Anda di halaman 1dari 29

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PPOK DENGAN ANCAMAN HENTI NAFAS

LAPORAN KASUS

Muhammad Iqbal 1610070100098


Waisah Ayu Andela 1610070100099

Pembimbing

dr. Ade Ariadi, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH


KEPANITERAAN KLINIK SENIIOR BAGIAN ANESTESIOLOGI
SOLOK
DESEMBER 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 3

BAB II Ilustrasi Kasus............................................................................................. 4

BAB 3 Tinjauan Pustaka......................................................................................... 6

3.1 Diagnosa dan gambaran klinis SKA.................................................................. 6

3.2 Tatalaksana........................................................................................................ 6

3.3 Komplikasi........................................................................................................ 6

3.4 Prognosis........................................................................................................... 7

BAB 4 Pembahasan................................................................................................. 21

BAB 5 Kesimpulan.................................................................................................. 25

DAFTAR REFERENSI............................................................................................ 26
BAB 1

Pendahuluan

PPOK merupakan istilah untuk menggambarkan sekumpulan penyakit kronik paru

yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara.1 PPOK berhubungan dengan inflamasi kronik

saluran napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel berbahaya.1 Menurut

World Health Statistics, PPOK akan menjadi penyebab ketiga kematian di dunia pada tahun

2030 (WHO, 2008). World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2014,

penyakit pernapasan kronis, salah satunya adalah PPOK, menyumbang 5% dari total

kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia(WHO, 2014).

Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Sesak napas juga

biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala

ini. Sesak napas biasanya menjadi komplain ketika FEV1 <60% prediksi. Pasien biasanya

mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas,

gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah

gejala awal perkembangan PPOK.3

Terapi PPOK terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi non

farmakologis PPOK misalnya terapi berhenti merokok, aktivitas fisik, rehabilitasi, dan

vaksinasi. Terapi farmakologis misalnya terapi dengan menggunakan obat. Tujuan

tatalaksana PPOK standar adalah mengobati gejala PPOK, memperbaiki tingkat aktivitas dan

kualitas hidup, mencegah progresivitas penyakit, mengobati eksaserbasi dan mengurangi

mortalitas.
BAB 2

Ilustrasi Kasus

Seorang pasien laki laki usia 68 tahun datang ke IGD tanggal 18 januari 2021 pukul

13.45 WIB. Pasien dating dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu dan semakin

memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk

berdahak. Demam tidak ada, mual muntah tidak ada, BAB dan BAK pasien normal.

Kesadaran pasien saat masuk CMC dengan GCS 15. Beberapa jam sebelum masuk UGD

pasien sempat diberi Nebulizer 1 kali dan di Swab antigen dengan hasil non-reaktif di RS

Tentara. Riwayat TB ada sejak 2 tahun yang lalu dan pasien masih pengobatan katagori II,

Riwayat PPOK sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat penyakit

jantung tidak ada, riwayat DM tidak ada, riwayat stroke tidak ada. Riwayat penyakit yang

sama pada keluarga disangkal.

Pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium, EKG, dan Ro Thorax

Subjektif : Pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk berdahak.

Objektif :

- Status generalis :

Kes: CMC, GCS E4V5M6

TD : 165/85 mmhg

HR : 111 x/i

RR : 30 x/I

T : 36,8 C
- Pemeriksaan fisik :

Mata : Konjungtia anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Leher : Pembesaran KGB tidak ada

Jantung : Irama reguler, murmur (-), Galop (-)

Paru : Suara pernafasan Vesikuler, Ronkhi (+/+), Wheezing (+/+)

Abdomen : Supel, bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat, udem tidak ada, CRT <2 detik

- Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hematologi

Hematologi Lengkap

Hb (L) 12,9 g/dl 14.0-17.4

Eritrosit 4,32 106/mm3 4.5-5.5

Hematokrit (L) 38,2 % 42-52

MCV 88,4 fL 84-96

MCH 29.9 pg/cell 28-34

MCHC 33,8 g/dl 32-36

RDW-CV (H) 14,6 % 11.5-14.5

Leukosit 7.5 103/mm3 5.0-10.0

Trombosit 299 103/mm3 140-400

Basofil 0% 0-1

Eosinofil 2% 1-3

Neutrofil (H) 78 % 50-70


Limfosit (L) 12 % 20-40

Monosit 8% 2-8

ALC (absolute (L) 900 /uL 1500-4000


lomfosit count)

NLR (H) 6,50 <3,13

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Kimia Klinik

Gula darah 98 mg/dL <200

Ureum 24 mg/dL 20-50

Kreatinin 1.06 mg/dL 0..5-1.5

- EKG :

Irama sinus rhytm, HR 100x/i, PR interval tidak memanjang, QT interval tidak

memanjang, T inverted tidak ada, P pulmonal ada, Q patologis tidak ada, ST elevasi

tidak ada, ST depresi tidak ada, RVH/LVH tidak ada, RAH/LAH tidak ada, RBBB (-)

LBBB (-)
Ro Thorax :

- Jantung kesan tidak membesar

- Aorta dan mediastinum sup tidak melebar

- Trakea ditengah

- Kedua hilus suram

- Tampak infiltrat di bagian apex paru sebelah kiri dan kanan

- Hemidiafragma dan sinus kostofrenikus lancip

- Jaringan lunak dinding dada terlihat baik


Assessment : TB Paru Aktif Katagori II

Planning :

Terapi :

Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)


Furosemid tab 1 x 40 mg(Po)
NAC 3 x 1 (Po)
Sukralfat syr 3 x cs (Po)
Curcuma 3 x 1 (Po)
Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (sr)
Inj Dexametason 1 amp
Rencana Lanjutan:

Pasien dipindahkan ke Bangsal Paru

Hasil pemeriksaan pasien saat pasien di pindahkan ke bangsal INTERNE/PARU

pada tanggal 18-01-2021 pukul 14.00 WIB

Subjektif : Pasien mengatakan badan lemas, sesak nafas dan batuk.

Objektif :

Status generalisata

Tampak sakit sedang

Kesadaran CMC, GCS E4V5M6

TD : 190/ 100 mmhg

HR : 106x/i

RR : 30x/I,

T : 36,6 C

Pemeriksaan fisik

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : irama reguler, murmur (-), s3 gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen : supel, distensi (-), BU (+)

Ekstremitas : Akral hangat, oedem tidak ada, CRT<2 detik

Assesment : TB paru aktif katagori II

Terapi :
• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)
• Furosemid 1a (IV) ekstra
• NAC 3 x 1 (Po)
• Sukralfat syr 3 x cs (Po)
• Curcuma 3 x 1 (Po)
• Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv)
• Nairet 2 x 0,2 cc (sc)
• Terpasang nasal kanul O2 4 L/menit
Hasil pemeriksaan pasien saat pasien dibangsal INTERNE/PARU pada Tanggal

19-01-2021 pukul 08.00 WIB

Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk.

Objektif :

Status generalisata

Tampak sakit sedang

Kesadaran CMC, GCS E4V5M6

TD : 180/90 mmhg

HR : 105x/i

RR : 26x/i

T : 36,7 C

Pemeriksaan fisik

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : irama reguler, murmur (-), s3 gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen : supel, distensi (-), BU (+)

Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, CRT<2 detik

A : TB paru aktif katgori II

Terapi :

• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)


• Dexamethason 3 x 1
• Furosemid 2 x 1 amp
• Levofloxasin 1 x 500
• NAC 3 x 1 (Po)
• Sukralfat syr 3 x cs (Po)
• Curcuma 3 x 1 (Po)
• Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv)
• Nairet 4 x 0,2 cc (sc)

Hasil pemeriksaan pasien saat pasien dibangsal INTERNE/PARU pada tanggal

20-01-2021 pukul 08.00 WIB

Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada bagian atas.

