Disusun oleh:
I. Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator kualitas
kesehatan masyarakat di suatu negara. Salah satu penyebab utama kematian
bayi adalah bayi berat lahir rendah. Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia
(15,5%) dari seluruh kelahiran merupakan Bayi Berat Lahir Rendah BBLR
(BBLR) dan 95,6% diantaranya merupakan bayi yang dilahirkan di negara-
negara berkembang (WHO, 2004). Angka kematian BBLR masih sangat tinggi
dalam laporan World Health Organization (WHO) yang dikutip dari state of the
world mother (data tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian
neonatus disebabkan oleh BBLR. Menurut SDKI 2002-2003, angka kematian
bayi di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup.
Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab
kematian bayi untuk mendukung upaya percepatan penurunan angka kematian
bayi di Indonesia.
Terkait dengan hal tersebut, bentuk intervensi yang dilakukan dalam
penanganan BBLR selama ini adalah berupa perawatan dengan inkubator.
Penggunaan inkubator untuk merawat BBLR memerlukan biaya yang cukup
tinggi atau relatif mahal. Negara-negara berkembang termasuk Indonesia akan
dihadapkan pada masalah kekurangan tenaga terampil, biaya pemeliharaan alat,
serta logistik. Akibat terbatasnya fasilitas inkubator, tidak jarang satu inkubator
ditempati lebih dari satu bayi, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya
infeksi nosokomial di rumah sakit. Selain itu, penggunaan inkubator dinilai
menghambat kontak dini ibu-bayi dan pemberian air susu ibu (ASI), serta
berakibat ibu kurang percaya diri dan tidak terampil merawat bayi BBLR.
Untuk mengatasi masalah diatas pada tahun 1983 dua ahli neonatologi
dari Colombia menemukan perawatan metode kanguru (PMK) untuk
mengatasinya. Metode kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi BBLR
dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga
memberi peluang BBLR untuk beradaptasi dengan baik di dunia luar.
Perawatan metode kanguru (PMK) atau Kangaroo Mother Care (KMC) telah
terbukti mengurangi angka kematian, infeksi, meningkatkan pertumbuhan,
tingkat menyusui, meningkatkan thermostasis dan meningkatkan ikatan ibu
bayi. Konsep perawatan metode kanguru ini telah diambil dan dimodifikasi agar
dapat mengatasi perbedaan pengaturan kebutuhan baik di Negara berkembang
maupun di negara maju. Oleh karena itu dalam rangka menurunkan AKB
karena BBLR maka WHO telah menganjurkan untuk penerapan perawatan
metode kanguru yang pelaksanaannya sangat mudah dilakukan oleh masyarakat
asalkan memenuhi persyaratan.
Perawatan metode kanguru merupakan salah satu cara perawatan
BBLR yang lebih meningkatkan kontak batin ibu dan bayi dibandingkan
dengan menggunakan incubator yang membuat ibu dan bayinya terpisah. Ibu
adalah orang yang paling dekat dengan bayi dan bertanggungjawab dalam
merawat bayi. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap ibu tentang perawatan
BBLR secara tidak langsung dapat meningkatkan kesehatan BBLR. Kesiapan
serta keikutsertaan orangtua akan sangat mendukung dalam keberhasilan
perawatan metode kanguru. Peran keluarga seperti sikap, perilaku dan
partisipasi keluarga dipandang sebagai naluri untuk melindungi anggota
keluarga yang sakit, dengan demikian peran serta keluarga sangat penting bagi
setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga mulai dari segi strategi
pencegahan sampai fase rehabilitasi. Metode PMK ini kemudian diadaptasi
dalam program Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) menjadi salah satu
dari 10 langkah perlindungan ibu dan bayi secara terpadu dan paripurna.
Dalam pengelolaannya perawatan metode kanguru bisa sangat
bervariasi di masing-masing rumah sakit. Hal ini bisa dilihat dari aspek jenis
layanan yang tersedia, kompetensi SDM (sumber daya manusia), serta fasilitas
dan sarana yang ada. Berdasarkan pedoman pelayanan kesehatan BBLR dengan
PMK di RS dan jejaringnya, pengelolaan PMK di RS dikoordinir oleh tim pokja
(Kelompok Kerja). Selain itu, saya tertarik untuk mengetahui implikasi
keperawatan lanjutan dari PMK yang dapat dilakukan saat merawat BBL
setelah keluar darii rumah sakit dengan menganalisa jurnal yang berjudul
“Contributions of the nursing team in the second stage of the Kangaroo-Mother
Care Method: Implications for hospital discharge of the newborn”.
