Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN


RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)

A. Konsep Dasar Respiratory Distress Syndrome (RDS)


1. Definisi
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2009). Sindrom distres pernapasan
adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser
(Suriadi &Yulianni, 2010).
Sindrom distres pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan
histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan
yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas
(Bobak, 2009). Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas yang
ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal
bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang menyebar (Somantri, 2009). Respiratory
distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas dispnea,
frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit, adanya sianosis, adanya rintihan
pada saat ekspirasi (ekspiratory grunting), serta adanya retraksi suprasternal,
interkostal, danepigastrium saat inspirasi. Penyakit ini adalah penyakit membran hialin,
dimana terjadi perubahan atau berkurangnya komponen surfaktan pulmonal (zat aktif
alveoli yang dapat mencegah kolaps paru dan mampumenahan sisa udara pada akhir
ekspirasi) (Hidayat, 2008).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai.

2. Anatomi Fisiologi Paru


Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian
rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya,

1
masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur- struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-
paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas
dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks
pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke
atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan
medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh
darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan
sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura
horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-
paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior
(Suriadi & Yulianni, 2010).

Gambar 1 Struktur Alveolus

Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx,yang bercabang
dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses
ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai
jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga.
Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru
lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus,
ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.

2
Upaya pernapasanpertama seorang bayi berfungsi untuk:
a. Mengeluarkan cairan dalam paru.
b. Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukupdan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu
kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa
surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini
menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu. Pada bayi cukup
bulan, mempunyai cairan di dalam paru- parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir
selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Pada bayi
yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga
dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa
cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan
darah. Semua alveolus paru-paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan
perjalanan waktu (Suriadi & Yulianni, 2010).

3. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya sindrom gawat napas pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang.Pengembangan kurang
sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologis paru sehingga daya
pengembangan paru menurun 25% dari normal, pernapasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan
asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan
10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang (Hasan, 2010).
Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat suatu

3
substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah suatu substansi
molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh sel-sel tipe II
paru- paru. Surfaktan berguna untuk menurunkan tahanan permukaan paru.
Surfaktan terbentuk mulai pada usia kehamilan 24 minggu dan dapat ditemukan
pada cairan ketuban. Pada usia kehamilan 35 minggu, sebagian besar bayi telah
memiliki jumlah surfaktan yang cukup (Maryunani, 2009).
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) etiologi dari RDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
d. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit
membran hialin (PMH).
f. Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi
RDS.

4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat danterjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang

4
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90%
fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan
dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan
yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari
rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi
duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal
dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72
jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur
dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD) (Suriadi &
Yulianni, 2010).

5
Pathway Respiratory Distress Syndrom (RDS)

6
5. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan danusia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama
setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS
yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat
dilihat
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: pernapasan cepat,
pernapasan terlihat parodaks, cuping hidung, apnea, murmur dan sianosispusat
Tabel 1 Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensinapas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara
ringan udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Skor > 6 : Ancaman gagal nafas
Sumber: Mathai (2010)

7
Tabel 2 Evaluasi Respiratory Distress Skor Downes
Skor Keterangan
Skor < 4 Gangguan Pernafasan Ringan
Skor 4 – 6 Gangguan Pernafasan Sedang
Skor > 7 Ancaman Gagal Nafas
(Pemeriksaan Gas Darah Harus Dilakukan)
Sumber: Mathai (2010)

6. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
RDS yaitu:
a. Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular, perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada
bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
e. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yangberhubungan dengan
masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasiintrakranial, dan adanya infeksi.

8
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome
menurut Warman (2012), antara lain:
a. Tes Kematangan Paru
1) Tes Biokimia
Paru janin berhuungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion sapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur
kematangan paru
2) Test Biofisika
Tes biofisika dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung
oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam ampedu dan asam
lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2
kali (cairan amnion: ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada
kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko
yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
3) Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan
dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi
jalan napas terminal.
4) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran
ground-glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek.
Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkanbronkiolus yang terisi
udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau
membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes
maternal, patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung
bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi
mekanik yang adekuat.

8. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) tindakan untuk mengatasimasalah

9
kegawatan pernafasan meliputi:
a. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan
berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Ventilasi mekanis adalah membaiknya
kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional
concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator atau
volume tidal yangminimal.
b. Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan
sintetis dan surfaktan n a t u r a l yang berasal dari ekstrak paru- paru sapi atau dari
bilas paru-paru domba atau babi. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24
jam setelah bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang
berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah
dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30%
atau lebih. Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan
menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan
distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitas
nya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian
surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan nebulizer disertai dengan
ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage (Effendi &
Firdaus, 2010).
c. Continuos Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat
untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama
pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif
untuk tatalaksana respiratory distress pada neonatus. Penggunaan CPAP yang
benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi ketergantungan
terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual
paru, mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah kollaps paru,
mengurangi apneu, bradikardia, dan episode sianotik (Effendi & Ambarwati, 2014).
d. Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO) merupakan alat yang

10
menghubungkan langsung darah vena pada alat paru-paru buatan (membrane
oxygenator), dimana oksigen ditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian darah
dipompa balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau aorta
(venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat dan menghindari
tekanan tinggi ventilator (Effendi & Firdaus, 2010).
Secara umum penatalaksanaan pada pasien dengan respiratory distress
syndrome adalah:
1) Memperthankan stabilitas jantung paru yang dapat dilakukan dengan
mengadakan pantauan mulai dari kedalaman, kesimetrisan dan irama
pernafasan, kecpatan, kualitas dan suara jantung, mempertahankan
kepatenan jalan nafas, memmantau reaksi terhadap pemberian atau terapi
medis, serta pantau PaO2. Selanjutnya melakukan kolaborasi dalam
pemberian surfaktan eksogen sesuai indikasi.
2) Memantau urine, memantau serum elketrolit, mengkaji status hidrasi seperti
turgor, membran mukosa, dan status fontanel anterior. Apabila bayi
mengalami kepanasan berikan selimut kemudian berikan cairan melalui
intravena sesuai indikasi.
3) Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral nurition
dengan memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setiap 24 jam, mempertahankan
gula darah dengan memantau gejala komplikasi adanya hipoglikemia,
mempertahankan intake dan output, memantau gejala komplikasi
gastrointestinal, sepertia danya diare, mual, danlain-lain.
4) Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan
mempertahankan kepatenan pemberian oksigen, melakukan penghisapa
lendir sesuai kebutuhan, dan mempertahankan stabilitas suhu.
5) Pemberian antibiotik
Bayi dengan RDS perlu mendapat antiobiotik untuk mencegah infeksi
sekunder. Dapat diperikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000
U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5mg/kgBB/hari (Hidayat, 2008).

11
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Respiratory Distress
Syndrome (RDS)
1. Pengkajian
Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik dan laboratorium serta informasi dari tim
kesehatan serta keluarga klien, yang meliputi :
a. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah
saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena
berkaitan dengan diagnosa Respiratofy Distress Syndrome (RDS)
b. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Apa yang dirasakan klien sampai di rawat diRumah Sakit atau perjalanan penyakit.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Pra Natal
a) Berapa kali kunjungan ANC
b) Kenaikan BB selama hamil
c) Kompikasi kehamilan
d) Obat-obatan yang didapat
e) Riwayat hospitalisasi
f) Golongan darah ibu
2) Natal
a) Awal persalinan
b) Lama persalinan
c) Komplikasi persalinan
d) Terapi yang diberikan
e) Cara melahirkan
f) Tempat melahirkan
3) Post Natal
a) Usaha napas: apakah bayi bernapas spontan atau dengan bantuan
b) Kebutuhan resusitasi: berapa APGAR score bayi pada menit pertama dan

