LAPORAN KASUS
Pembimbing
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 3
3.2 Tatalaksana........................................................................................................ 6
3.3 Komplikasi........................................................................................................ 6
3.4 Prognosis........................................................................................................... 7
BAB 4 Pembahasan................................................................................................. 21
BAB 5 Kesimpulan.................................................................................................. 25
DAFTAR REFERENSI............................................................................................ 26
BAB 1
Pendahuluan
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara.1 PPOK berhubungan dengan inflamasi kronik
saluran napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel berbahaya.1 Menurut
World Health Statistics, PPOK akan menjadi penyebab ketiga kematian di dunia pada tahun
2030 (WHO, 2008). World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2014,
penyakit pernapasan kronis, salah satunya adalah PPOK, menyumbang 5% dari total
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Sesak napas juga
biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala
ini. Sesak napas biasanya menjadi komplain ketika FEV1 <60% prediksi. Pasien biasanya
mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas,
gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah
Terapi PPOK terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi non
farmakologis PPOK misalnya terapi berhenti merokok, aktivitas fisik, rehabilitasi, dan
tatalaksana PPOK standar adalah mengobati gejala PPOK, memperbaiki tingkat aktivitas dan
mortalitas.
BAB 2
Ilustrasi Kasus
Seorang pasien laki laki usia 68 tahun datang ke IGD tanggal 18 januari 2021 pukul
13.45 WIB. Pasien dating dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu dan semakin
memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak. Demam tidak ada, mual muntah tidak ada, BAB dan BAK pasien normal.
Kesadaran pasien saat masuk CMC dengan GCS 15. Beberapa jam sebelum masuk UGD
pasien sempat diberi Nebulizer 1 kali dan di Swab antigen dengan hasil non-reaktif di RS
Tentara. Riwayat TB ada sejak 2 tahun yang lalu dan pasien masih pengobatan katagori II,
Riwayat PPOK sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat penyakit
jantung tidak ada, riwayat DM tidak ada, riwayat stroke tidak ada. Riwayat penyakit yang
Objektif :
- Status generalis :
TD : 165/85 mmhg
HR : 111 x/i
RR : 30 x/I
T : 36,8 C
- Pemeriksaan fisik :
- Laboratorium
Hematologi
Hematologi Lengkap
Basofil 0% 0-1
Eosinofil 2% 1-3
Monosit 8% 2-8
Kimia Klinik
- EKG :
memanjang, T inverted tidak ada, P pulmonal ada, Q patologis tidak ada, ST elevasi
tidak ada, ST depresi tidak ada, RVH/LVH tidak ada, RAH/LAH tidak ada, RBBB (-)
LBBB (-)
Ro Thorax :
- Trakea ditengah
Planning :
Terapi :
Objektif :
Status generalisata
HR : 106x/i
RR : 30x/I,
T : 36,6 C
Pemeriksaan fisik
Terapi :
• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)
• Furosemid 1a (IV) ekstra
• NAC 3 x 1 (Po)
• Sukralfat syr 3 x cs (Po)
• Curcuma 3 x 1 (Po)
• Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv)
• Nairet 2 x 0,2 cc (sc)
• Terpasang nasal kanul O2 4 L/menit
Hasil pemeriksaan pasien saat pasien dibangsal INTERNE/PARU pada Tanggal
Objektif :
Status generalisata
TD : 180/90 mmhg
HR : 105x/i
RR : 26x/i
T : 36,7 C
Pemeriksaan fisik
Terapi :
Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada bagian atas.
Objektif :
Status generalisata
TD : 150/89 mmhg
HR : 128x/i
RR : 24x/I,
T : 37,3 C
Pemeriksaan fisik
A : PPOK EA
Terapi :
• IVFD Dextrose 5 %
• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)
• Dexamethason 3 x 1
• Furosemid 2 x 1 amp
• Levo inf1 x 500
• NAC 3 x 1 (Po)
• Sukralfat syr 3 x cs (Po)
• Curcuma 3 x 1 (Po)
• Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv)
• Nairet 4 x 0,2 cc (sc)
Hasil pemeriksaan pasien saat pasien dibangsal INTERNE/PARU pada tanggal
Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada bagian atas.
Objektif :
Status generalisata
TD : 150/108mmhg
HR : 109x/i
RR : 24x/I,
T : 37,3 C
Pemeriksaan fisik
Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik
Terapi :
• IVFD Dextrose 5 %
• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)
• Dexamethason 3 x 1
• Furosemid 2 x 1 amp
• Levo inf1 x 500
• NAC 3 x 1 (Po)
• Sukralfat syr 3 x cs (Po)
• Curcuma 3 x 1 (Po)
• Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv)
• Nairet 4 x 0,2 cc (sc)
Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada bagian atas.
