Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase


Keperawatan Anak
Dosen Pengampu: TIM

Disusun Oleh :

Isnaeni Budi P JNR0200109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN
BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

A. Konsep Dasar Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)


1. Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat bayi saat lahir kurang
dari 2500 gram yang merupakan hasil dari kelahiran prematur (sebelum 37 minggu
usia kehamilan). Bayi dengan berat badan lahir rendah sangat erat kaitannya
dengan mortalitas dan morbiditas, sehingga akan menghambat pertumbuhan
dan perkembangan kognitif serta penyakit kronis di kemudian hari (WHO, 2004).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram saat lahir. Bayi BBLR sebagian besar dikarenakan
retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu. Bayi BBLR memiliki risiko empat kali lipat lebih tinggi dari kematian
neonatal dari pada bayi yang berat badan lahir 2.500-3.499 gram (Muthayya, 2009).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang
dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi. Bayi BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia kehamilan) atau pada usia cukup bulan
(intrauterine growth retriction) (Wong, 2008).
Beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bayi berat badan lahir
rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Sistem Pernafasan
Pada bayi dengan berat 900g alveoli cenderung kecil dengan adanya
sedikit pembuluh darah yang mengelilingi stoma seluler. Semakin matur dan bayi
lebih besar berat badannya, maka akan semakin besar alveoli, pada hakekatnya
dindingnya dibentuk oleh kapiler. Otot pernafasan bayi ini lemah dan pusat
pernafasan kurang berkembang. Terdapat juga kekurangan lipoprotein paruparu,
yaitu suatu surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan pada paru-
paru.surfaktan diduga bertindak dengan cara menstabilkan alveoli yang
kecil,sehingga mencegah terjadinya kolaps pada saat terjadi ekspirasi.
Pada bayi preterm yang terkecil relaks batuk tidak ada. Hal ini dapat
mengarah pada timbulnya inhalasi cairan yang dimuntahkan dengan timbulnya
konsekuensi yang serius. Saluran hidung sangat sempit dan cidera terhadap
mukosa nasal mudah terjadi. Hal ini penting untuk diingat ketika memasukkan
tabung nasogastrik atau tabung endotrakeal melalui hidung. Kecepatan pernafasan
bervariasi pada semua neonatus dan bayi preterm. Pada bayi neonatus dalam
keadaan istirahat, maka kecepatan pernafasan dapat 60 sampai 80 per menit,
berangsur-angsur menurun mencapai kecepatan yang mendekati biasa yaitu 34
sampai 36 per menit.
b. Sistem Sirkulasi
Jantung secara relatif kecil saat lahir, pada beberapa bayi pre-term kerjanya
lambat dan lemah. Terjadi ekstra sistole dan bising yang dapat didengar pada atau
segera setelah lahir. Sirkulasi perifer seringkali buruk dan dinding pembuluh
darah juga lemah. Hal ini merupakan sebab dari timbulnya kecenderungan
perdarahan intrakanial yang terlihat pada bayi pre-term. Tekanan darah lebih
rendah dbandingkan dengan bayi aterm, tingginya menurun dengan
menurunnnya berat badan. Tekanan sistolik pada bayi aterm sekitar 80 mmhg
dan pada bayi pre-term 45 sampai 60 mmhg. Tekanan diastolik secara proporsional
rendah, bervariasi dari 30 sampai 45 mmhg. Nadi bervariasi antara 100 dan
160/menit.
c. Sistem Pencernaan
Semakin rendah umur gestasi, maka semakin lemah reflek menghisap dan
menelan, bayi yang paling kecil tidak mampu untuk minum secara efektif.
Regurgitasi merupakan hal yang sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena
mekanisme penutupan spingter jantung yang kurang berkembang dan spingter
pilorus yang secara relatif kuat. Pencernaan tergantung pada perkembangan dari
alat pencernaan. Lambung dari seorang bayi dengan berat 900 gram
memperlihatkan adanya sedikit lipatan mukosa, glandula sekretoris, demikian juga
otot, kurang berkembang.
d. Sistem Urinarius
Pada saat lahir fungsi ginjal perlu menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan. Fungsi ginjal kurang efesien dengan adanya angka filtrasi glumerolus

