Anda di halaman 1dari 59

I.

Latar Belakang

Dalam beberapa dasawarsa ini, perhatian terhadap janin yang mengalami


gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat. Hal ini disebabkan
masih tingginya angka kematian perinatal neonatal karena masih banyak bayi
yang dilahirkan dengan berat badan lahir rendah.
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-
negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan
90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (4).
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia sangat
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%,
hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-
17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5
%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3). Menurut
data angka kejadian BBLR di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun
1986 adalah 24 %. Angka kematian perinatal di rumah sakit dan tahun yang sama
adalah 70 % dan 73 % dari seluruh kematian di sebabkan oleh BBLR (Anonim 1
2010)
Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar
dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Kalaupun bayi menjadi dewasa
ia akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental. Prognosis
akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi
terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti
asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi

1
ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi
gangguan bicara, IQ yang rendah, dan gangguan lainnya.

2
II. Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan kasus mengenai BBLR ini adalah


mempersiapkan mahasiswa baik secara kognitif, motorik maupun afektif dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien maupun keluarga klien dengan BBLR
sehingga nantinya dapat menerapkan asuhan keperawatan yang sesuai, dan pada
akhirnya secara langsung maupun tidak langsung dalam merawat bayi dengan
berat badan lahir rendah akan membantu pemulihan kondisi bayi dan peningkatan
pengetahuan pada keluarga mengenai kondisi bayi serta perawatan yang sesuai
dengan bayi tersebut.

3
III.Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby
dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah), karena disadari
tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr pada waktu lahir
bukan bayi prematur. Sedangkan Wong (2002), menyatakan bayi dengan berat
badan lahir rendah merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gr tanpa memperhatikan usia gestasi atau kehamilan.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bayi dengan
berat badan lahir rendah adalah kondisi dimana berat badan bayi pada saat
lahir kurang dari 2500 gr tanpa memperhatikan usia kehamilan ibu.

B. Etiologi
Menurut Arief Mansjoer (2001), bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor ibu
a. Faktor penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan seperti
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, diabetes melitus,
toksemia gravidarum, nefritis akut, penyakit jantung, malnutrisi
(kelebihan maupun kekurangan nutrisi), kelainan uterus, hipertensi,
jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, serta trauma pada saat
kehamilan.
b. Faktor usia
Usia ibu pada saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, pekerjaan yang melelahkan,
merokok serta mengkonsumsi narkoba.

4
2. Faktor janin
a. Hydramnion (volume air ketuban lebih dari 2 liter)
b. Kehamilan ganda
c. Kelainan kromosom
d. Faktor plasenta:
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
3. Faktor lingkungan
a. Tempat tinggal didataran tinggi
b. Radiasi
c. Zat-zat beracun

C. Patofisiologi
Akibat atau penyebab terjadinya kasus BBLR membuat pengaruh ke
beberapa sistem seperti sistem respiratori, intergumen, gastrointestinal, imun.
Pada sistem respiratori, pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada
kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri
selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi
(asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian
akan berlanjut dengan pernafasan. Bila terdapat gangguaan pertukaran
gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang
lebih berat (Arief 2001).
Pada sistem gastrointestinal, terjadi kelemahan/ketidakmampuan tonus
leher yang mengakibatkan refleks minum dan menelan menurun. Dampak
yang mungkin terjadi adalah bisa berakibat anak makin kekurangan suplai
makanan ke tubuhnya. Sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh perawat dan
orang tua. Bayi dengan BBLR cenderung memiliki Imun yang belum matang
sehingga dapat berakibat terjadinya resiko infeksi pada sistem ini. Oleh karena
itu, penting bagi orang tua dan tenaga medis untuk memantau setiap keadaan

5
klien yang dapat beresiko terjadinya infeksi. Orang tua juga biasanya menjadi
cemas dengan keadaan yang sedang terjadi oada anak mereka.
Sistem intergumen pada anak dengan BBLR memiliki lapisan lemak
yang minim dan kulit yang tipis sehingga anak kemungkinan akan terjadi
hipertermi. Pemantauan suhu, nadi,tekana darah, dan RR perlu dilakukan
setiap saat untuk mengetahui sejauh peningkatan/penurunan tanda-tanda vital
yang terjadi.
Pada faktor Ibu dengan kekurangan gizi selama kehamilan akan
berakibat buruk terhadap janin seperti prematuritas, gangguan pertumbuhan
janin, kelahiran mati maupun kematian neonatal dini. Penentuan status gizi
yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan
kenaikkan berat badan selama hamil. Sedangkan pada faktor umur kurang dari
20 tahun terjadi karena secara emosional dan fisiologis belum matang, selain
pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung
pada orang lain.
Pada ibu yang memiliki usia lebih dari 35 tahun meskipun mereka telah
berpengalaman terjadi BBLR karena secara fisiologis serta kesehatannya
sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterin dan
sehingga menyebabkan kelahiran BBLR. Pada jarak hamil dan bersalin terlalu
dekat yaitu kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang
baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan
rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang
sangat berdekatan (dibawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko
terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan
placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah. Pada Paritas ibu dengan jumlah anak lebih dari 4
dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan
rahim biasanya sudah lemah (Depkes 1998).

6
Faktor kehamilan dengan hidramnion dapat menyebabkan BBLR
karena hidromnion ini menyebabkan penekanan pada janin sehingga
pertumbuhan janin terhambat dan bayi resiko lahir dengan BBLR. Sedangkan
ukuran normal amnion yaitu 500-1000 cc.
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas
22 minggu hingga mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan.
Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu semakin
buruk. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke placenta yang
mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang
mengakibatkan kematian janin intrauterin. Bila janin dapat diselamatkan,
dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal napas dan komplikasi
asfiksia (Arief 2001).
Komplikasi kehamilan berupa Pre-eklampsia / Eklampsia
mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan dan
kelahiran mati. Hal ini disebabkan karena Pre-eklampsia / Eklampsia pada ibu
akan menyebabkan perkapuran di daerah placenta, sedangkan bayi
memperoleh makanan dan oksigen dari placenta, dengan adanya perkapuran di
daerah placenta, suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.
Pada ketuban pecah dini, ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya
bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban Pecah Dini (KPD)
disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran yang diakibatkan
oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Arief 2001).
Pada persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau dipecahkan
setelah pembukaan lengkap, apabila ketuban pecah dini, merupakan masalah
yang penting dalam obstetri yang berkaitan dengan penyulit kelahiran
prematur dan terjadinya infeksi ibu (Arief 2001).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler
yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
permulaan persalinan, hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab penting
dari kelahiran mati dan kematian neonatal. Ibu dengan hipertensi akan

7
menyebabkan terjadinya insufisiensi placenta, hipoksia sehingga pertumbuhan
janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur. Infeksi dalam rahim
seperti infeksi hepatitis terhadap bersumber dari gangguan fungsi hati dalam
mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke
janin dapat terganggu atau berkurang. Oleh karena itu, pengaruh infeksi
hepatitis menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas dan kematian
janin dalam rahim.
Pada kehamilan ganda (gameli), berat badan kedua janin pada
kehamilan kembar tidak sama, dapat berbeda antara 50 sampai 1.000 gram,
karena pembagian darah pada placenta untuk kedua janin tidak sama.
Regangan pada uterus yang berlebihan pada kehamilan ganda merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan kelahiran BBLR. Pada kehamilan ganda terjadi
distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi
partus prematus. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda
bertambah yang dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain,
sehingga sering lahir bayi yang kecil (Depkes 1998).

