyakit DM sebelum dan selama kehamilan,
hipertensi
Riwayat menstruasi : haid selama 5 hari, ganti duk sebanyak 2 kali, nyeri pada
saat haid hari pertama, siklus haid lancar
Riwayat kontrasepsi : (+) IUD (intrauterine device) pada 2020 tahun selama 4
bulan, pemasangan dibidan
G5 P3 A1 H3
33
Berat badan sesudah hami : 67 kg
TP : 4 Maret 2022
• Ibu tidak ada riwayat keluar flek ataupun darah selama hamil
• Ibu ada mual dan muntah pada 3 bulan pertama kehamilan
• Ibu muntah berisi makanan yang dimakan, lebih sering pada pagi hari
• Ibu ada penurunan nafsu makan selama 1 minggu masa hamil pada bulan
pertama, makan 3x sehari, makan ± 1/2 porsi
• Berat Badan sebelum hamil 59 kg, penambahan berat badan selama hamil
67 kg
34
• Ibu rutin mengkonsumsi tablet vitamin A, penambah darah dan asam folat
dari dokter spesialis kandungan saat 15 hari sebelum melahirkan.
• Ibu tidak ada riwayat hipertensi, TB,DM,Peneumonia,tumor,penyakit
ginjal dan Torch
Kebiasaan ibu waktu hamil : Kualitas dan kuantitas makan cukup, tidak
35
• Kondisi saat lahir : Hidup
• Bayi langsung menangis dengan spontan
Pemeriksaan Fisik:
Kesan Umum
Kulit : Tampak kemerahan, teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak
sianosis
Paru :
36
Perkusi : Tidak dilakukan
Jantung :
Abdomen:
Palpasi : Supel, hepar teraba 1/4-1/4 permukaan licin dan rata, pinggir
tajam,
Perkusi : Timpani
Reflek :
• Moro :-
• Isap :-
• Rooting : ada
37
• Pegang : ada
Ballard Score
Kematangan fisik 13
Kematangan neuromuskular 13
Total = 26
38
Kurva Lubchenco
Diagnosis Kerja:
Diagnosis Banding
Neonatal pneumonia
39
Tatalaksana Kegawatdaruratan
Tatalaksana Nutrisi
Tatalaksana Medikamentosa
Rencana :
• Rontgen thoraks
• AGD (analisis gas darah)
40
Kesan :
41
Follow up :
7-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
- CPAP FiO2 21% PEEP 5
Muntah (-) mmHg
BAK ada - IVFD D10% + Ca glukonas
5ml/jam
BAB (-)
- Aminosteril 25cc/24 jam
Minum ASI ada
- Injeksi ampicillin 2x80 mg
- Injeksi gentamicin 1x8mg/36
Objektif : jam
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 102/73 mmHg
HR : 144 x/menit
RR : 35 x/menit
T : 36,80 C
Saturasi : 92%
BB : 1460 gram
BC : +2,8 ml
Diuresis : 3,2 ml/jam/kgbb
MAP : 87
42
Telinga : sekret (-)
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,
sianosis (-)
43
8-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-) - ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-) - Inkubator
Kejang (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
mmHg
Muntah (-)
IVFD D10% + Ca
BAK ada
glukonas 5ml/jam
BAB (+)
-Aminosteril 25cc/24 jam
Minum ASI ada
-Injeksi ampicillin 2x80
mg
Objektif : -Injeksi gentamicin
1x8mg/36 jam
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 54/29 mmHg
HR : 139 x/menit
RR : 35 x/menit
T : 36,9 °C
Saturasi : 96%
BB : 1420 gram
BC : -0,4 ml
Diuresis : 3,9 ml/jam/kgbb
MAP : 42
44
Mulut : sianosis sirkum oral (-)
Telinga : sekret (-)
Paru : retraksi dinding dada (+), suara
nafas vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3
detik, sianosis (-)
45
9-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 5 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
BAK ada mmHg
BAB (-) - Infus kogtil 6ml/jam
Minum ASI ada
- Aminosteril infant 1 ml/jam
46
Abdomen : distensi (-)
47
10-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 8 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
BAK ada mmHg
BAB (+) - Infus kogsil 6ml/jam
Minum ASI ada
- Aminosteril infant 1 ml/jam
48
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
49
11-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 9 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
BAK ada mmHg
BAB (+) - Infus kogsil 5 gr/ml
Minum ASI ada
- Aminosteril 1,04 ml/jam
50
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
51
12-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
Retraksi dada minimal mmHg
BAK ada IVFD D10% + Ca glukonas
BAB (+) 5ml/jam
52
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
53
13-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
Retraksi dada minimal mmHg
BAK ada IVFD D10% + Ca glukonas
BAB ada 5ml/jam
54
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,
sianosis (-)
55
14-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
Retraksi dada minimal mmHg
BAK ada -Injeksi ampicillin 4x70 mg
BAB ada
- injeksi Cefotaksim 3x70 mg
Minum ASI ada
Objektif :
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 66/44 mmHg
HR : 160 x/menit
RR : 31 x/menit
T : 36,7 °C
Saturasi : 97 %
BB : 1500 gram
BC : - 55,1 ml/ 24 jam
Diuresis : 14,4 ml/jam/kgbb (24jam)
MAP : 52
56
Telinga : sekret (-)
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,
sianosis (-)
A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa
kehamilan (BBL 1500 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS
57
BAB 4
DISKUSI
Telah dirawat seorang bayi laki – laki usia 2 hari di NICU RSUD Achmad
Moechtar Bukittinggi pada tanggal 7 Desember 2021 dengan keluhan utama sesak
nafas sejak lahir. Pasien didiagnosis dengan Respiratory Distress Syndrome dan
NBBLR 1600 gram. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini kehamilan ibu, berkisar 31-32 minggu, berdasarkan hasil
penilaian ballard score didapatkan 29 kurang bulan, kecil masa kehamilan.