3
yang menurun, dan bahan terlarut yang rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan untuk mengkonsentrasi urin dan urin menjadi sedikit.
Gangguan keseimbangan air dan elektrolit mudah terjadi.
e. Sistem Persarafan
Perkembangan saraf sebagian besar tergantung ada drajat maturitas. Pusat
pengendali fungsi vital, penrafasan, suhu tubuh, dan pusat reflek, kurang
berkenbang. Reflek moro dan reflek leher tonik di temukan pada bayi prematuryang
normal,tetapi reflek tandon berfariasi. Karena perkembangan saraf buruk maka bayi
kecil lebih lemah dibangunkan dan mempunyai tangisan yang lemah. (Price dan
Syaifudin, 2006).

3. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,
rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

4
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran tinggi, terkena
radiasi, serta terpapar zat beracun.

4. Patofisiologi dan Pathway


Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi
lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan
oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-
keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir
normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit,
dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila
ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya
memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang
normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna
lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih
besar (Nelson, 2010).

Pathway
kromosom Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, Faktor Faktor
rubella Plasenta
bawaan) ibu Penyakit
Gawat janin ,usia ibu Keadaan
Faktor lingkungan gizi ibudiKondisi
Tempattinggal dataranibutinggi. Terkena radiasi, sertat
saat hamil
Hidramnion
Keadaan sosial dan ekonomi
Solusio plasenta
Plasenta Previa
Kehamilan kembar

5
asi BBLR Manifestasi klinis BBLR
Berat badan kurang dari 2500 gram Masa gestasi kurang dari 37 minggu
aspirasi mekonium Asfiksia neomatum Penyakit membrane
Kulit hialin Hiperbiliruninemia
tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan
amat sedikit
Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mendapatkan sera

Organ Sedikitnya lemak dibawah jaringan


imatur Pertumbuhan Dinding dada belum sempurna kulit imun yang belum matang
Sistem

Peristaltik belum sempurna Kehilangan panas melalui kulit

Penurunan daya tahan


imatur
Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan
Peningkatan

kebutuhan
Peningkatan infeksi
menghisap dan menelan belum berkembang dengan baik kerja nafas Sistem termoregulasi yang imtur

Pola nafas tidak Termoregulasi tidak efektif


Defisit Nutrisi efektif

Sumber : Mitayani, (2009), Wong, (2008), Nelson, (2010), Proverawati dan Ismawati, (2010)

6
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah
(Mitayani, 2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada
kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan
sering mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan
menerapkan beberapa metode Developemntal care yaitu :
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan
dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk
mengatasi usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan
energi ini untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm
dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi
makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktifitas fisik
dan penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup. Akan tetapi ada
yang lebih menyukai postur berbaring miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi
preterm dan BBLR tidak disukai, karena tampaknya mereka kehilangan
keseimbangan saat telentang dan menggunakan energi vital sebagai usaha untuk
mencapai keseimbangan dengan mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat mengakibatkan
abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu, peningkatan

7
ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung
melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi
telungkup (Wong, 2008).
b. Minimal handling
1) Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan
ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan
mempertahankan respirasi. Bayi dengan penanganan suportif ini diposisikan
untuk memaksimalkan oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan
kebutuhan dan penyakit bayi.
2) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian
kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa
otot yang lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan
panas, kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek yang
buruk pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir mereka harus segera
ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau
menunda terjadinya efek stres dingin.
3) Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit.
Lingkungan perilindungan dalam inkubator yang secara teratur dibersihkan dan
diganti merupakan isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang ditularkan
melalui udara. Sumber infeksi meningkat secara langsung berhubungan dengan
jumlah personel dan peralatan yang berkontak langsung dengan bayi.
4) Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada
bayi preterm, karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi
cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan
permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada

8
ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut
sangat peka terhadap kehilangan cairan.
5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR,
tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena
berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya
berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh
ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun
enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus
dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis.
Meskipun beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada sejak
sebelu lahir, namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang
lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron
dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara
medis) dapat menurunkan insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia,
dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi
BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan metode
alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan
terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan toleransi
terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi sedikit
sampai asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan
kesabaran dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan
mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha pemberian makan yang
terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi
kapasitas mereka dalam menerima makanan.

c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)


1) Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru

9
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara
perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan
PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang membuat
bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya, hal ini
dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena
sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya. PMK dapat memberikan kehangatan
agar suhu tubuh pada bayi BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah
terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat memberikan kehangatan secara
langsung kepada bayinya melalui kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini
juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang
sesuai untuk bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh positif
terhadap peningkatan perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan
antara ibu dan bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi (Perinansia,
2008).
2) Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR Beberapa teknik yang dapat dilakukan
pada bayi BBLR (Perinansia, 2008).
a) Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi menempel
pada kulit ibu.
b) Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.
c) Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai
punggung bayi.
d) Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha(perempuan) atau kaos dalam
(laki-laki) selama PMK.

Gambar 1. posisi bayi dalam gendongan PMK

10
e) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya, agar
kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika bayi
berada pada posisi tegak.
f) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada
ibu dan bayi seluas-luasnya.
g) Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu memakai
baju yang longgar danber kancing depan.

Gambar 2. Perawatan metode angguru


h) Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan baik.
i) Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat, memakai
popok dan memakai kaus kaki.
j) Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah nenek, dll),
dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi
dalam posisi kanguru.

Gambar 3. Mengeluarkan bayi dari baju kangguru

11
Gmabar 4. Menyusui dalam PMK

Gmabar 5. Ayah dapat bergantian dengan ibu dalam PMK

PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator dengan
durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari atau disebut
PMK intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat
dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan untuk perawatan
metode kangguru disebut PMK secara kontinu.
d. Perawatan pada Inkubator
Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan
yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat
mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator yaitu
inkubator tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005).
1) Perawatan bayi dalam inkubator tertutup
a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu
bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.

12
c) Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk
memudahkan observasi.
d) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
e) Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan
suhu 27 derajat celcius.
2) Perawatan bayi dalam inkubator terbuka
a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberi
perawatan pada bayi.
b) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu
normal dan kehangatan.
c) Membungkus dengan selimut hangat.
d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran
udara.
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala.
f) Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan dengan
sesuai dengan suhu ruangan.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
a. Jumlah darah lengkap
Penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht (normal: 33 -38% ) mungkin
dibutuhkan.
b. Dektrosik
Menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD)
Menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila ada.
d. Elektrolit serum
Mengkaji adanya hipokalsemia.
e. Bilirubin

13
Mungkin meningkat pada polisitemia.
f. Urinalisis
Mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter)
Trombositopenia mungkin menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi
Defek kongenital atau komplikasi.

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah
(Mitayani, 2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang
disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum atau sekitar
waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi).
b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang rendah.
Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40 mg/dL.
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah ,terutama
pada laki-laki.
c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran surfaktan belum
sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan aspirasi,
tidak tertinggal udara dalam alveoli, sehingga dibutuhkan tenaga negative yang
tinggi untuk pernafasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning.

