Anda di halaman 1dari 60

Case Report Session

Bayi Berat Lahir Rendah dan Respiratory Distress Syndrome

Disusun oleh:

Barus Ramadani 1410070100145

Syafina Murad 1610070100003

Dody Febrianto zaidir 1610070100090

Preseptor:

dr. Rahmi Yetti, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram ( sampai dengan 2.499 gram.
Bertahun-tahun lamanya bayi baru lahir berat badannya kurang atau sama dengan 2.500
gram disebut bayi premature. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan adalah kesulitan
pernafasan.1 Distress respirasi atau gangguan nafas merupakan masalah yang sering
dijumpai pada hari pertama kehidupan Bayi baru lahir. Ditandai dengan takipnea, nafas
cuping hidung, retraksi inter kostal, sianosis dan apnue. Gangguan nafas yang paling
sering adalah TTN (Transient Tachypnea of the Newborn) dan RDS (Respiratory Distress
Syndrome) atau PMH (Penyakit Membran Hialin) dan Displasia bronkopulmonar.2

RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau Sindroma Gangguan Nafas


(SGN) dikenal juga sebagai Penyakit Membran Hialin, hampir terjadi sebagian besar pada
BKB (Bayi Kurang Bulan). Insidens dan derajat penyakit ini berhubungan erat dengan
umur kehamilan. Defisiensi surfaktan pada paru akan menyebabkan tingginya tegangan
permukaan alveolar sehingga pada saat akhir ekspirasi akan terjadi kolaps alveolar. Kolaps
alveolar akan mengakibatkan buruknya oksigenasi, hiperkarbia dan asidosis respiratorik.2

RDS (Respiratory Distress Syndrome) beberapa tahun terakhir membaik


dengan penggunaan steroid antenatal untuk meningkatkan kematangan paru, terapi pasca
natal dengan pemberian surfaktan secara dini untuk kasus defisiensi surfaktan dan teknik
penggunaan ventilator mekanik yang agar mengurangi kerusakan paru yang masih imatur.
Terapi ini juga meningkatkan tingkat survival BKB. Meskipun sudah menurun, insiden
dan derajat berat komplikasi masih menunjukkan morbiditas yang signifikan. 2

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi,
patogenesis, gambaran klinis, penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Bayi berat badan
lahir rendah dan RDS (Respiratory Distress Syndrome) pada bayi baru lahir.

3
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai
definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, penegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan Bayi berat badan lahir rendah dan RDS (Respiratory
Distress Syndrome) pada bayi baru lahir.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai sumber dan literatur, serta berdasarkan kasus yang ada pada NICU RSUD
Achmad Mochtar Bukittinggi.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Berat Bayi Lahir Rendah


2.1.1 Definisi

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram ( sampai dengan 2.499 gram.
Bertahun-tahun lamanya bayi baru lahir berat badannya kurang atau sama dengan 2.500
gram disebut bayi premature.1

2.1.2 Epidemiologi

Insiden BBLR di dunia adalah 15%, dimana 80% terjadi di negara-negara sedang
berkembang.3 Data badan kesehatan dunia (World Health Organization), menyatakan
bahwa prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu 15,5% atau sekitar 20 juta bayi yang
lahir setiap tahun, sekitar 96,5% diantaranya terjadi di negara berkembang (WHO,
2018)(WHO, 2014a). Upaya pengurangan bayi BBLR hingga 30% pada tahun 2025
mendatang dan sejauh ini sudah terjadi penurunan angka bayi BBLR dibandingkan dengan
tahun 2012 sebelumnya yaitu sebesar 2,9%. Dengan hal ini, data tersebut menunjukkan
telah terjadi pengurangan dari tahun 2012 hingga tahun 2019 yaitu dari 20 juta menjadi 14
juta bayi BBLR (Ferdiyus, 2019). 4

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 angka kejadian


Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 6,2%. Provinsi Sulawesi
Tengah menduduki peringkat pertama kejadian BBLR yaitu 8,9%, sedangkan provinsi
yang memiliki persentase angka kejadian BBLR paling rendah adalah Provinsi Jambi
(2,6%) (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Statistik, Kesehatan, &
USAID, 2018). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencegahan dan
pengendalian BBLR yang terjadi di Indonesia. 4

2.1.3 Etiologi

Etiologi BBLR ada yang berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Berikut akan dikelompokkan etiologi BBLR berdasarkan 3 faktor di
atas.4Faktor

5
Ibu5:
• Toxemia
• Hipertensi dana tau penyakit ginjal
• Hipoksemia ( misalnya menderita penyakit jantung atau paru)
• Anemia sel sabit
• Konsumsi obat-obatan,alkohol, rokok.
Faktor Janin :
• Infeksi pada janin (cytomegalic inclusion disease, rubella kongenital, sifilis)
• Radiasi
• Kehamilan ganda
• Hipoplasi pankreas
• Defisiensi insulin
• Defisiensi insulin-like growth factor type 1.
Faktor plasenta :
• Penurunan berat plasenta dan/atau selularitas plasenta
• Penurunan luas permukaan plasenta
• Villous plaentitis (disebabkan bakteri, virus, parasit)
• Infark plasenta
• Tumor ( mola hidatidosa, chorioangioma)
• Plasenta terpisah

2.1.4 Patofisiologi

Dari berbagai etiologi di atas, secara garis besar terjadinya BBLR adalah
sebagai berikut2:
• Plasenta
Berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta dan
luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga transfer oksigan juga
transfer oksifen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit
vaskular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat
gangguan pertumbuhan janin. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus
gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah

6
uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu.
Keadaan klinis yang meliputi aliran darah plasenta yang buruk meliputi
kehamilan ganda, penyalah-gunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam
kehamilan atau kronik), penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi
plasenta umbilikus yang abnormal, dan tumor vaskular.2
• Malnutrisi
Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan
janin, yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil.
Ibu dengan berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran
lebih kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan.
Selama embriogenesis status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap
pertumbuhan janin. Hal ini karena kebanyakan wanita memiliki cukup
simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh lambat. Meskipun demikian, pada
fase pertunbuhan trimester ketiga saat hipertrofi seluler janin dimulai,
kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu
rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLR dengan pemberian tambahan
makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi buruk) menunjukkan
bahwa kalori tambahan lebih berpengaruh terhadap peningkatan berat janin
dibanding pernmbahan protein.2
• Infeksi
Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan
janin. Wanita-wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melahirkan
bayi dengan gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping memiliki
insidensi infeksi perinatal yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang menderita infeksi
rubella kongenital dan sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi gangguan
pertumbuhan janin, tidak tergantung pada umur kehamilan saat mereka
dilahirkan.2
• Faktor genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan
kontribusi genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki
kecendrungan untuk berulang kali melahirkan bayi dengan berat lahir rendah
atau keil untuk masa kahamilan (tingkat pengulangan 25%-50%), dan

7
kebanyakan anita tersebut dilahirkan dalam keadaan yang sama. Hubungan
antara berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua ras.2

2.1.5 Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam
jangka waktu 1 jam setelah lahir, dapat diketahui dengan dilakukan anamesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.6
A. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya BBLR6 :
1. Umur ibu
2. Riwayat hari pertama haid terakir
3. Riwayat persalinan sebelumnya
4. Jarak kelahiran sebelumnya
5. Kenaikan berat badan selama hamil
6. Aktivitas
7. Penyakit yang diderita selama hamil
8. Obat-obatan yang diminum selama hamil

B. PEMERIKSAAN FISIK1
1. BBL < 2500.
2. PB kurang atau sama 45 cm.
3. Lingkar kepala < 33 cm.
4. Lingkar dada < 30 cm.
5. Kepala lebih besar dari badan.
6. Kulit tipis transparan , lanugo banyak , lemak subkutan kurang.
7. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltik usus terlihat.
8. Rambut biasanya tipis .
9. Tulang rawan belum sempurna.
10. Jaringan mammae belum sempurna demikian pula puting susu.
11. Genetelia immatur .

