Latar Belakang
1
ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi
gangguan bicara, IQ yang rendah, dan gangguan lainnya.
2
II. Tujuan
3
III.Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby
dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah), karena disadari
tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr pada waktu lahir
bukan bayi prematur. Sedangkan Wong (2002), menyatakan bayi dengan berat
badan lahir rendah merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gr tanpa memperhatikan usia gestasi atau kehamilan.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bayi dengan
berat badan lahir rendah adalah kondisi dimana berat badan bayi pada saat
lahir kurang dari 2500 gr tanpa memperhatikan usia kehamilan ibu.
B. Etiologi
Menurut Arief Mansjoer (2001), bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor ibu
a. Faktor penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan seperti
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, diabetes melitus,
toksemia gravidarum, nefritis akut, penyakit jantung, malnutrisi
(kelebihan maupun kekurangan nutrisi), kelainan uterus, hipertensi,
jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, serta trauma pada saat
kehamilan.
b. Faktor usia
Usia ibu pada saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, pekerjaan yang melelahkan,
merokok serta mengkonsumsi narkoba.
4
2. Faktor janin
a. Hydramnion (volume air ketuban lebih dari 2 liter)
b. Kehamilan ganda
c. Kelainan kromosom
d. Faktor plasenta:
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
3. Faktor lingkungan
a. Tempat tinggal didataran tinggi
b. Radiasi
c. Zat-zat beracun
C. Patofisiologi
Akibat atau penyebab terjadinya kasus BBLR membuat pengaruh ke
beberapa sistem seperti sistem respiratori, intergumen, gastrointestinal, imun.
Pada sistem respiratori, pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada
kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri
selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi
(asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian
akan berlanjut dengan pernafasan. Bila terdapat gangguaan pertukaran
gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang
lebih berat (Arief 2001).
Pada sistem gastrointestinal, terjadi kelemahan/ketidakmampuan tonus
leher yang mengakibatkan refleks minum dan menelan menurun. Dampak
yang mungkin terjadi adalah bisa berakibat anak makin kekurangan suplai
makanan ke tubuhnya. Sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh perawat dan
orang tua. Bayi dengan BBLR cenderung memiliki Imun yang belum matang
sehingga dapat berakibat terjadinya resiko infeksi pada sistem ini. Oleh karena
itu, penting bagi orang tua dan tenaga medis untuk memantau setiap keadaan
5
klien yang dapat beresiko terjadinya infeksi. Orang tua juga biasanya menjadi
cemas dengan keadaan yang sedang terjadi oada anak mereka.
Sistem intergumen pada anak dengan BBLR memiliki lapisan lemak
yang minim dan kulit yang tipis sehingga anak kemungkinan akan terjadi
hipertermi. Pemantauan suhu, nadi,tekana darah, dan RR perlu dilakukan
setiap saat untuk mengetahui sejauh peningkatan/penurunan tanda-tanda vital
yang terjadi.
Pada faktor Ibu dengan kekurangan gizi selama kehamilan akan
berakibat buruk terhadap janin seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan
janin, kelahiran mati maupun kematian neonatal dini. Penentuan status gizi
yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan
kenaikkan berat badan selama hamil. Sedangkan pada faktor umur kurang dari
20 tahun terjadi karena secara emosional dan fisiologis belum matang, selain
pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung
pada orang lain.
Pada ibu yang memiliki usia lebih dari 35 tahun meskipun mereka telah
berpengalaman terjadi BBLR karena secara fisiologis serta kesehatannya
sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterin dan
sehingga menyebabkan kelahiran BBLR. Pada jarak hamil dan bersalin terlalu
dekat yaitu kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang
baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan
rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang
sangat berdekatan (dibawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko
terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan
placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah. Pada Paritas ibu dengan jumlah anak lebih dari 4
dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan
rahim biasanya sudah lemah (Depkes 1998).
6
Faktor kehamilan dengan hidramnion dapat menyebabkan BBLR
karena hidromnion ini menyebabkan penekanan pada janin sehingga
pertumbuhan janin terhambat dan bayi resiko lahir dengan BBLR. Sedangkan
ukuran normal amnion yaitu 500-1000 cc.
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas
22 minggu hingga mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan.
Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin
buruk. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke placenta yang
mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang
mengakibatkan kematian janin intrauterin. Bila janin dapat diselamatkan,
dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi
asfiksia (Arief 2001).
Komplikasi kehamilan berupa Pre-eklampsia / Eklampsia
mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan dan
kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu
akan menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi
memperoleh makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di
daerah placenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.
Pada ketuban pecah dini, ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya
bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD)
disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan
oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Arief 2001).
Pada persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau dipecahkan
setelah pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah
yang penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran
prematur dan terjadinya infeksi ibu (Arief 2001).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler
yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
permulaan persalinan, hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab penting
dari kelahiran mati dan kematian neonatal. Ibu dengan hipertensi akan
7
menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta, hipoksia sehingga pertumbuhan
janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur. Infeksi dalam rahim
seperti infeksi hepatitis terhadap bersumber dari gangguan fungsi hati dalam
mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke
janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh infeksi
hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan kematian
janin dalam rahim.
Pada kehamilan ganda (gameli), berat badan kedua janin pada
kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda antara 50 sampai 1.000 gram,
karena pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama.
Regangan pada uterus yang berlebihan pada kehamilan ganda merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan kelahiran BBLR. Pada kehamilan ganda terjadi
distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi
partus prematus. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda
bertambah yang dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain,
sehingga sering lahir bayi yang kecil (Depkes 1998).
8
D. Pohon Masalah
9
E. Manifestasi klinik
Menurut Wong (2002), manifestasi klinik dari bayi dengan berat badan
lahir rendah antara lain:
1. Berat badan lahir kurang dari 2500 gr
2. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
3. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
4. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
5. Pernapasan : sering mengalami apnea dan belum teratur
6. Kepala lebih besar dari badan, ubun-ubun dan sutura lebar
7. Pada dahi, punggung, pelipis dan telinga banyak lanugo
8. Kulit genitalia tipis dan transparan, pada laki-laki testis belum turun, pada
wanita labio mayora belum menutup labio minora
9. Integumen tampak mengkilat dan kering
10. Ekstrimitas lemah, tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi
11. Refleks moro, babynski, refleks menghisap dan menelan belum sempurna
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wong (2002), pemeriksaan diagnostik yang biasanya
dilakukan pada bayi dengan berat badan lahir rendah adalah:
1. Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir yang akan menurun kadarnya jika
ada infeksi atau sepsis.
2. Hematokrit (Ht): 43% - 61% (peningkatan sampai 65 % atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragik perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan
12 mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
10
6. Pemantauan elektrolit ( Na, K, CI): biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
7. Pemeriksaan Analisa gas darah.
G. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Keluarga (Penganggungjawab)
i. Identitas Pasien berupa nama pasien, usia, jenis kelamin,
golongan darah, ruang/kamar, No. RM, diagnosa medik, tanggal
masuk, tanggal pengkajian
ii. Identitas Keluarga berupa nama, usia, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat,
penghasilan, hubungan dengan pasien
b. Riwayat Kesehatan
c. Pernapasan : sering mengalami apnea dan belum teratur.