14
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawwatan Pada Klien dengan BBLR
1. Pengkajian
a. Wawancara
Pengkajian bertujuan untuk mengkaji adaptasi bayi baru lahir dari
kehidupan dalam uterus ke kehidupan luar uterus, yaitu dengan penilaian APGAR,
meliputi appearance (warna kulit), pulse (denyut jantung), grimace (reflex atau
respon terhadap rangsang), activity (tonus otot), danrespiratory effort (usaha
bernafas). Pengkajian sudah dimulai sejak kepala tampak dengan diameter bessar
divulva (crowning).
Setelah pengkajian segera setelah lahir, untuk memastikan bayi dalam
keadaan normal atau mengalami penyimpangan.
1) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan bayi baru lahir yang penting dan harus dikaji, adalah
:
a) Faktor Genetik, meliputi kelainan atau gangguan metabolik pada keluarga
dan sindroma genetik.
b) Faktor maternal (Ibu), meliputi adanya penyakit jantung diabetes mellitus,
penyakit ginjal, penyakit hati, hipertensi, penyakit kelamin dan riwayat
abortus.
c) Faktor antenatal, meliputi pernah ANC atau tidak, adanya riwayat pre
eklampsia, perdarahan, inspeksi, perkembangan janin terlalu besar atau
tergangg, diabetes gestasional, poli atau oligohidramion.
d) Faktor perinatal, meliputi premature atau postmatur, partus lama, gawat
janin, suhu ibu meningkat, penggunaan obat selama persalinan, posisi janin
tidak normal, air ketuban bercampur meconium, ketuban pecah dini,
perdarahan dalam persalinan dan jenis persalinan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Dalam waktu 24 jam, bila bayi tidak mengalami masalah apapun, lakukanlah
pemeriksaan fisik yang lebih lengkap. Pemeriksaan umum meliputi :
a) Pernafasan, pernafas BBL normal 30 – 60 kali per menit, tanpa retraksi
dada dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi yaitu fase penarikan
nafas pada bayi tersebut lihat pada bayi kecil, mungkin terdapat retraksi

15
dada ringan dan jika bayi berhenti nafas secara periodik selama
beberapa detik masih dalam batas normal.
b) Warna Kulit, Bayi baru lahir aterm kelihatan lebih pucat dibanding bayi
preterm karena kulit lebih tebal.
c) Denyut Jantung, Denyut jantung BBL normal antara 100 – 160 kali per
menit, tetapi dianggap masih normal jika diatas 160 kali per menit dalam
jangka pendek, beberapa kali dalam satu hari pertama kehidupan, terutama
bila bayi mengalami distress. Jika ragu, ulangi penghitungan denyut
jantung.
d) Suhu aksiler normalnya 36,5 – 37,5ºC.
e) Postur dan gerakan, postur normal BBL dalam keadaan istirahat adalah
kepalan tangan longgar dengan lengan, panggul dan lutut semi fleksi. Pada
bayi kecil ekstremitas dalam keadaan sedikit ekstensi. Pada bayi dengan
letak sungsang selama masa kehamilan, akan mengalami fleksi penuh pada
sendi panggul dan lutut atau sendi lutut ekstensi penuh, sehingga kaki bisa
dalam berbagai posisi normal sesuai bayi intra uterin. Jika kaki dapat
diposisikan dalam posisi normal tanpa kesulitan, maka tidak dibutuhkan
terapi. Gerakan ekstremitas bayi harus secara spontan dan simetris disertai
gerakan sendi penuh. Bayi normal sedikit gemetar.
f) Tonus/ tingkat kesadaran,rentang normal tingkat kesadaran BBL adalah
mulai dari diam hingga sadar penuh dan dapat ditenangkan jika rewel. Bayi
dapat dibangunkan jika diam atau sedang tidur.
g) Ekstremitas, periksa posisi, gerakan, reaksi, bayi bila ekstremitas disentuh
dan pembengkakan.
h) Kulit, warna kulit dan adanya verniks kaseosa, pembengkakkan atau bercak
hitam, tanda lahir/ tanda monggol. Selama bayi dianggap normal, beberapa
kelainan kulit juga dapat dianggap normal. Kelainan itu termasuk milia,
biasanya terlihat pada hari pertama atau selanjutnya dan eritema toksikum
pada muka, tubuh dan punggung pada hari kedua atau selanjutnya. Kulit
tubuh, punggung dan abdomen yang terkelupas pada hari pertama juga
masih dianggap normal.
2) Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