Objektif :
Status generalisata
HR : 124x/i
RR : 34x/I,
T : 36,5 C
Pemeriksaan fisik
Abdomen : supel, distensi (-), Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), BU (+)
Terapi :
Objektif :
Status generalisata
Kesadaran : Delirium
GCS : E1M2Vtube
TD : 94/65 mmHg
HR : 100x/menit
RR : 16x/menit
SPO2 : 92%
MAP : 80
Pemeriksaan fisik
Selama 1 hari perawatan di ICU pasien tidak stabil, dengan kronologis sebagai
berikut :
Hari I Hari II
Subjektif
EKG : EKG :
Curcuma 3 x1 Dexametaxon 3 x 10
mg
Syr morfin 2 mg/jam
Sukralfat syr 3 x 1 cth Inj OMZ 2 X 40 mg
Nebu Cambiver 2/6 jam Inj Nargt 4 x 0,2 cc
Syr Lasix 40 mg/24 jam Diet : MC 6x 150 cc
Diet MC 6 x150 cc AP
Pada hari rawatan ke-2 pasien meninggal pada pukul 15.45 WIB
Jam Masalah
14.45 - Pasien dilapokan desaturasi 60 % nadi 40 x/I SA 2 amp
- EKG flat
15.45 Pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga dan paramedis
BAB 3
Tinjauan Pustaka
PPOK merupakan istilah untuk menggambarkan sekumpulan penyakit kronik paru yang
ditandai dengan keterbatasan aliran udara.1 PPOK berhubungan dengan inflamasi kronik saluran
napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel berbahaya. Hambatan aliran udara pada
PPOK terjadi karena perubahan struktur saluran napas yang disebabkan destruksi parenkim dan
fibrosis paru.2 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah salah satu penyakit tidak menular yang
Menurut World Health Statistics, PPOK akan menjadi penyebab ketiga kematian di
dunia pada tahun 2030 (WHO, 2008). World Health Organization (WHO) memperkirakan
pada tahun 2014, penyakit pernapasan kronis, salah satunya adalah PPOK, menyumbang 5%
dari total kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia(WHO, 2014). Berdasarkan
data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes-RI) (2013), PPOK memiliki prevalensi 3,7% (pada kelompok
umur ≥30 tahun) per satu juta penduduk di Indonesia. 1 Pasien meninggal akibat PPOK mencapai
tiga juta orang setara dengan 6% dari keseluruhan kematian dunia pada tahun 2012. 2
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Sesak napas juga
biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala
ini. Sesak napas biasanya menjadi komplain ketika FEV1 <60% prediksi. Pasien biasanya
mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas,
gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah
gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga biasanya merupakan gejala klinis yang pertama kali
disadari oleh pasien. Batuk kronis pada PPOK bisa juga muncul tanpa adanya dahak.3
Ada beberapa faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, usia, jenis kelamin,
hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja, polusi udara,
status sosial dan faktor genetik. Sebuah penelitian dilakukan dari 1990 sampai 2004 pada 28
negara mendapatkan prevalensi PPOK lebih tinggi pada pasien perokok dibandingkan bukan
perokok. Menurut data WHO tahun 2008 didapatkan merokok merupakan penyebab utama
PPOK. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK. Hasil dari penelitian
Fadli E.N 2016 menyatakan merokok merupakan faktor resiko utama seseorang menderita PPOK.
