Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR)


2.1.1 Pengertian
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang
berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram atau sampai dengan
2499 gram (Saifuddin, 2010). BBLR adalah bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan
(Proverawati, 2010).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang
berat badannya saat lahir 2500 gram atau kurang tanpa
memperhatikan usia kehamilan (Syafrudin & Hamidah, 2009). Acuan
lain dalam pengukuran BBLR juga terdapat pada Pedoman
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) gizi. Pedoman tersebut
mengatakan bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir
dengan berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau
sampai hari ke tujuh setelah lahir (Triana, 2015).

2.1.2 Klasifikasi BBLR


Ada dua macam BBLR, yang pertama bayi lahir kecil akibat
kurang bulan, dan yang kedua adalah bayi lahir kecil dengan berat
badan yang seharusnya untuk masa gestasi (dismatur) (Dwienda,
2014):
2.1.2.1 Bayi lahir kecil akibat kurang bulan (prematur)
Bayi lahir kecil akibat kurang bulan (prematur) masa gestasi
< 37 minggu. Faktor penyebabnya meliputi: (1) ibu mengalami
perdarahan antepartum, trauma fisik/ psikologis atau usia ibu masih
terlalu muda (< 20 tahun) dan multigravida dengan jarak kehamilan
yang dekat, (2) keadaan sosial ekonomi yang rendah, (3) kehamilan
ganda atau hidramnion. Ciri-ciri bayi prematur yaitu berat < 2500

1
gr, lingkar dada < 30 cm, panjang badan < 45 cm, lingkar kepala <
33 cm, kepala lebih besar dari badannya, kulitnya tipis transparan
dan banyak lanugo, lemak subkutan minimal.
2.1.2.2 Bayi lahir kecil dengan berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi (dismatur)
Kondisi ini dapat terjadi preterm, aterm, maupun posterm.
Bayi yang lahir dengan berat sangat kecil (BB < 1500 gram atau
usia < 32 minggu) sering mengalami masalah berat seperti susah
bernapas, sulit minum, ikterus berat, infeksi, dan rentan hiportermi.

2.2 Faktor penyebab BBLR


2.2.1 Faktor Ibu
Beberapa penyebab BBLR berasal dari ibu diantaranya: 1).
Umur ibu hamil. 2). Paritas 3). Status gizi ibu. 4). Mempunyai riwayat
BBLR sebelumnya.5).Status ekonomi rendah. 6). Penyakit 7). Jarak
kehamilan. 8). Pekerjaan. 9). Pendidikan rendah. 10). Merokok. 11).
Konsumsi alkohol/obat-obatan terlarang. 12) Anemia.
2.2.1.1 Umur Ibu Hamil
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi
wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35
tahun. Kehamilan diusia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun
dapat menyebabkan anemia, karenapada kehamilan kurang 20
tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil,
mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan
yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya, salah satunya adalah
kebutuhan zat besi yang tidak terpenuhi (Arisman, 2009).
Pada kehamilan usia muda terjadi kompetisi makanan antar
janin dan ibunya yang masih dalam pertumbuhan dan adanya
pertumbuhan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan
ibu hamil diatas 35 tahun cenderung mengalami anemia, hal ini

2
disebabkan karena pengaruh turunnya cadangan zat besi dalam
tubuh akibat masa fertilisasi (Sulistyoningsih, 2010).
Menurut Sistriani (2008), umur yang baik bagi ibu hamil
adalah 20-35 tahun. Kehamilan di bawah umur 20 tahun atau lebih
35 tahun merupakan kehamilan yang beresiko tinggi. Kehamilan
pada usia muda merupakan faktor risiko karena pada umur <20
tahun kondisi ibu masih dalam pertumbuhan sehingga asupan
makanan lebih banyak digunakan untuk mencukupi kebutuhan ibu.
Sedangkan kehamilan lebih dari 35 tahun organ reproduksi kurang
subur serta memperbesar resiko kelahiran dengan kelainan
kongenital dan beresiko untuk mengalami kelahiran prematur.
Manuaba (2010), menambahkan bahwa kehamilan remaja
dengan usia dibawah 20 tahun mempunyai risiko: sering
mengalami anemia, gangguan tumbuh kembang janin, keguguran,
prematuritas atau BBLR, gangguan persalinan, preeklampsi dan
perdarahan antepartum.
Pada wanita yang hamil pada umur lebih dari 35 tahun juga
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya komplikasi
kehamilan, terutama meningkatnya kasus melahirkan bayi dengan
BBLR. Hal ini disebabkan karena risiko munculnya masalah
kesehatan kronis. Anatomi tubuhnya mulai mengalami degenerasi
sehingga kemungkinan terjadi komplikasi pada saat kehamilan dan
persalinan, akibatnya akan terjadi kematian perinatal (Saimin,
2008). Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI (2008),
wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap
tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid dalam rahim serta
gangguan persalinan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara
umum yaitu ibu hamil pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun. Pada usia tersebut pemenuhan nutrisi yang kurang
akan lebih cenderung melahirkan bayi dengan berat badan lahir