16
a) Kepala : ubun – ubun, sutura, molase, caput succedaneum, cephal
hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun besar, ubun – ubun kecil.
b) Muka : Tanda – tanda paralisis.
c) Mata : keluar nanah, bengkak pada kelopak mata, perdarahan
subkonjungtiva dan kesimetrisan.
d) Telinga : kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata dan kepala/
e) Hidung : kebersihan dan palatoskisis.
f) Mulut : labiopalatoskisis, trush, sianosis, mukosa kering/basah.
g) Leher : pembengkakkan dan benjolan.
h) Klavikula dan lengan tangan : gerakan, jumlah jari.
i) Dada : bentuk dada, putting susu, bunyi jantung dan pernafasan.
j) Abdomen : penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, perdarahan tali
pusat, jumlah pembuluh darah pada tali pusat, dinding perut dan adanya
benjolan, distensi, gastroskisis, omfalokel, bentuk
k) Genetalia : kelamin laki-laki; testis dalam berada dalam, penis berlubang
dan ada diujung penis. Vagina ; uretra berlubang, labia mayora dan labia
minora.
l) Tungkai dan kaki : gerakan, bentuk dan jumlah kaki.
m) Anus : ada/tidak, fungsi spingter ani.
n) Punggung : spina bifida, mielomeningokel.
o) Refleks : moro, rooting, walking, graphs, sucking, tonicneck.
p) Antopometri : BB, LK, LD LP, LILA.
q) Eliminasi : BBL normal biasanya BAK lebih dari enam kali perhari. Dicurigai
diare apabila frekuensi meningkat, tinja hijau atau mengandung lender atau
darah. Pendarahan BBL dapat terjadi selama beberapa hari pada minggu
pertama kehidupan dan hal ini dianggap normal.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
1) Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12-24gr/dL), Ht (normal: 33
-38%) mungkin dibutuhkan.
2) Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).

17
3) Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan
bila ada.
a) Rentang nilai normal:
b) pH : 7,35-7,45
c) TCO2 : 23-27 mmol/L
d) PCO2 : 35-45 mmHg
e) PO2 : 80-100 mmHg
f) Saturasi O2 : 95 % atau lebih
g) Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
4) Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
a) Bilirubin normal:
b) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
c) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
5) Urinalisis: mengkaji homeostatis.
6) Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia
mungkin menyertai sepsis.
7) EKG, EEG, USG, angiografi : defek kongenital atau komplikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. DO: Faktor janin (kelainan kromosom, infeksi Pola napas
o Keluarga janin kronis, gawat janin), faktor plasenta tidak efektif
mengatakan (hidramnion, solusio plasenta, plasenta
bayi sesak previa, gemeli), Faktor ibu (penyakit ibu,
napas usia ibu, keadaan gizi, keadaan sosial
DS: ekonomi), faktor lingkungan

o KU lemah
o Kesadaran CM BBLR
o Terdapat ↓
cianosis Pertumbuhan dinding dada belum
o Klien tampak sempurna
terpasang O2
o Tanda-tanda ↓
vital: S: 35,2 | R: Vaskuler paru immatur
69xpm | N:
160xpm | SpOa: ↓

18
90% Peningkatan kerja napas

Pola napas tidak efektif
2. DO: Faktor janin (kelainan kromosom, infeksi Termoregul
o Keluarga janin kronis, gawat janin), faktor plasenta asi tubuh
mengatakan (hidramnion, solusio plasenta, plasenta tidak
tangan bayi previa, gemeli), Faktor ibu (penyakit ibu, efektif:
dingin usia ibu, keadaan gizi, keadaan sosial hipotermia
DS: ekonomi), faktor lingkungan
o KU lemah ↓
o Kesadaran CM BBLR
o Terdapat ↓
cianosis
o akral teraba Sedikitna lemak dibawah jaringan kulit
dingin ↓
o Tanda-tanda
Kehilangan panas melalui kulit
vital: S: 35,2 | R:
69xpm | N: ↓
160xpm | SpOa: Peningkatan kebutuhan kalori
90%

Sistem termoregulasi yang immatur

Termoregulasi tidak efektif: hipotermi
3. DO: Faktor janin (kelainan kromosom, infeksi Defisit
o Keluarga janin kronis, gawat janin), faktor plasenta Nutrisi
mengatakan (hidramnion, solusio plasenta, plasenta
bayi malas previa, gemeli), Faktor ibu (penyakit ibu,
menete usia ibu, keadaan gizi, keadaan sosial
DS: ekonomi), faktor lingkungan
o KU lemah ↓
o Kesadaran CM BBLR
o Terdapat ↓
cianosis
o Klien tampak Organ pencernaan immatur
terpasang IVFD ↓
RL 8tpm
Peristaltik belum sempurna
o Tanda-tanda
vital: S: 35,2 | R: ↓
69xpm | N: Kurangnya kemam[uan untuk mencerna
160xpm | SpOa: makanan
90%
o Makan dibantu ↓
PASI Reflek menghisap dan menelan belum
o Reflek hisap berkembang dengan baik

