Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian bayi adalah bagian dari indikator yang sangat penting
untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat karena bisa mendeskripsikan
kesehatan penduduk secara global. Angka kematian bayi bisa diartikan
sebagai kematian yang terjadi setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia
tepat satu tahun (BPS, 2014).Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah
(BBLR) adalah prediktor yang paling tinggi angka kematian bayi, khususnya
dalam satu bulan pertama kehidupan (Kemenkes, 2019).
Bayi BBLR memiliki resiko kematian 20 kali lipat lebih besar di
banding bayi yang lahir dengan berat badan normal. Menurut World Health
Organization (WHO), bayi dengan berat lahir rendah memiliki kontribusi
sebanyak 60 persen sampai 80 persen dari keseluruhan kematian neonatus
Data badan kesehatan dunia (WHO), menyampaikan bahwa prevalensi bayi
dengan BBLR di dunia sebesar 15,5 persen atau berkisar 20 juta bayi yang
lahir dalam setiap tahunya, sekitar 96,5 persen diantaranya terjadi di negara
berkembang. (WHO, 2018). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2017 angka kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di
Indonesia sebanyak 6,2% (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional, 2018).
Bayi berat lahir rendah memiliki kecenderungan untuk peningkatan
terjadinya infeksi dan mudah mengalami komplikasi. Masalah pada BBLR
yang sering dialami yaitu gangguan pada sistem respirasi, susunan saraf pusat,
pembuluh darah dan jantung, hematologi, gastrointestinal, ginjal, dan
termoregulasi. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan
masalah yang sangat komplek karena berkontribussi pada kesehatan yang
buruk. Hal ini diakibatkan karena tidak hanya penyebab tingginya angka
kematian, namun juga dapat mengakibatkan kecacatan, gangguan, atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan penyakit kronis
dikemudian hari, hal ini disebabkan karena kondisi tubuh bayi yang belum
stabil ( Jayanti, dan Dharmawan, 2017)
Salah satu masalah yang sering terjadi pada bayi dengan berat badan
lahir rendah yaitu hiperbillirubinemia. Hiperbillirubinemia adalah kondisi
yang sering terjadi pada masa neonatus yang diakibatkan oleh akumulasi
bilirubin yang terlalu banyak dalam darah dan jaringan. Hiperbilirubinemia
yang terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah disebabkan oleh
belum matangnya fungsi hati yang berfungsi untuk memproses eritrosit (sel
darah merah).Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin. Bilirubin ini yang
mengakibatkan kuning pada bayi dan apabila terjadi penumpukan yang
berlebihan dapat menodai kulit dan jaringan tubuh lain(Sari & Rizal, 2018)
BBLR yang berkaitan dengan kejadian ikterus tersebut sesuai dengan
penelitian Imron & Metti (2017) yang menyatakan bahwa dari 315 bayi
terdapat bayi dengan berat badan lahir rendah berjumlah 105 bayi (33,3%) dan
hiperbilirubinemia berjumlah 111 bayi (35,2%), sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara berat badan lahir rendah dengan
hiperbilirubinemia. Penelitian lain oleh Andesty et al.,(2015) menyatakan
hampir mayoritas (34,3%) bayi yang mengalami BBLR dan 33,3%
diantaranya terjadi hiperbilirubinemia. Bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia meyoritas (57,1%) mengalami BBLR.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan berat badan bayi lahir rendah dengan kejadian
hiperbillirubinemia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam studi literature ini adalah bagaimanakah hubungan
berat badan bayi lahir rendah dengan kejadian hiperbillirubinemia.

C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian studi literature yang akan dilakukan yaitu untuk
mengetahui hubungan berat badan bayi lahir rendah dengan kejadian
hiperbillirubinemia.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan maupun wacana serta
kepustakaan mengenai hubungan antara berat badan lahir bayi rendah
dengan kejadian hiperbillirubinemia.
2. Manfaat Praktis
a. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan literatur dalam kegiatan proses pembelajaran mengenai
hubungan antara berat badan lahir bayi rendah dengan kejadian
hiperbillirubinemia
b. Peneliti
Menambah wawasan peneliti agar lebih memahami tentang salah satu
faktor yang berhubungan kejadian hiperbillirubinemia yaitu berat
badan lahir bayi rendah
c. Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai kajian untuk perkembangan keperawatan
khususnya dalam menambah literasi dalam menyusun rencana
keperawatan yang berbasis terhadap riset hubungan antara berat badan
lahir bayi rendah dengan kejadian hiperbillirubinemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
a. Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
dengan berat badan yaitu kurang dari 2500 gram tanpa melihat masa
gestasi (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health
Organization (WHO) semua bayi yang baru lahir dengan berat badan <
2.500 gram dikatakan Low Birth Weight Infants ataupun Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan kondisi bayi baru
lahir yang memiliki berat badan < 2500 gram atau sampai dengan 2499
gram (Saifuddin, 2014)
BBLR merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Proverawati, 2014).