8
D. Pohon Masalah

9
E. Manifestasi klinik
Menurut Wong (2002), manifestasi klinik dari bayi dengan berat badan
lahir rendah antara lain:
1. Berat badan lahir kurang dari 2500 gr
2. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
3. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
4. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
5. Pernapasan : sering mengalami apnea dan belum teratur
6. Kepala lebih besar dari badan, ubun-ubun dan sutura lebar
7. Pada dahi, punggung, pelipis dan telinga banyak lanugo
8. Kulit genitalia tipis dan transparan, pada laki-laki testis belum turun, pada
wanita labio mayora belum menutup labio minora
9. Integumen tampak mengkilat dan kering
10. Ekstrimitas lemah, tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi
11. Refleks moro, babynski, refleks menghisap dan menelan belum sempurna

F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wong (2002), pemeriksaan diagnostik yang biasanya
dilakukan pada bayi dengan berat badan lahir rendah adalah:
1. Jumlah sel darah putih: 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir yang akan menurun kadarnya jika
ada infeksi atau sepsis.
2. Hematokrit (Ht): 43% - 61% (peningkatan sampai 65 % atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragik perinatal.
3. Hemoglobin (Hb): 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan).
4. Bilirubin total: 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan
12 mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.

10
6. Pemantauan elektrolit ( Na, K, CI): biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
7. Pemeriksaan Analisa gas darah.

G. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Keluarga (Penganggungjawab)
i. Identitas Pasien berupa nama pasien, usia, jenis kelamin,
golongan darah, ruang/kamar, No. RM, diagnosa medik, tanggal
masuk, tanggal pengkajian
ii. Identitas Keluarga berupa nama, usia, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat,
penghasilan, hubungan dengan pasien
b. Riwayat Kesehatan
c. Pernapasan : sering mengalami apnea dan belum teratur.
d. Pergerakan kurang, posisi masih fetal, tangisan lemah
e. Pemeriksaan Fisik
i. Keadaan umum : lemah
ii. Lingkar kepala : kurang dari 33 cm
iii. Lingkar Dada : kurang dari 33 cm
iv. Panjang Badan : kurang dari 45 cm
v. Berat badan lahir : kurang dari 2500 mg
vi. BB saat dikaji : kurang dari 2500 mg
vii. Vital Sign : tidak stabil
viii. Masa gestasi : kurang dari 37 minggu
ix. Kepala : kepala lebih besar dari badan, ubun-ubun
dan sutura lebar
x. Dahi dan pelipis : lebih banyak lanugo
xi. Telinga : lebih banyak lanugo, daun telinga imatur
xii. Punggung : lebih banyak lanugo
xiii. Umbilikus : tampak kuning dan belum kering

11
xiv. Genitalia : kulit tipis dan transparan, lanugo banyak, pada
laki-laki testis belum turun, pada wanita labio mayora belum
menutup labio minora,
xv. Integumen : kulit tampak mengkilat dan kering
xvi. Tonus otot lemah
xvii. Ekstrimitas : lemah, tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi,
xviii. Refleks : moro, babynski, refleks menghisap dan menelan
belum sempurna

12
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

2. Analisa Data
NO. DATA PROBLEM ETIOLOGI DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Subjektif (S) : Gangguan pertukaran gas Imaturitas jaringan pernafasan Gangguan pertukaran gas berhubungan
Ibu mengatakan bayi tampak sesak dengan imaturitas jaringan pernafasan di
dan pucat tandai dengan Bayi tampak sesak nafas, RR
Objektif (O) : meningkat (> 160 x/menit), Tampak
1. Bayi tampak sesak nafas sianosis , Terlihat retraksi pada dinding
2. RR meningkat (> 160 x/menit) dada, Terpasang O2 sungkup , Ekstrimitas
3. Tampak sianosis teraba dingin, Imaturitas sistem pernafasan,
4. Terlihat retraksi pada dinding Usaha nafas bayi tidak maksimal dan CO2
dada meningkat (Hiperkapneu)
5. Terpasang O2 sungkup
6. Ekstrimitas teraba dingin
7. Imaturitas sistem pernafasan
8. Usaha nafas bayi tidak maksimal
9. CO2 meningkat (Hiperkapneu)

13
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

2. Subjektif (S) : Gangguan termoregulasi Imaturitas jaringan lemak pada Gangguan termoregulasi (hipotermi)
Ibu mengatatakan bayi menangis dan (hipotermi) subkutan berhubungan dengan imaturitas jaringan
tampak mengigil lemak pada subkutan di tandai dengan anak
Objektif (O) : menagis dan menggigil, Suhu tubuh < 36,5
1. Suhu tubuh < 36,5 o C 0
C, Bayi menangis dan tampak mengigil,
2. Bayi menangis dan tampak Struktur kulit halus dan tipis, dan Bayi di
mengigil rawat dalam incubator
3. Struktur kulit halus dan tipis
4. Bayi di rawat dalam incubator
3. Subjektif (S) : Resiko tinggi aspirasi Imaturasi organ sistem pencernaan Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan
Objektif (O) : Imaturasi organ sistem pencernaan ditandai
1. Reflek hisap dan menelan lemah dengan reflek hisap dan menelan lemah
2. Klien terpasang OGT sebagai Klien terpasang OGT sebagai tempat
tempat memasukan makanan memasukan makanan dan minuman
dan minuman (sonde) (sonde)
4. Subjektif (S) : Gangguan pemenuhan Imaturitas organ sistim pencernaan Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan
Ibu mengatakan bayi tidak mau nutrisi dengan imaturitas organ sistem pencernaan
minum ASI ditandai dengan bayi tidak mau minum
Objektif (O) : ASI, Terpasang OGT, Terpasang infus,
1. Terpasang NGT Reflek hisap dan menelan lemah, BB lahir
2. Terpasang infus dibawah 2500 gr, BB saat dikaji 1200 gr,
3. Reflek hisap dan menelan lemah Motilitas usus rendah, Daya mencerna dan
mengabsorpsi makanan, berkurang,

14
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

4. BB lahir dibawah 2500 gr Pengosongan lambung berkurang dan


5. BB saat dikaji 1200 gr distensi abdomen.
6. Motilitas usus rendah
7. Daya mencerna dan
mengabsorpsi makanan
berkurang
8. Pengosongan lambung
berkurang
9. Distensi abdomen
5. Subjektif (S) : Ansietas Efek hospitalisasi Ansietas (orang tua) berhubungan dengan
1. Keluarga pasien menanyakan efek hospitalisasi ditandai dengan orang tua
perkembangan keadaan pasien klien sering menanyakan keadaan pasien,
Objektif (O) : wajah keluarga pasien tampak cemas
1. Keluarga pasien sering bertanya-
tanya tentang keadaan pasien
2. Wajah keluarga pasien tampak
cemas
6. Subjektif (S) : Resiko tinggi infeksi Imaturitas sistem imunitas Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
Objektif (O) : imaturitas sistem imunitas ditandai dengan
1. Suhu meningkat (> 37,5 o C) Suhu meningkat (> 37,5 o
C), Jumlah
2. Jumlah leukosit meningkat leukosit meningkat, Imaturitas sistem
imunitas