TINJAUAN PUSTAKA
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir yang berat saat
kelahiran kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2449 gram
(Prawirohardjo, Sarwono, 2014). Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir
dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir (Depkes
RI, 2009).
II. Etiologi
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR
diantaranya : hipertensi dan ginjal yang kronik, penderita diabtes
mellitus yang berat, toksemia, hipoksia ibu (tinggal didaerah
pegunungan, hemoglobinopati, penyakit paru kronik) anemia berat,
pre-eklampsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemih),
hepatitis, IMS, HIV/AIDS, malaria (Depkes RI, 2009)
b. Kebiasaan ibu
Kebiasaan ibu yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR diantaranya
perokok, peminum alkohol, pekerja berat, dan pengguna obat terlarang
(Depkes RI, 2009). Rokok merupakan bentuk penyalahgunaan yang
sering dilakukan. Insidensi perempuan hamil yang merokok sekitar
16,3 – 52%, tergantung populasi yang diteliti (Sarwono, 2006).
Merokok selama hamil berkaitan dengan keguguran, perdarahan
vagina, kelahiran prematur, dan bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR). Kejadian BBLR pada ibu perokok adalah dua kali lipat
dibanding yang bukan perokok dan perokok ringan (<5 rokok sehari)
dikaitkan dengan peningkatan kejadian BBLR. Secara keseluruhan
tingkat kejadian BBLR adalah 8,8% untuk kelahiran perokok dan 4,5%
untuk kelahiran bukan perokok. Di antara perokok, tingkat BBLR terus
meningkat dengan meningkatnya konsumsi rokok (Ventura, et al.,
2003).
c. Usia Ibu dan Paritas Ibu
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu dengan usia <20 dan >35 tahun, selain itu jarak kehamilan
yang terlalu pendek (kurang dari 1 tahun) juga mempengaruhi
terjadinya BBLR (Depkes RI, 2009). Paritas ibu juga berperan penting
terhadap penyebab terjadinya BBLR, menurut istilah kebidanan paritas
dibagi dalam 3 kategori yaitu : 1)Primigravida yaitu ibu yang memiliki
satu anak, 2)Multigravida yaitu ibu yang memiliki 2-4 anak,
3)Grandemulti yaitu ibu yang memiliki lebih dari 4 anak.
d. Status Ekonomi Ibu
Status ekonomi ibu juga sangat berpengaruh terhadap penyebab
terjadinya BBLR antara lain: keadaan ibu yang sangat miskin, beratnya
kurang, dan status gizinya kurang ( Depkes RI, 2009).
e. Umur Kehamilan
Menurut Teori Prawirohardjo tahun 2005 makin rendah masa gestasi
dan makin kecil bayi yang dilahirkan makin tinggi morbiditas dan
mortalitasnya.
f. Faktor uterus dan plasenta
Kelainan pembuluh darah (hemangioma), insersi tali pusat yang tidak
normal, uterus bikornis, infark plasenta, transfuse dari kembar yang
satu ke kembar yang lain, sebagian plasenta lepas (Prawirohardjo,
Sarwono, 2005 )
g. Faktor janin
Bayi ganda, kelainan kromosom, cacat bawaan, infeksi dalam
kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifilis ;
TORCH ) (Prawirohardjo, Sarwono, 2005).
Selain itu juga ada faktor janin lain yang dapat menyebabkan BBLR adalah :
a. Premature
Bayi prematur adalah suatu proses kelahiran bayi sebelum usia
kehamilan 37 minggu atau sebelum 3 minggu dari waktu perkiraan
persalinan.
b. Hidramnion
Hidramnion adalah jumlah air ketuban melebihi 2000 cc sering terjadi
pada kehamilan kembar. Pada kehamilan kembar, janin dengan
jantung kuat mengakibatkan hidramnion karena pengeluaran air
kencingnya lebih banyak.
c. Kelainan Kromosom
III. Komplikasi pada BBLR
1. Asfiksia
BBLR kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses
adaptasi pernapasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir.
BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi.
2. Gangguan napas
Gangguan napas yang sering terjadi pada BBLR kurang bulan adalah
penyakit membrane hialin, sedangkan pada BBLR lebih bulan adalah
aspirasi mekonium. BBLR yang mengalami gangguan napas harus
segera dirujuk ke fasilitas rujukan yang lebih tinggi.
3. Hipotermi
Terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan system pengaturan
suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Metode kanguru dengan
“kontak kulit dengan kulit” membantu BBLR tetap hangat.
4. Hipoglikemi
Karena hanya sedikitnya simpanan energy pada bayi baru lahir dengan
BBLR. BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan
minum sangat sering ( setiap 2 jam ) pada minggu pertama.
5. Masalah pemberian ASI
Karene ukuran tubuh BBLR sangat kecil, kurang energi, lemah,
lambungnya kecil dan tidak dapat mengisap. BBLR sering mendapatkan
ASI dengan bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang
lebih sedikit tapi sering. BBLR dengan kehamilan > 35 minggu dan berat
lahir > 2000 gram umumnya bisa langsung menetek.
6. Infeksi
Karena sistem kekebalan tubuh BBLR belum matang. Keluarga dan
tenaga kesehatan yang merawat BBLR harus melakukan tindakan
pencegahan infeksi antara lain dengan mencuci tangan dengan baik.
7. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi) karena fungsi hati belum matang.
BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang
cukup beratnya.
8. Masalah perdarahan
Berhubungan dengan belum matangnya system pembekuan darah saat
lahir. Pemberian injeksi vitamin K 1 dengan dosis 1 mg intramuskuler
segera sesudah lahir (dalam 6 jam pertama) untuk semua bayi baru lahir
dapat mencegah kejadian perdarahan ini. Injeksi ini dilakukan dipaha
kiri.
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat
lahir rendah (BBLR) antara lain :
1. Gangguan perkembangan
2. Gangguan pertumbuhan
4. Gangguan pendengaran
Meski namanya kanguru, metode ini bukan berasal dari Australia, metode
ini meniru perilaku binatang asal Australia yang menyimpan anaknya di
kantung perutnya, sehingga diperoleh suhu optimal bagi kehidupan bayi.
Metode ini asalnya bukan dari Australia melainkan dikembangkan di Kolombia.
Prinsip metode ini adalah menggantikan perawatan bayi baru lahir dalam
inkubator dengan meniru kanguru. Ibu bertindak seperti ibu kanguru yang
mendekap bayinya dengan tujuan mempertahankan suhu bayi stabil dan
optimal (36,5oC- 37,5oC). Suhu optimal ini diperoleh dengan kontak langsung
kulit bayi dengan secara terus-menerus.Bayi yang dapat bertahan dengan cara
ini adalah yang keadaan umumnya baik, suhu tubuhnya stabil (36,5oC- 37,5oC)
dan mampu menyusui dengan baik. Metode ini dihentikan jika bayi telah
mencapai bobot badan minimal 2500 g dan suhu tubuh optimal 37oC, dan bayi
bisa menyusui dengan baik.
Ibu bertindak seperti ibu kanguru yang mendekap bayinya dengan tujuan
mempertahankan suhu bayi stabil dan optimal. Suhu optimal ini diperoleh
dengan kontak langsung secara terus menerus.
IV. Manfaat Perawatan Metode Kangguru
Adapun salah satu kekurangan dari asuhan metode kangguru yaitu, Waktu
ibu cenderung lebih banyak digunakan untuk metode ini, sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas lain yang lebih berat (sangat aktif).
ANALISIS JURNAL
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukan penelitian adalah untuk mengetahui prosedur perawatan
dari tim keperawatan yang berkontribusi dalam Metode Perawatan Kanguru pada
bayi baru lahir dan kelanjutan dari perawatan di rumah, dan untuk mempersiapkan
brosur penjelasan untuk memandu perawat profesional dalam pengelolaan
perawatan keluar dari rumah sakit.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini kualitatif dan konvergen, dilakukan dengan 17 perawat
profesional dari rumah sakit bersalin rujukan. Data dikumpulkan melalui
wawancara semi-terstruktur dan kelompok fokus dan dianalisis melalui analisis
konten.
4. Hasil analisis
Terdapat kekhawatiran yang relevan tentang penggunaan posisi kangguru,
tentang perawatan prosedur kulit ke kulit dan kebersihan bayi baru lahir, dan
tentang perubahan pernapasan sebagai tanda peringatan untuk intervensi. Sebuah
brosur dikembangkan untuk menunjukkan perawatan penting yang diberikan oleh
perawat profesional tujuannya adalah kelanjutan perawatan kesehatan bayi
prematur atau berat badan yang kurang. Kesimpulan dan implikasi untuk praktik
ini: Tim keperawatan dapat berkontribusi pada stabilitas klinis bayi baru lahir pada
Metode Perawatan Mother Kanguru saat dirumah dan menguraikan intervensi
pendidikan yang menjamin kelanjutan perawatan.