19
lemah ↓
Defisit nutrisi
4. DO: - Faktor janin (kelainan kromosom, infeksi Risiko
DS: janin kronis, gawat janin), faktor plasenta Infeksi
(hidramnion, solusio plasenta, plasenta
o KU lemah previa, gemeli), Faktor ibu (penyakit ibu,
o Kesadaran CM usia ibu, keadaan gizi, keadaan sosial
o Terdapat ekonomi), faktor lingkungan
cianosis
o Klien tampak ↓
terpasang O2 BBLR
o Tanda-tanda

vital: S: 35,2 | R:
69xpm | N: Sistem imun yang belum matang
160xpm | SpOa: ↓
90%
Penurunan daya tahan tubuh
o Umbilikus basah

Risiko infeksi

b. Diagnosa Keperawatan Prioritas


Diagnosis Keperawatan yang sering muncul menurut (Wong, 2009) :
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Imaturitas paru
dan neuromuscular, penurunan energy dan keletihan dibuktikan dengan
DO : o Keluarga mengatakan bayi sesak napas
DS : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Terdapat cianosis
o Klien tampak terpasang O2
o Tanda-tanda vital: S: 35,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
2) Termogulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu imatur dan
berkurangnya lemak tubuh subkutan dibuktikan dengan.
DO : o Keluarga mengatakan tangan bayi dingin
DS : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Terdapat cianosis
o akral teraba dingin
o Tanda-tanda vital: S: 35,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengingesti nutrient
karena imaturitas dan/ atau sakit

20
DO : o Keluarga mengatakan bayi malas menete
DS : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Terdapat cianosis
o Klien tampak terpasang IVFD RL 8tpm
o Tanda-tanda vital: S: 35,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
o Makan dibantu PASI
o Reflek hisap lemah
4) Resiko infeksi berhubungan dengan defek pertahanan imunologik
DO : o -
DS : o KU lemah
o Kesadaran CM
o Terdapat cianosis
o Klien tampak terpasang IVFD RL 8tpm
o Tanda-tanda vital: S: 35,2 | R: 69xpm | N: 160xpm | SpOa: 90%
o Umbilikus masih basah

3. Perencanaan
Perencanaan
Standar Diagnosis
Standar Luaran
Keperawatan Standar Intervensi
No Keperawatan
Indonesia Keperawatan Indonesia Rasional
Indonesia
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
2. Termoregulasi Termoregulasi Manajemen Hipotermia
tidak efektif neonatus (I.14507)
(D.0149) (L.14135) Observasi Observasi
Setelah dilakukan o Monitor suhu tubuh o Untuk
Penyebab : intervensi selama 3 o Identifikasi penyebab memantau
o Stimulasi pusat x 24 jam, maka hipotermia (mis. perubahan dan
termoregulasi Suhu tubuh Terpapar suhu perkembangan
hipotalamus membaik dengan lingkungan rendah, sedini mungkin
o Flutuasi suhu kriteria hasil : pakaian tipis, o Untuk
lingkungan. o Menggigil kerusakan mengetahui
o Proses menurun hipotalamus, penyebab
penyakit (mis. o Kulit merah Penurunan laju hipotermi pada
Infeksi) meningkat metabolisme, klien
o Proses o Takikardi kekurangan lemak o Untuk
penuaan menurun subkutan) memantau
o Suhu tubuh o Monitor tanda dan perubahan dan
Dehidrasi meningkat gejala akibat perkembangan
o Ketidaksesuaia o Suhu kulit hipotermia (hipotermia tanda dan
n pakaian untuk membaik ringan ; takipnea, gejala akinat
suhu disartria, menggigil, hipotermia
lingkungan hipertensi, diuresis ; sedini mungkin
o Peningkatan hipotermia sedang :

