Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS BBLR

OLEH :
NAMA : MARIA CHRISTY POLI
NIM : 841722082
KELOMPOK : 3 (Tiga)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR merupakan istilah untuk mengganti bayi
prematur karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang
dari 2.500 gram, yaitu karena umur hamil kurang dari 37 minggu, berat badan lebih
rendah dari semestinya sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi keduanya
(Proverawati, 2010). Berikut Klasifikasi BBLR:
1. Berdasarkan berat badan
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dapat
dibedakan dalam (Kosim dkk, 2012):
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir 100-1500 gram
c. Bayi berat lahir extrem rendah (BBLER), berat lahir <1000 gram
2. Berdasarkan usia gestasi
a. Prematuritas Murni
Bayi prematuritas murni lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK)
(Kosim dkk, 2012).
b. Dismatur
Dismaturitas/kecil masa kehamilan (KMK) adalah bayi lahir dengan berat
badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan. Hal
tersebut dikarenakan janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan
(Kosim dkk, 2012).
B. Etiologi
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus. Etiologi dari
maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR (Intrauterine Growth
Restriction). Yang termasuk prematur dari faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit
kronis, infeksi, penggunaan obat, KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta,
plasenta previa, solusio plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan
yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal yaitu
Anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu alcohol atau
narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada etiologi dari faktor fetus. Yang
termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel atau malformasi. Sedangkan,
yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan
kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multiple
(Bansal, Agrawal, dan Sukumaran, 2013). Selain itu ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau biasa disebut BBLR
(Proverawati dan Ismawati, 2010) :
1. Faktor Ibu
a. Penyakit
1) Anemia
Anemia pada kehamilan ialah kondisi ibu hamil dengan kadar
hemoglobin <11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5gr% pada
trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaanya dengan kondisi wanita tidak
hamil terjadi karena hemodilusi (pengeceran), terutama pada trimester 2. Ibu
hamil yang memiliki anemia dapat menjadi penyebab terjadinya BBLR
karena pada ibu hamil yang memiliki anemia, di dalam darahnya kekurangan
oksigen yang berperan penting dalam transportasi zat makanan ke seluruh
tubuh terutama ke janin. Hal ini menyebabkan nutrisi dari ibu ke janin
berkurang dan dan dapat menyebabkan penurunan berat badan bayi selama di
dalam kandungan yang menyebabkan bayi BBLR (Wahyunda, 2019).
Anemia pada trimester 3 mempunyai resiko 2,70 kali lebih besar untuk
melahirkan bayi BBLR .
2) Pre-eklampsia dan Eklampsia
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan. Pre eklampsia merupakan
penyakit penyulit kehamilan yang akut, dan dapat terjadi antepartum,
intrapartum, dan postpartum. Urutan gejala pre eklampsia ialah edema,
hipertensi, dan proteinuria. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi
dan proteinuria merupakan gejala yang paling harus diwaspadai. Gejala lebih
lanjut adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri
epigastrium. Sedangkan eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre
eklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma, dapat timbul
pada antepartum, intrapartum, dan postpartum. Dalam kehamilan eklampsia
terjadi triwulan terakhir dan semakin besar kemungkinan saat cukup bulan.
Eklampsia dan pre eklampsia paling sering terjadi pada kehamilan kembar
(Rajashree et al., 2015).
Pada pre-eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin,
renin, dan aldesteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria.