Objektif :

Status generalisata

Tampak sakit sedang

Kesadaran CMC, GCS E4V5M6

TD : 150/89 mmhg

HR : 128x/i

RR : 24x/I,

T : 37,3 C

Pemeriksaan fisik

Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

Jantung : irama reguler, murmur (-), s3 gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)


Abdomen : supel, distensi (-), BU (+)

Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, CRT<2 detik

A : PPOK EA

Terapi :
• IVFD Dextrose 5 %
• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)
• Dexamethason 3 x 1
• Furosemid 2 x 1 amp
• Levo inf1 x 500
• NAC 3 x 1 (Po)
• Sukralfat syr 3 x cs (Po)
• Curcuma 3 x 1 (Po)
• Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv)
• Nairet 4 x 0,2 cc (sc)
Hasil pemeriksaan pasien saat pasien dibangsal INTERNE/PARU pada tanggal

21-01-2021 pukul 16.00 WIB

Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada bagian atas.

Objektif :

Status generalisata

Tampak sakit sedang

Kesadaran CMC, GCS E4V5M6

TD : 150/108mmhg

HR : 109x/i

RR : 24x/I,

T : 37,3 C

Pemeriksaan fisik
Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

Jantung : irama reguler, murmur (-), s3 gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen : supel, distensi (-), BU (+)

Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, CRT<2 detik

A : PPOK Eksasebasi Akut

Terapi :
• IVFD Dextrose 5 %
• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv)
• Dexamethason 3 x 1
• Furosemid 2 x 1 amp
• Levo inf1 x 500
• NAC 3 x 1 (Po)
• Sukralfat syr 3 x cs (Po)
• Curcuma 3 x 1 (Po)
• Drip Aminofilin 8 cc dalam RL 12 jam/kolf
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (iv)
• Nairet 4 x 0,2 cc (sc)

Hasil pemeriksaan pasien saat pasien dibangsal INTERNE/PARU pada tanggal

tanggal 22-01-2021 pukul 08.00 WIB

Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada bagian atas.

Objektif :

Status generalisata

Tampak sakit berat

Kesadaran Delirium, GCS E3V2M5


TD : 158/103 mmhg

HR : 124x/i

RR : 34x/I,

T : 36,5 C

Pemeriksaan fisik

Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

Jantung : irama reguler, murmur (-), s3 gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen : supel, distensi (-), Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), BU (+)

Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, CRT<2 detik

A : PPOK Eksaserbasi Akut

Terapi :

• Dexamethason 1amp (iv) ekstra


• Nairet 0,3 cc (sc) eksstra
• Cek GDR
• Pasien pindah ke ICU
Hasil pemeriksaan pasien saat pasien di pindahkan ke ICU pada pukul 11.45 WIB

Subjektif : Pasien di pindahkan ke ICU dalam keadaan kesadaran delirium, dengan

keluhan nafas sesak dan desaturasi

Objektif :

Status generalisata

Tampak sakit berat

Kesadaran : Delirium
GCS : E1M2Vtube

TD : 94/65 mmHg

HR : 100x/menit

RR : 16x/menit

SPO2 : 92%

MAP : 80

Pemeriksaan fisik

Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

Jantung : irama reguler, murmur (-), s3 gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen : supel, distensi (-), BU (+)

Ekstremitas : akral hangat, oedem tidak ada, CRT<2 detik

A : PPOK dengan ancaman henti nafas

P : Monitoring TTV, Ventilator, EKG/hari

Selama 1 hari perawatan di ICU pasien tidak stabil, dengan kronologis sebagai

berikut :

  Hari I Hari II
Subjektif

Objektif Status generalis Status generalis

Tampak sakit berat Tampak sakit berat

Kesadaran : Koma Kesadaran :

GCS E1M2Vtube GCS E1M2Vtube


TD : 97/61 mmHg TD : 134/84 mmHg

HR: 111x/menit HR: 119x/menit


RR : 22x/menit RR : 12x/menit

SPO2 : 95% SPO2 : 93%


T : 35,5 C T : 36,6 C

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik

Paru : Rh (+/+) di basal paru, Wh Paru : Rh (+/+) di basal


(+/+) paru, Wh (+/+)

EKG : EKG :