d. Pergerakan kurang, posisi masih fetal, tangisan lemah
e. Pemeriksaan Fisik
i. Keadaan umum : lemah
ii. Lingkar kepala : kurang dari 33 cm
iii. Lingkar Dada : kurang dari 33 cm
iv. Panjang Badan : kurang dari 45 cm
v. Berat badan lahir : kurang dari 2500 mg
vi. BB saat dikaji : kurang dari 2500 mg
vii. Vital Sign : tidak stabil
viii. Masa gestasi : kurang dari 37 minggu
ix. Kepala : kepala lebih besar dari badan, ubun-ubun
dan sutura lebar
x. Dahi dan pelipis : lebih banyak lanugo
xi. Telinga : lebih banyak lanugo, daun telinga imatur
xii. Punggung : lebih banyak lanugo
xiii. Umbilikus : tampak kuning dan belum kering
11
xiv. Genitalia : kulit tipis dan transparan, lanugo banyak, pada
laki-laki testis belum turun, pada wanita labio mayora belum
menutup labio minora,
xv. Integumen : kulit tampak mengkilat dan kering
xvi. Tonus otot lemah
xvii. Ekstrimitas : lemah, tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi,
xviii. Refleks : moro, babynski, refleks menghisap dan menelan
belum sempurna
12
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
2. Analisa Data
NO. DATA PROBLEM ETIOLOGI DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Subjektif (S) : Gangguan pertukaran gas Imaturitas jaringan pernafasan Gangguan pertukaran gas berhubungan
Ibu mengatakan bayi tampak sesak dengan imaturitas jaringan pernafasan di
dan pucat tandai dengan Bayi tampak sesak nafas, RR
Objektif (O) : meningkat (> 160 x/menit), Tampak
1. Bayi tampak sesak nafas sianosis , Terlihat retraksi pada dinding
2. RR meningkat (> 160 x/menit) dada, Terpasang O2 sungkup , Ekstrimitas
3. Tampak sianosis teraba dingin, Imaturitas sistem pernafasan,
4. Terlihat retraksi pada dinding Usaha nafas bayi tidak maksimal dan CO2
dada meningkat (Hiperkapneu)
5. Terpasang O2 sungkup
6. Ekstrimitas teraba dingin
7. Imaturitas sistem pernafasan
8. Usaha nafas bayi tidak maksimal
9. CO2 meningkat (Hiperkapneu)
13
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
2. Subjektif (S) : Gangguan termoregulasi Imaturitas jaringan lemak pada Gangguan termoregulasi (hipotermi)
Ibu mengatatakan bayi menangis dan (hipotermi) subkutan berhubungan dengan imaturitas jaringan
tampak mengigil lemak pada subkutan di tandai dengan anak
Objektif (O) : menagis dan menggigil, Suhu tubuh < 36,5
1. Suhu tubuh < 36,5 o C 0
C, Bayi menangis dan tampak mengigil,
2. Bayi menangis dan tampak Struktur kulit halus dan tipis, dan Bayi di
mengigil rawat dalam incubator
3. Struktur kulit halus dan tipis
4. Bayi di rawat dalam incubator
3. Subjektif (S) : Resiko tinggi aspirasi Imaturasi organ sistem pencernaan Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan
Objektif (O) : Imaturasi organ sistem pencernaan ditandai
1. Reflek hisap dan menelan lemah dengan reflek hisap dan menelan lemah
2. Klien terpasang OGT sebagai Klien terpasang OGT sebagai tempat
tempat memasukan makanan memasukan makanan dan minuman
dan minuman (sonde) (sonde)
4. Subjektif (S) : Gangguan pemenuhan Imaturitas organ sistim pencernaan Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan
Ibu mengatakan bayi tidak mau nutrisi dengan imaturitas organ sistem pencernaan
minum ASI ditandai dengan bayi tidak mau minum
Objektif (O) : ASI, Terpasang OGT, Terpasang infus,
1. Terpasang NGT Reflek hisap dan menelan lemah, BB lahir
2. Terpasang infus dibawah 2500 gr, BB saat dikaji 1200 gr,
3. Reflek hisap dan menelan lemah Motilitas usus rendah, Daya mencerna dan
mengabsorpsi makanan, berkurang,
14
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
15
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
16
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
NO. INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan 1. Atur posisi kepala ekstensi 1. Memperlancar jalan napas
dengan imaturitas jaringan pernafasan di
tandai dengan Bayi tampak sesak nafas, RR 2. Monitor irama, kedalaman frekuensi 2. Monitor membantu mengetahui perubahan,
meningkat (> 160 x/menit), Tampak sianosis pernafasan bayi apakah dalam keadaan normal atau terjadi
, Terlihat retraksi pada dinding dada, perubahan.