8
12. Bayi kecil , posisinya masih posisi fetal , yaitu posisi dekubitus
lateral , pergerakan nya kurang dan masih lemah.
13. Bayi masih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah,
pernafasan belum t eratur, dan sering terdapat serangan apneu.
14. Otot masuh hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua
tungkai abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam keaadaan fleksi
dan kepalamenghadap kesatu jurusan.
15. Refleks Moro dapat positif, refleks minghisap dan menelan belum
sempurna, demikiaan juga refleks batuk.

16. Pitting edem, sering ditemukan pada pendarahan antepartum,


toxemiagravidarum dan DM.
17. Nafas tidak teratur, jika >60 x/menit waspada terhadap Hialin
MembranDisease.1
C. Pemeriksaan Penunjang6
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan Skor Ballard
2. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

2.1.6 Penatalaksanaan

a. Pemberian vitamin K16


• Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
• Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat
lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)
b. Mempertahankan suhu tubuh normal6
• Gunakan salahsatu cara menghangatkan dan mempertahankan
suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangoroo mother

9
care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia
di fasilitas kesehatan setempat.
• Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
• Ukur suhu tubuh
c. Pemberian minum6
• Asi merupakan piliham utama
• Apabila bayi mendapatkan ASI, pastikam jumlah yang cukup.
Perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi
menghisap paling kurang sehari sekali
• Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya
naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang 2 kali
seminggu.
• Pemberian minum minimal 8 kali /hari. Apabila bayi masih
menginginkan dapat diberikan lagi
• Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi
yang tidak stabil, fungsi usus belum berfungsi terdapat anomali
mayor saluran cerna,NEC, IUGR berat dan lahir < 1000 g.

Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera


ditingkatkan selama tidak ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium
serta glukosa normal.

d. Suportif6
• Jaga dan pantau kehangatan.
• Jaga dan pantau patensi jalan napas
• Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
• Bila terjadi penyulit segera kelola sesuai dengan penyulit yang
timbul (misalnya hipotermi, kejang, gangguan napas,
hiperbilirubinemia,dll)
• Berikan dukungan emosional kepada ibu dan anggota keluarga
lainnya.

10
• Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila ini tidak
memungkinkan, biarkan ia berkunjung setiap saat dan siapkan
kamar untuk menyusui
• Ijinkan dan anjurkan kunjungan oleh keluarga atau teman dekat
apabila dimungkinkan.

e. Lain-lain atau rujukan6


• Bila perlu lakukan pemeriksaan USG kepala atau fisioterapi
• Pada umur 4 minggu atau selambat-lambatnya usia koreksi 34
minggu konsultasi ke dokter spesialis mata untuk evaluasi
kemungkinan retinopathy of prematurity (ROP)
• THT : skirining pendengaran dilakukan pada semua BBLR,
dimulai usia 3 bulan sehingga apabila terdapat kelainan dapat
dikoreksi sebelum usia 6 bulan
• Periksa alkaline phosphatase (ALP),P,Ca saat usiakronologid >4
minggu dan 2 minggusetelah bayi minum secara penuh sebanyak
24 kalori/oz. Jika ALP>500 U/L berikan fosfat 2-3 mmol/kg/hari
dibagi 3 dosis.
• Imunisasi yang diberikan sama seperti bayi normal kecuali
hepatitis B
• Bila perlu siapkan transportasi dan atau rujukan.

Tabel 2.1 Cara pemberian nutrisi6

N Cara/metode Dasar Pertimbangan

1 Menyusu / botol • Cara yang paling fisiologis


. • Masa gestasi minimal 32-34
minggu
• Secara medis bayi dalam
keadaan stabil
• Frekwensi nafas < 60x/menit

11
2 Pipa oro- / nasogastrik • Sebagai suplemen pada
. menyusu / botol
• Dianjurkan pada bayi dengan
masa gestasi< 32 minggu
• Frekwensi nafas < 80x/ menit
• Digunakan pada bayi dengan
intubasi atau gangguan
neurologik

3 Transpilorik • Tidak dapat mentoleransi cara


. oro-/nasogastrik
• Terdapat risiko terjadinya
aspirasi
• Bayi diintubasi
• Motilitas usus menurun
• Harus menunggu pasase pipa
sebelum mulai pemberian
nutrisi
• Memerlukan pemeriksaan
radiologi
• Dapat terjadi komplikasi
dumping syndrome, perubahan
• mikroflora usus, malabsorpsi
nutrien, dan perforasi usus

4 Gastrostomi • Malformasi gastrointestinal


. • Gangguan neurologik
• Dalam intubasi
• Motilitas usus menurun
• Harus menunggu terjadinya
pasase pada pipa sebelum
pemberian makan

12
• Perlu pemeriksaan radiologik
• Dapat terjadi komplikasi
sindrom dumping, perubahan
rnikroflora usus, malabsorbsi,
perforasi

Tabel 2.2 Pedoman pemberian makan6

N
Berat (gram) Interval Volume awal Volume Waktu yang
o. (cc/kgbb/hari) increments diperlukan
(cc4cg/hari) (hari)

1<1.000 Tiap 2 jam 10 10 16


.

21.000-1500 Tiap 2-3 jam 10-20 15-20 10-7


.
31.501-1800 Tiap 3 jam 10-20 20-30 7-5
. sakit
41.501-1800 Tiap 3 jam 20-40 30-50 5-3
. sehat
5>1800 sakit Tiap 3 jam 20-40 30-75 5-2
.

2.1.7 Komplikasi

Masalah yang sering dijumpai pada BBLR kurang bulan antara lain
adalahsebagai berikut :2
1. Ketidakstabilan suhu
2. Kesulitan pernapasan
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
4. Imaturitas hati

13
5. Imaturitas ginjal
6. Imaturitas imunologis
7. Kelainan neurologis
8. Kelainan kardiovaskuler
9. Kelainan hematologis
10. Metabolisme

2.1.8 Prognosis

Bayi yang lahir dengan berat 1.501-2.500 g memiliki 95% kesempatan


hidup atau lebih besar, tetapi bayi dengan berat badan lebih kecil memiliki
mortalitas yang jauh lebih tinggi. Perawatan intensif telah memperpanjang periode
di mana bayi BBLR memiliki peningkatan risiko kematian akibat komplikasi
prematuritas, seperti displasia bronkopulmoner, enterokolitis nekrotikans, dan
infeksi nosokomial . Angka kematian bayi BBLR setelah pulang lebih tinggi
daripada bayi cukup bulan selama 2 tahun pertama kehidupan. Karena banyak
kematian disebabkan oleh infeksi (misalnya, virus pernapasan syncytial), mereka
setidaknya secara teoritis dapat dicegah. Selain itu, bayi prematur memiliki
peningkatan insiden gagal tumbuh, sindrom kematian bayi mendadak, pelecehan
anak, dan ikatan ibu-bayi yang tidak memadai. Risiko biologis yang terkait
dengan regulasi kardiorespirasi yang buruk sebagai akibat dari ketidakdewasaan
atau komplikasi penyakit perinatal yang mendasarinya dan risiko sosial yang
terkait dengan kemiskinan juga berkontribusi pada tingginya mortalitas dan
morbiditas bayi-bayi ini. Anomali kongenital terjadi pada sekitar 3-7% bayi
BBLR.5
Dengan tidak adanya kelainan kongenital, cedera sistem saraf pusat,
VLBW, atau IUGR yang ditandai, pertumbuhan fisik bayi BBLR cenderung
mendekati pertumbuhan bayi cukup bulan pada tahun ke-2; perkiraan terjadi lebih
awal pada bayi prematur dengan ukuran lahir yang lebih besar. Bayi VBBLR
mungkin tidak dapat mengejar ketinggalan, terutama jika mereka memiliki gejala
sisa kronis yang parah, asupan nutrisi yang tidak mencukupi, atau pengasuhan
yang tidak memadai.5