Penyakit ini dapat memberi pengaruh buruk kepada janin yang disebabkan
oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hypovolemia, vasospasme, dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta, berdampak Intrauterine
Growth restriction (IUGR), kenaikan morbiditas dan mortalitas,
prematurisasi, oligohidramnion, dan solusio plasenta. Menurut Sri
Lestariningsih (2014) ibu hamil dengan pre eklampsia berisiko 12,69 kali
lebih besar untuk melahirkan BBLR.
b. Paritas
Paritas adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah persalinan
yang pernah dialami ibu. Paritas dalah faktor penting yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan janin selama kehamilan. Status paritas tinggi dapat meningkatkan
risiko kejadian BBLR. Hal tersebut terjadi karena kemampuan Rahim dalam
menyediakan nutrisi bagi kehamilan semakin menurun sehingga penyaluran
nutrisi antar ibu dan janin terhambat. Risiko komplikasi pendarahan dan infeksi
meningkat mulai dari persalinan dan seterusnya. Paritas yang beresiko adalah ≥3
(Manuaba, 2010). Ibu dengan paritas beresiko berpeluang 2,9 kali lebih besar
untuk terjadi BBLR dibandingkan ibu dengan paritas tidak beresiko (Pantikawati,
2010).
Berdasarkan penelitian ibu grande multipara (melahirkan anak empat atau
lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak BBLR, itu dikarenakan
setiap proses kehamilan dan persalinan menyebabkan trauma fisik dan psikis,
semakin banyak trauma yang ditinggalkan akan menyebabkan (Mahayana,
Chundrayetti, & Yulistini, 2015).
c. Status Gizi
Status gizi seseorang pada hakikatnya merupakan hasil keseimbangan antara
konsumsi zat -zat makanan dengan kebutuhan dari orang tersebut. Apabila terjadi
malnutrisi pada ibu hamil, volume darah menjadi berkurang, ukuran plasenta
berkurang dan transfer nutrient melalui plasenta berkurang, sehingga janin
tumbuh lambat atau terganggu (IUGR). Ibu hamil dengan kekurangan gizi
cenderung melahirkan BBLR. Penilaian status gizi yang digunakan salah satu nya
mengunakan pemeriksaan klinis yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar Hb
(Hemoglobin). Hemoglobin adalah zat warna dalam sel darah merah yang
berfungsi untuk mengangkut oksigen dan karbon dioksida. Apabila kadar Hb
dalam darah berkurang berarti kemampuan darah untuk mengikat dan membawa
oksigen akan berkurang, demikian pula zatzat nutrisi yang dibawa oleh sel-sel
darah merah akan berkurang. Keadaan ini menyebabkan janin kekurangan zat
makanan dan oksigen sehingga mengalami gangguan pertumbuhan. Kadar Hb
yang dianggap normal untuk wanita hamil adalah 11gr% (Indasari, 2012).
d. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu menggambarkan pengetahuan kesehatan. Seseorang
yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai kemungkinan pengetahuan tentang
kesehatan juga tinggi, karena makin mudah memperoleh informasi yang
didapatkan tentang kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari
pengambilan keputusan. Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin mampu
mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil dapat mencegah
gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya. Pendidikan juga sangat erat
kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi
selama masa kehamilan (Simarmata, 2010).
2. Faktor Janin
Adapun faktor janin yang menyebabkan terjadinya BBLR seperti kehamilan
kembar. Pada kehamilan ganda/kembar dapat terjadi regangan pada uterus yang
berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus premature.
Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah yang dapat
menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang
kecil. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara paritas dengan kejadian BBLR, dimana ibu dengan kehamilan kembar
mempunyai resiko 3,4 kali lebih besar untuk terjadi BBLR disbanding ibu yang tidak
mempunyai kehamilan kembar (Indrasari, 2012).
3. Faktor Lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor lingkungan ini.
Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu: tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun (England, 2014).
C. Manifestasi Klinis
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut (Nuratif, 2015).