5. Pembahasan
Pada penelitian ini Tim keperawatan menekankan relevansi PKM dan tingkat
kewaspadaan yang harus dijaga di unit perawatan kesehatan. Sejalan dengan hasil
penelitian ini, berdasarkan studi kualitatif lain yang dilakukan oleh profesional
keperawatan di rumah sakit bersalin lainnya menyoroti bahwa pentingnya PKM
harus dibuat jelas kepada ibu melalui bimbingan. Meningkatkan kesadaran pada ibu
melalui pengajaran adalah faktor yang sangat relevan karena dapat memperluas
pemahaman tentang metode ini.
Dalam hal ini, untuk pengaturan suhu tubuh BBL yang memadai, tindakan
yang diambil di dalam lingkungan rumah sakit untuk mengurangi risiko hipotermia
di antaranya: adanya ruang bersalin yang dipanaskan, praktik pengeringan segera
setelah bayi lahir, pemeliharaan kontak kulit ke kulit yang tidak terputus antara ibu
dan anak, inisiasi menyusui dini, praktik mandi dan penimbangan BB,
pemeliharaan ibu dan bayi bersama untuk waktu yang lama dan pelatihan dan
kesadaran para profesional tentang semua aspek yang disebutkan. Semua aspek
tersebut harus ditekankan pada keluarga sehingga keluarga memastikan stabilitas
termal bayi di rumah.
Salah satu kesulitan yang dihadirkan para ibu saat di rumah perawatan setelah
pulang dari rumah sakit adalah memandikan anak-anak prematur. Penelitian ini
menunjukkan selama nifas individu mandi pertama di akomodasi rumah sakit, para
ibu mungkin mengalami perasaan takut dan gembira terkait momen ini. Kepuasan
lainnya mengacu pada sensasi ingin melakukan tindakan sederhana, seperti
memberikan perawatan pada anak, memandikan anak, mengganti popok dan
menyusui. Kegiatan-kegiatan itu, meskipun sederhana, merupakan hal baru bagi
sang ibu - jadi, perasaan takut itu disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang
cara yang benar untuk memegang bayi selama mandi. Aspek lain yang
menyebabkan rasa tidak aman adalah tidak adanya struktur fisik yang memadai,
tanpa bak mandi dan peralatan mandi yang layak. Dalam penelitian ini juga
dijelaskan mengenai perhatian ibu tentang apnea yaitu saat dirumah ibu takut dan
waspada dengan penghentian napas bayi saat mandi. Kekhawatiran seperti itu dapat
diminimalisir melalui pengetahuan. Jadi, sangat penting bagi para ibu untuk
diberitahu tentang apnea, yang mungkin biasa, dan bahwa tidak perlu panik,
walaupun menyoroti bahwa tim keperawatan harus diberi tahu pada kesempatan
tersebut. Sangatlah penting bahwa tim keperawatan tetap memperhatikan
penampilan perubahan pernapasan, mengingat bahwa, meskipun sering kali mereka
tidak menyiratkan risiko prematur dan / atau kesehatan bayi yang kurang berat,
lainnya mungkin ada komplikasi.
Selama periode observasi praksis perawatan yang diberikan oleh para perawat
profesional kepada orang tua, kerabat, dan bayi yang berada di Kanggoroo
Intermediet Care Unit (KICU), banyak kesenjangan dan kesulitan informasi yang
diperhatikan pada hasil kuesioner. Brosur itu diusulkan sebagai intervensi, yang
mencakup praksis perawatan yang disebutkan oleh para profesional keperawatan
dalam kelompok fokus - perawatan yang merupakan dasar bagi kelanjutan
perawatan kesehatan yang memadai untuk bayi prematur dan / atau bayi dengan
berat badan kurang. Diskusi bersama kelompok fokus menciptakan peluang untuk
debar/sharing pendapat tentang prosedur perawatan yang relevan sehingga
menghasilkan materi brosur yang tepat. Oleh karena itu, partisipasi aktif para
profesional di bidang keperawatan diperlukan untuk konsolidasi brosur.