15
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

16
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
NO. INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan 1. Atur posisi kepala ekstensi 1. Memperlancar jalan napas
dengan imaturitas jaringan pernafasan di
tandai dengan Bayi tampak sesak nafas, RR 2. Monitor irama, kedalaman frekuensi 2. Monitor membantu mengetahui perubahan,
meningkat (> 160 x/menit), Tampak sianosis pernafasan bayi apakah dalam keadaan normal atau terjadi
, Terlihat retraksi pada dinding dada, perubahan.
Terpasang O2 sungkup , Ekstrimitas teraba
dingin, Imaturitas sistem pernafasan, Usaha 3. Monitor saturasi O2 tiap 2 jam 3. Monitor saturasi O2 bertujuan mengetahui
nafas bayi tidak maksimal dan CO2 saturasi O2 dalam jaringan
meningkat (Hiperkapneu) Kolaborasi:
Tujuan : 1. Pemberian obat bronchodilator sesuai 1. Bronchodilator membantu mengurangi sesak
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam kebutuhan napas
masalah gangguan pertukaran gas teratasi
2. Pemberian terapi O2 2. Terapi O2 mempertahankan kadar oksigen
Kriteria Hasil : dalam jaringan
1. Frekuensi napas dalam batas normal (35-
50 x/menit)
2. Denyut jantung dalam batas normal
(120-160x/menit
3. Tidak terpasang kanul/masker

17
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

4. Tidak sianosis
5. Tidak terlihat retraksi pada dinding dada
6. Ekstrimitas teraba hangat
2. Gangguan termoregulasi (hipotermi) 1. Beri dibedong/beri selimut 1. Membantu menghangatkan/meningkatkan suhu
berhubungan dengan imaturitas jaringan tubuh
lemak pada subkutan di tandai dengan anak
menagis dan menggigil, Suhu tubuh < 36,5 2. Atur kondisi suhu ruangan (matikan 2. Menjaga agar bayi tidak tambah kedinginan
0
C, Bayi menangis dan tampak mengigil, AC/kipas.)
Struktur kulit halus dan tipis, dan Bayi di
rawat dalam incubator 3. Observasi TTV 3. Sebagai indikator perbaikan suhu tubuh bayi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam 4. Anjurkan ibu untuk melakukan kanggoroe 4. Meningkatkan suhu tubuh bayi melalui proses
masalah gangguan termogerulasi teratasi mother skin to skin

Kriteria Hasil :
1. Suhu dalam batas normal (36,5-37,5 o C)
2. Bayi tidak rewel
3. Bayi tidak di rawat dalam
incubator/pemanas dengan
menggunakan lampu

3. Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan 1. Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses 1. Mengetahui terjadinya aspirasi atau tidak pada

18
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

Imaturasi organ sistem pencernaan ditandai pemberian makanan seperti batuk, klien.
dengan reflek hisap dan menelan lemah tersedak, dan salivasi.
Klien terpasang OGT sebagai tempat
memasukan makanan dan minuman (sonde) 2. Tinggikan bagian kepala bayi setiap kali 2. Saat makan, posisi tubuh harus semi fowler/
Tujuan : makan. fowler sehingga mengurangi resiko aspirasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam , bayi tidak menunjukan 3. Atur posisi klien miring dan bagian kepala 3. Untuk mencegah aspirasi
tanda-tanda aspirasi lebih tinggi ketika klien tidur.

Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukan peningkatan
kemampuan menelan.
2. Tidak mengalami muntah
4. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan 1. Beri ASI sesuai kebutuhan 1. Pemberian ASI membantu pemenuhan nutrisi
dengan imaturitas sistem pencernaan
ditandai dengan bayi tidak mau minum ASI, 2. Lakukan oral hygiene 2. Membantu meningkatkan nafsu makan bayi
Terpasang OGT, Terpasang infus, Reflek
hisap dan menelan lemah, BB lahir dibawah 3. Kaji turgor kulit 3. Turgor kulit membantu mengetahui apakah bayi
2500 gr, BB saat dikaji 1200 gr, Motilitas mengalami kekurangan cairan
usus rendah, Daya mencerna dan
mengabsorpsi makanan, berkurang, 4. Timbang BB tiap hari dengan timbangan 4. Pengukuran berat badan membantu mengetahui
Pengosongan lambung berkurang dan yang sama bayi mengalami penurunan nutrisi
distensi abdomen.

19
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

Tujuan : 5. Kaji reflek menelan dan menghisap bayi 5. Mengetahui kesiapan bayi menerima nutrisi
Setelah dilakukan tindakan selama 7x24 jam
masalah gangguan pemenuhan nutrisi Kolaborasi :
teratasi 1. Pemberian terapi cairan (NaCl dan susu 1. Membantu pemenuhan nutrisi
Kriteria Hasil : formula)
1. Terjadi peningkatan BB bayi
2. Refleks menelan dan menghisap bayi
baik
3. Turgor kulit bayi < 2 detik
5. Ansietas (orang tua) berhubungan dengan 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga pasien 1. Mengetahui tingkat kecemasan keluarga pasien
efek hospitalisasi ditandai dengan orang tua tentang penyakit yang diderita oleh pasien
klien sering menanyakan keadaan pasien,
wajah keluarga pasien tampak cemas 2. Beri waktu kepada keluarga pasien untuk 2. Memudahkan dalam komunikasi terapeutik
mengungkapkan perasaanya. pada saat melakukan tindakan dan
Tujuan : menumbuhkan rasa percaya kepada perawat
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam
masalah ansietas orang tua bayi teratasi 3. Berikan penjelasan mengenai penyakit 3. Memberikan pengetahuan tentang penyakit
Kriteria Hasil : yang diderita oleh pasien yang diderita pasien
1. Keluarga tampak tenang dan tidak cemas
2. Keluarga tidak bertanya lagi mengenai
bayi

20
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

3. Keluarga dapat menjelaskan ulang


mengenai penyakit yang diderita bayi
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah 1. Mencegah infeksi silang
imaturitas sistem imunitas melakukan tindakan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama bayi 2. Kaji tanda-tanda infeksi 2. Mengetahui tanda-tanda awal infeksi sehingga
dirawat di RS, masalah resiko tinggi infeksi dapat menentukan tindakan yang tepat
tidak terjadi
Kriteria Hasil : 3. Kaji TTV 3. Perubahan TTV (suhu) menunjukkan adanya
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi tanda-tanda infeksi
(rubor, dolor, kolor, tumor, fungsi laesa)
2. Frekuensi napas dalam batas normal (35- Kolaborasi :
50 x/menit) 1. Pemberian antibiotika 1. Mengurangi jumlah bakteri dan virus yang
3. Denyut jantung dalam batas normal menyerang
(120-160x/menit
4. Suhu dalam batas normal (36,5-37,5 o C)

21
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

IV. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Data Keperawatan


1. Identitas
a. Nama : By. N II
b. Alamat : Jln. K
c. Usia :-
d. Tempat/tanggal lahir : Semarang, 23 Maret 2010
e. Anak ke : 3 (gemeli) dari 3 bersaudara
f. Suku : Jawa
g. Jenis Kelamin : Laki-laki
h. Agama : Islam
i. Kewarganegaraan : Indonesia
j. Tanggal wawancara : Selasa, 24 Maret 2010
k. Pemberi Informasi : Ny. N
l. Penanggung Jawab : Tn. H
m. Diagnosa : BBLR

2. Keluhan Utama (KU)


Bayi N II memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

3. Penyakit Sekarang (PS)


Bayi K. 1 lahir pada hari 23 Maret 2010 di RSPWC dengan keadaan berat
badan lahir rendah gemely spontan. Apgar score 9.10.10. Berat badan
1700 gr, panjang badan 42 cm.