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm
3. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
6. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak
7. Menangis lemah
8. Kepala bayi lebih besar dari badan, kepala tidak mampu tegak, rambut kepala tipis
dan halus, elastisitas daun telinga
9. Integumen : Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan subkutan sedikit.
10. Otot hipotonik lemah
11. Dada : Dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk, pernafasan tidak teratur,
dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50 kali/menit
12. Ekstremitas : Paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang terjadi oedem, garis
telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit mengkilat
13. Genetalia : Pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak teraba (belum turun),
dan pada bayi perempuan klitoris menonjol serta labia mayora belum menutupi labia
minora atau labia mayora hampir tidak ada
D. Prognosis
Prognosis BBLR tergantung pada berat ringannya masalah prenatal, misalnya umur
kehamilan, asfiksia/iskemia otak, sindroma gangguan pernafasan, gangguan metabolik
dan lain-lain. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan
orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan post natal (Ohlesson, 2008
dalam Septa dan Dermawan, 2011).
E. Patofisiologi
Bayi dengan BBLR secara umum berhubungan dengan umur kehamilan ibu yang
belum mencapai 9 bulan atau umur janin belum cukup untuk dilahirkan (premature) di
samping juga dikarenakan faktor belum matang (dismaturitas). Hal tersebut berarti
bahwa bayi lahir cukup bulan (umur kehamilan ibu yaitu 38 minggu), tapi BB lahir bayi
lebih kecil dari umur kehamilannya, dalam kata lain berat badan bayi tidak sampai 2.500
gram. Gangguan tersebut terjadi oleh karena terdapatnya masalah pertumbuhan dan
perkembangan bayi pada saat bayi dalam Rahim yang dikarenakan penyakit ibu pada
saat hamil seperti terdapat masalah gangguan pada plasenta, terjadinya infeksi, ibu hamil
mengalami hipertensi dan kondisi lain yang mengakibatkan berkurangnya suplai nutrisi
ke janin (Marcdante, Kliegman, Jenson, & Behrman, 2015).
Seorang ibu hamil memerlukan gizi yang baik supaya pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam Rahim tidak mengalami retardasi atau hambatan, dan
seterusnya ibu akan melahirkan bayi dengan BB yang normal pada saat dilahirkan.
Keadaan kesehatan yang adekuat, sitem reproduksi ibu hamil yang normal, ibu hamil
tidak menderita suatu penyakit atau sedang sakit saat hamil, dan tidak terjadi masalah
gizi pada waktu sebelum hamil ataupun pada waktu ibu sedang masa kehamilan, ibu
akan melahirkan bayi dengan ukuran BB lebih besar dan bayi juga akan tumbuh dan
berkembang menjadi lebih sehat dari pada ibu hamil yang mempunyai keadaan
sebaliknya. Ibu yang hamil dengan keadaan gizi kronis (KEK) sering kali mempunyai
bayi dengan berat badan lahir rendah pada saat dilahirkan, terlebih jika ibu pada saat
kehamilan mengalami kurang darah atau anemia (Marcdante et al., 2015).
Pada saat hamil, ibu biasanya juga mengalami penyusutan zat besi dalam
tubuhnya sehingga janin hanya mendapatkan sedikit zat besi yang diperlukan bayu untuk
metabolism besi dalam ubuh janin secara normal. Kekurangan zat besi (Fe) yang dialami
oleh seorang ibu pada saat hamil dapat mengakibatkan hambatan pada pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam Rahim baik sel otak maupun sel tubuh. Anemia gizi yang
dialami oleh ibu pada
masa kehamilan menyebabkan kematian janin di dalam kandungan (KJDK), keguguran
atau abortus, bayi mengalami kelainan kongenital atau cacat bawaan, dan bayi
berpeluang untuk mengalami BBLR. Hal ini menyebabkan angka kesakitan dan angka
kematian ibu serta kematian bayi pada masa perinatal secara bermakna lebih meningkat,
sedhigga probabilitas ibu untuk melahirkan bayi premature dengan kondisi bayi bBLR
menjadi lebih besar pula (Marcdante et al., 2015).
F. Komplikasi
Berikut komplikasi bayi BBLR yang dapat terjadi (Proverawati, 2010):
1. Hipotermia
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C-37°C dan
segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih
rendah. Perbedaan suu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi.
Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan
kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-
otot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya
lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai,
belum matangnya system saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh
relative lebih besar disbanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
Adapun ciri-ciri bayi BBLR yang mengalami hipotermia adalah suhu tubuh < 32°C,
mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh tubuh dingin,
pernapasan lambat, pernapasan tidak teratur, bunyi jantung lambat, mengeras kaku
(sklerema), dan tidak mau menetek sehingga berisiko dehidrasi. Sedangkan tanda-
tanda stadium lanjutan dari terjadinya hipotermia yaitu muka, ujung kaki dan tangan
berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras merah dan timbul
edema terutam pada punggung kaki dan tangan (sklerema) (Septa & Darmawan,
2011).
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan membawa oksigen ke otak.
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantubg dari kadar gula darah ibu karena
terputusnya hubungan palsenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian
glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72
jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang
belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemia karena
stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan norepinefrin yang menyebabkan
vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga oksigen darah
berkurang. Hal ini menghambat metabolism glukosa dan menimbulkan glikosis
anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi
hipoglikemia. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang
rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi. Jika asupan glukosa ini kurang,
akibatnya sel-sel syaraf di otak mati dan mempengaruhi kecerdasan bayi kelak.
BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan minum sangat sering
(setiap 2 jam) pada minggu pertama (Septa & Darmawan, 2011).
3. Gangguan Imonologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G,
maupun gamma globulin. Bayi premature relatif belum sangup membentuk anti bodi
dan daya fagositisis serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karena sistem kekebalan
bayi belum matang.
4. Sjndrom Gangguan Pernapasan
Sindroma Gangguan Pernafasan pada BBLR adalah perkembangan imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuat jumlah surfaktan pada paru-paru
Gangguan nafas yang sering terjadi pada BBLR (masa gestasi pendek) adalah
penyakit membran hialin, dimana angka kematian ini menurun dengan meningkatnya
umur kehamilan.
5. Masalah Eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur pembuangan sisa
metabolisme dan air belum sempurna. Ginjal yang imatur baik secara anatomis dan
fungsinya.
6. Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna sehingga
penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan
masih belum sempurna sehingga waktu pengosongan lambung bertambah.
G. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah
yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan pemeriksaan
kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak
umur kehamilan muda, ibu hamil yang di duga berisiko, terutama faktor risiko yang
mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada
institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu. Selain itu, penyuluhan kesehatan
tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam Rahim, tanda-tanda bahaya selama
kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga
kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik, hendaknya ibu dapat
merencanakan persalinnanya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun) dan perlu
dukungan sector lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan
ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil (Pantiawati, 2019).
H. Penatalaksanaan
Menurut Proverawati (2010), penatalaksanaan umum pada bayi dengan BBLR dapat
dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermi, karena pada pusat pengaturan panas badan belum berfungsi
secara baik dan optimal, metabolismenya masih rendah, dan permukaan badannya
yang sangat relatif luas. Maka, bayi harus di rawat pasa suatu alat di dalam incubator
sehingga mendapatkan kehangatan atau panas badan sesuai suhu dalam rahim.
Inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,40C untuk bayi dengan
berat badan sebesar 1,7 kg dan suhu sebesar 32,20C untuk bayi yang memiliki berat
badan lebih kecil. Bila tidak memiliki alat atau tidak terdapat inkubator, bayi dapat
dibungkus menggunakan kain dan pada sisi samping dapat diletakkan botol ysng diisi
dengan air hangat. Selain itu, terdapat metode kanguru yang dapat dilakukan dengan
cara menempatkan atau menempelkan bayi secara langsung di atas dada ibu.
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu menentukan
pilihan susu yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan jadwal yang cocok
dengan kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan utama
apabila bayi masih mampu mengisap. Tetapi, jika bayi tidak mampu untuk mengisap
maka dapat dilakukan dengan cara ASI dapat diperas terlebih dahulu lalu diberikan
kepada bayi dengan menggunakan sendok atau dapat dengan cara memasang sonde
ke lambung secara langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi atau bahkan tidak ada,
khusus pada bayi dengan BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya
mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu formula khusus untuk bayi BBLR
(Hartini, 2017).
Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dalam menghisap dan sianosis
ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui
nasogastric tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan
dan berat bdan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada
bayi dengan berat badan lebih rendah (Ambarwati & Nasution, 2012).
3. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuk bibit penyakit atau kuman dalam keadaan tubuh
khususnya mikroba. BBLR sangat mudah mendapatkan infeksi. Rentan terhadap
infeksi dikarenakan oleh kadar immunoglobulin serum pada BBLR masih rendah.
BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun
4. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kekurangan
cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi untuk menambah
asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk kebutuhan tubuh.
5. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh. Oleh sebab itu, penimbangan berat badan harus
dilakukan dengan ketat. Pemantauan berat badan bayi dilakukan secara periodic.
Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% unutk bayi
dengan berat lahir ≥ 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berta lahir < 1500 gram.
Apabila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh 9pada semua kategori berat lahir)
dan tela berusia lebih dari 7 hari maka tingkatkan jumalh ASI dengan 20 ml/kg/hari
sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari, tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan
peningkatan berat badan bayi agar jumlah ASI tetap 180 ml/kg/hari, apabila kenaikan
berat badan tidak adekuat, tingkatkan julah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari,
dan ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkat kepala setiap minggu
(Pantiawati, 2019; Reeder, Martin, & Griffin, 2014).
6. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi BBLR.
Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi.
Apabila kekurangan oksigen pada bayi BLR dapat menimbulkan ekspansi paru akibat
kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli. Konsentrasi oksigen yang dapt
diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-35% dengan menggunakan head box.
Konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam waktu yang panjang akan dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan retina. Oksigen dapat dilakukan melalui
tudung kepala, dapat menimbulkan
kebutaan pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sebisa mungkin lakukan
dengan bahaya yang sangat kecil mungkin dapat dilakukan dengan pemberian alat
CPAP (Continous Positive Airway Pressure) atau dengan pipa endotrakeal untuk
pemberian
konsentrasi oksigen yang cukup aman dan relatif stabil.
7. Pengawasan Jalan Napas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakea, bronkeolus,
bronchioles respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas
dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR
tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga
dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR beresiko mengalami serangan
apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang
cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
pembersihan
jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring,
merangsang pernafasan dengan menepuk atau menjetik tumit. Bila tindakan ini gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen
dan
selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dicegah
sekaligusmengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR (Verawati,
2010).
BAB II
KONSEP KEPERAWAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut hingga ujung kaki,
meliputi semua sistem pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti (Proverawati & Sulistorini, 2010).
1. Identitas Pasien
Identitas pasien atau bidata yang terdiri dari, Terdiri dari nama, umur/tanggal
lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua.
Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa bayi
BBLR.
2. Riwayat Kesehatan
a. Masalah yang berkaitan dengan ibu
Masalah-masalah tersebut antara lain adalah hipertensi, toksemia, plasenta
previa, abrupsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi,
diabetes mellitus, status sosial ekonomi yang rendah, tiadanya perawatan sebelum
kelahiran (prenatal care), riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan
obat-obatan, alkohol, rokok, kafein, umur ibu yang di bawah 16 tahun atau di atas
35 tahun, latar pendidikan rendah, kehamilan kembar, kelahiran prematur
sebelumnya dan jarak kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau
penyakit hubungan seksual lain, golongan darah dan faktor Rh.
b. Pengkajian bayi saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat
badan saat kelahiran (kurang dari 2500 gram), lapisan lemak subkutan sedikit
atau tidak ada, bayi terlihat kurus, kepala relatif lebih besar dari pada badan dan 3
cm lebih lebar dibanding lebar dada, nilai Apgar pada 1 sampai 5.