B. Analisis Jurnal Pendukung
1. Identitas Jurnal 2
2. TUJUAN
Untuk menganalisis persepsi ibu menggunakan Metode Kanguru pada
penerapannya di Unit Neonatal.
3. METODE
Penelitian ini menggunakan studi kualitatif, deskriptif dan eksplorasi
menggunakan wawancara semi terstruktur sebagai strategi. Penelitian ini
diterapkan pada 11 ibu yang berpartisipasi yang diundang untuk melakukan
wawancara pada hari sebelum pemulangan dari rumah sakit. Kriteria inklusi
sebagai berikut: menjadi ibu dari bayi yang baru lahir dalam kondisi fisik dan
psikologis yang baik untuk diwawancarai; berusia minimal 18 tahun; setuju untuk
berpartisipasi dalam survei dan yang tinggal setidaknya satu minggu di Kangaroo
Infirmary sedangkan kriteria eksklusi sebagai berikut: ibu dengan defisit kognitif
dan tinggal di Unit Kanguru kurang dari satu minggu.
Rentang usia ibu yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 4 ibu
berusia antara 18-26 tahun. Lima dari mereka berusia antara 28-35 tahun dan 2
berusia di atas 38 tahun. Status perkawinan dari para ibu yang berpartisipasi telah
diverifikasi; empat ibu sudah menikah dan tujuh ibu lajang; tentang agama, 4 ibu
menyatakan diri mereka Katolik; 9 ibu evangelis dan 2 ibu menyatakan mereka
tidak beragama. Ditemukan bahwa 2 ibu memiliki pendidikan dasar; 4 ibu memiliki
fundamental yang tidak lengkap; 3 ibu sekolah menengah atas; 1 ibu memiliki
sekolah menengah yang tidak lengkap dan 1 ibu yang lebih tinggi. Ditemukan
bahwa 3 ibu memiliki upah minimum sebagai sumber pendapatan, 7 ibu mendapat
upah dari satu hingga tiga upah minimum dan 1 ibu menerima dari tiga hingga lima
upah minimum.
C. Implikasi Keperawatan
Tim keperawatan berkontribusi pada pelayanan kesehatan bayi baru lahir untuk
kepulangan dari rumah sakit, terdiri dari panduan tentang aspek Posisi Kanguru
yang benar, perawatan kulit ke kulit ibu-bayi untuk mecegah hipotermi, kebersihan
bayi dan perubahan pernapasan sebagai tanda waspada kesehatan bayi. Bayi baru
lahir dapat pulang dari rumah sakit jika stabilitas klinisnya tercapai; dengan
demikian, dukungan keperawatan profesional efektif untuk metode ini. Tim
perawat profesional adalah orang-orang yang membimbing orang tua dan anggota
keluarga lainnya melalui perjuangan sehari-hari dalam merawat anak-anak mereka,
yang bertujuan terutama untuk menjawab kemungkinan keraguan melalui
bimbingan dan pengawasan. Dalam hal ini, mereka tidak hanya berkontribusi untuk
pencapaian stabilitas klinis bayi baru lahir saja tetapi juga untuk pengembangan
intervensi pendidikan yang memastikan kelanjutan perawatan bayi yang tepat
setelah keluar dari rumah sakit.
A. Kesimpulan
Tim keperawatan dapat berkontribusi pada stabilitas klinis bayi
baru lahir pada tahap kedua dari Metode PKM dan menguraikan intervensi
pendidikan yang menjamin kelanjutan perawatan bayi setelah keluar dari
rumah sakit.
B. Saran
Bagi pelayanan kesehatan
1. Perawat dalam melakukan tindakan harus sesuai prosedur rrumah sakit.
2. Perawat melakukan monitoring pada bayi baru lahir dengan rutin
3. Perawat memberikan informasi tentang metode PKM di rumah kepada ibu
dan keluarga lainnya dengar tepat dan benar. Didukung oleh pengetahuan
yang luas yg dimiliki oleh perawat
4. Perawat bekerjasama dengan tim medis lain jika terjadi komplikasi/masalah
kesehatan pada bayi baru lahir
DAFTAR PUSTAKA
Sudarti & Afroh .F. 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus Resiko Tinggi dan
Kegawatan.Yogyakarta. Nuha Medika.
Debora oda. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Salemba Medika.
Jakarta.
Depkes, RI. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) Dengan Perawatan Metode Kanguru di Rumah Sakit dan
Jejaringnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Suharti & Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Dan
Anak Balita. Nuha Medika. Yogyakarta