b. Etiologi
Menurun Proverawati (2014) Faktor yang menyebabkan BBLR adalah
1) Faktor Ibu
a) Umur Ibu
Ibu hamil yang berusia < 20 tahun atau >35 tahun akan
cenderung melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah
karena pemenuhan nutrisi yang urang. Usia reproduksi optimal
bagi wanita yaitu antara 20-35 tahun, di bawah maupun diatas
usia tersebut dapat terjadi peningkatan resiko kehamilan
maupun persalinan.Hal ini diakibatan usia <20 tahun
perkembangan organ reproduksi belum optimal dan usai > 5
tahun fungsi organ reproduksi sudah mengalami penurunan
b) Paritas
Paritas merupakan jumlah janin dengan berat badan lebih dari
atau sama dengan 500 gram yang pernah dilahirkan hidup
ataupun mati. Pada umumnya resiko BBLR meningkat seiring
terjadinya peningkatan paritas pada ibu. Resiko untuk
terjadinya BBLR tinggi pada paritas pertama akan menurun
pada paritas kedua maupun ketiga, selanjutnya akan mengalami
peningkatan pada paritas keempat
c) Status Gizi
.Status gizi yang rendah dapat menyebabkan kualitas fisik
yang rendah dan memiliki pengaruh pada efisiensi reproduksi
dan status gizi yang tinggi akan menyebabkan membaiknya
kondisi fisik sehingga berdampak pada efisiensi reproduksi
d) Status Ekonomi Rendah
Keadaan sosial ekonomi menjadi indikatro kualitas rumah
tangga karena keadaan tersebut berhubungan dengan
ketahanan pangan, status gizi, pendidikan dan kesehatan rumah
tangga.
e) Penyakit
Kesehatan ibu berpengaruh terhadap kesehatan janin. Apabila
ibu mengalami penyakit yang kronis maka akan berdampak
pada kesehatan dan kehidupan janin.
f) Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan yang beresiko yaitu apabila apabila hamil
dalam jangka < 2 tahun, karena dapat menyebabkan ganguan
hasil konsepsi, sering mengalami immaturitas, prematuritas,
cacat bawaan atau janin lahir dengan BBLR
g) Pekerjaan
Pekerjaan berhubungan dengan status sosial ekonomi dan
aktifitas fisik ibu hamil. Keterbatasan pada status sosial
ekonomi akan berdampak pada keterbatasan untuk
memperoleh pelayanan antenatal yang optimal dan pemenuhan
status gizi yang baik. Selain itu ibu hamil yang bekerja akan
cenderung mengalami kelelalahan secara fisik sehingga
berdampak pada kesehatan janin.
h) Merokok
Kandungan nikotin pada rokok dapat menyebabkan
vaskontriksi pembuluh darah, akibatnya aliran darah ke janin
akan mengalami penurunan sehingga kemampuan distribusi zat
makanan yang dibutuhkan janin akan berkurang.
i) Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol dan penggunanan obat terlarang selama
masa kehamilan merupakan resiko untuk terjadinya
pertumbuhan janin yang terhambat maupun adanya kelainan
congenital.
j) Anemia Kehamian
Mayoritas yang menyebabkan anemia pada ibu hamil yaitu
penurunan zat besi yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hemoglobin. Hal ini dapat berdampak pada
distribusi oksigen ke jaringan akan menurun sehingga
metabolisme jaringan akan terganggu yang menyebabkan
pertumbuhan janin akan terhambat dan terjadi BBLR
2) Faktor Kehamilan
a) Kehamilan Ganda
Berat badan janin pada kehamilan ganda akann lebih ringan
dibandingkan janin pada kehamilan tunggal pada umur
kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu
peningkatan berat badan janin kembar sama dengan janin
kehamilan tunggal. Setelah itu, kenaikan berat badan lebih
kecil, karena adanya regangan yang berlebihan sehingga
mengakibatkan peredaran darah plasenta menurun. Berat
badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram
lebih ringan dari pada janin kehamilan tunggal. Berat badan
bayi yang baru lahir umumnya pada kehamilan kembar
b) Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan seperti perdarahan (perdarahan
antepartum: perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum bayi
lahir sebelum kehamilan 28 minggu seringkali berhubungan
dengan aborsi atau kelainan dan perdarahan postpartum),
preeklampsia/ eklampsia (kondisi ibu hamil dengan tekanan
darah meningkat, hingga terjadi spasme pembuluh darah,
sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta, maka sirkulasi
uteroplasenter akan terganggu, pasokan nutrisi dan O2 akan
terganggu sehingga janin akan mengalami pertumbuhan yang
terganggu dan bayi akan lahir dengan BBLR
c) Umur Kehamilan
Umur kehamilan ibu ialah batas waktu ibu mengandung, yang
dihitung mulai dari hari pertama haid terakhir. Umur kehamilan
ibu umumnya teradi selama 40 minggu/ 280 ataupun orang
awam bilang selama 9 bulan. Kehamilan matur ataupun cukup
bulan ialah diantara 37- 42 minggu, bila 42 minggu dikatakan
sebagai post matur atau serotinus.
3) Faktor Janin
Cacat bawaan ialah kelainan bawaan pertumbuhan struktur organ
janin sejak pembuahan. Cacat bawaan menjadi penyebab terjadinya
persalinan prematur, BBLR, keguguran, lahir mati, atau kematian
bayi setelah persalinan pada minggu pertama.
c. Dampak BBLR
1) Gangguan Metabolik
Gangguan metabolik yang diikuti dengan penurunan suhu tubuh
dapat diakibatkan oleh bayi BBLR mempunyai jumlah lemak yang
sangat sedikit dalam tuibuh. Selain itu, pengaturan sistem suhu
tubuhnya juga belum matur. Masalah yang sering dialami pada
bayi BBLR ialah hipoglikemi. Bayi dengan asupan yang minim
akan mengakibatkan kerusakan sel pada otak sehingga berdampak
pada kematian sel pada. Hal ini akan menyebabkann tergangunya
kecerdasan pada anak.
2) Gangguan Imunitas
a) Gangguan imunologik
Sistem imun akan berkurang karena diberikan rendahnya kadar
Ig dan Gamma globulin. Yang berdampak pada sering
terjadinya infeksi pada Bayi BBLR. Selain itu infeksi dapat
terjadi karena penyakit yang ditularkan ibu melalui plasenta.
b) Kejang pada saat dilahirkan
Untuk menghindari kejang pada saat lahir, Bayi Berat Badan
Lahir Rendah haru mendapatkan pemantauan selama 1 X 24
jam dan jalan nafasnya harus dijaga.
c) Ikterus (kadar bilirubin yag tinggi)
Ikterus pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
merupakan terjadinya gangguan pada zat warna empedu yang
berakibat pada bayi mempunyai warna kuning
3) Gangguan Pernafasan
a) Sindroma gangguan pemafasan
Gangguan sistem pernapasan pada bayi BBLR dikarenakan
kurang adekuatnya surfaktan pada pulmonal.
b) Asfiksia
Pada bayi BBLR saat lahir sering mengalami asfiksia.
c) Apneu periodik
Hal ini diakibatkan karena organ yang terbentuk pada saat bayi
BBLR dilahirkan belum matang.
d) Paru belum berkembang
Paru yang belum berkembang akan mengaibatkan bayi
mengalami sesak napas. Untuk menghindari henti jalan napas
pada payi BBLR harus dilakukan resusitasi
e) Retrolenta fibroplasia
Retrolenta fibroplasia dapat diakibatkan oleh berlebihnya
gangguan oksigen pada bayi BBLR (Kusparlina, 2016).
4) Gangguan sistem peredaran darah
a) Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi diakibatkan oleh adanya gangguan
pada pembekuan darah. Gangguan fungsi pada pembuluh darah
bisa mengakibatkan tingginya tekanan vaskuler pada otak dan
saluran cerna. Untuk mempertahankan pembekuan darah
normal dapat dilakukan pemberian vitamin K melalui injeksi.
b) Anemia
Anemia dapat dialami akibat kurangnya zat besi pada bayi
BBLR.
c) Gangguan jantung
Gangguan jantung diakibatkan tidak adekuatnya pompa jantung
pada bayi BBLR (Saifuddin, 2014)