Semakin tinggi derajat merokok seseorang, maka akan semakin banyak orang tersebut terpapar
berbagai zat yang dianggap toksik oleh tubuh pada saluran pernafasan yang akan berujung kepada
4
penurunan fungsi faal paru yang lebih cepat dibanding bukan perokok
tidak berjalan sendiri tetapi saling berinteraksi menyebabkan kerusakan saluran napas dan
paru yang ireversibel termasuk diantaranya adalah kerusakan jaringan elastic alveoli, airway
remodeling dan fibrosis. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit inflamasi
kompleks yang melibatkan beberapa sel inflamasi. Proses inflamasi yang kompleks dan
melibatkan berbagai macam sel-sel inflamasi pada PPOK bisa menjadi dasar ditemukannya
Disease)
Stage 1: PPOK ringan gejala klinis batuk kronik dan sputum, tetapi tidak sering. Pasien
Stage 2 : PPOK sedang gejala klinis sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang
ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pasien sudah mulai datang berobat
Stage 3 : PPOK berat gejala klinis sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan
Stage 4 : PPOK sangat berat gejala diatas + dengan gejala gagal nafas atau gagal jantung
kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini, kualitas hidup pasien memburuk, dan
PFT : FEV 1/FVC < 70%, FEV1 < 30% atau FEV1 < 50% dengan gejala gagal nafas
kronis
Pedoman Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) telah
menyusun panduan terapi standar PPOK dan telah banyak dilakukan penelitian untuk
mencari terapi pendukung yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi PPOK
terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis PPOK
misalnya terapi berhenti merokok, aktivitas fisik, rehabilitasi, dan vaksinasi. Terapi
farmakologis misalnya terapi dengan menggunakan obat. Tujuan tatalaksana PPOK standar
adalah mengobati gejala PPOK, memperbaiki tingkat aktivitas dan kualitas hidup, mencegah
antioksidan, dan antiprotease untuk mencegah progresivitas penyakit. Terapi standar yang
diterapkan saat ini masih memiliki kelemahan yaitu tidak menghentikan progresivitas
penyakit sehingga kasus PPOK semakin meningkat setiap tahun yang menjadi alasan untuk
ditemukannya target terapi baru. Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui efektivitas
pemberian terapi tambahan pada terapi standar PPOK dengan tujuan untuk lebih
memperlambat dan menghentikan kerusakan, atau untuk menggantikan kerusakan yang telah
terjadi.2
Beta2 – agonis
Short-acting beta2- agonis (SABA)
Long-acting beta2-agonis (LABA)
Antikolinergik
Short- acting anticholinergics (SAMA)
Long- acting anticholinergics (LAMA)
Kombinasi short acting beta2- agonists + anticholinergic dalam satu inhaler
Kombinasi long acting beta2- agonists + anticholinergic dalam satu inhaler
Methylxanthines
Kombinasi long acting beta-agonists + ICS( kortikosteroid inhalasi) dalam satu inhaler
Phosphodiesterase-4 inhibitor
NAC (N-Asetyl Cystein) 200 mg Secara inhalasi atau obat tetes hidung diindikasikan
untuk terapi mukolitik sebagai terapi tambahan pada kondisi saluran napas dengan produksi
mukoprotein dengan cara memisahkan agregasi molekul glikoprotein inter dan intra
berperan dalam viskositas mukus, maka mukus dapat mudah dikeluarkan dari saluran
napas.
– Farmakokinetik:
(asetaminofen).
menginaktivasi racun NAPQI. Metabolit ini kemudian bebas bereaksi dengan kunci
metabolit. Hal ini dapat melindungi hepatosit dari kerusakan karena NAPQI.
Aminopilin (dosis : 5 mg/ kgBB, inj : 250-500 mg) suatu bronkodilator , yang digunakan
untuk mengobati penyempitan saluran udara di paru-paru atau dalam istilah medis disebut
• Kerja obat :
-bronkodilatasi
-stimulasi SSP
• Farmakodinamik : bekerja dengan cara meregangkan otot polos pada bronkus paru-
Terbutamin sulfate ( dosis oral : 2,5 mg, iv : 3-5 mcg/mL, inhalasi : 250-500 mg) merupakan
golongan obat bronkodilator agonis adrenoreseptor beta 2 selektif kerja pendek. Digunakan
untuk asma/ PPOK dan juga sebagai tokolitik untuk persalinan prematur
• Farmakodinamik : obat ini melemaskan otot dan menghambat kontraksi otot brokial,
vaskular dan uterin, tetapi terkadang juga menstimulasi adrenoreseptor beta 1 yang ada
di jatung. Selain itu juga membantu pembersihan mukosilier dan mengurangi mediasi sel
inflamasi hipersensitifitas
• Farmakokinetik
• Absorbsi :
• Metabolisme : di hepar
• indikasi : untuk bronkospasme baik akibat asma/ PPOK, emfisema dan bronkitis
BAB 4
Pembahasan
Seorang pasien laki laki usia 68 tahun datang ke IGD tanggal 18 januari 2021 pukul
13.45 WIB. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu dan semakin
memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak. Demam tidak ada, mual muntah tidak ada, BAB dan BAK pasien normal.