Terpasang O2 sungkup , Ekstrimitas teraba
dingin, Imaturitas sistem pernafasan, Usaha 3. Monitor saturasi O2 tiap 2 jam 3. Monitor saturasi O2 bertujuan mengetahui
nafas bayi tidak maksimal dan CO2 saturasi O2 dalam jaringan
meningkat (Hiperkapneu) Kolaborasi:
Tujuan : 1. Pemberian obat bronchodilator sesuai 1. Bronchodilator membantu mengurangi sesak
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam kebutuhan napas
masalah gangguan pertukaran gas teratasi
2. Pemberian terapi O2 2. Terapi O2 mempertahankan kadar oksigen
Kriteria Hasil : dalam jaringan
1. Frekuensi napas dalam batas normal (35-
50 x/menit)
2. Denyut jantung dalam batas normal
(120-160x/menit
3. Tidak terpasang kanul/masker
17
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
4. Tidak sianosis
5. Tidak terlihat retraksi pada dinding dada
6. Ekstrimitas teraba hangat
2. Gangguan termoregulasi (hipotermi) 1. Beri dibedong/beri selimut 1. Membantu menghangatkan/meningkatkan suhu
berhubungan dengan imaturitas jaringan tubuh
lemak pada subkutan di tandai dengan anak
menagis dan menggigil, Suhu tubuh < 36,5 2. Atur kondisi suhu ruangan (matikan 2. Menjaga agar bayi tidak tambah kedinginan
0
C, Bayi menangis dan tampak mengigil, AC/kipas.)
Struktur kulit halus dan tipis, dan Bayi di
rawat dalam incubator 3. Observasi TTV 3. Sebagai indikator perbaikan suhu tubuh bayi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam 4. Anjurkan ibu untuk melakukan kanggoroe 4. Meningkatkan suhu tubuh bayi melalui proses
masalah gangguan termogerulasi teratasi mother skin to skin
Kriteria Hasil :
1. Suhu dalam batas normal (36,5-37,5 o C)
2. Bayi tidak rewel
3. Bayi tidak di rawat dalam
incubator/pemanas dengan
menggunakan lampu
3. Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan 1. Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses 1. Mengetahui terjadinya aspirasi atau tidak pada
18
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
Imaturasi organ sistem pencernaan ditandai pemberian makanan seperti batuk, klien.
dengan reflek hisap dan menelan lemah tersedak, dan salivasi.
Klien terpasang OGT sebagai tempat
memasukan makanan dan minuman (sonde) 2. Tinggikan bagian kepala bayi setiap kali 2. Saat makan, posisi tubuh harus semi fowler/
Tujuan : makan. fowler sehingga mengurangi resiko aspirasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam , bayi tidak menunjukan 3. Atur posisi klien miring dan bagian kepala 3. Untuk mencegah aspirasi
tanda-tanda aspirasi lebih tinggi ketika klien tidur.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukan peningkatan
kemampuan menelan.
2. Tidak mengalami muntah
4. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan 1. Beri ASI sesuai kebutuhan 1. Pemberian ASI membantu pemenuhan nutrisi
dengan imaturitas sistem pencernaan
ditandai dengan bayi tidak mau minum ASI, 2. Lakukan oral hygiene 2. Membantu meningkatkan nafsu makan bayi
Terpasang OGT, Terpasang infus, Reflek
hisap dan menelan lemah, BB lahir dibawah 3. Kaji turgor kulit 3. Turgor kulit membantu mengetahui apakah bayi
2500 gr, BB saat dikaji 1200 gr, Motilitas mengalami kekurangan cairan
usus rendah, Daya mencerna dan
mengabsorpsi makanan, berkurang, 4. Timbang BB tiap hari dengan timbangan 4. Pengukuran berat badan membantu mengetahui
Pengosongan lambung berkurang dan yang sama bayi mengalami penurunan nutrisi
distensi abdomen.