12
menit ke lima
c) Apakah ada obat-obatan yang diberikan kepada neonatus?
Bayi dengan Respiratofy Distress Syndrome (RDS) akan diberikan terapi
nyimco, sucralfat, dan lain-lain
d) Interaksi orang tua dan bayi
e) Trauma lahir: apakah bayi mengalami trauma lahir?
f) Respon fisiologis dan perilaku bermakna
e. Riwayat keluarga
Buatkan genogram bila terdapat anggota keluarga dengan penyakit menahun atau
keturunan
f. Riwayat sosial
1) Bagaimana sistem pendukung keluarga, apakah baik?
2) Bagaimana hubungan interaksi ayah dan ibu kepada anak saat anak lahir?
3) Bagaimana lingkungan rumah keluarga?
g. Kebutuhan dasar
1) Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna.
2) Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna.
3) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus digantipopoknya.
4) Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak napas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda Vital

13
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
4) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak.
5) Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
6) Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernapasan cuping
hidung.
7) Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernapasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat.
8) Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis.
9) Neurology atau reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS: Penyebab primer atau sekunder Gangguan
o Keluarga ↓ pertukaran
mengatakan bayi Penurunan produksi surfaktan gas
sesak napas ↓
DO: Meningkatnya tegangan
o K/U lemah permukaan alveoli
o Kesadaran CM ↓
o Klien tampak Ketidakseimbangan inflasi saat
jarang menangis respirasi
o TTV: S: 35,2oC, | ↓
N: 160xpm | R: Kolaps paru saat ekspirasi
69xpm | SpO2: ↓
90% RDS
o Terdapat ↓
pernapasan cuping Kolaps paru
hidung ↓
o Terdapat retraksi Gangguan ventilasi pulmonal
dinding dada ↓
o Nilai AGD Retensi CO2

14
menunjukan klien ↓
mengalami Asidosis Respiratorik
asidosis ↓
respiratorik, pH: Penurunan pH dan PaO2
6,5, PaCO2: ↓
55mmHg, HCO3: Vasokontriksi berat
28mmHg ↓
o Terdapat cyanosis Penurunan sirkulasi paru dan
pulmonal

Gangguan pertukaran gas
2 DS: Penyebab primer atau sekunder Penurunan
DO: ↓ curah jantung
o K/U lemah Penurunan produksi surfaktan
o Kesadaran CM ↓
o Klien tampak Meningkatnya tegangan
jarang menangis permukaan alveoli
o TTV: S: 35,2oC, | ↓
N: 160xpm | R: Ketidakseimbangan inflasi saat
69xpm | SpO2: respirasi
90% ↓
o Terdapat cyanosis Kolaps paru saat ekspirasi
o CRT >3 detik ↓
RDS

Kolaps paru

Gangguan ventilasi pulmonal

Hipoksia

Kontriksi vaskularisasi pulmonal

Penurunan oksigenasi jaringan

Penurunan curah jantung
3 DS: Penyebab primer atau sekunder Risiko Jatuh
DO: ↓
o K/U lemah Penurunan produksi surfaktan
o Kesadaran CM ↓
o Klien tampak Meningkatnya tegangan
jarang menangis permukaan alveoli
o TTV: S: 35,2oC, | ↓
N: 160xpm | R: Ketidakseimbangan inflasi saat
69xpm | SpO2: respirasi
90% ↓
Kolaps paru saat ekspirasi

15
RDS

Kolaps paru

Gangguan ventilasi pulmonal

Hipoksia

Kontriksi vaskularisasi pulmonal

Penurunan oksigenasi jaringan

Penurunan curah jantung

Menurunnya perfusi ke organ vital

Otak mengalami iskemia

Gangguan fungsi serebral

Kelemahan otot, penurunan
kesadaran

Risiko jatuh
4 DS: Penyebab primer atau sekunder Termoregulasi
o Keluarga ↓ tidak efektif:
mengatakan bayi Penurunan produksi surfaktan hipotermi
sesak napas ↓
DO: Meningkatnya tegangan
o K/U lemah permukaan alveoli
o Kesadaran CM ↓
o Klien tampak Ketidakseimbangan inflasi saat
jarang menangis respirasi
o TTV: S: 35,2oC, | ↓
N: 160xpm | R: Kolaps paru saat ekspirasi
69xpm | SpO2: ↓
90% RDS
o Terdapat cyanosis ↓
o Akral teraba dingin Kolaps paru