22
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

4. Riwayat Masa Lalu


a. G2P2A0 (Gemeli)
i. Tanggal kelahiran : 23 Maret 2010
ii. Paritas : Cukup bulan, lahir spontan (36 minggu)
b. Persalinan dan melahirkan
i. Tipe melahirkan : Normal (per vaginal)
ii. Tempat melahirkan : Di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
c. Kelahiran
i. Berat / panjang badan : 1,7 kg / 42 cm.
ii. Kondisi kesehatan : Berat Badan Lahir Rendah
iii. Apgar Score : 9.10.10
iv. Anomali congenital : Tidak ada
v. Lama perawatan : - hari
d. Penyakit, Operasi atau cedera sebelumnya
i.
e. Alergi : Tidak Ada
f. Obat-obatan
Alasan
Nama Isi Dosis Jadwal Durasi
pemberian
Phitomenadion Vitamin K 1 mg 1x Untuk
ketika membantu
selesai proses
melahir pembekuan
kan darah dan
mencegah
perdarahan
otak.

23
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

g. Imunisasi
NO Jenis Imunisasi Jumlah dosis Usia yang diberikan
1 Hepatitis B 1 0,5 cc Setelah lahir
2 BCG 0,05 cc Setelah lahir

h. Pertumbuhan dan perkembangan


i. Berat badan lahir : 1,7 kg
ii. Berat badan Sekarang : 1,7 kg
iii. Gigi geligi : - bulan
iv. Usia kontrol kepala : - bulan
v. Usia duduk tanpa dukungan : - bulan
vi. Usia berjalan : - tahun
vii. Usia mampu mengeluarkan kata-kata pertama : - tahun
viii. Interaksi dengan teman sebaya : - tahun
ix. Interaksi dengan orang dewasa : - tahun
x. Aktifitas bermain
1) Kategori bermain : Kategori bermain soliter yaitu menggerakan
tangan dan kakinya.
2) Tugas Tumbang :

i. Kebiasaan
i. Pola Perilaku
1) Menggigit kuku : Tidak
2) Menghisap Ibu jari : Tidak
3) PIKA : Tidak
4) Ritual, seperti ‘selimut pengaman” : Tidak
5) Gerakan membenturkan kepala, memanjat: Tidak
6) Tempertantrum : Tidak
7) Lain-lain : Suka menonton

24
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

ii. Aktifitas Kehidupan sehari-hari


1) Tidur bayi kurang lebih 16 jam sehari.
2) Pola defekasi : 5-6 kali sehari , mekonium/cair ampas
3) Pola berkemih : Setiap hari, tidak menentu waktunya
4) Kejadian enuresis : tidak ada

5. Tinjauan Sistem
a. Umum
Bayi N II tampak menggigil, komposmentis, refleks minum
kurang, suhu tubuh 36,2 oC, HR 128x/mnt, RR 58x/mnt, anak aktif,
posisi tidur rata dengan bednya.
b. Integumen
Lembab, berwarna merah, tidak ada ruam dan petekie, terdapat
lanugo pada ekstermitas dan wajah, turgor kulit < 2 detik, akral dingin.
c. Kepala
Bentuk mesosepal, rambut berwarna hitam lebat
d. Mata
Simetris, tidak ada pembengkakan palpebra, alis mata tebal,
tidak strabismus, sklera tidak ikterik, kornea jernih, diberikan credie.
e. Hidung
Simetris, kedua lubang hidung terbuka, bersih, tidak terdapat
cairan, tidak ada obstruksi nasal, telah dilakukan penghisapan lendir
setelah melahirkan.
f. Telinga
Simetris, tidak terdapat cairan, bersih
g. Mulut
Bibir tampak merah, tidak sianosis, tdak ada labioschizis dan
palatoschizis, terdapat bercak keputihan pada lidah, tidak ada
pembesaran laring.

25
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

h. Tenggorokan
Tidak terdapat kesulitan menelan, tidak tersedak. Bayi akan
muntah bila minum susu terlalu banyak dan tidak disendawakan.
i. Leher
Tidak nyeri, tidak ada keterbatasan gerak, tidak terdapat
kekakuan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat
pembesaran nodus limfe.
j. Pernapasan
RR An.T 58 x / menit, tidak mengalami batuk kronis,tidak
pilek, waktu istirahat tidak mengalami napas pendek, tidak mengalami
kesulitan ketika bernapas, tidak ada produksi sputum.
k. Dada
i. Inspeksi : dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada tidak ada
bekas luka, tidak ada iktus cordis, tidak ada cardiomegali
ii. Palpasi : tidak ada benjolan, vocal vremitus sama antara kiri dan
kanan (+/+), terdapat bunyi krekels pada paru kiri dan kanan.
iii. Perkusi : sonor
iv. Auskultasi : BJ 1,2 reguler, tidak ada bunyi tambahan pada jantung
1) Sianosis & keletihan pada aktifitas : Tidak
2) Riwayat murmur jantung : Tidak
3) Anemia : Tidak
4) Golongan darah :A
5) Nadi : 128x/mnt
l. Gastrointestinal
i. Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi : tidak ada bekas luka, supel
2) Auskultasi : bising usus x/mnt
3) Perkusi : tympani
4) Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
distensi urinaria, hepar dan ginjal.

