Anda di halaman 1dari 21

Referat

OTITIS MEDIA AKUT

Oleh:
Puji Rahma Utari
1610070100103

Preseptor:
dr. Jenny Tri Yuspita Sari, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD M. NATSIR SOLOK
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul
“OTITIS MEDIA AKUT”. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian THT-KL di RSUD M. Natsir.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Jenny Tri Yuspita Sari,
Sp.THT-KL selaku pembimbing, karena telah meluangkan waktu dan ilmu
pengetahuannya kepada penulis. Dalam penyusunan referat ini penulis mengalami
beberapa hambatan dan kesulitan, namun atas bantuan dan bimbingan yang telah
beliau berikan, maka referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan baik dalam segi penyusunan,
pengolahan, pemilihan kata, dan proses pengetikan karena masih dalam tahap
pembelajaran. Saran dan kritik yang membangun tentu sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata,
semoga referat ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya dalam memahami masalah Otitis Media Akut.

Solok, 28 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Batasan Masalah .............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................2

1.4 Metode Penulisan ...........................................................................................2

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3

2.1 Anatomi Telinga ............................................................................................3


2.1.1 Telinga Luar ....................................................................................3
2.1.2 Telinga Tengah ...........................................................................4
2.1.3 Telinga Dalam .................................................................................4
2.2 Otitis Media Akut............................................................................................6
2.2.1 Definisi ..................................................................................................6
2.2.2 Epidemiologi .........................................................................................6
2.2.3 Etiologi ..................................................................................................6
2.2.4 Patogenesis ......................................................................................7
2.2.5 Stadium ...........................................................................................8
2.2.6 Diagnosis .........................................................................................9
2.2.6.1 Anamnesis ........................................................................9
2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik ............................................................10
2.2.6.3 Pemeriksaan Penunjang ...................................................10
2.2.7 Penatalaksanaan ..............................................................................11
2.2.8 Komplikasi ......................................................................................12
BAB III: KESIMPULAN......................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah


yang berlangsung kurang dari tiga minggu. Yang dimaksud dengan telinga
tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran
timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring
melalui tuba Eustachius. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan
kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif.
Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitismedia adhesiva.1

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau


seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid
dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh
invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung
maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas
atas yang berulang.1 Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke
telinga tengah.1
Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko yang cukup berkaitan
dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada
anak- anak dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi
karena faktor anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat
usia anak-anak, tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih
horizontal dengan drainase yang minimal dibandingkan dengan usia lebih
dewasa. Hal inilah yang membuat kecenderungan terjadinya OMA pada
usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim dibandingkan usia dewasa.1

4
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi
pada saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis
media berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun
sekitar 83%. Di Amerika Serikat diperkirakan 75% anak mengalami
minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.2

1.1 Batasan Masalah


Referat ini membahas mengenai otitis media akut yang meliputi
anatomi telinga, dan definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
diagnosis, pentalaksanaan, dan komplikasi otitis media akut.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai
anatomi telinga, dan definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
diagnosis, pentalaksanaan, dan komplikasi otitis media akut.

1.3 Metode Penulisan


Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk
ke berbagai literatur.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga
tengah berbentuk kubus dengan perbatasan :
 Luar : membran timpani
 Depan : tuba eustachius
 Bawah : vena jugularis
 Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
 Dalam : (dari atas ke bawah) kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.

6
Gambar 2.1. (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna, (C)
Kartilago aurikular

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari


arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian
atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah
pars tensa (membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu
bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang
disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.

7
Gambar 2.2. Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani


disebut sebagai umbo.Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of
light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan
pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkular dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara
klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya
mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.

Gambar 2.3. Penampakan membran timpani kanan

8
Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik
garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-
belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak
perforasi membran timpani.
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di
bagian bawah belakang membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat
tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, stapes.

Gambar 2.4. Pembagian telinga tengah menjadi epi-, meso-, dan


hipotimpanum

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.


Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat
pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.

9
Gambar 2.5. Tulang pendengaran dan bagian-bagiannya

2.2 Otitis Media Akut

2.2.1 Definisi

Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa


telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1

2.2.2 Epidemiologi

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi


pada saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis
media pada anak berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3
thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami
minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.7

2.2.3 Etiologi
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius

10
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
terganggu juga sehingga terjadi peradangan. Hal-hal yang menyebabkan
sumbatan pada muara tuba antara lain, infeksi saluran pernafasan, alergi,
perubahan tekanan udara tiba-tiba, tumor, dan pemasangan tampon yang
menyumbat muara tuba.3
Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor
penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri
piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae
(27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%),
Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin
besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi,
OMA dipermudah karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya
agak horisontal.1,2

2.2.4 Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat
menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di
sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih
untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah
dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran
Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah
banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-
tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.

Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel

11
(bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang
terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis
apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan
beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang
tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.1

2.2.5 Stadium

1. Stadium Kataralis
Tanda adanya stadium ini adalah adanya retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi
udara.Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna
keruh pucat dan berlanjut hingga tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta
edem.Sekret yang terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.

Gambar 2.6. Membran timpani stadium kataralis

12
2. Stadium Supurasi/ Bombans
Edema yang hebat pada telinga tengah dan hancurnya epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol / bombans (bulging) ke arah
telinga luar.Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka
terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa.Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi
ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada
stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke MAE. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat
ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.