19
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
Tujuan : 5. Kaji reflek menelan dan menghisap bayi 5. Mengetahui kesiapan bayi menerima nutrisi
Setelah dilakukan tindakan selama 7x24 jam
masalah gangguan pemenuhan nutrisi Kolaborasi :
teratasi 1. Pemberian terapi cairan (NaCl dan susu 1. Membantu pemenuhan nutrisi
Kriteria Hasil : formula)
1. Terjadi peningkatan BB bayi
2. Refleks menelan dan menghisap bayi
baik
3. Turgor kulit bayi < 2 detik
5. Ansietas (orang tua) berhubungan dengan 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga pasien 1. Mengetahui tingkat kecemasan keluarga pasien
efek hospitalisasi ditandai dengan orang tua tentang penyakit yang diderita oleh pasien
klien sering menanyakan keadaan pasien,
wajah keluarga pasien tampak cemas 2. Beri waktu kepada keluarga pasien untuk 2. Memudahkan dalam komunikasi terapeutik
mengungkapkan perasaanya. pada saat melakukan tindakan dan
Tujuan : menumbuhkan rasa percaya kepada perawat
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam
masalah ansietas orang tua bayi teratasi 3. Berikan penjelasan mengenai penyakit 3. Memberikan pengetahuan tentang penyakit
Kriteria Hasil : yang diderita oleh pasien yang diderita pasien
1. Keluarga tampak tenang dan tidak cemas
2. Keluarga tidak bertanya lagi mengenai
bayi
20
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
21
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
22
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
23
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
g. Imunisasi
NO Jenis Imunisasi Jumlah dosis Usia yang diberikan
1 Hepatitis B 1 0,5 cc Setelah lahir
2 BCG 0,05 cc Setelah lahir
i. Kebiasaan
i. Pola Perilaku
1) Menggigit kuku : Tidak
2) Menghisap Ibu jari : Tidak
3) PIKA : Tidak
4) Ritual, seperti ‘selimut pengaman” : Tidak
5) Gerakan membenturkan kepala, memanjat: Tidak
6) Tempertantrum : Tidak
7) Lain-lain : Suka menonton
24
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
5. Tinjauan Sistem
a. Umum
Bayi N II tampak menggigil, komposmentis, refleks minum
kurang, suhu tubuh 36,2 oC, HR 128x/mnt, RR 58x/mnt, anak aktif,
posisi tidur rata dengan bednya.
b. Integumen
Lembab, berwarna merah, tidak ada ruam dan petekie, terdapat
lanugo pada ekstermitas dan wajah, turgor kulit < 2 detik, akral dingin.
c. Kepala
Bentuk mesosepal, rambut berwarna hitam lebat
d. Mata
Simetris, tidak ada pembengkakan palpebra, alis mata tebal,
tidak strabismus, sklera tidak ikterik, kornea jernih, diberikan credie.
e. Hidung
Simetris, kedua lubang hidung terbuka, bersih, tidak terdapat
cairan, tidak ada obstruksi nasal, telah dilakukan penghisapan lendir
setelah melahirkan.
f. Telinga
Simetris, tidak terdapat cairan, bersih
g. Mulut
Bibir tampak merah, tidak sianosis, tdak ada labioschizis dan
palatoschizis, terdapat bercak keputihan pada lidah, tidak ada
pembesaran laring.
25
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
h. Tenggorokan
Tidak terdapat kesulitan menelan, tidak tersedak. Bayi akan
muntah bila minum susu terlalu banyak dan tidak disendawakan.
i. Leher
Tidak nyeri, tidak ada keterbatasan gerak, tidak terdapat
kekakuan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat
pembesaran nodus limfe.
j. Pernapasan
RR An.T 58 x / menit, tidak mengalami batuk kronis,tidak
pilek, waktu istirahat tidak mengalami napas pendek, tidak mengalami
kesulitan ketika bernapas, tidak ada produksi sputum.
k. Dada
i. Inspeksi : dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada tidak ada
bekas luka, tidak ada iktus cordis, tidak ada cardiomegali
ii. Palpasi : tidak ada benjolan, vocal vremitus sama antara kiri dan
kanan (+/+), terdapat bunyi krekels pada paru kiri dan kanan.
iii. Perkusi : sonor
iv. Auskultasi : BJ 1,2 reguler, tidak ada bunyi tambahan pada jantung
1) Sianosis & keletihan pada aktifitas : Tidak
2) Riwayat murmur jantung : Tidak
3) Anemia : Tidak
4) Golongan darah :A
5) Nadi : 128x/mnt
l. Gastrointestinal
i. Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi : tidak ada bekas luka, supel
2) Auskultasi : bising usus x/mnt
3) Perkusi : tympani
4) Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
distensi urinaria, hepar dan ginjal.
26
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
27
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
u. Profil Klien
i. Status kesehatan : Baik, jarang sakit
ii. Status psikologi :
iii. Status Sosioekonomi : Baik
v. Pemeriksaan laboratorium
28
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
B. Analisa Data
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI DIAGNOSAKEPERAWATAN
1. Subyektif (S) : - Hipotermia BBLR dan adaptasi dengan Hipotermia berhubungan dengan
Obyektif (O) : lingkungan diluar rahim. BBLR dan adaptasi dengan
1. Suhu : 36,5o C lingkungan diluar rahim ditandai
2. Ekstermitas : akral dingin. dengan suhu 36,5o C, ekstermitas akral
3. Lapisan lemak tipis dingin.
2. Subyektif (S) : Resti aspirasi Refleks hisap kurang / Resti aspirasi berhubungan dengan
Obyektif (O) : belum berfungsinya spingter refleks hisap kurang / belum
1. Bayi muntah bila minum terlalu banyak esofagus dengan baik berfungsinya spingter esofagus dengan
dan tidak disendawakan. baik.