Pada pasien didapatkan beberapa tanda dan gejala yaitu, sesak nafas,
retraksi dinding dada, dan meringis sesaat setelah lahir. Ini merupakan tanda –
tanda dari RDS. Hal ini didukung oleh faktor risiko yang ada pada janin yaitu
prematuritas. Prematuritas berkaitan erat dengan defisiensi surfaktan yang
berfungsi sebagai pencegah atelektasis paru.
58
− Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR): bila berat lahir <1500 gram
− Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR): bila berat lahir <1000
Gram
− Kecil masa kehamilan (KMK): bila berat lahir <P10 menurut masa gestasi
grafik Lubchenco
− Sesuai masa kehamilan (SMK): bila berat lahir berada antara P10 dan P90
menurut masa gestasi grafik Lubchenco
− Besar masa kehamilan (BMK): bila berat lahir >P90 menurut masa gestasi
grafik Lubchenco
Pada kasus ini didapatkan bahwa bayi dilahirkan dengan berat badan
rendah yaitu 1600 gram (berat badan kurang dari 2500 gram). Berdasarkan kurva
pertumbuhan Lubchenco menunjukan hasil berat badan kecil dari masa
kehamilan.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan R. Alatas H. Perinatologi. Dalam Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-
4. Jakarta: FK UI. 1985. 1051.
2. IDAI. Buku ajar neonatologi. Cetakan Pertama. Jakarta : IDAI; 2008.
126-127. 16-17
3. Labir IK, Tangking W, Ketut S. Anemia Ibu Hamil Trimester I dan II
Meningkatkan Risiko Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di RSUD
Wangaya Denpasar. 2013. Denpasar: Public Health and Preventive
Medicine Archive. Volume 1. Hal. 2
4. Novitasari A, Hutami MS, Pristya TYR. Pencegahan dan Pengendalian
BBLR di Indonesia: Systematic Review.2020.Jakarta: Universitas
Pembangunan Veteran Jakarta.Volume 2. Hal 176-177
5. Kliegman RM, Stanton BF, Schor FN. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th
edition. Philadelphia : Elsevier; 2016. 823.
6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Bayi Beraz Lahir Rendah. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009; 23-29.
7. Septa, W. Darmawan, M. Faktor Risiko Bayi Berat Lahir Rendah. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 2011; 8, 3: 45-51
8. Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson Essentials of pediatrics. 8th edition.
Philadelphia : Elsevier; 2015. 240-46.
9. Lui et al : Liu, J., N. Yang, dan Y. Liu. 2014. High Risk Factors Of
Respiratory Distress Syndrome In Term Neonates: A Retrospective Case
Control Study. Balkan Medical Journal. 31:64-68.
10. Anadkat, J.S., M. W. Kuzniewicz, B. P. Chaudhari, F. S. Cole, dan A.
Hamvas. 2012. Increased Risk for Respiratory Distress Among White,
Male, Late Preterm and Term Infants. Journal of Perinatology. 32:780-
785.
11. Sadler, T. W. 2014. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi Ke-12.
Jakarta: EGC. 200-204
12. Rahajoe, N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Ke-1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 18-20
13. Yadav S, Lee B, Kamity R. Neonatal respiratory distress syndrome.
StatPearls. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560779/ Diakses
pada 7 Desember 2021.
14. Abdel Baseer KA, et al. Risk Factors of Respiratory Diseases Among
Neonates in Neonatal Intensive Care Unit of Qena University Hospital,
Egypt. Annals of Global Health. 2020; 86(1): 22, 1–9.
15. Stylianou-Riga P, Boutsikou T, Kouis P, Kinni P, Krokou M. Maternal
and neonatal risk factors for neonatal respiratory distress syndrome in term
neonates in Cyprus: a prospective case–control study. Italian Journal of
Pediatrics. 2021; 47(129) : 1 – 9.
60
16. Hermasnsen CL. Mahajan A. Newborn Respiratory Distress. American
Academy of Family Physicians. 2015, 92(11) : 995 – 1002.
17. IDAI. Konsensus Asuhan Nutrisi pada Bayi Prematur. Cetakan Pertama.
Jakarta : IDAI. 2016. 2 – 3.
61