3
rendah. Usia reproduksi optimal bagi seorang wanita adalah usia
antara 20-35 tahun, di bawah dan di atas usia tersebut akan
meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan, karena usia
dibawah 20 tahun perkembangan organ-organ reproduksi yang
belum optimal, kematangan emosi dan kejiwaan kurang serta
fungsi fisiologi yang belum optimal, sehingga lebih sering terjadi
komplikasi yang tidak diinginkan dalam kehamilan. Sebaliknya
pada usia diatas 35 tahun telah terjadi kemunduran fungsi fisiologis
maupun reproduksi secara umum. Hal-hal tersebutlah yang
mengakibatkan proses perkembangan janin menjadi tidak optimal
dan menghasilkan anak yang lahir dengan berat badan rendah
(Proverawati, 2010).
2.2.1.2 Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau
sama dengan500 gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati.
Bila berat badan tak diketahuimaka dipakai umur kehamilan, yaitu
24 minggu. Pada umumnya BBLR meningkat seiring dengan
meningkatnya paritas ibu. Risiko untuk terjadinya BBLR tinggi
pada paritas pertama kemudian menurun pada paritas kedua atau
ketiga, selanjutnya meningkat kembali pada paritas keempat
(Siantury, 2007).
Paritas yang beresiko melahirkan BBLR adalah paritas 0
yaitu bila ibu pertama kali hamil dan paritas lebih dari 4 karena
dapat berpengaruh pada kehamilan. Paritas yang aman ditinjau dari
sudut kematian maternal adalah paritas 1-4 (Sistriani, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paritas merupakan
faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu
dengan paritas lebih dari 3 anak berisiko 2,4 kali untuk melahirkan
bayi dengan BBLR. Berdasarkan hasil penelitian oleh Arinnita
(2012) di Rumah Sakit Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang

4
menunjukkan dari 329 ibu, didapat ibu dengan paritas tinggi 155
ibu yang melahirkan BBLR (51,4%).
Paritas ibu diklasifikasikan menjadi primipara (ibu yang
melahirkan anak pertama), multipara (ibu yang melahirkan anak
kedua dan ketiga), dan grandemultipara (ibu yang melahirkan anak
keempat atau lebih).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suherni di RSUD
Wangaya tahun 2010, berdasarkan paritas ibu yang bersalin pada
periode Januari sampai dengan Maret 2010 terdapat 33,32% (109
ibu primipara), 65,55% (215 ibu multipara) dan 1,22% (4 ibu
grandemultipara). Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan
kurang dari 2500 gram sebanyak 15 kasus (38,46%) pada status ibu
primipara, 22 kasus (56,41%) pada status paritas multipara, dan 2
kasus (5,13%) pada status paritas grandemultipara.
2.2.1.3 Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi adalah keadaan tingkat kecukupan dan
penggunaan nutrien atau lebih yang mempengaruhi kesehatan
seseorang. Status gizi seseorang pada hakekatnya merupakan hasil
keseimbangan antara konsumsi zat-zat makanan dengan kebutuhan
dari orang tersebut.Status gizi wanita merupakan salah satu faktor
yang harus diperhatikan. Rendahnya status gizi dapat
mengakibatkan kualitas fisik yang rendah dan berpengaruh pada
efisiensi reproduksi. Semakin tinggi status gizi seseorang,
makasemakin baik pula kondisi fisiknya, sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi efisiensi reproduksi (Almatsier, 2011).
Ibu yang kurang gizi pada umumnya mempunyai kapasitas
fisik yang kurang optimal yang akan berpengaruh terhadap
kapasitasnya dalam memberikan pelayanan secara optimal pada
keluarga terutama janin yang dikandungnya. Hal ini dapat
menimbulkan penyakit yang kronis yang diderita sikecil pada masa
depan. Penyakit-penyakit seperti jantung koroner, hipertensi,