2. Sendawa setelah minum dan ditepuk
punggungnya.
3. Subyektif (S) : Gangguan Imaturitas sistem Gangguan pemenuhan nutrisi
Objektif (O) : pemenuhan nutrisi pencernaan berhubungan dengan imaturitas sistem
1. Bayi tidak mau minum ASI pencernaan ditandai dengan bayi tidak
2. Susu Formula Enfamil EF mau minum ASI, Reflek hisap dan
3. Reflek hisap dan menelan lemah menelan lemah, BB lahir dibawah
4. BB lahir dibawah 2500 gr, BB saat dikaji 2500 gr, BB saat dikaji 1700 gr.
1700 gr
29
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN
1. Hipotermia berhubungan dengan BBLR 1. Berikan bedong/berikan selimut tambahan 1. Membantu menghangatkan /
dan adaptasi dengan lingkungan diluar meningkatkan suhu tubuh
rahim ditandai dengan suhu 36,5o C,
ekstermitas akral dingin. 2. Atur kondisi suhu ruangan (matikan 2. Menjaga agar bayi tidak tambah
Tujuan : AC/kipas.) kedinginan
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24
jam masalah gangguan termogerulasi 3. Memberi lampu penghangat 3. Memberikan suhu lingkungan yang
teratasi hangat
30
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
baik.
2. tinggikan bagian kepala bayi setiap kali 2. Saat makan, posisi tubuh harus semi
Tujuan: setelah melakukan tindakan
makan. fowler/ fowler sehingga mengurangi
keperawatan selama 1x24 jam , bayi
resiko aspirasi.
tidak menunjukan tanda-tanda aspirasi
seperti:
3. Atur posisi klien miring dan bagian kepala 3. Posisi tidur yang baik untuk mencegah
kemampuan menelan.
2. Tidak mengalami muntah 4. Posisikan bayi tegak dan menyendawakan 4. Membantu mengeluarkan udara agar
3. Gangguan pemenuhan nutrisi 1. Beri ASI sesuai kebutuhan 1. Pemberian ASI membantu pemenuhan
berhubungan dengan imaturitas sistem nutrisi
pencernaan ditandai dengan bayi tidak
mau minum ASI, Reflek hisap dan 2. Lakukan oral hygiene 2. Membantu meningkatkan nafsu makan
menelan lemah, BB lahir dibawah 2500 bayi
gr, BB saat dikaji 1700 gr.
Tujuan : 3. Kaji turgor kulit 3. Turgor kulit membantu mengetahui
Setelah dilakukan tindakan selama 7x24 apakah bayi mengalami kekurangan
jam masalah gangguan pemenuhan cairan
nutrisi teratasi
Kriteria Hasil : 4. Timbang BB tiap hari dengan timbangan 4. Pengukuran berat badan membantu
31
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
32
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
D. Implementasi Keperawatan
30cc
3. Rabu/24 Maret 2010/09.30 2 a. Mengatur posisi bayi miring a.
WIB dan bagian kepala lebih tinggi Narendra
33
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
d. BAB : 1xmeconium
6. Rabu/24 Maret 2010/12.00 a. Memandikan a. Bayi aktif dan menangis
Narendra
WIB
11. Kamis/25 Maret 2010/09.00 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak, aktif
Ivone
WIB 30cc dan reflek hisap kuat
12. Kamis/25 Maret 2010/11.00 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak, aktif
Ivone
WIB 30cc dan reflek hisap kuat
34
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
16. Kamis/25 Maret 2010/12.20 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak dan
Ivone
WIB 60cc aktif
17. Kamis/25 Maret 2010/15.00 1 a. Mengukur TTV a. Suhu : 36,4oC
WIB b. Nadi : 125x/mnt
c. RR : 62x/mnt
d. Bayi tampak diam dan
tenang
18. Kamis/25 Maret 2010/15.10 1 a. Memberikan lampu a.
WIB penghangat
19. Kamis/25 Maret 2010/15.30 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak dan
WIB 30cc aktif
20. Kamis/25 Maret 2010/15.45 2 a. Memposisikan bayi tegak dan a. Sendawa 3 kali, dan
WIB menyendawakan muntah 1 kali
35
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
a. a.