14
2.1.9 Pencegahan

Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:7

a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali


selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu
hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah
melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.7
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri
selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin
yang dikandung dengan baik.7
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun).7
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan
antenatal dan status gizi ibu selama masa kehamilan.7

2.2 Respiratory Distress Syndrome

2.2.1 Definisi
Gangguan nafas adalah suatu keadaan meningkatknya kerja pernafasan
yang ditandai dengan Takipnea (frekuensi nafas > 60-80x/menit), Retraksi
(cekungan atau tarikan kulit antara iga (intercostal) dan atau dibawah sternum
(substernal) selama inspirasi), Nafas cuping hidung (kembang kempis lubang
hidung selama inspirasi), Merintih atau grinting (terdengar merintih atau
menangis saat inspirasi), Sianosis yang menetap pada beberapa jam setelah lahir.2

RDS (Respiratory Distress Syndroma) adalah gawat nafas pada BKB


(Bayi Kurang Bulan) yang terjadi segera dan beberapa saat setelah lahir, ditandai

15
adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernafasan
dispnea/takipnea, retraksi dada dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif
dalam 48-96 jam pertama kehidupan akibat kurangnya surfaktan.8

2.2.2 Epidemiologi
Insiden RDS (Respiratory Distress Syndroma) pada BKB (Bayi Kurang
Bulan) sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-
36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu dan sangat terjadi pada bayi
BCB (Bayi Cukup Bulan). Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes,
kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari satu
fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat. Pada ibu
diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk
waktu yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stres pada fetus seperti ibu
dengan hipertensi dan drug abuse, atau adanya infeksi kongenital kronik.9 Insiden
tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi kulit putih. Pada laki-
laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru dengan menurunkan produksi
surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. Insidensinya berkurang pada pemberian
steroid/thyrotropin releasing hormon pada ibu.10

2.2.3 Anatomi dan Fisiologi


Pembentukan paru dan surfaktan
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3-4 minggu dengan
terbentuknya trakea dari esofagus. Pada minggu ke-24 terbentuk rongga udara
yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi pneumosit tipe I dan
II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak antara kapiler dan
rongga udara masih 2-3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30
minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli.
Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tetapi
belum mencapai permukaan paru dan muncul pada cairan amnion antara 28-32
minggu. Level yang matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan.11
Komponen utama surfaktan adalah dipalmitylphosphatidylcholine
(lecithin) 80%, phosphatidylglycerol 7%, phosphatidylethanolamine 3%,

16
apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan kolesterol. Dengan bertambahnya
usia kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel
alveolar tipe II. Protein merupakan 10% dari surfaktan, fungsinya adalah
memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di
alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan.11
Surfaktan disintesis dari prekursor di retikulum endoplasma dan dikirim ke
aparatus Golgi melalui badan multivesikular. Komponen-komponennya tersusun
dalam badan lamelar, yaitu penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum
surfaktan disekresikan. Setelah disekresikan (eksositosis) ke perbatasan cairan
alveolus, fosfolipid-fosfolipid surfaktan disusun menjadi struktur kompleks yang
disebut mielin tubular. Mielin tubular menciptakan fosfolipid yang menghasilkan
materi yang melapisi perbatasan cairan dan udara di alveolus, yang menurunkan
tegangan permukaan. Kemudian surfaktan dipecah, dan fosfolipid serta protein
dibawa kembali ke sel tipe II, dalam bentuk vesikel-vesikel kecil, melalui jalur
spesifik yang melibatkan endosom dan ditransportasikan untuk disimpan sebagai
badan lamelar untuk didaur ulang. Beberapa surfaktan juga dibawa oleh makrofag
alveolar. Satu kali transit dari fosfolipid melalui lumen alveoli membutuhkan
beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali ke sel tipe II dan
digunakan kembali 10 kali sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa
sebagai poliribosom dan dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma,
aparatus Golgi dan badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan
lamelar sebelum surfaktan disekresikan ke alveolus.11
Surfaktan berfungsi mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli,
memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi.
Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan
terhadap infeksi.11

Surfaktan dan kolapsnya alveolus

Surfaktan adalah suatu agen yang bekerja aktif di dalam air, yaitu
menurunkan tegangan permukaan air. Surfaktan disekresi oleh sel epitel alveolar
tipe II yang merupakan 10% dari seluruh sel permukaan alveolus. Sel ini memiliki
granula-granula yang berisi inklusi lipid. Surfaktan adalah campuran majemuk

17
dari beberapa fosfolipid, protein, dan ion. Komponen yang paling penting adalah
fosfolipid dipalmtoylphosphatidylcholine, apoprotein surfaktan, dan ion kalsium.12
Jika jalan keluar udara dari alveolus tertutup, tegangan permukaan
dalam alveolus akan cenderung menyebabkan kolapsnya alveolus dengan cara
menimbulkan tekanan positif yang akan mendorong udara keluar. Semakin kecil
ukuran alveolus, semakin besar tekanan yang ditimbulkan oleh tegangan
permukaan. Hal ini penting diketahui untuk memahami mengapa bayi prematur
yang kecil cenderung mengalami kolaps paru. Hal ini menyebabkan suatu kondisi
yang disebut sindrom gawat napas neonatus. Keadaan ini sangat fatal jika tidak
diatasi dengan tindakan tertentu, misalnya pemberian bantuan pernapasan dengan
tekanan positif secara kontinyu.12

2.2.4 Patofisiologi
Lapisan alveolus terdiri dari 90% sel tipe I dan 10% sel tipe II. Setelah 20
minggu kehamilan, sel tipe II mengandung badan inklusi pipih bervakuol,
osmofilik, yang merupakan paket bahan aktif permukaan. Surfaktan mencegah
atelektasis dengan mengurangi tegangan permukaan pada volume paru yang
rendah ketika terkonsentrasi pada akhir ekspirasi saat radius alveolar menurun;
surfaktan berkontribusi terhadap rekoil paru dengan meningkatkan tegangan
permukaan pada volume paru yang lebih besar ketika diencerkan selama inspirasi
saat radius alveolar meningkat. Tanpa surfaktan, gaya tegangan permukaan tidak
berkurang, dan atelektasis berkembang selama ekspirasi akhir saat alveolus
kolaps. Waktu produksi surfaktan dalam jumlah yang cukup untuk mencegah
atelektasis tergantung pada peningkatan kadar kortisol janin yang dimulai antara
32 dan 34 minggu kehamilan. Pada 34-36 minggu, bahan aktif permukaan yang
cukup diproduksi oleh sel tipe II di paru-paru, disekresikan ke dalam lumen
alveolar, dan diekskresikan ke dalam cairan ketuban.8

Respiratory distress syndrome biasanya berhubungan dengan defisiensi


surfaktan, terutama dalam konteks paru-paru yang belum matang. Kekurangan
surfaktan meningkatkan tegangan permukaan dalam saluran udara kecil dan
alveoli, sehingga mengurangi kepatuhan paru-paru yang belum matang. Dengan
berkurangnya produksi surfaktan, atelektasis terjadi di seluruh paru-paru,

18
menyebabkan berkurangnya pertukaran gas. Atelektasis yang meluas dan berulang
akhirnya merusak epitel pernapasan, menyebabkan respons inflamasi yang
dimediasi sitokin.13

Banyak bayi dengan RDS memerlukan ventilasi mekanis, yang mungkin


memiliki efek merusak pada paru-paru. Overdistensi alveoli selama ventilasi
tekanan positif menyebabkan kerusakan lebih lanjut dan peradangan. Selain itu,
stres oksidatif yang dihasilkan baik oleh tekanan oksigen yang tinggi dari ventilasi
mekanis dan proses inflamasi di dalam paru-paru juga mendorong konversi
surfaktan menjadi bentuk tidak aktif melalui kerusakan oksidan protein dan
peroksidasi lipid. Dengan demikian RDS dapat menyebabkan hipoksemia melalui
hiperventilasi alveolar, kelainan difusi, mismatch ventilasi-perfusi, shunting
intrapulmoner, atau kombinasi dari mekanisme ini. Hipoksemia dan hipoperfusi
jaringan ini pada akhirnya menyebabkan peningkatan metabolisme anaerobik
pada tingkat sel dengan akibat asidemia laktat.13

2.2.5 Faktor Risiko


Faktor risiko tertentu meningkatkan kerentanan terhadap penyakit
pernafasan neonatus seperti prematuritas, aspirasi mekonium, persalinan seksio
sesarea, diabetes gestasional, korioamnionitis ibu, dan pada USG prenatal
ditemukan seperti oligohidroamnion dan kelainan struktural paru. 14

Mengenai faktor risiko, pada suatu penelitian menunjukkan bahwa faktor


ibu yang paling umum untuk terjadinya penyakit pernapasan adalah KPD (22%),
perdarahan antepartum (20,6%), diabetes ibu (17,24%) dan oligohidramin
(13,8%). Beberapa komplikasi serius yang terkait dengan KPD termasuk
korioamnionitis, sepsis neonatorum, dan persalinan prematur yang menyebabkan
hipoplasia paru neonatus dan sindrom gangguan pernapasan. Bayi dari ibu
diabetes lebih rentan terhadap terjadinya RDS dibandingkan dengan ibu
nondiabetes dengan usia kehamilan yang setara karena memiliki pola sintesis
surfaktan yang terganggu selain munculnya fosfatidilgliserol yang tertunda. 14

Faktor risiko janin yang paling sering terdeteksi untuk gangguan


pernapasan adalah prematuritas (70,9%). Kehamilan multifetal membawa risiko

19
tinggi terjadinya komplikasi maternal selama kehamilan dan komplikasi postnatal
bagi bayi khususnya bila lahir prematur. 14

Jenis kelamin laki-laki juga merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
di antara neonatus cukup bulan yang dirawat di NICU.15

2.2.6 Manifestasi Klinis


Defisiensi surfaktan paru (paling sering karena prematuritas) menyebabkan
atelektasis, penurunan kapasitas residual fungsional, hipoksemia arteri, dan
gangguan pernapasan. Sintesis surfaktan juga dapat dikurangi sebagai akibat dari
hipovolemia, hipotermia, asidosis, hipoksemia, dan kelainan genetik langka dari
sintesis surfaktan. Faktor-faktor ini juga menghasilkan vasospasme arteri
pulmonalis, yang dapat menyebabkan RDS pada bayi prematur yang lebih besar
yang telah mengembangkan otot polos arteriol pulmonal yang cukup untuk
menghasilkan vasokonstriksi. Atelektasis yang diinduksi defisiensi surfaktan
menyebabkan alveolus mengalami perfusi tetapi tidak berventilasi, yang
mengakibatkan pirau pulmonal dan hipoksemia. Dengan meningkatnya
atelektasis, paru-paru menjadi semakin sulit untuk mengembang, dan komplians
paru-paru menurun. Karena dinding dada bayi prematur sangat komplians, bayi
berusaha mengatasi penurunan komplians paru dengan meningkatnya tekanan
inspirasi, yang mengakibatkan retraksi dinding dada. Urutan penurunan komplians
paru dan retraksi dinding dada menyebabkan pertukaran udara yang buruk,
peningkatan ruang mati fisiologis, hipoventilasi alveolar, dan hiperkapnia. Siklus
hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis bekerja pada sel tipe II untuk mengurangi
sintesis surfaktan dan, pada beberapa bayi, pada arteriol pulmonal untuk
menghasilkan hipertensi pulmonal. 8

Bayi dengan risiko RDS terbesar adalah bayi prematur dan memiliki rasio
L/S yang belum matang. Insiden RDS meningkat dengan menurunnya usia
kehamilan. RDS berkembang pada 30-60% bayi antara 28 dan 32 minggu
kehamilan. Faktor risiko lain termasuk kelahiran bayi prematur sebelumnya
dengan RDS, diabetes ibu, hipotermia, gawat janin, asfiksia, jenis kelamin laki-
laki, ras kulit putih, menjadi anak kedua dari kembar, dan persalinan melalui
operasi caesar tanpa persalinan.8

20
RDS dapat berkembang segera di ruang bersalin pada bayi yang sangat
imatur pada usia kehamilan 26-30 minggu. Beberapa bayi yang lebih dewasa
(kehamilan 34 minggu) mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda RDS sampai 3-4
jam setelah lahir, berhubungan dengan pelepasan awal surfaktan yang disimpan
pada awal pernapasan disertai dengan ketidakmampuan yang berkelanjutan untuk
mengganti surfaktan karena penyimpanan yang tidak memadai. Manifestasi RDS
termasuk sianosis, takipnea, hidung melebar, retraksi interkostal dan sternum, dan
grunting. Grunting disebabkan oleh penutupan glotis selama ekspirasi, yang
efeknya adalah mempertahankan volume paru (menurunkan atelektasis) dan
pertukaran gas selama ekspirasi. Atelektasis didokumentasikan dengan baik oleh
pemeriksaan radiografi dada, yang menunjukkan kabut ground-glass di paru-paru
di sekitar bronkus berisi udara (bronkogram udara; Gambar 1). RDS yang parah
dapat menunjukkan bidang paru-paru tanpa udara (whiteout) pada radiografi,
bahkan menghilangkan perbedaan antara paru-paru atelektasis dan jantung. 8

Gambar 2.1. Sindrom gangguan pernapasan. Bayi diintubasi, dan


paru-paru menunjukkan pola retikulonodular padat dengan bronkogram
udara (A). Untuk mengevaluasi rotasi pada dada frontal, panjang rusuk
posterior dibandingkan dari kiri ke kanan (panah). Karena bayi terlentang,
sisi rusuk yang lebih panjang menunjukkan ke sisi mana thorax diputar.
Dalam hal ini, tulang rusuk kiri lebih panjang, dan radiografi ini adalah
pandangan miring kiri posterior. Surfaktan diberikan, menghasilkan
peningkatan yang signifikan dalam kepadatan paru-paru (B). Paru-paru
kanan sedikit lebih baik aerasi daripada kiri. Distribusi pembukaan lahan
yang tidak merata sering terjadi. (Dari Hilton S, Edwards D. Practical
Pediatric Radiology. 2nd ed. Philadelphia: Saunders; 1994.) 8

21
Selama 72 jam pertama, bayi dengan RDS yang tidak diobati mengalami
peningkatan distres dan hipoksemia. Pada bayi dengan RDS berat, perkembangan
edema, apnea, dan gagal napas memerlukan bantuan ventilasi. Setelah itu, kasus
tanpa komplikasi menunjukkan perbaikan spontan yang sering ditandai dengan
diuresis dan resolusi edema yang nyata. Komplikasi termasuk pengembangan
pneumotoraks, duktus arteriosus paten (PDA), dan displasia bronkopulmonalis
(BPD).8

2.2.7 Diagnosis
Anamnesis

Ananmesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum


sangat diperlukan, antara lain tentang hal hal di hawah ini:2

• Prematuritas, sindrom gangguan napas, sindrom aspirasi mekonium,


infeksi: pneumonia, displasia pulmoner, trauma persalinan sungsang,
kongesti nasal, depresi susunan saraf pusat, perdarahan susunan saraf
pusat, paralisis nervus frenikus, takikardia atau bradikardia pada janin,
depresi neonatal, tali pusat menumbung, Bayi lebih bulan, demam atau
suhu yang tidak stabil (pada pneumonia)
• Gangguan SSP: tangis melengking, hipertoni, flasiditas, atonic, trauma,
miastenia
• Kelainan kongenital: arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenital lain:
anomali kardiopulmonal, abdomen cekung pada hernia diafragmatika,
paralisis erb (paralisis nerves frenikus, atresia khoanae, kongesti nasal
obstruktip, meningkatnya diameter anterior posterior paru, hippoplasi
paru, trakheoesofageal fistula)
• Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan,
partus lama, kulit ketuban pecah dini, oligohidramnion, penggunaan obat
yang berlebihan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gannguan napas,


berupa beberapa tanda di bawah ini: 2

22
• Merintih atau grunting tetapi warna kulit masih kemerahan, merupakan
gejala yang menonjol
• Sianosis
• Retraksi
• Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresis koanae,
ditandai dengan kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung
• Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau–kekuningan
pada tali pusat
• Abdomen mengempis (scaphoid abdomen)

Pemeriksaan Penunjang2

a. Laboratorium

Analisis Gas Darah (AGD)

• Menentukan adanya gagal napas akut; ditandai dengan: PaCO2>


50mmHg, PaO2< 60 mmHg atau Saturasi oksigen arterial < 90%
• Pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih dri 20 menit
• Kesan: asidosis metaboli atau asidosis respiratorik dan hipoksia

Elektrolit

• Kelainn elektrolit: hipokalemia, hipokalsemia, hipofosfatemia

Pemeriksaan jumlah sel darah

Polisitemia karena hipoksemia kronik.

b. Pemeriksaan Pencitraan

Fungsi:

• Evaluasi adanya kelainan yang mmerlukan tindakan sgera;


pneumothoraks, malposisi pipa endotrakeal
• Hal yang berkaitan dengan gagal napas; penyakit fokal atau difus:
pneumonia ARDS, efusi pleura, kardiomegali

23
• Jika foto thoraks normal dengan ditemukan hipoksemia perlu
dipertimbangkan PJB, hipertensi pulmonal dan emboli paru.

Tabel 2.3. Derajat berat/ringan berdasarkan temuan radiologis pada


1
RDS

Tabel 2.4 Interpretasi pemeriksaan laboratorium pada RDS10

2.2.8 Diagnosis Banding2


1. Kelainan sistem respirasi:
- Obstruksi saluran napas atas: atresia koanae, web laringeal, higroma,
- gondok, laringo/trakheomalasia, Sindroma Piere Robin
- Respiratory distress syndrome = Penyakit membarana hialin
- Transient tachynea of the newborn
- Pneumonia
- Sindroma aspirasi mekonium

24
- PPHN = Persistent pulmonary hypertension in newborn
- Pneumotoraks, atelektasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi
nervus
- frenikus
- Malformasi kongenitalef isalnya: fistula trakheoesofageal, hernia
- diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid)
- Proses lambat: displasia bronkhopulmoner
2. Sepsis
3. Sistem kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal Jantung
kongestip, PDA (Patent ductus arteriosus), syok
4. Metabolik: keadaan yang dapat menyebabkan asidos, hipo/hipertermia,
gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistem hemopoetik: Anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah
secara akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau
kehilangan darah kronik yang dapat menyebabkan gagal jantung
kongestip dan polisitemia)
6. SSP = Sistem Susunan Syaraf Pusat: perdarahan, depresi farmakologik,
"drug withdrawal" malformasi, asfiksia saat lahir/depresi pernapasan

Tabel 2.4 Diagnosis banding pada newborn respiratory distress16

25
2.2.9 Tatalaksana
Gangguan napas berat 2

Pada bayi kecil (berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan kurang 37
minggu) gangguan napas sering memburuk dalam waktu 36 hingga 48 jam
pertama, dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan
kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.

- Teruskan pemberian O2, dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah


dan tinggi).
- Tangani sebagai Kemungkinan besar sepsis.
- Bila bayi menunjukkan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral,
naikkan pemberian O2, pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan
napas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun
diberikan O2, 100%, bila memungkinkan segera rujuk bayi ke rumah
Sakit rujukan atau yang ada fasilitas dan mampu memakai ventilator
mekanik.
- Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung
untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
- Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan.
- Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi napas
menurun, tarikan dinding dada berkurang, wama kulit membaik):
- Kurangi pemberian O2, secara bertahap; Jangan meneruskan pemberian
O2. bila tidak perlu. Hentikan pemberian O2, bila bayi diletakkan pada
udara ruangan tanpa pemberian O2, tidak mengalami gangguan napas
dan tampak kemerahan.
- Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung;
- Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu. Jika
bayi tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah
satu altematif cara pemberian minum.
- Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
• Frekuensi napas;
• Adanya tarikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi;

26
• Episode apnu.
- Periksa kadar glukose darah sekali sehari sampai setengah kebutuhan
minum dapat dipenuhi secara oral
- Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika
bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2, selama 3 hari, minum baik dan
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi
dapat dipulangkan

Gangguan Napas Sedang 2

- Lanjutkan pemberian O2, dengan kecepatan aliran sedang.


- Bayi jangan diberikan minum.
- Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan
antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi Kemungkinan besar
sepsis:
• Suhu aksiler < 34°C atau > 39°C;
• Air ketuban bercampur mekonium;
• Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (>18jam).
- Bila suhu aksiler 34—36,5°C atau 37,5—39°C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan,
ambil sampel darah, dan berikan antibiotika untuk terapi Kemungkinan
besar sepsis;
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal,
ulangi tahapan tersebut diatas.
- Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis.
- Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas
menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang):
- Kurangi terapi O2, secara bertahap.
- Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.

27
- Apabila tak diperlukan lagi pemberian 02, mulailah melatih bayi menyusu.
Bila bayi tak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu
cara altematif pemberian minum.
- Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian 02, selama 3 hari,
minum baik dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan.

Gangguan Napas Ringan2

Pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari
infeksi sistemik.

- Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.


- Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani
gangguan napas sedang atau berat seperti tersebut di atas.
- Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara altematif pemberian minum.
- Kurangi pemberian O2, secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2, jika frekuensi napas antara 30—60 kali/menit.
- Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara
30-60 kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan.

Prioritas awal2

1. Ventilasi
2. Sirkulasi
3. Koreksi asidosis metabolik
4. Jaga kehangatan suhu bayi sekitar 36,5 – 36,8 (suhu aksiler) untuk
mencegah vasokonstriksi perifer
5. Langkah selanjutnya untuk mencari penyebab distres respirasi
6. Terapi pemberian surfaktan

28
Tabel 2.5. Dosis yang direkomendasikan untuk penggunaan surfaktan
eksogen2

7. Bila tidak tersedia fasilitas NICU segera rujuk ke RS yang tersedia


NICU

29
Gambar 2.2 Manajemen dari Respiratory Distress pada anak baru
lahir16

30
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : By Ny RHS

MR : 558856

Umur : 2 Hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Ayah/ Ibu : SA/RHS

Anak ke :5

Suku Bangsa : Indonesia

Alamat : Lasi Tuo Candung, Kab Agam

Tanggal Masuk : 06 Desember 2021

3.1 Tabel Data Diri Orang Tua

Ibu Ayah

Umur 31 th 34 th

Pendidikan SMP SMP

Pekerjaan IRT Supir

Perkawinan ke 1 1

Pengahsilan Rp. - <Rp. 1.000.000

Alloanamnesis (Ibu kandung)

Keluhan Utama:

Tampak sesak nafas yang semakin meningkat sejak beberapa saat setelah lahir

31
Riwayat Penyakit Sekarang:

• Tampak sesak nafas yang semakin meningkat sejak beberapa saat setelah
lahir

• NBBLR 1600 gram, panjang badan 43 cm, kurang bulan, usia kehamilan 30-
31 minggu, lahir spontan pada tanggal 6 Desember 2021 jam 09.55 ditolong
oleh dokter Sp.OG di RSAM, sisa ketuban jernih dan tidak berbau
• Pada saat lahir bayi langsung menangis kuat lalu dibersihkan jalan nafas
• Anak merintih dan kebiruan ada hilang dengan pemberian oksigen 8
liter/menit pada 3 menit setelah lahir
• Pada usia 5 menit bayi menangis kuat gerakan aktif, dan tonus otot baik. Bayi
diberikan gentamisin tetes mata dan injeksi Vitamin K
• Tidak ada demam, tidak ada kejang
• BAB kuning sudah keluar dengan frekuensi 3-4 kali sehari
• BAK warna kuning sudah keluar frekuensi 3-4 kali sehari
• Bayi dikeringkan lalu dibungkus dengan kain dan dihangatkan di infant
warmer agar tidak terjadi hipotermia.
• Anak dibawa ke NICU 20 menit setelah dilahirkan
• Riwayat ibu demam selama kehamilan dan menjelang persalinan ada, dengan
leukosit 21.280 mm3 (leukositosis)
• Nyeri saaat BAK dan riwayat keputihan selama kehamilan dan menjelang
persalinan tidak ada
• Intake ASI ada dengan frekuensi 4-8x/hari, dengan pemberian 30-35cc/kali.
Ibu sulit untuk menyusui bayi karena ASI sedikit.
• Bayi tidak diberikan Sufor
• Golongan darah Ibu B dan Ayah O, Rhesus +
• BAK sudah keluar <24 jam setelah lahir
• Mekonium sudah keluar 48 jam setelah lahir
• Keluhan bintik-bintik kemerahan di kulit tidak ada, keluhan perdarahan tidak
ada
• Ibu sering mengantarkan asi ke perina 1 hari sekali, sebanyak 60 kali.

32
3.1 Tabel Riwayat Keluarga
Anak Jenis Cara Berat Usia Riwayat
Kelamin persalinan Badan imunisasi
lahir
1 perempuan Pervaginam 2.800 gram 9 tahun Lengkap
2 Perempuan Pervaginam 3.100 gram 5 tahun Lengkap
3 Laki-laki Pervaginam 3.000 gram 2,5 tahun Lengkap
4 Abortus - - - -
komplit
Pada usia
kehamilan
5 bulan

• tidak ada keluarga yang memiliki keluhan atau menderita penyakit yang
sama dengan pasien
• Ibu tidak memiliki riwayat penyakit DM sebelum dan selama kehamilan,
hipertensi

Usia menarche : 14 tahun

Riwayat menstruasi : haid selama 5 hari, ganti duk sebanyak 2 kali, nyeri pada
saat haid hari pertama, siklus haid lancar

Riwayat kontrasepsi : (+) IUD (intrauterine device) pada 2020 tahun selama 4
bulan, pemasangan dibidan

Riwayat Kehamilan Sekarang

G5 P3 A1 H3

HPHT : 27 Mei 2021

Taksiran Persalinan : 4 Maret 2022

Berat badan sebelum hamil : 59 kg

33
Berat badan sesudah hami : 67 kg

Presentasi Bayi : Presentasi Kepala

Pemeriksaan Kehamilan : Bidan dan Dokter Spesialis Kandungan

HPHT : 8 April 2021

TP : 4 Maret 2022

Penyakit Selama Hamil :

• Demam ada 3x pada bulan pertama keduadan menjelang melahirkan serta


leukositosis
• Ketuban pecah dini tidak ada, ketuban berbau busuk tidak ada
• riwayat penyakit DM, anemia,pneumonia, dan hipertensi tidak ada
• riwayat infeksi saluran kemih tidak ada
• riwayat mengangkat beban berat selama hamil tidak ada
• pergerakan janin mulai bergerak di usia gestasi 16 minggu tapi dapat
dirasakan ibu di usia 20 minggu.

• Ibu tidak ada keputihan di awal

• Ibu tidak ada nyeri saat BAK selama hamil

• Ibu tidak ada batuk selama hamil

• Ibu tidak ada riwayat terjatuh selama hamil

• Ibu tidak ada riwayat keluar flek ataupun darah selama hamil
• Ibu ada mual dan muntah pada 3 bulan pertama kehamilan
• Ibu muntah berisi makanan yang dimakan, lebih sering pada pagi hari
• Ibu ada penurunan nafsu makan selama 1 minggu masa hamil pada bulan
pertama, makan 3x sehari, makan ± 1/2 porsi
• Berat Badan sebelum hamil 59 kg, penambahan berat badan selama hamil
67 kg

34
• Ibu rutin mengkonsumsi tablet vitamin A, penambah darah dan asam folat
dari dokter spesialis kandungan saat 15 hari sebelum melahirkan.
• Ibu tidak ada riwayat hipertensi, TB,DM,Peneumonia,tumor,penyakit
ginjal dan Torch

Komplikasi Kehamilan : Tidak ada

Kebiasaan ibu waktu hamil : Kualitas dan kuantitas makan cukup, tidak

ada minum alkohol, merokok dan narkoba

Riwayat ANC : periksa sebanyak 3-4 x pada bulan Juli, Agustus,


September dan November di bidan pada bulan November
periksa ke spesialis Obgyn pada saat ketuban pecah dini
dan di USG pada tanggal tesebut

Riwayat Persalinan : Ditolong oleh dokter di RSAM, secara normal pada


tanggal 6 Desember 2021 jam 09.55, ketuban sudah pecah sebelumnya (KPD)
pada tanggal 16 November 2021, kondisi jernih, jumlah lebih kurang 300 ml.

Apgar Score : 7/8

Kondisi Bayi Saat Lahir:

• Lahir tanggal : 06 Desember 2021


• Jenis kelamin : Perempuan

35
• Kondisi saat lahir : Hidup
• Bayi langsung menangis dengan spontan

• Bayi dikeringkan kemudian dibedong.