5
kolesterol, gangguan toleransi glukosa dan diabetes biasa ditemui
dari para bayi yang dilahirkan olehpara ibu yang mengalami
masalah malnutrisi pada masa kehamilan. Saat seorang wanita
menjalani kehamilan, akan terjadi perubahan fisiologis, berat badan
dan basal metabolisme tubuh akan meningkat. Bersamaan dengan
itu, akan terjadi mekanisme adaptasi di dalam tubuh ibu (Arisman,
2009).
Bila status gizi ibu normal sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan
dengan berat badan normal bila kondisi fisik dan gizinya berada
pada kondisi yang baik, karena janin di dalam kandungan
merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan
(Arisman, 2009). Pada umumnya, ibu hamil dengan kondisi
kesehatan yang baik, dengan sistem reproduksi yang normal, tidak
sering menderita sakit dan tidak ada gangguan pada masa pra-hamil
maupun pada saat hamil, akan menghasilkan bayi yang lebih besar
dan sehat dari pada ibu yang kondisinya tidak seperti itu. Kurang
gizi kronis pada masa anak-anak dengan atau tanpa sakit yang
berulang, akan menyebabkan bentuk tubuh yang stunting atau
pendek pada masa dewasa. Ibu dengan kondisi seperti ini akan
melahirkan bayi BBLR, vitalitas rendah dan kematian tinggi, lebih
lagi jika si ibu menderita anemia (Almatsier, 2011).
Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan
giziseseorang dengan cara mengumpulkan data penting baik yang
bersifatsubjektif maupun yang bersifat objektif. Status gizi janin
ditentukan antarastatus gizi ibu sebelum dan selama dalam
kehamilan dan keadaan inidipengaruhi oleh status gizi ibu sewaktu
konsepsi dipengaruhi olehkeadaan sosial ekonomi, keadaan
kesehatan dan gizi ibu, paritas danjarak kehamilan jika yang
dikandung bukan anak yang pertama. Beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain

6
memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur
Lingkar Lengan Atas (LILA) dan mengukur kadar Hb (Saimin,
2008).
Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan
selama kehamilan berlangsung merupakan parameter klinik yang
penting untuk memprediksikan berat badan bayi lahir rendah.
Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan
berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan tidak
cukup banyak pada saat hamil cenderung melahirkan bayi BBLR.
Kenaikan berat badan selamakehamilan sangat mempengaruhi
massa pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada ibu hamil yang
status gizinya jelek sebelum hamilmaka kenaikan berat badan pada
saat hamil akan berpengaruh terhadapberat bayi lahir. Kenaikan
tersebut meliputi kenaikan komponen janinyaitu pertumbuhan
janin, plasenta dan cairan amnion. Pertambahanberat badan ini juga
sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin.Padaakhir
kehamilan kenaikan berat hendaknya 12,5-18 kg untuk ibuyang
kurus. Sementara untuk yang memiliki berat ideal cukup 10-12kg
sedangkan untuk ibu yang tergolong gemuk cukup naik < 10 kg .
Hemoglobin (Hb) adalah komponen darah yang
bertugasmengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh. Untuklevel normalnya untuk wanita sekitar 12-16 gram per
100 ml sedanguntuk pria sekitar 14-18 gram per 100 ml.
Pengukuran Hb pada saat kehamilan biasanya menunjukkan
penurunan jumlah kadar Hb.Hemoglobin merupakan parameter
yang digunakan untuk menetapkanprevalensi anemia. Anemia
merupakan masalah kesehatan yang palingbanyak ditemukan pada
ibu hamil. Kurang lebih 50% ibu hamil diIndonesia menderita
anemia. Anemia merupakan salah satu status giziyang berpengaruh
terhadap BBLR. Pengukuran kadar haemoglobindilakukan sebelum
usia kehamilan 20 minggu dan pada kehamilan 28minggu.Anemia