Assessme PPOK dengan Ancaman Henti PPOK dengan Ancaman


nafas Henti nafas
nt
Planning - Terpasang monitor  NAC 4 X 200 mg
- Terpasang ventilator  Cucuma 3 x 1 cth
   Sukralfat syr 3 x 1
 IVFD RL 500cc 12 cth
jam/kolf  NEBU Combivent
 Syr miloz 1 mg/jam 2/6 jam

 E4 Levofloxasin 1 x 500  IVFD RL 500 CC/


mg 12 jam

 H2 Dexametason 3 x 10  Syr Dobutamin


mg  Syr MILD 1 mg
 Nairet 4 x 0,2 cc  Syr Morfin 2 mg
 E6 Ceftriaxon 2 x 1 gr  Syr Aminopilin 12
 Syr Aminopilin 12 mg
mg/jam  Syr lasix 40 mg
 Syr Midazolam 1 mg/jam  E6 inj Ceftriaxon
 OMZ 2 x 40 mg  E4 Levofloxacime 1
 NAC 4x 200 mg x 500 mg

 Curcuma 3 x1  Dexametaxon 3 x 10
mg
 Syr morfin 2 mg/jam
 Sukralfat syr 3 x 1 cth  Inj OMZ 2 X 40 mg
 Nebu Cambiver 2/6 jam  Inj Nargt 4 x 0,2 cc
 Syr Lasix 40 mg/24 jam  Diet : MC 6x 150 cc
 Diet MC 6 x150 cc  AP
Pada hari rawatan ke-2 pasien meninggal pada pukul 15.45 WIB

Jam Masalah
14.45 - Pasien dilapokan desaturasi  60 % nadi 40 x/I  SA 2 amp

- Pasien tiba-tiba arrest


- Nadi tidak teraba
- Monitor PEA

- Lalu, dilakukan RJP, diberi epinefrin 5 amp (1 jam)

- Pasien nadi tidak teraba


- R kornea -/-
- R cahaya -/-
- Pupil midriasis Maksimal

- EKG flat
15.45 Pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga dan paramedis

BAB 3

Tinjauan Pustaka

3. 1. Definisi dan Epidemiologi

PPOK merupakan istilah untuk menggambarkan sekumpulan penyakit kronik paru yang

ditandai dengan keterbatasan aliran udara.1 PPOK berhubungan dengan inflamasi kronik saluran

napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel berbahaya. Hambatan aliran udara pada
PPOK terjadi karena perubahan struktur saluran napas yang disebabkan destruksi parenkim dan

fibrosis paru.2 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah salah satu penyakit tidak menular yang

menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia.1

Menurut World Health Statistics, PPOK akan menjadi penyebab ketiga kematian di

dunia pada tahun 2030 (WHO, 2008). World Health Organization (WHO) memperkirakan

pada tahun 2014, penyakit pernapasan kronis, salah satunya adalah PPOK, menyumbang 5%

dari total kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia(WHO, 2014). Berdasarkan

data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia (Kemenkes-RI) (2013), PPOK memiliki prevalensi 3,7% (pada kelompok

umur ≥30 tahun) per satu juta penduduk di Indonesia. 1 Pasien meninggal akibat PPOK mencapai

tiga juta orang setara dengan 6% dari keseluruhan kematian dunia pada tahun 2012. 2

3.2 Gejala dan Faktor resiko PPOK

Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Sesak napas juga

biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala

ini. Sesak napas biasanya menjadi komplain ketika FEV1 <60% prediksi. Pasien biasanya

mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas,

gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah

gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga biasanya merupakan gejala klinis yang pertama kali

disadari oleh pasien. Batuk kronis pada PPOK bisa juga muncul tanpa adanya dahak.3

Ada beberapa faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, usia, jenis kelamin,

hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja, polusi udara,

status sosial dan faktor genetik. Sebuah penelitian dilakukan dari 1990 sampai 2004 pada 28

negara mendapatkan prevalensi PPOK lebih tinggi pada pasien perokok dibandingkan bukan

perokok. Menurut data WHO tahun 2008 didapatkan merokok merupakan penyebab utama

PPOK. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK. Hasil dari penelitian
Fadli E.N 2016 menyatakan merokok merupakan faktor resiko utama seseorang menderita PPOK.