Gangguan ventilasi pulmonal

Hipoksia

Kontriksi vaskularisasi pulmonal

Penurunan oksigenasi jaringan

16
Metabolisme anaerob

Timbunan asam laktat

Asidosis metabolik

Kurangnya cadangan glikogen
dan lemak coklat

Respon menggigil pada bayi
kurang/ tidak ada

Bayi kehilangan panas tubuh,
tidak dapat meningkatkan panas
tubuh

Termoregulasi tidak efektif:
hipotermi
5 DS: Penyebab primer atau sekunder Defisit Nutrisi
o Keluarga ↓
mengatakan bayi Penurunan produksi surfaktan
sesak napas ↓
DO: Meningkatnya tegangan
o K/U lemah permukaan alveoli
o Kesadaran CM ↓
o Klien tampak Ketidakseimbangan inflasi saat
jarang menangis respirasi
o TTV: S: 35,2oC, | ↓
N: 160xpm | R: Kolaps paru saat ekspirasi
69xpm | SpO2: ↓
90% RDS
o Terdapat cyanosis ↓
o Reflek hisap lemah Kolaps paru

Gangguan ventilasi pulmonal

Hipoksia

Kontriksi vaskularisasi pulmonal

Penurunan oksigenasi jaringan

Metabolisme anaerob

Peningkatan metabolisme

hipoglikemia

17
Defisit Nutrisi
6 DS: Penyebab primer atau sekunder Pola napas
o Keluarga ↓ tidak efektif
mengatakan bayi Penurunan produksi surfaktan
sesak napas ↓
DO: Janin tidak dapat menjaga rongga
o K/U lemah paru tetap mengembang
o Kesadaran CM ↓
o Klien tampak Tekanan negatid intra thorax yang
jarang menangis besar
o TTV: S: 35,2oC, | ↓
N: 160xpm | R: Usaha inspirasi yang lebih kuat:
69xpm | SpO2: dipsneu, takipneu, pernapasan
90% cuping hidung, dll
o Terdapat ↓
pernapasan cuping Pola napas tidak efektif
hidung
o Terdapat retraksi
dinding dada
o Terdapat cyanosis
o Takipneu

b. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan menurunnya aliran darah
pulmonal dibuktikan dengan
DS : o Keluarga mengatakan bayi sesak napas
DO : o K/U lemah
o Kesadaran CM
o Klien tampak jarang menangis
o TTV: S: 35,2oC, | N: 160xpm | R: 69xpm | SpO2: 90%
o Terdapat pernapasan cuping hidung
o Terdapat retraksi dinding dada
o Nilai AGD menunjukan klien mengalami asidosis respiratorik, pH:
6,5, PaCO2: 55mmHg, HCO3: 28mmHg
o Terdapat cyanosis
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan usaha inspirasi yang lebih kuat
dibuktikan dengan
DS : o Keluarga mengatakan bayi sesak napas
DO : o K/U lemah

18
o Kesadaran CM
o Klien tampak jarang menangis
o TTV: S: 35,2oC, | N: 160xpm | R: 69xpm | SpO2: 90%
o Terdapat pernapasan cuping hidung
o Terdapat retraksi dinding dada
o Terdapat cyanosis
o Takipneu
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan oksigenasi jaringan
dibuktikan dengan
DS : -
DO : o K/U lemah
o Kesadaran CM
o Klien tampak jarang menangis
o TTV: S: 35,2oC, | N: 160xpm | R: 69xpm | SpO2: 90%
o CRT >3detik
o Terdapat cyanosis
4) Termoregulasi tidak efektif: hipotermi berhubungan dengan kehilangan panas
tubuh, pengaturan suhu tubuh belum sempurna dibuktikan dengan
DS : -
DO : o K/U lemah
o Kesadaran CM
o Klien tampak jarang menangis
o TTV: S: 35,2oC, | N: 160xpm | R: 69xpm | SpO2: 90%
o Akral teraba dingin
o Terdapat cyanosis