Apgar Score

Nilai
No Tanda
0 1 2
1. Frekuensi Jantung Tidak ada <100x/menit >100x/menit
2. Usaha Napas Tidak ada Lemah/tidak teratur Baik, menangis
3. Tonus Otot Lumpuh Lemah Gerakan aktif
4. Refleks/Rangsangan Tidak ada Sedikit gerakan Batuk bersin
mimik ekstermitas
5. Warna Kulit Biru/pucat Badan nerah, Seluruh tubuh
ekstermitas biru kemerah-merahan
Sumber : Wiknjosastro (2005)
Interprestasi
Nilai 1-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Asfiksia ringan/normal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Pada umumnya pasien dengan BBLR dalam keadaan lemah, bayi terlihat
kecil, pergerakan masih kurang dan lemah, BB <2500 gram, dan tangisan
masih lemah.
2) Nadi : 180 kali per menit, kemudian menurun sampai 120-140x/menit
3) RR : 80 kali per menit, kemudian menurun sampai 40x/menit
4) Suhu : Kurang dari 36,50C
b. Pengkajian Antropometri
Antropometri pada bayi dengan BBLR terutama berat badan terbagi menjadi 3
yaitu : BBLR berat antara 1500-2500 gram, BBLSR berat antara 1000-1500
gram, dan BBLER berat kurang dari 1000 gram, lingkar dada <33 cm
(Proverawati, 2010)
c. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1) Kepala (Sukarni & Sudarti, 2014)
Inspeksi : Biasanya pada BBLR kepala lebih besar dari badan, kulit tipis,
ubun ubun besar dan kecil belum menutup
Palpasi : Pada BBLR rambut tipis dan halus, lingkar kepala <33 cm
2) Mata
Inspeksi : Mata simetris, pupil isokor, terdapat banyak lanugo pada area
pelipis, konjungtiva anemis (Manggiasih & Jaya, 2016).
3) Hidung (Pantiawati, 2010)
Inspeksi : Terdapat pernafasan cuping hidung akibat gangguan pola nafas,
terpasang selang oksigen 1-2 liter/menit
Palpasi : Pada BBLR tulang hidung masih lunak, karena tulang rawan belum
sempurna
4) Mulut
Inspeksi : Pucat, sianosis, mukosa bibir kering, terpasang selang OGT atapun
NGT (Sudarti & Fauziah, 2013).
5) Telinga (Maryanti & Sujianti, 2011)
Inspeksi : Pada BBLR terlihat banyak lanugo, daun telinga imatur
Palpasi : Daun telinga pada BBLR lunak
6) Wajah
Inspeksi : Warna kulit merah karena hipertermia, bentuk simetris, lanugo
banyak, kriput seperti orang tua (Manggiasih & Jaya, 2016).
7) Leher
Inspeksi : Pada BBLR mudah terjadi gangguan pernafasan akibat dari
inadekuat jumlah surfaktan, jika hal ini terjadi biasanya didapatkan retraksi
suprasternal (Proverawati & Ismawati, 2010)
8) Paru-Paru
I : Biasanya pada BBLR pernafasan tidak teratur, otot bantu pernafasan,
lingkar dada <30 cm, retraksi dada ringan
P : Dinding dada elastis, puting susu belum terbentuk (Ridha, 2014).
P : Terdapat suara sonor
A : Jika bayi mengalami gangguan pernafasan biasanya bayi mendengkur,
jika terjadi aspirasi mekonium maka terdapat suara ronchi (Proverawati &
Ismawati, 2010)
9) Jantung
I : Biasanya ictus cordis Nampak di ICS mid klavikula
P : Ictus cordis teraba ICS 4 mid klavikula sinistra
P : Area jantung redup (Ridha, 2014).
A : S1 S2 tunggal, normalnya heat rate 120-160 kali/menit (Pantiawati, 2010)
10) Abdomen
Biasanya pada BBLR tidak terjadi distensi abdomen, kulit perut tipis,
pembuluh darah terlihat (Sukarni & Sudarti, 2014).