Kesadaran pasien saat masuk CMC dengan GCS 15. Beberapa jam sebelum masuk IGD
pasien sempat diberi Nebulizer 1 kali dan di Swab antigen dengan hasil non-reaktif di RS
Tentara. Riwayat TB ada sejak 2 tahun yang lalu dan pasien masih pengobatan katagori II,
Riwayat PPOK sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat penyakit
jantung tidak ada, riwayat DM tidak ada, riwayat stroke tidak ada. Riwayat penyakit yang
Gejala klinis yang ditemui pada pasien yaitu pasien mengalami sesak nafas yang
bersifat kronik dan progresif, batuk, dan terdapat produksi sputum. Pasien memiliki riwayat
TB paru 2 tahun yang lalu dan riwayat PPOK 4 tahun yang lalu.
Pasien dengan keluhan sesak nafas, memiliki riwayat TB dan PPOK dilakukan
pemeriksaan EKG yang menunjukkan Irama sinus rhytm, HR 100x/i, PR interval tidak
patologis tidak ada, ST elevasi tidak ada, ST depresi tidak ada, RVH/LVH tidak ada,
RAH/LAH tidak ada, RBBB tidak ada LBBB tidak ada. Dengan hasil rontgen thoraks,
Jantung kesan tidak membesar, aorta melebar, trakea ditengah, RIC melebar, kedua hilus
suram, tampak infiltrat di bagian apex paru sebelah kiri dan kanan, hemidiafragma dan sinus
Pasien dipindahkan ke bangsal paru tanggal 18 januari 2021 pukul 19.40, setelah
Pasien selama di bangsal di diagnosa awal dengan TB paru aktif katagori II, setelah
kesadaran menurun (delirium), sesak nafas semakin memberat, pernafasan cepat dan dangkal,
dan pasien tampak gelisah, sehingga pasien di diagnosa PPOK Eksaserbasi akut
Diagnosis PPOK ditegakkan jika terdapat keluhan seperti kesulitan bernafas, batuk kronis
atau terbentuknya sputum dan memiliki riwayat faktor resiko penyakit ini seperti merokok,
usia, jenis kelamin, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat
kerja, polusi udara, status sosial dan faktor genetik. Spirometri dibutuhkan untuk diagnosis
Dari kriteria diagnosa diatas, pada pasien ini memenuhi kriteria diagnosa
PPOK (sesak nafas, batuk berdahak, riwayat TB, riwayat PPOK, dan salah satu faktor resiko
nya merokok)
eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan, Pasien harus dipantau karena gejala dan
keparahan dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi
keparahan eksaserbasi, adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum.
Pasien dipindahkan ke ICU tanggal 22 januari 2021 pukul 11.30 untuk di monitoring
mengenai komplikasi yang dapat terjadi, hal yang perlu di perhatikan adalah :
• Henti Nafas
Pada kasus ini pasien datang dengan keadaan eksaserbasi akut, berdasarkan panduan
GOLD mengenai tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi akut, maka pasien ini mendapatkan
terapi awal berupa bronkodilator kerja cepat yaitu nairet (terbutaline sulfat), aminopilin dan
Beberapa terapi tambahan yang dapat diberikan pada pasien ini meliputi mukolitik,
antitusif, narkotik, vasodilator, dan antitrypsin alpha-1.1 Pada pasien ini diberikan terapi
tambahan berupa golongan obat narkotik (morfin untuk sedasi ventilator) dan mukolitik
(NAC), dengan harapan pemberian mukolitik bagi penderita PPOK dapat mengurangi
Selain itu pada pasien ini, di beri terapi tambahan yang menyesuaikan keadaan pasien
yaitu golongan obat benzodiazepin (midazolam) untuk penenang atau sedatif yang digunakan
Interaksi Jantung-Paru
Berkaitan dengan keadaan dimana sirkulasi paru terletak diantara jantung kiri dan
kanan, Sirkulasi ini biasanya mengandung sekitar 500 ml darah di dalamnya melalui kapiler
vasokonstriksi kuat terhadap sirkulasi paru. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pada
kuat (mengkonsumsi O2) kontraksi secara terus-menerus dan berlangsung lama dapat
Kesimpulan
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara.1 PPOK berhubungan dengan inflamasi kronik
saluran napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel berbahaya. Hambatan aliran udara
pada PPOK terjadi karena perubahan struktur saluran napas yang disebabkan destruksi parenkim dan
fibrosis paru.2
Diagnosis klinis untuk PPOK harus dicurigai jika pada pasien mengalami gejala kesulitan
bernafas, batuk kronis atau terbentuknya sputum dan riwayat terkena faktor resiko penyakit ini seperti
merokok, usia, jenis kelamin, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas,
pemaparan akibat kerja, polusi udara, status sosial dan faktor genetik . Spirometri dibutuhkan
untuk diagnosis klinis PPOK; adanya postbronchodilator FEV1/FVC, Sesak napas biasanya menjadi