Gambar 2.7. Membran timpani stadium supuratif/ bombans

3. Stadium Perforasi
13
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik
atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran
timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke MAE.Anak
yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akut
stadium perforasi.

Gambar 2.8. Membran timpani stadium perforasi

4. Stadium Resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani


perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan.OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret
menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

2.2.6 Diagnosis
2.2.6.1 Anamnesa

14
Diagnosis OMA cukup ditegakkan secara klinik, yaitu meliputi
anamnesis dan pemeriksaan telinga (otoskop) yang didasarkan pada
stadiumnya.

Stadium Anamnesis Otoskopi


1. Kataral Diawali dengan ISPA dan - Membran timpani:
diikuti dengan gejala di Retrkasi, warna mulai
telinga: hiperemia
- Terasa penuh - Kadang-kadang tampak
- Grebeg-grebeg adanya air fluid level
- Gangguan pendengaran
2. Supurasi / Bombans - Otalgia hebat - Membran timpani:
- Gangguan pendengaran Bombans dan hiperemia
- Febris, batuk, pilek - Belum ada sekret di MAE
- Pada bayi dan anak kadang
disertai dengan:
gelisah, rewel, kejang,
gastroenteritis
- Belum terjadi otorea
3. Perforasi - Otorea, mukopurulen - Membran timpani:
- Otalgia dan febris mereda Perforasi, sentral, kecil di
- Gangguan pendengaran kuadran antero-inferior
- Masih ada batuk dan pilek - Sekret: mukopurulen
kadang tampak pulsasi
- Warna membran timpani
hiperemia
4. Resolusi Gejala-gejala pada stadium - Membran timpani:
sebelumnya sudah banyak Sudah pulih menjadi
mereda normal kembali
Kadang masih ada gejala - Masih dijumpai lubang
sisa: perforasi
Tinitus dan gangguan - Tidak dijumpai sekret lagi
15
pendengaran

2.2.6.2 Pemeriksaan Penunjang

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis


(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis
anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat
perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan
tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian
antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. (8) Untuk
menilai keadaan adanya cairan di telinga tengah juga diperlukan
pemeriksaan timpanometeri pada pasien.1

2.2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergntung stadium penyakitnya. Pada stadium


oklusi, pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius, sehingga tekanan negatif pada telinga tengah hilang, sehingga
diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik
untuk anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk
anak > 12 tahun dan pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati
antibiotik diberikan jika penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau
alergi.5

Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan


analgetika. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus,
sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang dianjurkan ialah dari
golongan penisilin atau ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin
intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah,
sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,. Gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kkekambuhan. Pemberian antibiotika
16
dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka
diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50 –
100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mb/kgBB
dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.5

Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya


harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejala – gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur
dapat dihindari.6

Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan


kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan
yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 bhari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.6

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal


kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa teling tengah. Pada
keadaan demikian, antibiotika dapat dilajutkan sampai 3 minggu. Bila 3
minggu setrelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah
terjadi mastoiditis.6

2.2.8 Komplikasi

Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu


abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan
abses otak. Namun, sekarang setelah adanya antibiotik semua jenis
komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika
perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan
atau dua bulan.1

17
BAB III

KESIMPULAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau


seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid
dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh
invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung
maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas
atas yang berulang.

Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat,


tanda- tanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan
tanda mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan
membran timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani,
cairan yang keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian
tengah, kemerahan pada membran timpani dan nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Penatalaksanaan pada OMA terdapat sebuah kriteria untuk


antibakteri Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA, apabila
anak <6 tahun dapat diberi antibiotik walaupun diagnosis belum pasti, usia
6bulan-2tahun kalau sudah pasti diagnosisnya OMA dapat diberi
antibakteri dan kalau belum pasti bisa diberi antibakteri apabila gejala
makin berat dan observasi bila gejala ringan. Untuk usia > 2 tahun, bisa
diberi antibakteri bila gejala makin berat dan observasi jika gejala ringan,
dan apabila diagnosis belum pasti bisa di observasi dahulu.

Pilihan observasi untuk OMA mengacu untuk menunda pengobatan


antibakteri pada anak-anak yang dipilih untuk 48 sampai 72 jam.
Keputusan untuk mengamati atau mengobati didasarkan pada usia anak,
kepastian diagnostik, dan tingkat keparahan penyakit. Pilihan pertama
18
pemberian antibiotik pada OMA adalah dengan amoxycilin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi
keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-14, 65-74.
2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004.
Available at :
http://pediatrics.aappublications.org/content/113/5/1451.full.html

3. Picture of ear anatomy. Available at :


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0020
77.htm
4. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar
penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118

6. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July


2006. Available from URL: http://www.pediatrics.org

7. Epidemiology of acute otitis media.


Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/273
2519
8. Niemela M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J, Alho OP,
Vierimaa
E. Lack of specific symptomatology in children with acute otitis
media. Pediatr Infect Dis J.1994;13 :765– 768
19
9. Pelton SI. Otoscopy for the diagnosis of otitis media. Pediatr Infect
Dis J.1998;17 :540– 543

10. Klein JO, McCracken GH Jr. Introduction: current assessments of


diagnosis and management of otitis media. Pediatr Infect Dis
J.1998;17 : 53

20
21

Anda mungkin juga menyukai