A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat bayi saat lahir kurang dari 2500 gram
yang merupakan hasil dari kelahiran prematur (sebelum 37 minggu usia kehamilan). Bayi dengan
berat badan lahir rendah sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas, sehingga akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif serta penyakit kronis di kemudian hari
(WHO, 2004).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram saat lahir. Bayi BBLR sebagian besar dikarenakan retardasi
pertumbuhan intrauterin (IUGR) dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi BBLR
memiliki risiko empat kali lipat lebih tinggi dari kematian neonatal dari pada bayi yang berat
badan lahir 2.500-3.499 gram (Muthayya, 2009).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari 2500
gram, tanpa memperhatikan usia gestasi. Bayi BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan
(kurang dari 37 minggu usia kehamilan) atau pada usia cukup bulan (intrauterine growth
retriction) (Wong, 2008).
Beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu
2. Klasifikasi BBLR
a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :
1) Prematuritas murni
Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai
dengan gestasi atau yang disebut neonates kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.
2) Baby small for gestational age (SGA)
Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGAterdiri dari tiga jenis.
a) Simetris (intrauterus for gestational age)
Gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.
b) Asimetris (intrauterus growth retardation)
Terjadi defisit pada fase akhir kehamilan.
c) Dismaturitas
Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi, dan si
bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri, serta merupakan bayi kecil untuk
masa kehamilan.
b. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Wong, 2008) :
1) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang berat badannya kurang
dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi.
2) Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan bayi yang berat badannya
kurang dari 1000 gram.
3) Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan bayi yang berat badannya
kurang dari 1500 gram.
4) Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi yang berat badannya 1501
sampai 2500 gram.
5) Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi yang berat badannya antara
persentil ke-10 sampai ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.
6) Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia gestasinya merupakan bayi yang
laju pertumbuhan intrauterinnya lambat dan yang berat badan lahirnya kurang dari
persentil ke-10 pada kurva pertumbuhan intrauterin.
7) Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada bayi yang pertumbuhan
intrauterinnya mengalami retardasi (terkadang digunakan istilah pengganti yang lebih
deskritif untuk bayi kecil untuk usia gestasinya
8) Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang berat badan lahirnya diatas
persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.
3. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella
bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom
tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi,
serta terpapar zat beracun.
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah (Mitayani, 2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar dada kurang
dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum sempurna.
5. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan
(prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu
tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi
sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,
infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan,
dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang
baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa
pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu
dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa
hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi
bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi sedikit
besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi
dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun
sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga
lebih besar (Nelson, 2010).
6. Pathway
sumber : Mitayani, (2009), Wong, (2008), Nelson, (2010), Proverawati dan Ismawati, (2010)
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah (Mitayani, 2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang
disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum atau sekitar waktu
kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi).
b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang rendah. Keadaan ini
dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40 mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada
BBLR, karena cadangan glukosa rendah ,terutama pada laki-laki.
c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran surfaktan belum sempurna atau
cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara
dalam alveoli, sehingga dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernafasan
berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati) Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir)
adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
a. Jumlah darah lengkap : penurunan pada Hb (normal: 12-24gr/dL), Ht (normal: 33 -38% )
mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila ada.
1) pH : 7,35-7,45
2) TCO2 : 23-27 mmol/L
3) PCO2 : 35-45 mmHg
4) PO2 : 80-100 mmHg
5) Saturasi O2 : 95 % atau lebi
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia. Bilirubin normal:
1) bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl.
2) bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia mungkin menyertai
sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan menerapkan beberapa
metode Developemntal care yaitu :
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan dan
perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk mengatasi usaha
bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini untuk
pertumbuhan dan perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm dan BBLR yang
dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, dan pola
tidur istirahatnya
lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai postur berbaring miring fleksi.
Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai, karena tampaknya
mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan menggunakan energi vital sebagai
usaha untuk mencapai keseimbangan dengan mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat mengakibatkan abduksi pelvis
lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu, peningkatan ekstensi leher dan
peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung melengkung. Sehingga
pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi telungkup (Wong, 2008)
b. Minimal handling
1) Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi, hal ini
bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan mempertahankan respirasi. Bayi dengan
penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi. Terapi oksigen
diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi.
2) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian kehangatan
eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa otot yang lebih kecil dan
deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas, kekurangan isolasi jaringan
lemak subkutan, dan control reflek yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR
lahir mereka harus segera ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah
atau menunda terjadinya efek stres dingin.
3) Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit. Lingkungan perilindungan
dalam inkubator yang secara teratur dibersihkan dan diganti merupakan isolasi yang efektif
terhadap agens infeksi yang ditularkan melalui udara. Sumber infeksi meningkat secara
langsung berhubungan dengan jumlah personel dan peralatan yang berkontak langsung
dengan bayi.
4) Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori,
elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm, karena kandungan
air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi
preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis
terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut
sangat peka terhadap kehilangan cairan.
5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi terdapat kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti
makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi
ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun
enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus dipenuhi dalam
keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas
menghisap dan menelan sudah ada sejak sebelu lahir, namun koordinasi mekanisme ini
belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya
sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara medis) dapat menurunkan
insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia, dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi
BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan metode alternatif, air steril dapat diberikan
terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan
bayi BBLR dan toleransi terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi
sedikit sampai asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam
memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan mekanisme oral-faring dapat
terganggu oleh usaha pemberian makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat
bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan.
e) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya, agar kepala bayi
tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika bayi berada pada posisi tegak.
f) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada ibu dan bayi
seluas-luasnya.
g) Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya
ibu memakai baju yang longgar dan berkancing depan.
Gambar 2.2 perawatan metode kanguru
2. Pengkajian Respirasi
a. Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang dada, atau devisiasi
lainnya.
b. Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung atau retraksi
substernal, interkostal atau subklavikular.
c. Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi, suara basah berkurang,
daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya masukan udara, dan kesamaan suara napas.
e. Tentukan apakah diperlukan pengisapan.
3. Pengkajian Kardiovaskuler
a. Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b. Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c. Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/ PMI), titik ketika bunyi denyut
jantung paling keras terdengar dan teraba (perubahan PMI menunjukkan adanya pergeseran
imediastinum).
d. Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau hematopoetik), sianosis
pucat, plethora, jaundis, dan bercak-bercak.
e. Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f. Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai
4. Pengkajian Gastrointestinal
a. Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen, tampak pelistaltik,
tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b. Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan pemberian makanan,
karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika terpasang selang nasogasrtik, jelaskan
tipe penghisap, dan haluaran (warna, konsistensi, pH).
c. Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d. Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e. Jelaskan bising usus.
5. Pengkajian Genitourinalia
a. Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b. Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan lab-stick, dan berat
jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c. Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).
6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a. Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap rangsang, dan evaluasi
sesuai masa gestasinya.
b. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
c. Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck, palmar).
d. Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
7. Suhu tubuh
a. Tentukan suhu kulit dan aksilar.
b. Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
8. Pengkajian kulit
a. Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi, melepuh, abrasi,
atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau infus atau alat lain bersentuhan
dengan kulit. Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester, povidone-
jodine).
b. Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan lain-lain.
c. Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR
(NANDA, 2011):
1. Tidak efektifnya pola pernafasan.
a. Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.
b. Batasan karateristik:
Napas dalam, perubahan gerakan dada, mengambil posisi tiga titik, bradipneu,
penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi,p enurunan ventilasi semenit,
penurunan kapasitas vital, dispneu, peningkatan diameter anterior-posterior, napas cuping
hidung, ortopneu, fase ekspirasi yang lama, pernapasan pursed-lip, takipneu dan
penggunaan otot-otot bantu untuk bernapas.
2. Termoregulasi tubuh tidak efektif.
a. Definisi : Fluktuasi suhu antara hipotermia dan hipertermia.
b. Batasan karakteristik:
Kulit dingin, sianosis, fluktuasi suhu tubuh di atas dan di bawah kisaran normal, kulit
memerah, hipertensi, peningkatan frekuensi napas, menggigil, pucat, piloereksi, penurunan
suhu tubuh di bawah kisaran normal, teraba hangat.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
a. Definisi: asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
b. Batasan karakteristik:
Kram abnormal, sakit perut, keengganan untuk makan, berat badan 20% atau lebih di
bawah ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan rambut yang berlebihan, hiperaktif suara
usus, kekurangan makanan, membran mukosa kering, dan merasa tidak mampu menelan
makanan.
4. Resiko infeksi.
a. Definisi: peningkatan resiko invasif oleh organisme patogen.
b. Faktor resiko:
Prosedur invasif, trauma, kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan,
ruptur membran amnion, malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan pathogen,
ketidakadekuatan sistem imun, penyakit kronik, tidakadekuat pertahanan tubuh primer ( kulit
tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltik), ketidakadekuatan pertahanan tubuh skunder (penurunan Hb,
leucopenia, penekanan respon inflamasi).
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
E.