2. Hiperbillirubinemia
a. Pengertian
Hiperbillirubinemia merupakan kondisi klinis pada bayi yang
dimanifestasikan oleh pewarnaan kuning pada kulit dan sklera yang
terjadi karena akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebihan.
Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir apabila
kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Hiperbilirubinemia merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menyataan peningkatan kadar serum bilirubin.
Hiperbilirubinemia diartikan sebagai kadar bilirubin serum total ≥ 5
mg/dL (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2015).
b. Etiologi
1) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkomptabilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim glukosa
fosfat dehidrogenase (G6PD), piruvat kinase, perdarahan tertutup
dan sepsis.
2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini diakibatan karena adanya imaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hati
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukorinil transferase. Penyebab lain yaitu adanya kekurangan
protein Y dalam hati yang memiliki peran penting dalam uptake
bilirubin ke sel hati.
3) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah berhubungan pada albumin kemudian
diangkat ke hati. Ikatan bilirubin dengan albumin ini mampu
dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilate, sulfafurazol.
Defisiensi albumin mengakibatkan lebih banyaknya terdapat
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
4) Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat diakibatan oleh adanya obstruksi dalam hati
atau di luar hati. Kelainan di luar hati dikarenakan adanya kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hati diakibatkan oleh adanya infeksi atau
kerusakan hati karena sebab lain (IDAI, 2014).
c. Faktor risiko
1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani)
Faktor yang berperan pada terjadinya ikterus pada bayi baru lahir
diantaranya adanya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Pada bayi
Asia, biasanya sirkulasi enterohepatik bilirubin lebih tinggi dan
ikterus terjadi lebih lama. Selain itu, bayi prematur akan
mempunyai puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari
ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, bahkan sampai
beberapa minggu, namun pada bayi ras Cina kecenderungan
memiliki kadar puncak bilirubin maksimal pada hari ke-4 dan 5
setelah lahir
2) Komplikasi kehamilan (DM, inkomptabilitas ABO dan Rh)
Komplikais pada neonatus berhubungan dengan DM adalah
hiperglikemia maternal selama kehamilan yang mengakibatkan
terjadinya hiperinsulinemia janin. Hal ini berdampak pada
berbagai keadaan yang menyebabkan ikterus yaitu polisitemia.
3) Prematur
Pada masa ini masalah yang sering dialami pada bayi prematur
yaitu imaturitas hati. Konjugasi dan eksresi bilirubin terganggu
sehingga dapat berdampak pada hiperbilirubinemia.
4) Persalinan sectio caesaria (SC) akan berdampak pada tertundanya
ibu untuk menyusui bayinya yang kemudian dapat mwngakibatkan
pada lambatnya pemecahan kadar bilirubin.
5) BBLR
Komplikasi langsung yang terjadi pada bayi berat lahir rendah
antara lain: hipotermia, hipoglikemia, gangguan cairan dan
elektrolit, hiperbilirubinemia, sindrom gawat nafas, paten duktus
arteriosus, infeksi, perdarahan intravaskuler, Apnea of prematury,
anemia (Hasan R, 2015)
d. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Fisik
Ikterus sering kelihatan pertama pada wajah khsusnya hidung
kemudian ke badan dan ekstremitas bawah sesuai dengan derajat
ikterus. Cara memeriksanya dengan melakukan penekanan pada
kulit dengan jari. Warna kuning terlihat jelas pada daerah sidik jari
dari pada kulit sekitarnya
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin tak terkonjugasi dan
terkonjugasi. Pemeriksaan kadar bilirubin bebas sebenarnya
perlu dilakukan karena terjadinya kern ikterus ditentukan oleh
kadar bilirubin bebas yang dapat melewati sawar darah otak.
b) Darah rutin dan jumlah retikulosit.
Anemia hemolitik dapat diketahu dengan rendahnya kadar
hemoglobin atau hematokrit, berhubungan juga dengan
tingginya jumlah retikulosit dan adanya eritrosit berinti.
c) Golongan darah dan Rh pada ibu dan bayi membantu dalam
diagnosis inkompatibilitas ABO dan Rh.
d) Uji Coombs bayi.
Tes ini biasanya positif pada bayi dengan gangguan
isoimunisasi. Tes ini tidak berhubungan dengan tingkat
keparahan ikterus.
e) Pengukuran albumin serum mungkin membantu menaksir
tempat mengikat bilirubin yang tersedia dan apakah ada
kebutuhan akan infus albumin.
f) Uji laboratorium lain: hemoglobin elektroforesis, uji saring
G6PD, tes fragilitas osmotik, kultur darah dan urin, tes fungsi
hati dan tiroid
e. Penatalaksanaan
Ikterus fisiologis tidak membutuhkan penanganan khusus, kecuali
pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori
yang mencukupi. Pemberian minum dapat mengakibatkan bakteri
diintroduksi ke usus. Bakteri mampu merubah bilirubin direk menjadi
urobilin yang tidak dapat diabsorbsi kembali, sehingga kadar bilirubin
serum akan mengalami penurunan.
Pada ikterus patologis penangananya adalah mencegah ensefalopi
bilirubin. Fototerapi diberikan sesuai anjuran dokter, dan dilakukan
neonatus dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg %. Fototerapi
merupakan terapi untuk membantu dalam penurunan kadar bilirubin
serum pada neonates. Fototerapi akan menyebabkan terjadinya
isomerisasi bilirubin indirek yang mudah larut dalam plasma dan lebih
mudah dikeluarkan oleh hepar dalam saluran empedu (Moeslichan,
dkk, 2014)
B. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi


BBLR
Faktor Ibu
Umur ibu BBLR
Paritas
Status Gizi
Status Ekonomi
Penyakit
Jarak Kehamilan
Pekerjaan Dampak BBLR
Merokok Gangguan Metabolik
Konsumsi Alkohol Gangguan Imunitas
Anemia (Ikterik/hiperbillirubinemia)
Faktor Kehamilan Gangguan Pernafasan
Kehamilan Ganda Ganggguan system peredaran
Komolikasi Kehamilan darah
Umur Kehamilan
Faktor Janin

C. Kerangka Konsep
Kerangka Konsep menggambarkan variabel – variabel yang akan diteliti

Variabel Independent Variabel dependent

BBLR Hiperbllirubinemia
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Studi Literatur
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah studi literatur. Penelitian studi
literatur ini menggabungkan beberapa literatur yang relevan dengan tema.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data-data dari literature yang
sesuai dengn tujuan peneilitian. Literatur yang akan digunakan dalam
penelitian ini terkait dengan hubungan BBLR dengan kejadian
hiperbillirubinemia.

B. Strategi Pencarian Literatur


1. Identifikasi Masalah
a. Analisa Masalah (PICOST)
Analisa masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini
menggunakan framework PICOST.
Tabel PICOST
Population Bayi dengan berat badan lahir rendah
Intervention
comparison -
output Kejadian hiperbillirubinemia
Study Cross Sectional
Time 2015-2021

b. Katakunci dan database


Kata kunci merupakan hal penting dalam pencarian literature.Kata
kunci harus spesifik dan jelas. Kata kunci yang digunakan dalam
pencarian literature ini adalah bayi, BBLR dan hiperbillirubinemia
Database yang digunakan dalam penelusuran artikel yaitu menggunakan
satu database yaitu google scholar.
2. Screening
a. Kriteria Inklusi:
1. Dapat diakses bebas
2. Subyek bayi BBLR
3. Artikel Bahasa Indonesia dan BahasaInggris.
4. Artikel Tahun 2015 sampai2021.
5. Sesuai tujuan pada penelitian
b. Kriteria Eklusi
1. Artikeltidak dapat diakses
2. Artikel hanya berupa abstrak
3. Artikel tidak sesuai topic yang diharapkanpeneliti.
.
3. Penilaian Kualitas/Kelayakan (Eliglibility)
Peneliti melakukan penilaian kualitas dari literatureyang diperoleh
sesuai dengan penilaian evidence based practice. Peneliti melakukan
penilaian apakah artikel yang diperoleh layak digunakan dalam data
penelitan. Penilaian kualitas studi pada literature ini melihat dari aspek
accuracy (apakah literature yang diperolehbisa dipercaya? apakah
penggunaan sitasi sudah cukup? apakah terdapat kesalahan
penulisan?), Purpose ( Apakah penelitian tersebut bersifat independent
atau menjual produk) Authority ( Siapa authornya atau penulis apakah
credible?) relevance(sepenting apakah informasi yang ada pada artikel
terhadap topic dalam penelitian) currency (apakah penelitian itu cukup
bermakna untuk saat ini)
4. Analisa Data
1. Seleksi Literatur (Diagram Prisma)
Hasil pencarian literatur ditampilkan dalam bentuk diagram prisma
Diagram PRISMA

Jumlah Artikel yang diperoleh


dari Data Base Google Scholar
n:
Identifikasi
Artikel yang diidentifikasi
n:
Jumlah artikel
Screening yang di eklusi
Jumlah Artikel setelah di n:
screening (Inklusi)
n:
Jumlah artikel
Eligibility yang di eklusi
Jumlah Artkle sesuai penilaian n:
kelayakan
n:
Jumlah artikel
yang di eklusi
Diterima n:
Artikel yg sesuai
diterima
n:

2. Analisa Data
Dalam penelitian ini setelah melewati tahapan screening sampai
dengan penilaian kualitasi data maka analisa dapat dilakukan
dengan menggabungkan semua data yang telah memenuhi kriteria
inklusi yang ditentukan oleh peneliti. Peneliti melakukan analisis
dengan menginterpetasikan literatur yang telah ditemukan dengan
membandingkan temuan dalam literatur dengan teori

Anda mungkin juga menyukai