• Bayi sudah mendapat injeksi Vitamin K dan gentamisin tetes mata

Pemeriksaan Fisik:

Kesan Umum

• Keadaan : Tampak sakit berat


• Berat badan : 1600 gram
• Panjang badan : 43 cm
• Frekuensi jantung : 130 kali per menit
• Frekuensi nafas : 40 kali per menit
• Sianosis : Tidak ada
• Ikterus : Tidak ada
• Suhu : 36,10 C

Kulit : Tampak kemerahan, teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak

sianosis

Kepala : Bulat, simetris, normocephal, ubun-ubun datar

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada

Mulut : Mukosa basah, sianosis sirkum oral tidak ada

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB

Paru :

Inspeksi : Normochest, simetris, retraksi ada

Palpasi : Tidak dilakukan

36
Perkusi : Tidak dilakukan

Auskustasi : Bronkhovesikuler, merintih ada, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-)

Abdomen:

Inspeksi :Distensi (-)

Palpasi : Supel, hepar teraba 1/4-1/4 permukaan licin dan rata, pinggir
tajam,

lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Tali pusat : Segar

Umbilikal : Tidak hiperemis

Punggung : Tidak ada kelainan

Alat kelamin : Tidak ada kelainan

Anus : Anus ada

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, CRT <3 detik

Reflek :

• Moro :-
• Isap :-
• Rooting : ada

37
• Pegang : ada

Ballard Score

Kematangan fisik 13

Kematangan neuromuskular 13

Total = 26

38
Kurva Lubchenco

Kesan : Kurang bulan dan KMK

Diagnosis Kerja:

Respiratory Distress Syndrome

NBBLR 1600 gram

Diagnosis Banding

Neonatal pneumonia

39
Tatalaksana Kegawatdaruratan

• Monitor tanda vital


• CPAP FiO2 21% PEEP 5 mmHg

Tatalaksana Nutrisi

• Minum ASI 8x2cc/OGT

Tatalaksana Medikamentosa

• Injeksi ampisilin 2x80 mg IV


• Injeksi gentamicin 1x8 mg IV
• IVFD D10% + Ca Glukonas 5ml/jam

Rencana :

• Rontgen thoraks
• AGD (analisis gas darah)

Hasil pemeriksaan Laboratorium (06-12-2021) :

• Hemoglobin : 15,2 g/dl


• RBC : 4,16.106/ul
• Hematokrit : 42,8%
• MCV : 102,9 fl
• MCH : 36,5 pg
• MCHC : 35,5 g/dl
• Kalium : 4,12 mEq/l
• Natrium : 134,4 mEq/l
• Klorida : 103,8 mEq/l
• WBC : 9,02.103/ul
• Basofil : 1,7%
• Eosinofil : 3,4%
• Neutrofil 25,3%
• Limfosit : 58,6%
• Monosit :11%

40
Kesan :

- Anemia normositik normokrom


- Leukopenia : limfositosis relatif

41
Follow up :

Tanggal Temuan Terapi

7-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
- CPAP FiO2 21% PEEP 5
Muntah (-) mmHg
BAK ada - IVFD D10% + Ca glukonas
5ml/jam
BAB (-)
- Aminosteril 25cc/24 jam
Minum ASI ada
- Injeksi ampicillin 2x80 mg
- Injeksi gentamicin 1x8mg/36
Objektif : jam
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 102/73 mmHg
HR : 144 x/menit
RR : 35 x/menit
T : 36,80 C
Saturasi : 92%
BB : 1460 gram
BC : +2,8 ml
Diuresis : 3,2 ml/jam/kgbb
MAP : 87

Kulit : teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik
(-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis sirkum oral (-)

42
Telinga : sekret (-)
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,
sianosis (-)

A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa


kehamilan (BBL 1460 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS

43
8-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-) - ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-) - Inkubator
Kejang (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
mmHg
Muntah (-)
IVFD D10% + Ca
BAK ada
glukonas 5ml/jam
BAB (+)
-Aminosteril 25cc/24 jam
Minum ASI ada
-Injeksi ampicillin 2x80
mg
Objektif : -Injeksi gentamicin
1x8mg/36 jam
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 54/29 mmHg
HR : 139 x/menit
RR : 35 x/menit
T : 36,9 °C
Saturasi : 96%
BB : 1420 gram
BC : -0,4 ml
Diuresis : 3,9 ml/jam/kgbb
MAP : 42

Kulit : teraba hangat, sianosis (-),


ikterik (-)
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-),
sclera ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)

44
Mulut : sianosis sirkum oral (-)
Telinga : sekret (-)
Paru : retraksi dinding dada (+), suara
nafas vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3
detik, sianosis (-)

A/ Neonatus kurang bulan, kecil


masa kehamilan (BBL 1420 gram
gravid 34-36 minggu) + BBLR +
RDS

45
9-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 5 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
BAK ada mmHg
BAB (-) - Infus kogtil 6ml/jam
Minum ASI ada
- Aminosteril infant 1 ml/jam

Objektif : - Injeksi ampicillin 2x80 mg

KU : Sakit sedang, kurang aktif - Injeksi gentamicin 1x8mg/36


Kes : sadar jam
TD : 51/24 jam24 mmHg
HR : 139 x/menit
RR : 35 x/menit
T : 36,90 C
Saturasi : 96%
BB : 1480 gram
BC : +97,05 ml/24 jam
Diuresis : 4,8 ml/jam/kgbb

Kulit : teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis sirkum oral (-)
Telinga : sekret (-)
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)

46
Abdomen : distensi (-)

Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,


sianosis (-)

A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa


kehamilan (BBL 1480 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS

47
10-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 8 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
BAK ada mmHg
BAB (+) - Infus kogsil 6ml/jam
Minum ASI ada
- Aminosteril infant 1 ml/jam

Objektif : - Injeksi ampicillin 2x80 mg

KU : Sakit sedang, kurang aktif - Injeksi gentamicin 1x8mg/36


Kes : sadar jam
TD : 74/48 jam24 mmHg
HR : 116 x/menit
RR : 40 x/menit
T : 36,80 C
Saturasi : 97%
BB : 1480 gram
BC : -37 ml/24 jam
Diuresis : 5 ml/jam/kgbb

Kulit : teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)

Mulut : sianosis sirkum oral (-)

Telinga : sekret (-)

Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas

48
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)

Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)

Abdomen : distensi (-)

Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,


sianosis (-)

A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa


kehamilan (BBL 1480 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS

49
11-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8 x 9 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
BAK ada mmHg
BAB (+) - Infus kogsil 5 gr/ml
Minum ASI ada
- Aminosteril 1,04 ml/jam

Objektif : - Injeksi ampicillin 2x80 mg

KU : Sakit sedang, kurang aktif - Injeksi gentamicin 1x8mg/36


Kes : sadar jam
TD : 47/28 jam24 mmHg
HR : 168 x/menit
RR : 58 x/menit
T : 36,970 C
Saturasi : 97%
BB : 1380 gram
BC : -11,6 ml/24jam
Diuresis : 4,3 ml/jam/kgbb

Kulit : teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)

Mulut : sianosis sirkum oral (-)

Telinga : sekret (-)

Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas

50
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)

Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)

Abdomen : distensi (-)

Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,


sianosis (-)

A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa


kehamilan (BBL 1380 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS

51
12-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
Retraksi dada minimal mmHg
BAK ada IVFD D10% + Ca glukonas
BAB (+) 5ml/jam

Minum ASI ada -Aminosteril 25cc/24 jam


-Injeksi ampicillin 2x80 mg

Objektif : -Injeksi gentamicin 1x8mg/36


jam
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 91/76 mmHg
HR : 137 x/menit
RR : 53 x/menit
T : 36,7 °C
Saturasi : 98 %
BB : 1440 gram
BC : -2,8 ml/24 jam
Diuresis : 4,1 ml/jam/kgbb
MAP : 77

Kulit : teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)

Mulut : sianosis sirkum oral (-)

Telinga : sekret (-)

52
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)

Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)

Abdomen : distensi (-)

Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,


sianosis (-)

A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa


kehamilan (BBL 1440 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS

53
13-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
Retraksi dada minimal mmHg
BAK ada IVFD D10% + Ca glukonas
BAB ada 5ml/jam

Minum ASI ada -Aminosteril 25cc/24 jam


-Injeksi ampicillin 2x80 mg

Objektif : -Injeksi gentamicin 1x8mg/36


jam
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 62/35 mmHg
HR : 145 x/menit
RR : 33 x/menit
T : 36,5 °C
Saturasi : 98 %
BB : 1440 gram
BC : - 0,4 ml/ 24 jam
Diuresis : 10,6 ml/jam/kgbb (24jam)
MAP : 48