23. a.
24. a. a.
25. a. a.
26. a. a.
a. a.
a. a.
27. a. a.
a. a.
a. a.
b. b.
a. a.
a. a.
36
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
a. a.
b. b.
c. c.
d. d.
e. e.
f. f.
g. a.
h. g.
i. h.
j. i.
k. j.
l. k.
m. l.
n. m.
o. n.
p. o.
37
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
E. Evaluasi
38
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
39
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
40
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
41
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
Perencanaan (P):
Lanjutkan intervensi :
o Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
o Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
o Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
o Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas sementara
anak.
7. Rabu / 3 Maret 3 Subjektif (S): Narendra
2010 / 14.00 a. Anak mengatakan ia mau pulang saja ke rumah karena sudah
WIB
bosan di rumah sakit dan tidak sembuh-sembuh. Anak D. ingin Reyes
sekolah.
b. Anak D. mengatakan mau diajak bermain Agnes
c. Anak mengatakan senang saat diajak bermain dengan perawat.
d. Orang tua anak D. mengatakan sangat senang saat anak D. diajak
bermain dan dapat tertawa
Objektif (O):
a. Anak terlihat menangis saat ditanya bosan atau tidak, ibu anak D.
juga tampak menangis.
b. Anak tampak tenang dan sedang tiduran di tempat tidur
c. Anak masih tampak lemas.
f. Anak nampak senang saat diajak bermain dengan perawat.
Analisis (A):
42
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
43
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
44
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
Perencanaan (P):
Lanjutkan intervensi :
o Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
o Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
o Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
o Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas sementara anak
11. Kamis/4 Maret 3 Subjektif (S): Narendra
2010/ 14.00 a. Anak D mengatakan masih agak sedih karena perutnya masih
WIB
bengkak Reyes
Objektif (O):
a. Anak nampak tenang walaupun ia mengatakan masih agak sedih Agnes
Analisis (A):
Masalah cemas teratasi sebagian
Perencanaan (P):
Lanjutkan intervensi :
o Kaji tingkat ansietas anak
o Berikan motivasi kepada anak
o Ajak anak bermain
45
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
46
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
14.00 WIB a. Anak mengatakan tidak lemas saat berjalan ke kamar mandi.
Objektif (O): Reyes
a. Anak mampu untuk mandi sendiri, sikat gigi sendiri, dan
memakai baju sendiri Agnes
Analisis (A):
Masalah intoleransi aktivitas teratasi
Perencanaan (P):
Lanjutkan intervensi :
Anjurkan anak untuk tetap mempertahankan kondisinya agar tidak
terlalu capek sehingga dapat melakukan aktivitasnya dengan mandiri.
15. Jumat/ 5 3 Subjektif (S): Narendra
Maret 2010/ a. Anak D mengatakan ia sudah tidak sedih dan takut lagi karena
14.00 WIB
bengkaknya sudah turun. Reyes
b. Anak D mengatakan ia ingin cepat sembuh agar bisa sekolah lagi.
c. Anak mengatakan ia tidak akan menangis lagi, dan ingin cepat Agnes
keluar dari rumah sakit.
Objektif (O):
a. Anak nampak tenang, tidak sedih dan murung lagi.
b. Anak nampak sedang membaca majalah bobo
c. Anak nampak tersenyum saat di tanyakan keadaannya.
Analisis (A):
47
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
Dalam melakukan setiap tindakan keperawatan, seorang perawat tentunya harus melaksanakan sesuai Standard Operasional
Prosedur yang telah ditetapkan, tetapi dalam pelaksanaannya tentu saja tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala seperti
keterbatasan SDM, jumlah kuota pasien yang berlebih, dan keterbasan alat, tentu mempengaruhi pelaksanaan standard operasional
prosedur yang telah ditetapkan. Sehingga dalam BAB ini penulis mencoba untuk menganalisa kesenjangan yang terjadi di ruangan
yang dihubungkan dengan prosedur pelaksanaan yang sesuai standard.