21
kebutuhan aritmia, hipotensi,
oksigen apatis, koagulopati,
o Perubahan laju refleks menurun;
metabolisme hipotermia berat : Terapeutik
o Suhu oliguria, refleks o Agar tidak
lingkungan menghilang, edema terjadinya
ekstrem paru, asam basa hipotermia
o Ketidakadekuata abnormal) o Mencegah
n suplai lemak terjadinya
subkutan Terapeutik hipotermia
o Berat badan o Sediakan lingkungan o Agar klien
ekstrem yang hangat (mis. merasa hangat
o Efek agen Atur suhu ruangan, o Agar tidak
farmakologis inkubator) terjadi
(mis. Sedasi) o Ganti pakaian dan hipotermia
atau linen yang o Agar tidak
basah. terjadi
o Lakukan hipotermia
penghangatan pasif (
mis. Selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
o Lakukan
penghangatan aktif
eksternal ( mis.
Kompres hangat,
botol hangat, selimut
hangat, perawatan Edukasi
metode kangguru) o Untuk
o Lakukan menghangatka
penghangatan aktif n tubuh
internal ( mis. Infus
cairan hangat,
oksigen hangat,
lavase peritoneal
dengan cairan hangat)

Edukasi
o Anjurkan makan
minum hangat
3. D.00019 Status nutrisi Manajemen Nutrisi (I.
Defisit Nutrisi (L. 03030) 03119)
Setelah dilakukan Observasi Observasi
Definisi: intervensi selama 3
Asupan nutrisi tidak x 24 jam, maka o Identifikasi status o Mengetahui
cukup untuk Suhu tubuh nutrisi status nutrisi
memenuhi membaik dengan o Identifikasi alergi dan yang
kebutuhan kriteria hasil : intoleransi makanan dibutuhkan
metabolisme. o Identifikasi makanan o Untuk

22
yang disukai mengetahui
Penyebab: o BB meningkat o Identifikasi kebutuhan adanya alergi
o Panjang badan kalori dan jenis pada klien
o Ketidakmampua meningkat nutrient o Untuk
n menelan o Pola makan o Identifikasi perlunya meningkatkan
makanan membaik penggunaan selang nafsu makan
o Ketidakmampua o Proses tumbuh nasogastrik o Mengetahui
n mencerna kembang o Monitor asupan asupan nutrisi
makanan membaik makanan yang masuk
o Ketidakmampua o Monitor berat badan kedalam tubuh
n mengabsorbsi o Monitor hasil o Membantu klien
nutrien pemeriksaan memenuhi
o Peningkatan laboratorium kebutuhan
kebutuhan nutrisi
metabolisme o Mengetahui
o Faktor ekonomi Terapeutik asupan nutrisi
(mis. finansial yang masuk
tidak mencukupi) o Lakukan oral hygiene o Mengetahui
o Faktor psikologis sebelum makan, jika berubahan atau
(mis. stres, perlu penurunan BB
keengganan o Fasilitasi menentukan pada klien
untuk makan) pedoman diet (mis. o Mengetahui
Piramida makanan) perkembangan
o Sajikan makanan penyakit
secara menarik dan
suhu yang sesuai Terapeutik
o Berikan makan tinggi o Agar
serat untuk mencegah meningkatkan
konstipasi nafsu makan
o Berikan makanan o Agar kebutuhan
tinggi kalori dan nutrisi klien
tinggi protein terpenuhi
o Berikan suplemen o Menambah
makanan, jika perlu nafsu makan
o Hentikan pemberian klien
makan melalui selang o Mencegah
nasigastrik jika konstifasi
asupan oral dapat o Kebutuhan
ditoleransi nutrisi klien
tercukupi
dengan baik
Edukasi 1. Untuk
menambah nafsu
o Anjurkan posisi makan
duduk, jika mampu o Agar klien
o Ajarkan diet yang dapat makan
diprogramkan secara normal