5) Defisit nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat dibuktikan dengan


DS : -
DO : o K/U lemah
o Kesadaran CM
o Klien tampak jarang menangis
o TTV: S: 35,2oC, | N: 160xpm | R: 69xpm | SpO2: 90%

19
o Reflek hisap lemah
6) Risiko jatuh berhubungan dengan kelemahan otot dibuktikan dengan
DS : -
DO : o K/U lemah
o Kesadaran CM
o Klien tampak jarang menangis
o TTV: S: 35,2oC, | N: 160xpm | R: 69xpm | SpO2: 90%

3. Intervensi Keperawatan Berdasarkan SDKI, SLKI, SIKI


Perencanaan Keperawatan
Standar Diagnosis
Standar Luaran
Keperawatan Standar Intervensi
No Keperawatan
Indonesia Keperawatan Indonesia Rasional
Indonesia
(SDKI) (SIKI)
(SLKI)
1 D.0003 Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi Untuk memantau
Gangguan (L.01003) (I.01014) perubahan dan
pertukaran gas Observasi perkembangan :
Setelah dilakukan o Monitor frekuensi, o Frekuensi ,
Definisi: intervensi selama 3 irama, kedalaman, irama,
Kelebihan atau x 24 jam, diharapkan dan upaya napas kedalaman dan
kekurangan dan/ pertukaran gas upaya napas
atau eleminasi CO2 meningkat dengan sedini mungkin
pada membran kriteria hasil sebagai o Monitor pola napas o Pola napas
alveolus kapiler. berikut : (seperti bradipnea, sedini mungkin
o Dipsneu takipnea,
Penyebab: menurun hiperventilasi, Kussm
o Ketidakseimban o Bunyi napas aul, Cheyne-Stokes,
gan ventilasi tambahan Biot, ataksik
perfusi menurun o Monitor kemampuan o Kemampuan
o Perubahan o PCO2 membaik batuk efektif batuk efektif
membran o Takikardi o Monitor o Adanya
adanya
alveolus kapiler membaik produksi sputum sumbatan jalan
o Sianosis napas
membaik o Monitor adanyao Adanya
o Pola napas sumbatan jalanproduksi
membaik sputum sedini
napas
mungkin
o Palpasi kesimetrisan o Untuk
ekspansi paru mengetahuan
adanya
kelainan/tidak
o Auskultasi bunyi o Untuk
napas mengetahui

20
bunyi
tambahan
o Monitor saturasi o Untuk
oksigen memantau
o Monitor nilai AGD perubahan dan
o Monitor hasil perkembangan
x- ray toraks saturasiO2,
nilai AGD dan
X-Ray toraks
sedini mungkin

Terapeutik Terapeutik
o Atur interval waktu o Respirasi klien
pemantauan respirasi terkontrol
sesuai kondisi pasien dengan baik
o Dokumentasikan o Untuk
hasil pemantauan mengetahui
hasil evaluasi

Edukasi Edukasi
o Jelaskan tujuan dan o Agar keluarga
prosedur mengerti
pemantauan proses
pemantauan
o Informasikan hasil o Agar keluarga
pemantauan, jika mengetahui
perlu perkembangan
klien
2 D.0005 Pola nafas Pemantauan Respirasi Untuk memantau
Pola napas tidak (L.01004) (I.01014) perubahan dan
efektif Observasi perkembangan :
Setelah dilakukan o Monitor frekuensi, o Frekuensi ,
Definisi: intervensi selama 3 irama, kedalaman, irama,
nspirasi dan/atau x 24 jam, maka pola dan upaya napas kedalaman dan
ekspirasi yang tidak napas membaik upaya napas
memberikan dengan kriteria hasil sedini mungkin
ventilasi adekuat. sebagai berikut : o Monitor pola napas o Pola napas
o Frekuensi nafas (seperti bradipnea, sedini mungkin
Penyebab: membaik takipnea,
o Depresi pusat o Kedalaman hiperventilasi, Kussm
pernapasan napas membaik aul, Cheyne-Stokes,
o Hambatan o Ekskursi dada Biot, ataksik
upaya napas membaik o Monitor kemampuan o Kemampuan
(mis. Nyeri saat o Pernapasan batuk efektif batuk efektif
bernapas, cuping hidung o Monitor adanya o Adanya
kelemahan otot menurun produksi sputum sumbatan jalan
pernapasan) o Kapasitas vital napas
o Deformitas meningkat o Monitor adanya o Adanya