Semakin tinggi derajat merokok seseorang, maka akan semakin banyak orang tersebut terpapar

berbagai zat yang dianggap toksik oleh tubuh pada saluran pernafasan yang akan berujung kepada

4
penurunan fungsi faal paru yang lebih cepat dibanding bukan perokok

3.3 Patofisiologi PPOK

Patogenesis PPOK terdiri dari proses ketidakseimbangan inflamasi-anti inflamasi,

proteaseantiprotease, oksidan-antioksidan dan apotosis. Keempat mekanisme dasar tersebut

tidak berjalan sendiri tetapi saling berinteraksi menyebabkan kerusakan saluran napas dan

paru yang ireversibel termasuk diantaranya adalah kerusakan jaringan elastic alveoli, airway

remodeling dan fibrosis. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit inflamasi

kompleks yang melibatkan beberapa sel inflamasi. Proses inflamasi yang kompleks dan

melibatkan berbagai macam sel-sel inflamasi pada PPOK bisa menjadi dasar ditemukannya

target baru pada penatalaksanaan PPOK.2

Klasifikasi Menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease)

Stage 1: PPOK ringan  gejala klinis batuk kronik dan sputum, tetapi tidak sering. Pasien

sering tidak menyadari bahwa fungsi paru sudah menurun

PFT : FEV 1/FVC <70 % dan FEV 1 >= 80% prediksi

Stage 2 : PPOK sedang  gejala klinis sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang

ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pasien sudah mulai datang berobat

PFT : FEV 1/ FVC < 70 %, 50% < FEV1 < 80%

Stage 3 : PPOK berat  gejala klinis sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan

serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup


PFT : FEV 1/FVC < 70%, 30% < FEV 1 < 50%

Stage 4 : PPOK sangat berat  gejala diatas + dengan gejala gagal nafas atau gagal jantung

kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini, kualitas hidup pasien memburuk, dan

pada eksaserbasi, pasien dapat meninggal (mengancam jiwa)

PFT : FEV 1/FVC < 70%, FEV1 < 30% atau FEV1 < 50% dengan gejala gagal nafas

kronis

3.4 Tatalaksana PPOK

Pedoman Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) telah

menyusun panduan terapi standar PPOK dan telah banyak dilakukan penelitian untuk

mencari terapi pendukung yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi PPOK

terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis PPOK

misalnya terapi berhenti merokok, aktivitas fisik, rehabilitasi, dan vaksinasi. Terapi

farmakologis misalnya terapi dengan menggunakan obat. Tujuan tatalaksana PPOK standar

adalah mengobati gejala PPOK, memperbaiki tingkat aktivitas dan kualitas hidup, mencegah

progresivitas penyakit, mengobati eksaserbasi dan mengurangi mortalitas. Tatalaksana utama

PPOK yaitu penggunaan bronkodilator disertai bahan ajuvan berupa antiinflamasi,

antioksidan, dan antiprotease untuk mencegah progresivitas penyakit. Terapi standar yang

diterapkan saat ini masih memiliki kelemahan yaitu tidak menghentikan progresivitas

penyakit sehingga kasus PPOK semakin meningkat setiap tahun yang menjadi alasan untuk

ditemukannya target terapi baru. Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui efektivitas

pemberian terapi tambahan pada terapi standar PPOK dengan tujuan untuk lebih

memperlambat dan menghentikan kerusakan, atau untuk menggantikan kerusakan yang telah

terjadi.2
Beta2 – agonis
Short-acting beta2- agonis (SABA)
Long-acting beta2-agonis (LABA)
Antikolinergik
Short- acting anticholinergics (SAMA)
Long- acting anticholinergics (LAMA)
Kombinasi short acting beta2- agonists + anticholinergic dalam satu inhaler
Kombinasi long acting beta2- agonists + anticholinergic dalam satu inhaler
Methylxanthines
Kombinasi long acting beta-agonists + ICS( kortikosteroid inhalasi) dalam satu inhaler