7
adalah suatu keadaan tubuh manusia dengan kadar hemoglobin
dalam sel darah merah kurang dari normal. Anemia selama
kehamilan tidak hanya menjadi masalah kesehatan masyarakat
utama di negara berkembang, tetapi juga merupakan masalah yang
signifikan di negara maju, dengan perkiraan bahwa 55-60% wanita
hamil menderita anemia di negara berkembang dan di negara maju
sekitar 18% (WHO, 2010).
Pengukurann LILA adalah suatu cara untuk mengetahui
risiko kekurangan energi kronik (KEK) wanita usia subur (WUS).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA
digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan
dapatdilakukan oleh siapa saja.World Health Organization (WHO)
dalam Food And Nutrition Technical Assistance (FANTA)
menggunakan LILA sebagai salah satu indikator atau prediktor dari
status gizi dan kesehatan yang berhubungan dengan hasil
keluarannya pada remaja dan dewasa termasuk ibu hamil.
Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah: mengetahui risiko
KEK WUS, baik ibu hamil maupun calonibu, untuk menapis
wanita yang mempunyai risiko melahirkan BBLR, meningkatkan
perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebihberperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK, mengembangkan gagasan
baru di kalangan masyarakat dengantujuan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak, meningkatkan peran petugas lintas
sektoral dalam upayaperbaikan gizi WUS yang menderita KEK,
mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaranWUS
yang menderita KEK.
Ambang Batas LILA WUS dengan risiko KEK di
Indonesiaadalah 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya
wanitatersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan
melahirkan BBLR. KEK adalah salah satu keadaan malnutrisi,

8
dimana keadaan ibu menderita kekurangan makanan yang
berlangsung menahun (kronik) yangmengakibatkan timbulnya
gangguan kesehatan pada ibu secara relative atau absolut satu atau
lebih zat gizi (Helena, 2013).
Hasil penelitian Ferial (2009) dimana ibu yang mempunyai
ukuran LILA <23,5 cm melahirkan BBLR lebih banyak (17,7%)
dibandingkan ibu yang mempunyai ukuran LILA ≥23,5 cm
(2,6%).Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang
telahditetapkan. Ada 7 urutan pengukuran LILA, yaitu: tetapkan
posisi bahu dan siku, letakkan pita antara bahu dan siku, tentukan
titik tengah lengan, lingkarkan pita LILA pada tengah lengan, pita
jangan terlalu ketat, pita jangan terlalu longgar dan cara pembacaan
skala harus benar.
2.2.1.4 Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
Penyebab kelahiran BBLR yang telah diketahui dapat
diperbaiki dengan perawatan pralahir yang sempurna, pengurangan
faktor risiko lainnya serta pembatasan kegiatan dapat membantu
mencegah hal tersebut terulang kembali. Bila penyebab kelahiran
BBLR tidak dapat dicegah atau diperbaiki maka kelahiran BBLR
dapat ditunda. Pengunduran waktu sejenak dapat bermanfaat,
dimana setiap hari tambahan nutrisi bayi yang berada dalam uterus
akan meningkatkan kesempatan untuk selamat (Maryunani, 2013).
2.2.1.5 Penyakit
Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh kesehatan
ibu. Bila ibu mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau
merugikan kehamilannya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun
terancam.
2.2.1.6 Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi
yang dilahirkan. Seorang ibu yang jarak kehamilannya dikatakan
berisiko apabila hamil dalam jangka kurang dari dua tahun, karena

9
dapat menimbulkan gannguan hasil konsepsi, sering terjadi
immaturitas, prematuritas, cacat bawaan atau janin lahir dengan
BBLR. Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai darah
nutrisi akan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada
fungsi plasenta terhadap janin.
2.2.1.7 Pekerjaan
Pekerjaan terkait pada status sosial ekonomi dan aktifitas
fisik ibu hamil. Dengan keterbatasan status sosial ekonomi akan
berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan
antenatal yang adekuat, pemenuhan gizi, sementara ibu hamil yang
bekerja cenderung cepat lelah sebab aktifitas fisiknya meningkat
karena memiliki pekerjaan diluar rumah.
2.2.1.8 Pendidikan rendah
Tingkat pendidikan ibu menggambarkan pengetahuan
kesehatan. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai
kemungkinan pengetahuan tentang kesehatan juga tinggi, karena
makin mudah memperoleh informasi yang didapatkan tentang
kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan
rendah. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari
pengambilan keputusan. Semakin tinggi pendidikan ibu akan
semakin mampu mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan
selama hamil dapat mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu
dan janinnya. Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan tingkat
pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi selama
masa kehamilan (Simarmata, 2010).
2.2.1.9 Anemia kehamilan
Sebagian besar penyebab anemia pada ibu hamil adalah
kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan
hemoglobin. Anemia gizi besi terjadi karena tidak cukupnya zat
gizi besi yang diserap dari makanan sehari-hari guna pembentukan
sel darah merah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara

10
pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan akan berkurang yang
akan menurunkan metabolisme jaringan sehingga pertumbuhan
janin akan terhambat dan berakibat BBLR (Trihardiani, 2011).