Kulit : teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)

Mulut : sianosis sirkum oral (-)

Telinga : sekret (-)

54
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,
sianosis (-)

A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa


kehamilan (BBL 1440 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS

55
14-12-2021 Subjektif : P/
Demam (-)
- ASI 8x2 ml
Sesak nafas (-)
- Inkubator
Kejang (-)
Muntah (-) - CPAP FiO2 21% PEEP 5
Retraksi dada minimal mmHg
BAK ada -Injeksi ampicillin 4x70 mg
BAB ada
- injeksi Cefotaksim 3x70 mg
Minum ASI ada

Objektif :
KU : Sakit sedang, kurang aktif
Kes : sadar
TD : 66/44 mmHg
HR : 160 x/menit
RR : 31 x/menit
T : 36,7 °C
Saturasi : 97 %
BB : 1500 gram
BC : - 55,1 ml/ 24 jam
Diuresis : 14,4 ml/jam/kgbb (24jam)
MAP : 52

Kulit : teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : normocephal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera


ikterik (-/-)

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Mulut : sianosis sirkum oral (-)

56
Telinga : sekret (-)
Paru : retraksi dinding dada (+), suara nafas
vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Jantung : s1-s2 reguler, murmur (-)
Abdomen : distensi (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT<3 detik,
sianosis (-)
A/ Neonatus kurang bulan, kecil masa
kehamilan (BBL 1500 gram gravid 34-36
minggu) + BBLR + RDS

57
BAB 4
DISKUSI

Telah dirawat seorang bayi laki – laki usia 2 hari di NICU RSUD Achmad
Moechtar Bukittinggi pada tanggal 7 Desember 2021 dengan keluhan utama sesak
nafas sejak lahir. Pasien didiagnosis dengan Respiratory Distress Syndrome dan
NBBLR 1600 gram. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada kasus ini kehamilan ibu, berkisar 31-32 minggu, berdasarkan hasil
penilaian ballard score didapatkan 29 kurang bulan, kecil masa kehamilan.

Respiratory Distress Syndrome

Pada pasien didapatkan beberapa tanda dan gejala yaitu, sesak nafas,
retraksi dinding dada, dan meringis sesaat setelah lahir. Ini merupakan tanda –
tanda dari RDS. Hal ini didukung oleh faktor risiko yang ada pada janin yaitu
prematuritas. Prematuritas berkaitan erat dengan defisiensi surfaktan yang
berfungsi sebagai pencegah atelektasis paru.

Anamnesis bahwa pasien mengalami sesak nafas sejak lahir, disertai


merintih yang di dengar dengan stetoskop, retraksi ada dan hasil downe score
yaitu 4 yang menunjukan respiratory distress derajat ringan. Pemeriksaan fisik
menunjukan pernafasannya 40x menit; pada pemeriksaan thoraks : retraksi (+);
merintih.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan usia kehamilan
menunjukan bahwa adanya gangguan pernafsaan dan insidensi meningkat pada
bayi yang usia kehamilan kurang dari 32 minggu, ini sesuai dengan usia
kehamilan pada kasus ini adalah antar 31-32 minggu yang dapat menyebabkan
defisiensi surfaktan sehingga terjadi RDS.

Berat Badan lahir Rendah


Menurut World Health Organization (WHO), ada beberapa klasifikasi dari
berat lahir. Beberapa terminologi yang berkenaan dengan kondisi prematur adalah
sebagai berikut : 17
− Bayi berat lahir rendah (BBLR): bila berat lahir <2500 gram

58
− Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR): bila berat lahir <1500 gram
− Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR): bila berat lahir <1000
Gram
− Kecil masa kehamilan (KMK): bila berat lahir <P10 menurut masa gestasi
grafik Lubchenco
− Sesuai masa kehamilan (SMK): bila berat lahir berada antara P10 dan P90
menurut masa gestasi grafik Lubchenco
− Besar masa kehamilan (BMK): bila berat lahir >P90 menurut masa gestasi
grafik Lubchenco

Bayi dengan BBLR diakibatkan oleh kelahiran yang terlalu cepat/


prematur, dengan keadaan yang belum sesuai saatnya untuk lahir, bayi yang
dilahirkan dalam keadaan yang perkembangannya belum optimal atau tidak sesuai
usia gestasinya.

Pada kasus ini didapatkan bahwa bayi dilahirkan dengan berat badan
rendah yaitu 1600 gram (berat badan kurang dari 2500 gram). Berdasarkan kurva
pertumbuhan Lubchenco menunjukan hasil berat badan kecil dari masa
kehamilan.

59
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan R. Alatas H. Perinatologi. Dalam Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-
4. Jakarta: FK UI. 1985. 1051.
2. IDAI. Buku ajar neonatologi. Cetakan Pertama. Jakarta : IDAI; 2008.
126-127. 16-17
3. Labir IK, Tangking W, Ketut S. Anemia Ibu Hamil Trimester I dan II
Meningkatkan Risiko Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di RSUD
Wangaya Denpasar. 2013. Denpasar: Public Health and Preventive
Medicine Archive. Volume 1. Hal. 2
4. Novitasari A, Hutami MS, Pristya TYR. Pencegahan dan Pengendalian
BBLR di Indonesia: Systematic Review.2020.Jakarta: Universitas
Pembangunan Veteran Jakarta.Volume 2. Hal 176-177
5. Kliegman RM, Stanton BF, Schor FN. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th
edition. Philadelphia : Elsevier; 2016. 823.
6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Bayi Beraz Lahir Rendah. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009; 23-29.
7. Septa, W. Darmawan, M. Faktor Risiko Bayi Berat Lahir Rendah. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 2011; 8, 3: 45-51
8. Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson Essentials of pediatrics. 8th edition.
Philadelphia : Elsevier; 2015. 240-46.
9. Lui et al : Liu, J., N. Yang, dan Y. Liu. 2014. High Risk Factors Of
Respiratory Distress Syndrome In Term Neonates: A Retrospective Case
Control Study. Balkan Medical Journal. 31:64-68.
10. Anadkat, J.S., M. W. Kuzniewicz, B. P. Chaudhari, F. S. Cole, dan A.
Hamvas. 2012. Increased Risk for Respiratory Distress Among White,
Male, Late Preterm and Term Infants. Journal of Perinatology. 32:780-
785.
11. Sadler, T. W. 2014. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi Ke-12.
Jakarta: EGC. 200-204
12. Rahajoe, N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Ke-1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 18-20
13. Yadav S, Lee B, Kamity R. Neonatal respiratory distress syndrome.
StatPearls. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560779/ Diakses
pada 7 Desember 2021.
14. Abdel Baseer KA, et al. Risk Factors of Respiratory Diseases Among
Neonates in Neonatal Intensive Care Unit of Qena University Hospital,
Egypt. Annals of Global Health. 2020; 86(1): 22, 1–9.
15. Stylianou-Riga P, Boutsikou T, Kouis P, Kinni P, Krokou M. Maternal
and neonatal risk factors for neonatal respiratory distress syndrome in term
neonates in Cyprus: a prospective case–control study. Italian Journal of
Pediatrics. 2021; 47(129) : 1 – 9.

60
16. Hermasnsen CL. Mahajan A. Newborn Respiratory Distress. American
Academy of Family Physicians. 2015, 92(11) : 995 – 1002.
17. IDAI. Konsensus Asuhan Nutrisi pada Bayi Prematur. Cetakan Pertama.
Jakarta : IDAI. 2016. 2 – 3.

61

Anda mungkin juga menyukai