21
dinding dada o Ventilasi sumbatan jalan produksi
o Deformitas semenit napas sputum sedini
tulang dada meningkat mungkin
o Gangguan neuro o Palpasi kesimetrisan o Untuk
muskular ekspansi paru mengetahuan
o Gangguan adanya
neurologis (mis. kelainan/tidak
Elektroensefalog o Auskultasi bunyi o Untuk
ram (EEG) napas mengetahui
positif, cedera bunyi
kepala, tambahan
gangguan o Monitor saturasi o Untuk
kejang) oksigen memantau
o Imaturitas o Monitor nilai AGD perubahan dan
neurologis o Monitor hasil perkembangan
o Penurunan x- ray toraks saturasiO2,
energi nilai AGD dan
o Obesitas X-Ray toraks
o Posisi tubuh sedini mungkin
yang
menghambat Terapeutik Terapeutik
ekspansi paru o Atur interval waktu o Respirasi klien
o Sindrom pemantauan respirasi terkontrol
hipoventilasi sesuai kondisi pasien dengan baik
o Kerusakan o Dokumentasikan o Untuk
inervasi hasil pemantauan mengetahui
diafragma hasil evaluasi
(kerusakan saraf
C5 ke atas) Edukasi Edukasi
o Cedera pada o Jelaskan tujuan dan o Agar keluarga
prosedur mengerti
medulla spinalis
proses
o Efek agen pemantauan
pemantauan
farmakologis
o Agar keluarga
o Kecemasan o Informasikan hasil
mengetahui
pemantauan, jika perkembangan
perlu
klien
3 Penurunan Curah Curah Jantung Perawatan Jantung
Jantung (L. 02008)
(D.0008) Setelah dilakukan Observasi:
intervensi selama 3 o Identifikasi tanda dan o Dengan
Definisi: x 24 jam, diharapkan gejala primer mengetahui
Ketidakadekuatan Curah jantung penurunan curah tanda gejala
jantung memompa meningkat dengan jantung penurunan
darah untuk kriteria hasil : o Identifikasi tanda dan jantung dapat
meenuhi o Takikardi gejala sekunder dilakuku=kan
kebutuhan menurun penurunan curah tindakan yang
metabolisme tubuh o Takimpneu jantung tepat

22
menurun o Monitor intake dan o Mengetahui
Penyebab: ourput cairan adanya
o Perubahan kelebihan
irama jantung volume cairan
o Perubahan yang dapat
frekuensi memperparah
jantung kondisi jantung
o Perubahan o Monitor BB setiap o Mengetahui
kontraktilitas hari pada waktu kestabilan BB
o Perubahan yang sama
preload o Monitor saturasi o Mengetahui
o Perubahan oksigen adanya
afterload penurunan
kadar oksigen

Terapeutik:
o Berikan terapi o Menurunkan
relaksasi untuk stress
mengurangi stress

