Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

BBLR
Disusun untuk Melengkapi Tugas Profesi Ners di Departemen Pediatrik

Disusun oleh :
Nama

: Nur Anisa

NIM

: 115070201111031

Kelompok

: 10

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI


Berat lahir adalah berat badan neonatus pada saat kelahiran yang ditimbang dalam
waktu satu jam sesudah lahir.berat badan merupakan ukuran antropometri yang
terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan
digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR (WHO, 2010). BBLR adalah bayi
baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram
(Hasan et al, 1997). Menurut Norwitz et al (2006), BBLR adalah bayi dengan berat
lahir absolut <2.500 gram tanpa memandang usia gestasi. Sedangkan menurut
Prawirohardjo (2007), sejak tahun 1961, WHO telah mengganti istilah premature baby
dengan low birth weight baby (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi
dengan berat kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir merupakan bayi prematur.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
berat badan yang sesuai, atau bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya
menurut masa kehamilannya/kecil untuk masa kehamilan (KMK).
Dalam Hasan et al (1997), untuk mendapatkan keseragaman maka pada kongres
European Perinatal Medicine ke II di London(1970), telah diusulkan definisi sebagai
berikut :
1. Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259
hari).
2. Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai
42 minggu (259 hari sampai 293 hari).
3. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih
(294 hari atau lebih).
Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat
badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan-sesuai
untuk masa kehamilan (NKB-SMK). Bayi prematur memiliki karakteristik klinis
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, panjang badan kurang atau sama
dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, dan lingkaran kepala kurang dari
33 cm (Abdoerrachman et al, 2007).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK).Penyebab dismaturitas
adalah setiap keadaan yang mengganggu perukaran zat antara ibu dan janin
(Hasan et al, 1997).
Berdasarkan harapan hidupnya, BBLR dikelompokkan menjadi (Proverawati dan
Ismawati, 2010) :
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram.
3. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Macam-macam faktor resiko penyebab BBLR dalam penelitian Alya (2014) adalah :
1. Umur ibu
WHO merekomendasikan bahwa usia yang dianggap paling aman menjalani
kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 35 tahun. Persentase tertinggi bayi
dengan berat badan lahir rendah terdapat pada kelompok remaja dan wanita berusia
lebih dari 40 tahun. Ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik

belum matang. Sedangkan pada ibu yang sudah tua meskipun mereka
berpengalaman, tetapi kondisi tubuh dan kesehatannya sudah mulai menurun
sehingga dapat mempengaruhi janin intra uteri dan dapat menyebabkan kelahiran
BBLR (Himawan, 2006).
Menurut Sistriani (2008), umur yang baik bagi ibu untuk hamil adalah 20-35
tahun. Kehamilan di bawah umur 20 tahun atau lebih 30 tahun merupakan kehamilan
yang beresiko tinggi. Kehamilan pada usia muda merupakan faktor resiko karena
pada umur < 20 tahun kondisi ibu masih dalam pertumbuhan sehingga asupan
makanan lebih banyak digunakan untuk mencukupi kebutuhan ibu. Sedangkan
kehamilan lebih dari 35 tahun organ reproduksi kurang subur serta memperbesar
resiko kelahiran dengan kelainan kongenital dan beresiko untuk mengalami kelahiran
prematur.
Secara umum seorang perempuan disebut siap secara fisik jika ia telah
menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20 tahun ketika tubuhnya
berhenti tumbuh. Hambatan yang akan terjadi pada kehamilan dengan usia kurang
dari 20 tahun yaitu pada saat hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk
kontrol kehamilan yang akan berdampak pada meningkatnya resiko komplikasi
kehamilan (Sastrawinata, 2004). Pada wanita yang hamil pada umur lebih dari 35
tahun juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya komplikasi kehamilan,
terutama meningkatnya kasus melahirkan bayi dengan BBLR. Hal ini disebabkan
karena resiko munculnya masalah kesehatan kronis. Anatomi tubuhnya mulai
mengalami degenerasi sehingga kemungkinan terjadi komplikasi pada saat
kehamilan dan persalinan, akibatnya akan terjadi kematian perinatal (Saimin, 2008).
Suyanto (2006) juga menjelaskan bayi lahir prematur juga dikarenakan usia ibu
sangat muda atau terlalu tua. Untuk usia muda kurang dari 20 tahun dan terlalu tua
di atas 35 tahun. Faktor usia dapat mempengaruhi kondisi mulut rahim karena terlalu
lemah sehingga bayi dapat lahir prematur. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ellita (2012) di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh, menunjukkan bahwa
dari 48 ibu dengan kategori umur resiko tinggi mayoritas melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah yaitu sebanyak 39 orang (81,25%).
2. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir
hidup maupun lahir meninggal. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai
resiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan
kebutuhan nutrisinya karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan
janin yang dikandungnya. Paritas yang beresiko melahirkan BBLR adalah paritas 0
yaitu bila ibu pertama kali hamil dan mempengaruhi kondisi kejiwaan serta janin yng
dikandungnya, dan paritas lebih dari 4 dapat berpengaruh pada kehamilan
berikutnya kondisi ibu belum pulih jika hamil kembali. Paritas yang aman ditinjau dari
sudut kematian maternal adalah paritas 1-4 (Sistriani, 2008).
Paritas ibu diklasifikasikan menjadi primipara (ibu yang melahirkan anak
pertama), multipara (ibu yang melahirkan anak kedua dan ketiga), dan
grandemultipara (ibu yang melahirkan anak keempat atau lebih). Ibu dengan paritas
lebih dari empat anak beresiko 2,4 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR karena
setiap proses kehamilan dan persalinan menyebabkan trauma fisik dan psikis,
semakin banyak trauma yang ditinggalkan menyebabkan penyulit pada kehamilan
dan persalinan berikutnya. Kehamilan grandemultipara (paritas tinggi) menyebabkan
kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direngangkan
oleh kehamilan sehingga cenderung untuk timbul kelainan letak ataupun kelainan

pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).Hal ini dapat mempengaruhi suplai gizi dari ibu ke janin dan semakin
tinggi paritas maka resiko nuntuk melahirkan BBLR semakin tinggi (Asiyah, 2010).
Dari hasil penelitian oleh Arinita (2012) di Rumah Sakit Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang menunjukkan dari 329 ibu, didapat ibu dengan paritas tinggi 155 ibu
yang melahirkan BBLR (51,4%).
3. Kehamilan ganda
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan daripada janin pada
kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu
kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah
itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena regangan yang berlebihan sehinggA
menyebabkan peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan satu janin pada
kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada kehamilan tunggal
(Prawirohardjo, 2007).
Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda
antara 50-1000 gram, karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua janin
tidak sama. Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan, sehingga melewati
batas toleransi dan sering terjadi partus prematurus. Kebutuhan ibu akan zat-zat
makanan pada kehamilan ganda bertambah, yang akan menyebabkan anemia dan
penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil (Prawirohardjo, 2007).
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010) :
1. Faktor ibu
a. Penyakit
- Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
- Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
- Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
b. Ibu
- Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
- Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
- Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c. Keadaan sosial ekonomi
- Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan
keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
- Aktivitas fisik yang berlebihan
- Perkawinan yang tidak sah
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,
rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
C. PATOFISIOLOGI
Terlampir

D. MANIFESTASI KLINIS
Manuaba (2006) mengemukakan bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai ciri-ciri
yaitu berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, ukuran kepala relative lenih
besar dari tubuh, kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang, otot
hypotonic lemah, pernafasan tidak teratur, dapat terjadi apnue, ekstremitas abduksi,
sendi lutut/kaki fleksi lurus, frekuensi nadi 100-140 kali per menit.
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang
banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil
(Surasmi, dkk., 2002).
1. Ketidakstabilan suhu tubuh
Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36C-37C dan segera
setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.
Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi.
Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan
kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otototot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya
lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai,
belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh
relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
2. Gangguan pernafasan
Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang
lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk,
hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.
3. Imaturitas imunologis
Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta
selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu
ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan
pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir
membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah
menderita infeksi.
4. Masalah gastrointestinal dan nutrisi
Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun,
lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak
berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan
kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC
(Necrotizing Enterocolitis). Hal ini menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan
penurunan berat badan bayi.
5. Imaturitas hati
Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya
hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya
enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan
kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke
hepar berkurang.
6. Hipoglikemi
Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu
karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya
pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah
selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen

yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi


karena stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga
kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan
menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih
banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan
pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.
E. PEMERIKSAAN
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan anemia
atau kehilangan darah
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemia
c. AGD: menentukan derajat keparahan distres
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia
f. Urinalis : mengkaji homeostasis
g. Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis
h. EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi
F. PENATALAKSANAAN
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR
cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola
pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi
stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008;
Pillitteri, 2003) :
1. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan
mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan
bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi
surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan
nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi,
posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang
lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.
Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of
prematurity.
2. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah
pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress
sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang
melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat
dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar
optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5C 37,5C, sedangkan menurut Sauer dan
Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7C 37,3C.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005) :
a. Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya.
Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
b. Pemancar pemanas

c. Ruangan yang hangat


d. Inkubator
Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut umur dan berat

3. Perlindungan terhadap infeksi


Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi
baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler
dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal
yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain :
a. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci
tangan terlebih dahulu.
b. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur.
Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
c. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang
perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk
memakai alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah
penularan.
4. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan
kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm
karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan
sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas
dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum
berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan
cairan.
5. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka berbagai mekanisme ingesti
dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode
pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan
melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian
makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh
usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi
kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang
berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada evaluasi
status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi normal
dapat menunjukkan stress dan keletihan. Bayi akan mengalami kesulitan dalam
koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi,
dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan
yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung
bayi prematur sangat terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang dapat
mempengaruhi pernafasan. Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat diukur
sebagai berikut (Jones, dkk., 2005) :

6. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi,
Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam
inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau alas.
Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan.
Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian. Bayi yang
tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan
pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang tidak
terlalu terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat
beristirahat lebih banyak.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan
oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya lebih
teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup. PMK akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga
waktu tidur bayi akan lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga
mengurangi penggunaan energi oleh bayi.
7. Stimulasi Sensori
Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan
gantung yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit
perawatan dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah,
suara kaset, atau mainan yang bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran.
Rangsangan suara yang paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga,
suara dokter, perawat yang berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong,
atau membelai memberikan rangsang sentuhan. Rangsangan suara dan sentuhan
juga dapat diberikan selama PMK karena selama pelaksanaan PMK ibu dianjurkan
untuk mengusap dengan lembut punggung bayi dan mengajak bayi berbicara atau
dengan memperdengarkan suara musik untuk memberikan stimulasi sensori
motorik, pendengaran, dan mencegah periodik apnea.
8. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga
Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan
membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki
kecemasan terhadap kondisi bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan
khusus mengharuskan bayi dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua
mungkin juga merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan
marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari perawat.
Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam menghadapi krisis
emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada orang tua untuk melihat,
menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui
metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan membuat
ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan lain
yang dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan kepada orang tua

mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua bahwa bayinya
memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu mendapat informasi yang
tepat mengenai kondisi bayinya.
G. KOMPLIKASI
Menurut Hasan, et al (1997), penyakit-penyakit yang ada hubungannya dengan
BBLR yaitu:
1. Sindrom gangguan pernafasan idiopatik
Disebut juga penyakit membrane hialin karena pada stadium terakhir akan
terbentuk mem bran hialin yang melapisi alveolus paru.
2. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada bayi premature karena reflex menelan dan batuk belum
sempurna.
3. Perdarahan intraventrikular
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral biasanya disebabkan oleh karena
anoksia otak.
4. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiperbilirubinemia dibandingkan dengan
bayi cukup bulan, karena faktor kematangan hepar sehingga konjugasi bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna.
5. Hipoglikemia
Keadaan ini dapat terjadi pada kira-kira 15 persen pada bayi dengan berat lahir
rendah. Karena itu, pemeriksaan secara teratur terhadap kadar glukosa bayi harus
dilakukan hingga dapat diberikan makanan. Jika terdeteksi, dapat diberikan glukosa
melalui infuse intravena (6-9 mg/kg/menit).
6. Hipotermia
Hipotermia dapat terjadi karena terbatasnya kemampuan untuk mempertahankan
suhu panas karena pertumbuhan otot-otot yang belum memadai, ketidakmampuan
untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak
coklat yang tidak memadai, belum matangnya system saraf pengatur suhu tubuh,
rasio luas permukaan tubuh relative lebih besar dibandingkan berat badan sehingga
mudah kehilangan panas.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Anamnesa
Biodata : Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan
terganggu
Keluhan utama : Menangis lemah,reflek menghisap lemah,bayi kedinginan atau
suhu tubuh rendah
Riwayat penayakit sekarang : Lahir spontan,SC umur kehamilan antara 24 sampai
37 minnggu,berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram,apgar pada 1
sampai 5 menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah,4 sampai 6
kegawatan sedang,dan 7-10 normal
Riwayat penyakit dahulu : Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan
ganda,hidramnion
Riwayat penyakit keluarga : Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan
seperti DM,TB Paru, Tumor kandungan,Kista,Hipertensi
2. ADL
Pola Nutrisi : Reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang/lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu

Pola Istirahat tidur : Terganggu oleh karena hipotermia Pola Personal hygiene :
Tahap awal tidak dimandikan
Pola Aktivitas : Gerakan kaki dan tangan lemas
Pola Eliminasi : BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,produksi urin
rendah
3. Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum : Kesadaran compos mentis
Nadi : 180X/menit pada menit I kemudian menurun sampai 120-140X/menit
RR : 80X/menit pada menit I kemudian menurun sampai 40X/menit
Suhu : kurang dari 36,5 C
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : linkar kepala 32-35 cm, rambut hitam atau merah,panjang rambut 2 cm,kulit
wajah kemerahan dan licin.
Panjang badan : kurang dari 48 cm
Berat badan : kurang dari 2.500 gram,lapisan lemak subkutan sedikit/tidak ada
Thorax : lingkar dada 30-38 cm,
Abdomen : penonjolan abdomen,tali pusat layu,peristaltik usus terdengar maksimal
kurang dari 5 detik
Genetalia : pada bayi laki-laki testis belum turun ke scrotum,pada bayi perempuan
labio perempuan labio mayora belum menutupi labia minora
Anus : keluar miconium
Pengkajian reflex :
a. Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna
b. Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi
c. Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun
belum sempurna
d. Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke
permukaan
e. Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah
f. Gallants: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan
pada punggungnya
g. Morros: dijumpai namun belum sempurna
h. Neck righting : belum ditemukan
i. Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum
sempurna
j. Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan sedikit
goresan
k. Kaget (stratle) : bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang belum
sempurna
l. Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna
m. Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang
berusia > 2 bulan
Apgar score :
System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan
bayi Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6
(asfiksia ringan hingga sedang), dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint
hingga bayi dalam keadaan stabil.

Pemeriksaan diagnostik :
i. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan
anemia atau kehilangan darah
j. Dektrosik: menyatakan hipoglikemia
k. AGD: menentukan derajat keparahan distres
l. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia
m. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia
n. Urinalis : mengkaji homeostasis
o. Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis
p. EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul :
1. Gangguan pertukaran gas
2. Hipotermia atau hypertermi
3. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Resiko infeksi
5. Kekurangan volume cairan
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama .,gangguan pertukaran gas teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Hasil analisa gas darah dalam batas normal
b. Tidak terjadi gagal nafas
Intervensi keperawatan :
a. Kaji adanya gangguan yang berkaitan dengan kegawatan nafas
b. Waspada episode apnea yang berlangsung lebih dari 20 detik
c. Memberi bantuan pernafasan seperti oksigen
d. Pantau kajian gas darah untuk mengetahui asidosis pernafasan metabolik
e. Persiapkan dalam pemberian terapi farmakologis,sperti teofilin IV
2. Hipotermia atau hypertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama ., hipotermia atau hypertermi teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh bayi dalam batas normal
b. Bayi tidak tampak kedinginan