2.2.2 Faktor kehamilan


2.2.2.1 Kehamilan ganda
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan ganda dapat memberikan risiko yang lebih tinggi
terhadap bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi
kehamilan ganda harus dilakukan pengawasan yang lebih intensif.
Kebutuhan untuk pertumbuhan hamil ganda lebih besar sehingga
apabila terjadi difisiensi nutrisi seperti anemia hamil dapat
mengganggu pertumbuhan janin dalam rahim(Lubis, 2011).
Berat badan janin pada kehamilan ganda lebih ringan dari
pada janin pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang
sama. Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin
kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah itu,
kenaikan berat badan lebih kecil, karena regangan yang berlebihan
menyebabkan peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan
satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan
dari pada janin kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru
lahir umumnya pada kehamilan kembar <2500 gr (Wulandari,
2011).
2.2.2.2 Komplikasi kehamilan
Komplikasi kehamilan seperti perdarahan (perdarahan
antepartum: perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir
sebelum kehamilan 28 minggu seringkali berhubungan dengan
aborsi atau kelainan dan perdarahan postpartum), preeklampsia/
eklampsia (kondisi ibu hamil dengan tekanan darah meningkat,
hingga terjadi spasme pembuluh darah, sehingga terjadi gangguan

11
fungsi plasenta, maka sirkulasi uteroplasenter akan terganggu,
pasokan nutrisi dan O2 akan terganggu sehingga janin akan
mengalami pertumbuhan yang terganggu dan bayi akan lahir
dengan BBLR (Kurniawati, 2010), serta ketuban pecah dini
(kondisi dimana air ketuban keluar sebelum waktunya dan biasanya
faktor penyebab paling sering adalah terjadinya benturan pada
kandungan).
2.2.2.3 Umur kehamilan
Umur kehamilan ibu adalah batas waktu ibu mengandung,
yang dihitung mulai dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Umur
kehamilan ibu umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari
seperti kebiasaan orang awam 9 bulan 10 hari. Disebut matur atau
cukup bulan adalah rentang 37- 42 minggu, bila <37 minggu
disebut prematur atau kurang bulan, bila >42 minggu disebut post
matur atau serotinus (Albugis, 2008).

2.2.3 Faktor janin


Cacat bawaan yaitu kelainan bawaan pertumbuhan struktur
organ janin sejak pembuahan. Cacat bawaan merupakan penyebab
terjadinya persalinan prematur, BBLR, keguguran, lahir mati, atau
kematian bayi setelah persalinan pada minggu pertama. Karena itu
pada setiap kehamilan perlu pemeriksaan antenatal untuk dapat
mengetahui kemungkinan kelainan cacat bawaan yaitu lewat
pemeriksaan ultrasonografi (USG).

2.3 Kekurangan Energi Kronik (KEK)


2.3.1 Pengertian KEK
Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana ibu
mengalami malnutrisi yang disebabkan kekurangan satu atau lebih zat
gizi makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang
mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu secara relatif

12
atau absolut (Sipahutar, Aritonang dan Siregar, 2013). Kekurangan
Energi Kronik sering terjadi pada pada wanita usia subur (WUS) dan
pada ibu hamil (Arisman, 2010). Faktor–faktor yang memengaruhi
KEK pada ibu hamil terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal (individu/keluarga) yaitu genetik, obstetrik,
dan seks. Sedangkan faktor eksternal adalah gizi, obat–obatan,
lingkungan, dan penyakit (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2013).

2.3.2 Penilaian Status Gizi pada Ibu Hamil dengan Kekurangan Energi
Kronik (KEK)
Metode untuk Penilaian Status Gizi dibagi ke dalam tiga
kelompok. Pertama, metode secara langsung yang terdiri dari
penilaian tanda klinis, tes laboratorium, metode biofisik, dan
antropometri. Kedua, penilaian dengan statistik kesehatan (tidak
langsung). Kelompok terakhir adalah penilaian dengan melihat
variabel ekologi. Dari sekian banyak metode PSG, metode langsung
yang paling sering digunakan adalah antropometri (Arisman, 2010).
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu
Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U), Lingkar Lengan Atas (LILA), Lingkar Kepala, Indeks Massa
Tubuh (IMT) dan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).
Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling
mudah. TB/U, BB/U, dan BB/TB direkomendasikan sebagai indikator
yang baik untuk menentukan status gizi balita (Gibney, Barrie, John
et al., 2008 dalam Adriani, 2012). Sedangkan untuk indeks
antropometri yang umum digunakan pada orang dewasa (usia 18
tahun ke atas) adalah indeks massa tubuh (IMT). IMT tidak dapat
digunakan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, olahragawan, dan orang
dengan keadaan khusus seperti edema, asites dan hepatomegali
(Supariasa, Bakri & Fajar, 2013)

13
Menurut Kristiyanasari (2010) yang dikutip dalam buku Gizi
Ibu Hamil, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui
status gizi ibu hamil, antara lain (1) memantau penambahan berat
badan selama hamil, (2) mengukur LILA untuk mengetahui apakah
seseorang menderita KEK dan (3) mengukur kadar Hb untuk
mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia yang merupkakan
faktor resiko kekurang gizi (Kristiyanasari, 2010).
2.3.2.1 Memantau Penambahan Berat Badan selama hamil.
Seorang ibu yang sedang hamil mengalami kenaikan berat
badan sebanyak 10-12 kg. Selama trimester I kenaikan berat badan
seorang ibu bisa mencapai 1-2 kg, lalu setelah mencapai trimester
II pertambahan berat badan semakin banyak yaitu sekitar 3 kg dan
pada trimester III sekitar 6 kg (Istiany dan Rusilanti, 2014).
Kenaikan tersebut disebabkan karena adanya pertumbuhan janin
dan plasenta dan air ketuban. Kenaikan berat badan yang ideal
untuk seorang ibu yang gemuk yaitu 7 kg dan 12,5 kg untuk ibu
yang tidak gemuk. Jika berat badan ibu tidak normal maka akan
memungkinkan terjadinya keguguran, lahir premature, BBLR,
gangguan kekuatan rahim saat kelahiran (kontraksi), dan
perdarahan setelah persalinan (Kristiyanasari, 2010).
Berat badan dilihat dari quatelet atau body massa index
(Index Masa Tubuh = IMT). Indeks massa tubuh merupakan alat
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Wanita dengan status gizi rendah atau biasa dikatakan IMT rendah,
memilik efek negatif pada hasil kehamilan, biasanya berat bayi
baru lahir rendah dan kelahiran preterm. Sedangkan wanita dengan
status gizi berlebihan atau IMT obesitas dikatakan memiliki risiko
tinggi terhadap kehamilan seperti keguguran, persalinan operatif,
preeklamsia, thromboemboli, kematian perinataldan makrosomia
(Sativa, 2011). IMT dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

14
Berat Badan(kg)
IMT = 2
Tinggi Badan(m )

15
Berikut ini klasifikasi KEK berdasarkan IMT :
Tabel 2.1
Klasifikasi KEK Dewasa bersadarkan IMT
IMT Derajat KEK
>18,5 Normal
17,0 – 18,4 Ringan
16,0 – 16,9 Sedang
< 16,0 Berat
Sumber: Arisman (2010)
Tetapi pada pengukuran ibu hamil tidak disarankan untuk
menggunakan pegukuran IMT di karenakan berat badan ibu
berubah-ubah selama kehamilan. Selain itu menurut penelitian
Kalsum (2014) menyatakan bahwa IMT tidak dapat digunakan
untuk pengukuran ibu hamil pandek (stunted) karena pada keadaan
ibu pendek, proporsi tubuh ibu tidak sesuai dengan berat badan ibu,
maka pada keadaan ibu pendek sering kali ibu tidak dapat
terdeteksi KEK dengan menggunakan perhitungan IMT.
2.3.2.2 Mengukur Kadar Hemoglobin (Hb)
Ibu hamil umumnya mengalami defisiensi besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi
anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11
gr/dl selama trimester III. Beberapa akibat anemia gizi pada wanita
hamil akan menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigenasi utero
plasenta. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil
konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan,
atau janin lahir dengan BBLR (Kristiyanasari, 2010).
2.3.2.3 Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi
wanita usia subur usia 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita
kurang energi kronis (KEK). Berat badan prahamil di Indonesia,
umumnya tidak diketahui sehingga LILA dijadikan indikator gizi
kurang pada ibu hamil (Ariyani, Diny, Endang, et al., 2012).

16
Menurut WHO Collaborative Study menunjukkan bahwa
nilai cut off Mid Upper Arm Circumference (MUAC) atau Lingkar
Lengan Atas (LILA) < 21 cm - < 23 cm memiliki risiko signifikan
untuk Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar
95%. LILA digunakan untuk mengidentifikasi ibu hamil dengan
resiko KEK karena LILA memiliki beberapa keuntungan
diantaranya mudah untuk digunakan dan hanya membutuhkan satu
pengukuran serta dapat diguanakan sebagai alat pengukuran status
gizi dalam keadaan darurat. Sphere Guideline 10
merekomendaasikan LILA sebagai alat skrining untuk wanita
hamil sebagai kriteria untuk menentukan ibu hamil dengan KEK
sehingga dapat ditentukan program makan yang sesuai. Sphere
Guideline 10 menyatakan bahwa cut off point untuk pengukuran
LILA berkiasar dari 21 cm - 23 cm bervariasi sesuai negara
(Ververs, Annick, Anita, et al., 2013).
Di Indonesia menurut Departemen Kesehatan alat ukur yang
digunakan untuk mengetahui KEK pada ibu hamil menggunakan
metode LILA (Kalsum, Bambang, Ratna et al., 2014). Sasarannya
adalah wanita pada usia 15 sampai 45 tahun yang terdiri dari
remaja, ibu hamil, dan ibu menyusui. Ambang batas LILA WUS
dan Ibu Hamil dengan resiko KEK adalah 23,5 cm. Dimana
seseorang dikatakan KEK ketika LILA < 23,5 cm artinya wanita
tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan
BBLR. BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan
tumbuh kembang anak (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2013).
LILA digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas pada
wanita hamil. Ketebalan lipatan kulit dan lingkar lengan atas
tengah adalah pengukuran secara tidak langsung untuk menilai dua
komponen penting dalam tubuh yaitu, masa lemak bebas dan lemak
bebas (fat and fat free mass). Alasan mengapa mengukur kedua
komponen ini penting adalah karena lemak merupakan bentuk

17
penyimpanan energi utama serta masa lemak bebas (fat free mass).
Sedangkan otot merupakan indikator yang baik untuk mengukur
cadangan protein didalam tubuh. LILA maternal ditemukan relatif
stabil selama kehamilan. Sehingga LILA tidak berhubungan
dengan usia kehamilan (Ververs, 2011). Ukuran LILA selama
kehamilan hanya berubah sebanyak 0,4 cm. Perubahan ini selama
kehamilan tidak terlalu besar sehingga pengukuran LILA pada
masa kehamilan masih dapat dilakukan untuk melihat status gizi
ibu hamil (Ariyani, Diny, Endang, et al., 2012).
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) merupakan
pengukuran sederhana untuk menilai malnutrisi energi protein
karena massa otot merupakan indeks cadangan protein, serta
sensitif terhadap perubahan kecil pada otot yang terjadi, misalnya
bila jatuh sakit. Pengukuran LILA juga memberi gambaran tentang
keadaan jaringan otot dan lapisan lemak di bawah kulit (Hastuti,
2012). Adapun ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.2
Klasifikasi Resiko KEK menurut LILA Wanita Usia Subur
(WUS) dan Ibu Hamil.
Nilai Ambang Batas LILA (cm) KEK
< 23,5 Resiko
≥ 23,5 Tidak Resiko
Sumber: Supariasa, Bakri dan Fajar, 2013
Untuk melakukan pengukuran LILA pada Ibu Hamil, ada 7
(tujuh) urutan pengukuran LILA, yaitu (Supariasa, Bakri dan Fajar,
2013):
a. Tetapkan posisi bahu dan siku
b. Letakkan pita antara bahu dan siku
c. Tentukan titik tengah lengan
d. Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
e. Pita jangan terlalu ketat

18
f. Pita jangan terlalu longgar
g. Cara pembacaan skala yang benar
Dalam pengukuran LILA terdapat perubahan secara paralel
dalam masa otot sehingga bermanfaat untuk mendiagnosis
kekurangan gizi (Nur’Arofah dan Puspitasari, 2017). Menurut
jurnal A New Alternative Indicator for Chronic Energy Deficiency
in Women of Childbearing Age in Indonesia tahun 2014
mengatakan bahwa IMT tidak dapat digunakan untuk mengukur
KEK pada ibu hamil yang pendek, karena proporsi antara tinggi
badan dan berat badan mereka akan di agap normal ketika dihitung,
sedengkkan dengan LILA pengukuran lengan cukup stabil
(Kalsum, Bambang, Ratna et al., 2014).
LILA yang rendah dapat menggambarkan IMT yang rendah
pula. Ibu yang menderita KEK sebelum hamil biasanya berada
pada status gizi yang kurang, sehingga pertambahan berat badan
selama hamil harus lebih besar. Makin rendah IMT pra hamil maka
makin rendah berat lahir bayi yang dikandung dan makin tinggi
risiko BBLR. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran
LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat
dilakukan oleh siapa saja (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2013).