Kolaborasi:
o Kolaborasi pemberian o Mencegah
antiaritmia aritmia
4 Hipotermia Termoregulasi Manajemen Hipotermia
(D.0131) neonatus (I.14507)
(L.14135) Observasi Observasi
Penyebab : Setelah dilakukan o Monitor suhu tubuh o Untuk
o Stimulasi pusat intervensi selama 3 memantau
termoregulasi x 24 jam, maka perubahan dan
hipotalamus Suhu tubuh perkembangan
o Flutuasi suhu membaik dengan sedini mungkin
lingkungan. kriteria hasil : o Identifikasi penyebab o Untuk
o Proses o Menggigil hipotermia (mis. mengetahui
penyakit (mis. menurun Terpapar suhu penyebab
Infeksi) o Kulit merah lingkungan rendah, hipotermi pada
o Proses meningkat pakaian tipis, klien
penuaan o Takikardi kerusakan
menurun hipotalamus,
Dehidrasi o Suhu tubuh Penurunan laju
o Ketidaksesuaia meningkat metabolisme,
n pakaian untuk o Suhu kulit kekurangan lemak
suhu membaik subkutan)
lingkungan o Monitor tanda dan o Untuk
o Peningkatan gejala akibat memantau
kebutuhan hipotermia (hipotermia perubahan dan
oksigen ringan ; takipnea, perkembangan
o Perubahan laju disartria, menggigil, tanda dan
metabolisme hipertensi, diuresis; gejala akinat

23
o Suhu hipotermia sedang : hipotermia
lingkungan aritmia, hipotensi, sedini mungkin
ekstrem apatis, koagulopati,
o Ketidakadekuata refleks menurun;
n suplai lemak hipotermia berat :
subkutan oliguria, refleks
o Berat badan menghilang, edema
ekstrem paru, asam basa
o Efek agen abnormal)
farmakologis
(mis. Sedasi) Terapeutik Terapeutik
o Sediakan lingkungan o Agar tidak
yang hangat (mis. terjadinya
Atur suhu ruangan, hipotermia
inkubator)
o Ganti pakaian dan o Mencegah
atau linen yang terjadinya
basah. hipotermia
o Lakukan o Agar klien
penghangatan pasif ( merasa hangat
mis. Selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
o Lakukan o Agar tidak
penghangatan aktif terjadi
eksternal ( mis. hipotermia
Kompres hangat,
botol hangat, selimut
hangat, perawatan
metode kangguru)
o Lakukan o Agar tidak
penghangatan aktif terjadi
internal ( mis. Infus hipotermia
cairan hangat,
oksigen hangat,
lavase peritoneal
dengan cairan hangat)

Edukasi Edukasi
o Anjurkan makan o Untuk
minum hangat menghangatka
n tubuh
5. D.00019 Status nutrisi Manajemen Nutrisi (I.
Defisit Nutrisi (L. 03030) 03119)
Setelah dilakukan Observasi Observasi
Definisi: intervensi selama 3
Asupan nutrisi tidak x 24 jam, diharapkan o Identifikasi status o Mengetahui
cukup untuk status nutrisi nutrisi status nutrisi
memenuhi membaik dengan o Identifikasi alergi dan yang

24
kebutuhan kriteria hasil : intoleransi makanan dibutuhkan
metabolisme. o Identifikasi makanan o Untuk
o BB meningkat yang disukai mengetahui
Penyebab: o Panjang badan o Identifikasi kebutuhan adanya alergi
meningkat kalori dan jenis pada klien
o Ketidakmampua o Pola makan nutrient o Untuk
n menelan membaik o Identifikasi perlunya meningkatkan
makanan o Proses tumbuh penggunaan selang nafsu makan
o Ketidakmampua kembang nasogastrik o Mengetahui
n mencerna membaik o Monitor asupan asupan nutrisi
makanan makanan yang masuk
o Ketidakmampua o Monitor berat badan kedalam tubuh
n mengabsorbsi o Monitor hasil o Membantu klien
nutrien pemeriksaan memenuhi
o Peningkatan laboratorium kebutuhan
kebutuhan nutrisi
metabolisme o Mengetahui
o Faktor ekonomi Terapeutik asupan nutrisi
(mis. finansial yang masuk
tidak mencukupi) o Lakukan oral hygiene o Mengetahui
o Faktor psikologis sebelum makan, jika berubahan atau
(mis. stres, perlu penurunan BB
keengganan o Fasilitasi menentukan pada klien
untuk makan) pedoman diet (mis. o Mengetahui
Piramida makanan) perkembangan
o Sajikan makanan penyakit
secara menarik dan
suhu yang sesuai Terapeutik
o Berikan makan tinggi o Agar
serat untuk mencegah meningkatkan
konstipasi nafsu makan
o Berikan makanan o Agar kebutuhan
tinggi kalori dan nutrisi klien
tinggi protein terpenuhi
o Berikan suplemen o Menambah
makanan, jika perlu nafsu makan
o Hentikan pemberian klien
makan melalui selang o Mencegah
nasigastrik jika konstifasi
asupan oral dapat o Kebutuhan
ditoleransi nutrisi klien
tercukupi
dengan baik
Edukasi 1. Untuk
menambah nafsu
o Anjurkan posisi makan
duduk, jika mampu o Agar klien
o Ajarkan diet yang dapat makan