26
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

ii. Muntah : bila minum terlalu banyak


dan tidak disendawakan.
iii. Ikterik / kulit kuning / sklera : Tidak
iv. Sendawa : setelah minum dan ditepuk
punggungnya.
v. Flatulen : jika bayi BAB
vi. Perubahan defekasi saat ini : bayi mengeluarkan feses
sekali dengan konsistensi mekonium
m. Ginekologis : Tidak ada kelainan di
genitalia
n. Muskuloskeletal
i. Kelemahan : Tidak
ii. Nyeri otot : Tidak
iii. Tingkat aktifitas : Anak tampak aktif.
iv. Lapisan lemak tipis
o. Neurologis
Reflek moro : baik
Reflek babinski : baik
p. Ekstremitas
Ekstermitas lengkap dan teraba dingin, tidak terdapat kelainan,
gerakan aktif
q. Endokrin : Tidak ada gangguan
r. Riwayat nutrisi
i. Pola makan : bayi belum diberikan makanan tambahan
ii. Jenis makanan/minuman yang diberikan orang tua : -
iii. Porsi makanan/minuman yang dihabiskan anak : 30 cc
iv. Berat badan : 1,7 kg
v. Panjang badan : 42 cm
vi. Lingkar kepala : 27 cm
vii. Lingkar lengan atas : 8 cm
viii.Tinggi badan : 42cm

27
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

ix. Status gizi : Baik (IMT : )


x. Bayi tidak mau minum ASI

xi. Susu Formula Enfamil EF

xii. Reflek hisap dan menelan lemah

s. Riwayat medis keluarga


.

t. Riwayat pribadi keluarga/sosial

u. Profil Klien
i. Status kesehatan : Baik, jarang sakit
ii. Status psikologi :
iii. Status Sosioekonomi : Baik

v. Pemeriksaan laboratorium

28
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

B. Analisa Data
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI DIAGNOSAKEPERAWATAN
1. Subyektif (S) : - Hipotermia BBLR dan adaptasi dengan Hipotermia berhubungan dengan
Obyektif (O) : lingkungan diluar rahim. BBLR dan adaptasi dengan
1. Suhu : 36,5o C lingkungan diluar rahim ditandai
2. Ekstermitas : akral dingin. dengan suhu 36,5o C, ekstermitas akral
3. Lapisan lemak tipis dingin.
2. Subyektif (S) : Resti aspirasi Refleks hisap kurang / Resti aspirasi berhubungan dengan
Obyektif (O) : belum berfungsinya spingter refleks hisap kurang / belum
1. Bayi muntah bila minum terlalu banyak esofagus dengan baik berfungsinya spingter esofagus dengan
dan tidak disendawakan. baik.
2. Sendawa setelah minum dan ditepuk
punggungnya.
3. Subyektif (S) : Gangguan Imaturitas sistem Gangguan pemenuhan nutrisi
Objektif (O) : pemenuhan nutrisi pencernaan berhubungan dengan imaturitas sistem
1. Bayi tidak mau minum ASI pencernaan ditandai dengan bayi tidak
2. Susu Formula Enfamil EF mau minum ASI, Reflek hisap dan
3. Reflek hisap dan menelan lemah menelan lemah, BB lahir dibawah
4. BB lahir dibawah 2500 gr, BB saat dikaji 2500 gr, BB saat dikaji 1700 gr.
1700 gr

29
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN
1. Hipotermia berhubungan dengan BBLR 1. Berikan bedong/berikan selimut tambahan 1. Membantu menghangatkan /
dan adaptasi dengan lingkungan diluar meningkatkan suhu tubuh
rahim ditandai dengan suhu 36,5o C,
ekstermitas akral dingin. 2. Atur kondisi suhu ruangan (matikan 2. Menjaga agar bayi tidak tambah
Tujuan : AC/kipas.) kedinginan
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24
jam masalah gangguan termogerulasi 3. Memberi lampu penghangat 3. Memberikan suhu lingkungan yang
teratasi hangat

Kriteria Hasil : 4. Observasi TTV 4. Sebagai indikator perbaikan suhu tubuh


1. Suhu dalam batas normal (36,5- bayi
37,5o C)
2. Bayi tidak rewel 5. Anjurkan ibu untuk melakukan kanggoroe 5. Meningkatkan suhu tubuh bayi melalui
3. Bayi tidak di rawat dalam mother proses skin to skin
incubator/pemanas dengan
menggunakan lampu
2. Resti aspirasi berhubungan dengan 1. Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses 1. Mengetahui terjadinya aspirasi atau
refleks hisap kurang / belum pemberian makanan seperti batuk, tersedak, tidak pada klien.
berfungsinya spingter esofagus dengan dan salivasi.

30
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

baik.
2. tinggikan bagian kepala bayi setiap kali 2. Saat makan, posisi tubuh harus semi
Tujuan: setelah melakukan tindakan
makan. fowler/ fowler sehingga mengurangi
keperawatan selama 1x24 jam , bayi
resiko aspirasi.
tidak menunjukan tanda-tanda aspirasi
seperti:
3. Atur posisi klien miring dan bagian kepala 3. Posisi tidur yang baik untuk mencegah

1. Pasien menunjukan peningkatan lebih tinggi ketika klien tidur. aspirasi.

kemampuan menelan.
2. Tidak mengalami muntah 4. Posisikan bayi tegak dan menyendawakan 4. Membantu mengeluarkan udara agar

3. Berinteraksi terhadap asupan lambung bayi tidak terasa penuh dan

makanan per oral tanpa aspires. bayi tidak muntah

3. Gangguan pemenuhan nutrisi 1. Beri ASI sesuai kebutuhan 1. Pemberian ASI membantu pemenuhan
berhubungan dengan imaturitas sistem nutrisi
pencernaan ditandai dengan bayi tidak
mau minum ASI, Reflek hisap dan 2. Lakukan oral hygiene 2. Membantu meningkatkan nafsu makan
menelan lemah, BB lahir dibawah 2500 bayi
gr, BB saat dikaji 1700 gr.
Tujuan : 3. Kaji turgor kulit 3. Turgor kulit membantu mengetahui
Setelah dilakukan tindakan selama 7x24 apakah bayi mengalami kekurangan
jam masalah gangguan pemenuhan cairan
nutrisi teratasi
Kriteria Hasil : 4. Timbang BB tiap hari dengan timbangan 4. Pengukuran berat badan membantu

31
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

1. Terjadi peningkatan BB bayi yang sama mengetahui bayi mengalami penurunan


2. Refleks menelan dan menghisap nutrisi
bayi baik
3. Turgor kulit bayi < 2 detik 5. Kaji reflek menelan dan menghisap bayi 5. Mengetahui kesiapan bayi menerima
nutrisi
Kolaborasi :
1. Pemberian terapi cairan (NaCl dan susu 1. Membantu pemenuhan nutrisi
formula)

32
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

D. Implementasi Keperawatan

NOMOR NAMA DAN


NO HARI/TANGGAL/WAKTU DIAGNOSA IMPLEMENTASI RESPON TANDA
KEPERAWATAN TANGAN
1. Rabu/24 Maret 2010/08.00 1 a. Mengukur TTV a. Suhu : 36,8oC
WIB b. Nadi : 138x/mnt
Narendra
c. RR : 58x/mnt
d. BAB : 1xmeconium
2. Rabu/24 Maret 2010/09.00 3 a. Mengganti pampers dan a.
WIB memberikan Susu Enfamil Narendra

30cc
3. Rabu/24 Maret 2010/09.30 2 a. Mengatur posisi bayi miring a.
WIB dan bagian kepala lebih tinggi Narendra

ketika klien tidur.


4. Rabu/24 Maret 2010/10.00 3 a. Mengukur berat badan a. BB : 1600 gr
Narendra
WIB

5. Rabu/24 Maret 2010/11.50 1 a. Mengukur TTV a. Suhu : 36,9oC Narendra


WIB b. Nadi : 174x/mnt
c. RR : 54x/mnt

33
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

d. BAB : 1xmeconium
6. Rabu/24 Maret 2010/12.00 a. Memandikan a. Bayi aktif dan menangis
Narendra
WIB

7. Rabu/24 Maret 2010/13.00 3 a. Memberikan Susu Enfamil a.


Narendra
WIB 30cc
8. Rabu/24 Maret 2010/13.30 2 a. Mengatur posisi bayi miring a.
WIB dan bagian kepala lebih tinggi Narendra

ketika klien tidur.


9. Kamis/25 Maret 2010/08.00 1 a. Mengukur TTV a. Suhu : 37,1oC
WIB b. Nadi : 132x/mnt
c. RR : 60x/mnt
Ivone
d. BAB : 1xmeconium
e. BAK : 1 x
f. Bayi menangis
Punya ventri b. g.

10. Kamis/25 Maret 2010/08.20 a. Mengganti pampers a. BAB : Meconium


Ivone
WIB

11. Kamis/25 Maret 2010/09.00 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak, aktif
Ivone
WIB 30cc dan reflek hisap kuat
12. Kamis/25 Maret 2010/11.00 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak, aktif
Ivone
WIB 30cc dan reflek hisap kuat

34
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

13. Kamis/25 Maret 2010/11.20 2 a. Mengatur posisi bayi miring b.


WIB dan bagian kepala lebih tinggi Ivone

ketika klien tidur.


14. Kamis/25 Maret 2010/11.40 1 a. Mengukur TTV a. Suhu : 37,9oC
WIB b. Nadi : 146x/mnt Ivone
c. RR : 47x/mnt
15. Kamis/25 Maret 2010/12.00 a. Memandikan a. Bayi aktif dan menangis
Ivone
WIB

16. Kamis/25 Maret 2010/12.20 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak dan
Ivone
WIB 60cc aktif
17. Kamis/25 Maret 2010/15.00 1 a. Mengukur TTV a. Suhu : 36,4oC
WIB b. Nadi : 125x/mnt
c. RR : 62x/mnt
d. Bayi tampak diam dan
tenang
18. Kamis/25 Maret 2010/15.10 1 a. Memberikan lampu a.
WIB penghangat
19. Kamis/25 Maret 2010/15.30 3 a. Memberikan Susu Enfamil a. Bayi minum banyak dan
WIB 30cc aktif
20. Kamis/25 Maret 2010/15.45 2 a. Memposisikan bayi tegak dan a. Sendawa 3 kali, dan
WIB menyendawakan muntah 1 kali

35
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

21. Kamis/25 Maret 2010/16.00 2 a. Mengatur posisi bayi miring a.


WIB dan bagian kepala lebih tinggi
ketika klien tidur.
22. a. a.

a. a.

23.  a.

24. a. a.

25. a. a.

26. a. a.

a. a.

a. a.

27. a. a.

a. a.

a. a.

b. b.

a. a.

a. a.

36
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

a. a.

b. b.

c. c.

d. d.

e. e.

f. f.

g. a.

h. g.

i. h.

j. i.

k. j.

l. k.

m. l.

n. m.

o. n.

p. o.

37
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

E. Evaluasi

HARI / NAMA DAN


NOMOR DIAGNOSA
TANGGAL / EVALUASI TANDA
KEPERAWATAN
WAKTU TANGAN
1. Selasa / 2 1 Subjektif (S): Narendra
Maret 2010 / a. Ibu mengatakan, bengkak di pipi sebelah kiri sudah mulai
14.00 WIB berkurang. Reyes
Objektif (O):
a. Klien masih tampak edema pada kaki, tangan, dan wajah. Agnes
b. TD : 110/70
c. Suhu : 36,5o C
d. Nadi : 88 x/mnt
e. LP : 62,5 cm
f. BB : 32 kg
g. Balance cairan = 650 – 200 – 598,5 = - 148,5
h. Jawaban kedua : 371,19 (+)
Analisis (A):

38
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

 Masalah kelebihan volume cairan belum teratasi


Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Timbang berat badan setiap hari (atau lebih sering jika
diindikasikan).
o Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada
umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
o Atur masukan cairan dengan cermat, dan ukur balance cairan
2. Selasa / 2 2 Subjektif (S): Narendra
Maret 2010 /  -
14.00 WIB Objektif (O): Reyes
a. Anak tampak tenang dan sedang tiduran di tempat tidur
b. Anak masih tampak lemas Agnes
Analisis (A):
 Masalah Intoleransi aktivitas belum teratasi
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
o Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
o Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
3. Selasa / 2 3 Subjektif (S): Narendra
Maret 2010 /  -

39
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

14.00 WIB Objektif (O): Reyes


a. Anak tampak tenang, dan terbaring di tempat tidur.
b. Klien masih tampak murung, tidak bersemangat, dan takut Agnes
melihat perawat
Analisis (A):
 Masalah cemas belum teratasi
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Kaji tingkat ansietas anak
o Berikan motivasi kepada anak
o Ajak anak bermain
4. Selasa / 2 4 Subjektif (S): Narendra
Maret 2010 /  -
14.00 WIB
Objektif (O): Reyes
 -
Analisis (A): Agnes

 Masalah defisit perawatan diri (memotong kuku) belum teratasi


Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Berikan perawatan kuku (memotong kuku)
5. Rabu / 3 Maret 1 Subjektif (S): Narendra
2010 / 14.00 a.

40
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

WIB Objektif (O): Reyes


a. Balance cairan = 750 – 200 – 608 = -58
b. Jawaban kedua : 474 Agnes
c. TD : 110/80
d. Suhu : 36,5o C
e. Nadi : 88 x/mnt
Analisis (A):
 Masalah kelebihan volume cairan belum teratasi
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Timbang berat badan setiap hari (atau lebih sering jika
diindikasikan).
o Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada
umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
o Atur masukan cairan dengan cermat, dan ukur balance cairan
6. Rabu / 3 Maret 2 Subjektif (S): Narendra
2010 / 14.00  -
WIB
Objektif (O): Reyes
a. Anak masih tampak lemas
b. Anak tampak tenang dan sedang tiduran di tempat tidur Agnes
Analisis (A):
 Masalah Intoleransi aktivitas belum teratasi

41
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
o Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
o Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
o Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas sementara
anak.
7. Rabu / 3 Maret 3 Subjektif (S): Narendra
2010 / 14.00 a. Anak mengatakan ia mau pulang saja ke rumah karena sudah
WIB
bosan di rumah sakit dan tidak sembuh-sembuh. Anak D. ingin Reyes
sekolah.
b. Anak D. mengatakan mau diajak bermain Agnes
c. Anak mengatakan senang saat diajak bermain dengan perawat.
d. Orang tua anak D. mengatakan sangat senang saat anak D. diajak
bermain dan dapat tertawa
Objektif (O):
a. Anak terlihat menangis saat ditanya bosan atau tidak, ibu anak D.
juga tampak menangis.
b. Anak tampak tenang dan sedang tiduran di tempat tidur
c. Anak masih tampak lemas.
f. Anak nampak senang saat diajak bermain dengan perawat.
Analisis (A):

42
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

 Masalah cemas teratasi sebagian


Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Kaji tingkat ansietas anak
o Berikan motivasi kepada anak
o Ajak anak bermain
8. Rabu / 3 Maret 4 Subjektif (S): Narendra
2010 / 14.00  -
WIB
Objektif (O): Reyes
 - Kuku tangan dan kaki masih kotor dan panjang.
Analisis (A): Agnes

 Masalah defisit perawatan diri (memotong kuku) belum teratasi


Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Berikan perawatan kuku (memotong kuku)
9. Kamis/4 Maret 1 Subjektif (S): Narendra
2010/ 14.00  -
WIB
Objektif (O): Reyes
a. LP : 66,5 cm
b. BB : 32 Kg Agnes
c. Input
1. Input per Os 1 porsi pukul 10.00 WIB (300 cc)

43
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

2. Infus : pukul 10.00 WIB (150cc)


Input = 300+150 = 450 cc
d. Output
1. Urine pukul 10.00 WIB : 600 cc
Output = 600 cc
e. IWL: (30-usia (thn)cc/KgBB/hari) = 608 ml
f. IWL 8 jam : 76
g. Balance cairan = 450 – 600 – 608 = -758
 Jawaban kedua : -226
Analisis (A):
 Masalah kelebihan volume cairan belum teratasi
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Timbang berat badan setiap hari (atau lebih sering jika
diindikasikan).
o Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada
umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
o Atur masukan cairan dengan cermat, dan ukur balance cairan
10. Kamis/4 Maret 2 Subjektif (S): Narendra
2010/ 14.00  -
WIB
Objektif (O): Reyes
a. Anak masih tampak lemas

44
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

b. Anak tampak tenang dan sedang tiduran di tempat tidur Agnes


Analisis (A):
 Masalah intoleransi aktifitas belum teratasi

Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
o Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
o Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
o Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas sementara anak
11. Kamis/4 Maret 3 Subjektif (S): Narendra
2010/ 14.00 a. Anak D mengatakan masih agak sedih karena perutnya masih
WIB
bengkak Reyes
Objektif (O):
a. Anak nampak tenang walaupun ia mengatakan masih agak sedih Agnes
Analisis (A):
 Masalah cemas teratasi sebagian
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
o Kaji tingkat ansietas anak
o Berikan motivasi kepada anak
o Ajak anak bermain

45
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

12. Kamis/4 Maret 4 Subjektif (S): Narendra


2010/ 14.00 a. Ibu klien mengatakan terima kasih karena kuku anak D sudah
WIB
di potong. Reyes

Objektif (O): Agnes


a. Anak nampak tenang saat di potong kukunya.
b. Kuku tangan dan kaki anak D tampak bersih.
Analisis (A):
 Masalah defisit perawatan diri (memotong kuku) teratasi
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
Berikan motivasi kepada anak untuk melakukan perawatan kuku
(memotong kuku) apabila kukunya kotor dan panjang.
13. Jumat/ 5 1 Subjektif (S): Narendra
Maret 2010/ 
14.00 WIB
Objektif (O): Reyes
 -
Analisis (A): Agnes
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :

14. Jumat/ 5 2 Subjektif (S): Narendra


Maret 2010/

46
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

14.00 WIB a. Anak mengatakan tidak lemas saat berjalan ke kamar mandi.
Objektif (O): Reyes
a. Anak mampu untuk mandi sendiri, sikat gigi sendiri, dan
memakai baju sendiri Agnes

Analisis (A):
 Masalah intoleransi aktivitas teratasi
Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
Anjurkan anak untuk tetap mempertahankan kondisinya agar tidak
terlalu capek sehingga dapat melakukan aktivitasnya dengan mandiri.
15. Jumat/ 5 3 Subjektif (S): Narendra
Maret 2010/ a. Anak D mengatakan ia sudah tidak sedih dan takut lagi karena
14.00 WIB
bengkaknya sudah turun. Reyes
b. Anak D mengatakan ia ingin cepat sembuh agar bisa sekolah lagi.
c. Anak mengatakan ia tidak akan menangis lagi, dan ingin cepat Agnes
keluar dari rumah sakit.
Objektif (O):
a. Anak nampak tenang, tidak sedih dan murung lagi.
b. Anak nampak sedang membaca majalah bobo
c. Anak nampak tersenyum saat di tanyakan keadaannya.
Analisis (A):

47
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

 Masalah cemas teratasi


Perencanaan (P):
 Lanjutkan intervensi :
Pertahankan dan pantau terus kondisi klien

V. Analisis Prosedur Operasional Standard

Dalam melakukan setiap tindakan keperawatan, seorang perawat tentunya harus melaksanakan sesuai Standard Operasional
Prosedur yang telah ditetapkan, tetapi dalam pelaksanaannya tentu saja tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala seperti
keterbatasan SDM, jumlah kuota pasien yang berlebih, dan keterbasan alat, tentu mempengaruhi pelaksanaan standard operasional
prosedur yang telah ditetapkan. Sehingga dalam BAB ini penulis mencoba untuk menganalisa kesenjangan yang terjadi di ruangan
yang dihubungkan dengan prosedur pelaksanaan yang sesuai standard.

A. Prosedur Pemberian Obat Oral


Prosedur Pelaksanaan Standard (POS) Pelaksanaan
1. Alat 1. Alat
a. Obat-obatan yang diperlukan a. Obat-obatan yang diperlukan
b. Gelas obat b. Gelas obat

48
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

c. Sendok obat (bila diperlukan) c. Sendok obat (bila diperlukan)


d. Air minum 1 gelas d. Dokumen tentang terapi pasien
e. Tissue secukupnya
f. Dokumen tentang terapi pasien

2. Prosedur 2. Prosedur
a. Tahap Pra Interaksi a. Tahap Pra Interaksi
i. Mencuci tangan i. Menyiapkan obat yang dibutuhkan
ii. Menyiapkan obat yang dibutuhkan
iii. Menempatkan alas di dekat pasien dengan benar
b. Tahap orientasi b. Tahap orientasi
i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik ii. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
ii. Periksa kembali obat yang akan diberikan iii. Periksa kembali obat yang akan diberikan
iii. Menjelaskan tujuan pemberian obat
c. Tahap Kerja c. Tahap Kerja
i. Bantu pasien pada posisi yang aman dan nyaman untuk minum i. Memberikan obat sesuai nama yang telah ditulis
obat
ii. Bantu pasien saat obat diminumkan, beri air putih secukupnya
Pastikan pasien sudah menelan obatnya
d. Tahap Terminasi d. Tahap Terminasi
i. Merapikan pasien i. Berpamitan dengan klien

49
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

ii. Berpamitan dengan klien ii. Mencuci tangan


iii. Membereskan alat-alat iii. Catat tindakan dan respon pasien pada dokumentasi keperawatan
iv. Mencuci tangan
v. Catat tindakan dan respon pasien pada dokumentasi keperawatan

Analisa SWOT
S:
 Lebih cepat dalam melaksanakan prosedur
 Klien tidak pusing memikirkan dosis obat yag diminum
W:
 Tidak dapat mengontrol apakah obat sudah diminum klien atau belum
 Ada kemungkinan kesalahan pemberian ataupun cara pemberian obat
O:
 -
T:
 Kesalahan dalam pemberian obat
 Tidak efektifnya program terapi