11) Punggung
Inspeksi : Keadaan punggung simestris, terdapat lanugo (Proverawati &
Ismawati, 2010
12) Genetalia
Pada bayi BBLR perempuan, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, klitoris menonjol. Pada bayi laki-laki testis belum turun dan rague
pada skrotum kurang (Maryanti & Sujianti, 2011).
13) Ekstermitas
Pada BBLR garis plantar sedikit, kadang terjadi oedem, pergerakan
otot terlihat lemah, terdapat lanugo pada lengan, akral teraba dingin
(Pantiawati, 2010).
14) Anus
Biasanya pada BBLR anus bisa berlubang atau tidak (Proverawati &
Ismawati, 2010).
d. Neurologis atau Reflek
1) Reflek Morrow
Reflek morrow adalah timbul oleh rangsangan mendadak /
mengejutkan. Bayi akan mengembangkan tangannya ke samping dan
melebarkan jari-jari kemudian tangannya ditarik kembali dengan cepat.
Reflek ini akan mereda 1 atau 2 minggu dan hilang setelah 6 bulan
2) Reflek Rooting (Reflex Mencari)
Kepala bayi akan berpaling memutar kea rah asupan dan mencari
puttng susu dengan bibirnya. Reflek ini berlanjut sementara bayi masih
menyusu dan menghilang setelah 3-4 bulan.
3) Reflek Menghisap (Sucking)
Ditimbulkan oleh rangsangan pada daerah mulut atau pipi bayi dengan
puting/jari tangan. Bibir bayi akan maju ke depan dan lidah melingkar
kedalam untuk menyedot. Menghilang saat bayi berusia 2-3 bulan.
4) Reflek menggenggam
Timbul bila kita menggoreskan jari melalui bagian dalam atau
meletakkan jari kita pada telapak tangan bayi. Jari- jari bayi akan melingkar
ke dalam seolah memegangi suatu benda dengan kuat. Reflek ini menghilang
umur 3-4 bulan
5) Tonic Neck Reflek
Tonic neck reflek merupakan reflek mempertahankan posisi
leher/kepala. Timbul bila kita membaringkan bayi secara terlentang. Kepala
bayi akan berpaling ke salah satu sisi sementara ia berbaring terlentang.
Lengan pada sisi kemana kepalanya berpaling akan terlentang lurus keluar,
sedangkan tangan lainnya dilipat. Reflek ini sangat nyata pada 2-3 bulan dan
hilang sekitar 4 bulan.
6) Reflek Gallant
Reflek gallant ditimbulkan dengan menggosok satu sisi punggung
sepanjang garis paravertebratal 2-3 cm dari garis tengah mulai dari bahu
hingga bokong. Reflek ini secara normal akan hilang setelah 2-3 bulan.
7) Stepping Reflek
Stepping reflek akan timbul ketika kita memegangi bayi pada posisi
berdiri dan sedikit menekan. Bayi akan mengangkat kakinya secara
bergantian seakan-akan berjalan. Reflek ini terlihat setelah 1 minggu dan
akan menghilang setelah 2 bulan.
8) Swallowing Reflek
Swallowing reflek adalah reflek gerakan menelan benda- benda yang
didekatkan ke mulut, memungkinkan bayi memasukkan makanan ada secara
permainan tapi berubah sesuai pengalaman. Terjadi mulai usia 0-3 bulan,
penyebabnya yaitu ada benda yang masuk ke mulutnya, maka akan segera dia
hisap, lalu dia telan. Reflek ini tidak akan hilang, namun leat usia 3 bulan
bayi sudah menghisap secara sadar. Waspada jika tidak ada reflek,
kemungkinan ada kelainan pada susunan ketika kita memasukkan putting
susu atau dot dan bayi mulai menghisap kemudian menelan.
4. Kebutuhan Dasar
1) Pola Nutrisi
Reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi kurang atau
lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu.
2) Pola Personal Hygiene
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popok khusus bayi BBLR yang
kering dan halus.
3) Pola Aktivitas
Gerakan kaki dan tangan lemah.
4) Pola Eliminasi
BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi urin rendah,
frekuensi BAB normal pada neonatus adalah lebih dari 4x dalam sehari
sedangkan frekuensi BAK normal lebih 6x dalam sehari, volume urin normal
berkisar antara 1-2 ml/kg berat badan per jam, jadi bila berat badan bayi 2,5-5 kg
urin yang dihasilkan berkisar 60-240 ml dalam sehari.
5) Pola Tidur
Bayi cenderung lebih banyak tidur.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Proverawati (2010), diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada
BBLR adalah:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan, keterbatasan
perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
2. Risiko hipotermia berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.

C. Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif : Pemantauan respirasi
2. Risiko hipotermia : Regulasi temperatur
3. Risiko defisit nutrisi : Pemberian makan enternal
4. Risiko infeksi : Pencegahan infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, R. P., & Nasution, N. 2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi Dan Balita.
Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Bansal, C., Agrawal, R., Sukumaran, T., 2013. IAP Textbook of Pediatrics. New Delhi :
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
England. 2015. The Healthy Low Birth Weight Baby Myles Texbook For Midwives. In e-
book. London: Churchill Livingstone Elsevier.
Hartini, L., 2017. Hubungan usia dan paritas dengan bayi BBLR. Skripsi. Universitas Widya
Mandala.
Indrasari, N. 2012. Faktor Resiko Pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Jurnal
Keperawatan, 8(2), 114–123. Retrieved from
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/152.
Kosim M.S., Yunanto A., Dewi R., Sarosa G.I., Usman A. 2012. Buku Ajar Neonatologi (1st
ed.). Jakarta: IDAI
Mahayana, S.A., Chundreyetti, E., Yulistini. 2015. Faktor Risiko yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr. Djamil Padang. Padang:
Jurnal Kesehatan Andalas, 4 (3): 664-673
Manggiasih, A. V., & Jaya, P. 2016. Buku Ajar: Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi,
Balita, Dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media.
Marcdante, K. J., Kliegman, R., Jenson, H., & Behrman, R. 2015. Nelson: Ilmu kesehatan
anak esensial (IDAI, Ed.). Singapore: Elsevier.
Maryanti, D., Sujianti, Tri Budiarti, T. 2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Dan Balita. Jakarta:
Trans Info Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC (2nd ed.). Tasikmalaya: Mediaction.
Pantiawati, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan 1.Jakarta: Nuha Medika
Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha Medika.
Proverawati, A., & Ismawati C., (2010). BBLR: Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika
Pantiawati, I., 2010. Bayi dengan BBLR. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rajashree, K. 2015. Study On The Factors Associated With Low Birth Weight Among
Newborns Delivered In A Tertiary-Care Hospital, Shimoga, Karnataka. International
Journal of Medical Science and Public Health, [e-journal] 4 (9): pp. 1287–1290.
Reeder, S.J., Martin, L.L. & Koniak-Griffin, D. 2014. Keperawatan Maternitas: Kesehatan
Wanita, Bayi, & Keluarga, Volume 2, Edisi 18. Jakarta: EGC.
Septa, W., & Darmawan, M. 2011. Faktor Risiko Bayi Berat Badan Lahir Rendah di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2010. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan
Indonesia, 3(8), 45–51.
Simartama, O.S., 2010. Hubungan Kualitas Pelayanan Antenatal Terhadap Kejadian
Bayi Berat Lahir Rendah di Indonesia (Analisis DataSekunder Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
Sudarti dan Fauziah. A. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Sukarni, I dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan dan Masa Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika
Wahyunda, R. A. (2019). Hubungan Status Gizi, Anemia Dan Paritas Terhadap Berat Badan
Bayi Lahir Di Kecamatan Semampir Kota Surabaya Tahun 2016. The Indonesian
Journal Of Public Health, 14, 115–126.

Anda mungkin juga menyukai