2.3.3 Dampak KEK


Akibat KEK saat kehamilan dapat berakibat pada ibu maupun
janin yang dikandungnya yaitu meliputi:
2.3.3.1 Pada Ibu Hamil
Dampak KEK pada ibu hamil yaitu (Sipahutar, 2013) :
a. Terus menerus merasa letih
b. Kesemutan
c. Muka tampak pucat
d. Kesulitan sewaktu melahirkan

19
e. ASI yang keluar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi
2.3.3.2 Terhadap Janin
Dampak KEK saat kehamilan terhadap janin yang dikandung
antara lain (Sipahutar, 2013) :
a. Keguguran
b. Pertumbuhan janin terganggu hingga bayi lahir dengan berat
lahir rendah (BBLR)
c. Perkembangan otak janin terlambat, hingga kemungkinan
nantinya kecerdasaan anak kurang
d. Bayi lahir sebelum waktunya (Prematur)
e. Kematian bayi
Menurut Kristiyanasari (2010) yang dikutip dalam Buku Gizi
Ibu Hamil, bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. Gizi kurang pada
trimester I akan berpengaruh terhadap janin, antara lain dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran (abortus), kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada
bayi, asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), bayi lahir dengan
BBLR (Kristiyanasari, 2010).
Menurut Sari (2011) Ibu hamil yang menderita KEK dan anemia
mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester
III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya
mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan
BBLR, dan pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum
waktunya (premature), persalinan dengan operasi cenderung
meningkat, kematian saat persalinan, serta perdarahan pasca
persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan
kesehatan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, 2016).

20
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi KEK pada Ibu Hamil
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan
zat gizi antara lain: (1) jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, (2)
mutu zat yang di konsumsi rendah atau (3) zat yang dikonsumsi gagal
untuk diserap dan digunakan didalam tubuh (Sipahutar, Aritonang dan
Siregar, 2013).
2.3.4.1 Jumlah asupan makanan
Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada
kebutuhan wanita yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena
adanya penyesuaian dari perbedaan fisiologi selama kehamilan, hal
inilah yang menyebabkan jumlah asupan makanan yang biasanya di
konsumsi ibu selama hamil tidak sesuai dengan kebutuhan yang
seharusnya. Akhirnya menyebabkan ibu hamil kekurangan nutrisi
yang adekuat yang menyebabkan faktor resiko terjadinya KEK
pada ibu hamil (Sipahutar, Aritonang dan Siregar, 2013).
2.3.4.2 Mutu zat yang di konsumsi rendah
Mutu zat yang dikonsumsi rendah berhubungan dengan daya
beli keluarga untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan
pernyatan bahwa kemiskinan dan rendahnya pendidikan dapat
mempengaruhi status gizi ibu hamil sehingga tingkat konsumsi
pangan dan gizi menjadi rendah. Selain itu buruknya sanitasi dan
hignine pada makanan dapat mampengaruhi mutu zat yang
dikonsumsi (Istiany dan Rusilanti, 2014).
2.3.4.3 Zat yang Dikonsumsi Gagal untuk Diserap dan Digunakan Didalam
Tubuh
Zat gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti,
absorpsi, transportasi (Supariasa, Bakri dan Fajar, 2013).
Faktor lain yang mempengaruhi status gizi pada ibu hamil yaitu
keadaan sosial dan ekonomi, jarak kelahiran terlalu dekat dimana

21
jarak antara dua kelahiran yang terlalu dekat, paritas, usia kehamilan
pertama, dan tingkat pekerjaan fisik (Istiany, Ari dan Rusilanti, 2013).
Selain itu faktor yang mempengaruhi gizi ibu hamil adalah umur,
berat badan, suhu lingkungan, makanan, kebiasaan dan pandangan
wanita terhadap makanan, status ekonomi (Banudi, 2013). Di
Indonesia sendiri kasus Kekurangan Energi Kronis (KEK) disebabkan
oleh beberapa faktor yakni faktor umur, pendidikan, pekerjaan,
riwayat penyakit, riwayat anemia, dan paritas (Arisman, 2010).

2.4 Kerangka Teori


Gambar 2.1
Kerangka Teori

Faktor faktor yang mempengauhi kejadian BBLR


1. Faktor ibu
- Umur
- Paritas
- Status gizi/KEK
- Riwayat BBLR
- Jarak kehamilan
- Pekerjaan Kejadian BBLR
- Pendidikan
- Anemia dalam kehamilan
2. Faktor kehamilan
- Kehamilan ganda
- Komplikasi kehamilan
- Umur kehamilan
3. Faktor janin
- Cacat bawaan

22

Anda mungkin juga menyukai