50
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

B. Prosedur Pemberian Obat IV


Prosedur Pelaksanaan Standard (POS) Pelaksanaan
1. Alat 1. Alat
a. Sarung tangan 1 pasang a. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
b. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan b. Jarum 1 buah (steril)
c. Jarum 1 buah (steril) c. Bak spuit 1
d. Bak spuit 1 d. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)/pastik
e. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya) e. Obat sesuai program terapi
f. Desinfektan (zalf/cair) f. Buku injeksi/daftar obat
g. Tourniquet/manset
h. Perlak dan pengalas
i. Obat sesuai program terapi
j. Baki/trolly
k. Plester luka
l. Buku injeksi/daftar obat

51
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

2. Prosedur 2. Prosedur
a. Tahap Pra Interaksi a. Tahap Pra Interaksi
i. Melakukan verifikasi program pengobatan klien i. Mencuci tangan
ii. Mencuci tangan ii. Menyiapkan obat sesuai prinsip
iii. Menyiapkan obat sesuai prinsip
iv. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar
b. Tahap Orientasi b. Tahap Orientasi
i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
ii. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
iii. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
c. Tahap Kerja c. Tahap Kerja
i. Mengatur posisi pasien dan pilih vena dari arah distal i. Membersihkan selang IV dengan kapas alkohol (melingkar dari
ii. Memasang perlak dan alasnya arah dalam keluar) dan biarkan kering
iii. Membebaskan daerah yang akan diinjeksi ii. Menusuk selang IV
iv. Meletakkan tourniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk iii. Memasukkan obat secara perlahan
v. Memakai handscoen iv. Mencabut spuit
vi. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah
dalam keluar) dan biarkan kering
vii. Mempertahankan vena pada posisi stabil
viii. Memegang spuit dengan sudut 30°
ix. Menusuk vena dengan kemiringan 30° dan lubang jarum

52
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

x. Melakukan aspirasi dan pastikan darah masuk spuit


xi. Membuka tourniquet
xii. Memasukkan obat secara perlahan
xiii. Mencabut spuit sambil menekan daerah tusukan dengan kapas
alcohol
xiv. Menutup daerah tusukan dengan plester luka
xv. Membuang spuit kedalam bengkok
d. Tahap Terminasi d. Tahap Terminasi
i. Melakukan evaluasi tindakan i. Merapikan pasien
ii. Merapikan pasien ii. Berpamitan dengan klien
iii. Berpamitan dengan klien iii. Membereskan alat-alat
iv. Membereskan alat-alat iv. Mencuci tangan
v. Mencuci tangan v. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
vi. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Analisa SWOT
S:
 Lebih cepat dalam melaksanakan prosedur
 Resiko inos kecil
 Mengurangi tindakan invasif
W:
 Terdapat resiko emboli

53
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

O:
 Mengurangi biaya perawatan
T:
 -

C. Prosedur Pemasangan Infus


Prosedur Pelaksanaan Standard (POS) Pelaksanaan
1. Alat 1. Alat
a. Sarung tangan 1 pasang a. Sarung tangan 1 pasang
b. Selang infus sesuai kebutuhan (makro, drip/mikro drip) b. Selang infus sesuai kebutuhan (makro, drip/mikro drip)
c. Cairan parenteral sesuai program c. Cairan parenteral sesuai program
d. Jarum intravena (ukuran sesuai) d. Jarum intravena (ukuran sesuai)
e. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya) e. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
f. Desinfektan f. Desinfektan
g. Tourniquet/Manset g. Tourniquet/Manset
h. Perlak dan Pengalas h. Perlak dan Pengalas
i. Bengkok 1 i. Bengkok 1
j. Plester hipavic j. Plester hipavic
k. Kassa steril k. Kassa steril
l. Penunjuk waktu
2. Prosedur 2. Prosedur

54
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

a. Tahap Pra Interaksi a. Tahap Pra Interaksi


i. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada i. Mencuci tangan
ii. Mencuci tangan ii. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar
iii. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar
b. Tahap Orientasi b. Tahap Orientasi
i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik i. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
ii. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
iii. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
c. Tahap Kerja c. Tahap Kerja
i. Melakukan desinfeksi Cutup botol cairan i. Memakai hanscoen
ii. Menutup saluran infus (klem) ii. Menutup saluran infus (klem)
iii. Menusukkan saluran infus dengan benar iii. Menusukkan saluran infus dengan benar
iv. Menggantung botol cairan pada standar infus iv. Menggantung botol cairan pada standar infus
v. Mengisi tabung reservoir infus sesuai tanda v. Mengisi tabung reservoir infus sesuai tanda
vi. Mengalirkan cairan hingga tidak ada udara dalam slang vi. Mengalirkan cairan hingga tidak ada udara dalam slang
vii. Mengatur posisi pasien dan pilih vena vii. Mengatur posisi pasien dan pilih vena
viii. Memasang perlak dan alasnya viii. Memasang perlak dan alasnya
ix. Membebaskan daerah yang akan diinsersi ix. Membebaskan daerah yang akan diinsersi
x. Meletakkan torniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk x. Meletakkan torniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk
xi. Memakai hanscoen xi. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol
xii. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol xii. Mempertahankan vena pada posisi stabil
xiii. Mempertahankan vena pada posisi stabil xiii. Memegang IV cateter dengan sudut 30 derajat

55
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

xiv. Memegang IV cateter dengan sudut 30 derajat xiv. Menusuk vena dengan lubang jarum menghadap keatas
xv. Menusuk vena dengan lubang jarum menghadap keatas xv. Memastikan IV cateter masuk intravena kemudian menarik
xvi. Memastikan IV cateter masuk intravena kemudian menarik xvi. Memasukkan IV cateter secara perlahan
xvii. Memasukkan IV cateter secara perlahan xvii. Menarik mandrin dan menyambungkan dengan selang infus
xviii. Menarik mandrin dan menyambungkan dengan selang infus xviii. Melepaskan tourniquet
xix. Melepaskan tourniquet xix. Mengalirkan cairan infus
xx. Mengalirkan cairan infus xx. Melakukan fiksasi IV cateter
xxi. Melakukan fiksasi IV cateter xxi. Menutup dengan hipavic
xxii. Memberi desinfeksi dengan tusukan & menutup dengan kassa xxii. Mengatur tetesan sesuai program
xxiii. Mengatur tetesan sesuai program
d. Tahap terminasi d. Tahap terminasi
i. Merapikan pasien i. Merapikan pasien
ii. Berpamitan dengan klien ii. Berpamitan dengan klien
iii. Membereskan alat-alat iii. Membereskan alat-alat
iv. Mencuci Langan iv. Mencuci Langan
v. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan vi. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Analisa SWOT
S:
 Lebih cepat dalam melaksanakan prosedur
 Resiko flebitis minim
W:
 -

56
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

O:
 Meminimalkan biaya perawatan
T:
 -

57
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

VI. Pembahasan

58
Asuhan keperawatan pada Anak D. dengan Sindrom Nefrotik

Referensi

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.


Doenges, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Nettina, S. M. 1996. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Price, S. A. 1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC
Price, S. A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2000 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I.
EGC : Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and


Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta
Soeparman, S. W. 1991. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : EGC
Ngastiyah . 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Price, A S. 2002. Patofisilogi Konsep Klinis Penyakit. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
FKUI

59

Anda mungkin juga menyukai