23
Edukasi
Kolaborasi
o Agar tidak
o Kolaborasi pemberian tersedak
medikasi sebelum o Untuk
makan (mis. Pereda pemenuhan
nyeri, antiemetik), jika kebutuhan
perlu nutrisi klien
o Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah Kolaborasi
kalori dan jenis
nutrient yang o Untuk
dibutuhkan, jika perlu. meningkatkan
nafsu makan
klien
o Mengetahui
asupan nutrisi
yang masuk
kedalam tubuh

4. Resiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi Observasi


berhubungan L.14137 (I.14539)
dengan defek Observasi o untuk
pertahanan Setelah dilakukan mengetahui
imunologik. asuhan keperawatan o Monitor tanda dan tanda dan
D.0142 ... x ... jam gejala infeksi lokal gejala infeksi
diharapkan tingkat dan sistemik pada klien
Definisi : infeksi menurun
Beresiko mengalami Dengan Kriteri : Terapeutik
peningkatan o Demam menurun Terapeutik
terserang organisme o Kemerahan o Batasi jumlah
patognik menurun pengunjung o untuk
o Nyri menurun o Berikan perawatan mencegah
Faktor resiko : o Bengkak kulit pada area edema penularan
menurun o Cuci tangan sebelum infeksi
o Penyakit kronis o Cairan berbau dan sesudah kontak nosocomial
(mis. Diabetes busuk menuru dengan pasien dan o untuk
melitus) o Kadar sel darah lingkungan pasien mencegah
o Efek prosedur putih menbaik o Pertahankan teknik terjadinya
invasif aseptik pada pasien infeksi
o Malnutrisi beresiko tinggi o Untuk
o Peningkatan mencegah
paparan Edukasi terjadinya
organisme infeksi
patogen o Jelaskan tanda dan nosocomial
lingkungan. gejala infeksi o untuk

24
o Ketidakadekuata o Ajarkan cara mencuci mencegah
n pertahanan tangan dengan benar terjadinya
tubuh primer. o Ajarkan etika batuk infeksi
o Ketidakadekuata o Ajarkan cara nosocomial
n pertahanan memeriksa kondisi
tubuh sekunder. luka atau luka operasi Edukasi
o Anjurkan
meningkatkan asupan o Agar pasien
nutrisi mengetahui
o Anjurkan tanda dan
meningkatkan asupan gejala infeksi
cairan o Untuk
mencegah
Kolaborasi terjadinya
penularan
o Kolaborasi pemberian infeksi
imunisasi, jika perlu nosocomial
o Untuk
menghindari
penularan
droplet
o Untuk
mencegah
terjadinya
infeksi
o untuk
meningkatkan
berat badan
klien
o Untuk
menghindari
dehidrasi

Kolaborasi

o Untuk
meningkatkan
daya tahan
tubuh

4. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan
dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana

25
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini
(here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan
dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya (Setiadi, 2012). Evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan klien (Hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat (Rohmah, 2014).

26
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, E. Alan (2007). Nursing Ethics. Macmillan: Palagrave


Creasia, J. L., & Parker. B.. (2001). Conceptuals Foundations : the Bridge to Professional
Nursing Practice. (3rd ed). St. Louis : Mosby.
Dewi. A. I.. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka book publisher
Ellis, J. R., & Celia L. H. (2000). Managing and Coordinating Nursing Care. (3th ed ) Philadelphia
: Lippincott Williams & Wilkins.
Hidayat. A. A.. (2008). Konsep dasar keperawatan. (edisi 2). Jakarta : Penerbit Salemba medika.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika
Karyunani, Pamilih Eko dkk. 2007. Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, and Practice. (7th ed).
Volume 1. New jersey : Pearson Education
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus.Jakarta: TIM
Maulana, Mirza. 2009. Seluk Buluk Merawat Bayi dan Balita. Yogyakarta: Garailmu
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta:Rineka Cipta
Purba. J. M. & Pujiastuti. S. E. (2009). Dilema Etik & Pengambilan Keputusan Etis.Jakarta. EGC
Saifuddin, Abdul Bahri. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
WHO (2005). Pedoman Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

27

Anda mungkin juga menyukai