Intervensi keperawatan :
a. Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya periksa suhu
aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat.
b. Jaga temperatur ruang perawatan 25 C
c. Ukur suhu rektal terlebih dulu, kemudian suhu aksila setiap 2 jam/setiap kali
diperlukan
d. Kaji haluaran dan berat jenis urine
e. pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan
tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi.
f. Lakukan prosedur penghangatan setelah bayi lahir Ketidakseimbangan nutisi
kurang dari kebutuhan tubuh
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama ., ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Bayi menunjukkan reflek menghisap
b. Bayi mau untuk diberi ASI
Intervensi keperawatan :
a. Awasi reflek menghisap bayi dan kemampuan menelan
b. Awasi dan hitung kebutuhan kalori bayi
c. Kebutuhan ASI 60/kg BB/24 jam dengan kenaikan 30 cc/hari, di pertahankan
pada hari ke-7 sampai 1 bulan
d. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys pernapasan
e. Timbang bayi setiap hari,bandingkan berat badan dengan asupan kalori yang
diberikan
f. Pantau masuka dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit
setiap hari
g. Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur, apnea,
letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan buruk, gugup,
menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas kejang
h. Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi misalnya kalsium glukonat 10%
4. Resiko infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama ., tidak terjadi infeksi
teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi keperawatan :
a. Kaji adanya fluktuasi suhu tubuh,letargi,apnea,malas minum,gelisah dan ikterus.
b. Kaji riwayat ibu,kondisi bayi selama kehamilan,dan epidemi infeksi diruang
perawatan
c. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratiroum
d. Pantau ulang hasil peneletian eritrosit,luekosit, diferensiasi,imunoglobulin
e. Upayakan pencegahan infeksi dari lingkungan:cuci tangan sebelum dan sesudah
memegang bayi
f. Kaji adanya tanda tanda infeksi
5. Kekurangan volume cairan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama ., kebutuhan cairan klien terpenuhi
Kriteria Hasil :

a.
Tidak terdapat tanda-tanda kekurangan volume cairan
Intervensi keperawatan :
a. Awasi dan hitung kebutuhan cairan dan elektrolit,60 cc/kg BB/24 jam ,kenaikan
20 cc tiap hari,dipertahankan pada hari ke-7
b. Pantau dan catat pengeluaran bayi tiap jam
c. Periksa berat jenis urine dan glikosuria
d. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior.
e. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi Ht
f. Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya
pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau entero coltis nekrotisan (NEC)

DAFTAR PUSTAKA
Alya,dian,. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh Tahun 2013. Skripsi. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Ubudiyah. Banda Aceh
Arinnita, I. 2012. Hubungan Pendidikan dan Paritas Ibu dengan kejadian BBLR di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hosein Palembang Tahun 2011.
Asiyah, S. 2010. Karakteristik Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Sampai Tribulan II Tahun
2009 Di kota Kediri.Jurnal Kesehatan suara Forikes.
Hasan, Et al. 1997. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Himawan, A.W. 2006. Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Sekaran
Kecamatan Gunungpati Semarang. Skripsi. Semarang :
Universitas Negeri Semarang
Manuaba. 2006. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Buku
kedokteran EGC.
Norwitz, E. Et al. 2006. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Saimin, J. 2008. Hubungan Antara Berat Badan Lahir Rendah Dengan Status Gizi
Berdasarkan Ukuran Lingkar Lengan Atas. http://anemia.com/2008/09/hubunganantara-berat-badan-lahir-rendah-dengan-status-gizi-berasarkan-ukuran-lingkarlengan-atas.
Sastrawinata, S. 2004. Obstetri Patologi. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

Sistriani, C. 2008. Faktor Maternal dan Kualitas Pelayanan Antenatal yang Beresiko
terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Studi pada Ibu yang Periksa
Hamil Ke Tenaga Kesehatan dan Melahirkan di RSUD Banyumas. Tesis FKM.
Universitas Diponegoro.
World Health Organization. 2010. World Health Statistic indicator. Geneva, Switzerland :
http://www.who.int/whosis/indicators/WHS10_Indicators_Compendium_20100513.pdf
.

Anda mungkin juga menyukai