Phosphodiesterase-4 inhibitor

NAC (N-Asetyl Cystein) 200 mg Secara inhalasi atau obat tetes hidung diindikasikan

untuk terapi mukolitik sebagai terapi tambahan pada kondisi saluran napas dengan produksi

mukus berlebih dan/atau mukus kental

– Farmadinamik: sebagai mukolitik dengan memecah ikatan disulfida pada

mukoprotein dengan cara memisahkan agregasi molekul glikoprotein inter dan intra

disulfida. Dengan mendepolimerisasi kompleks mukoprotein dan asam nukleat yang

berperan dalam viskositas mukus, maka mukus dapat mudah dikeluarkan dari saluran

napas.

– Farmakokinetik:

• Absorbsi : di saluran pencernaan

• Metabolisme : di hepar dan dinding saluran cerna

• Eksresi : urin (ginjal)

• NAC (N-Asetyl Cystein) 200 mg  Overdosis Parasetamol (Asetaminofen)


– Asetilsistein IV diindikasikan untuk penanganan overdosis parasetamol

(asetaminofen).

– Saat dosis parasetamol berlebihan, terbentuk metabolit bernama N-acetyl-p-

benzoquinone imine (NAPQI). Normalnya, NAPQI akan terkonjugasi oleh

glutathione, tetapi bila berlebihan, persediaan glutathione tidak mencukupi untuk

menginaktivasi racun NAPQI. Metabolit ini kemudian bebas bereaksi dengan kunci

enzim hati sehingga dapat merusak hepatosit.

– Untuk indikasi ini, asetilsistein bekerja untuk memperbanyak persediaan glutathione

tubuh dan bersama-sama dengan glutathione secara langsung mengikat racun

metabolit. Hal ini dapat melindungi hepatosit dari kerusakan karena NAPQI.

Aminopilin (dosis : 5 mg/ kgBB, inj : 250-500 mg)  suatu bronkodilator , yang digunakan

untuk mengobati penyempitan saluran udara di paru-paru atau dalam istilah medis disebut

bronkospasma, baik akut maupun kronik.

• Kerja obat :

Menghambat kerja posfodiesterasi, menimbulkan peningkatan konsentrasi siklik adenosine

monoposfat (Camp) dalam jaringan, peningkatan kadar Camp menyebabkan

-bronkodilatasi

-stimulasi SSP

-efek inotropik dan konotropik positif

-sekresi asam lambung

• Farmakodinamik : bekerja dengan cara meregangkan otot polos pada bronkus paru-

paru pembuluh darah di paru-paru dan mengurangi reaksi terhadap bahan-bahan

penyebab alergi yang menyebabkn keluhan sesak dan batuk


• Efek samping: Mual, muntah, sakit kepala, kadar kalium dalam darah rendah.

Terbutamin sulfate ( dosis oral : 2,5 mg, iv : 3-5 mcg/mL, inhalasi : 250-500 mg) merupakan

golongan obat bronkodilator agonis adrenoreseptor beta 2 selektif kerja pendek. Digunakan

untuk asma/ PPOK dan juga sebagai tokolitik untuk persalinan prematur

• Farmakodinamik : obat ini melemaskan otot dan menghambat kontraksi otot brokial,

vaskular dan uterin, tetapi terkadang juga menstimulasi adrenoreseptor beta 1 yang ada

di jatung. Selain itu juga membantu pembersihan mukosilier dan mengurangi mediasi sel

inflamasi hipersensitifitas

• Farmakokinetik

• Absorbsi :

• Metabolisme : di hepar

• Eksresi : urin (ginjal) 25%, feses 60%

• indikasi : untuk bronkospasme baik akibat asma/ PPOK, emfisema dan bronkitis

• Efek samping : palpitasi, nyeri dada, dan peningkatan denyut nadi.

BAB 4

Pembahasan

Seorang pasien laki laki usia 68 tahun datang ke IGD tanggal 18 januari 2021 pukul

13.45 WIB. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu dan semakin

memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak. Demam tidak ada, mual muntah tidak ada, BAB dan BAK pasien normal.

Kesadaran pasien saat masuk CMC dengan GCS 15. Beberapa jam sebelum masuk IGD

pasien sempat diberi Nebulizer 1 kali dan di Swab antigen dengan hasil non-reaktif di RS

Tentara. Riwayat TB ada sejak 2 tahun yang lalu dan pasien masih pengobatan katagori II,

Riwayat PPOK sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat penyakit

jantung tidak ada, riwayat DM tidak ada, riwayat stroke tidak ada. Riwayat penyakit yang

sama pada keluarga disangkal.

Gejala klinis yang ditemui pada pasien yaitu pasien mengalami sesak nafas yang

bersifat kronik dan progresif, batuk, dan terdapat produksi sputum. Pasien memiliki riwayat

TB paru 2 tahun yang lalu dan riwayat PPOK 4 tahun yang lalu.

Pasien dengan keluhan sesak nafas, memiliki riwayat TB dan PPOK dilakukan

pemeriksaan EKG yang menunjukkan Irama sinus rhytm, HR 100x/i, PR interval tidak

memanjang, QT interval tidak memanjang, T inverted tidak ada, P pulmonal ada, Q

patologis tidak ada, ST elevasi tidak ada, ST depresi tidak ada, RVH/LVH tidak ada,

RAH/LAH tidak ada, RBBB tidak ada LBBB tidak ada. Dengan hasil rontgen thoraks,

Jantung kesan tidak membesar, aorta melebar, trakea ditengah, RIC melebar, kedua hilus

suram, tampak infiltrat di bagian apex paru sebelah kiri dan kanan, hemidiafragma dan sinus

kostofrenikus lancip dan jaringan lunak dinding dada terlihat baik

Diagnosa awal ditegakan ialah TB paru aktif katagori II

Terapi awal pada pasien ini

• O2 berupa nasal kanul 3L/menit untuk mempertahankan oksigenasi pada pasien,

karena berkurangnya supply oksigen sementara demand meningkat.


• RL 12 jam/kolf merupakan jenis cairan kristaloid yang mengandung kalsium, kalium,

laktat, natrium, klorida dan air

• Inj Metilprednisolon 2 x 125 (iv) Merupakan golongan obat Kortikosteroid. Sehingga

dapat mengatasi penyakit yang menyebabkan peradangan.

Pasien dipindahkan ke bangsal paru tanggal 18 januari 2021 pukul 19.40, setelah

mendapatkan penanganan pertama di IGD.

Pasien selama di bangsal di diagnosa awal dengan TB paru aktif katagori II, setelah

dilakukan pemantauan dan observasi di bangsal, keadaan pasien semakin memburuk,

kesadaran menurun (delirium), sesak nafas semakin memberat, pernafasan cepat dan dangkal,

dan pasien tampak gelisah, sehingga pasien di diagnosa PPOK Eksaserbasi akut

Diagnosis PPOK ditegakkan jika terdapat keluhan seperti kesulitan bernafas, batuk kronis

atau terbentuknya sputum dan memiliki riwayat faktor resiko penyakit ini seperti merokok,

usia, jenis kelamin, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat

kerja, polusi udara, status sosial dan faktor genetik. Spirometri dibutuhkan untuk diagnosis

klinis PPOK. Adanya postbronchodilator FEV1/FVC, Sesak napas biasanya menjadi

komplain ketika FEV1 <60% prediksi.

Dari kriteria diagnosa diatas, pada pasien ini memenuhi kriteria diagnosa

PPOK (sesak nafas, batuk berdahak, riwayat TB, riwayat PPOK, dan salah satu faktor resiko

nya merokok)

Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi keparahan

eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan, Pasien harus dipantau karena gejala dan

keparahan dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi

keparahan eksaserbasi, adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum.
Pasien dipindahkan ke ICU tanggal 22 januari 2021 pukul 11.30 untuk di monitoring

mengenai komplikasi yang dapat terjadi, hal yang perlu di perhatikan adalah :

• Henti Nafas

Pada kasus ini pasien datang dengan keadaan eksaserbasi akut, berdasarkan panduan

GOLD mengenai tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi akut, maka pasien ini mendapatkan

terapi awal berupa bronkodilator kerja cepat yaitu nairet (terbutaline sulfat), aminopilin dan

nebu cambiven (ipratropium bromide + salbutamol sulfat), kortikosteroid inhalasi yaitu

Methilprednisolon dan dexametason dan antibiotik Ceftriaxon dan Levofloxasin

Beberapa terapi tambahan yang dapat diberikan pada pasien ini meliputi mukolitik,

antitusif, narkotik, vasodilator, dan antitrypsin alpha-1.1 Pada pasien ini diberikan terapi

tambahan berupa golongan obat narkotik (morfin untuk sedasi ventilator) dan mukolitik

(NAC), dengan harapan pemberian mukolitik bagi penderita PPOK dapat mengurangi

produksi sputum pada pasien.

Selain itu pada pasien ini, di beri terapi tambahan yang menyesuaikan keadaan pasien

yaitu golongan obat benzodiazepin (midazolam) untuk penenang atau sedatif yang digunakan

untuk membantu dalam menenangkan pikiran dan melemaskan otot.

Interaksi Jantung-Paru

Berkaitan dengan keadaan dimana sirkulasi paru terletak diantara jantung kiri dan

kanan, Sirkulasi ini biasanya mengandung sekitar 500 ml darah di dalamnya melalui kapiler

dan vena-vena pulmonalis.


Pada pasien ini mengalami peningkatan PCO2 sehingga mengakibatkan efek

vasokonstriksi kuat terhadap sirkulasi paru. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pada

fungsi ventrikel kanan.

Dimana ketika PVR meningkat sehingga tegangan Ventrikel kanan

meningkat menyebabkan TD pasien meningkat  sehingga miokard berkontraksi lebih

kuat (mengkonsumsi O2)  kontraksi secara terus-menerus dan berlangsung lama dapat

menyebabkan terjadinya penebalan miokard kanan  hipertrofi ventrikel kanan  sehingga

elastisitas miokard menurun sehingga terjadi kegagalan jantung kanan.


BAB 5

Kesimpulan

PPOK merupakan istilah untuk menggambarkan sekumpulan penyakit kronik paru

yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara.1 PPOK berhubungan dengan inflamasi kronik

saluran napas dan parenkim paru akibat pajanan gas atau partikel berbahaya. Hambatan aliran udara

pada PPOK terjadi karena perubahan struktur saluran napas yang disebabkan destruksi parenkim dan

fibrosis paru.2

Diagnosis klinis untuk PPOK harus dicurigai jika pada pasien mengalami gejala kesulitan

bernafas, batuk kronis atau terbentuknya sputum dan riwayat terkena faktor resiko penyakit ini seperti

merokok, usia, jenis kelamin, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas,

pemaparan akibat kerja, polusi udara, status sosial dan faktor genetik . Spirometri dibutuhkan

untuk diagnosis klinis PPOK; adanya postbronchodilator FEV1/FVC, Sesak napas biasanya menjadi

komplain ketika FEV1 <60% prediksi.3,4


Daftar Referensi

1. Muhammad A, Budi H, Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pada


Pengendara Ojek Online di Kota Bogor dan Kota Depok Tahun 2018 (Studi Kasus
Pencemaran Udara), febuari 2020.

2. JURNAL RESPIROLOGI INDONESIA, Majalah Resmi Perhimpunan Dokter Paru


Indonesia Official Journal of The Indonesian Society of Respirology VOLUME 39,
NOMOR 2, April 2019.

3. Arto Yuwono S, Hendarsyah S, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Divisi Respirologi


dan Kritis Respirasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Hasan Sadikin - FK
Unpad 2014

4. Fadhil el N , Irvan M , Erly, Gambaran Derajat Merokok Pada Penderita PPOK di


Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil, Jurnal Kesehatan Andalas. 2016.

Anda mungkin juga menyukai