48
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
2. Prosedur 2. Prosedur
a. Tahap Pra Interaksi a. Tahap Pra Interaksi
i. Mencuci tangan i. Menyiapkan obat yang dibutuhkan
ii. Menyiapkan obat yang dibutuhkan
iii. Menempatkan alas di dekat pasien dengan benar
b. Tahap orientasi b. Tahap orientasi
i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik ii. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
ii. Periksa kembali obat yang akan diberikan iii. Periksa kembali obat yang akan diberikan
iii. Menjelaskan tujuan pemberian obat
c. Tahap Kerja c. Tahap Kerja
i. Bantu pasien pada posisi yang aman dan nyaman untuk minum i. Memberikan obat sesuai nama yang telah ditulis
obat
ii. Bantu pasien saat obat diminumkan, beri air putih secukupnya
Pastikan pasien sudah menelan obatnya
d. Tahap Terminasi d. Tahap Terminasi
i. Merapikan pasien i. Berpamitan dengan klien
49
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
Analisa SWOT
S:
Lebih cepat dalam melaksanakan prosedur
Klien tidak pusing memikirkan dosis obat yag diminum
W:
Tidak dapat mengontrol apakah obat sudah diminum klien atau belum
Ada kemungkinan kesalahan pemberian ataupun cara pemberian obat
O:
-
T:
Kesalahan dalam pemberian obat
Tidak efektifnya program terapi
50
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
51
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
2. Prosedur 2. Prosedur
a. Tahap Pra Interaksi a. Tahap Pra Interaksi
i. Melakukan verifikasi program pengobatan klien i. Mencuci tangan
ii. Mencuci tangan ii. Menyiapkan obat sesuai prinsip
iii. Menyiapkan obat sesuai prinsip
iv. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar
b. Tahap Orientasi b. Tahap Orientasi
i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
ii. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
iii. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
c. Tahap Kerja c. Tahap Kerja
i. Mengatur posisi pasien dan pilih vena dari arah distal i. Membersihkan selang IV dengan kapas alkohol (melingkar dari
ii. Memasang perlak dan alasnya arah dalam keluar) dan biarkan kering
iii. Membebaskan daerah yang akan diinjeksi ii. Menusuk selang IV
iv. Meletakkan tourniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk iii. Memasukkan obat secara perlahan
v. Memakai handscoen iv. Mencabut spuit
vi. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah
dalam keluar) dan biarkan kering
vii. Mempertahankan vena pada posisi stabil
viii. Memegang spuit dengan sudut 30°
ix. Menusuk vena dengan kemiringan 30° dan lubang jarum
52
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
53
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
O:
Mengurangi biaya perawatan
T:
-
54
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
55
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
xiv. Memegang IV cateter dengan sudut 30 derajat xiv. Menusuk vena dengan lubang jarum menghadap keatas
xv. Menusuk vena dengan lubang jarum menghadap keatas xv. Memastikan IV cateter masuk intravena kemudian menarik
xvi. Memastikan IV cateter masuk intravena kemudian menarik xvi. Memasukkan IV cateter secara perlahan
xvii. Memasukkan IV cateter secara perlahan xvii. Menarik mandrin dan menyambungkan dengan selang infus
xviii. Menarik mandrin dan menyambungkan dengan selang infus xviii. Melepaskan tourniquet
xix. Melepaskan tourniquet xix. Mengalirkan cairan infus
xx. Mengalirkan cairan infus xx. Melakukan fiksasi IV cateter
xxi. Melakukan fiksasi IV cateter xxi. Menutup dengan hipavic
xxii. Memberi desinfeksi dengan tusukan & menutup dengan kassa xxii. Mengatur tetesan sesuai program
xxiii. Mengatur tetesan sesuai program
d. Tahap terminasi d. Tahap terminasi
i. Merapikan pasien i. Merapikan pasien
ii. Berpamitan dengan klien ii. Berpamitan dengan klien
iii. Membereskan alat-alat iii. Membereskan alat-alat
iv. Mencuci Langan iv. Mencuci Langan
v. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan vi. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Analisa SWOT
S:
Lebih cepat dalam melaksanakan prosedur
Resiko flebitis minim
W:
-
56
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
O:
Meminimalkan biaya perawatan
T:
-
57
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
VI. Pembahasan
58
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik
Referensi
59