25
diprogramkan secara normal

Edukasi
Kolaborasi
o Agar tidak
o Kolaborasi pemberian tersedak
medikasi sebelum o Untuk
makan (mis. Pereda pemenuhan
nyeri, antiemetik), jika kebutuhan
perlu nutrisi klien
o Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah Kolaborasi
kalori dan jenis
nutrient yang o Untuk
dibutuhkan, jika perlu. meningkatkan
nafsu makan
klien
o Mengetahui
asupan nutrisi
yang masuk
kedalam tubuh
6 Risiko Jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh
tindakan (I.14540)
keperawatan selama
3 x 24 jam Observasi
diharapkan : o Identifikasi faktor o Mengetahui
o Tingkat jatuh risiko jatuh faktor risiko
menurun jatuh pasien
(L.14138) dengan o Identifikasi risiko o Agar pasien
kriteria hasil: jatuh satu kali setiap dapat
jatuh dar tempat shift terkontrol dan
tidur menurun, mencegah
jatuh saat jatuh
berjalan o Identifiikasi faktor o Meminimalisir
menurun. lingkungan yang faktor
o Ambulasi meningkatkan risiko lingkungan
meningkat jatuh penyebab
(L.05038) dengan jatuh
kriteria hasil: o Monitor kemampuan o Mencegah
nyeri saat berpindah perpidahan
berjalan menurun berlebih

Terapeutik
o Pastikan roda tempat o Mencegah
tidur selalu terkunci pasien jatuh
o Pasang handrell o Mencegah

26
tempat tidur pasien jatuh
o Gunakan alat bantu o Mencegah
jalan jatuh

Edukasi
o Anjurkan o Mencegah
berkonsenterasi jatuh
untuk menjaga
keseimbangan tubuh

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan
dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini
(here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan
dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Hidayat Alimul, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya (Setiadi, 2012). Evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan klien (Hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat (Rohmah, 2014).

27
DAFTAR PUSTAKA

Bajad M, Goyal S, Jain B. Clinical profile of neonates with respiratory distress. Int J Contemp

Pediatr. 2016;3(3):1009–13. IDAI. Distres pernapasan neonatus. In: Pudjiadi AH, Hegar

B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, et al., editors. Pedoman

pelayanan medis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. p. 66–7.

M. Sholeh Kosim. Gangguan napas pada bayi baru lahir. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,

Sarosa GI, Usman A, editors. Buku Ajar Neonatologi. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI; p. 126–46.

Najafian B, Fakhraie SH, Afjeh SA, Kazemian M, Shohrati M, Saburi A. Early surfactant therapy

with nasal continuous positive airway pressure or continued mechanical ventilation in

very low birth weight neonates with respiratory distress syndrome. Iran Red Crescent

Med J. 2014;16(4):1–8.

Raj JU, Wright JR. Respiratory distress syndrome of the newborn. In: Schraufnagel DE, editor.

Breathing in America: Diseases, Prognosis, and Hope. American Thoracic Society; 2010.

p. 197–205.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,

Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,

Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,

Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

World Health Organization. World health statistics 2016: monitoring health for the SDGs,

sustainable development goals. France: World Health Organization; 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai